PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NANOPARTIKEL PERAK SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM BATAKO TERHADAP POROSITAS DAN KUAT TEKAN BATAKO.
PENGARUH VARIASI KONSENTRASI LARUTAN NANOPARTIKEL PERAK SEBAGAI BAHAN ADITIF DALAM BATAKO TERHADAP
POROSITAS DAN KUAT TEKAN BATAKO
Oleh: Nur Dwi Lestari NIM. 12306144013
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak, yang ditambahkan pada batako terhadap porositas dan kuat tekan. Berdasarkan porositas dan kuat tekan, kualitas batako dievaluasi.
Langkah pertama dari penelitian ini adalah persiapan nanopartikel perak. Nanopartikel perak telah disintesis dengan konsentrasi 1 mM, 2 mM, 3 mM, 4 mM, dan 5 mM. Adanya nanopartikel perak ditentukan dengan menggunakan spektrofotometer Ultraviolet-Visible. Langkah selanjutnya adalah persiapan batako-nanopartikel perak. Larutan nanopartikel perak yang diperoleh dari langkah pertama ditambahkan ke dalam campuran semen dan pasir. Campuran kemudian dicetak dengan ukuran (5x5x5) cm3 dan direndam selama 14 hari. Pada hari terakhir, batako-nanopartikel perak diuji porositas menggunakan timbangan digital, kuat tekan dengan universal testing machine (UTM), dan strukturnya dengan X-ray Diffractometer (XRD).
Data penelitian menunjukkan bahwa adanya nanopartikel perak pada batako berpengaruh pada porositas dan kuat tekan. Porositas batako menurun dengan meningkatkan dari nanopartikel perak, sedangkan kuat tekan meningkat. Dapat disimpulkan bahwa kualitas batako ditingkatkan karena adanya nanopartikel perak.
(2)
EFFECT OF VARIOUS OF CONCENTRATION OF SILVER NANOPARTICLES SOLUTIONS AS ADDITIVE MATERIALS IN
CONCRETE BRICK ON ITS POROSITY AND COMPRESSIVE STRENGTH
By: Nur Dwi Lestari NIM. 12306144013
ABSTRACT
This study is aimed to determine the effect of various concentration of silver nanoparticles, which were added in concrete brick on its porosity and compressive strength. Based on its porosity and compressive strength, the quality of concrete bricks was evaluated.
The first step of this study was preparation of silver nanoparticle. The silver nanoparticles has been synthesized with concentration of 1 mM, 2 mM, 3 mM, 4 mM, and 5 mM. The presence of silver nanoparticle were determined by using a Ultraviolet-Visible Spectrofotometer. The next step was preparation of concrete brick-silver nanoparticle. Silver nanoparticle in aqueous solution, which was obtained from first step was added into a mixture of cement and sand. The mixture then printed in (5x5x5) cm3 in size and soaked for 14 days. At final day, the concrete bricks-silver nanoparticle was characterized its porosity by digital weigher, compressive strength by universal testing machine (UTM), and its structure by X-ray Diffractometry (XRD).
Experimental data shown that the presence of silver nanoparticle on concrete brick affected on its porosity and compressive strength. The porosity of concrete brick decreased by increasing of a mount of silver nanoparticle, while the compressive strength increased. It could be concluded that the quality of concrete brick was enhanced due to the presence of silver nanoparticle.
(3)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah, industri di bidang properti seperti perumahan, pertokoan, gedung-gedung bertingkat, dan lain sebagainya semakin meningkat. Perkembangan di bidang properti tersebut, diiringi dengan semakin meningkatnya akan kebutuhan material bahan bangunan. Dalam pembangunan diperlukan kualitas material bahan bangunan seperti beton atau batako, konblok dan batu bata yang baik pula. Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas material bahan bangunan adalah dengan menambahkan bahan tambahan (additive).
Saat ini salah satu material bahan bangunan, yakni batako, sangat diminati untuk membangun dinding rumah dan pagar beton. Berdasarkan SNI (Standar Nasional Indonesia) 03-0349-1989, batu cetak beton atau sering disebut batako, merupakan komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen, pasir, air, dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive). Batako dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
Bahan-bahan penyusun beton selain air, pasir, dan semen yaitu bahan additive atau admixture. Admixture adalah bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam campuran beton pada atau selama pencampuran
(4)
2
berlangsung. Fungsi dari bahan ini untuk mengubah sifat-sifat dari beton agar menjadi lebih cocok untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan, atau untuk menghemat biaya. Sedangkan additive yaitu bahan tambah yang bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan. Bahan tambahan aditif lebih banyak bersifat penyemenan jadi cocok digunakan untuk memperbaiki kinerja kekuatannya. Dalam hal ini, bahan yang dipakai sebagai bahan tambahan harus memenuhi ketentuan yang diberikan oleh SNI 2493-2011. Untuk bahan tambah yang merupakan bahan tambah kimia harus memenuhi syarat yang diberikan dalam American standard for Testing Material (ASTM) C.494. (Mulyono, 2005).
Gambar 1. Produk batako
Sebuah bangunan harus memiliki dinding yang kuat dan memiliki ketahanan terhadap benturan, pergeseran tanah ataupun gempa. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengetahui atau menguji ketahanan bahan bangunan dapat dilihat dari uji kuat tekan dan porositas bahan
(5)
3
bangunannya. Hal yang mempengaruhi kekuatan beton yaitu: (i) bahan-bahan penyusunnya, perawatan yang sesuai yaitu dalam keadaan lembab dan tidak terkena matahari langsung, (ii) metode pencampurannya, dan (iii) lingkungan pada saat dilakukan percobaan.
Dewasa ini perkembangan teknologi dalam bidang bahan bangunan masih lambat (lowtech). Hal ini dapat dilihat dari cara pembuatan batako yang masih tradisional dan bahan additive yang sering digunakan kebanyakan masih diimport dari luar negeri. Di sisi lain teknologi di bidang nanosains semakin berkembang dan terus mengalami kemajuan.
Nanosains adalah ilmu dimana manusia berusaha untuk mempelajari berbagai gejala-gejala alam yang berukuran nanometer. (Dwandaru, 2012). Aplikasi dari nanosains yaitu nanoteknologi, saat ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Bahkan banyak para ilmuwan sedang mengkaji dan mengembangkan nanoteknologi untuk diaplikasikan pada berbagai produk. Di sisi lain, nanoteknologi merupakan ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktural fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer (Abdullah dan Khairurijjal, 2009). Salah satu produk berbasis nanoteknologi yaitu nanosilver atau nanoperak. Nanosilver adalah perak berukuran panjang pada rentang 1-100 nm yang bersifat antitoksik. Maka dari itu, banyak produk yang memanfaatkan nanosilver.
(6)
4
Banyak metode untuk sintesis nanopartikel. Metode-metode yang sering digunakan adalah metode top-down (Fisika) dan bottom-up (Kimia). Metode top-down merupakan proses sintesis nanopartikel secara fisika dimana terjadi pemecahan material besar menjadi material yang berukuran nanometer. Sedangkan metode bottom-up merupakan proses sintesis nanopartikel secara kimia dengan melibatkan reaksi kimia dari sejumlah material awal sehingga dihasilkan material lain yang berukuran nanometer (Mikrajudin, 2008).
Meningkatnya pemakaian bahan bangunan terutama batako di dalam industri konstruksi mengakibatkan usaha untuk meningkatkan kualitas bahan bangunan agar semakin canggih dan ekonomis. Sementara itu, penelitian tentang nanoteknologi terutama nanosilver semakin berkembang. Hal ini tentu sangat menarik untuk diteliti lebih lanjut. Dengan demikian, peneliti memanfaatkan nanopartikel perak yang disintesis menggunakan metode bottom-up sebagai bahan tambahan kedalam batako untuk meningkatkan kuat tekan dan menurunkan porositas pada batako.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat diperoleh beberapa masalah diantaranya:
1. Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, mengakibatkan industri di bidang properti semakin banyak.
(7)
5
2. Perkembangan industri di bidang properti menuntut penyediaan akan material bahan bangunan yang berkualitas.
3. Perkembangan pembangunan harus diiringi dengan kualitas material bahan bangunan yang baik.
4. Seiring dengan perkembangan teknologi, maka diperlukan terobosan baru untuk meningkatkan teknologi di bidang bahan bangunan dengan memanfatkan kemajuan nanosains dan nanoteknologi.
5. Kurangnya pengetahuan mengenai manfaat penambahan nanopartikel perak kedalam batako.
C. Batasan Masalah
Untuk membatasi penelitian ini, ditentukan batasan-batasan masalah sebagai berikut:
1. Nanopartikel yang digunakan pada penelitian ini adalah nanopartikel perak.
2. Agregat yang dipakai berupa agregat halus yaitu pasir dengan lolos saringan berdiameter 4,75 mm sesuai dengan ASTM C.33-1982.
3. Air yang digunakan berasal dari Laboratorium Bahan dan Bangunan Jurusan Pendidikan Teknil Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta
(8)
6
5. Dalam karakterisasi pengujian kualitas batako yang ditambahkan nanopartikel perak hanya diamati perubahan kuat tekan dan pororositas batako.
6. Benda uji batako (specimen) untuk kuat tekan dan porositas berukuran panjang 5 cm, lebar 5 cm, dan tebal 5 cm.
7. Untuk mengetahui ukuran naopartikel perak, dalam penelitian ini digunakan uji Uv-Vis.
8. Pengujian dengan menggunakan XRD hanya untuk mengetahui unsur perak yang terdapat di dalam batako setelah jangka waktu yang lama dan keadaan bahan baku batako (mortar) yang telah menjadi padat.
D. Rumusan Masalah
Dari batasan-batasan masalah diatas dapat diambil rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan dalam batako terhadap porositas?
2. Bagaimana pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan dalam batako terhadap kuat tekan?
3. Bagaimana kualitas batako berdasarkan sifat porositas dan kuat tekan batako
(9)
7 E. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan dalam batako terhadap porositas.
2. Mengetahui pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan dalam batako terhadap kuat tekan.
3. Mengetahui kualitas batako berdasarkan sifat porositas dan kuat tekan batako.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini di harapkan dapat bermanfaat: 1. Bagi mahasiswa
a. Mendapatkan pengetahuan mengenai manfaat atau kegunaan nanoteknologi dimasa kini.
b. Memberikan informasi mengenai contoh aplikasi yang berbasis nanoteknologi.
c. Memberikan informasi pengaruh larutan nanopartikel perak yang ditambahkan ke dalam batako.
d. Memberikan informasi kegunaan larutan nanopartikel perak yang ditambahkan ke dalam batako.
(10)
8 2. Bagi universitas
a. Sebagai sumber referensi mengenai nanoteknologi untuk penelitian lebih lanjut.
b. Sebagai motivasi bagi civitas akademia untuk mempelajari sains dan nanoteknologi khususnya dibidang nanopartikel.
3. Bagi masyarakat
a. Memberikan informasi kepada masyarakat luas mengenai nanoteknologi berserta manfaat dan aplikasinya.
b. Sebagai solusi untuk memperbaiki kualitas bahan bangunan khususnya batako.
c. Membangun minat masyarakat khususnya penyedia bahan bangunan untuk memanfaatkan teknologi masa kini khususnya nanopartikel sebagai bahan tambahan pada material bahan bangunan.
d. Sebagai sumber informasi baru mengenai manfaat nanopartikel perak yang ditambahkan pada batako.
(11)
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Nanosains dan Nanoteknologi
Nanosains didefinisikan sebagai studi tentang fenomena dan manipulasi bahan pada skala molekuler dan makromolekulaer, dimana sifatnya berbeda secara signifikan dari bahan yang berada di skala yang lebih besar. Nanoteknologi didefinisikan sebagai desain, karakterisasi, produksi dan penerapan struktur, perangkat dan sistem dengan mengontrol bentuk dan ukuran pada skala nanometer (Haryo, 2010).
Nanosains adalah ilmu dan rekayasa dalam penciptaan material, struktur fungsional, maupun piranti dalam skala nanometer. Dalam terminologi ilmiah, nano berarti satu per satu milyar (0,000000001). Satu nanometer adalah seper seribu mikrometer, atau seper satu juta milimeter, atau seper satu milyar meter. Jika panjang pulau jawa dianggap satu meter, maka diameter sebuah kelereng kira-kira sama dengan 10 nanometer (Arikawati, 2015).
Nanoteknologi merupakan pengetahuan dan kontrol material pada skala nano dalam dimensi antara 1-100 nanometer. Ukuran partikel yang sangat kecil tersebut dimanfaatkan untuk mendesain dan menyusun atau memanipulasi material sehingga dihasilkan material dengan sifat dan fungsi baru. Nanoteknologi merupakan fenomena unik yang dapat
(12)
10
diaplikasikan dalam bidang teknologi informasi, farmasi dan kesehatan, pertanian, industri, dan lain-lain (Clunan, 2014: 5).
Gambar 2. Ukuran suatu obyek dari skala millimeter menuju nanometer (http://majalah1000guru.net).
B. Nanopartikel Perak
Silver (perak) adalah logam transisi yang dapat melakukan beberapa proses oksidasi dan dapat mengoksidasi zat lain. Perak umumnya digunakan karena salah satu sifatnya yang bertoksik rendah. Ion perak bersifat netral dalam air, tahan asam, garam, dan berbasa lemah. Stabilitas perak sangat baik terhadap panas dan cahaya. Ion perak sangat unik. Ion perak akan membawa tegangan elektrostatik karena telah kehilangan elektron valensinya (Subagio, 2011). Ukuran dan bentuk nanopartikel
(13)
11
perak sangat penting dalam penentuan sifat optik, listrik, magnet, katalis, dan antimikrobanya (Sileikaite, dkk. 2006).
Nanopartikel memiliki banyak kegunaan antara lain sebagai detektor, katalis, zat pelapis permukaan, dan antibakteri. Di antara nanopartikel logam, nanopartikel perak banyak mendapat perhatian karena sifat fisik dan kimianya (Ristian, 2013: 5). Nanopartikel perak memiliki sifat yang stabil dan aplikasi yang potensial dalam berbagai bidang antara lain sebagai katalis, detektor (sensor) optik, dan agen antimikroba (Haryono, dkk. 2008). Jika ukuran partikel semakin kecil, maka luas permukaan nanopartikel perak semakin besar (Montazer, dkk. 2012).
Nanopartikel perak atau nanosilver memiliki serapan dan sebaran cahaya yang sangat efisien, serta tidak seperti bahan lainnya. Nanopartikel perak memiliki warna yang bergantung dari ukuran dan bentuk partikel. Hal ini dapat diamati pada Gambar 3 di bawah ini.
Gambar 3. Nanopartikel perak. Warna nanopartikel perak bergantung pada ukuran partikelnya. Semakin besar ukuran partikel (anak panah ke kanan), maka hasil uji Uv-Vis akan bergeser ke arah warna merah (panjang gelombang makin besar) (Oldenburg, 2011).
(14)
12
Nanopartikel perak merupakan salah satu produk berbasis nanoteknologi. Saat ini, nanopartikel perak telah diproduksi dan sedang dilakukan berbagai pengujian. Salah satu keunggulan dari segi produksi nanopartikel perak adalah harganya yang cukup murah dan relatif mudah untuk diproduksi. Produk nanopartikel perak ini, salah satunya berbentuk koloid.
Nanopartikel perak memiliki sifat optik, listrik, dan termal yang unik dan dapat digabung dengan produk seperti photovoltaics, sensor biologi dan kimia lainnya. Salah satu contoh aplikasinya adalah pasta dan tinta konduktif yang memanfaatkan nanopartikel perak untuk konduktivitas listrik tinggi, stabilitas, dan suhu sintering rendah. Aplikasi tambahan mencakup diagnostik molekuler dan perangkat fotonik yang mengambil keuntungan dari sifat optik nanomaterial ini. Karakteristik yang paling relevan dari nano-perak adalah reaktivitas kimianya.
Nanopartikel perak menyerap cahaya pada panjang gelombang dengan karakteristik tertentu (karena plasmon permukaan metalik) mengarah warna kuning. Melihat sifat optik yang dimiiliki, penambahan nanopartikel perak dengan nanopartikel dari logam lain dapat disetel untuk membuat filter optik yang bekerja berdasarkan daya serap nanopartikel (Oldenburg, 2011).
Sintesis nanopartikel dapat dilakukan dalam fasa padat, cair, maupun gas. Suatu bahan tergolong nano jika memiliki ukuran 1-100 nm. Secara garis besar, sintesis nanopartikel dapat dilakukan dengan metode
(15)
13
top down (Fisika) dan metode bottom up (kimia). Metode fisika, yaitu dengan cara memecah padatan logam menjadi partikel-partikel kecil berukuran nano, sedangkan metode kimia dilakukan dengan cara membentuk partikel-partikel nano dari prekursor molekul atau ionik (Wahyu et.al, 2008).
Nanopartikel logam mempunyai struktur tiga (3) dimensi berbentuk seperti bola (solid). Partikel ini dibuat dengan cara mereduksi ion logam menjadi logam yang tidak bermuatan (nol). Reaksi yang terjadi adalah
Mn+ + Pereduksi → nanopartikel (1)
dengan: M adalah ion logam yang akan dibuat menjadi nanopartikel, sebagai contoh: Au, Pt, Ag, Pd, Co, Fe, dan n adalah muatan logam. Sedangkan contoh dari zat pereduksi adalah natrium sitrat, borohidrat, NaBH4, dan alkohol. Proses ini terjadi karena adanya transfer elektron dari zat pereduksi menuju ion logam. Faktor yang mempengaruhi sintesis nanopartikel antara lain: konsentrasi reaktan, molekul pelapis (capping agent), suhu dan pengadukan (Fernandez beny, 2011).
Sintesis nanopartikel perak dapat dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut:
1. Metode Top-Down
Metode Top Down merupakan proses sintesis nanopartikel secara fisika, dimana terjadi pemecahan material besar menjadi material berukuran nanometer. Metode ini dapat juga diartikan penggabungan
(16)
14
material berukuran sangat kecil, seperti kluster, menjadi partikel berukuran nanometer tanpa mengubah sifat bahan.
2. Metode Bottom-Up
Metode ini merupakan proses sintesis nanopartikel secara kimia dengan melibatkan reaksi kimia dari sejumlah material awal (precursor) sehingga dihasilkan material lain yang berukuran nanometer. Contohnya adalah pembentukan nanopartikel garam dengan mereaksikan asam dan basa yang bersesuaian (Mikrajudin,2008:9).
C. Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri Uv-Vis adalah metode analisis menggunakan sumber radiasi elektomagnetik ultraviolet dekat dan sinar tampak pada instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Daerah visibel dari spektrum berada pada rentang panjang gelombang 380 nm (ungu) hingga 740 nm (merah). Spektrofotometer Uv-Vis menganalisis pada panjang gelombang dengan rentang 200-900 nm. Salah satu cara untuk mengetahui karakteristik nanopartikel adalah menggunakan alat spektrofotometer Uv-Vis. Dalam periode waktu yang singkat, spektrofotometer memindai secara otomatis seluruh komponen panjang
(17)
15
gelombang dalam daerah tertentu (Bakir, 2011: 10). Spektrofotometer Uv-Vis digunakan untuk mengkaji sifat absorpsi material dalam rentang panjang gelombang ultraviolet (mulai sekitar 200 nm) hingga mencakup semua panjang gelombang cahaya tampak (sampai sekitar 700 nm). Spektrofotometer ultraviolet – visibel digunakan untuk analisis kualitatif ataupun kuantitatif suatu senyawa (Fessenden dan Fessenden, 1986).
(a) (b)
Gambar 4. (a) spektrofotometer UV-Vis dan (b) instrumen spektrofotometer UV-Vis
(https://wanibesak.wordpress.com).
Cara kerja spektrofotometer UV-Vis dapat diamati pada gambar 4. Ketika suatu partikel ditembak dengan sumber cahaya dengan panjang gelombang tertentu, maka cahaya yang mengenai partikel akan diserap pada panjang gelombang tertentu. Dalam hal ini, semakin besar ukuran partikel maka semakin besar pula panjang gelombang yang terserap karena partikel yang lebih besar memiliki atom yang lebih banyak untuk menyerap panjang gelombang dari sumber cahaya.
Spektrofotometer Uv-Vis digunakan untuk mengetahui karakteristik yang dari nanopartikel yang terbentuk berdasarkan spectrum puncak
(18)
16
absorbansinya. Absorbansi di panjang gelombang tertentu menunjukkan karakter tertentu dari suatu senyawa atau partikel. Nilai puncak absorbansi dari nanopartikel perak umumnya sekitar 400-500 nm, sementara nanopartikel emas memiliki puncak absorbansi di kisaran panjang gelombang 550 nm (Bakir,2011).
Table 1. Perbandingan ukuran partikel terhadap panjang gelombang partikel (Solomon, 2007: 322).
No ukuran partikel (nm) kisaran panjang gelombang (nm) No ukuran partikel (nm) kisaran panjang gelombang (nm)
1. 20 405 6. 70 451
2 30 410 7. 80 467
3. 40 416 8. 90 493
4. 50 423 9. 100 501
5. 60 441 10. 110 523
D. Batako
Berbagai pengertian dari batako dapat diberikan sebagai brikut: 1. Supribadi (1986) menyatakan bahwa batako adalah Semacam batu
cetak yang terbuat dari campuran trass, kapur, dan air atau dapat dibuat dengan campuran semen, kapur, pasir dan ditambah air yang dalam keadaan pollen (lekat) dicetak menjadi balok-balok dengan ukuran tertentu.
(19)
17
2. Menurut Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia (1982) pasal 6, Batako adalah bata yang dibuat dengan mencetak dan memelihara dalam kondisi lembab.
3. Berdasasarkan SNI 03-0349-1989, conblock (concrete block) atau batu cetak beton adalah komponen bangunan yang dibuat dari campuran semen Portland atau Pozolan, pasir, air dan atau tanpa bahan tambahan lainnya (additive), dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan dinding.
4. Frick Heinz dan Koesmartadi (1999) berpendapat bahwa batu-batuan yang tidak dibakar, dikenal dengan nama batako (bata yang dibuat secara pemadatan dari trass, kapur, air).
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan tentang pengertian batako adalah salah satu bahan bangunan yang berupa batu-batuan yang pengerasannya tidak dibakar dengan bahan pembentuk yang berupa campuran pasir, semen, air dan dalam pembuatannya dapat ditambahkan dengan abu ampas tebu sebagai bahan pengisi antara campuran tersebut atau bahan tambah lainnya (additive). Bahan ini dicetak melalui proses pemadatan sehingga menjadi bentuk balok-balok dengan ukuran tertentu. Proses pengerasannya tanpa melalui pembakaran serta dalam pemeliharaannya ditempatkan pada tempat yang lembab atau tidak terkena sinar matahari langsung atau hujan. Dalam pembuatannya, bahan ini dicetak sedemikian rupa hingga memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai bahan untuk pasangan
(20)
18
dinding. Berdasarkan SNI 03-0349-1989 tentang bata beton (batako), persyaratan nilai penyerapan air maksimum adalah 25%.
Macam-macam batako berdasarkan bahan bakunya dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Batako trass/putih
Batako putih terbuat dari campuran trass, batu kapur, dan air, sehingga sering juga disebut batu cetak kapur trass. Trass merupakan jenis tanah yang berasal dari lapukan batu-batu yang berasal dari gunung berapi. Warna bahan ini ada yang putih dan ada juga yang putih kecokelatan. Ukuran batako trass yang biasa beredar di pasaran memiliki panjang 20–30 cm, tebal 8–10 cm, dan tinggi 14–18 cm. 2. Batako semen
Dibuat dari campuran semen dan pasir. Ukuran dan model lebih beragam dibandingkan dengan batako putih. Batako ini biasanya menggunakan dua lubang atau tiga lubang disisinya untuk diisi oleh adukan pengikat. Nama lain dari batako semen adalah batako pres, yang dibedakan menjadi dua, yaitu pres mesin dan pres tangan. Secara kasat mata, perbedaan pres mesin dan tangan dapat dilihat pada kepadatan permukaan batakonya. Di pasaran ukuran batako semen yang biasa ditemui memiliki panjang 36–40 cm, tinggi 18–20 cm dan tebal 8–10 cm.
(21)
19 3. Bata ringan
Dibuat dari bahan batu pasir kuarsa, kapur, semen dan bahan lain yang dikategorikan sebagai bahan-bahan untuk beton ringan. Berat jenis sebesar 1850 kg/m3 dapat dianggap sebagai batasan atas dari beton ringan yang sebenarnya. Dimensinya yang lebih besar dari bata konvensional, yaitu 60 cm x 20 cm dengan ketebalan 7 hingga 10 cm menjadikan pekerjaan dinding lebih cepat selesai dibandingkan bata konvensional (Prakoso, 2013).
Berdasarkan PUBI 1982, sesuai dengan pemakaiannya batako diklasifikasikan dalam beberapa kelompok sebagai berikut:
1. Batako dengan mutu A1 adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang tidak memikul beban, dinding penyekat serta konstruksi lainnya yang selalu terlindungi dari cuaca luar.
2. Batako dengan mutu A2 adalah batako yang hanya digunakan untuk hal-hal seperti dalam jenis A1, tetapi hanya permukaan konstruksi dari batako tersebut boleh tidak diplester.
3. Batako dengan mutu B1 adalah batako yang digunakan untuk konstruksi yang memikul beban, tetapi penggunaannya hanya untuk konstruksi yang terlindungi dari cuaca luar (untuk konsruksi di bawah atap).
4. Batako dengan mutu B2 adalah batako untuk konstruksi yang memikul beban dan dapat digunakan untuk konstruksi yang tidak terlindung.
(22)
20
Tabel 2. Persyaratan fisik batu batako (Frick, H. dan Ch. Koesmartadi,1999:98).
Batako berlubang
Kuat tekan minimum (N/mm2) Penyerapan air maksimum Rata-rata Masing-masing
A1 2,0 1,7 -
A2 3,5 3,0 -
B1 5,0 4,5 35%
B2 7,0 6,5 25%
E. Semen
Semen merupakan hasil industri yang sangat kompleks dengan campuran yang berbeda-beda. Semen penting dan banyak digunakan dalam pembangunan fisik di sektor konstruksi sipil. Jika ditambah air, semen akan menjadi pasta semen. Jika ditambah agregat halus, pasta semen akan menjadi mortar yang jika digabungkan dengan agregat kasar akan menjadi campuran beton segar yang setelah mengeras akan menjadi beton keras (concrete).
Semen dapat dibedakan menjadi dua kelompok. yaitu semen non-hidrolik dan semen non-hidrolik. Semen non-non-hidrolik tidak dapat mengikat dan mengeras di dalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non-hidrolik adalah kapur. Sedangkan semen hidrolik mempunyai kemampuan untuk mengikat dan mengeras di dalam air. Salah satu contoh dari semen hidrolik adalah semen Portland.
(23)
21
Gambar 5. Semen Portland
Semen Portland adalah bahan konstruksi yang paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton. Semen ini dihasilkan dengan menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan. Semen Portland terbagi menjadi lima jenis yaitu:
1. Tipe I (semen penggunaan umum)
Semen Portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.
2. Tipe II (semen pengeras pada panas sedang)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan terhadap sulfat atau kalor hidrasi sedang.
3. Tipe III (semen berkekuatan tinggi awal)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.
(24)
22 4. Tipe IV (semen jenis rendah)
Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan kalor hidrasi rendah.
5. Tipe V (semen tahan sulfat)
Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan tinggi terhadap sulfat (Mulyono, 2004: 20-27).
F. Agregat
Agregat merupakan butiran mineral yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran mortar (aduk) dan beton. Agregat aduk dan beton dapat juga didefinisikan sebagai bahan yang dipakai sebagai pengisi atau pengukus, dipakai bersama dengan bahan perekat, dan membentuk suatu massa yang keras, padat bersatu, yang disebut adukan beton.
Ditinjau dari asalnya, agregat dapat diperoleh dengan dua cara yaitu agregat alam dan agregat buatan. Agregat alam pada umumnya menggunakan bahan baku batu alam atau hasil penghancurannya. Jenis batu alam yang baik untuk agregat terutama adalah batuan beku. Batuan yang baik untuk agregat adalah butiran-butiran yang keras, kompak, tidak pipih, kekal (tidak mudah berubah volume karena perubahan cuaca), serta tidak mudah terpengaruh oleh keadaan sekelilingnya. Sedangkan agregat buatan adalah suatu agregat yang dibuat dengan tujuan penggunaan tertentu (khusus), atau karena kekurangan agregat batuan-batuan alam.
(25)
23
Kerikil dan pasir merupakan hasil penghancuran oleh alam dari batuan induknya, dan terdapat dekat atau sering kali jauh dari asalnya karena terbawa oleh arus air atau angin, dan mengendap di suatu tempat. Agregat ini pada umumnya berbentuk bulat dan dianggap baik untuk campuran aduk dan beton (Samekto dan Rahmadiyanto, 2001: 11-12).
Gambar 6. Pasir beton
Untuk mendapatkan pasir dan kerikil yang seragam, produksi penggalian pasir dan kerikil akan dipisah-pisahkan dengan ayakan dalam tiga (3) kelompok, yaitu:
- kerikil kasar (lebih besar dari 30 mm) - kerikil beton (5 mm sampai 30 mm) - pasir beton (lebih kecil dari 5 mm).
Dua kelompok terakhir cocok untuk pembuatan beton. Kelompok pertama dapat dipecah agar dapat digunakan (sagel dkk, 1993: 149).
G. Air
Air diperlukan pada pembuatan beton untuk memicu proses kimiawi semen, membasahi agregat, dan memberikan kemudahan dalam
(26)
24
pekerjaan beton. Karena pasta semen merupakan hasil reaksi kimia antara semen dengan air, maka bukan perbandingan jumlah air terhadap total berat campuran yang penting, tetrapi justru perbandingan air dengan semen atau yang disebut sebagai faktor air semen (water cement ratio). Air yang berlebihan akan menyebabkan banyaknya gelembung air setelah proses hidrasi selesai. Sedangkan, air yang terlalu sedikit akan menyebabkan proses hidrasi tidak tercapai seluruhnya, sehingga akan mempengaruhi kekuatan beton.
Air yang digunakan dapat berupa air tawar (dari sungai, danau, telaga, kolam, dan lainnya), air laut maupun limbah, asalkan memenuhi syarat mutu yang telah ditetapkan. air tidak boleh mengandung minyak, asam, alkali, zat organis atau bahan lainnya yang dapat merusak beton (Mulyono, 2004: 51-53).
Air memiliki berbagai sifat, secara umum sifat-sifat air adalah 1. Air sebagai pelarut
Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat tersebut menandingi kekuatan daya tarik-menarik listrik (gaya intermolekuler dipol-dipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan mengendap dalam air.
(27)
25
2. Air memiliki gaya tarik menarik antar partikel
Kohesi adalah gaya tarik menarik antara partikel-partikel yang sejenis. Kohesi dipengaruhi oleh kerapatan dan jarak antarpartikel dalam zat. Gaya kohesi mengakibatkan dua zat bila dicampurkan tidak akan saling melekat. Contoh peristiwa kohesi adalah tidak tercampurnya air dengan minyak, tidak melekatnya air raksa pada didnding pipa kapiler, dan air pada daun talas.
Adhesi adalah gaya tarik menarik anatara partikel-partikel yang tidak sejenis. Gaya adhesi akan mengakibatkan dua zat akan saling melekat bila dicampurkan. Contoh dari peristiwa adhesi adalah melekatnya tinta pada kertas, cat dapat menempel pada tembok, dan semen dapat melekatkan batu dengan pasir.
3. Air memiliki tegangan permukaan
Gaya tarik menarik antarmolekul zat cair tidak hanya menimbulkan gaya kohesi dan gaya adhesi saja, tetapi juga dapat menimbulkan tegangan permukaan. Tegangan permukaan adalah kencenderungan permukaan zat cair untuk meregang sehingga permukaannya seperti ditutupi oleh suatu lapisan elastis. Molekul-molekul yang berada pada lapisan ini selalu berusaha memperkecil luas permukaannya. Hal ini dapat diamati saat sejumlah kecil air ditempatkan dalam sebuah permukaan yang tidak terbasahi atau terlarutkan (non-soluble). Air tersebut akan berkumpul sebagai sebuah tetesan. Sebaliknya, diatas sebuah permukaan gelas (permukaannya dapat terbasahi) yang amat
(28)
26
bersih atau permukaan amat halus air dapat membentuk suatu lapisan tipis (thin film) karena gaya tarik molekular antara gelas dan molekul air (gaya adhesi) lebih kuat ketimbang gaya kohesi antar molekul air. 4. Air memiliki daya kapilaritas
Kapilaritas adalah peristiwa naik atau turunnya permukaan zat cair pada pipa kapiler (pipa yang diameternya sangat kecil). Peristiwa kapilaritas dapat diamati pada minyak tanah yanag naik melalui sumbu lampu minyak tanah atau sumbu kompor.
5. Air memiliki viskositas
Viskositas (kekentalan) cairan akan menimbulkan gesekan antar bagian atau lapisan cairan yang bergerak satu terhadap yang lain. Hambatan atau gesekan yang terjadi ditimbulkan oleh gaya kohesi di dalam zat cair. Faktor-faktor yang mempengaruhi viskositas adalah sebagai berikut:
a. Tekanan
Viskositas naik dengan naiknya tekanan. b. Suhu
Viskositas akan turun dengan naiknya suhu. Pemanasan zat cair menyebabkan molekul-molekulnya memperoleh energi. Molekul-molekul cairan bergerak sehingga gaya interaksi antar Molekul-molekul melemah. Dengan demikian viskositas cairan akan turun dengan kenaikan suhu.
(29)
27 c. Kehadiran zat lain
Adanya bahan tambahan seperti bahan suspense menaikkan viskositas air.
d. Ukuran dan berat molekul
Viskositas naik dengan menaiknya berat molekul. Misalnya laju aliran alkohol cepat, larutan minyak dan kekentalannya tinggi serta laju alirannya lambat sehingga viskositasnya juga tinggi.
e. Kekuatan antar molekul
Viskositas air naik dengan adanya ikatan hidrogen (Atthasi,2015).
H. Bahan Tambah
Bahan tambah (admixture) dalam ASTM C.125-1995:61) dan ACI (American Concrete Institute) SP-19 didefinisikan sebagai material selain air, agregat, dan semen hidrolik yang dicampurkan dalam beton atau mortar yang ditambahkan sebelum atau selama pengadukan berlangsung. Bahan tambahan digunakan untuk memodifikasi sifat dan karakteristik beton, misalnya untuk dapat dengan mudah dikerjakan, penghematan, atau untuk tujuan lain seperti penghematan energi.
Secara umum bahan tambahan yang digunakan dalam beton dapat dibedakan menjadi dua yaitu bahan tambahan yang bersifat kimiawi (chemical admixture) dan bahan tambahan yang bersifat mineral (additive). Bahan tambahan (admixture) ditambahkan saat pengadukan dan atau saat pelaksanaan pengecoran (placing). Sedangkan bahan tambahan
(30)
28
aditif yaitu yang bersifat mineral ditambahkan saat pengadukan dilaksanakan.
Bahan tambahan ini biasanya merupakan bahan tambah kimia yang dimaksudkan untuk lebih banyak mengubah perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan. Jadi dapat dikatakan bahwa bahan tambah kimia (chemical admixture) lebih banyak digunakan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan. Bahan tambah aditif merupakan bahan tambah yang lebih banyak bersifat penyemenan. Jadi, bahan tambah aditif lebih banyak digunakan untuk perbaikan kinerja kekuatannya (Mulyono, 2004: 117-120).
Jenis bahan tambahan yang paling utama adalah 1. Bahan tambahan pemercepat (accelerating admixtures)
Bahan ini digunakan untuk mengurangi waktu pengeringan dan memepercepat pencapaian kekuatan. Bahan yang dikenal adalah kalsium klorida. Bahan-bahan lain yang berfungsi sebagai pemercepat adalah senyawa-senyawa garam seperti klorida, bromide, silikat, dan terkadang senyawa organik lainnya seperti trietanolamin.
2. Bahan tambahan untuk air-entraining
Bahan tambahan ini membentuk gelembung-gelembung udara berdiameter 1 mm atau lebih kecil di dalam beton atau mortar selama pencampuran, dengan maksud mempermudah pengerjaan campuran pada waktu pengecoran dan menambah ketahanan awal beton.
(31)
29
3. Bahan tambahan pengurang air dan pengontrol pengeringan
Bahan tambahan ini menambah kekuatan beton. Bahan ini juga mengurangi kandungan semen yang sebanding dengan pengurangan kandungan air, hampir semuanya berwujud cairan.
4. Bahan tambahan penghalus gradasi
Bahan ini misalnya adalah kapur hidrolis, semen slag, fly ash, dan pozzolan alam yang sudah menjadi kapur atau masih mentah.
5. Bahan tambahan untuk mengurangi penurunan (resesi)
Pemilihan bahan tambahan ini bergantung pada sifat-sifat beton yang diinginkan, seperti sifat plastisitasnya, waktu pengeringan, dan pencapaian kekuatan, efek beku cair, kekuatan, dan harga.
6. Polimer
Ini adalah jenis bahan tambahan baru yang dapat menghasikan beton dengan kekuatan tekan yang sangat tinggi.
7. Superplastisizer
Ini juga merupakan jenis bahan tambahan baru yang dapat disebut sebagai bahan tambahan kimia pengurang air. Tiga jenis plastisizer adalah
a. kondensasi sulfonat melamin formaldehid dengan kandungan klorida sebesar 0,005%,
b. sulfonat nafthalin formaldehid dengan kandungan klorida yang dapat diabaikan,
(32)
30
c. modifikasi lignosulfonat tanpa kandungan klorida. (Edward G.Nawy, 1990).
I. Porositas
Pengujian porositas dilakukan untuk mengetahui besarnya porositas atau penyerapan air benda uji (specimen). Semakin banyak porositas yang terdapat pada benda uji maka semakin rendah kekuatannya, begitu pula sebaliknya. Pengujian porositas menggunakan benda uji berbentuk kubus ukuran (5x5x5) cm3. Pengujian porositas dilakukan setelah benda uji mengalami perawatan atau perendaman dan menggunakan alat-alat berupa timbangan digital dan oven material. Menurut SNI 03-0349-1989 besarnya porositas atau penyerapan air dapat diperoleh dengan rumus:
Porositas (%) = �� −��
�� � 100%. (2)
dengan m
b adalah berat benda uji dalam keadaan basah (gr), mk adalah
Berat benda uji dalam keadaan kering (gr), V
b adalah volume benda uji
(cm3 ).
J. Kuat Tekan
Pengujian kuat tekan batako dilakukan dengan mengetahui kuat tekan hancur dari benda uji. Kuat tekan benda uji mengacu pada standar pengujian ASTM C 109. Benda uji yang dipakai adalah kubus dengan
(33)
31
ukuran (5x5x5) cm3. Pengujian kuat tekan dilakukan menggunakan alat universal testing mechine (UTM).
Sesuai dengan SNI 03-1974-1990, kuat tekan benda uji dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
f’c = �
� (3)
dengan f’c adalah kuat tekan (N/mm2 ), F adalah beban maksimum (N), A adalah luas bidang permukaan (mm2). Nilai kuat tekan benda uji seperti yang diperoleh dari hasil pengujian sangan dipengaruhi oleh ukuran dan bentuk elemen uji ( faktor air semen dan kepadatan, umur batako, jumlah semen, sifat agregat), dan cara pembebanannya.
K. Perawatan Batako
Perawatan beton atau batako (curing) adalah suatu langkah atau tindakan untuk memberikan kesempatan pada beton mengembangkan kekuatannya secara wajar dan sesempurna mungkin. Untuk tujuan tersebut maka suatu pekerjaan beton perlu dijaga agar permukaan batako segar selalu lembab, sejak adukan beton dipadatkan sampai beton dianggap cukup keras. Kelembaban beton itu harus dijaga agar proses hidrasi semen dapat terjadi dengan wajar dan berlangsung dengan sempurna. Kelembaban permukaan beton juga dapat menambah beton menjadi lebih tahan terhadap pengaruh cuaca dan lebih kedap air.
(34)
32
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk perawatan beton adalah a. perawatan normal
1) menaruh beton segar di dalam ruang lembap, 2) menaruh beton segar di atas genangan air, 3) menaruh beton segar di dalam air,
4) menyelimuti permukaan beton dengan karung basah, 5) menggenangi permukaan beton dengan air,
6) menyirami permukaan beton dengan air bersih setiap saat secara terus menerus.
Cara 1), 2), dan 3) dilakukan terhadap contoh beton atau benda uji berbentuk kubus atau silinder, dan cara 4), 5), dan 6) dilakukan untuk perawatan beton segar yang dituang di lapangan kerja atau proyek. b. perawatan dipercepat
1) beton ditutup dengan lembaran isolasi (poly urethere sheet), 2) beton disimpan dalam air panas suhu 55◦C,
3) beton bertulang diberi aliran listrik (electric curing), 4) curing dengan uap (steam curing).
Jika curing tidak dilakukan terhadap beton, dapat terjadi: susut permukaan, karena i) bleeding cepat menguap, maka akan terjadi retak permukaan, ii) beton masih dalam keadaan plastis, suhu tinggi atau ada tiupan angin, maka akan terjadi plastic shrinkage/cracking. Hal ini dapat terjadi pada waktu antara 20 menit-4 jam setelah adukan beton dicor/dicetak, dan iii) terjadi susut pengeringan (drying shrinkage). Ini
(35)
33
terjadi karena air kapiler dan atau air agar-agar pada pasta semen menguap. Hal tersebut dapat menimbulkan retak, atau bahkan beton pecah jika terjadi penguapan cepat (Samekto dan Rahmadiyanto, 2001: 53-54).
L. X-ray diffraction (XRD)
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan kristalin adalah metode difraksi sinar-X serbuk (X ray powder diffraction). Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki ukuran kecil dengan diameter butiran kristalnya sekitar 10-7–10-4 m ditempatkan pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh dari elektron yang keluar dari filamen panas dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi, dengan kecepatan tinggi menumbuk permukaan logam. Sinar-X tersebut menembak sampel padatan kristalin, kemudian mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar-X yang didifraksikan oleh sampel. Sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki bidang-bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan orientasi, begitu pula partikel partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap kumpulan bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi tertentu, sehingga difraksi sinar-X memenuhi Hukum Bragg:
(36)
34
dengan ; n : orde difraksi ( 1,2,3,…), λ adalah panjang sinar-X, d adalah jarak antara dua bidang kisi, dan θ adalah sudut difraksi.
Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital. Rekaman data analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron, dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut 2θ. Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-X terhadap jumlah intensitas cahaya per detik.
Pola difraktogram yang dihasilkan berupa deretan puncak puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai 2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalamsel satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X yang digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1969).
M.Kerangka Berfikir
Penelitian ini bertema tentang nanopartikel perak. Nanopartikel perak saat ini mengalami perkembangan yang pesat bahkan banyak ilmuwan yang sedang mengkaji dan mengembangkan nanoteknologi.
(37)
35
Dalam penelitian ini, nanopartikel perak diaplikasikan pada batako sebagai bahan aditif atau bahan tambahan. Alasan mengambil penelitian ini antara lain, banyaknya industri di bidang properti yang semakin meningkat, bahan bangunan yang semakin mahal, namun kualitas bahan bangunan terutama batako masih rendah. Kualitas bahan bangunan dapat dilihat dari tingkat ketahanan atau kekuatan bahan bangunan tersebut untuk berbagai tekanan. Banyaknya sifat-sifat yang menarik dari larutan nanopartikel perak, menginspirasi peneliti melakukan penelitian barupa pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak sebagai bahan aditif dalam batako terhadap porositas dan kuat tekan batako. Dari penelitian tersebut muncul kesimpulan dan saran yang dapat dijadikan sebagai penelitian lebih lanjut tentang nanopartikel perak yang diaplikasikan ke dalam batako.
(38)
70 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil analisis yang diperoleh, maka didapatkan kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
1. Variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan pada batako dapat mempengaruhi porositas batako (%). Semakin besar konsentrasi larutan nanopartikel perak yang ditambahkan ke dalam batako, persentase porositas batako semakin kecil.
2. Variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan pada batako dapat mempengaruhi kuat tekan (Mpa). Semakin besar konsentrasi larutan nanopartikel perak yang ditambahkan ke dalam batako, nilai kuat tekan batako semakin besar.
3. Dengan penambahan larutan nanopartikel perak konsentrasi 4 mM, dapat meningkatkan kualitas batako, dimana persentase porositas batako kecil, kuat tekan batako besar.
(39)
71 B. SARAN
Adapun saran yang dapat disampaikan untukpenelitian selanjutnya adalah
1. Perendaman batako dalam penelitian ini adalah selama 14 hari. Untuk penelitian selanjutnya dapat diguanakan variasi perendaman batako yaitu 3 hari, 7 hari, 21 hari, 28 hari, atau lebih.
2. Proses pembuatan batako perlu diperhatikan cara pengadukannya, disesuaikan dengan SNI 2493-2011. Semakin baik proses pengadukan, maka semakin homogen campuran batakonya. Sehingga didapatkan batako yang berkualitas baik.
3. Perlunya uji slump. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adonan untuk mudah dikerjakan (workability).
4. Dalam penelitian ini digunakan perbandingan antara semen dan pasir adalah 1 : 3. Untuk penelitian selanjutnya perlu adanya perbandingan pasir dan semen dengan variasi yang lain. Hal ini dimasudkan agar batako yang ditambahkan nanopartikel perak dapat diproduksi dengan kualitas baik dan ekonomis.
(40)
72
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung: ITB.
Abdullah, Mikrajuddin., Yudistira Virgus., Nirmin., & Khairurrijal. 2008. Sintesis Nanomaterial. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi (Nomor 2 Vol 1). Hlm.36-57.
ACI SP-19. Cement and Concrete Terminology.
Arikawati, Erlina. 2015. Nanosains dan Nanoteknologi. Diakses dari
http://erlinaarikawati.blogspot.co.id/2015/04/nanosains-dan-nanoteknologi-nanosains.html pada tanggal 15 januari 2016 pukul 17:59 WIB.
ASTM C.109/C109M. Standard Test Method for Compressive Strength of Hydraulic Cement Mortars. ASTM International.
ASTM C.125-1995:61. Standard Definition of Terminology Relating to Concrete and Concrete Agregates. ASTM International.
ASTM C.150-1985. Standard Spesification for Portland Cement. Annual Books of ASTM Standard. Philadelphia,USA.
ASTM C.33-1982. Standard Specification for Concreate Aggregates. ASTM International.
ASTM C.494. Standard Specification for Chemical Admixtures for Concrete. ASTM International.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-1974-1990. Metode Pengujian Kuat Tekan Beton. Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 2493-2011. Tata Cara dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium. Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-0349-1989. Bata Beton untuk Pasangan dinding. Departemen Pekerjaan Umum
Bakir. 2011. Pengembangan Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Air Rebusan Daun Bisbul (Diospyros Blancoi) Untuk Deteksi Ion Tembaga (II) dengan Metode Kolorimetri. Skripsi. Jakarta: FMIPA UI.
Brams Dwandaru, W.S. 2012. Aplikasi Nanosains dalam Berbagai bidang kehidupan: Nanoteknologi. Seminar Regional Goes to Nanotecnologi Era. Yogyakarta: FMIPA UNY.
(41)
73
Clunan, Anne. et al. 2014. Nanotechnology in A Globalized World Strategic Assessments of An Emerging Technology. Muntery: Naval Postgraduate School.
Fernandez, Benny. 2011. Makalah sintesis Nanopartikel Perak. Padang: FMIPA Universitas Andalas
Fessenden, R.J., & Fessenden J.S. (1986). Kimia Organik Edisi 3 Jilid 2. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga. Frick, Heinz & Ch. Koesmartadi. 1999. Ilmu Bahan Bangunan. Yogyakarta:
Kanisius media.
Handayani, Murni. 2011. Nanosains dan Nanoteknologi. Diakses dari http://majalah1000guru.net/2011/03/nanosains-nanoteknologi pada tanggal 16 Januari 2016 pukul 11:23 WIB.
Haryo N., Stefanus. 2010. Teknologi Barudan Mutakhir:Nanosains. Diakses dari http://noenoe-nano.blogspot.com/2010/02/norrnal-0-false-false-falseen-us-x-none.html/ pada tanggal 13 Juni 2015. Jam 20.30 WIB.
Haryono, A., Sondari, D., & Randy M. (2008). Sintesa Nanopartikel Perak dan Potensi Aplikasi nya. Jurnal Riset Industri. 2(3). Hlm. 156-163.
Montazer, M. et al. 2012. Durable Anti-Bacterial Nylon Carpet Using Colloidal Nanosilver. Fibres and Textile in Eastern Europe. Vol 20. No 4(93). Hlm. 96-101.
Mulyono, Tri. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Offset.
Nawy., Edward. G. 1990. Reinforce Concrete a Fundamental Approach, Terjemahan, Cetakan Pertama. Bandung: PT.Eresco.
Oldenburg, S.J. 2011. Silver Nanoparticles. Properties and Applications. USA: Sigma Aldrich.
Prakoso, Danang. 2013. Batu Cetak Beton (BATAKO). Diakses dari http://sukatekniksipil.blogspot.co.id/search/label/Teknilogi%20Bahan%2 0Konstruksi 2013 danang prakoso pada tanggal 21 Januari 2016 pukul 13:34 WIB.
R.Segel, P.Kole, Gideon kusuma. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta: Erlangga.
Ristian, Ina. 2013. Kajian Pengaruh Konsentrasi Perak Nitrat (AgNO3) Terhadap Ukuran Nanopartikel Perak. Skripsi. Semarang: FMIPA UNNES.
Samekto, Wuryati & Candra Rahmadiyanto. 2001. Teknologi Beton. Yogyakarta: Kanisius.
(42)
74
Sansonetti, J. E. & Martin W. C. 2005. Handbook of Basic Atomic Spectroscopic Data. Gaithersburg, Maryland: American Institute of Physics.
Seran, Emel. 2011. PengertianDasarSpektrofotometer Vis, UV, UV-Vis. Diaksesdarihttp://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertian_dasa r_spektrofotometer_vis_uv_uv-vis/padatanggal 13 Desember 2015. Jam 22.17 WIB.
Sileikaite, A. et al. 2006. Analysis of Silver Nanoparticles Produced by Chemical Reduction of Silver Salt Solution. Material Science. Vol 12. Hlm. 4. Solomon, S.D. et al. 2007. Synthesis and Study of Silver Nanoparticles. Journal of
Chemical Education.
Subagio, Agus. 2011. Nanosilver Antibacterial Produk Unggulan Berbasis Nanoteknologi. Diakses dari
http://ademaesyaputra.wordpress.com/2011/10/21/157 pada tanggal 12 Desember 2015. Jam 21.18 WIB.
Supribadi, I Ketut. 1986. Ilmu Bangunan Gedung: Berguna untuk Para Siswa STM, Mahasiswa sipil, Kursus bangunan Sipil, Belajar Sendiri. Bandung: Armico.
(1)
35
Dalam penelitian ini, nanopartikel perak diaplikasikan pada batako sebagai bahan aditif atau bahan tambahan. Alasan mengambil penelitian ini antara lain, banyaknya industri di bidang properti yang semakin meningkat, bahan bangunan yang semakin mahal, namun kualitas bahan bangunan terutama batako masih rendah. Kualitas bahan bangunan dapat dilihat dari tingkat ketahanan atau kekuatan bahan bangunan tersebut untuk berbagai tekanan. Banyaknya sifat-sifat yang menarik dari larutan nanopartikel perak, menginspirasi peneliti melakukan penelitian barupa pengaruh variasi konsentrasi nanopartikel perak sebagai bahan aditif dalam batako terhadap porositas dan kuat tekan batako. Dari penelitian tersebut muncul kesimpulan dan saran yang dapat dijadikan sebagai penelitian lebih lanjut tentang nanopartikel perak yang diaplikasikan ke dalam batako.
(2)
70 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan hasil analisis yang diperoleh, maka didapatkan kesimpulan diantaranya sebagai berikut:
1. Variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan pada batako dapat mempengaruhi porositas batako (%). Semakin besar konsentrasi larutan nanopartikel perak yang ditambahkan ke dalam batako, persentase porositas batako semakin kecil.
2. Variasi konsentrasi nanopartikel perak yang ditambahkan pada batako dapat mempengaruhi kuat tekan (Mpa). Semakin besar konsentrasi larutan nanopartikel perak yang ditambahkan ke dalam batako, nilai kuat tekan batako semakin besar.
3. Dengan penambahan larutan nanopartikel perak konsentrasi 4 mM, dapat meningkatkan kualitas batako, dimana persentase porositas batako kecil, kuat tekan batako besar.
(3)
71 B. SARAN
Adapun saran yang dapat disampaikan untukpenelitian selanjutnya adalah
1. Perendaman batako dalam penelitian ini adalah selama 14 hari. Untuk penelitian selanjutnya dapat diguanakan variasi perendaman batako yaitu 3 hari, 7 hari, 21 hari, 28 hari, atau lebih.
2. Proses pembuatan batako perlu diperhatikan cara pengadukannya, disesuaikan dengan SNI 2493-2011. Semakin baik proses pengadukan, maka semakin homogen campuran batakonya. Sehingga didapatkan batako yang berkualitas baik.
3. Perlunya uji slump. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan adonan untuk mudah dikerjakan (workability).
4. Dalam penelitian ini digunakan perbandingan antara semen dan pasir adalah 1 : 3. Untuk penelitian selanjutnya perlu adanya perbandingan pasir dan semen dengan variasi yang lain. Hal ini dimasudkan agar batako yang ditambahkan nanopartikel perak dapat diproduksi dengan kualitas baik dan ekonomis.
(4)
72
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Mikrajuddin. 2009. Pengantar Nanosains. Bandung: ITB.
Abdullah, Mikrajuddin., Yudistira Virgus., Nirmin., & Khairurrijal. 2008. Sintesis Nanomaterial. Jurnal Nanosains dan Nanoteknologi (Nomor 2 Vol 1). Hlm.36-57.
ACI SP-19. Cement and Concrete Terminology.
Arikawati, Erlina. 2015. Nanosains dan Nanoteknologi. Diakses dari
http://erlinaarikawati.blogspot.co.id/2015/04/nanosains-dan-nanoteknologi-nanosains.html pada tanggal 15 januari 2016 pukul 17:59 WIB.
ASTM C.109/C109M. Standard Test Method for Compressive Strength of Hydraulic Cement Mortars. ASTM International.
ASTM C.125-1995:61. Standard Definition of Terminology Relating to Concrete and Concrete Agregates. ASTM International.
ASTM C.150-1985. Standard Spesification for Portland Cement. Annual Books of ASTM Standard. Philadelphia,USA.
ASTM C.33-1982. Standard Specification for Concreate Aggregates. ASTM International.
ASTM C.494. Standard Specification for Chemical Admixtures for Concrete. ASTM International.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-1974-1990. Metode Pengujian Kuat Tekan Beton. Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 2493-2011. Tata Cara dan Perawatan Benda Uji Beton di Laboratorium. Departemen Pekerjaan Umum.
Badan Standarisasi Nasional. SNI 03-0349-1989. Bata Beton untuk Pasangan dinding. Departemen Pekerjaan Umum
Bakir. 2011. Pengembangan Biosintesis Nanopartikel Perak Menggunakan Air Rebusan Daun Bisbul (Diospyros Blancoi) Untuk Deteksi Ion Tembaga (II) dengan Metode Kolorimetri. Skripsi. Jakarta: FMIPA UI.
Brams Dwandaru, W.S. 2012. Aplikasi Nanosains dalam Berbagai bidang kehidupan: Nanoteknologi. Seminar Regional Goes to Nanotecnologi Era. Yogyakarta: FMIPA UNY.
(5)
73
Clunan, Anne. et al. 2014. Nanotechnology in A Globalized World Strategic Assessments of An Emerging Technology. Muntery: Naval Postgraduate School.
Fernandez, Benny. 2011. Makalah sintesis Nanopartikel Perak. Padang: FMIPA Universitas Andalas
Fessenden, R.J., & Fessenden J.S. (1986). Kimia Organik Edisi 3 Jilid 2. Diterjemahkan oleh Aloysius Hadyana Pudjaatmaka. Jakarta: Erlangga. Frick, Heinz & Ch. Koesmartadi. 1999. Ilmu Bahan Bangunan. Yogyakarta:
Kanisius media.
Handayani, Murni. 2011. Nanosains dan Nanoteknologi. Diakses dari http://majalah1000guru.net/2011/03/nanosains-nanoteknologi pada tanggal 16 Januari 2016 pukul 11:23 WIB.
Haryo N., Stefanus. 2010. Teknologi Barudan Mutakhir:Nanosains. Diakses dari http://noenoe-nano.blogspot.com/2010/02/norrnal-0-false-false-falseen-us-x-none.html/ pada tanggal 13 Juni 2015. Jam 20.30 WIB.
Haryono, A., Sondari, D., & Randy M. (2008). Sintesa Nanopartikel Perak dan Potensi Aplikasi nya. Jurnal Riset Industri. 2(3). Hlm. 156-163.
Montazer, M. et al. 2012. Durable Anti-Bacterial Nylon Carpet Using Colloidal Nanosilver. Fibres and Textile in Eastern Europe. Vol 20. No 4(93). Hlm. 96-101.
Mulyono, Tri. 2004. Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Offset.
Nawy., Edward. G. 1990. Reinforce Concrete a Fundamental Approach, Terjemahan, Cetakan Pertama. Bandung: PT.Eresco.
Oldenburg, S.J. 2011. Silver Nanoparticles. Properties and Applications. USA: Sigma Aldrich.
Prakoso, Danang. 2013. Batu Cetak Beton (BATAKO). Diakses dari http://sukatekniksipil.blogspot.co.id/search/label/Teknilogi%20Bahan%2 0Konstruksi 2013 danang prakoso pada tanggal 21 Januari 2016 pukul 13:34 WIB.
R.Segel, P.Kole, Gideon kusuma. 1993. Pedoman Pengerjaan Beton. Jakarta: Erlangga.
Ristian, Ina. 2013. Kajian Pengaruh Konsentrasi Perak Nitrat (AgNO3) Terhadap
Ukuran Nanopartikel Perak. Skripsi. Semarang: FMIPA UNNES.
Samekto, Wuryati & Candra Rahmadiyanto. 2001. Teknologi Beton. Yogyakarta: Kanisius.
(6)
74
Sansonetti, J. E. & Martin W. C. 2005. Handbook of Basic Atomic Spectroscopic Data. Gaithersburg, Maryland: American Institute of Physics.
Seran, Emel. 2011. PengertianDasarSpektrofotometer Vis, UV, UV-Vis. Diaksesdarihttp://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertian_dasa r_spektrofotometer_vis_uv_uv-vis/padatanggal 13 Desember 2015. Jam 22.17 WIB.
Sileikaite, A. et al. 2006. Analysis of Silver Nanoparticles Produced by Chemical Reduction of Silver Salt Solution. Material Science. Vol 12. Hlm. 4. Solomon, S.D. et al. 2007. Synthesis and Study of Silver Nanoparticles. Journal of
Chemical Education.
Subagio, Agus. 2011. Nanosilver Antibacterial Produk Unggulan Berbasis Nanoteknologi. Diakses dari
http://ademaesyaputra.wordpress.com/2011/10/21/157 pada tanggal 12 Desember 2015. Jam 21.18 WIB.
Supribadi, I Ketut. 1986. Ilmu Bangunan Gedung: Berguna untuk Para Siswa STM, Mahasiswa sipil, Kursus bangunan Sipil, Belajar Sendiri. Bandung: Armico.