Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

17

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Hakikat Matematika
Hakikat matematika artinya menguraikan apa sebenarnya matematika itu,
baik ditinjau dari arti kata matematika, karakteristik matematika sebagai suatu
ilmu, maupun peran dan kedudukan matematika diantara cabang ilmu
pengetahuan serta manfaatnya. Matematika merupakan salah satu bidang studi
yang diajarkan di SMP. Seorang guru SMP yang akan mengajarkan
matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui dan memahami objek
yang akan diajarkannya, yaitu matematika. Untuk menjawab pertanyaan
“Apakah matematika itu ?” tidak dapat dengan mudah dijawab.
Hal ini dikarenakan sampai saat ini belum ada kepastian mengenai
pengertian matematika karena pengetahuan dan pandangan masing-masing dari
para ahli yang berbeda-beda. Ada yang mengatakan bahwa matematika adalah
ilmu tentang bilangan dan ruang, matematika merupakan bahasa simbol,
matematika adalah bahasa numerik, matematika adalah ilmu yang abstrak dan
deduktif, matematika adalah metode berpikir logis, matematika adalah ilmu
yang mempelajari hubungan pola, bentuk dan struktur, matematika adalah

ratunya ilmu dan juga menjadi pelayan ilmu yang lain.
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari.
Perkataan itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau

18

ilmu (knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata
lainnya yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar
(berpikir). Jadi, berdasarkan asal katanya, maka perkataan matematika berarti
ilmu pengetahuan yang didapat dengan berpikir (bernalar). Matematika lebih
menekankan kegiatan dalam dunia rasio (penalaran), bukan menekankan dari
hasil eksperimen atau hasil observasi. Matematika terbentuk karena pikiranpikiran manusia, yang berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.
Matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara
empiris. Kemudian pengalaman itu diproses di dalam dunia rasio, diolah secara
analisis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampai terbentuk
konsep-konsep matematika supaya konsep-konsep matematika yang terbentuk
itu mudah dipahami oleh orang lain dan dapat dimanipulasi secara tepat, maka
digunakan bahasa matematika atua notasi matematika yang bernilai global
(universal). Konsep matematika didapat karena proses berpikir, karena itu

logika adalah dasar terbentuknya matematika.
Beberapa definisi para ahli mengenai matematika antara lain :
1. Russefendi (1988 : 23)
Matematika

terorganisasikan

dari

unsur-unsur

yang

tidak

didefinisikan, definisi-definisi, aksioma-aksioma, dan dalil-dalil di mana
dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum, karena
itulah matematika sering disebut ilmu deduktif.

19


2. James dan James (1976).
Matematika adalah ilmu tentang logika, mengenai bentuk, susunan,
besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan lainnya.
Matematika terbagi dalam tiga bagian besar yaitu aljabar, analisis dan
geometri. Tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa matematika terbagi
menjadi empat bagian yaitu aritmatika, aljabar, geometris dan analisis
dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistika.
3. Johnson dan Rising dalam Russefendi (1972)
Matematika

adalah

pola

berpikir,

pola

mengorganisasikan,


pembuktian yang logis, matematika itu adalah bahasa yang menggunakan
istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas dan akurat representasinya
dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada
mengenai

bunyi.

terorganisasi,

Matematika

sifat-sifat

dalam

adalah

pengetahuan


teori-teori

dibuat

struktur
secara

yang

deduktif

berdasarkan kepada unsur yang tidak didefinisikan, aksioma, sifat atau teori
yang telah dibuktikan kebenarannya adalah ilmu tentang keteraturan pola
atau ide, dan matematika itu adalah suatu seni, keindahannya terdapat pada
keterurutan dan keharmonisannya.
4. Reys - dkk (1984)
Matematika adalah telaahan tentang pola dan hubungan, suatu jalan
atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan suatu alat.

20


5. Kline (1973)
Matematika itu bukan pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna
karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk
membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,
ekonomi, dan alam.1
Jadi matematika itu adalah ilmu deduktif dan terstruktur yang lebih
menekankan dalam dunia penalaran bukan menekankan dari hasil
eksperimen karena matematika terbentuk dari pikiran-pikiran manusia, yang
berhubungan dengan idea, proses, dan penalaran.

B. Pembelajaran Matematika
Seorang guru SMP atau calon guru SMP perlu mengetahui beberapa
karakteristik pembelajaran matematika di SMP. Seperti yang telah diuraikan
sebelumnya, bahwa matematika adalah ilmu yang abstrak dan deduktif.
Ciri-ciri Pembelajaran Matematika
1. Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral.
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan
pendekatan dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu
mengkaitkan atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik

sebelumnya dapat menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan
mempelajari suatu topik matematika. Topik baru yang dipelajari merupakan
pendalaman dan perluasan dari topik sebelumnya. Konsep diberikan dimulai

1

Ruseffendi.E.T, dkk, Pendidikan Matematika 3, (Jakarta : Depdikbud, 1992), hal.134

21

dengan benda-benda konkrit kemudian konsep itu diajarkan kembali dengan
bentuk pemahaman yang lebih abstrak dengan menggunakan notasi yang
lebih umum digunakan dalam matematika.
2. Pembelajaran matematika bertahap
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai
dari konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain
itu pembelajaran matematika dimulai dari yang konkrit, ke semi konkrit dan
akhirnya kepada konsep abstrak. Untuk mempermudah siswa memahami
objek matematika maka benda-benda konkrit digunakan pada tahap konkrit,
kemudian ke gambar-gambar pada tahap semi konkrit dan akhirnya ke

simbol-simbol pada tahap abstrak.
3. Pembelajaran matematika menggunakan metode induktif.
Matematika merupakan ilmu deduktif. Namun karena sesuai tahap
perkembangan mental siswa maka pada pembelajaran matematika di SMP
digunakan pendekatan induktif.
4. Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsisten artinya
tidak ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang
lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan kepada
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang telah diterima kebenarannya.
Meskipun di SMP pembelajaran matematika dilakukan dengan cara induktif
tetapi pada jenjang selanjutnya generalisasi suatu konsep harus secara
deduktif.

22

5. Pembelajaran matematika hendaknya bermakna
Pembelajaran secara bermakna merupakan cara mengajarkan materi
pelajaran yang mengutamakan pengertian daripada hafalan. Dalam belajar
bermakna aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil tidak diberikan dalam

bentuk jadi, tetapi sebaliknya aturan-aturan, sifat-sifat, dan dalil-dalil
ditemukan oleh siswa melalui contoh-contoh secara induktif di SMP,
kemudian dibuktikan secara deduktif pada jenjang selanjutnya.
Konsep-konsep matematika tidak dapat diajarkan melalui definisi,
tetapi melalui contoh-contoh yang relevan. Guru hendaknya dapat
membantu pemahaman suatu konsep dengan pemberian contoh-contoh yang
dapat diterima kebenarannya secara intuitif. Artinya siswa dapat menerima
kebenaran itu dengan pemikiran yang sejalan dengan pengalaman yang
sudah dimilikinya. Pembelajaran suatu konsep perlu memperhatikan proses
terbentuknya konsep tersebut. Dalam pembelajaran bermakna siswa
mempelajari matematika mulai dari proses terbentuknya suatu konsep
kemudian berlatih menerapkan dan memanipulasi konsep-konsep tersebut
pada situasi baru. Dengan pembelajaran seperti ini, siswa terhindar dari
verbalisme. Karena dalam setiap hal yang dilakukannya dalam kegiatan
pembelajaran ia memahaminya mengapa dilakukan dan bagaimana
melakukannya. Oleh karena itu akan tumbuh kesadaran tentang pentingnya
belajar. Ia akan belajar dengan baik.2
2

Ruseffendi.


E.T,

Pengantar

Kepada

Membantu

Guru

Mengembangkan

Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, (Bandung :
Tarsito, 1988), hal 88

23

Sehingga pembelajaran matematika itu adalah pembelajaran yang
menggunakan metode spiral, bertahap, menganut kebenaran konsistensi,

mengggunakan

pendekatan

induktif

dan

pembelajaran

matematika

merupakan pembelajaran yang bermakna.

C. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran dapat diartikan dengan istilah sebagai gaya atau
strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar. dalam penerapannya itu gaya yang dilakukan tersebut
mencakup beberapa hal strategi atau prosedur agar tujuan yang ingin
dikehendaki dapat tercapai. Banyak para ahli pendidikan mengungkapkan
berbagai pendapatnya menganai pengertian model pembelajaran.
Model pembelajaran tidak terlepas dari kata strategi atau model
pembelajaran identik dengan istilah strategi. Model pembelajaran dan strategi
merupakan satu yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya harus beriringan,
sejalan, dan saling mempengaruhi. Istilah strategi itu sendiri dapat diuraikan
sebagai taktik atau sesuatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru
dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Selain itu strategi dalam pembelajaran dapat didevinisikan sebagai suatu
perangkat materi dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersamasama, terpadu untuk menciptakan hasil belajar yang diinginkan guru pada
siswa agar tujuan pendidikan yang telah disusun dapat secara optimal tercapai,
maka perlu suatu model pembelajaran yang diterapkan untuk merealisasikan

24

strategi yang telah ditetapkan tersebut. Dengan demikian dapat dijabarkan
bahwa dalam satu strategi pembelajaran menggunakan beberapa model
pembelajaran.
Contohnya bila ingin melaksanakan sebuah strategi ekspositori misalnya,
dapat menggunakan metode ceramah, metode tanya jawab, atau metode diskusi
dengan memanfaatkan sumber daya yang ada dan mudah didapatkan di sekitar
sekolah yaitu bisa dengan menambahkan media pembelajaran. Oleh sebab itu,
strategi berbeda dengan metode. Strategi lebih menunjukkan pada sebuah
perencanaan atau yang biasa dikenal dengan rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), tentu dengan maksud untuk mencapai sesuatu. Sedangkan metode
adalah suatu cara tersendiri yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.
Dengan kata lain, strategi adalah a plan of operation achieving something,
sedangkan metode adalah a way in echieving something.
Model-model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai
prinsip atau teori pengetahuan. Berbagai ahli pendidikan menyusun model
pembelajaran berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran, teori-teori psikologis,
sosiologis, analisis sistem, atau teori-teori lain yang mendukung dalam modelmodel pembelajaran ini banyak diamati oleh peneliti Joyce & Weil. Mereka
mempelajari dan menerapkan berbagai model pembelajaran berdasarkan teori
belajar yang kemudian dikelompokkan menjadi empat model pembelajara dan
mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola
yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran
jangka panjang), merancang bahan-bahan pembelajaran, mendidik dan

25

membimbing siswa terhadap pembelajaran di kelas. Jadi, model pembelajaran
adalah gaya atau strategi yang dilakukan oleh seorang guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar pembelajaran.

D. Latar Belakang Pengembangan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran yang berorientasi pada penguasaan materi dianggap gagal
menghasilkan peserta didik yang aktif, kreatif dan inovatif. Peserta didik
berhasil “mengingat” jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali peserta
didik memecahkan persoalan dalam kehidupan jangka panjang. Oleh karena
itu, perlu ada perubahan pendekatan pembelajaran yang lebih bermakna
sehingga dapat membekali peserta didik dalam menghadapi permasalahan
hidup yang dihadapi sekarang maupun yang akan datang. Pendekatan
pembelajaran yang cocok untuk hal ini adalah pembelajaran kontekstual.
Pendekatan kontekstual merupakan konsep belajar yang beranggapan
bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah,
artinya belajar akan lebih bermakna jika anak “bekerja” dan “mengalami”
sendiri apa yang dipelajarinya, bukan sekedar “mengetahuinya”. Pembelajaran
tidak hanya sekedar kegiatan mentransfer pengetahuan dari guru kepada siswa,
tetapi bagaimana siswa mampu memaknai apa yang dipelajari itu. Oleh karena
itu, strategi pembelajaran lebih utama dari sekedar hasil.
Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual adalah memfasilitasi siswa
dalam menemukan sesuatu yang baru (pengetahuan dan keterampilan) melalui
pembelajaran secara sendiri bukan apa kata guru. Siswa benar-benar

26

mengalami dan menemukan sendiri apa yang dipelajari sebagai hasil
rekonstruksi sendiri. Dengan demikian, siswa akan lebih produktif dan inovatif.
Pembelajaran kontekstual akan mendorong ke arah belajar aktif. Belajar aktif
adalah suatu sistem belajar pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa
secara fisik, mental, intelektual dan emosional guna memperoleh hasil belajar
yang berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.3
Oleh karena itu, latar belakang pembelajaran CTL berawal dari gagalnya
pendidik dalam membekali peserta didik memecahkan persoalan dalam
kehidupan jangka panjang karena pembelajaran tersebut kurang bermakna
dalam pikiran peserta didik.

E. Pengertian Model CTL (Contextual Teaching and Learning)
Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju
dengan nama beragam. Di negara Belanda disebut dengan istilah Realistic
Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa pembelajaran
matematika harus dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari peserta didik. Di
Amerika disebut dengan istilah Contextual Teaching and Learning (CTL) yang
intinya membantu guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan
nyata dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan pengetahuan yang
dipelajarinya dengan kehidupan sehari-hari mereka.4
Menurut Nurhadi dalam Sugiyanto (2007) CTL (Contextual Teaching
and Learning) adalah konsep belajar yang mendorong guru untuk
3

Kunandar, Guru Profesional, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2007), hal.293.

4

Ibid., hal. 295

27

menghubungkan antara materi yang diajarkan dan situasi dunia nyata
siswa. Menurut Jonhson dalam Sugiyanto (2007) CTL adalah sebuah proses
pendidikan yang bertujuan untuk menolong para siswa melihat siswa melihat
makna didalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara
menghubungkan subyek-subyek akademik dengan konteks dalam kehidupan
keseharian mereka.5
CTL adalah sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosof bahwa
siswa mampu menyerap pelajaran apabila mereka menangkap makna dalam
materi akademis yang mereka terima, dan mereka menangkap makna dalam
tugas-tugas sekolah jika mereka bisa mengaitkan informasi baru dengan
pengetahuan dan pengalaman yang sudah mereka miliki sebelumnya.
CTL bisa berhasil karena beberapa alasan. CTL sesuai dengan nurani
manusia yang selalu haus akan makna. CTL juga mampu memuaskan
kebutuhan otak untuk mengaikatkan informasi baru dengan pengetahuan yang
sudah ada, yang merangsang pembentukan struktur fisik otak dalam rangka
merespon lingkungan. Selain itu, CTL sesuai dengan cara kerja alam. Selama
75 tahun terakhir, para ahli fisika dan biologi telah menemukan bahwa ada tiga
prinsip yang melekat pada segala sesuatu di alam, termasuk makhluk hidup.
Hebatnya, ketiga prinsip tersebut, yaitu kesaling-bergantungan, diferensiasi dan
pengaturan diri ada dalam CTL. Karena CTL sesuai dengan prinsip-prinsip
yang berlaku pada alam, belajar secara kontekstual berarti belajar
mengeluarkan potensi penuh seoarang siswa secara alamiah.
5

Sugiyanto, Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru (PLPG): Model-model
Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13 Surakarta, 2007), hal
233.

28

CTL terdiri dari tujuh komponen yaitu: membuat keterkaitan yang
bermakna, pembelajaran mandiri, melakukan pekerjaan yang berarti, bekerja
sama, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan
berkembang, mencapai standar yang tinggi dan menggunakan penilaian
autentik. Singkatnya, komponen-komponen tersebut mengundang siswa untuk
mengaitkan tugas-tugas sekolah dengan kehidupan sehari-sehari dengan penuh
makna. Ketika siswa melihat makna dalam tugas-tugas yang harus mereka
kerjakan, mereka bisa menyerap pelajaran dan mengingatnya.6
Ciri-ciri pembelajaran kontekstual adalah sebagai berikut: adanya kerja
sama antar semua pihak; menekankan pentingnya pemecahan masalah atau
problem; bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbedabeda; saling menunjang; menyenangkan, tidak membosankan; belajar dengan
bergairah; pembelajaran terintegrasi; menggunakan berbagai sumber; siswa
aktif; sharing dengan teman; siswa kritis, guru kreatif.7
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran CTL adalah model pembelajaran yang dapat membantu
guru untuk mengkaitkan antara materi yang diajarkanya dengan situasi dunia
nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapan dalam kehidupan sehari-hari.

6

Ibnu setiawan, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan BelajarMengajar Mengasyikkan dan Bermakna, (Bandung: Mizan Media Utama, 2007), hal.15.
7
Ibid., hal.298.

29

F. Tujuh Ayat Pendidikan CTL
Filsuf pendidikan, John Dewey, mengingatkan kita bahwa teori pada
akhirnya dan seyogianya menjadi sesuatu yang paling praktis. Berbagai teori
muncul silih berganti dengan daya atraktif masing-masing. Sering teori atau
pendekatan itu merupakan sinergi dari berbagai pendekatan dalam berbagai
cabang atau disiplin ilmu. Semua teori, seperti dikatakan Beauchamp (1975)8,
diturunkan dari teori-teori yang ada pada tiga kategori ilmu, yaitu humaniora,
ilmu alam, dan ilmu sosial.
Dua definisi tentang pembelajaran atau learning yaitu sebagai berikut:
(1) “A relatively permanent change in response potentiality which occurs as a
result of reinforced practice” dan (2) “A change in human disposition or
capability, which can be retained, and (3) which is not simply ascribable to the
process of growth”9. Dari dua definisi ini ada tiga prinsip yang layak
diperhatikan. Pertama, belajar menghasilkan perubahan perilaku anak didik
yang relative permanen. Artinya, peran penggiat pendidikan khususnya guru
dan dosen adalah sebagai pelaku perubahan (agent of change).
Kedua, anak didik memiliki potensi dan kemampuan yang merupakan
benih kodrati untuk ditumbuhkembangkan tanpa henti. Maknanya, pendidikan
seyogianya menyirami benih kodrati ini hingga tumbuh subur dan berbuah.
Proses belajar mengajar dengan demikian adalah optimilisasi potensi diri
sehingga dicapailah kualitas yang ideal, apabila tidak dikatakan sempurna, dan
relatif permanen.
8

Beauchamp, George A, Curriculum Theory, (Wilmette: The Kagg Press, 1975), hal.3.
Kedua definisi ini dikutip oleh zais dalam curriculum: principles and foundations
(1976: 246)
9

30

Ketiga, perubahan atau pencapaian kualitas ideal itu tidak tumbuh alami
linear sejalan proses kehidupan. Artinya, proses belajar-mengajar memang
merupakan bagian dari kehidupan itu sendiri, tetapi ia didesain secara khusus,
dan diniati demi tercapainya kondisi atau kualitas ideal seperti disebut diatas.
Ketiga hal di atas menegaskan definisi belajar. Definisi ini secara teoritis
hampir diterima semua pihak bahwa begitulah sejatinya belajar dalam proses
pendidikan.
Untuk memahami hubungan teori dan implementasinya dalam dunia
pendidikan, ada empat konsep kunci yang saling terkait, yaitu: teaching,
learning, instruction dan kurikulum. Keempat konsep itu saling terkait sebagai
berikut. Teaching adalah refleksi sistem kepribadian sang guru yang bertindak
secara profesional; learning adalah refleksi sistem kepribadian siswa yang
menunjukkan perilaku yang terkait dengan tugas yang diberikan; instruction
adalah sistem sosial tempat berlangsungnya belajar pembelajaran; sedangkan
kurikulum adalah sistem sosial yang berujung pada sebuah rencana untuk
pengajaran.10 Dengan merujuk keempat definisi ini, maka kita dapat lebih
mudah memahami konsep CTL dan implementasinya. Hakikat CTL dapat
diringkas dalm tiga kata, yaitu makna, bermakna dan dibermaknakan.
Tujuh ayat pendidikan yang harus ditempuh dalam CTL, yaitu pertama,
pengajaran berbasis problem. Dengan memunculkan problem yang dihadapi
bersama, siswa ditantang untuk berpikir kritis untuk memecahkannya. Problem
seperti ini membawa makna personal dan sosial bagi siswa.

10

Zais, Robert s. curriculum….. hal. 94.

31

Kedua, menggunakan konteks yang beragam. Makna itu ada dimanamana dalam konteks fisikal dan sosial. Selama ini ada yang keliru,
menganggap bahwa makna (pengetahuan) adalah yang tersaji atau buku teks
saja. Dalam CTL, guru membermaknakan pusparagam konteks (sekolah,
keluarga, masyarakat, tempat kerja dan sebagainya), sehingga makna
(pengetahuan) yang diperoleh siswa menjadi semakin berkualitas.
Ketiga,

mempertimbangkan

kebhinekaan

siswa.

Dalam

konteks

Indonesia, kebhinekaan baru sekedar pengakuan politik yang tidak bermakna
edukatif. Dalam CTL, guru mengayomi individu dan meyakini bahwa
perbedaan individual dan sosial seyogianya dibermaknakan menjadi mesin
penggerak untuk belajar saling menghormati dan membangun toleransi demi
terwujudnya keterampilan interpersonal.
Keempat, memberdayakan siswa untuk belajar mandiri. Setiap manusia
mesti menjadi pembelajar aktif sepanjang hayat. Jadi, pendidikan formal
merupakan kawah cadradimuka bagi siswa untuk menguasai cara belajar untuk
berlajar mandiri di kemudian hari. Untuk itu, mereka mesti dilatih untuk
berpikir kritis dan kreatif dalam mencari dan menganalisis informasi dengan
sedikit bantuan atau malah secara mandiri.
Kelima, belajar melalui kolaborasi. Siswa seyogianya dibiasakan saling
belajar dari dan dalam kelompok untuk berbagi pengetahuan dan menentukan
fokus belajar. Dalam setiap kolaborasi selalu ada siswa yang menonjol
dibandingkan dengan lainnya. Siswa ini dapat dijadikan fasilitator dalam

32

kelompoknya. Apabila komunitas belajar sudah terbina sedemikian rupa di
sekolah, guru tentu akan lebih berperan sebagai pelatih, fasilitator dan mentor.
Keenam, menggunakan penilaian autentik. Mengapa demikian? Karena
kontekstual hampir berarti individual, yakni mengakui adanya kekhasan
sekaligus keluasan dalam pembelajaran, materi ajar dan prestasi yang dicapai
siswa. Materi bahasa yang autentik meliputi koran, menu, program radio dan
televisi, website dan lain sebagainya. Penilaian autentik menunjukkan bahwa
belajar telah berlangsung secara terpadu dan kontekstual, dan memberi
kesempatan kepada siswa untuk maju terus sesuai dengan potensi yang
dimilikinya.
Ketujuh, mengejar standar tinggi. Standar unggul sering dipersepsi
sebagai jaminan untuk mendapat pekerjaan, atau minimal membuat siswa
merasa pede untuk menentukan pilihan masa depan. Frasa “standar unggul”
seyogianya terus menerus dibisikkan pada telinga siswa untuk mengingatkan
agar menjadi manusia kompetitif pada abad persaingan seperti sekarang ini.11
Tujuh ayat pendidikan dalam CTL yaitu pengajaran berbasis problem,
menggunakan konteks yang beragam, mempertimbangkan kebhinekaan siswa,
memberdayakan siswa untuk belajar mendiri, belajar melalui kolaborasi,
menggunakan

penilaian

autentik,

mengejar

standar

tinggi.

Dengan

terpenuhinya ketujuh komponen pembelajaran CTL tersebut maka kegiatan
belajar pembelajaran akan berjalan sesuai dengan rencana.

11

Ibnu Setiawan,…., hal.17.

33

G. Motivasi dan Motivasi Belajar
1. Definisi Motivasi
Ada dua prinsip yang dapat digunakan untuk meninjau motivasi,
ialah: (1) motivasi dipandang sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang
proses ini akan membantu kita menjelaskan kelakukan yang kita amati dan
untuk memperkirakan kelakuan-kelakuan lain pada seseorang; (2) kita
menetukan karakter dari proses ini dengan melihat petunjuk-petunjuk dari
tingkah lakunya. Apakah petunjuk-petunjuk dapat dipercaya, dapat dilihat
kegunannya dalam memperkirakan dan menjelaskan tingkah laku lainnya.
Menurut Mc.Donald: motivasi is an energy change within the person
characterized by affective arousal and anticipatory goal reaction. Tetapi
menurut Clayton Aldelfer “motivasi belajar adalah kecenderungan siswa
dalam melakuka kegiatan belajar yang didorong oleh hasrat untuk mencapai
prestasi hasil belajar sebaik mungkin”. Menurut Abraham Maslow
“motivasi belajar merupakan kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan
diri secara optimum, sehingga mampu berbuat yang lebih baik, berprestasi
dan kreatif”.12
Meskipun para ahli mendefinisikannya dengan cara dan gaya yang
berbeda, namun esensinya menuju kepada maksud yang sama, ialah bahwa
motivasi itu merupakan:
(1)

12

Suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy); atau

Oemar Hamalik, 2001, Proses belajar mengaja, (Bandung: PT. Bumi Aksara), hal. 158

34

(2)

Suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan
(preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to
move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari maupun
tidak disadari.
Motivasi tersebut timbul dan tumbuh berkembang dengan jalan datang

dalam diri individu itu sendiri (intrinsik) dan datang dari atau luar diri
individu (ekstrinsik). 13
Motivasi adalah perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang
ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Di
dalam perumusan ini kita dapat lihat, bahwa ada tiga unsur yang saling
berkaitan, yaitu sebagai berikut.
a) Motivasi dimulai dari adanya perubahan energi dalam pribadi.
Perubahan-perubahan dalam motivasi timbul dari perubahan-perubahan
tertentu di dalam sistem neuropisiologis dalam organism manusia,
misalnya karena terjadi perubahan dalam sistem pencernaan maka
timbul motif lapar. Tapi ada juga perubahan energi yang tidak
diketahui.
b) Motivasi ditandai dengan timbulnya perasaan affective arousal. Mulamula merupakan ketegangan psikologis, lalu merupakan suasana emosi.
Suasana emosi ini menimbulkan kelakuan yang bermotif. Perubahan ini
mungkin bisa dan mungkin juga tidak, kita hanya dapat melihatnya
dalam perbuatan. Seorang terlibat dalam suatu diskusi, karena dia
13

Abin Syamsudin Makmun, 2012, Psikologi Kependidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya),
hal. 37

35

merasa tertarik pada masalah yang akan dibicarakan maka suaranya
akan timbul dan kata-katanya dengan lancar akan keluar,
c) Motivasi ditandai dengan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Pribadi
yang bermotivasi merupakan respon-respon yang tertuju ke arah suatu
tujuan. Respon-respon ini berfungsi mengurangi ketegangan yang
disebabkan oleh perubahan energi dalam dirinya. Setiap respon
merupakan suatu langkah ke arah mencapai tujuan, misalnya si A ingin
mendapat hadiah maka ia akan belajar, mengikuti ceramah, bertanya,
membaca buku dan mengikuti les.14
Jadi motivasi belajar adalah kondisi psikologis yang mendorong siswa
untuk belajar secara sungguh-sungguh, yang pada gilirannya akan terbentuk
cara belajar siswa yang sistematis, penuh konsentrasi dan dapat menyeleksi
kegiatan-kegiatannya.
2. Fungsi Motivasi
Dari uraian di atas jelaslah bahwa motivasi mendorong timbulnya
kelakuan dan mempengaruhi serta mengubah kelakuan. Jadi, fungsi
motivasi itu meliputi berikut ini,
a) Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi
maka tidak akan timbul suatu perbuatan seperti belajar.
b) Motivasi berfugsi sebagai pengaruh. Artinya mengarahkan perbuatan
kepencapaian tujuan yang diinginkan.

14

158-168

Oemar Hamalik, 2001, Proses belajar mengaja, (Bandung: PT. Bumi Aksara), hal.

36

c) Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin bagi
mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya
suatu pekerjaan.
3. Nilai Motivasi dalam Pengajaran
Nilai motivasi dalam pengajaran yaitu menjadi tanggung jawab guru
agar pengajaran yang diberikan berhasil dengan baik. Keberhasilan ini
banyak bergantung pada usaha guru membangkitkan motivasi belajar siswa.
Dalam garis besarnya motivasi mengandung nilai-nilai sebagai berikut.
a) Motivasi menentukan tingkat berhasil atau gagalnya perbuatan belajar
murid. Belajar tanpa adanya motivasi kiranya sulit untuk berhasil.
b) Pengajaran yang bermotivasi pada hakikatnya adalah pengajaran yang
disesuaikan dengan kebutuhan, dorongan, motif, minat yang ada pada
siswa. Pengajaran yang demikian sesuai dengan tuntutan demokrasi
dalam pendidikan.
c) Pengajaran yang bermotivasi menuntut kreativitas dan imajinasi guru
untuk berusaha secara bersungguh-sungguh mencari cara-cara yang
relevan dan sesuai guna membangkitkan dan memelihara motivasi
belajar siswa. Guru senantiasa berusaha agar siswa akhirnya memiliki
self motivation yang baik.
d) Berhasil atau gagalnya dalam membangkitkan dan menggunakan
motivasi dalam pengajaran erat pertaliannya dengan pengaturan disiplin
kelas. Kegagalan dalam hal ini mengakibatkan timbulnya masalan
disiplin di dalam kelas.

37

e) Asas motivasi menjadi salah satu bagian yang integral dari pada asasasas mengajar. Penggunaan motivasi dalam mengajar buku saja
melengkapi prosedur mengajar, tetapi juga menjadi factor yang
menentukan pengajaran yang efektif. Demikian penggunaan asas
motivasi adalah sangat esensial dalam proses belajar mengajar.
4. Jenis – Jenis Motivasi
Bedasarkan pengertian dan analisis tentang motivasi yang telah
dibahas di atas maka pada pokoknya motivasi dapat dibagi menjadi dua
jenis: (1) motivasi intrinsik dan (2) motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik
adalah motivasi yang tercakup di dalam situasi belajar dan menemui
kebutuhan dan tujuan-tujuan siswa. Motivasi ini sering juga disebut
motivasi murni. Motivasi yang sebenarnya yang timbul dalam diri siswa
sendiri, misalnya keinginan untuk mendapat keterampilan tetentu,
memperoleh informasi dan pengertian, mengembangkan sikap untuk
berhasil, menyenangi kehidupan, menyadari sumbangannya terhadap usaha
kelompok, keinginan untuk diterima oleh orang lain dan lain-lain. Jadi,
motivasi ini timbul tanpa pengaruh dari luar. Motivasi intrinsik adalah
motivasi yang hidup dalam diri siswa dan berguna dalam situasi belajar
yang fungsional. Dalam hal ini pujian atau hadiah atau sejenisnya tidak
diperlukan karena tidak akan menyebabkan siswa bekerja atau belajar untuk
mendapatkan pujian atau hadiah itu. Seperti dikatan oleh Emerson, The
reward of a thing well done is to have done it. Jadi jelaslah, bahwa motivasi
intrinsik adalah bersifat riil dan motivasi sesungguhnya atau disebut istilah

38

sound motivation. Motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang disebabkan oleh
faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka kredit, ijazah, tingkatan
hadiah, medali dan persaingan yang bersifat negatif ialah sarcasm, ridicule
dan hukuman. Motivasi ekstrinsik ini tetap diperlukan di sekolah, sebab
pegajaran di sekolah tidak semuanya menarik minat siswa atau sesuai
dengan kebutuhan siswa. Lagi pula sering kali siswa belum memahami
untuk apa ia belajar hal-hal yang diberikan oleh sekolah. Karena itu
motivasi terhadap pelajaran itu perlu dibangkitkan oleh guru sehingga para
siswa mau dan ingin untuk belajar. Usaha yang dapat dikerjakan oleh guru
memang banyak, dan karena itu di dalam memotivasi siswa kita tidak akan
menentukan suatu formula tertentu yang dapat digunakan setiap saat oleh
guru.
5. Prinsip –Prinsip Motivasi
Prinsip-prinsip ini disusun atas dasar penelitian yang saksama dalam
rangka memdorong motivasi belajar siswa di sekolah yang mengandung
pandangan demokratis dan dalam rangka menciptakan self motivation dan
self discipline di kalangan siswa. Kenneth H. Hover mengemukakan prinsipprinsip motivasi yang antara lain adalah sebagai berikut.
a) Pujian lebih efektif daripada hukuman
b) Semua siswa mempunyai kebutuhan – kebutuhan psikologis (yang
bersifat dasar) tertentu yang harus mendapat kepuasan.
c) Motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif daripada motivasi
yang dipaksakan dari luar.

39

d) Terhadap jawaban (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan)
perlu dilakukan usaha pemantauan (reinforcement).
e) Motivasi itu mudah menjalar atau tersebar terhadap orang lain,
f) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan merangsang
motivasi.
g) Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan menimbulkan minat
yang lebih besar untuk mengerjakannya daripada apabila tugas-tugas itu
dipaksakan oleh guru.
h) Pujian- pujian yang datangnya dari luar (external reward) kadang-kadang
diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya.
i) Teknik dan proses mengajar yang bermacam-macam adalah efektif untuk
memelihara minat siswa.
j) Manfaat minat yang telah dimiliki oleh siswa adalah bersifat ekonomis,
dan lain-lain.
Demikian beberapa prinsip yang dapat digunakan sebagai petunjuk
dalam rangka membangkitkan dan memelihara motivasi siswa dalam
belajar.
6. Cara Menggerakkan Motivasi Belajar Siswa
Guru dapat menggunakan berbagai cara untuk menggerakkan atau
membangkitkan motivasi belajar siswanya, ialah sebagai berikut:
(1) Memberi angka; (2) Pujian; (3) Hadiah; (4) Kerja kelompok; (5)
Persaingan; (6) Tujuan dan level of aspiration dari keluarga akan
mendorong kegiatan siswa; (7) Sarkasme ialah dengan jalan mengajak para

40

siswa yang mendapat hasil belajar yang kurang; (8) Penilaian; (9)
Karyawisata dan ekskursi; (10) Film pendidikan; (11) Belajar melalui
radio.15
7. Berdasarkan Penggolongannya
Atas dasar sumber dan proses perkembangannya, terjadi penggunaan
berbagai macam istilah yang sering dipertukarkan (interchangable). Untuk
keperluan studi psikologis telah diadakan penertiban dengan diadakan
penggolongannya, antara lain sebagai berikut ini.
a) Motif primer (primary motive) atau motif dasar (basic motive)
menunjukkan kepada motif yang tidak dipelajari (unlearned motive) yang
untuk ini sering juga digunakan istilah dorongan atau (drive). Golongan
motif ini pun dibedakan lagi ke dalam:
(1) Dorongan fisiologis (physiological drive) yang bersumber poda
kebutuhan organis (organic need) yang mencakup antar lain lapar,
haus, pernafasan, seks, kegiatan dan istirahat. Untuk menjamin
kelangsungan hidup organis diperlukan pemenuhan kebutuhankebutuhan tersebut sehingga dicapai keadaan fisik (physiological
state or condition) yang seimbang (homeostatis);
(2) Dorongan umum (Morgan’s general drive) dan motif darurat
(Wodworth’s emergency motive), termasuk di dalamnya dorongan
takut, kasih sayang, kegiatan, kekaguman dan ingin tahu; dalam
hubungannya dengan rangsangan dari luar, termasuk dorongan untuk

15

Oemar Hamalik, 2001, Proses belajar mengaja, (Bandung: PT. Bumi Aksara), hal. 158-168

41

melarikan diri (escape), menyerang (combat), berusaha (effort) dan
mengejar

(pursuit)

dalam

rangka

mempertahakan

dan

menyelamatkan dirinya.
Motif –motif yang termasuk ke dalam kategori primer tersebut pada
umumnya terjadi secara natural dan instinktif.
b) Motif sekunder (secondary motives) menunjukkan kepada motif yang
berkembang dalam diri individu karena pengalaman, dan dipelajari
(conditioning and reinforcement). Ke dalam golongan ini termasuk,
antara lain:
(1) Takut yang dipelajari (learned fears);
(2) Motif-motif sosial (ingin diterima, dihargai, konformitas, afiliasi,
persetujuan, status, merasa aman dan sebagainya);
(3) Motif-motif objektif dan interest (eksplorasi, manipulasi, minat)
(4) Maksud (purposes) dan aspirasi;
(5) Motif berprestasi (achievement motive)16
8. Menurut sifatnya motivasi dibedakan atas tiga macam, yaitu:
a) Motivasi takut atau fear motivation, individu melakukan sesuatu
perbuatan karena takut. Seseorang melakukan kejahatan karena takut
akan ancaman dari kawan-kawannya yang kebetulan suka melakukan
kejahatan. Seseorang mungkin juga suka membayar pajak atau
mematuhi peraturan lalu lintas bukan karena menyadari sebagai
kewajibannya, tetapi karena takut mendapat hukuman.
16

Abin Syamsudin Makmun, 2012, Psikologi Kependidikan, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya),
hal. 37-38

42

b) Motivasi insentif atau incentive motivation, individu melakukan sesuatu
perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif. Bentuk insentif ini
bermacam-macam, seperti: mendapat honorarium, bonus, hadiah,
penghargaan, piagam, tanda jasa, kenaikan pangkat, kenaikan gaji,
promosi jabatan dan lain-lain.
c) Sikap atau attitude motivation atau self motivation. Motivasi ini lebih
bersifat intrinsik, muncul dari dalam individu, berbeda dengan kedua
motivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrinsik dan datang dari luar
diri individu. Sikap merupakan suatu motivasi karena menunjukkan
ketertarikan atau ketidakketertarikan seseorang terhadap sesuatu objek.
Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap sesuatu akan
menunjukkan motivasi yang besar terhadap hal itu. Motivasi ini datang
dari dirinya sendiri karena adanya rasa senang atau suka serta factorfaktor subjektif lainnya.17 Sehingga menurut sifatnya, motivasi dibagi
menjadi tiga macam yaitu motivasi takut, motivasi insentif dan sikap.
Jadi dapat disimpulkan bahwa jenis motivasi itu ada dua yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi yang
timbul dari dalam siswa. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motivasi yang
disebabkan oleh faktor-faktor dari luar situasi siswa. Dalam penelitian ini
peneliti memilih jenis motivasi ekstrinsik karena peneliti ingin menumbuhkan
semangat siswa agar giat belajar matematika dan mendapatkan hasil belajar
yang maksimal.
17

Nana Syaodih Sukmadinata, 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya), hal. 63-64

43

H. Tinjauan Materi
Menemukan Rumus Luas Lingkaran
Standart Kompetensi

:

Menentukan unsur,

bagian lingkaran serta

ukurannya.
Kompetensi Dasar

: Menghitung keliling dan luas lingkaran lingkaran

Indikator

: Siswa dapat mampu menghitung keliling dan luas
lingkaran

Tujuan

: Siswa mampu menghitung sendiri keliling luas
lingkaran dari beberapa bidang datar jika diketahui
rumus keliling lingkaran.

Materi

: Keliling dan Luas Lingkaran

Pengertian Keliling Lingkaran dan Pendekatan Nilai π
Pernahkah kalian mengamati gerakan jarum jam? Pengertian keliling lingkaran
dapat kita pahami dari pengamatan terhadap gerakan jarum jam. Misalnya
pengamatan kita mulai ketika ujung jarum jam menunjuk angka 12. Jarum jam
itu akan bergerak dan ujungnya akan menunjuk angka 1, 2, 3 dan seterusnya
sehingga kembali menunjuk angka 12. Lintasan yang dilalui ujung jarum jam
dari angka 12 sampai kembali ke angka 12 lagi disebut satu putaran penuh atau
satu keliling lingkaran. Selanjutnya, kita akan mencoba untuk menemukan nilai
π. Untuk itu lakukanlah kegiatan berikut. Guru membawa beberapa tutup
kaleng kemudian siswa menghitung keliling dan diameternya.

44

Apakah kamu mendapatkan nilai perbandingan antara keliling dan diameter
untuk setiap lingkaran adalah sama (tetap)? Nilai perbandingan antara keliling
dan diameter disebut π atau ditulis sebagai berikut.

Coba tekan tombol π pada kalkulator. Apakah kamu menemukan bentuk
decimal berulang? Bentuk pecahan decimal yang tidak berulang bukan
bilangan pecahan. Oleh karena itu, π bukan bilangan pecahan, π adalah suatu
bilangna irrasional, yaitu bilangan yang tidak dapat dinyatakan secara tepat
dengan pecahan biasa atau pecahan decimal berulang. Nilai π terletak diantara
3,141 dan 3,142 atau ditulis 3,141< π < 3,142. Menurut penelitian yang cermat
ternayata nilai π = 3,1415926535697932384624338279502884197…. Jika
dalam suatu perhitungan hanya memerlukan ketelitian sampai dua tempat
decimal, pendekatan untuk π adalah 3,14. Coba bandingkan nilai π dengan
Pecahan
nilai

jika dinyatakan dalam pecahan decimal ,

.

= 3,142857143. Jadi

dapat dipakai sebagai pendekatan untuk π.

Menghitung Keliling dan Luas Lingkaran
Kita telah mengetahui bahwa nilai perbandingan antara keliling (K) dan
diameter (d) pada suatu lingkaran adalah π. Hubungan tersebut ditulis
atau K = π d. Karena panjang diameter sama dengan dua kali jari-jari atau d =
2r maka K = 2 π r.

45

Dengan demikian, jika K = keliling , d = diameter, dan r = jari-jari maka
keliling lingkaran dapat dirumuskan sebagai berikut.

Dalam perhitungan, digunakan

sebagai niali pendekatan untuk

π.

Keliling lingkaran = 2  r
Jadi 1 bagian dari lingkaran tersebut =

Gambar 2.1

l

p
Gambar 2.2

luas persegi panjang = p  l
= 8
= 81 

1
 2r  r
16
1
16

21

 21r  r

= r  r =  r2

1
 2 r
16

46

I. Hasil Belajar
Belajar merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi dengan
lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Belajar adalah
aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
keterampilan dan sikap (Winkel, 1999:53). Perubahan itu diperoleh melalui
usaha (bukan karena kematangan), menetap dalam waktu yang relatif lama dan
merupakan hasil pengalaman.18
Hasil belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari
kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang.
Penguasaan hasil belajar oleh seseorang dapat dilihat dari perilakunya, baik
perilaku dalam bentuk penguasaan pengetahuan, keterampilan berpikir maupun
keterampilan motorik. Hampir sebagian besar dari kegiatan atau perilaku yang
diperlihatkan seseorang merupakan hasil belajar. Di sekolah hasil belajar ini
dapat dilihat dari penguasaan siswa akan mata pelajaran yang ditempuhnya.
Tingkat penguasaan pelajaran atau hasil belajar dalam mata pelajaran tersebut
di sekolah dilambangkan dengan angka-angka atau huruf, seperti angka 0 – 10
pada pendidikan dasar dan menengah dan huruf A, B, C, D pada pendidikan
tinggi.19
Hasil dan bukti belajar ialah adanya perubahan tingkah laku. Tingkah
laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap
perubahan aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah: pengetahuan,
18

Purwanto, 2009, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajat), hal. 38-39
Nana Syaodih Sukmadinata, 2005, Landasan Psikologi Proses Pendidikan,
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya), hal. 102-103
19

47

pengertian, kebiasaan, keterampilan, apresiasi, emosional, hubungan sosial,
jasmani, etis atau budi pekerti dan sikap. Kalau seseorang telah melakukan
perbuatan belajar maka akan terlihat terjadinya perubahan dalam salah satu
atau beberapa aspek tingkah laku tersebut.20
Hasil belajar dalam kelas harus dapat dilaksanakan ke dalam situasisituasi di luar sekolah. Dengan kata lain, murid dapat mentrasferkan hasil
belajar itu ke dalam situasi-situasi yang sesungguhnya di dalam masyarakat.
Tentang transfer hasil belajar, setidak-tidaknya kita akan menemukam tiga
teori, yaitu sebagai berikut.
1) Teori Disiplin Formal (The Formal Discipline Theory)
Teori ini menyatakan, bahwa ingatan, sikap, petimbangan, imajinasi dan
sebagainya dapat diperkuat melalui latihan-latihan akademis. Mata
pelajaran seperti geometri dan bahasa latin sangat penting dalam melatih
daya pikir seseorang. Demikian pula halnya dengan daya pikir kritis,
ingatan, pengamatan dan sebagainya dapat dikembangkan melalui latihanlatihan akademis tadi, khususnya pada mata pelajaran matematika.
2) Teori Unsur-Unsur yang Identik (The Identical Elements Theory)
Transfer terjadi apabila di antara dua situasi atau dua kegiatan terdapat
unsur-unsur yang bersamaan (identik). Latihan di dalam satu situasi
mempengaruhi perbuatan tingkah laku dalam situasi yang lainnya. Teori ini
banyak digunakan dalam kursus latihan jabatan, di mana pada siswa
diberikan respon-respon yang diharapkan diterapkan dalam situasi

20

Oemar Hamalik, 2001, Proses belajar mengajar…, hal. 30

48

kehidupan yang sebenarnya. Para ahli psikologi, banyak menekankan
kepada persepsi para siswa terhadap usur-unsur yang identik ini. Seperti
halnya penggunaan model CTL pada pelajaran matematika ini.
3) Teori Generalisasi (The Generalization Theory)
Teori ini merupakan revisi terhadap teori unsur-unsur yang identik. Tetapi
generalisasi menekankan kepada kompleksitas dari apa yang dipelajari.
Internalisasi daripada pengertian-pengertian, keterampilan, sikap-sikap dan
apresiasi dapat mempengaruhi kelakuan seseorang. Teori ini nemekankan
kepada pembentukan pengertian (concept formation) yang dihubungkan
dengan pengalaman-pengalaman lain. Transfer terjadi apabila siswa
menguasai pengertian-pengertian umum atau kesimpulan-kesimpulan
umum, lebih daripada unsur-unsur yang identik.21 Sehingga hasil belajar
adalah pencapaian hasil belajar peserta didik dalam proses belajar
pembelajaran yang terlihat dari adanya perubahan tingkah laku.

J. Implementasi CTL pada Materi Lingkaran
Tabel 2.1 Langkah – langkah pembelajaran CTL
Guru

Siswa

a. Pendahuluan
a. Orientasi
- Mengucapkan salam
- Menjawab salam kemudian
kemudian
berdo’a sesuai dengan
mempersilahkan ketua
kepercayaan masingkelas untuk memimpin
masing dengan dipimpin
do’a.
ketua kelas.
- Mengisi daftar hadir
- Menyebutkan nama siswa.
siswa dengan memanggil
21

Ibid., hal. 33-34

Tahapan dalam
CTL

49

satu persatu nama siswa.
b. Apersepsi
- Memberikan kesempatan - Bertanya tentang materi
untuk bertanya tentang
pada pertemuan
materi pada pertemuan
sebelumnya.
sebelumnya.
c. Motivasi
- Memberikan motivasi
- Mendengarkan dan
atau penjelasan tentang
memperhatikan penjelasan
pentingnya mempelajari
guru.
materi ini.
d. Pemberian acuan
- Mendengarkan dan
- Menjelaskan tujuan yang
memperhatikan
harus dicapai pada
penjelasan tujuan yang
pertemuan ini.
harus dicapai pada
pertemuan ini.
b. Kegiatan inti
a. Eksplorasi
- Menjelaskan materi
- Menyimak penjelasan
keliling dan luas
guru tentang materi
lingkaran.
keliling dan luas
lingkaran.
- Memperhatikan
- Tahap
- Memberikan
permasalahan yang
permasalah yang
konstruksivisme
sesuai dengan materi
diberikan oleh guru dan
dan inquiri
pembelajaran agar
berusaha untuk
masalah tersebut dapat
memecahkan /
dipecahkan oleh siswa
menemukan permasalah
secara individu.
tersebut.
- Memberikan contoh- Mempelajari dan
contoh soal tentang
memahami contoh-contoh
keliling dan luas
soal tentang mentukan
lingkaran berdasarkan
keliling dan luas lingkaran
dengan kehidupan sehariberdasarkan dengan
hari.
kehidupan sehari-hari
b. Elaborasi
- Duduk berdasarkan
- Membagi siswa ke
- Masyarakat
kelompok yang telah
dalam beberapa
belajar
dibentuk oleh guru.
kelompok yang terdiri
atas empat atau lima
orang.
- Menerima LKS yang telah
- Membagikan LKS
- Pemodelan
dibagikan oleh guru.
kepada setiap kelompok
sebagai bahan yang akan
didiskusikan dengan
menggunakan alat
peraga pada masingmasing kelompok.
- Mendiskusikan LKS yang
- Membimbing dan
telah diberikan oleh guru
mengontrol siswa dalam

50

kerja kelompok.
- Meminta siswa untuk
menyerahkan hasil kerja
atau diskusi kelompok.
c. Konfirmasi
- Mengoreksi dan
memberikan penilaian
serta umpan balik dan
penguatan baik secara
lisan, tulisan maupun
isyarat terhadap
keberhasilan siswa.
- Memberi kesempatan
pada siswa untuk
bertanya mengenai hal
yang belum dimengerti.
- Memberi motivasi kepada
siswa yang belum
berpartisipasi aktif.
3. Kegiatan penutup
- Menyimpulkan atau
membuat rangkuman
pelajaran bersama-sama
dengan siswa.
- Memberikan umpan balik
terhadap proses dan hasil
belajar.
- Menyampaikan rencana
pembelajaran pada
pertemuan berikutnya.
- Memberikan PR.
- Berdo’a pada akhir pelajaran
kemudian mengucapkan
salam.

-

-

-

dan aktif menanyakan halhal yang belum mengerti.
Menyerahkan hasil kerja
atau diskusi kelompok.

Memperhatikan
pembenaran dan
pemberian umpan balik
dan penguatan baik secara
lisan, tulisan, tulisan
maupun isyarat.
Bertanya mengenai hal
yang belum dimengerti.

-

Refleksi dan
penilaian

-

Mendengarkan motivasi
yang disampaikan oleh
guru.

-

Menyimpulkan pelajaran
bersama-sama
dengan
guru

-

Menyimak dengan baik.

-

Menyimak dengan baik.

-

Mencatat
PR
yang
diberikan oleh guru.
Berdo’a dan menjawab
salam.

-

Bertanya

K. Kajian Peneliti Terdahulu
Penelitian seperti yang dilakukan oleh peneliti ini, dengan menggunakan
model CTL sudah pernah dilakukan oleh peneliti lain. Dalam sebuah penelitian
pastinya ada persamaan dan perbedaan dengan penelitian lainnya. Hasil
penelitian yang relevan dari penelitian ini adalah:

51

Tabel 2.2 Kajian penelitian terdahulu
Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu dan Sekarang
Judul Skripsi
Persamaan
Perbedaan
1. Pengaruh
a. Menggunakan model
a. Menggunakan
dua
Pembelajaran CTL
CTL.
variabel terikat yaitu
terhadap Minat dan b. Menggunakan satu
minat dan hasil belajar
Hasil Belajar
variabel bebas yaitu
siswa,
sedangkan
Matematika Siswa
model pembelajaran CTL
penelitian
ini
Kelas VIII MTsN
dan dua variabel terikat
menggunakan
dua
Karangrejo Tahun
yang salah satu variabel
variabel terikat yaitu
Ajaran 2010/2011
terikatnya yaitu hasil
motivasi dan hasil belajar
Oleh Sulis
belajar matematika siswa.
siswa.
Ma’firah
c. Menggunakan uji t
b. Sekolah yang diteliti
independen.
yaitu
di
MTsN
d. Terdapat pengaruh yang
Karangrejo.
signifikan model CTL
terhadap hasil belajar.
2. Pengaruh
a. Pemilihan variabel terikat a. Menggunakan
dua
Kecerdasan
yaitu hasil belajar.
variabel bebas yaitu
Emosional (EQ)
b. Pengambilan data
kecerdasan
emosional
dan Motivasi
menggunakan angket.
dan motivasi belajar,
Belajar terhadap
sedangkan penelitian ini
Hasil Belajar
menggunakan
satu
Matematika pada
variabel bebas yaitu
Siswa Kelas VIII
model CTL.
MTsN Langkapan
b. Menggunakan
satu
Srengat Blitar
variabel terikat yaitu
Oleh Feni
hasil belajar sedangkan
Indarwati.
penelitian
ini
menggunakan dua dua
variabel terikat yaitu
motivasi
dan
hasil
belajar.
c. Sekolah yang diteliti
yaitu
di
MTsN
Langkapan
Srengat
Blitar.
3. Eksperimentasi
a. Menggunakan model
a. Menggunakan
dua
Pembelajaran
CTL.
variabel bebas yaitu
Matemati

Dokumen yang terkait

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI HIMPUNAN SISWA KELAS VII SMPN 2 NGUNUT TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2016 2017 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA MATERI HIMPUNAN SISWA KELAS VII SMPN 2 NGUNUT TULUNGAGUNG TAHUN PELAJARAN 2016 2017 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 21

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 3

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 15

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 29

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 26

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 80

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 2

Pengaruh Penggunaan Model Contextual Teaching and Learning (CTL) terhadap Motivasi dan Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VIII SMPN 1 Sumbergempol Tahun Ajaran 2015 2016 - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

1 1 16