Analisis Efektivitas Pencapaian Indikato (1)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Corporate Social Responsibility (CSR)
Corporate Social Responsibility merupakan suatu elemen penting
dalam kerangka keberlanjutan usaha suatu industri dan perkembangan bisnis.
CSR merupakan sebuah konsep terintegrasi yang menggabungkan aspek
ekonomi, lingkungan dan sosial dengan selaras.
Definisi secara luas mengenai CSR diungkapkan oleh World Business
Council for Sustainable Development (WBCD) dalam publikasinya Making
Good Business Sense. CSR diartikan sebagai suatu komitmen berkelanjutan
oleh dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis, beroperasi secara
legal dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari
komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan
taraf hidup pekerjanya beserta seluruh keluarga. (Wibisono, 2007)
Menurut Nuryana (2005), CSR adalah sebuah pendekatan dimana
perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dalam operasi bisnis mereka
dan

dalam


interaksi

mereka

dengan

para

pemangku

kepentingan

(stakeholders) berdasarkan prisip kesukarelaan dan kemitraan. Kotler dan Lee
(2005) menyatakan bahwa CSR merupakan suatu komitmen perusahaan
untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas secara sukarela melalui
kebijaksanaan praktek bisnis dan kontribusi dari sumberdaya perusahaan.
(Philip Kotler dan Nancy Lee, 2005).
Pengertian CSR menurut Lingkar Studi CSR adalah upaya manajemen
yang dijalankan entitas bisnis untuk mencapai tujuan pembangunan
berkelanjutan berdasar keseimbangan ekonomi, sosial, dan lingkungan

dengan meminimumkan dampak negatif dan memaksimumkan dampak
positif tiap pilar. Wibisono (2007) mendefinisikan CSR sebagai tanggung
jawab perusahaan kepada para pemangku kepentingan untuk berlaku etis,
meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang
mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam
rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

8

Pendapat

tentang

pengertian

CSR

yang

lebih


komprehensif

dikemukakan oleh Prince of Wales International Business Forum lewat lima
pilar. Pertama, building human capital, menyangkut kemampuan perusahaan
untuk memiliki dukungan sumber daya manusia yang andal (internal). Di sini
perusahaan dituntut melakukan pemberdayaan, biasanya melalui community
development. Kedua, strengthening economies yaitu melalui pemberdayakan
ekonomi komunitas. Ketiga, assessing social, maksudnya perusahaan
menjaga keharmonisan dengan masyarakat sekitar agar tak menimbulkan
konflik. Keempat, encouraging good governance, artinya perusahaan dikelola
dalam tata pamong/birokrasi yang baik. Kelima, protecting the environment,
yaitu perusahaan harus mengawal dan menjaga kelestarian lingkungan.
Versi lain mengenai definisi CSR juga dikemukakan oleh World Bank.
Menurut World Bank, CSR adalah komitmen bisnis untuk berkontribusi
terhadap perkembangan ekonomi berkelanjutan, memperhatikan karyawan
dan masyarakat lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas
hidup mereka. Sejumlah pendapat mengenai pengertian CSR tersebut
memiliki kesamaan mengenai definisi CSR yakni CSR merupakan komitmen
sebuah perusahaan untuk mengembangkan taraf kehidupan masyarakat

sekitar, masyarakat luas, dan karyawan, serta komitmen perusahaan untuk
peduli terhadap lingkungan melalui praktik bisnis yang bertanggung jawab.
2.1.1. Aktivitas Utama Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
Pelaksanaan kegiatan CSR memiliki beragam jenis kegiatan
utama dalam mengimplimentasikan nilai-nilai tanggung jawab sosial
perusahaan. Kotler dan Lee (2005) mendeskripsikan beberapa kegiatan
utama dalam CSR dengan istilah corporate social initiatives yang
menggambarkan beberapa kegiatan utama dalam CSR yang dilakukan
perusahaan untuk menyelesaikan permasalahan sosial dan menjalankan
nilai-nilai tanggung jawab sosial perusahaan. Corporate Social
Initiative terbagi menjadi 6 kegiatan utama yaitu
1. Cause Promotion.
Kelompok kegiatan cause promotion mencerminkan suatu usaha
perusahaan menyediakan dana, kontribusi sumber daya untuk

9

meningkatkan kesadaran, perhatian dan kepedulian terhadap
masalah-masalah sosial untuk mendukung penggalangan dana,
partisipasi, atau rekruitmen sukarela. Dalam hal ini, perusahaan

dapat melakukan kegiatannya sendiri, bekerja sama dengan sebuah
perusahaan atau organisasi lain sebagai partner utama, ataupun
bertindak sebagai salah satu sponsor kegiatan sosial
2. Cause-Related Marketing.
Sebuah perusahaan berkomitmen untuk menyumbangkan atau
mendonasikan

beberapa

persen

dari

keuntungannya

untuk

permasalahan sosial yang spesifik berdasarkan penjualan produk.
Umumnya kegiatan ini dilakukan pada periode waktu tertentu, pada
produk tertentu, dan untuk kegiatan sosial tertentu. Pada kelompok

kegiatan ini, perusahaan biasanya bekerja sama dengan organisasi
non-profit, menciptakan hubungan saling menguntungkan baik untuk
meningkatkan dukungan finansial terhadap kegiatan sosial maupun
untuk meningkatkan penjualan produk.
3. Corporate Social Marketing.
Sebuah perusahaan mendukung pengembangan atau pelaksanaan
kampanye perubahan perilaku masyarakat yang ditujukan untuk
meningkatkan

kesejahteraan

umum,

kesehatan

masyarakat,

lingkungan, ataupun komunitas luas. Corporate Social Marketing
berfokus


pada

perubahan

perilaku

masyarakat

sekaligus

membedakannya dengan Cause Promotion yang berfokus pada
penciptaan kesadaran sosial, dukungan dana dan perekrutan sukarela
untuk kegiatan sosial. Perusahaan dapat melaksanakan kegiatannya
secara sendiri, namun pada umumnya bekerja sama dengan
organisasi sosial atau non-profit.
4. Corporate Philanthropy.
Kelompok kegiatan ini merupakan bentuk kegiatan kegiatan CSR
yang paling tradisional. Perusahaan melakukan kegiatan kontribusi
secara langsung untuk kegiatan amal dalam bentuk donasi, hibah
tunai, ataupun bentuk pelayanan untuk permasalahan sosial tertentu.


10

5. Community Volunteering.
Sebuah perusahaan mendukung dan meminta para karyawannya,
partner

bisnis,

dan

atau

anggota

franchise-nya

untuk

menyumbangkan waktu, tenaga, dan atau uang mereka untuk

mendukung organisasi sosial dan kegiatan sosial. Kegiatan ini dapat
dilakukan oleh perusahaan secara sendiri, atau bekerja sama dengan
organisasi non-profit.
6. Socially Responsible Business Practices.
Sebuah perusahaan yang melakukan praktik bisnis yang bertanggung
jawab secara sosial berarti perusahaan tersebut mengadopsi kegiatan
bisnis dan investasi yang mendukung kegiatan sosial untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat dan melindungi lingkungan
hidup. Kegiatan ini umumnya dilakukan secara sendiri oleh
perusahaan, namun juga dapat dilakukan dengan bekerja sama
dengan organisasi atau pihak lainnya
2.1.2. Konsep Piramida CSR

Gambar 1. Piramida Corporate Social Responsibilty (Carroll, 2003)
Konsep Piramida CSR yang dikembangkan Archie B. Carrol
menjelaskan berbagai tingkatan tanggung jawab perusahaan dalam
aktivitasnya. Piramida CSR tersebut antara lain:
1. Tanggung jawab ekonomis: Perusahaan perlu menghasilkan laba
sebagai fondasi untuk dapat berkembang dan mempertahankan
eksistensinya. Motif utama perusahaan adalah menghasilkan laba.

Laba adalah fondasi perusahaan. Perusahaan harus memiliki nilai

11

tambah ekonomi sebagai prasyarat agar perusahaan dapat terus hidup
(survive) dan berkembang. Ringkasnya, be profitable.
2. Tanggung jawab legal: Hukum adalah aturan mengenai benar dan
salah dalam masyarakat. Dalam tujuannya mencari laba, sebuah
perusahaan juga harus bertanggung jawab secara hukum dengan
mentaati hukum yang berlaku. Ringkasnya, obey the law.
3. Tanggung jawab etis: perusahaan juga harus bertanggung jawab
untuk mempraktekkan hal-hal yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai, etika, dan norma-norma kemasyarakatan. Perusahaan
memiliki kewajiban untuk menjalankan praktek bisnis yang baik,
benar, adil dan fair Perusahaan harus menjauhi berbagai tindakan
yang merugikan masyarakat. Ringkasnya, be ethical.
4. Tanggung jawab filantropis: Perusahaan dituntut untuk memberi
kontribusi sumber daya yang dapat dirasakan secara langsung oleh
masyarakat. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup
masyarakat sejalan dengan operasi bisnisnya. Para pemilik dan

pegawai yang bekerja di perusahaan memiliki tanggungjawab ganda,
yakni kepada perusahaan dan kepada publik yang kini dikenal
dengan istilah non-fiduciary responsibility. Ringkasnya, be a good
corporate citizen. (Saidi, 2004)
2.1.3. Prinsip-prinsip CSR
Prinsip-prinsip CSR marupakan acuan dalam berbagai kegiatan
CSR. Prinsip-prinsip CSR yang dikemukanan oleh tokoh penting
perkembangan CSR dan sejumlah Institusi In ternasional berlandaskan
pada konsep pembangunan berkelanjutan (Sustainability Development)
dan tatakelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance).
Warhurst dalam Wibisono (2007) mengajukan prinsip-prinsip CSR
sebagai berikut:
a. Prioritas korporat. Mengakui tanggung jawab sosial sebagai
prioritas tertinggi korporat dan penentu utama pembangunan
berkelanjutan. Dengan begitu korporat bisa membuat kebijakan,

12

program, dan praktek dalam menjalankan operasi bisnisnya dengan
cara yang bertanggung jawab secara sosial.
b. Manajemen terpadu. Mengintegrasikan kebijakan, program, dan
praktek ke dalam setiap kegiatan bisnis sebagai satu unsur
manajemen dalam semua fungsi manajemen.
c. Proses perbaikan. Berkesinambungan memperbaiki kebijakan,
program dan kinerja sosial korporat, berdasar temuan riset mutakhir
dan memahami kebutuhan sosial serta menerapkan kriteria sosial
tersebut secara internasional.
d. Pendidikan

karyawan.

Menyelenggarakan

pendidikan

dan

pelatihan serta memotivasi karyawan
e. Pengkajian. Melakukan kajian dampak sosial sebelum memulai
kegiatan atau proyek baru dan sebelum menutup satu fasilitas atau
meninggalkan lokasi pabrik.
f. Produk dan jasa. Mengembangkan produk dan jasa yang tak
berdampak negatif secara sosial.
g. Informasi publik. Memberi informasi dan (bila diperlukan)
mendidik pelanggan, distributor, dan publik tentang penggunaan
yang aman, transportasi, penyimpanan dan pembuangan produk, dan
begitu pula dengan jasa.
h. Fasilitas

dan

operasi.

Mengembangkan,

mengoperasikan

fasilitas

serta

merancang,

dan

kegiatan

yang

menjalankan

mempertimbangkan temuan kajian dampak sosial.
i. Penelitian. Melakukan atau mendukung penelitian dampak sosial
bahan baku, produk, proses, emisi, dan limbah yang terkait dengan
kegiatan usaha dan penelitian yang menjadi sarana untuk
mengurangi dampak negatif.
j. Prinsip pencegahan. Memodifikasi manufaktur, pemasaran, atau
penggunaan produk, atau jasa, sejalan dengan penelitian mutakhir
unutk mencegah dampak sosial yang bersifat negatif.
k. Siaga menghadapi darurat. Menyusun dan merumuskan rencana
menghadapi keadaan darurat, dan bila terjadi keadaan berbahaya

13

bekerja sama dengan layanan gawat darurat, instansi berwenang, dan
komunitas lokal. Sekaligus mengenali potensi bahaya yang muncul
l. Transfer best practise. Berkontribusi pada pengembangan dan
transfer praktek bisnis yang bertanggung jawab secara sosial pada
semua industri dan sektor publik
m. Memberi

sumbangan.

Sumbangan

untuk

usaha

bersama,

pengembangan kebijakan publik dan bisnis, lembaga pemerintah dan
lintas departemen pemerintah serta lembaga pendidikan yang akan
meningkatkan kesadaran tentang tanggung jawab sosial.
n. Keterbukaan. Menumbuhkembangkan keterbukaan dan dialog
dengan pekerja dan publik, mengantisipasi dan memberi respons
terhadap potencial hazard, dan dampak operasi, produk, limbah.
o. Pencapaian

dan

pelaporan.

Mengevaluasi

kinerja

sosial,

melaksanakan audit sosial secara berkala dan mengkaji pencapaian
berdasarkan kriteria korporat dan peraturan perundang-undangan dan
menyampaikan informasi tersebut pada dewan direksi, pemegang
saham, pekerja, dan publik.
2.1.4. Model Pelaksanaan CSR di Indonesia
Model pelaksanan CSR juga bemacam-macam. Setidaknya
terdapat empat model pelaksanaan CSR yang umum digunakan di
Indonesia. Keempat model tersebut antara lain:
1. Terlibat langsung. Dalam melaksanakan program CSR, perusahaan
melakukannya sendiri tanpa melalu perantara atau pihak lain. Pada
model ini perusahaan memiliki satu bagian tersediri atau bisa juga
digabung dengan bagian yang lain, yang bertanggung jawab dalam
pelaksanaan kegiatan sosial perusahaan termasuk CSR.
2. Melalui Yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan
mendirikan yayasan sendiri dibawah perusahaan atau groupnya.
Pada model ini biasanya perusahaan sudah menyediakan dana
khusus untuk digunakan secara teratur dalam kegiatan yayasan.
Contoh yayasan yang didirikan oleh perusahaan sebagai perantara
dalam melakukan CSR antara lain; Danamon peduli, Sampoerna

14

Foundation, kemudian PT. Astra International yang mendirikan
Politeknik Manufaktur Astra dan PT. Unilever Indonesia yang
mendirikan Yayasan Unilever Indonesia.
3. Bermitra dengan pihak lain. Dalam menjalankan CSR perusahaan
menjalin kerjasama dengan pihak lain seperti lembaga sosial non
pemerintah, lembaga pemerintah, media massa dan organisasi
lainnya. Seperti misalnya Bank Rakyat Indonesia yang memiliki
program CSR yang terintegrasi dengan strategi perusahaan dan
bekerjasama dengan pemerintah mengeluarkan produk pemberian
kredit untuk rakyat atau yang dikenal dengan Kredit Usaha Rakyat.
4. Mendukung atau bergabung dengan suatu konsorsium. Perusahaan
turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung lembaga sosial
yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu.
2.1.5. Manfaat Corporate Social Responsibility bagi Perusahaan
Menurut Philip Kotler, ada enam hal yang menguntungkan untuk
sebuah perusahaan yang menerapkan CSR, yaitu :
1. Increase sales and market share
Kesadaran dan perhatian akan lingkungan hidup dan masalahmasalah sosial telah mengubah pola perilaku pembelian konsumen
saat ini. Faktor-faktor non-product seperti kepedulian sosial
perusahaan telah memicu masyarakat pembeli untuk lebih memilih
merek yang perusahaannya berkomitmen dalam kegiatan sosial.
2. Strengthened brand positioning
Perusahaan ataupun merek yang mengkaitkan kegiatan operasinya
dengan kegiatan sosial atau kegiatan amal dapat membentuk citra
tersendiri

bagi

merek

tersebut.

Konsumen

tidak

saja

mempertimbangkan aspek kegunaan praktis produk yang rasional
dapat

diperoleh

tetapi

lebih

dari

itu,

konsumen

telah

mempertimbangkan aspek emosional dan psikologis dari sebuah
Brand Personality and Image. Selain itu, praktik pemasaran yang
mengintegrasikan social content memiliki dampak yang lebih positif
terhadap pemilihan merek dalam proses pembelian konsumen. Yang

15

dimaksud dengan social content adalah praktik pemasaran yang
memiliki program untuk meningkatkan kesejahteraan umum dan
kepedulian sosial.
3. Enhanced corporate image
Perusahaan yang mengutamakan etika bisnis yang baik, kepedulian
sosial dan lingkungan yang tinggi dan memfokuskan pada
perkembangan

masyarakat

yang

berkelanjutan

(Sustainability

Community Development) dalam setiap aktivitas perusahaan
melebihi apa yang diharuskan secara legal dapat menciptakan citra
perusahaan yang baik.
4. Increase ability to attract, motivate, and retain employees
Cone/Roper - melakukan penelitian yang membuktikan bahwa
partisipasi perusahaan dalam kegiatan sosial memberi dampak positif
terhadap karyawan, dan juga jajaran eksekutif.
5. Decreased operating cost
Beberapa

fungsi

bisnis

perusahaan

telah

meraskan

adanya

pengurangan biaya dan peningkatan pendapatan dengan melakukan
Corporate Social Initiatives. Secara sederhana, pengurangan biaya
operasional memungkinkan untuk dilakukan oleh perusahaan apabila
menerapkan 3R, yaitu Reduce waste, Reuse materials, dan Recycle,
penghematan air dan listrik.
6. Increased appeal to investors and financial analysts
Berbagai

bukti

telah

menyatakan

bahwa

perusahaan

yang

berkomitmen dalam CSR lebih diminati oleh investor. Mereka juga
memperoleh

kemudahan

untuk

memperoleh

pendanaan

dari

lembaga-lembaga keuangan.
Serupa dengan yang dinyatakan oleh Kotler, Yusuf Wibisono
(2007) mengungkapkan sepuluh manfaat penerapan CSR, yakni:
1.

Mempertahankan atau mendongkrak reputasi dan citra perusahaan.

2.

Layak mendapatkan social license to operate.

3.

Mereduksi risiko bisnis perusahaan.

4.

Melebarkan akses sumber daya.

16

5.

Membentangkan akses menuju market.

6.

Mereduksi biaya

7.

Memperbaiki hubungan dengan stakeholders.

8.

Memperbaiki hubungan dengan regulator.

9.

Meningkatkan semangat dan produktivitas karyawan.

10. Peluang mendapatkan penghargaan.
2.2. Teori Citra (Image)
Implementasi program CSR yang dilakukan oleh setiap perusahaan
memiliki tujuan yang berbeda-beda. Tidak dapat dipungkiri bahwa
Implementasi CSR akan memberikan dampak dan manfaat terhadap
perusahaan. Salah satu hal yang cukup menarik dari keuntungan pelaksanaan
program CSR adalah meningkatkan citra perusahaan. Sebuah perusahaan
memiliki keinginan untuk mempunyai citra yang baik dimata publik.
Menurut Frank Jefkins (1997), yaitu: “An image is the impression
gained according to knowledge and understanding of facts”. Citra (image)
adalah gambaran atau persepsi yang dimiliki seseorang berdasarkan
pengamatan terhadap suatu objek, yang ditimbulkan sebagai hasil
pengetahuan, pengertian, pemahaman, dan kesan tentang suatu objek tersebut
atau fakta-fakta yang diolah atau disimpan dalam pemikiran dan kepercayaan
seseorang terhadap objek tersebut.
Sedangkan menurut Kotler (2000), yaitu: “Image is the set of beliefs
and impressions a person holds regarding an object”. Dalam terjemahannya,
citra adalah perpaduan yang kompleks antara persepsi, impresi, dan perasaan
yang dimiliki oleh konsumen mengenai suatu produk ketika produk tersebut
dibandingkan dengan produk lain yang sejenis.
2.2.1. Jenis-Jenis Citra
Frank Jeffkins membagi citra atau image menjadi lima jenis, yaitu
1. Citra bayangan (Mirror Image)
Citra bayangan merupakan citra yang melekat pada orang atau pihak
dalam

organisasi,

yang

merupakan

anggapannya

mengenai

pandangan pihak luar terhadap organisasinya. Citra bayangan ini

17

seringkali

tidak

tepat

karena

informasi,

pengetahuan,

dan

pemahaman yang salah atau tidak memadai yang dimiliki oleh pihak
dalam organisasi mengenai pandangan pihak luar. Citra ini
cenderung positif, karena adanya anggapan bahwa pihak luar juga
berpandangan sama dengan pihak

dalam,

yaitu pandangan

organisasinya adalah yang paling hebat.
2. Citra yang berlaku (Current Image)
Merupakan kebalikan dari citra bayangan, yaitu citra yang melekat
pada organisasi yang dilihat oleh pihak luar organisasi. Citra yang
berlaku adalah citra yang dianut oleh pihak luar terhadap suatu
organisasi. Citra yang berlaku ini belum tentu sesuai dengan
kenyataan yang terjadi karena biasanya sangat dipengaruhi oleh
pengalaman ataupun pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang
selama ini. Citra ini cenderung negatif, karena sepenuhnya
ditentukan oleh banyak sedikitnya informasi yang dimiliki oleh
pihak luar organisasi.
3. Citra yang diharapkan (Wish Image)
Citra yang diharapkan adalah citra yang diinginkan oleh pihak
manajemen untuk dianut oleh pihak luar. Karena merupakan
harapan, maka seringkali citra yang diharapkan ini bersifat lebih
positif daripada citra yang sudah terbentuk.
4. Citra majemuk (Multiple Image)
Citra majemuk muncul dari tingkah laku individu yang ada di dalam
sebuah perusahaan, Citra ini tidak sesuai dengan citra perusahaan
yang telah dibentuk sebelumnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu
usaha untuk menekan variasi citra majemuk yang beredar agar citra
perusahaan secara keseluruhan dapat ditegakkan.
2.2.2. Citra Perusahaan (Corporate Image)
Citra perusahaan menunjukkan kesan obyek terhadap perusahaan
yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai
sumber informasi terpercaya. Citra perusahaan yang baik dimaksudkan
agar perusahaan dapat tetap hidup dan orang-orang di dalamnya terus

18

mengembangkan kreativitas bahkan memberikan manfaat yang lebih
berarti bagi orang lain.
Citra perusahaan (corporate image) adalah bagaimana suatu
perusahaan dipersepsikan dan dilihat oleh masyarakat atau publik,
dalam hal ini konsumen, pesaing, suplier, pemerintah dan masyarakat
umum. Citra perusahaan merupakan citra dari sebuah organisasi secara
keseluruhan, jadi bukan citra mengenai produk atau pelayanannya saja.
Citra ini terbentuk dari banyak hal positif, seperti sejarah
perusahaan, keberhasilan perusahaan, dan kegiatan sosial perusahaan.
Citra perusahaan terbentuk dari hasil kontak dengan perusahaan dan
menginterpretasikan

informasi

mengenai

perusahaan

tersebut.

Informasi-informasi tersebut didapatkan dari produk, iklan dari
perusahaan bahkan melalui program CSR yang dilakukan perusahaan.
Citra dapat terus berubah secara konsisten.
Perasaan puas atau tidaknya konsumen terjadi setelah mempunyai
pengalaman dengan produk maupun perusahaan yang diawali adanya
keputusan pembelian. Sehingga dapat disimpulkan keberadaan citra
perusahaan yang baik penting sebagai sumber daya internal obyek
dalam menentukan hubungannya dengan perusahaan. Pentingnya citra
perusahaan menurut
1. Menceritakan harapan bersama kampanye pemasaran eksternal. Citra
positif memberikan kemudahan perusahaan untuk berkomunikasi
dan mencapai tujuan secara efektif Sebagai penyaring yang
mempengaruhi persepsi pada kegiatan perusahaan. Citra positif
menjadi pelindung terhadap kesalahan kecil perusahaan.
2. Sebagai fungsi dari pengalaman dan harapan konsumen atas kualitas
pelayanan perusahaan,
3. Mempunyai pengaruh penting terhadap manajemen atau dampak
internal.

Citra

perusahaan

yang

kurang

jelas

dan

nyata

mempengaruhi sikap karyawan terhadap perusahaan.
Proses terbentuknya citra perusahaan berlangsung dalam beberapa
tahapan. Pertama, obyek mengetahui (melihat atau mendengar) upaya

19

yang dilakukan perusahaan dalam membentuk citra perusahaan. Yang
kedua adalah attention, yaitu memperhatikan upaya perusahaan
tersebut. Ketiga, setelah adanya perhatian obyek mencoba memahami
semua

upaya

perusahaan.

Keempat

adalah

terbentuknya

citra

perusahaan. Tahap kelima adalah citra perusahaan yang terbentuk akan
menentukan perilaku obyek sasaran dalam hubungannya dengan
perusahaan. Pemahaman yang berasal dari suatu informasi yang tidak
lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna.
Menurut Shirley Harrison-informasi yang lengkap mengenai citra
perusahaan meliputi empat elemen yakni
1. Personality : Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami
publik sasaran seperti perusahaan dapat dipercaya, perusahaan yang
mempunyai tanggung jawab sosial.
2. Reputation : Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini
publik sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain
seperti kinerja keamanan transaksi sebuah bank.
3. Value : Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan dengan kata lain
budaya perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap
pelanggan. Karyawan yang cepat tanggap terhadap permintaan
maupun keluhan pelanggan
4. Corporate Identity : Komponen yang mempermudah pengenalan
publik sasaran terhadap perusahaan seperti logo, warna, dan slogan.
2.2.3. Manfaat Citra Perusahaan yang Positif
Beberapa manfaat yang dihasilkan dari citra perusahaan yang
positif (positive corporate image) adalah (Philip Kotler dan Howard
Barich, 1991)
1.

Daya saing jangka menengah dan panjang yang mantap
Citra perusahaan yang baik dan kuat akan tumbuh menjadi
kepribadian perusahaan. Citra baik perusahaan dapat menjadi
keunggulan kompetitif perusahaan dan pembatas bagi perusahaan
saingan yang ingin memasuki segmen pasar yang dilayani
perusahaan tersebut.

20

2.

Menjadi perisai selama masa krisis
Operasi bisnis perusahaan tidak selamanya berjalan dengan mulus.
Ada kalanya menghadapi masa-masa kritis. Perusahaan dengan
citra baik memungkinkan masyarakat dapat memahami atau
memberikan maaf pada kesalahan yang dibuat perusahaan, yang
menyebabkan mereka mengalami krisis.

3.

Menjadi daya tarik eksekutif handal
Ekesekutif handal menjadi harta yang berharga bagi perusahaan
manapun. Mereka ibarat roda yang memutar operasi bisnis
sehingga tujuan usaha perusahaan dapat tercapai.

4.

Meningkatkan efektifitas strategi pemasaran
Citra baik perusahaan menunjang efektifitas strategi pemasaran
produk. Harapan perusahaan dengan citra baik untuk berhasil
menerjunkan produk atau merek baru ke pasar, jauh lebih besar
dibandingkan perusahaan yang belum banyak dikenal orang.

5.

Penghematan biaya operasional
Perusahaan dengan citra yang baik membutuhkan usaha dan biaya
yang lebih sedikit dibandingkan dengan perusahaan yang belum
dikenal konsumen untuk mempromosikan produk.

6.

Meningkatkan dukungan terhadap perusahaan atau produknya

7.

Menarik investor yang ideal dan meningkatkan loyalitas konsumen

8.

Memperoleh penghasilan yang stabil

9.

Meningkatkan kebanggaan dan loyalitas karyawan perusahaan

10. Meningkatkan hubungan baik dengan pemerintah dan media
11. Menjadi modal yang berharga dalam memenangkan persaingan
karena citra positif perusahaan merupakan keunggulan perusahaan
2.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data
2.3.1 Uji Validitas
Pengujian ini berfungsi untuk menunjukkan tingkat kemampuan
dari alat pengukur. Uji validitas menunjukkan sejauh mana alat
pengukur atau skor yang diperoleh mengukur hasil pengamatan yang

21

ingin diukur. Menurut Umar (2005), uji validitas menunjukkan sejauh
mana alat pengukur itu dapat mengukur hal yang ingin diukur.
Valid berarti instrumen yang digunakan dapat mengukur apa yang
hendak diukur. Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antar
variabel atau item dengan skor total variabel. Item yang mempunyai
korelasi positif dan nilai yang tinggi dengan skor total menunjukkan
bahwa item tersebut memiliki validitas yang tinggi pula. Nilai korelasi
ini dapat diketahui dengan menggunakan rumus teknik korelasi Product

n XY    X  Y 

Moment (Sugiyono, 2005) berikut:

r

n X

dimana:

2



  X  n Y   Y 
2

2

2



………………………….………………(1)

r = Indeks Validitas
X = Skor untuk masing-masing pertanyaan X
Y = Skor total masing-masing pertanyaan Y
n = Jumlah responden

Uji validitas dilakukan terhadap 30 responden. Bila diperoleh r
hitung lebih besar daripada r tabel yang ditentukan tingkat
kepercayaannya yakni 0,361 akibatnya pertanyaan pada kuisioner
mempunyai validitas konstruk atau terdapat konsistensi internal dalam
pertanyaan dan layak digunakan.
2.3.2. Uji Reliabilitas
Reliabilitas merupakan indeks yang menunjukkan konsistensi
suatu alat ukur didalam mengukur gejala yang sama sehingga alat ukur
dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Umar, 2003). Reliabel berarti
instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur obyek
yang sama akan menghasilkan data yang sama.
Kuisioner yang reliabel adalah kuisioner yang apabila dicobakan
secara berulang kepada kelompok responden yang sama akan
menghasilkan data yang sama. Dalam penelitian ini, teknik yang
digunakan untuk menghitung indeks reliabilitas adalah Alpha (ά )
Cronbach.

22

 b2
 k 


r11  
1

 t2
 k  1 






......................................................(2)
dimana : r11

=

Reliabilitas

instrumen
k

= banyak butir pertanyaan atau pernyataan

Σ σ
σ

b

t

2

2

= Jumlah ragam butir
= Ragam atau varian total

dengan rumus varian sebagai berikut

….................……………………….......... (3)
dimana :

n = jumlah responden
X = nilai skor yang dipilih (total nilai dari nomor-nomor
butir pertanyaan/pernyataan

Uji reliabilitas dilakukan terhadap 30 responden dan pengujian
reliabilitas dilakukan dengan membandingkan nilai Alpha Cronbach’s
dengan nilai rtabel yakni 0,60. Apabila nilai Alpha Cronbach’s lebih
besar dari nilai rtabel dan tidak bernilai negatif, maka dapat disimpulkan
bahwa kuesioner tersebut dapat diandalkan.
2.3.3. Tabulasi Sederhana
Fungsi tabulasi sederhana atau tabel satu variabel adalah untuk
mendeskripsikan ciri-ciri atau karakteristik dari suatu variabel. Selain
itu, untuk melihat persentase responden dalam memilih kategori
tertentu. Dalam analisis tabulasi sederhana ini, data yang diperoleh
diolah ke dalam bentuk persentase sebagai berikut
fi x 100% ..........................................................................(4)
∑fi
dimana :
fi
= jumlah responden yang memilih kategori tertentu
∑fi

= banyaknya jumlah responden

2.3.4. Tabulasi Silang
Tabulasi silang adalah teknik untuk membandingkan atau melihat
hubungan antara dua variabel atau lebih. Dalam tabulasi silang,
dihitung presentase responden untuk setiap kelompok agar mudah
dilihat hubungan antara dua variabel (Rangkuti, 1997).

23

2.3.5. Skala Likert
Skor penilaian responden pada penelitian ini menggunakan skala
Likert dengan skala 1-5.
Tabel 2. Tingkat kepentingan, Kepuasan, Kesetujuan dan
Kesediaan responden
Skala

1

2

3

4

5

Sangat Tidak
Penting
Sangat Tidak
Puas
Sangat Tidak
Setuju
Sangat Tidak
Bersedia

Tidak
Penting
Tidak
Puas
Tidak
Setuju
Tidak
Bersedia

Kurang
Penting
Kurang
Puas
Kurang
Setuju
Kurang
Bersedia

Penting

Sangat
Penting
Sangat Puas

Penilaian
Tingkat
Kepentingan
Tingkat
Kepuasan
Tingkat
Kesetujuan
Tingkat
Kesediaan

Penggolongan

kategori

berdasarkan

Puas
Setuju
Bersedia

nilai

yang

Sangat
Setuju
Sangat
Bersedia

diperoleh

dilakukan dengan cara mengalikan besarnya bobot pada kategori
tertentu yang telah ditetapkan dengan jumlah responden yang memasuki
kategori yang sama. Tahap selanjutnya adalah menentukan nilai ratarata untuk mengetahui ukuran pemusatan dengan rumus:

..............................................................(5)
Keterangan : X = nilai pengukuran
fi = Frekuensi kelas ke-i
n = Banyaknya Pengamatan
Hasil dari pengukuran rata-rata tersebut kemudian dipetakan ke
rentang skala yang mempertimbangkan informasi interval berikut:
..................(6)
Setelah besarnya interval diketahui, kemudian dibuat rentang
skala sehingga dapat diketahui dimana letak rata-rata penilaian
responden terhadap aspek-aspek dalam penelitian.

24

Tabel 3. Rentang Skala Penilaian Responden
Rentang skala penilaian
1,00 – 1,80
1,81 – 2,60
2,61 – 3,40
3,41 – 4,20
4,21 – 5,00

Keterangan
Sangat tidak setuju/bersedia/puas
Tidak setuju/bersedia/puas
Kurang setuju/bersedia/puas
Setuju/bersedia/puas
Sangat setuju/bersedia/puas

2.3.6. Metode IPA
Metode Importance and Performance Analysis (IPA) dalam
penelitian ini digunakan untuk melihat dan menganalisis sejauhmana
tingkat kepentingan (harapan) masyarakat terhadap beragam atribut
program JGC dan tingkat kinerja beragam atribut tersebut selama
penyelenggaraan program JGC. Hal ini dilakukan untuk melihat sejauh
mana kinerja beragam atribut program JGC dapat memenuhi bahkan
melampaui harapan masyarakat terhadap atribut tersebut.
Penilaian masyarakat terhadap program JGC didapatkan melalui
penilaian masyarakat dengan cara membandingkan tingkat kepentingan
atau harapan masyarakat terhadap atribut program JGC dengan tingkat
kinerja dari beragam atribut program tersebut kemudian dirangkaikan
dalam diagram kartesius.
Pada analisis IPA terdapat empat kuadran berdasarkan importance
dan performance-nya, yaitu:
1. Kuadran I, menunjukan atribut-atribut program yang dianggap
penting oleh masyarakat tetapi kinerja atribut tersebut dianggap
masih rendah. Karena itu atribut progam pada kuadran I sangat
direkomendasikan dan diwajibkan untuk ditingkatkan kinerjanya.
Pasalnya atribut pada kuadran ini merupakan atribut yang dianggat
sangat penting dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
2. Kuadran II, menunjukan atribut-atribut program yang dianggap
penting oleh pelanggan dan kinerja perusahaan untuk atribut ini juga
dinilai sudah baik, sehingga atribut program yang berada pada
kuadran II ini perlu dipertahankan (maintain) kinerjanya.

25

3. Kuadran III, menunjukan atribut-atribut program yang dianggap
tidak terlalu penting oleh pelanggan, sehingga kinerja atribut
program juga tergolong

rendah. Atribut pada kuadran III tidak

terlalu diprioritaskan.
4. Kuadran IV, menunjukan atribut-atribut program yang dianggap
tidak penting oleh pelanggan, tetapi kinerja atribut tersebut sangat
baik. Kinerja atribut pada kuadran IV dinilai berlebihan (overact).

Tinggi

Kuadran 2

Kuadran 1

Importance
Kuadran 3

Kuadran 4

Rendah
Rendah

Tinggi

Performance
Gambar 2. Importance and Performance Analysis
2.3.7. Customer Satisfaction Index
Customer Satisfaction Index pada penelitian ini digunakan untuk
mengukur kepuasan masyarakat terhadap kinerja atribut-atribut
program

JGC

secara

keseluruhan

dengan

pendekatan

yang

mempertimbangkan tingkat harapan dari faktor-faktor yang diukur.
Tahapan untuk mengukur Customer Satisfaction Index menurut
Oktaviani dan Suryana (2006) adalah:
1. Menghitung Weighting Factors, dengan cara membagi nilai rata-rata
Importance Score yang diperoleh tiap-tiap faktor dengan total
Importance Score secara keseluruhan. Hal ini untuk mengubah nilai
kepentingan (Importance Score) menjadi angka persentasi, sehingga
didapatkan total Weighting Factor 100 persen;
2. Mengalikan nilai Weighting Factors dengan Satisfaction Score (nilai
kepuasan), sehingga didapatkan nilai Weighted Score;

26

3. Menjumlahkan Weighted Score dari setiap faktor, hasilnya disebut
Weighted Average;
4. Membagi Weighted Average dengan skala maksimum yang
digunakan dalam penelitian, kemudian dikalikan 100 persen.
Hasilnya adalah Satisfaction Index.
2.4. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Robertus Adidharma (2008) melakukan penelitian yang berjudul
“Strategi CSR untuk Membentuk Corporate image yang positif (Studi kasus
pada PT Pancaprima Ekabrothers)”. Penelitian deskriptif eksplanatori ini
mempelajari penerapan CSR PT. Pancaprima Ekabrothers dan mengidentifikasi
Corporate image yang tercipta di masyarakat Jati Uwung sekitar pabrik. Metode

analisis yang digunakan adalah korelasi pearson’s product moment dan
regresi linear sederhana, dimana variabel independent adalah program CSR
PT. Pancaprima Ekabrothers sedangkan variabel dependent adalah Corporate
Image yang terbentuk akibat kegiatan CSR.
Hasil

penelitian

Adidharma

menunjukkan

bahwa

responden

menanggapi positif kegiatan CSR yang dilakukan PT. Pancaprima
Ekabrothers. Hal ini terlihat dengan adanya persepsi yang baik dari responden
terhadap aktivitas CSR perusahaan pada sektor sosial (mean=3,53), sektor
pendidikan (mean=3,84), bidang lingkungan (mean=3,83), sektor sarana dan
prasarana (mean=3,03), Sektor kesehatan (mean=3,51).
Hasil Penelitian Adhidarma juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang sangat kuat dan positif antara kegiatan CSR PT. Pancaprima
Ekabrothers dengan corporate image yang tercipta dengan angka korelasi
sebesar 0,928. Artinya, semakin baik persepsi kegiatan CSR yang tercipta,
maka semakin baik juga corporate image yang tercipta.
Angga Prabowo (2009) melakukan penelitian yang berjudul ‘Kajian
Efektivitas Program CSR Yayasan Unilever Indonesia (Studi Kasus: wilayah
Pasarminggu, Jakarta). Hasil penelitian Prabowo menyatakan bahwa Program
CSR unilever yang dilaksanakan oleh Yayasan Unilever Indonesia di daerah
Pasarminggu terdiri dari beberapa kegiatan utama yakni program kecintaan
Lingkungan, program Daur ulang Sampah dan Program Pendidikan.

27

Hasil penelitian Prabowo menunjukkan bahwa Faktor Penerima
Bantuan (mean=4,27), Faktor Organisasi (mean=4,63) dan Faktor Prioritas
Kebutuhan (mean= 4,31) adalah faktor yang sangat mempengaruhi efektivitas
implementasi program CSR Unilever di daerah tersebut. Program CSR
Unilever yakni Program kecintaan Lingkungan dan Program Daur ulang
Sampah dinilai sangat efektif dengan nilai mean masing-masing sebesar 4,59
dan 4,55 sedangkan Program Pendidikan dinilai efektif dengan nilai mean
score sebesar 3,89.
Carla Adityarini (2009) melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh
Aktivitas CSR terhadap Corporate Image dalam meningkatkan citra positif
perusahaan (PT. Coca Cola Bottling Indonesia)”. Penelitian ini dilakukan
untuk mempelajari pengaruh penerapan aktivitas CSR terhadap Corporate
image yang tercipta. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi

linear sederhana dan korelasi pearson’s product moment dimana aktivitas
CSR PT. Coca Cola Bottling Indonesia menjadi variabel independent
sedangkan Corporate Image yang terbentuk akibat kegiatan CSR menjadi
variabel dependent.
Penelitian Adityarini menunjukkan bahwa responden penelitian setuju
dan mendukung implementasi program CSR perusahaan dengan mean score
sebesar 3,8875. Dari kedelapan program CSR PT. Coca Cola Bottling
Indonesia, program cinta air dengan pembuatan 22 sumur di Dusun Wangkal,
Desa Kalijaya, Bekasi merupakan program CSR yang paling menonjol dan
paling baik sehingga mendapatkan apresiasi yang lebih baik dari responden.
Pada aspek citra perusahaan, hasil penelitian Adityarini menunjukkan
bahwa responden menganggap PT. Coca Cola Bottling Indonesia sebagai
perusahaan yang peduli terhadap masyarakat dan lingkungan melalui aktivitas
CSR yang dilakukan. Terdapat pengaruh yang positif dan hubungan yang
kuat antara aktivitas CSR PT. Coca Cola Bottling Indonesia terhadap
Corporate Image dengan nilai uji korelasi sebesar 0,755.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

Analisis Konsep Peningkatan Standar Mutu Technovation Terhadap Kemampuan Bersaing UD. Kayfa Interior Funiture Jember.

2 215 9

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63