B1J010196 12.

II. TELAAH PUSTAKA
Limbah cair tekstil merupakan limbah yang dihasilkan dari tahap pengkanjian,
penghilangan

kanji,

penggelantangan,

pemasakan,

merserisasi,

pewarnaan,

pencetakan dan proses penyempurnaan. Tahap tahap tersebut merupakan sumber
limbah cair utama karena menghasilkan limbah cair sekitar 80% dan mengandung
bahan berbahaya seperti logam berat yang banyak berasal dari proses pewarnaan. Di
dalam proses pewarnaan dan penyempurnaan bahan tekstil digunakan zat warna
seperti indigo dan azo yang mengandung logam berat (Pratiwi, 2010). Karakteristik
limbah tekstil adalah mempunyai intensitas warna sebesar 50-2500 skala Pt-Co, hal
ini menyebabkan limbah cair tekstil sebagian besar ditandai dengan tingginya zat

organik, pH serta logam berat (Purwaningsih, 2008).
Salah satu logam berat yang berasal dari zat warna yang digunakan pada industri
tekstil adalah logam berat kadmium (Purwaningsih, 2008). Menurut Pal et al. (2006),
kadmium (Cd) termasuk ke dalam logam berat non esensial, pada konsentrasi yang
tinggi Cd merupakan logam berat yang bersifat karsinogen, mutagenik dan
teratogenik, logam Cd memiliki waktu paruh (biological life) yang panjang dalam
tubuh organisme apabila terakumulasi berkisar 10-30 tahun karena tidak dapat
didegradasi. Kadmium (Cd) termasuk ke dalam salah satu logam berat yang banyak
dijumpai di perairan yang menerima limbah tekstil, pewarna, cat, fotografi dan
pembuatan baterai (Nasution, 2011).
Soemirat (2005) menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian pada tanaman
padi yang dilakukan oleh Miller et al. di Toyama Jepang pada tahun 2001, tanaman
padi diambil dari persawahan yang mendapat irigasi dari air buangan penambangan
timah dan bijih seng. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa padi yang dipanen
mengakumulasi logam berat Cd dalam jumlah yang tinggi. Tingginya logam berat
Cd pada padi yang dipanen mengakibatkan penduduk yang mengkonsumsi padi

bio.unsoed.ac.id

tersebut menderita penyakit itai-itai yakni tulang mengalami pelunakan, kemudian

menjadi rapuh dan otot mengalami kontraksi karena kehilangan sejumlah kalsium.
Berdasarkan penelitian Widowati (2011) dapat diketahui bahwa keracunan Cd juga
dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan jaringan testiscular, kerusakan
ginjal dan sel-sel darah merah. Mengingat air limbah yang mengandung logam berat
Cd bersifat berbahaya, maka jika limbah tersebut dibuang ke lingkungan tanpa
pengolahan terlebih dahulu akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Besarnya
6

pencemaran yang ditimbulkan dari buangan limbah cair dapat diketahui dengan cara
biomonitoring.
Menurut Rumahlatu (2012), biomonitoring adalah suatu rangkaian proses
evaluasi kualitas lingkungan dengan cara mengukur keberadaan polutan tertentu di
dalam matriks lingkungan. Pengukuran matriks lingkungan dapat dilakukan dengan
memperhatikan keanekaragaman, kepadatan, pola distribusi suatu organisme dan
mengkorelasikan dengan faktor-faktor lingkungan seperti substrat dan pH. Matriks
lingkungan yang diamati dalam sebuah monitoring meliputi matriks lingkungan
sebelum menerima buangan limbah dengan memperhatikan rona lingkungan pada
matriks tersebut, matriks lingkungan tepat limbah tersebut dibuang ke badan perairan
dan matriks lingkungan setelah mendapatkan aliran buangan limbah. Rona
lingkungan pada kawasan tersebut adalah persawahan dan pemukiman penduduk

yang terdapat sungai dan menerima aliran buangan limbah. Analisis polutan juga
dilakukan pada jaringan dan organisme yang terpapar logam berat sehingga dapat
memberikan informasi tentang status atau kualitas suatu lingkungan. Rudiyanti
(2009) telah melakukan penelitian tentang penentuan kualitas perairan Sungai
Banger Pekalongan berdasarkan indikator biologis. Data yang diperoleh dari hasil
analisis menunjukkan bahwa matriks lingkungan yang berada di area setelah
mendapat aliran buangan limbah lebih tercemar dibandingkan matriks lingkungan
yang berada di area sebelum mendapat buangan limbah. Informasi dari hasil analisis
kimia pada jaringan dan molekul organisme dapat memberikan data tentang tingkat
akumulasi suatu senyawa yang keberadaannya dapat membahayakan sistem tubuh
suatu organisme.
Organisme yang dapat dijadikan bioindikator dalam sebuah monitoring
lingkungan dapat berupa organisme yang terdapat di lingkungan tersebut. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa metode monitoring lingkungan telah banyak
digunakan sebagai indikator untuk mengestimasi pencemaran di suatu tempat pada

bio.unsoed.ac.id

lingkungan tertentu dengan menganalisis konsentrasi logam berat pada suatu
organisme (Rumahlatu, 2011). Salah satu organisme yang dapat dijadikan

bioindikator adalah tanaman kangkung.
Secara umum, tanaman termasuk kangkung dapat menyerap logam berat dari
media tanah, air maupun udara yang telah tercemar logam berat karena tanaman
memiliki kemampuan untuk menyerap unsur mineral termasuk logam berat (Irwan,
2008). Kemampuan tanaman dalam proses penyerapan tersebut dikarenakan adanya
7

suatu protein fitokelatin, sejenis metallothionein dalam tanaman yang dapat mengikat
logam (Liong et al., 2009). Fitokelatin dibentuk di dalam nukleus yang kemudian
melewati retikulum endoplasma (RE), aparatus golgi, vesikula sekretori untuk
sampai ke permukaan sel, apabila bertemu dengan logam berat fitokelatin akan
membentuk ikatan sulfida di ujung belerang pada sistein dan membentuk senyawa
kompleks, sehingga logam akan terbawa menuju jaringan tumbuhan (Salisbury dan
Ross, 1995).
Menurut Priyanto dan Prayitno (2007), mekanisme penyerapan dan akumulasi
logam berat oleh tanaman dapat dibagi menjadi tiga proses yang berkesinambungan
yaitu; 1) penyerapan logam oleh akar, agar tanaman dapat menyerap logam maka
logam harus dibawa ke dalam larutan di sekitar akar (rizosfer). Senyawa-senyawa
yang larut dalam air biasanya diambil oleh akar bersama air, sedangkan senyawasenyawa hidrofobik diserap oleh permukaan akar; 2) translokasi logam dari akar ke
bagian tanaman lain, setelah logam menembus endodermis akar, logam atau senyawa

asing mengikuti aliran transpirasi ke bagian atas tanaman melalui jaringan
pengangkut (xilem dan floem) ke bagian tanaman lain; 3) lokalisasi logam pada
bagian sel tertentu untuk menjaga agar tidak menghambat metabolisme tubuh
tanaman dan mencegah tanaman mengalami keracunan logam misalnya dengan
menimbun logam di dalam vakuola. Tanaman yang mampu mengakumulasi logam
berat salah satu diantaranya adalah kangkung air (Ipomoea aquatica Forsk.).
Kangkung air (I. aquatica Forsk.) merupakan genus dari Ipomoea (Lampiran 1);
tanaman tersebut termasuk dalam tanaman sayuran yang mudah dibudidayakan dan
dapat tumbuh secara liar di perairan yang tidak terlalu dalam atau selokan. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa kangkung air (I.aquatica Forsk.) adalah tanaman
yang mampu menetralkan lingkungan dari pencemaran logam berat karena tanaman
tersebut salah satu tanaman yang hiperakumulator terhadap logam berat (Rukmana,
2004). Berdasarkan penelitian Paramita (2012) dalam Wulandari et al. (2014),

bio.unsoed.ac.id

kemampuan kangkung air dalam menyerap logam berat berat Pb adalah sebesar
10,69 ppm dengan konsentrasi penyerapan logam berat Pb pada bagian akar tanaman
ialah 10 ppm, sedangkan berdasarkan penelitian Lestari (2013), I.aquatica adalah
tanaman yang potensial mengakumulasi kadmium (Cd) dibanding tembaga (Cu),

tetapi tidak efektif mengakumulasi arsen (As). Penelitian Liong et al. (2009)
melaporkan bahwa penggunaan tanaman kangkung untuk memonitoring status
pencemaran lingkungan oleh logam berat Cd sangat efektif untuk dilakukan, karena
8

akar merupakan bagian tanaman yang pertama kali berinteraksi dengan Cd yang
banyak terkandung di dalam tanah.
Zhou et al. (2008) menjelaskan bahwa analisis pencemaran lingkungan oleh
logam

berat

selain

menggunakan

kompartemen

biotik


seperti

tanaman

hiperakumulator juga dapat menggunakan pendekatan langsung melalui analisis
kompartemen abiotik seperti air dan sedimen. Keberadaan logam berat Cd dalam
sedimen secara alami diduga berasal dari proses-proses alami seperti abrasi dari
sungai dan akivitas masyarakat, seperti pembuangan limbah pasar dan limbah rumah
tangga. Menurut Nordic (2003), sumber - sumber logam berat Cd berasal dari
sumber yang bersifat alami dari lapisan kulit bumi seperti masukan dari sungaisungai, abrasi dari pantai akibat aktivitas gelombang, masukan dari laut dalam yang
berasal dari aktivitas geologi gunung berapi laut dalam dan masukan dari udara yang
berasal dari atmosfer sebagai partikel-partikel debu.
Analisis sedimen dan air pada lingkungan yang tercemar dapat digunakan untuk
mengestimasi status pencemaran lingkungan karena logam berat yang masuk ke
dalam lingkungan seperti perairan akan mengalami pengendapan sebanyak 90%
konsentrasi logam berat khususnya logam berat Cd yang masuk ke dalam suatu
lingkungan umumnya akan terendapkan dalam sedimen (Rumahlatu, 2011).
Leiwakabessy (2005) juga melaporkan bahwa logam berat mempunyai sifat yang
mudah mengikat bahan organik, mengendap di dasar perairan dan bersatu dengan
sedimen, sehingga sedimen sangat representatif untuk merekam akumulasi logam

berat di perairan.
Berdasarkan penelitian Rochayatun et al. (2006) pada distribusi logam berat
dalam air dan sedimen di perairan muara sungai Cisadane, diperoleh hasil bahwa
kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni dalam sedimen lebih tinggi daripada di
perairan. Berdasarkan penelitian Edward & Taufik (2006) di perairan Halmahera
Maluku Utara juga menunjukkan bahwa kadar logam berat Pb, Cd, Cu, Zn, Ni

bio.unsoed.ac.id

dalam sedimen lebih tinggi dibandingkan di perairan. Sedimen berperan penting di
dalam penentuan kualitas air, karena sedimen sebagai tujuan akhir tempat
penampungan dari logam-logam berat. Berdasarkan penelitian Marasabessy et al.
(2010), konsentrasi logam pada sedimen berhubungan langsung dengan fraksi
sedimen, pada umumnya sedimen lumpur memiliki kapasitas lebih besar dalam
mengakumulasi logam. Hal ini dikarenakan substrat yang halus cenderung memiliki
permukaan yang lebih luas yang berguna dalam penyerapan logam.
9

Kandungan logam di dalam suatu perairan dapat dipengaruhi oleh pH dan
kondisi cuaca lingkungan. Nilai pH air dapat mempengaruhi akumulasi logam berat

dalam air, sedimen dan organisme perairan karena semakin rendah pH air dan pH
sedimen maka logam berat semakin larut dalam air (bentuk ion) sehingga semakin
mudah masuk ke dalam organisme perairan (Manahan, 2002). Kenaikan pH akan
menurunkan kelarutan logam dalam air, karena akan mengubah logam dari bentuk
karbonat menjadi bentuk hidroksi yang membentuk ikatan dengan partikel pada
badan air (Darmono, 1995).

bio.unsoed.ac.id

10