Makna Logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Mengenai Makna Logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat)

(1)

MAKNA LOGO MAJELIS ADAT BUDAYA MELAYU

KALIMANTAN BARAT

(Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Mengenai Makna

Logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Menempuh Sidang Sarjana Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh :

ISMIRYANA KUSUMAWARDHANI 41809704

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI HUMAS FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNVERSITAS KOMPUTER INDONESIA BANDUNG


(2)

  x 

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ...xiv

DAFTAR GAMBAR ………... xv

DAFTAR LAMPIRAN ……….. xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 11

1.2.1 Rumusan Masalah Makro... 11

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro ... 11

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1 Maksud Penelitian ... 12

1.3.2 Tujuan Penelitian... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.4.1 Kegunaan Teoritis... 12

1.4.2 Kegunaan Praktis... 13

1.4.2.1 Kegunaan Bagi Peneliti ……… 13

1.4.2.2 Kegunaan Bagi Universitas / Lembaga ……… 13

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat ………. 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ……….. 14 

  2.1.1 Penelitian Terdahulu ………... 14 


(3)

  xi 

  2.1.3 Logo dan Filosofinya ……… 20 

    2.1.3.1 Logo sesuai Unsur Pembentuknya ..……….. 21 

    2.1.3.2 Ciri‐Ciri Logo yang Efektif ………... 22 

  2.1.4 Filosofi dan Makna Gambar ………. 22 

  2.1.5 Tinjauan Mengenai Semiotik ……….. 23 

    2.1.5.1 Pengertian Semiotik ………... 23 

    2.1.5.2 Macam‐Macam Semiotik ..……… 27 

  2.1.6 Tanda dan Makna Dalam Semiotik ……….. 29 

    2.1.6.1 Tanda ……… 29 

    2.1.6.2 Kategori‐Kategori Tanda ……….. 30 

    2.1.6.3 Makna Semiotik ……….. 32 

  2.1.7 Semiotika Komunikasi Visual ……….. 32    2.1.8 Kaitan Semiotika dan Ilmu Humas ………... 34     2.1.9 Gagasan Charles Sander Peirce ……….. 37  2.2 Kerangka Pemikiran ………... 39  2.2.1 Kerangka Teoritis ……….……….  39  2.2.2 Keranga Konseptual ……….  43    BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian………... 45

3.1.1 Sejarah MABMKB ……….. 45

3.1.2 Struktur Organisasi MABMKB ………... 47

3.1.3 Perkembangan MABMKB ……….. 48

3.1.4 Pembangunan Kompleks Rumah Adat Melayu ……….. 52

3.1.5 Visi dan Misi MABMKB ……… 56

3.2 Metode Penelitian ………... 57

3.2.1 Desain Penelitian ……… 57

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ………. 59

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ………... 60

3.2.4 Teknik Analisis Data ……….. 61

3.2.5 Uji Keabsahan Data ………... 63

3.2.6 Lokasi dan Waktu Penelitian ……… 65


(4)

  xii 

4.1 Hasil Penelitian ………. 67 

4.1.1 Data Narasumber atau Informan ………. 69 

4.1.2 Identitas Informan ………..  70 

4.2 Deskripsi Hasil Penelitian ……….. 72 

4.3 Pembahasan ……… 81 

4.3.1 Hubungan Tanda Dengan Elemen Logo dan Maknanya ……… 81 

  4.3.1.1 Makna Ikon Dari Logo MABMKB ……… 81 

  4.3.1.2 Makna Indeks Dari Logo MABMKB ……… 82 

  4.3.1.3 Makna Simbol Dari Logo MABMKB ………... 83 

4.3.2 Objek Dari Logo MABMKB ……… 84 

  4.3.2.1 Konsep Dari Logo MABMKB ………. 85 

  4.3.2.2 Abstraksi Dari Logo MABMKB ………. 86 

4.3.2 Interpretan Dari Logo MABMKB …..………..………….. 87 

  4.3.2.1 Rheme Dari Logo MABMKB ……… 89 

  4.3.2.2 Dicent Sign Dari Logo MABMKB ………. 89 

  4.3.2.3 Argument Dari Logo MABMKB ……… 90 

4.3.4 Kualifikasi Dari Logo MABMKB ……… 90 

  4.3.4.1 Qualisign Dari Logo MABMKB ………. 91 

  4.3.4.2 Sinsign Dari Logo MABMKB ……….. 91 

  4.3.4.3 Legisign Dari Logo MABMKB ……… 92 

4.3.5 Arti dari Logo MABMKB ………...…….. 92 

4.3.6 Analisis Semiotik Dari Logo MABMKB ………. 93 

  BAB V SIMPULAN DAN SARAN  5.1 Kesimpulan ……… 98 

5.2 Saran ……….. 99 

  5.2.1 Bagi Masyarakat ……… 99 

  5.2.2 Bagi MABMKB ……… 99 

  5.2.3 Bagi Mahasiswa ………. 99 


(5)

  xiii 

LAMPIRAN-LAMPIRAN……… 102 DAFTAR RIWAYAT HIDUP

     


(6)

vi  

Assalamua’laikum Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil ‘alamin. Segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan rakhmat dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi Strata Satu yang berjudul Makna Logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (Analisis Semiotika Charles Sanders Peirce Mengenai Makna Logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat) ini sebagaimana mestinya dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Shalawat dan salam tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

Hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam penelitian telah dilewati sebagai suatu tantangan yang seharusnya dijalani, disamping sebagai pemenuhan kewajiban yang memang semestinya dilaksanakan. Namun atas izin Allah SWT, juga berkat usaha, doa, semangat, bantuan, bimbingan serta dukungan yang penulis terima baik secara langsung maupun tidak langsung dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kedua Orang Tua yakni Ayahanda Drs. H, Kashmir Bafiroes, M.Si. dan Ibunda Hj. Sulasih yang telah banyak memberikan dukungan berupa doa, dukungan moral maupun moril serta kasih sayang nya yang tiada hentinya untuk penulis. Dengan kerendahan hati penulis akan berusaha sekuat tenaga memberikan yang terbaik agar selalu menjadi anak yang dibanggakan oleh papah dan mamah.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak atas segala dukungan, pemikiran, tenaga, materi, semangat dan juga doa dari semua


(7)

vii  

pihak yang telah membantu selama penulis menjalani masa perkuliahan dan penyusunan Skripsi ini, kepada :

1. Yth. Bapak Prof. DR. H. Samugyo Ibnu Redjo, Drs., MA. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Komputer Indonesia atas segala dukungannya.

2. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si. selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi dan Public Relations FISIP Unikom atas ilmu, motivasi serta nasehat kepada penulis.

3. Yth. Bapak Yadi Supriadi, S.Sos, M.Phill. Selaku Dosen pembimbing Skripsi penulis yang telah memberikan dukungan serta contoh yang baik kepada para mahasiswanya khususnya untuk diri pribadi penulis. Terimakasih atas segala kesabaran dan ilmu pengetahuannya sehingga penulis yang awal nya tidak tahu menjadi tahu. Terimakasih “Pak” karena selalu memberikan yang terbaik kepada penulis tanpa merasa lelah untuk mentransfer ilmu pengetahuannya.

4. Yth. Bapak Drs. Manap Solihat, M.Si. . selaku wali dosen peneliti dan dosen mata kuliah yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya dalam mengarahkan dan membimbing penulis Terimakasih untuk segala motivasi dan dukungannya.

5. Yth, Khususnya Kepada, Ibu Desayu Eka Surya, S.Sos., M.Si., Ibu Rismawaty, S.Sos., M.Si., Bapak Ari Prasetyo, S.Sos., M.Si., Bapak Adiyana Slamet S.IP, M.Si., Bapak Olih Solihin, S.Sos., M.I.Kom.,


(8)

viii  

telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama perkuliahan berlangsung.

6. Yth. Sekertariat Program Studi Ilmu Komunikasi Ibu Astri Ikawati., A.Md, Terimakasih telah banyak membantu penulis dari mulai penulis menginjakan kaki di Unikom Semester 1 hingga Semester 8.

7. Yth. Bapak Drs. Sirod Judin. MM Selaku kepala sub bagian tata usaha panti sosial permadi putra binangkit yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian dan membimbing selama melakukan oservasi lapangan.

8. Teristimewa untuk seluruh keluarga dan kedua kakak laki-laki saya yaitu Sutadi Kurniawan, S.Sos dan Seto Kristiyadi yang telah banyak membantu baik dukungan doa dan morilnya.

9. Kepada Teman-teman Ranger Idiot, Kostan Gesrek, dan JK2M Anggie, Ejot, Papap, Farli, Eko Wellie, Abut, Mega, Shandy, Ricky, Hendra, Yaya, Vebi, Donny, Nadia, Adhel, Emma, Ike, Ade, Ajie, Andre, Made, Tika, Keisha, Koko, Tya, Honey, Ochi yang selalu menjadi tempat untuk menghilangkan rasa penat dan menjadi tempat curhat. Serta Kostan Gesrek lembah tubagus ismail yang selalu dijadikan tempat untuk berkumpul dan berbagi pengetahuan satu sama lain.


(9)

ix  

10.Farhan Annas Achmad tersayang, yang telah memberikan dukungan serta meluangkan waktu dan tenaganya kepada peneliti untuk memberikan motivasi dari awal perkuliahan hingga peneliti sampai pada tahap penyelesaian skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan, teman-teman kelas IK-6 dan teman-teman Humas 1 yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

12.Kepada semua orang yang sempat bertemu di beberapa kesempatan selama proses penulisan skripsi ini juga banyak memberikan bantuan dan semangat yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, dimanapun kalian berada semoga Allah SWT membalas semua ketulusan yang telah telah kalian berikan.

Akhir kata, peneliti ingin memberikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan penelitian ini. Jerih payah yang tak ternilai ini akan peneliti jadikan sebagai motivasi dimasa yang akan datang. Guna penyempurnaan penelitian ini peneliti selalu terbuka untuk kritik dan saran. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Bandung, Juli 2013 Penulis

Ismiryana Kusumawardhani NIM 41809704


(10)

 

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU :

Effendy, Onong Uchjana. 2000. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung :

PT. Remaja Rosda Karya.

--- 2002. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

--- 2004. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Fiske, John. 2011. Cultural &Communications Studies. Yogyakarta: Jalasutra.

Kriyantoro, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana Prenada Media Group

Moleong, J. Lexy. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

--- 2007. Metode Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Pawito. Ph.D. 2007. Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT. LKIS Pelangi Aksara.

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta.


(11)

 

 

101 

B. INTERNET :

1. http://putradaerahkalbar.wordpress.com/2011/04/18/sosial-budaya-masyarakat-kalimantan-barat/

2. mabmonline.org

C. KARYA ILMIAH

Nany Probosari. 2010. Pemaknaan Karikatur “PLN” (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur “PLN” Pada www.jawapos.co.id). Yogyakarta. UPN

Niko Hendravianto. 2011. Analisis Semiotik Logo CIMB Niaga. Bandung. UNPAD.


(12)

1.1Latar Belakang Masalah

Logo atau tanda gambar (picure mark) merupakan identitas yang digunakan untuk menggambarkan citra dan karakter suatu lembaga atau organisasi maupun badan-badan lainnya. Logotype atau tanda kata (word mark) merupakan nama lembaga, atau produk, yang tampil dalam bentuk tulisan yang khusus untuk menggambarkan ciri khas.

Pada prinsipnya, logo merupakan simbol yang mewakili sosok, wajah, atau eksistensi suatu organisasi ataupun sebuah produk dari badan maupun lembaga-lembaga. Selain membangun citra, logo juga sering kali dipergunakan untuk membangun spirit secara internal diantara komponen yang ada dalam badan-badan tersebut. Sebuah logo yang baik dan berhasil akan dapat menimbulkan sugesti yang kuat, membangun kepercayaan, rasa memiliki, dan menjaga citra lembaga atau badan-badan pemilik logo itu. Selanjutnya, logo bahkan dapat menjalin kesatuan dan solidaritas diantara anggota keluarga besar lembaga atau badan-badan itu yang akhirnya mampu meningkatkan prestasi dan meraih sukses demi kemajuan bersama.

Secara visualisasi, logo adalah gambar. Gambar itu bisa berupa berbagai unsur bentuk dan warna. Oleh karena sifat dari apa yang diwakili oleh logo berbeda satu sama lain, maka seyogyanya logo itu memiliki bentuk yang berbeda pula. Penggunaan logo yang dikenal saat ini awalnya hanyalah sekedar berupa lambang, simbol, atau maskot yang merupakan identitas suatu kelompok, suku,


(13)

  2 

bangsa, atau Negara. Suku-suku bangsa di masa lalu sering menggunakan maskot binatang seperti beruang, burung, rajawali, dan kuda sebagai simbolik mereka. Maskot-maskot tadi diambil, dari apa saja yang dikagumi di sekeliling mereka.

Secara bahasa, logo adalah suatu huruf atau lambang (gambar) yang mengandung makna, terdiri atas satu kata atau lebih sebagai lambang atau nama perusahaan dan lain sebagainya. Suatu perusahaan, organisasi-organisasi, lembaga pendidikan, pemerintahan dan lain-lain pasti membutuhkan sebuah simbol sebagai pengenal yang dapat dengan mudah dikenal masyarakat. Logo merupakan elemen yang sangat penting untuk sebuah perusahaan atau badan-badan lainnya. Didalam logo-logo terdapat arti dan tujuan dari yang memakainya, baik dari warnanya, gambarnya, tulisannya maupun perbuatannya.

Pengertian logo menurut Philip Kotler dalam buku Marketing (941:1991) : “logo adalah bagian merk yang bisa dikenal dan tak terucapkan misalnya, simbol rancangan atau warna dan huruf yang berbeda dengan yang lain.”

Logo bisa diibaratkan dengan wajah. Setiap orang bisa dengan mudah dikenali antara satu dengan yang lain hanya dengan melihat wajah. Begitu juga halnya dengan logo. Logo merupakan sebuah visi penyampaian citra positif melalui sebuah tampilan sederhana dalam bentuk simbol.

Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (MABM-KB) di Pontianak terbentuk atas dasar rasa cinta warga Melayu terhadap adat budaya Melayu serta untuk melestarikan kebudayaan Melayu itu sendiri. Selain itu, para sesepuh pun mempunyai ketakutan akan pudarnya adat budaya di generasi yang akan datang


(14)

apabila tidak ada suatu wadah organsasi yang mampu menjaga adat istiadat Melayu. Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, terbentuklah Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (MABM-KB) yang diharapkan mampu untuk meneruskan adat istiadat dari generasi ke generasi sekaligus menunjukan eksistensi akan budaya Melayu di Indonesia.

Indonesia adalah Negara yang mempunyai slogan Bhinneka Tunggal Ika (berbeda-beda namun tetap satu yaitu Indonesia). Hanya Indonesia pula satu-satunya Negara yang mempunyai keragaman suku bangsa, agama. Bhinneka Tunggal Ika tidak dipungkiri begitu mendarah daging pada masyarakat Indonesia sehingga tidak hanya sekedar slogan semata. Ini merupakan salah satu unsur yang mampu menunjang untuk terbentuknya suatu paguyuban. Suatu wadah untuk menaungi sesuatu. Hal ini pula yang mendorong terbentuknya MABM-KB dimana organisasi mampu untuk unjuk gigi kepada khalayak mengenai adat budayanya namun tetap berada dalam lingkup atmosfer yang sama yaitu Indonesia. Berikut peneliti akan memberikan contoh logo dari MABM-KB :

Gambar 1.1

Logo MABMKB


(15)

  4 

Logo MABM-KB terdiri dari beberapa bentuk yang berkesinambungan dan mempunyai makna tersendiri. Bentuk-bentuk tersebut adalah seperti disebutkan di table bawah ini :

Tabel 1.1

Bentuk Gambar dan Arti

Bentuk Gambar Arti

Segi Delapan simbol yang sudah mendunia dan mempuyai arti yang menunjukan 8 arah mata angin. Ini menandakan bahwasanya eksistensi MABM-KB bisa diterima secara global. Tanpa adanya batasan kubu bahwa hanya akan menunjukan eksistensinya pada daerah tertentu.

Bintang dan Bulan Sabit

bintang menunjukan makna mengenai ilmu pengetahuan dan bulan sabit memiliki makna ibadah.

Payung bermakna kehormatan dan suatu kemuliaan bahwasanya MABM-KB bertindak sebagai organisasi yang akan mewadahi puak Melayu dalam kedamaian dan persahabatan semua insan. Payung dan bintang bulan sabit bermakna adat bersendi sara’, sara; bersendi Kitabullah.

Kaligrafi huruf mim, alif, mim, ba bermakna kesucian dan tulus ikhlas dalam kiprahnya (alif diusulkan diganti ‘ain).


(16)

Lingkungan Bulat lambang persatuan dan kesatuan yang utuh.

MABM Majelis Adat Budaya Melayu identitas nama wadah atau organisasi.

Sumber : Peneliti 2013

Setiap logo jelas mempunyai makna yang berbeda. Logo terbentuk berdasarkan visi dan misi ataupun pesan yang ingin disampaikan melalui visualisasi yang mempunyai makna dari tiap bentuknya.

Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.

Ujaran manusia itu mengandung makna yang utuh. Keutuhan makna itu merupakan perpaduan dari empat aspek, yakni pengertian (sense), perasaan (feeling), nada (tone), dan amanat (intension). Memahami aspek itu dalam seluruh konteks adalah bagian dari usaha untuk memahami makna dalam komunikasi. Jenis Makna :

1. Makna Leksikal : adalah makna unsur-unsur bahasa (leksem) sebagai lambang benda, peristiwa, obyek, dan lain-lain. Makna ini dimiliki unsur bahasa lepas dari penggunaan atau konteksnya.

2. Makna Langsung atau konseptual atau denotatif : makna kata atau leksem yang didasarkan atas penunjukkan yang langsung (lugas)pada suatu hal atau onyek di luar bahasa. Makna langsung atau makna lugas bersifat obyektif, karena langsung


(17)

  6 

menunjuk obyeknya. Berdasarkan luas tidaknya cakupan makna yang dikandungnya, makna langsung dapat dibedakan atas makna luas dan makna sempit.

3. Makna Kiasan : makna kiasan atau asosiatif adalah makna kata atau leksem yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul pada penyapa dan manusia yang disapa. Makna ini muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap leksem yang dilafalkan atau didengarnya.

Makna dari Logo MABMKB termasuk makna leksikal. Dilihat dari objeknya, yaitu Logo MABMKB, terdapat makna yang mewakili bahwa organisasi tersebut merupakan organisasi Melayu Islam. Dapat dilihat dari komposisi-komposisi yang terdapat pada kesatuan Logo tersebut. Baik dari tulisan, hingga warnanya.

Peirce terkenal karena teori tandanya. Suatu tanda tidak pernah berupa suatu entitas yang sendirian, tetapi yang memiliki ketiga aspek tersebut. Peirce mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh kepertamaan, objeknya adalah kekeduaan, dan penafsirmya, yaitu unsur pengantara, adalah unsur keketigaan. Peirce selalu nerusaha untuk menemukan struktur terner di mana pun mereka bisa terjadi. Keketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tak terbatas, selama suatu penafsir (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi yang lain (yaitu sebagai wakil dari suatu makna atau penanda) bisa ditangkap oleh penafsir lainnya, Penafsir ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, dan penangkapan [hipotesis] membentuk tiga jenis penafsir yang penting). agar


(18)

bisa ada sebagai suatu tanda, maka tanda tersebut harus ditafsirkan (dan berarti harus memiliki penafsir).

Kalimantan Barat (Kal-Bar) merupakan salah satu provinsi yang ada di Pulau Kalimantan. Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat menurut sensus tahun 2000 berjumlah 4.073.430 jiwa (1,85% penduduk Indonesia). Daerah Kalimantan Barat dihuni oleh Penduduk Asli Dayak dan kaum pendatang lainnya dari Sumatra dan kaum urban dari tiongkok dan daerah di Indonesia lainnya. Suku Bangsa yang Dominan Besar yaitu Dayak ,Melayu dan Tionghoa, yang jumlahnya melebihi 90% penduduk Kalimantan Barat. Selain itu, terdapat juga suku-suku bangsa lain, antara lain Bugis, Jawa, Madura, Minangkabau, Sunda, Batak, dan lain-lain yang jumlahnya dibawah 10%. Dari berbagai suku ini tentunya masing-masing memiliki adat istiadat yang berbeda-beda sehingga masing-masing-masing-masing suku mempunyai cara pandang kehidupan yang berbeda pula dalam aspek sosial budaya.

Kalimantan Barat dapat dikatakan sebagai daerah yang memiliki masyarakat yang majemuk karena masyarakatnya yang multikultural. Pada dasarnya suatu masyarakat dikatakan multikultural jika dalam masyarakat tersebut memiliki keanekaragaman dan perbedaan. Keragaman dan perbedaan yang dimaksud antara lain, keragaman struktur budaya yang berakar pada perbedaan standar nilai yang berbeda-beda, keragaman ras, suku, dan agama, keragaman ciri-ciri fisik seperti warna kulit, rambut, raut muka, postur tubuh, dan lain-lain, serta keragaman kelompok sosial dalam masyarakat. Sehingga masyarakat multikultural dapat dikatakan sebagai pola hidup dalam bermasyarakat yang menempati suatu


(19)

  8 

wilayah yang terdiri atas orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda-beda dalam kesederajatan.

Pada hakikatnya masyarakat multikultural adalah masyarakat yang terdiri atas berbagai macam suku yang masing-masing mempunyai struktur sosial dan budaya yang berbeda-beda. Dalam hal ini masyarakat multikultural tidak bersifat homogen, namun memiliki karakteristik heterogen di mana pola hubungan sosial antar individu di masyarakat berusaha untuk toleransi dan harus menerima kenyataan untuk hidup berdampingan secara damai satu sama lain dengan perbedaan yang melekat pada tiap etnisitas sosial dan budayanya. Namun kemajemukan masyarakat yang multikultural ini sangat mungkin terjadinya konflik vertikal dan horizontal yang dapat menghancurkan masyarakat tersebut. Konflik vertikal dapat berarti hubungan interaksi antara suatu kelas sosial yang berbeda tingkatan akibat adanya pertentangan kepentingan ataupun kelompok sosial yang berbeda di satu pihak dengan satu kelompok di pihak lainnya. Sedangkan konflik horizontal berarti hubungan interaksi antar kelas sosial yang secara sengaja menciptakan konflik sebagai kamuflase atau cara untuk mendukung terwujudnya tujuan atau kondisi yang dikehendaki oleh beberapa pihak tertentu.

Kemajemukan masyarakat yang terjadi di Kalimantan Barat tanpa disertai rasa toleransi dan saling menghargai antar sesama masyarakat tentunya akan menimbulkan bahaya laten yang sewaktu – waktu dapat menyebabkan terjadinya konflik dalam masyarakat.


(20)

Satu diantara berbagai potensi penyebab bahaya laten yang terjadi di Kalimantan Barat yaitu perbedaan sosial budaya dalam masyarakat. Berbedanya cara interaksi sosial, cara pemahaman atas suatu kebudayaan masyarakat yang di sebabkan berbeda-bedanya budaya dan tingkatan pendidikan dalam masyarakat yang menyebabkan masyarakat itu sendiri susah untuk saling memahami perbedaan itu sendiri. Terlihat bagaimana kehidupan sosial dan budaya penduduk asli Kal-Bar, yaitu suku Dayak dan Melayu. Ada pepatah suku Dayak di Kal-Bar berbunyi “Tamu diberi makan, Melayu diberi beras”. Itu artinya masyarakat Dayak sangat menghargai perbedaan sehingga jika sesama Dayak yang bertamu diberi makanan yang sama dengannya, jika Melayu (identik Islam) yang bertamu akan diberi beras supaya masak sendiri dan nanti dimakan bersama. Dan ada juga pepatah suku Melayu di Kal-Bar berbunyi “Awak datang Kame’ sambot” yang artinya siapapun yang datang untuk bertamu ataupun menetap di daerah warga Melayu akan di sambut baik oleh seluruh warga. Mungkin pepatah ini dapat sedikit menggambarkan keramahan penduduk asli Kal-Bar dalam penyambutan mereka terhadap orang yang akan bertamu maupun menetap di daerah mereka. Namun, terkadang ada sebagian dari para penduduk pendatang sering menyalah artikan keramah tamahan dari para penduduk asli.

Kondisi sosial budaya yang berbeda-beda ini memang sangat riskan akan timbulnya suatu konflik dalam masyarakat, Di daerah Kalimantan Barat sudah sering terjadi konflik vertikal maupun horizontal baik berskala besar ataupun berskala kecil. Dan kebanyakan konflik yang terjadi di Kalimantan Barat selalu melibatkan etnis yang berbeda. Konflik yang terjadi di Kalimantan Barat


(21)

  10 

khususnya yang melibatkan antar etnis sudah sering terjadi semenjak awal masa kemerdekaan tepatnya sejak komunis (RRC) mulai melebarkan sayap mereka masuk ke daerah-daerah di Kal-Bar. Lalu kdisusul antara etnis Dayak dengan etnis Madura hingga akhirnya melibatkan etnis Melayu Sambas dan Pontianak ke dalam pertikaian berdarah antar etnis tersebut.

Dilihat dari kurun waktu terjadinya, konflik yang melibatkan etnis di Kalimantan Barat dapat dikatakan sebagai bahaya yang bersifat laten, khususnya daerah-daerah tempat terpusatnya konflik. Sehingga bagi warga yang tinggal di wilayah tersebut hingga saat ini masih belum bisa menerima pendatang, khususnya dari warga Madura. Hal ini di karenakan warga masih trauma akan kembali munculnya pertikaian berdarah yang memalukan bagi warga Bumi Borneo. Konflik berbau etnis ini memang tampaknya masih belum bisa hilang dari Kalimantan Barat, ini terlihat dari peristiwa yang baru-baru terjadi di salah satu daerah di Kal-Bar. Peristiwa yang terjadi pada Mei 2010 ini di picu oleh keberadaa Tugu Naga dan masalah salah satu Walikota yang membahas mengenai Sekilas Melayu, Asal Usul dan sejarahnya dianggap menghina kelompok tertentu. Masalah ini sempat membuat suasana kota menjadi mencekam selama beberapa hari, untungnya permasalahan ini dapat cepat diredam oleh para tokoh adat dan Walikota itu sendiri. Dari hal inilah penciptaan interaksi sosial yang baik di antara masyarakat dan saling memahami budaya masing-masing masyarakat akan dapat menghilangkan potensi munculnya konflik.


(22)

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah Makro

Berdasarkan keunikan tersebut, maka peneliti pun ingin menganalisis lebih jauh mengenai logo. Maka dari itu, rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Bagaimana Analisis Semiotika Makna Logo Majelis Adat Budaya Melayu

Kalimantan Barat?

1.2.2 Rumusan Masalah Mikro

Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah yang telah peneliti jelaskan diatas, maka peneliti mengidentifikasikan masalah yang akan dibahas pada penelitian ini adalah :

1. Bagaimana tanda logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat?

2. Bagaimana objek logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat?

3. Bagaimana interpretan logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat?


(23)

  12 

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan bagaimana analisis semiotika mengenai makna desain logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat.

1.3.2 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui tanda logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat.

2. Untuk mengetahui objek logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat.

3. Untuk mengetahui interpretan logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat.

1.4Kegunaan Penelitian

1.4.1 Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya dan diharapkan dapat menunjang perkembangan di bidang ilmu komunikasi seorang humas, khususnya dalam perkembangan komunikasi semiotika. Seorang humas harus mempelajari semiotika, karena sangat menunjang untuk membentuk citra diri dan identitas sebuah perusahaan/organisasi/lembaga itu sendiri.


(24)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1Kegunaan Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti, khususnya dalam memahami analisa semiotika mengenai makna desain logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (MABM-KB) di Pontianak.

1.4.2.2Kegunaan Bagi Universitas / Lembaga

Bagi Universitas, khususnya Program Studi Ilmu Komunikasi Konsentrasi Humas di UNIKOM Bandung, penelitian ini dapat dijadikan literatur, dalam menambah wawasan, dan masukan bagi peneliti lain dengan bahasan serupa.

1.4.2.3Kegunaan Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat berkenaan dengan analisis semiotika logo. Selain itu, penelitian ini pun diharapkan mampu memberikan pengetahuan bagi masyarakat mengenai adat budaya Melayu termasuk di dalamnya organisasi yang menaunginya yaitu MABM-KB beserta makna dari logo itu sendiri.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka bertujuan untuk menjelaskan teori yang relevan dengan masalah yang diteliti tinjauan pustaka berisikan tentang data-data sekunder yang peneliti peroleh dari jurnal-jurnal ilmiah atau hasil penelitian pihak lain yang dapat dijadikan asumsi-asumsi yang memungkinkan terjadinya penalaran untuk menjawab masalah yang diajukan peneliti. Adapun hasil dari pengumpulan data yang telah peneliti dapatkan selama penelitian dan peneliti menguraikannya sebagai berikut :

2.1.1 Penelitian terdahulu

Dalam tinjauan pustaka, peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki ketertarikan serta relevansi dengan penelitian terdahulu yang memiliki ketertarikan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Dengan demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap serta pembanding yang memadai sehingga penulisan skripsi ini lebih memadai.

Hal ini dimaksudkan untuk memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang ada. Selain itu, karena pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang menghargai berbagai perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek tertentu, sehingga meskipun terdapat


(26)

 

kesamaan maupun perbedaan adalah suatu hal yang wajar dan dapat disinergikan untuk saling melengkapi.

Tabel 2.1

Penelitian Sejenis

No Nama

Peneliti

Judul Pendekatan Penelitian

Hasil

1 Nany Probosari UPN (2010)

PEMAKNAA N

KARIKATUR ”PLN” (Studi Semiotik Tentang Pemaknaan Karikatur ”PLN” Pada www.jawapos. co.id)

Penelitian ini menggunaka n pendekatan penelitian kualitatif dengan menggunaka n metode analisis semiotika

analisis tanda yang ada dalam karikatur yang berupa gambar dan tulisan yang terdapat dalam karikatur yang

dimuat di

www.jawapos.co.id, kemudian

diinterpretsikan dengan menggunakan ikon (icon), indeks (index), dan symbol (symbol).

2 Niko Hendravian to UNPAD

Analisis

Semiotik Logo CIMB NIAGA

Penelitian ini menggunaka n pendekatan

mengetahui simbol-simbol yang ada dalam CIMB NIAGA serta


(27)

 

 

16 

(2011) penelitian

kualitatif dengan menggunaka n metode analisis semiotika

mengungkapkan

filosofis yang ada pada simbol tersebut, dan bagaimana elemen fisik dan non-fisik yang ada dalam logo tersebut bila dikaji dalam analisis taksonomi serta peran logo tersebut sebagai sebuah identitas perusahaan

Sumber: Peneliti 2013

2.1.2 Pengertian Komunikasi

Dalam Mulyana dijelaskan, kata komunikasi atau communications dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communications, atau communicate yang berarti membuat sama (to make common). Istilah pertama (communis) paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan dianut secara sama. (Mulyana, 2007:46)

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa latin atau communicatio dan bersumber dari kata communis yang berarti


(28)

 

sama. Sama disini maksudnya adalah satu makna. Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna mengenai apa yang di komunikasikan, yakni baik si penerima maupun si pengirim sepaham dari suatu pesan tertentu. (Effendy,2002:9)

Banyak definisi komunikasi diungkapkan oleh para ahli dan pakar komunikasi seperti yang diungkapkan oleh Carl. I. Hovland yang dikutip oleh Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap (Effendy, 2001: 10)

Hovland juga mengungkapkan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan hanya penyampaian informasi melainkan juga pembentukan pendapat umum (Public Opinion) dan sikap publik (public attitude) yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Dalam pengertian khusus komunikasi, Hovland yang dikutip dari Onong Uchana Effendy dalam buku Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek mengatakan bahwa komunikasi adalah proses mengubah perilaku orang lain (communication is the procces to modify the behaviour of other individuals).

Jadi dalam berkomunikasi bukan sekedar memberitahu, tetapi juga berupaya mempengaruhi agar seseorang atau sejumlah orang melakukan kegiatan atau tindakan yang diinginkan oleh komunikator, akan tetapi seseorang akan dapat mengubah sikap pendapat atau perilaku orang lain, hal ini bisa terjadi apabila


(29)

 

 

18 

komunikasi yang disampaikan bersifat komunikatif yaitu komunikator dalam menyampaikan pesan-pesan harus benar-benar dimengerti dan dipahami oleh komunikan untuk mencapai tujuan komunikasi yang komunikatif. (Effendy, 2001:10)

Menurut Wilbur Schramn, seorang ahli ilmu komunikasi kenamaan dalam karyanya Communication Research In The United States menyatakan bahwa komunikasi akan berhasil apabila pesan yang disampaikan oleh komunikator cocok dengan kerangka acuan (Frame of Reference) yakni panduan pengalaman dan pengertian (collection of experience and meanings) yang pernah diperoleh komunikan.

Proses komunikasi pada dasarnya adalah proses penyampaian pesan yang dilakukan oleh seseorang komunikator kepada komunikan, pesan itu berupa gagasan, informasi, opini dan lain-lain, dalam prosesnya Mitchall. N. Charmley memperkenalkan 5 (lima) komponen yang melandasi komunikasi yang dikutip dari buku Astrid P.Susanto yang berjudul Komunikasi Dalam Praktek dan Teori, yaitu sebagai berikut:

a. Sumber (source)

b. Komunikator (encoder)

c. Pertanyaan/pesan (message)

d. Komunikan (decoder)


(30)

 

Roger dan Mulyana berpendapat bahwa komunikasi adalah prose’s dimana suatu ide dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. (Mulyana, 2007:69). Harrold Laswell menjelaskan bahwa (Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut “Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepadada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? (Mulyana, 2007: 69)

Pendapat para ahli tersebut memberikan gambaran bahwa komponen-komponen pendukung komunikasi termasuk efek yang ditimbulkan, antara lain adalah:

1. Komunikator (comunnicator, source, sender)

2. Pesan (message)

3. Media (channel)

4. Komunikan (communican, receiver)

5. Efek (effect)

Dari beberapa pengertian diatas, peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran makna/pesan dari seseorang kepada orang lain dengan maksud untuk mempengaruhi orang lain. Unsur-unsur dari proses komunikasi diatas merupakan faktor penting dalam komunikasi, bahwa pada setiap unsure tersebut oleh para ahli ilmu komunikasi dijadikan objek ilmiah untuk ditelaah secara khusus.


(31)

 

 

20 

2.1.3 Logo dan Filosofinya

Logo atau tanda gambar (picture mark) merupakan identitas yang dipergunakan untuk menggambarkan citra dan karakter suatu lembaga atau perusahaan maupun organisasi. Logotype atau tanda kata (word mark) merupakan nama lembaga, perusahaan, atau produk, yang tampil dalam bentuk tulisan yang khusus untuk menggambarkan ciri khas secara komersial.

Pada prinsipnya, logo merupakan simbol yang mewakili sosok, wajah, atau eksistensi suatu perusahaan atau produk dari sebuah organisasi maupun lembaga. Selain membangun citra organisasi, logo juga seringkali dipergunakan untuk membangun spirit secara internal diantara komponen yang ada dalam organisasi tersebut. Sebuah logo yang baik dan berhasil akan dapat menimbulkan sugesti yang kuat, membangun kepercayaan, rasa memiliki, dan menjaga image organisai pemilik logo itu. Selanjutnya, logo bahkan dapat menjalin kesatuan dan solidaritas diantara anggota keluarga besar organisasi itu yang akhirnya mampu meningkatkan prestasi dan meraih sukses demi kemajuan organisai.

Secara visualisasi, logo adalah suatu gambar. Gambar itu bisa berupa berbagai unsur bentuk dan warna. Oleh karena sifat dari apa yang diwakili oleh logo berbeda satu sama lain, maka seyogyanya logo itu memiliki bentuk yang berbeda pula.

Penggunaan logo yang dikenal saat ini awalnya hanyalah sekedar berupa lambang, simbol, atau maskot yang merupakan identitas suatu kelompok, suku, bangsa, atau negara. Suku-suku bangsa di masa lalu sering menggunakan maskot


(32)

 

binatang seperti beruang, burung, rajawali, dan kuda sebagai simbolik mereka. Maskot-maskot tadi diambil dari apa saja yang dikagumi di sekeliling mereka.

2.1.3.1Logo Sesuai Unsur Pembentuknya

Unsur pembentuk logo dapat dipilah-pilah menjadi 4 (empat) kelompok. Namun demikian, kelompok-kelompok tersebut bisa digabungkan sehingga mengandung unsur campuran. Diantaranya :

a) Logo Dalam Bentuk Alphabetical

Logo yang terdiri dari bentuk huruf-huruf atau dimaksudkan unutk menggambarkan huruf dan kombinasi dari bentuk huruf. Kelompok ini merupakan jumlah yang paling banyak dan merupakan trend baru untuk diikuti.

b) Logo Dalam Bentuk Benda Konkret

Bentuk konkret, misalnya manusia (seorng tokoh, wajh, dan bentuk tubuh yang menarik) bentuk binatang, tanaman, peralatan, maupun benda lainnya.

c) Logo Dalam Bentuk Abstrak, Poligami Spiral, dsb

Logo kelompok ini memiliki elemen-elemen yang merupakan bentuk abstrak, bentuk geometri, spiral, brosur, segitiga, bujursangkar, titik-titik, garis, panah, gabungan bentuk-bentuk lengkung, dan bentuk ekspresi 3 (tiga) dimensi.


(33)

 

 

22 

d) Logo Dalam Bentuk, Simbol, Nomor, dan Elemen Lain

Bentuk-bentuk yang sudah dikenal untuk menggambarkan sesuatu seperti hati, tanda silang, tanda plus, tanda petir, tanda notasi musik, dsb.

e) Logotype

Jika logo adalah tanda gambar (picture mark), maka logotype adalah gambar nama (word mark). Oleh karena itu, logotype berbentuk tulisan khas yang mengidentifikasikan suatu nama atau merk. Ia memiliki sifat-sifat yang sangat mirip dengan logo yang telah dibahas di atas.

2.1.3.2Ciri-Ciri Logo yang Efektif

a. Memiliki sifat unik. Tidak mirip dengan logo lain sehingga orang tidak bingung karena logo mirip desain lain yang sudah ada.

b. Memiliki sifat yang fungsional sehingga dapat dipasang atau digunakan dalam berbagai keperluan.

c. Bentuk logo mengikuti kaidah-kaidah dasar desain (misalnya bidang, warna, bentuk, konsistensi, dan kejelasan).

d. Mampu mempresentasikan suatu organisasi atau suatu produk.

2.1.4 Filosofi dan Makna Gambar

Hingga kini masih ada tuntutan bahwa logo seyogyanya mengandung suatu filosofi, makna logo, atau setidaknya dasar pembentukan logo itu.


(34)

Perusahaan- 

perusahaan besar di Indonesia yang melombakan pembuatan logo membeberkan sejarah serta visi dan misi perusahaan. Kemudian di dalam persyaratannya dicantumkan agar peserta lomba juga mencantumkan filosofi yang terkandung pada logo yang dibuat. Dengan demikian, perancang logo harus memulai pekerjaannya dengan merancang filosofi dan makna dari simbol yang akan digambarkan itu, bukan memikirkan gambar apa yang akan dibuat.

Seringkali perancang logo berhasil membuat sebuah karya grafis yang bagus, tetapi tidak mampu menuangkan filosofi yang terkandung dalam gambar itu. Keberuntungan untuk menuangkan detail filosofi keping demi keping elemen gambar sesuai latar belakang, visi dan misi organisasi atau lembaga yang dilogokan kadang-kadang menyertai perancang logo. Kedua unsur, yakni bentuk visual serta kandungan maknanya harus terpadu satu sama lain

2.1.5 Tinjauan Mengenai Semiotik

2.1.5.1Pengertian Semiotik

Secara etimologis, istilah semiotik berasal dari kata Yunani, semeion yang berarti tanda. Menurut Umberto Eco (dalam Sobur, 2009:95), mengatakan :

Tanda itu didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensional sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. (Sobur, 2009:95)

Istilah semeion tampaknya diturunkan dari kedokteran hipokratik atau asklepiadik dengan perhatiannya pada simtomatologi dan diagnostik inferensial.


(35)

 

 

24 

Tanda pada masa itu masih bermakna sesuatu hal yang menunjukkan pada adanya hal lain. Contohnya, asap menandakan adanya api.

Secara terminologis, semiotik dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Sedangkan menurut Van Zoest mengatakan :

Semiotik adalah ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya : cara berfungsinya, hubungan dengan kata lain, pengirimannya, dan penerimannya oleh mereka yang mempergunakannya. (Sobur, 2009:96)

Batasan lebih jelas mengenai definisi semiotik dikemukakan oleh Preminger (2001:89), yang mengatakan :

Semiotik adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahwa fenomena sosial / masyarakat dan kebudayaan itu aturan-aturan, konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda itu mempunyai arti. (Sobur, 2009:2006)

Meskipun refleksi mengenai tanda itu mempuyai sejarah filsafat yang patut dihargai, namun semiotik atau semiologi dalam arti modern berangkat dari seorang ahli Swiss, yakni Ferdinand de Saussure (1857-1913), yang mengemukakan pandangan linguistik hendaknya menjadi bagian dari suatu ilmu pengetahuan umum tentang tanda, yang disebutnya semiologi.


(36)

 

Pemahaman akan struktur semiosis menjadi dasar yang tidak bisa ditiadakan bagi penafsir dalam upaya mengembangkan pragmatisme. Seorang penafsir adalah yang berkedudukan sebagai peneliti, pengamat, dan pengkaji objek yang dipahaminya. Dalam mengkaji objek yang dipahaminya, seorang penafsir yang jeli dan cermat, sesuatunya akan dibuat dari jalur logika, yakni (Sobur, 2009:97)

1. Hubungan penalaran dengan jenis penandanya :

a. Qualisigns : penanda yang bertalian dengan kualitas. Tanda-tanda yang merupakan tanda berdasarkan suatu sifat. Qualisigns yang murni pada kenyatannya tidak pernah ada. Jadi agar benar-benar berfungsi, qualisigns harus mempunyai bentuk.

b. Sinsigns : penanda yang bertalian dengan kenyataan. Tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar tampilnya dalam kenyataan. Semua pernyataan individual yang tidak dilembagakan merupakan sinsigns.

c. Legisigns : penanda yang bertalian dengan kaidah. Tanda-tanda yang merupakan tanda atas dasar suatu peraturan yang berlaku umum, sebuah konvensi, sebuah kode. Semua tanda bahasa merupakan legisigns, karena bahasa merupakan kode, setiap legisigns mengimplikasikan sinsigns, sebuah second yang mengaitkan sebuah third, yakni peraturan yang bersifat umum. Jadi legisigns sendiri merupakan sebuah third.


(37)

 

 

26 

2. Hubungan kenyataan dengan jenis dasarnya :

a. Icon : sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang serupa engan bentuk objeknya.

b. Index : sesuatu yang melaksanakan fungsi sebagai penanda yang mengisyaratkan kaidah secara konvensi telah lazim digunakan oleh masyarakat.

3. Hubungan pikiran dengan jenis penandanya :

a. Rheme or seme : penanda yang bertalian dengan mungkin terpahaminya objek petanda bagi penafsir,

b. Dicent or decisign or pheme : penanda yang menampilkan informasi tentang petandanya,

c. Argument : penanda yang petandanya akhir bukan suatu benda tetapi kaidah.

(Sobur, 2004:97-98)

Kesembilan (sintaksis) sebagai ilmu bahasa yang mengkaji penggabungan satuan-satuan lingual yang berupa kata untuk membentuk satuan kebahasaan yang lebih besar seperti frase, klausa, kalimat dan wacana. Semantika (semantic) adalah disiplin ilmu bahasa yang menelaah makna satuan lingual, baik makna lesikal maupun makna gramatikal. Makna leksikal adalah makna unit semantik yang terkecil yang disebut leksem, sedangkan makna gramatikal adalah makna yang terbentuk dari satuan kebahasaan. Pragmatika (pragmatis) adalah cabang ilmu


(38)

 

bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana satuan kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi (Sobur, 2009:102).

2.1.5.2Macam-macam semiotik

Menurut Pateda (2001:29), menerangkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat Sembilan macam semiotik yang sudah dikenal, yakni :

1. Semiotik Analitik, yakni semiotik yang menganalisis sistem tanda. Semiotik berobjekan tanda dan menganalisisnya menjadi ide, objek, dan makna. Ide dapat dikatakan sebagai lambang, sedangkan makna adalah beban yang terdapat dalam lambang yang mengacu pada objek tertentu.

2. Semiotik Deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat kita alami sekarang, meskipun terdapat tanda lain yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang.

3. Semiotik Fauna (zoosemiotic), yakni semiotik yang khusus memperhatikan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Hewan biasanya menghasilkan tanda untuk berkomunikasi antar sesamanya, tetapi sering juga menghasilkan tanda yang ditafsirkan oleh manusia.

4. Semiotik Kultural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang berlaku dalam kebudayaan masyarakat tertentu. Budaya yang terdapat dalam masyarakat yang juga termasuk sistem itu, menggunakan tanda-tanda tertentu. Budaya yang terdapat dalam


(39)

 

 

28 

masyarakat yang juga termasuk sistem itu, menggunakan tanda-tanda tertentu yang membedakannya dengan masyarakat yang lain.

5. Semiotik Naratif, yakni semiotik yang menelaah sistem tanda dalam narasi yang berwujud mitos dan cerita lisan (folklore).

6. Semiotik Natural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh alam.

7. Semiotik Normatifi, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dibuat oleh manusia yang berwujud norma-norma, misalnya rambu-rambu lalu lintas.

8. Semiotik Sosial, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia lambang, baik lambang yang berwujud kata maupun lambang yang berwujud kata dalam satuan disebut kalimat.

9. Semiotik Struktural, yakni semiotik yang khusus menelaah sistem tanda yang dimanifestasikan melalui struktur bahasa. (Sobur, 2004:100-101)

Dalam perkembangannya semiotik tidak hanya dipakai dalam kajian linguistik, tapi semiotik juga bisa digunakan dalam menganalisis berbagai objek seperti semiotik hewan (zoosemiotic) dan semiotik alam (natural semiotic).


(40)

 

2.1.6 Tanda dan Makna Dalam Semiotik

2.1.6.1 Tanda

Semua model makna memiliki bentuk yang secara luas serupa dan mirip. Masing-masing memperhatikan tiga unsur yang mesti ada dalam setiap studi tentang makna. Ketiga unsur tersebut adalah : a) tanda, b) acuan tanda, c) pengguna tanda.

Tanda merupakan sesuatu yang bersifat fisik, bisa dipersepsi indra kita; tanda mengacu pada sesuatu di luar tanda itu sendiri; dan bergantung pada pengamatan oleh penggunanya sehingga bisa disebut tanda.

Peirce (dalam Fiske, 2004:62), mengatakan:

Tanda dalam acuannya dan penggunaannya sebagai tiga titik dalam segitiga. Masing-masing terkait erat pada duayang lainnya, dan dapat dipahami dalam artian pihak lain. (Suprapti, 2006:114).

Sedangkan Saussure berpendapat lain, ia mengatakan :

Tanda terdiri atas bentuk fisik plus konsep mental yang terkait, dan konsep ini merupakan pemahaman atas realitas eksternal. (Suprapto, 2006:114).

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tanda terdiri dari pada realitas hanya melalui konsep orang yang menggunakannya.


(41)

 

 

30 

2.1.6.2 Kategori-kategori Tanda

Peirce dan Saussure menjelaskan berbagai cara dalam menyampaikan makna. Pierce membuat tiga kategori tanda yang masing-masing menunjukkan hubungan berbeda di antara tanda dan objeknya atau apa yang diacunya.

1. Ikon adalah tanda yang memunculkan kembali benda atau realitas yang ditandainya, misalnya foto atau peta.

2. Indeks ada hubungan langsung antara tanda dan objeknya. Ia merupakan tanda yang hubungan eksistensionalnya langsung dengan objeknya,

3. Simbol adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan atau aturan kata-kata umumnya adalah simbol (Suprapto, 2006:120)

Tommy Suprapto dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Teori Komunikasi”, mengemukakan beberapa pokok pikiran tentang makna dan tanda dalam proses komunikasi, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Dalam proses komunikasi, seperangkat tanda merupakan hal yang penting karenaini merupakan pesan yang harus dipahami oleh komunikan. Komunikan harus menciptakan makna yang terkait dengan makna yang dibuat oleh komunikator. Semakin banyak kita berbagi kode yang sama, makin banyak kita menggunakan sistem tanda yang semakin sama.


(42)

 

2. Tanda-tanda (sign) adalah basis dari seluruh kegiatan komunikasi. Manusia dengan perantara tanda dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya. Kajian tentang tanda dalam proses komunikasi tersebut sering disebut semiotika komunikasi.

3. Semiotika komunikasi menekankan pada teori tentang produksi tanda, yang salah satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu : pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan hal yang dibicarakan.

4. Semiotika mempunyai 3 (tiga) bidang yaitu :

a. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas aturan tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya.

b. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi selama komunikasi yang tersedia mentransmisinya.

c. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri. (Suprapto, 2006;123).


(43)

 

 

32 

2.1.6.3 Makna Semiotik

Manusia mampu memberikan makna dan menginternalisasikan makna terhadap suatu objek, tempat, maupun suasana dari orang-orang yang berada di dalam lingkungan simbolik kita. Sebagai contoh, orang-orang yang berada di ruang lingkup disiplin ilmu pertekstilan maupun industri tekstil akan menangkap makna gambar cones (gulungan benang berbentuk kerucut) sebagai simbol pemintalan, sedangkan gambar teropong untuk menyilangkan benang sebagai simbol penemuan.

Sebuah makna berasal dari petanda-petanda yang dibuat manusia, ditentukan oleh kultur atau subkultur yang dimilikinya yang merupakan konsep mental yang digunakan dalam membagi realitas dan mengkategorikannya sehingga manusia dapat memahami realitas tersebut.

2.1.7 Semiotika Komunikasi Visual

Definisi semiotika komunikasi visual dalam buku Sumbo Tinarbuko yang berjudul Semiotika Komunikasi Visual adalah : “Sebuah upaya memberikan sebuah interpretasi terhadap keilmuan semiotika itu sendiri, yaitu sebagai sebuah metode pembacaan karya komunikasi visual.” (Tinarbuko, 2008:1)

Sebagai sebuah upaya interpretasi, Sumbo menawarkan sebuah kebenaran tentang semiotika komunikasi visual, di samping kebenaran-kebenaran lain yang di tawarkan oleh penulis lain, dengan argumen, nalar dan sistematika yang dikembangkan masing-masing.


(44)

 

Dilihat dari sudut pandang semiotika, komunikasi visual adalah sebuah sistem semiotika khusus, dengan pembendaharaan tanda (vocabulary) dan sintaks (syntagm) yang khas, yang berbeda dengan sistem semiotika seni. Di dalam semiotika komunikasi visual melekat fungsi komunikasi, yaitu fungsi tanda dalam menyampaikan pesan (sender) kepada para penerima (receiver) tanda berdasarkan aturan atau kode-kode tertentu. Fungsi komunikasi mengharuskan ada relasi (satu atau dua arah) antara pengirim dan penerima pesan, yang dimediasi oleh media tertentu.

Meskipun fungsi utamanya adalah fungsi komunikasi, tetapi bentuk komunikasi visual juga mempunyai fungsi signifikasi (signification), yaitu fungsi dalam menyampaikan sebuah konsep, isi atau makna. Ini berbeda dengan bidang lain, seperti seni rupa (khususnya seni rupa modern) yang tidak mempunyai fungsi khusus komunikasi seperti itu, akan tetapi ia memiliki fungsi signifikasi. Fungsi signifikasi adalah fungsi dimana penanda (signifier) yang bersifat kongkret dimuati dengan konsep-konsep abstrak atau makna yang secara umum disebut petanda (signified). Dapat dikatakan disini, bahwa meskipun semua muatan komunikasi dari bentuk-bentuk komunikasi visual ditiadakan, ia sebenarnya masih mempunyai muatan signifikasi, yaitu muatan makna.

Semiotika komunikasi mengkaji tanda dalam konteks komunikasi yang lebih luas, yang melibatkan bebagai elemen komunikasi, seperti saluran (channel), sinyal (signal), media, pesan, kode (bahkan juga noise). Semiotika komunikasi menekankan aspek produksi tanda (sign production) di dalam berbagai rantai komunikasi, saluran dan media ketimbang sistem tanda (sign system). Di dalam


(45)

 

 

34 

semiotika komunikasi, tanda di tempatkan dalam rantai komunikasi, sehingga mempunyai peran yang penting dalam penyampaian pesan.

2.1.8 Kaitan Semiotika dan Ilmu Humas

Pengetahuan dan kekuasaan saling terkait satu sama lain. Tidak bisa dibayangkan bahwa suatu ketika ‘pengetahuan’ tidak lagi bergantung pada ‘kekuasaan’ sebagaimana mustahil ‘pengetahuan’ tidak mengandung ‘kekuasaan’. (Michel Foucault)

Itu adalah kutipan dari buku Foucault yang berjudul Archaeology of Knowledge (1969). Dalam pencariannya, Foucault menemukan bahwa pengetahuan dan kekuasaan memegang peranan penting dalam pembentukan pengetahuan manusia, dan diskursus mempunyai peranan penting dalam pembentukan pengetahuan manusia.

Foucault berpendapat bahwa diskursus berarti apa yang ditulis dan dikomunikasikan sebagai tanda. Sedangkan writing (menulis) merupakan sebuah wilayah pengetahuan yang sifatnya teknis. Sehingga saat mendefinisikan kata normal, Foucault mengeluarkan argumen bahwa diskursus tentang kegilaan yang dihasilkan oleh para psikiater, psikolog, dan ahli-ahli lainnya-lah yang pada akhirnya mendefinisikan apa yang disebut normal tadi. Kesimpulannya, diskursus sama dengan pengetahuan, dan pengetahuan sama dengan kekuasaan. Ini semata-mata tentang diskursus, dan betapa hebatnya diskursus dalam menciptakan sebuah definisi, mengkonstruksi wacana, dan kemampuannya dalam merekayasa sebuah citra.


(46)

 

lembaga/organisasi/perusahaan. Bahwa Humas adalah sebuah wajah dari lembaga/organisasi/perusahaan.

Seorang Public Relation (PR/Humas) pasti akan bekerja keras demi mengkonstruksi citra dari lembaga/organisasi/perusahaan tempat ia bernaung. Berbagai cara dilakukan. Mulai dari melebarkan sayap-sayap jaringan, membangun dan mempertahankan komunikasi dan hubungan baik dengan relasi (baik lembaga/organisasi/perusahaan lain maupun media massa), sampai memasarkan ‘produk’ yang bisa dijual dari lembaga/organisasi/perusahaannya.

Ketika upaya-upaya tersebut sudah dilancarkan, seorang Humas yang baik seharusnya mampu melakukan proses evaluasi terhadap kerja pencitraannya. Banyak cara bisa dilakukan. Bisa dengan metode polling dengan menyebarkan angket kepada masyarakat, ataupun dengan melakukan analisa media massa. Untuk melihat image dari lembaga/organisasi/perusahaan yang bersangkutan. Lalu diharapkan dari hasil evaluasi tersebut dapat dilihat sejauh mana penerimaan masyarakat terhadap lembaga/organisasi/perusahaan tersebut. Kemudian Humas juga diharapkan mampu mengolah hasil evaluasi tersebut dan menciptakan upaya-upaya baru untuk mencitrakan lembaga/organisasi/perusahaannya, dan mungkin sedikit mendongkrak popularitasnya.

Semiotika sosial dapat digunakan untuk membantu Humas menganalisa pemberitaan media. Semiotika itu ilmu membanca tanda dan bagaimana memberi makna dari tanda. Dalam proses lahirnya ‘Semiotika Barat’, ilmu tentang tanda ini menurut Todorov, dibangun dari empat tradisi disiplin ilmu, yakni semantik (filsafat dan bahasa), logika, retorika, dan hermeneutika. Kajian semiotika ini


(47)

 

 

36 

sendiri sebenarnya sudah dimulai sejak jaman Plato. Aristoteles, dan juga pada ahli-ahli skolastik abad petengahan.

Semiotika termasuk ke dalam pemikiran posstrukturalis. Pemikiran posstrukturalis memang tidak terlepas dari andil pemikiran filosof terdahulu seperti eksistensialisme Nietzsche, terutama dengan penolakannya pada ‘ilusi’ kebenaran dan konsep makna yang statis, keyakinannya pada kehendak untuk berkuasa, dukungannya pada gaya hidup Dionysian, dan pemusuhannya dengan egaliterianisme. Hal yang paling terkesan dari aktivitas pembacaan tentang pemikiran posstrukturalis dan postmodern, bahwa wacana marxisme dan psikoanalisa benar-benar menunjukkan pengaruh akan progresivitas dari pemikiran postmodern dan posstrukturalis yang ada terutama telaah tentang kebudayaan pascamodern.

Ciri-ciri pemikiran posstrukturalis :

Pertama, melontarkan kritik. Kritik pertama adalah tentang ‘subjek manusia’. ‘Subjek’ di sini dibedakan dengan pemahaman zaman Renaisans yang bermaksud ‘individu’, dan mengandaikan manusia sebagai agen intelektual yang bebas, dan proses berpikir tidak dipengaruhi kondisi sejarah atau pun budaya. Ini memperlihatkan perbedaannya dengan pemikiran Cartesian tentang “Aku berpikir, maka aku ada”. “Aku” pada Descartes melihat diri merupakan entitas yang sepenuhnya sadar, dan oleh karena itu, dapat memahami dirinya sendiri. Para pemikir posstrukturalis berusaha menghancurkan ‘subjek’ tadi.

Kedua, posstrukturalis mengkritisi historisme, yang antipati terhadap pernyataan bahwa sejarah memiliki pola umum. Hal ini terlihat misalnya dari


(48)

 

pandangan Michel Foucault bahwa sejarah tanpa konsep kemajuan (progress), dan Jacques Derrida yang mengatakan bahwa sejarah tidak memiliki titik akhir.

Ketiga, adanya kritik makna. Seperti konsep makna dalam linguistik Saussure bahwa hal itu dapat dipahami karena adanya posisi diferensial dalam struktur bahasa, dan sifat bahasa yang arbitrer, yang berarti tanda memperentasikan sesuatu berdasarkan kesepakatan dan kebiasaan penggunaan, bukan berdasarkan keharusan. Dalam konsep Saussure, keseimbangan antara penanda dan petanda senantiasa berada pada posisi genting. Ini berbeda dari konsep posstrukturalis. Secara umum, petanda direndahkan dan penanda diposisikan dominan. Ini berarti tidak ada hubungan satu-satu antara proposisi dan realitas. Ini seperti konsep Jacques Lacan tentang “selalu terpelesetnya petanda di bahwa penanda”.

Keempat, posstrukturalisme menekankan interaksi pembaca dan teks sebagai produktivitas. Dengan kata lain aktivitas membaca kehilangan status sebagai tindakan konsumsi suatu produk secara pasif dan diubah menjadi tindakan aktif.

Ketika Humas menyentuh ruang semiotika adalah saat Humas mencoba melakukan terobosan-terobosan sebagai salah satu upaya untuk mencitrakan lembaga/organisasi/perusahaannya. Bahwa pada akhirnya, hasil analisa media dengan metode semiotika dapat membantu para Humas membaca citra dari lembaga/organisasi/perusahaan yang bersangkutan.

2.1.9 Gagasan Charles Sander Peirce

Menurut Aart van Zoest (Alex Sobur.2009:39-40). Charles Sander Peirce adalah salah seorang filsuf Amerika yang paling orisinil dan multidimensional.


(49)

 

 

38 

“Peirce adalah seorang pemikir yang argumentatif”, begitu komentar Paul Cobley dan Litza Jansz. Namun ironisnya, ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat, teman-temannya membiarkan dia hidup dengan kesusahan sampai meninggalnya, tahun 1914. Ia diperbolehkan menjadi lektor di suatu universitas hanya lima tahun. Setelah itu Peirce diberhentikan. Barangkali karena Peirce, seperti dituturkan Cobley dan Jansz (1999:18), tidak dapat menjadi contoh dari gaya hidup akademik yang santun, lingkungan tempat dia secara bertahap mengonstruksi “semiotika”nya. “Sifat pemarah dan sulit diatur itu diduga karena penyakit sarapnya yang sering kambuh dan kerusakan kulit di sekitar wajah yang agak parah”, tulis Cobley dan Jansz. Konon, Peirce sangat temperamental.

Peirce dalam pandangan Roy J. Howard (2000:154), sangat berjasa karena telah mengidentifikasi, dari logika ilmu ke dalam kepentingan intelektual, yaitu tindakan komunikatif dan telah menunjukkan bagaimana ia menggarisbawahi kepentingan teknis ilmu. Walaupun Peirce menerbitkan lebih dari 10.000 halaman cetak, namun ia tidak pernah menerbitkan buku yang berisikan telaah mengenai masalah yang menjadi bidangnya. Oleh karena itu, dalam kaitan dengan karyanya tentang tanda, pemikiran Peirce harus dianggap selalu berada dalam proses dan terus mengalami modifikasi dan penajaman lebih lanjut.

Di dalam lingkup semiotika, Peirce, sebagaimana dipaparkan Lechte (2001:227), seringkali mengulang-ngulang bahwa secara umum tanda adalah yang mewakili sesuatu bagi sesorang.


(50)

 

2.2 Kerangka Pemikiran

2.2.1 Kerangka Teoritis

Logo merupakan elemen yang sangat penting untuk sebuah organisasi, lembaga, atau badan-badan lainnya. Didalam logo pun terdapat arti dan tujuan dari yang memakainya, baik dari warnanya, gambarnya, tulisannya maupun pembuatannya..

Logo atau lambang Majelis Adat Budaya Melayu ini dibentuk atas dasar kecintaan terhadap suku melayu serta untuk melestarikan kebudayaannya. Selain itu, didasarkan ketakutan akan pudarnya adat budaya di generasi yang akan datang apabila tidak ada suatu wadah organsasi yang mampu menjaga adat istiadat Melayu. Berangkat dari hal-hal tersebut diatas, terbentuklah Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (MABM-KB) yang diharapkan mampu untuk meneruskan adat istiadat dari generasi ke generasi sekaligus menunjukan eksistensi akan budaya Melayu di Indonesia.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori segitiga makna (triangle meaning) Charles Sander Peirce yang terdiri atas sign (tanda), object (objek), dan interpretant (interpretan) sebagai acuan. Menurut Peirce salah satu bentuk adalah kata. Sedangkan objek adalah tanda yang ada dalam benak sesorang, maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakili oleh tanda tersebut. (Sobur, 2002:115). Peirce juga mengatakan bahwa tanda itu sendiri merupakan contoh dari kepertamaan, objeknya adalah kedua, dan penafsiran unsur pengantara adalah contoh dari ketigaan.


(51)

 

 

40 

Ketigaan yang ada dalam konteks pembentukan tanda juga membangkitkan semiotika yang tidak terbatas, selama satu penafsiran (gagasan) yang membaca tanda sebagai tanda bagi lain (yaitu dari suatu makna penanda bisa ditangkap oleh penafsiran lainnya. Penafsiran ini adalah unsur yang harus ada untuk mengaitkan tanda dengan objeknya (induksi, deduksi, penangkap) membentuk tiga jenis penafsiran yang penting.

Agar bisa ada sebagai suatu tanda, makna tersebut harus ditafsirkan yang dikupas teori segitiga makna adalah persoalan bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang pada waktu berkomunikasi. Hubungan segitiga makna Peirce lazimnya ditampilkan seperti gambar berikut :

Gambar 2.1

Segitiga Semiotik C.S.Peirce

Sign

Interpretant

Object

Sumber : (Sumbo Tinarbuko, 2008, dalam buku semiotika komunikasi visual)

Menurut Peirce tanda ialah sesuatu yang dapat mewakili sesuatu yang lain dalam batas-batas tertentu. Tanda akan selalu mengacu kepada suatu yang lain, oleh Peirce disebut objek. Mengacu berarti mewakili atau menggantikan, tanda


(52)

 

baru dapat berfungsi bila diinterpretasikan dalam benak penerima tanda melalui interpretant, jadi interpretant ialah pemahaman makna yang muncul dalam diri penerima tanda, artinya tanda baru dapat berfungsi sebagai tanda bila dapat ditangkap dan pemahaman terjadi berkat ground yaitu pengetahuan tentang sistem tanda dalam suatu masyarakat. Hubungan ketiga unsur yang dikemukakan oleh Peirce terkenal dengan nama segitiga semiotik.

Untuk menjabarkan konsep relasi makna (tanda, objek, dan interpretan) C.S Peirce memberikan pembagian tanda dalam tiga bagian yaitu : ikon, indeks, simbol.

Ikon, adalah tanda yang dicirikan oleh persamaannya (resembles) dengan objek yang digambarkan. Tanda visual seperti adalah ikon, karena tanda yang ditampilkan mengacu pada persamaannya dengan objek.

Indeks, adalah hubungan langsung antara sebuah tanda dan objek yang kedua-duanya dihubungkan. Indeks, merupakan tanda yang hubungan eksistensialnya langsung dengan objeknya. Sebuah indeks dapat dikenali bukan hanya dengan melihat seperti halnya dalam ikon, tetapi juga perlu dipikirkan hubungan antara dua objek tersebut.

Simbol, adalah tanda yang memiliki hubungan dengan objeknya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau aturan. Makna dari suatu simbol ditentukan oleh suatu persetujuan bersama, atau diterima oleh umum sebagai suatu kebenaran tanda.


(53)

 

 

42 

Bagi Peirce tanda merupakan sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh Peirce disebut ground. Konsekuensinya, tanda selalu terdapat dalam hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda menjadi qualisign, sinsign, dan legisign.

1. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda.

2. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.

3. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda.

Sedangkan berdasarkan interpretant, tanda dibagi atas tiga bagian yaitu, rheme, dicent sign atau decisign, dan argument.

1. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.

2. Decisign adalah tanda sesuai kenyataan.

3. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.

Ikon, indeks, dan simbol merupakan perangkat hubungan antara dasar (bentuk), objek (referenti), dan konsep (interpretant).


(54)

 

2.2.2 Kerangka Konseptual

Dapat dibuat bagan pemikiran guna mempermudah pemahaman kerangka pemikiran dalam penelitian ini, sebagai berikut :

Gambar 2.2

Bagan Alur Pemikiran

Sumber : Peneliti 2013

Semiotik Charles Sander Pierce 

Klasifikasi Tanda :  • Qualisign 

Sinsign Legisign 

Interpretant Tanda : Rheme 

Decisign Argument 


(55)

 

 

44 

Dari semiotika Charles Sander Peirce, terdapat klasifikasi tanda dan interpretant tanda.

Klasifikasi tanda terdiri dari :

1. Qualisign adalah kualitas yang ada pada tanda.

2. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda.

3. Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda.

Interpretant tanda terdiri dari :

1. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan.

2. Decisign adalah tanda sesuai kenyataan.

3. Argument adalah tanda yang langsung memberikan alasan tentang sesuatu.


(56)

3.1 Objek Penelitian

3.1.1 Sejarah Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat

Bermula dari sekelompok pemuda pada akhir tahun 1996 yang mempunyai keinginan untuk melestarikan dan meneruskan adat budaya Melayu pada generasi berikutnya, mereka adalah: H. Luthfi Ali, H. Kashmir Bafiroes, H. Abang Imien Thaha, H. Ismet M.Noor, dan H. Rusman Namsurie. Dari kesamaan dan kecintaan terhadap suku Melayu, tercetuslah ide untuk mendirikan suatu organisasi sebagai wadah untuk menyatukan dan membuktikan eksistensi keberadaan suku Melayu. Terwujudlah organisasi MABMKB pada tanggal 19 April 1997.

Pada masa orde baru, organisasi MABM-KB terbentuk. Dengan didasari oleh Hak Asasi Manusia (HAM), organisasi Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat (MABM-KB) terwujud karena sebagian besar penduduknya hidup di pedesaan dengan mata pencaharian yang mayoritas adalah bertani, berkebun, dan melaut. Dengan keadaan penduduk yang bisa dibilang terpuruk serta kebudayaannya yang kian memudar. Pada awal tahun 1997 kelima pemuda tersebut mengambil keputusan untuk membentuk organisasi MABM-KM. Mereka merasa harus membentuk suatu wadah guna mempertahankan adat budaya. Mereka mempunyai ketakutan tersendiri apabila tidak ada tindakan, akan budaya Melayu akan hilang seiring berjalannya waktu. Persoalan politik orde baru, dan


(57)

 

 

46 

adanya Hak Asasi Manusia (HAM) semakin memantapkan tekad untuk membentuk organisasi MABM-KB dan berharap mampu memajukan kehidupan masyarakat Melayu.

Sebelumnya, pada tahun 1950an, impian untuk membentuk organisasi tersebut sudah pernah dibicarakan oleh sesepuh sebelumnya. Namun belum terwujud, hingga pada tahun 1997an kelima pemuda tersebut bermusyawarah pertama, dan organisasi Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat, resmi dibentuk 6 bulan setelahnya. Melalui perbincangan kepada sesepuh sebelumnya, dan disetujui untuk kelima pemuda melanjutkan harapan membentuk Organisasi Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat.

Deklarasi pertama dilaksanakan di Kanwil Diknas Provinsi Kalimantan Barat melalui musyawarah besar (mubes) I, bertepatan dengan hari lahirnya MABMKB pada tanggal 19 April 1997. Kemudian secara berkala dilaksanakan Mubes II pada tahun 2002 di Aula Politeknik Negeri Pontianak, Mubes III pada tahun 2007 di Balairungsari Rumah Melayu, dan Mubes VI pada tahun 2012 di Balairungsari Rumah Melayu. Pelaksanaan Mubes secara tepat waktu merupakan salah satu indikator bahwa MABM-KB merupakan organisasi yang sehat.


(58)

 

Gambar 3.1

Struktur Organisasi MABM-KB

                    KETUA ‐  KETUA  SISTEM  PENGAWASAN  INTERNAL    DEWAN 

PENASIHAT  KETUA  UMUM  PEMANGKU DEWAN  ADAT  SEKRETARIS  UMUM  BENDAHARA  UMUM  BENDAHARA –  BENDAHARA  SEKRETARIS‐  SEKRETARIS    BIRO  PENGEMBANGAN  SDM  BIRO   PENELITIAN &  PELESTARIAN ADAT  BIRO   PENELITIAN &  PELESTARIAN   BIRO PENELITIAN &  PELESTARIAN  BAHASA & SASTRA  BIRO PENELITIAN &  PELESTARIAN  PERMAINAN RAKYAT  BIRO  PENGEMBANGAN  USAHA  BIRO ORGANISASI &  HUBUNGAN LUAR  NEGERI  BIRO   DANA & SARANA  BIRO   KAJIAN SOSIAL  POLITIK  BIRO   HUKUM & HAM  BIRO   INFORMASI DAN  KOMUNIKASI  BIRO   PENERBITAN              KETUA  HARIAN                             


(59)

 

 

48 

   

Sumber : Arsip MABM-KB

3.1.3 Perkembangan Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat

Saat dideklrasikannya Mubes I pada tanggal 19 April 1997, bersamaan dengan itu juga organisasi Majelis adat Budaya Melayu Kalimantan Barat resmi berdiri. Serentak pula dengan dibentuknya MABM cabang di 14 kabupaten di Provinsi Kalimantan Barat.

Anggota MABM masih di dominasi kaum adam pada saat itu. Proses merintisnya MABMKB pun tidak semulus yang diharapkan. Banyak penilaian negatif yang didapat dari penilaian masyarakat tentang organisasi tersebut yang dianggap terlalu rasis. Dari berbagai penilaian negatif dan pelecehan itu, para pemuda MABM tidak mundur begitu saja. Mereka terus memperjuangkan organisasi tersebut sesuai tujuan awal, untuk memajukan masyarakat Melayu di tanah mereka sendiri.

Melalui diskusi-diskusi, seminar, dan partisipasi anggota MABM dalam acara –acara pemerintah daerah, dan sesama komunitas budaya lain. Perlahan mulai dikenal MABM-KB oleh masyarakat luas. Masyarakat pun dengan baik

= GARIS KOMANDO  = GARIS KOORDINASI /         KONSULTASI 


(60)

 

memajukan masyarakatnya kearah yang lebih baik.

Hingga saat ini, organisasi MABM-KB memiliki program kerja yang ditetapkan saat Mubes II. Dilandasi pemikiran bahwa MABMKB sudah semakin dikenal oleh masyarakat lokal, nasional, dan internasional. Agar masyarakat luas percaya MABMKB memainkan peran yang lebih besar, terutama yang menyentuh persoalan politik kebudayaan seperti hubungan antaretnik untuk menciptakan harmoni sosial, konsekuensi pemberlakuan hukum adat di tingkat local, dan pelibatan generasi muda dalam kegiatan kegiatan kemelayuan.

Berkaitan dengan pemikiran yang dimaksud, maka strategi yang diambil dan dilaksanakan adalah memusatkan perhatian pada hal-hal sebagai berikut :

a. Konsolidasi Organisasi

1. Konsolidasi kepengurusan dilakukan melalui rapat-rapatpengurus dan rakerpus. Rapat pengurus berjalan rutin, tatapi kerapkali tidak optimal karena sebagian pengurus memiliki kesibukan utama sebagai pejabat Negara, PNS, pengusaha, politisi, dan lain sebagainya.

Rakerpus pada periode ini, tidak dapat dilakukan setiap tahun, melainkan hanya satu kali, yakni pada tanggal 15-17 Januari 2010. Problem utamanya selain kesibukan, adalah tidak tersedianya dana dalam jumlah yang cukup, juga karena sekretaris umum MABMKB pada saat itu, Drs. Rusman Namsuri meninggal dunia


(61)

 

 

50 

pada bulan Oktober 2010. Setelah sebelumnya yang meninggal dunia adalah anggota Dewan Penasihat Drs. Hendri Usman (30 April 2009), Ketua Bidang Hukum dan HAM H. Rousdy Said (2010), Ketua Umum MABMKB Datok H. Abang Imien Thaha (29 Agustus 2009), anggota Dewan Pemangku Adat Hadari H. Majri (20 Maret 2010), anggota Dewan Pengurus Harian Muzakir Usman (2010), anggota Dewan Pemangku Adat Zahri Abdullah (27 Agustus 2010), anggota Dewan Penasihat Drs. Maryadi Ramsyah Bakri (2 Oktober 2011), anggota Dewan Pemangku Adat H. Rachim Jakfar (2010), anggota Dewan Pengurus Harian Husni Salman (6 Mei 2012), Sekretaris Dewan Penasihat Jufri Saleh (22 Mei 2012), anggota Dewan Pemangku Adat Thamrin Jabak (akhir Oktober 2012), anggota Dewan Penasihat Drs. H. Jakuri Suni (12 September 2012), anggota Dewan Pemangku Adat Ali Ahmad Idrus (November 2012). Kekosongan posisi Ketua Umum, juga posisi-posisi lain berdampak pada perubahan susunan pengurus.

2. Topik pembicaraan dalam hampir setiap konsolidasi tingkat provinsi adalah lemahnya konsolidasi kepengurusan di kalangan pengurus MABM Kabupaten/Kota berkaitan dengan lemahnya tradisi berorganisasi. Ditengarai kepengurusan MABM Kabupaten/Kota jarang, bahkan ada yang sangat jarang melakukan pertemuan atau rapat rutin.


(62)

 

Tujuan MABMKB sebagaimana telah dijelaskan paa bagian terdahulu dapat dicapai manakala mendapat dukungan dari seluruh elemen masyarakat Melayu, pemerintah, maupun pihak-pihak lainnya. Seperti ormas etnik, keagamaan, kepemudaan, dan lain-lain. Oleh sebab itu, MABM-KB selalu memperkuat jalur-jalur komunikasi.

c. Pelibatan Kaum Muda

Dalam periode ini MABM-KB mulai melibatkan anak-anak muda Melayu dalam berbagai kegiatan yang diprogramkan. Bahkan, di Waroeng Satoe-Satoe, kelompok-kelompok anak muda yang ada di Kota Pontianak diberi kesempatan untuk menampilkan kreativitas mereka dalam bentuk stand up comedy atau musik akustik secara gratis. Pengelola Rumah Melayu juga memberikan kesempatan kepada sanggra-sanggar seni untuk memanfaatkan lahan Kompleks Rumah Melayu untuk latiham dan melaksanakan aktivitas lainnya. Respon dari anak-anak muda Melayu cukup positif. Diharapkan di masa depan Rumah Melayu menjadi tempat berkumpul anak-anak muda Melayu.

d. Festival Seni Budaya Melayu (FSBM)

FSBM merupakan sarana yang telah mampu mendinamisasi pelestarian dan perkembangan seni budaya Melayu di berbagai daerah di Kalimantan Barat. Melalui kegiatan ini, masyarakat Melayu di


(1)

Secara terminologis, semiotik adalah ilmu tanda (sign) dan segala yang berhubungan dengannya : cara berfungsinya, hubungan dengan kata lain, pengirimnya, dan penerimaannya oleh mereka yang mempergunakannya. (Sobur, 2004:96)

Komponen Segitiga Makna C.S Peirce

Tanda Objek Interpretant

Logo Elemen Logo Pemaknaan Logo

Ikon Konsep Rheme

Index Abstraksi Dicent Sign

Symbol Arti Argument

Sumber : Data Peneliti 2013

Dalam penelitian ini, objek dari penelitiannya adalah elemen-elemen yang terdapat dalam logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat. Tanda dalam logo Majelis Adat Budaya Kalimantan Barat terbagi dalam 3 komponen yaitu ikon, indeks, dan simbol. Ikon disini merupakan elemen-elemen yang terdapat dalam logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat itu sendiri, pembahasan ikon dalam penelitian ini adalah bagaimana keseluruhan dari semua simbol yang ada di dalam elemen-elemen dasar Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat yang memiliki makna dan simbolisasi persaudaraan dan kekerabatan yang erat. Komponen yang kedua adalah indeks. Indeks disini adalah hubungan antara para pembuat logo dengan filosofi yang ada di dalam logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat. Komponen yang terakhir adalah simbol, simbol disini merupakan kesepakatan secara


(2)

serempak oleh para pembuat logo dalam memaknai setiap elemen-elemen yang ada di dalam logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat.

Objek dalam teori Peirce yang diaplikasikan dalam bentuk logo terbagi atas 3 komponen, yaitu konsep, abstraksi, dan arti. Pengertian konsep disini merupakan suatu pemahaman awal dan bentuk elemen-elemen yang terdapat dalam logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat, pembahasan konsep dalam penelitian ini adalah pemahaman arti-arti dari elemen-elemen dalam membentuk.suatu citra baru di dalam logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat. Komponen yang kedua adalah abstraksi. Abstraksi merupakan suatu prosess dimana terdapat pertukaran ide-ide dalam pembuatan logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat, pembahasan abstraksi dalam penelitian ini adalah simbolisasi karakter Majelis Adat Budaya Melayu yang terbentuk karena adanya kedekatan, kebersamaan, dan kekeluargaan dalam sebuah organisasi yang anggotanya sama-sama memiliki kecintaan terhadap adat budaya Melayu. Komponen terakhir pada objek adalah arti. Arti adalah suatu makna yang terdapat dalam suatu lambang. Makna yang terkandung dalam logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat adala kekeluargaan sesama warga suku Melayu untuk menjadikan MABM-KB sebagai organisasi yang berprestasi dan terdepan untuk mewadahi paguyuban Suku Melayu di Kalimantan Barat.

Segitiga makna Peirce menyimpulkan dalam suatu interpretan dan kualifikasi tanda. Dalam interpretan ini yaitu suatu bentuk pemaknaan dari segala proses pencapaian arti yang disampaikan oleh suatu bentuk tanda, dan elemen-elemen yang dipilih dan digunakan untuk dapat membuat sebuah logo yang baik berdasarkan filosofi yang ada sesuai dengan MABM itu sendiri. Komponen yang kedua adalah dicent sign, dicent sign adalah pembuatan logo berdasarkan kenyataan, yaitu


(3)

pemilihan bentuk elemen-elemen logo berdasarkan kenyataan dan filosofi yang ada dan di aplikasikan dalam bentuk logo MABM-KB. Komponen interpretan yang terakhir adalah argument, argument adalah tanda yang infers seseorang terhadap sesuatu berdasarkan alasan tertentu. Pembahasannya argument dalam penelitian ini adalah memberikan makna secara langsung namun kembali lagi kepada nilai akan suatu isi pesan yang disampaikan oleh pembuat logo yang menghasilkan sesuatu bentuk visualisasi elemen-elemen logo pada saat pembuatan logo.

Untuk kualifikasi dari tanda, pembentuk logo harus memiliki qualisign yaitu kualitas yang dimiliki suatu tanda agar dapat dimaknai. Kualitas pada tanda, harus berbentuk atau kasat mata. Kedua sinsign, eksistensi aktual suatu benda yang terdapat pada logo. Di dalam logo tentu saja terkandung tanda yang memberikan eksistensi aktual suatu benda atau peristiwa. Terakhir, legisign yaitu norma yang terkandung dari suatu tanda namun tidak terlembaga atau tidak tertulis.

Pemaknaan elemen-elemen logo itu dimaknai sama oleh setiap individu karena penyisipannya ditinjau dari isi pesan yang disampaikan dan di respon dalam bentuk elemen sesuai dengan filosofi yang ada dan terbentuk kedalam logo itu sendiri yaitu logo MABM-KB.


(4)

Bagan Alur Pemikiran

Sumber : Peneliti 2013

Semiotik Charles Sander Pierce 

Klasifikasi Tanda :  • Qualisign 

Sinsign Legisign 

Interpretant Tanda : Rheme 

Decisign Argument 


(5)

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan dan dianalisa, peneliti menarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Tanda dari logo Majelis Adat Budaya Melayu Kalimantan Barat adalah keseluruhan dari semua tanda-tanda yang ada di dalam elemen-elemen dasar MABM yang memiliki makna ikatan dan simbolisasi persaudaraan yang erat. Hubungan antara para pembuat logo dengan filosofi yang ada di dalam logo MABM-KB yang merupakan kesepakatan secara serempak oleh para pembuat logo dalam memaknai setiap elemen-elemen yang ada di dalam logo MABM-KB.

2. Objek dari logo MABM-KB adalah suatu tanda yang ada didalam benak pemikiran dari pembuat logo untuk menciptakan sebuah logo baru. Objek dari pembuatan logo tidak terlepas dari 3 hal besar yang menjadi objek dalam logo MABM-KB yaitu,

3. Interpretan dari logo MABM-KB adalah suatu bentuk pemaknaan dari segala proses pencapaian arti yang disampaikan oleh suatu bentuk tanda, dan elemen-elemen yang terdapat dalam logo ini adalah yang diinterpretankan yaitu logo MABM-KB.

4. Analisis semiotik dari logo MABMKB merupakan suatu bentuk penganalisaan terhadap suatu bentuk elemen-elemen yang terbagi akan 3 komponen, yaitu tanda (sign), objek (object), dan interpretan (interpretant).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Sobur, Alex. 2009. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Tinarbuko, Sumbo. 2009. Semiotika Komunikasi Visual. Yogyakarta : Jalasutra.