Pengetahuan, Sikap Dan Perilaku Bidan Puskesmas Di Kota Medan Tentang Pap Smear Dan Kanker Serviks

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Kanker serviks adalah keganasan primer dari serviks uteri (kanalis

servikalis dan atau porsio).Kanker serviks adalah kanker terbanyak kelima
pada wanita di seluruh dunia dan diperkirakan terdapat 493,000 kasus
baru dan 274,000 kematian pertahun pada tahun 2002. Seluruh dunia
rasio mortality to incidence adalah 55%. Sesungguhnya penyakit ini dapat
dicegah bila program skrining dan pelayanan kesehatan diperbaiki.
Insidens dan mortalitas kanker serviks di dunia menempati urutan kedua
setelah kanker payudara. Sementara itu di Negara berkembang masih
menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian akibat kanker
pada wanita usia reproduktif. Hampir 80% kasus berada di Negara
berkembang. Sebelum tahun 1930, kanker serviks ini masih merupakan
penyebab utama kematian wanita dan kasusnya turun secara drastis
semenjak diperkenalkan teknik skring pap smear oleh Papanicolauo.1,2
Diperkirakan terdapat 10.370 kasus baru kanker serviks invasif
yang didiagnosis di Amerika Serikat pada tahun 2005. Pada tahun yang

sama, 3.170 pasien diperkirakan meninggal akibat kanker serviks. Jumlah
ini mendekati 1,3% dari kematian akibat kanker pada wanita dan 13% dari
kematian akibat kanker ginekologi. Kematian yang berhubungan dengan
kanker serviks menurun drastis dalam 80 tahun terakhir, dari 30/100.000
pada tahun 1930 menjadi 3,8 per 100.000 di tahun 2000. Sejak 1982
angka kematian yang berkaitan dengan kanker serviks menurun 1,5% per

20
Universitas Sumatera Utara

tahun. Total jumlah wanita yang didiagnosis kanker serviks di Amerika
Serikat pada tahun 1999 adalah 12.900 dengan kematian yang berkaitan
dengan kanker sejumlah 4.400, sedangkan jumlah wanita yang mengidap
kanker serviks di seluruh dunia sekitar 471.000 dengan angka kematian
215.000.3,4,5,6
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) onkogenik risiko tinggi diduga
merupakan penyebab yang berperan paling besar untuk terjadinya kanker
serviks dimana HPV ini secara geografis tersebar luas di seluruh dunia.
Pada kanker serviks invasif, sekitar 99,7% DNA HPV dapat diisolasi
dimana 75% adalah HPV tipe 16 yang berhubungan dengan kanker

serviks tipe skuamosa dan kanker serviks tipe adenokarsinoma 82,5%
berhubungan dengan HPV tipe 18. Sementara faktor risiko minor adalah
paritas tinggi dengan jarak persalinan pendek, hubungan seksual dini
dibawah 17 tahun, pasangan seksual multipel, perokok aktif dan pasif,
status sosial ekonomi rendah dan higiene yang jelek. Sedangkan
kofaktornya antara lain : infeksi Chlamydia trachomatis, HSV-2, HIV/AIDS,
infeksi kronis lainnya.1,3,4,5
Kanker serviks merupakan kanker dengan insiden cukup tinggi
pada wanita di Indonesia. Setiap tahun di perkirakan adanya 15.000 kasus
baru kanker serviks dan 7.500 kanker yang terkait dengan kematian
dilaporkan. Kanker serviks merupakan kanker kedua yang paling sering
pada wanita usia reproduktif 15-44 tahun di Indonesia.7
Data Surveilans Terpadu Penyakit Berbasis Rumah Sakit Sentinel
di Sumatera Utara (STPRS.SEN) (2005) proporsi penderita kanker serviks

21
Universitas Sumatera Utara

rawat inap adalah 26,01% (58 kasus) dari 223 kasus kanker.8 Menurut
penelitian yang dilakukan oleh Siboro R, di Rumah Sakit Umum H. Adam

Malik Medan (2001-2005), proporsi penderita kanker serviks yaitu 14,29%
(306 kasus) dari 2141 kasus kanker.9,10
Hal tersebut menjadikan alasan mengapa deteksi dini atau
penapisan terhadap kanker leher rahim penting. Saat ini, penapisan
merupakan upaya terbaik dalam menangani kanker serviks, mengingat
tidak sedikit beban kesehatan yang dikeluarkan untuk menangani kanker
ini. Program penapisan nasional diperlukan untuk menurunkan insiden
kanker serviks dan memperluas cakupan penapisan ke seluruh daerah di
Indonesia. Dalam menyusun suatu program yang akan terintegrasi dalam
program kesehatan negara, banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan.
Salah satu aspek tersebut adalah kesiapan tenaga kesehatan yang akan
berkecimpung dalam program penapisan ini nantinya.11
Saat ini, memang sudah terdapat program penapisan kanker
serviks di beberapa puskesmas. Sampai saat ini pap smear masih
digunakan sebagai sarana deteksi dini karena sederhana, murah, teknik
mudah, dan diterima oleh masyarakat. Di Indonesia alat yang lazim
dipakai baik oleh bidan, dokter umum maupun sebagian besar dokter
spesialis obgin untuk melakukan pap smear adalah spatula ayre, baik
yang terbuat dari kayu maupun plastik. Tapi sebelum bidan dan perawat
memberikan penyuluhan kesehatan di rumah sakit tersebut hendaknya

menguasai tentang bahaya kanker serviks. Sebagai usaha, diawali oleh
pengetahuannya terhadap penyakit ini. Kemudian, pengetahuan tersebut

22
Universitas Sumatera Utara

akan menimbulkan respon bathin dalam bentuk individu.

12

Karena itu

akan sangat berdampak untuk meningkatkan pelayanan kesehatan serta
tentang tingkat pengetahuan, sikap dan cara pencegahannya secara dini
untuk menurunkan insidensi kanker serviks.
Di negara maju pap smear telah terbukti mampu menemukan lesi
pra kanker, menurunkan insiden dan sekaligus angka kematian akibat
kanker serviks. Insiden kanker serviks turun 70-80% dalam 10 tahun sejak
program skrining dimulai.1
Jelaslah bahwa kanker serviks merupakan penyakit keganasan

pada wanita yang dapat dicegah manakala ditemukan pada stadium
prakanker, pencegahan yang dapat dilakukan dapat berupa pencegahan
primer, yaitu menghindari semua faktor risiko, pencegahan sekunder
dengan cara melakukan deteksi dini yang menyeluruh dengan melakukan
pap smear, dan pencegahan tersier dengan upaya menurunkan tingkat
morbiditas terhadap penyakit kanker serviks.
Perlu pengetahuan, sikap dan perilaku yang memadai tentang
segala sesuatu mengenai kanker serviks dan deteksi dini/pencegahan
untuk menurunkan insidensi kanker serviks tersebut. Bidan di Puskesmas
Kota Medan adalah ujung tombak pelayanan dan pencegahan terhadap
kanker

serviks,

karena

kedekatannya

dengan


masyarakat

di

lingkungannya dan merupakan tempat mencari informasi tentang semua
masalah kesehatan. Sehingga, diperlukan kesiapan tenaga kesehatan
termasuk bidan dalam upaya untuk pencegahan/deteksi dini kanker
serviks melalui pengetahuan, sikap, dan perilaku bidan terhadap kanker

23
Universitas Sumatera Utara

serviks. Penelitian mengenai tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku
bidan yang bekerja di puskesmas mengenai kanker serviks saat ini masih
terbatas, oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti hal tersebut.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, dapat dirumuskan:


bagaimana gambaran pengetahuan, sikap, dan perilaku bidan puskesmas
di Kota Medan tentang pap smear dan kanker serviks?

1.3

Hipotesis Penelitian
Adanya hubungan antara faktor – faktor karakteristik bidan yang

meliputi umur, latar belakang pendidikan, dan lama kerja dengan tingkat
pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai kanker serviks dan pap
smear.

1.4

Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku bidan
Puskesmas di Kota Medan terhadap kanker serviks dan pap smear

sebagai alat deteksi dini kanker serviks.
1.4.2 Tujuan Khusus
1.. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik bidan Puskesmas
di Kota Medan dengan tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku
terhadap kanker serviks dan papsmear

24
Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan, sikap,dan
perilaku bidan Puskesmas di Kota Medan terhadap kanker serviks
dan pap smear .
3. Untuk mengetahui kesiapan bidan Puskesmas di Kota Medan
dalam menjalankan program penapisan kanker serviks terutama
pap smear.

1.5

Manfaat Penelitian


1. Didapatkan data mengenai tingkat pengetahuan,sikap dan perilaku
bidan Puskesmas di Kota medan terhadap kanker serviks dan pap
smear sebagai alat deteksi dini kanker serviks.
2. Dapat dijadikan sebagai data dasar dalam merancang program
pelatihan deteksi dini kanker serviks bagi tenaga pelayanan
kesehatan primer, terutama bidan. untuk mengurangi insiden
kanker serviks.
3. Hasil

penelitian

ini

dapat

menjadi

acuan

untuk


penelitian

selanjutnya.

25
Universitas Sumatera Utara