B1J010196 11.

I. PENDAHULUAN
Pekalongan merupakan kota yang diberi sebutan kota batik karena di kota
tersebut terdapat ratusan industri tekstil baik skala besar maupun skala kecil (rumah
tangga). Menurut Data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Pekalongan,
pada tahun 2001 di kota tersebut terdapat 177 unit industri besar dan sedang di
bidang tekstil. Industri tekstil yang termasuk ke dalam usaha di bidang sandang ini
mempunyai dampak positif dan negatif. Dampak positifnya adalah terpenuhinya
kebutuhan tekstil di pasar domestik maupun pasar ekspor serta memberikan banyak
lapangan pekerjaan bagi masyarakat di kota tersebut. Dampak negatifnya adalah
terjadinya pencemaran lingkungan akibat limbah cair yang dihasilkan (Pratiwi,
2010).
Limbah cair yang dihasilkan pabrik tekstil salah satunya berasal dari proses
pewarnaan yang menggunakan bahan pewarna sintetis. Pratiwi (2010) menyatakan,
zat pewarna tekstil yang digunakan dalam proses pewarnaan adalah campuran dari
senyawa organik tidak jenuh, kromofor dan auksokrom yang mengandung logamlogam berat berbahaya sebagai pengaktif kerja kromofor dan pengikat warna dengan
serat kain. Logam berat berbahaya yang terdapat dalam bahan pewarna salah satu di
antaranya adalah logam berat kadmium (Cd). Penggunaan bahan pewarna pada tahap
pewarnaan menimbulkan warna pada limbah cair yang dihasilkan dan dapat
menyebabkan pencemaran lingkungan perairan jika limbah tersebut dibuang ke
lingkungan tanpa pengolahan terlebih dahulu.
Terjadinya pencemaran pada badan air termasuk sungai akan menurunkan

kualitas perairan sehingga daya dukung perairan tersebut terhadap organisme akuatik
yang hidup di dalamnya akan turun. Hal ini dapat mengganggu kehidupan normal
ikan yang hidup di dalamnya. Masalah pencemaran air menimbulkan berbagai
akibat, salah satunya adalah kematian ikan (Alkassasbeh et al., 2009 dalam Pratiwi,

bio.unsoed.ac.id

2010). Berdasarkan informasi dari Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten
Pekalongan, pabrik tekstil di Pekalongan belum semuanya mempunyai instalasi
pengolahan limbah cair (IPAL) meskipun sudah ada yang memiliki IPAL akan tetapi
kapasitasnya belum memadai. Oleh karena itu, memungkinkan sekali terjadinya
pencemaran oleh limbah cair industri tekstil yang dibuang ke lingkungan.
Kadmium (Cd) termasuk logam dalam elemen ke-48 dan merupakan anggota
dari kelompok 12 pada sistem tabel periodik. Cd di lingkungan berasal dari beberapa
3

sumber yaitu sumber alami, pertambangan dan industri. Cd merupakan logam lunak
berwarna putih perak dan mudah teroksidasi oleh udara bebas. Kadar Cd pada
perairan tawar alami sekitar 0,0001-0,01 mg.l-1, sedangkan di perairan laut sekitar
0,0001 mg.l-1 (McNelly et al., 1979). Di perairan yang diperuntukkan bagi

kepentingan pertanian dan peternakan, kadar kadmium sebaiknya tidak melebihi 0,05
mg.l-1, sedangkan untuk melindungi kehidupan pada ekosistem akuatik, perairan
sebaiknya memiliki kadar kadmium sekitar 0,0002 mg.l-1 (Moore, 1991). Di dalam
lingkungan melalui penyebaran yang luas setelah logam berat Cd memasuki badan
air, 90 % konsentrasi Cd umumnya terendapkan dalam sedimen dan terakumulasi di
dalam tanaman yang tumbuh di sekitar lingkungan tersebut (Rumahlatu, 2011).
Akumulasi Cd yang telah melebihi batas toleransi di dalam tubuh organisme akan
menimbulkan efek toksik.
Salah satu tanaman yang mampu mengakumulasi logam berat Cd adalah
Ipomoea aquatica Forsk. (kangkung air) yang banyak tumbuh di area sekitar saluran
buangan air limbah tekstil. Menurut Priyanto & Prayitno (2007) tanaman kangkung
mampu mengakumulasi logam berat Cd melalui mekanisme rhizofiltrasi yaitu
penyerapan oleh akar kemudian logam dibawa ke dalam larutan di sekitar akar
(rizosfer), logam ditranslokasikan dari akar ke bagian tubuh tanaman dan tanaman
akan menimbun logam di dalam bagian tertentu seperti akar, daun dan vakuola.
Sejauh ini di area sekitar pembuangan limbah cair industri tekstil banyak
ditanami tanaman kangkung oleh masyarakat untuk dikonsumsi sendiri atau dijual.
Tanaman kangkung yang dibudidaya di area tersebut kemungkinan besar telah
mengakumulasi logam berat Cd. Hal tersebut akan membahayakan kesehatan
masyarakat jika mengkonsumsi tanaman kangkung yang kadar kadmiumnya di atas

batas ambang. Batas kadar Cd maksimum yang diperbolehkan di perairan adalah
0,01 mg.l-1 (PP No.82 Th.2001 Tentang Kualitas Air). Sampai saat ini belum
ditemukan informasi tentang kandungan logam berat Cd yang terdapat pada sedimen,

bio.unsoed.ac.id

air dan tanaman kangkung yang tumbuh di area sekitar pembuangan limbah cair
industri tekstil. Mengingat logam berat Cd memiliki efek toksik yang tinggi dan
dapat membahayakan kehidupan organisme maka perlu dilakukan penelitian untuk
memonitoring lingkungan tentang hal tersebut. Monitoring lingkungan dapat
dilakukan dengan cara menganalisis logam berat pada sedimen, air dan tanaman
kangkung yang terdapat pada rona lingkungan yang berbeda.

4

Permasalahan yang muncul adalah: berapakah kadar logam Cd pada tanaman
kangkung, sedimen dan air di aliran limbah pabrik tekstil; pada rona lingkungan
manakah kandungan logam Cd paling tinggi. Berdasarkan permasalahan yang
muncul maka dilakukan penelitian di area aliran pembuangan limbah cair pabrik
tekstil PT “X” di Pekalongan dengan tujuan untuk mengetahui:

1.

Kadar logam Cd pada tanaman kangkung, sedimen, dan air di aliran limbah
pabrik tekstil di rona lingkungan yang berbeda.

2.

Kandungan logam Cd tertinggi di rona lingkungan yang berbeda.
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan

informasi mengenai kandungan logam berat Cd pada tanaman kangkung, sedimen,
air dan mengetahui kandungan logam Cd tertinggi pada rona lingkungan berbeda
sebagai masukan bagi pemangku kepentingan dalam membuat kebijakan
pengelolaan.

bio.unsoed.ac.id

5