Isolek Melayu Daerah Enklave, di Daerah Aliran Sungai Kalimantan Barat dan Suku Orang Rimba di Jambi: Kajian Linguistik dan Budaya Melayu.

(B. Sastra)
Isolek Melayu Daerah Enklave, di Daerah Aliran Sungai Kalimantan Barat dan Suku Orang
Rimba di Jambi: Kajian Linguistik dan Budaya Melayu
H.Sumarlam
Program Pascasarjana UNS, Penelitian, BOPTN UNS, Hibah Pascasarjana, 2012
Ada empat tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini. Pertama, mendeskripsikan identitas isolek
Melayu di kedua daerah enklave yang diteliti yakni Suku Orang Rimba di Kecamatan Air Hitam (Jambi)
dan Melayu Sanggo Ledo (Kalimantan Barat) untuk mengetahui apakah isolek Melayu yang ada
berstatus bahasa atau dialek, atau subdialek (dikaji secara Dialektometri) dan berstatus kategori bahasa,
keluarga, rumpun mikrofilum, mesofilum, atau makrofilum (dikaji dari Leksikostatistik). Kedua,
mendeskripsikan data awal tentang kearifan lokal budaya masyarakat petani ladang Melayu di daerah
enklave yang diteliti dan mendeskripsikan kearifan lokal yang mengandung pola pikir, pandangan hidup,
dan pandangan dunia budaya Melayu, di kedua lokasi penelitian. Ketiga, mendeskripsikan data awal
tentang ritual melangun oleh Suku Orang Rimba di Air Hitam dan ritual membuka ladang untuk bercocok
tanam di Sanggo Ledo. Kedua hal itu merupakan kearifan lokal melangun yang masih dilestarikan
sampai sekarang di komunitas Suku Orang Rimba di Air Hitam dan kearifan lokal ritual membuka lading
pada komunitas orang Melayu di Sanggo Ledo. Keempat, Mendokumentasikan data awal kebahasaan
berupa kata-kata Swadesh di kedua enklave tersebut dan data awal budaya menyangkut kegiatan ritual
melangun dan mantra membuka ladang, menanam padi dan palawija, sampai kegiatan memanen dan
membawa pulang hasil panen ke rumah.
Data di kedua titik pengamatan yang menyangkut data kebahasaan yang berupa instrumen Swadesh dan

data budaya menyangkut kegiatan berburu, melangun bagi Suku Orang Rimba dan berladang beserta
ritualnya bagi orang Melayu di Sanggo Ledo diperoleh melalui observasi dan wawancara langsung secara
mendalam. Jenis penelitian ini ada dua, pertama, penelitian kuantitatif untuk mengetahui identitas
identitas isolek Melayu di kedua daerah enklave yaitu: Suku Orang Rimba di Kecamatan Air Hitam (Jambi)
dan Melayu Sanggo Ledo (Kalimantan Barat) untuk mengetahui isolek Melayu yang ada berstatus
bahasa atau dialek, atau subdialek (dikaji secara Dialektometri) dan berstatus kategori bahasa, keluarga,
rumpun mikrofilum, mesofilum, atau makrofilum (dikaji dari Leksikostatistik). Kedua, penelitian kualitatif
digunakan untuk menganalisis tentang pola pikir, pandangan hidup, dan pandangan dunia Suku Orang
Rimba dan Melayu Sanggo Ledo berdasarkan data melangun dan mantra membuka ladang, sengan
segala persyaratan dan ritualnya.
Hasil temuan penelitian ini: (1)Berdasarkan penghitungan perbedaan leksikon antartitik pengamatan,
dengan menggunakan rumus Dialektometri, persentase jarak unsur-unsur kebahasaan antartitik
pengamatan Sanggo Ledo – Air Hitam = 57,60%, maka Isolek Melayu daerah Enklave di Daerah aliran
sungai Kalimantan Barat dan Suku Orang Rimba di Jambi dinyatakan sebagai perbedaan dialek.
Berdasarkan penghitungan persamaan leksikon antartitik pengamatan, dengan menggunakan
Leksikostatistik, persentase jarak unsur-unsur kebahasaan antartitik pengamatan Sanggo Ledo – Air
Hitam = 42,40%, maka isolek Melayu daerah Enklave di Daerah aliran sungai Kalimantan Barat dan Suku
Orang Rimba di Jambi dinyatakan sebagai kategori famili ‘keluarga’.
Pola pikir orang Melayu dalam membuka ladang adalah diawal musim kemarau menebang, selanjutnya
di bakar. Abu dari pembakaran lahan untuk pupuk tanaman. Ketika hujan mulai turun petani dan

peladang memulai menanami lahan. Pandangan dunia orang Melayu, dalam kehidupan sehari-hari
manusia, alam, dan penguasa alam harus saling menghormati, saling memanfaatkan, dan terjadi

hubungan simbiosis mutualisme. Orang Melayu ketika membuka ladang melakukan ritual untuk meminta
ijin pada penguasa hutan dan penguasa alam yakni Alloh SWT. Pandangan hidup orang Melayu adalah
makan tidak makan yang penting keluarga kumpul. Setiap habis panen harus melakukan pesta. Biasanya
orang Melayu sebelum panen sudah merencanakan pesta apa yang akan dilaksanakan bisa pesta
khitanan, perkawinan, khataman ngaji, sakralan.
Pola pikir Orang Rimba dalam melangun merupakan pola hidup Orang Rimba, maksudnya adalah untuk
menghindari kesialan, penyakit, dan kenangan yang menyedihkan. Melangun merupakan upaya mencari
tempat baru yang diharapkan mendapatkan daerah yang banyak persedian umbi-umbian, ikan, dan
binatang buruan. Pandangan dunia Orang Rimba, ritual Melangun merupakan mata rantai kehidupan
yang harus dijalani oleh manusia, dimulai dari kelahiran manusia ke dunia fana pada akhirnya meninggal.
Selanjutnya sakit dan pada akhirnya meninggal, untuk selanjutnya menjadi makanan binatang, maka
terjadi simbiosis mutualisme. Pandangan hidup Orang Rimba bahwa mereka hidup dalam suatu
kelompok, jika lapar maka secara berkelompok mereka berburu mencari binatang buruan, jika sudah
kenyang, mereka bersantai-santai sambil ngobrol dengan sesama anggota kelompoknya, mereka
menghabiskan waktu seharian. “Ada makanan banyak di habiskan pada saat itu juga, itu prinsip hidup
Orang Rimba”.