Analisis Teknis dan Ekonomis Penggunaan Gas Flare Menjadi Energi Alterntif Sebagai Terobosan Pencapaian Zero Routine Flaring Chapter III VI

BAB 3
MODEL KONSEPTUAL

3.1

Model Konseptual
Model konseptual atau kerangka konseptual suatu penelitian adalah suatu

model konseptual yang menunjukkan hubungan logis antara faktor/variabel yang
telah diidentifikasi penting untuk menganalisis masalah penelitian (Sinulingga,
2014). Kerangka konseptual dibangun berdasarkan teori yang sudah ada maupun
dokumen-dokumen penelitian terdahulu sehingga terintegrasi sebagai satu
kesatuan.
Berdasarkan teori dan penelitian yang dilakukan oleh Handiko (2013)
menyatakan bahwa penggunaan gas flare dipengaruhi oleh empat faktor yaitu
laju/volume gas flare, komposisi gas flare, estimasi sisa cadangan dan posisi daya
tampung konsumen. Pada penelitian ini faktor posisi dan daya tampung konsumen
tidak dikaji karena diasumsikan setiap produk yang dihasilkan merupakan produk
yang dapat dipasarkan dan sudah ada konsumen yang akan menampungnya.
Berikut akan dijelaskan pengaruh laju/volume gas flare, komposisi gas flare dan
estimasi sisa cadangan terhadap pengunaan gas flare.

Laju/volume gas flare, komposisi gas flare dan estimasi sisa cadangan
sebagai variabel independen yang akan mempengaruhi variabel dependen
penggunaan gas flare. Diantara kedua variabel ini (independen dan dependen)
terdapat variabel antara yaitu kelayakan teknis dan ekonomis mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

variabel dependen. Gambaran struktur dan hubungan logis masing-masing
variabel dapat digambarkan dalam bentuk kerangka konseptual pada Gambar 3.1.
Volume/Laju
gas flare
Kelayakan
teknis

Kelayakan
ekonomi

Penggunaan gas
flare


Komposisi gas
flare

Estimasi sisa
cadangan gas

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Sesuai Gambar 3.1 laju/volume gas flare dan komposisi gas flare
mempengaruhi kelayakan secara teknis. Laju/volume dan komposisi gas flare
merupakan dasar penentuan jenis dan jumlah produk yang akan dihasilkan.
Semakin besar laju/volume gas flare yang digunakan maka semakin besar jumlah
produk yang akan dihasilkan begitu juga sebaliknya. Disamping itu laju/volume
gas flare akan menentukan pemilihan teknologi, jika laju/volume gas di bawah
2,5 MMSCFD maka teknologi penggunaan gas yang tersedia adalah sebagai
bahan baku Small Scale LNG, mini plant LPG dan power plant (Handiko, 2013).
Komposisi gas flare akan mempengaruhi jenis produk yang akan
dihasilkan. Gas dengan komposisi metane 80-90%mol digunakan sebagai bahan
baku CNG dan LNG. Jika fraksi berat (propana dan butana) 10-15%mol dapat
digunakan sebagai bahan baku LPG dan apabila nilai kalor antara 950-1250
btu/scf memenuhi spesifikasi sebagai bahan bakar power plant. Jadi kedua


Universitas Sumatera Utara

variabel laju/volume dan komposisi gas flare akan mempengaruhi kelayakan
secara teknis. Selanjutnya kelayakan teknis akan mempengaruhi kelayakan
ekonomi.
Estimasi sisa cadangan akan mempengaruhi keekonomian penggunaan gas
flare. Jumlah gas yang dapat diproduksi dari dalam reservoir akan mengalami
penurunan seiring dengan pertambahan waktu. Sehingganya perlu dilakukan
perhitungan estimasi sisa cadangan sebagai dasar penentuan umur ekonomis
lapangan dan proyeksi penjualan produk dalam perhitungan ekonomi. Variabel
estimasi sisa cadangan gas mempengaruhi kelayakan ekonomi, jika periode
pengembalian investasi (payback period) lebih kecil dari umur ekonomis maka
investasi tersebut layak secara ekonomi sebaliknya jika periode pengembalian
investasi lebih besar dari umur ekonomis maka investasi tersebut tidak layak.
Selanjutnya kelayakan ekonomi ditentukan berdasarkan kriteria nilai IRR
(Internal Rate of Return) dan PP (Payback Period). Jika IRR > MARR dan PP <
umur ekonomis menandakan investasi layak secara ekonomis. Kelayakan
ekonomi akan mempengaruhi dapat atau tidaknya gas flare tersebut digunakan.


3.2 Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penegasan arti dan makna setiap variabel
atau faktor dalam kerangka konseptual. Tujuannya untuk menyamakan pengertian
yang dibutuhkan untuk penilaian masing-masing faktor. Variabel yang
mempengaruhi antara lain:
1. Volume dan Laju Gas Flare.

Universitas Sumatera Utara

Volume dan laju gas flare nilainya berfluktuasi dipengaruhi oleh
tekanan dan temperatur fluida reservoir. Laju produksi gas flare
dinyatakan dalam satuan MMSCFD (Million Standard Cubic Feet per
Day) yang menunjukkan volume gas flare diproduksi setiap hari.
2. Komposisi gas flare
Komposisi gas flare adalah sama dengan gas alam dengan komposisi
utama hidrokarbon (metana, etana, propana, butana, isobutana, dan
sisanya pentana). Selain itu terdapat helium, nitrogen, karbondioksida
dan karbon-karbon lainnya. Besarnya persentase masing-masing
komponen dinyatakan dalam satuan %mol.
3. Estimasi Sisa cadangan gas

Estimasi sisa cadangan merupakan proyeksi jumlah cadangan gas dalam
reservoir yang masih dapat diproduksi. Jumlah sisa cadangan akan
semakin berkurang seiring dengan penurunan tekanan reservoir
sehingga perlu evaluasi kembali jumlah cadangan untuk memberikan
gambaran kinerja reservoir masa mendatang (Wirnanda, 2015). Sisa
cadangan gas dinyatakan dalam satuan MMSCFD.

Universitas Sumatera Utara

BAB 4
RANCANGAN PENELITIAN

4.1.

Tipe Penelitian
Berdasarkan tujuan penulisan yang dilakukan, penelitian ini termasuk

penelitian terapan (applied research) yang ditujukan untuk menyelesaikan
permasalahan yang terjadi di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Jika
ditinjau dari metode yang digunakan, maka penelitian ini merupakan penelitian

studi kasus yaitu suatu penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan
dengan suatu kondisi spesifik (Maxfield dalam Sinulinga, 2014). Dalam penelitian
ini, peneliti mempelajari secara intensif dan memberikan gambaran secara detail
tentang latar belakang, sifat-sifat dan karakter-karakter khas dari kasus.

4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian mulai dilaksanakan Februari 2016 di PT.Pertamina EP Asset 1 Field

Rantau yang berlokasi di Jl. Jakarta No.1 Komperta Rantau Kuala Simpang,
Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Nangro Aceh Darussalam.

4.3

Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan tahapan-tahapan suatu penelitian

tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu kondisi spesifik
dalam melakukan pencarian masalah dan penentuan solusi dari masalah

penelitian. Diagram alur penelitian disajikan pada Gambar 4.1 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Mulai

Survey Pendahuluan
1. Observasi
2. Wawancara

Studi Literatur
1. Buku-buku
2. Jurnal penelitian

Perumusan Masalah
Bagaimana penggunaan gas flare menjadi energi alternatif
yang bernilai ekonomi dan ramah lingkungan

Tujuan Penelitian
Menentukan penggunaan gas flare sehingga bernilai ekonomi sebagai

upaya pencapaian Zero Routine Flaring dan ramah lingkungan

Pengumpulan Data
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Data produksi minyak dan gas
Data gas balance (penggunaan gas)
Data komposisi gas
Data spesifikasi gas untuk bahan bakar dan power plant

Data economic limit rate
Nilai tukar mata uang, suku bunga dan pajak
Harga beli bahan baku (natural gas)
Harga jual LPG, Kondensate dan Lean gas
Data harga mesin dan peralatan mini plant LPG
Data spesifikasi dan kapasitas engine gas
Harga jual listrik
Data harga engine gas dan peralatan pendukung Power plant

A

Gambar 4.1 Langkah- Langkah Penelitian

Universitas Sumatera Utara

A

Pengolahan Data

a. Menentukan alternatif pemanfaatan berdasarkan laju dan volume

b. Menentukan alternatif pemanfaatan berdasarkan komposisi
c. Menentukan estimasi sisa cadangan gas

Analisis Teknis

Alternatif
tidak layak
teknis

Alternatif layak
secara teknis
tidak
ya

1.
2.

Alternatif
tidak layak
ekonomis


Analisis Ekonomi
Internal Rate of Return (IRR)
Payback Period (PP)

Layak secara
ekonomi
tidak
ya
Kesimpulan & Saran

Selesai

Gambar 4.1 Lanjutan

Universitas Sumatera Utara

4.3.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari: Data produksi minyak
dan gas, data gas balance, data komposisi gas, data economic limit rate, data
running hours, data spesifikasi dan kapasitas engine gas, data harga produk LPG,
listrik dan natural gas, nilai suku bunga, pajak, serta data harga peralatan (mesin)
yang diperlukan. Data ini diperoleh dari laporan perusahaan, data statistik, jurnal
dan literatur yang terkait dengan penelitian dan mendukung argumentasi
penelitian ini.
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini yaitu:
1.

Teknik observasi
Teknik observasi yaitu teknik yang dilakukan dengan pengamatan
langsung terhadap suatu kegiatan yang sedang dilakukan.

2.

Teknik wawancara
Teknik wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan
format tanya jawab yang terstruktur maupun tidak terstruktur.

3.

Teknik dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan
menghimpun

data

melalui

dokumen-dokumen.

Data

yang

dikumpulkan dengan teknik dokumentasi yaitu: data produksi minyak
dan gas, data gas balance, data komposisi gas, economic limit rate,
data running hours, spesifikasi dan kapasitas engine gas, data
peralatan mini plant LPG dan power plant, harga produk mini plant
LPG, Listrik, dan Natural gas.

Universitas Sumatera Utara

4.3.2 Pengolahan Data
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan maka dilakukan pengolahan
data untuk menentukan alternatif-alternatif

pemanfaatan gas berdasarkan

volume/laju dan komposisi gas flare. Kemudian dilakukan perhitungan estimasi
sisa cadangan resorvoir

sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan

keekonomian. Selanjutnya dilakukan penentuan alternatif potensial yang menjadi
usulan penggunaan gas flare pada perusahaan berdasarkan pengujian secara teknis
dan ekonomis.

4.3.3 Analisis Teknis dan Ekonomis
Analisa secara teknis berkaitan dengan teknologi yang nantinya akan
diterapkan pada sistem yang akan dikembangkan. Tujuan analisis secara teknis
adalah untuk menentukan teknologi pengolahan yang sesuai dan menentukan
kebutuhan fisik dari proyek. Apabila berdasarkan analisa secara teknis sudah
layak maka dilakukan analisis secara ekonomi. Sebaliknya jika tidak memenuhi
persyaratan yang harus dipenuhi maka alternatif tersebut dianggap tidak layak
secara teknis dan dilakukan pengujian alternatif yang lain.
Analisa keekonomian dilakukan dengan menggunakan parameter Internal
Rate of Return (IRR) dan Payback Period (PP). Investasi dikategorikan layak
secara ekonomi apabila IRR > MARR dan Payback Period lebih kecil dari sisa
cadangan gas. Jika paramater tersebut tidak terpenuhi maka alternatif tersebut
dikategorikan tidak layak secara ekonomi.

Universitas Sumatera Utara

4.3.4

Kesimpulan dan saran
Kesimpulan penelitian diperoleh berdasarkan hasil pengolahan data dan

analisis baik secara teknis maupun secara ekonomis. Sedangkan saran merupakan
masukan terhadap perusahaan agar mampu mengelaborasi hasil penelitian.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5. 1

Alternatif Penggunaan Gas Flare

5.1.1 Penentuan Alternatif Berdasarkan Volume dan Laju Gas Flare
Penentuan jumlah gas flare dipengaruhi oleh jumlah produksi gas
associated dan penggunaan gas untuk kebutuhan internal perusahaan. Volume gas
yang dibakar (gas flare) menurut Sylvester (2014) dapat ditentukan dengan rumus
berikut.
Gas flare = Gas Produced – Gas Utilized.........................(5.1)
Berdasarkan data PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau dari tahun 2012
sampai 2015 diketahui bahwa jumlah gas associated yang diproduksi rata-rata
adalah 5 MMSCFD. Gas ini digunakan untuk kebutuhan operasional perusahaan
dengan jumlah penggunaan sesuai yang terdapat pada Tabel 5.1 di bawah ini.
Tabel 5.1 Data Penggunaan Gas Periode Januari 2012 s.d 2015 (Sumber:
Data PT.Pertamina EP Asset 1 Filed Rantau)

Pada Tabel 5.1 di atas dapat diketahui bahwa penggunaan gas terbesar

Universitas Sumatera Utara

adalah sebagai bahan bakar untuk kompressor, pumping unit dan ESP (Electrical
Submersible Pumps) yang terdapat pada sumur produksi. Di samping itu gas juga
digunakan untuk kebutuhan gas lift atau artificial lift yaitu suatu metode
pengangkatan fluida dari lubang sumur dengan cara menginjeksikan gas yang
relatif bertekanan tinggi ke dalam kolom fluida. Penggunaan gas selanjutnya
adalah sebagai bahan bakar pada power plant sejumlah 0,576 MMSCFD. Saat ini
kebutuhan listrik untuk kegiatan operasional perusahaan dan perumahanperumahan karyawan di lingkungan perusahaan disuplai dari power plant.
Disamping penggunaan gas untuk kebutuhan operasional perusahaan
terdapat gas sisa yang dilakukan pembakaran di flare stack dengan jumlah ratarata 0,584 MMSCFD (12,43% dari total gas asosiasi yang dihasilkan). Gas ini
kemudian dikenal dengan gas flare. Pada dasarnya pembakaran gas dilakukan
untuk kebutuhan safety equipment (menjaga peralatan produksi dari kelebihan
tekanan). Penggunaan gas untuk power plant dari segi volume kurang lebih sama
dengan jumlah gas yang dibakar.
Menurut Handiko (2013) untuk kapasitas kilang di bawah 2,5 MMSCFD
atau 600-700 Kton/tahun pemanfaatan gas yang dapat dilakukan adalah sebagai
bahan baku Small Scale LNG. LNG adalah gas alam yang didinginkan lalu
dikondensasi menjadi liquid (cair). Pengembangan kilang mini LNG ini sangat
cocok diaplikasikan pada lapangan gas yang kecil dan letaknya menyebar.
Disamping itu, pemanfaatan yang dapat dilakukan berdasarkan faktor volume dan
laju gas flare adalah sebagai bahan baku LPG (Liquid Petroleum Gas) dan Gas to
Wire (GTW).

Universitas Sumatera Utara

5.1.2 Penentuan Alternatif Berdasarkan Komposisi Gas Flare
Secara umum karakteristik gas alam murni adalah tidak berwarna, tidak
berbentuk dan tidak berbau. Gas alam mampu menghasilkan pembakaran yang
bersih dan hampir tidak menghasilkan emisi buangan yang dapat merusak
lingkungan. Komposisi gas diperoleh berdasarkan hasil uji laboratorium
menggunakan pendekatan metode krimatographi gas. Hasil pengujian analisa gas
PT.Pertamina EP Asset 1 Filed Rantau dapat dilihat pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Komposisi Gas (Sumber: Data PT.Pertamina EP Asset 1
Field Rantau)

Komponen utama dari gas alam adalah senyawa hidrokarbon yang terdiri
dari methane, ethane, propane, butane dan pentane. Selain itu juga terdapat
senyawa impurities berupa acid (CO 2 dan H 2 S), moisture (H 2 O) dan unsur-unsur
kimia lain (Mercury, Helium, Argon dan Nitrogen). Senyawa pengotor umumnya
bersifat korosif (Hg, acid, sulfur dan air) sehingga harus dipisahkan dari gas alam.
Terutama senyawa H 2 S selain bersifat korosif, berbau tidak enak juga mempunyai

Universitas Sumatera Utara

karakter mudah meledak.
Gas yang dihasilkan oleh PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau ini
termasuk kategori sweet gas karena tidak mengandung senyawa H 2 S yang
mengandung racun berbahaya bagi manusia dan lingkungan sekitar. Supaya gas
tersebut dapat dimanfaatkan terlebih dahulu harus dibersihkan dari pengotor
Spesifikasi gas yang dibutuhkan untuk bahan bakar adalah Sulfur <
3,5ppmv, CO 2 < 50ppmv, H 2 O < 7lb/mmscf dan Merkuri < 0,01Mg/NM3
(Handiko, 2013). Selain itu komposisi gas yang dikirim ke konsumen juga harus
memenuhi komposisi methane minimal 80%mol, berat jenis 0,55 – 0,88 dan
mempunyai nilai oktan lebih kurang 120 dengan nilai kalor pembakaran 900011.000 Kcal/kg. Sedangkan spesifikasi gas yang dibutuhkan untuk power plant
diantaranya adalah nilai kalor rata-rata 950-1250 Btu/scf, oksigen maks 0,1%mol,
H 2 S maks 8ppmv, methane maks 80%mol, karbondioksida maks 5%mol
(Mestika, 2009). Satuan jumlah partikel dinyatakan dalam mol. 1 mol atom atau
molekul adalah sebanyak 6,02 x 10-23 buah atom/molekul. Konversi satuan mol
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Apabila gas flare dimanfaatkan menjadi bahan bakar (seperti LPG, CNG
dan LNG) maka komposisi utama yang harus diperhatikan adalah dari unsur
hidrokarbon (methane, propane, butane, dll).

Small scale LNG dan CNG

memiliki komponen utama methane (CH 4 ) dalam komposisi gas jualnya.
Sedangkan LPG, komponen utamanya adalah propana (C 3 H 8 ) dan butane
(C 4 H 10 ). Untuk lebih jelasnya perbandingan spesifikasi produk LNG, CNG, LPG
dan power plant dapat di lihat pada Tabel 5.3 di bawah ini.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.3 Perbandingan Spesifikasi Produk LNG, CNG, LPG dan
Power Plant (Sumber: Handiko, 2013)

Untuk mendapatkan spesifikasi gas komersial, maka dibutuhkan fasilitas
pemurnian

gas

seperti

separator,

CO 2

removal

dan

dehidrasi

yang

kompleksitasnya tergantung pada jumlah dan jenis komponen pengotor.
Komposisi gas yang dihasilkan oleh PT.Pertamina pada Tabel 5.2 memiliki
komponen methane 58,78%mol (di bawah 80%mol) sedangkan fraksi berat
(propane dan butane) 12,62%mol. Fraksi berat yang terdapat pada gas tersebut
tergolong tinggi dan pada bahan bakar dapat menyebabkan pembakaran tidak
sempurna (menghasilkan asap hitam C) sehingga fraksi berat ini harus dipisahkan
dengan cara memanfaatkan gas sebagai bahan baku untuk memproduksi LPG.
Pada Tabel 5.2 di atas nilai kalor (Gross Heating Value) gas adalah
1719,68 BTU. Untuk menguji nilai kalor gas berada dalam spesifikasi yang
dipersyaratkan mesin pembangkit (950-1250 BTU/scf) maka perlu dikonversi
satuan nilai kalor gas BTU ke dalam satuan BTU/scf dengan perhitungan sebagai
berikut:
Pada tabel konversi natural gas 1 BTU = 10-6 MMBTU dan 1 MMBTU≈ 860,1
scf

Universitas Sumatera Utara

1 719,68 BTU = 1 719,68 x 10-6 MMBTU atau
= 1,719 x 10-3 MMBTU
satuan MMBTU diubah menjadi scf;
1,719 x 10-3 MMBTU = 1,719 x 10-3 x 860,1 scf
= 1,479 scf
Maka 1 719,68 BTU =

1719,68 ���
1,479 ���

= 1162,73 BTU/scf
Jadi 1719,68 BTU setara dengan 1162,43 Btu/scf. Nilai ini berada dalam
batas spesifikasi yang dipersyaratkan untuk mesin pembangkit power plant.
Disamping itu persentase oksigen, H 2 S, methane dan karbondioksida juga sudah
memenuhi spesifikasi untuk power plant. Sehingga berdasarkan faktor komposisi
gas alternatif pemanfaatan yang dapat dilakukan adalah menjadikan gas flare
sebagai bahan baku LPG dan bahan bakar power plant (Gas to Wire).

5.1.3 Teknologi Pemanfaatan Gas Flare
Pada sub bab sebelumnya telah dilakukan analisa alternatif pemanfaatan
gas flare dengan memperhatikan faktor volume dan laju gas dan komposisi gas.
Sebelum dilakukan penentuan alternatif yang dominan memenuhi kedua faktor,
berikut akan dijelaskan teknologi yang digunakan untuk pemanfaatan gas flare.
Teknologi berkaitan dengan metode dan cara yang digunakan untuk pemanfaatan
gas. Metode yang digunakan untuk mengubah gas secara fisik yaitu pipeline,
CNG, LNG dan GTS (Gas to Hydrate). Ada pula metode yang secara kimia
mengubah gas yaitu GTL (Gas to Liqiud), GTW (Gas to Wire), dan GTC (Gas to

Universitas Sumatera Utara

Chemical). Menurut Handiko (2013) beberapa teknologi yang digunakan dalam
pemanfaatan gas flare diantaranya adalah:
1.

Teknologi Pipeline.
Jalur pipa (pipeline) merupakan metode termurah dan termudah untuk
mentransportasikan gas bumi dari sumber ke pengguna. Pipa untuk
penyalurannya dibangun di atas permukaan tanah, dan dapat juga
ditaruh di bawah tanah untuk area yang sensitif dan berbahaya.
Bahkan jalur pipa bisa dibangun dalam air tawar dan laut. Jalur pipa
sudah diaplikasikan di lingkungan perusahaan untuk menyalurkan gas
dari HPCS (High Pressure Compressor System) ke rumah-rumah
karyawan. Gas ini digunakan sebagai bahan bakar pengganti elpiji.

2.

Teknologi LNG ( Liqiud Natural Gas).
LNG merupakan gas bumi yang dicairkan melalui proses pendinginan
hingga mencapai suhu -1600C pada tekanan 1 atm. Secara umum
tahapan

teknologi

memudahkan

dimulai

dalam

proses

dari

eksplorasi,

transportasi,

pencairan
pengkapalan

untuk
dan

regasification (mengubah gas bumi yang dicairkan menjadi wujud gas
kembali sebelum disalurkan ke konsumen akhir).
3.

Teknologi CNG (Compressed Natural Gas).
CNG adalah gas bumi yang dikompresi pada tekanan tinggi dengan
tujuan agar diperoleh volume yang lebih besar untuk dibawa. Volume
gas bumi menjadi 1/133 kali ketika ditekan menjadi 1400 psig dengan
temperatur 00C. Secara umum proses produksi CNG dimulai dari gas

Universitas Sumatera Utara

treatment facility untuk memisahkan pengotor dalam CNG seperti air,
hidrokarbon berat, CO 2, dan H 2 S dengan menggunakan separator.
Selanjutnya dilakukan proses kompresi sesuai dengan tekanan yang
diinginkan dan kemudian disimpan dalam tabung atau storage gas.
4.

Teknologi LPG (Liquid Petroleum Gas).
LPG merupakan campuran dari hidrokarbon yang berbentuk gas pada
tekanan atmosfir, namun dapat diembunkan kembali menjadi bentuk
cair pada suhu normal dengan tekanan yang cukup besar. LPG
dihasilkan dari proses crude oil di kilang minyak melalui fraksinasi,
serta pemisahan komponen C 3 dan C 4 dari gas bumi. Merujuk kepada
sejarahnya PT.Pertamina EP Asset 1 Field Rantau pada tahun 1966
sudah pernah membangun kilang LPG di komplek Rantau. Namun
pada tahun 1998 LPG plant ini ditutup karena gas yang diproduksi
digunakan untuk keperluan injeksi sumur dan keperluan utilitas.

5.

Teknologi GTW (Gas to Wire) atau Power Plant.
GTW merupakan proses konversi gas menjadi energi listrik. GTW
umumnya dikenal dengan pembangkit listrik menggunakan bahan
bakar gas. Teknologi GTW sudah diaplikasikan pada perusahaan
untuk memenuhi kebutuhan listrik operasional perusahaan dan
perumahan karyawan.

Berdasarkan hasil analisa dari segi faktor volume/laju gas flare

dan

komposisi gas flare selanjutnya dilakukan pemilihan alternatif pemanfaatan yang
dominan. Pemilihan alternatif pemanfaatan dapat dilihat pada Tabel 5.4

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5.4 Pemilihan Alternatif Pemanfaatan Gas Berdasarkan
Faktor Laju/Volume dan Komposisi

Berdasarkan Tabel 5.4 alternatif dominan yang memenuhi faktor laju/volume dan
komposisi gas flare yaitu menjadikan gas flare sebagai bahan bakar untuk power
plant dan bahan baku mini plant LPG. Selanjutnya akan dilakukan pemilihan
alternatif potensial yang dapat diimplementasikan pada perusahan dengan
melakukan analisis secara teknis dan ekonomis.

5.2 Penentuan Estimasi Sisa Cadangan
Besarnya cadangan hidrokarbon dari suatu lapangan sangat penting untuk
diketahui sebab nilai cadangan ini digunakan untuk mempertimbangkan
keekonomian suatu lapangan (Wirnanda, 2015). Jumlah minyak atau gas yang
dapat diproduksi dari dalam reservoir akan mengalami penurunan seiring dengan
penurunan tekanan reservoir sehingga perlu adanya evaluasi kembali tentang
jumlah cadangan dengan melihat sifat dan karakteristik reservoir tersebut. Hasil
evaluasi ini dapat dijadikan sebagai gambaran tentang peramalan kinerja reservoir
di masa mendatang sehingga dapat menjadi suatu parameter penting dalam proses

Universitas Sumatera Utara

perencanaan dan pengembangan lapangan tersebut.
Ada beberapa metode perhitungan cadangan cadangan hidrokarbon
menurut Partowidagdo (2009) diantaranya adalah:
1. Metode analogi, digunakan biasanya untuk prospek yang belum dibor
(memperkirakan cadangan traktat belum dibor).
2. Metode volumetric, untuk menentukan jumlah minyak di tempat dengan
menggunakan ukuran reservoir serta sifat batuan dan cairan.
3. Metode decline curves, digunakan ketika reservoir telah diproduksi untuk
beberapa waktu dan telah menunjukkan kecendrungan penurunan dalam
tingkat produksi.
4. Metode material balance, digunakan untuk memperkirakan besarnya

cadangan reservoir suatu lapangan yang sudah dikembangkan, dengan
data-data produksi yang diperoleh.
5. Metode simulasi reservoir, aplikasi konsep dan teknik pembuatan model
matematis dari suatu sistem reservoir dengan tujuan agar mendapatkan
hidrokarbon (minyak) secara optimal dan ekonomis.
Pada penelitian ini penentuan umur cadangan gas menggunakan metode
decline curve analysis disesuaikan dengan ketersedian data yang ada. Metode
decline curve merupakan salah satu metode untuk memperkirakan besarnya
cadangan minyak dan gas berdasarkan data-data produksi setelah selang waktu
tertentu. Tujuan dilakukannya metode decline curve analysis adalah untuk
memperoleh gambaran tentang prospek produksi lapangan tersebut di masa yang
akan datang, sehingga dapat menentukan langkah terbaik untuk mengembangkan

Universitas Sumatera Utara

lapangan tersebut.
Syarat utama menggunakan metode decline curve adalah laju produksi
telah menurun yang disebabkan oleh keadaan reservoir, bukan oleh menurunnya
kemampuan alat produksi. Penurunan laju produksi dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, diantaranya mekanisme pendorong reservoir, tekanan, sifat
fisik

batuan

dan fluida reservoar. Tipe decline

curve ditentukan sebelum

melakukan perkiraan jumlah cadangan sisa dan umur dari reservoir yang dikaji
berproduksi sampai dengan q limit. Adapun pertimbangan menggunakan metode
decline curve dibandingkan metode lainnya dapat dilihat pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5 Perbandingan Metode Penentuan Cadangan Reservoir
(Sumber: Partowidagdo, 2009)
No

Metode

1

Analogi

2

Volumetrik

3

Material
balance

4

Decline
Curve
Simulasi
Reservoir

5

Data
yang Kelebihan
Kekurangan
Dibutuhkan
Data sumur atau a. Cepat dan murah
Kurang teliti
lapangan sekitarnya
b. Bisa dilakukan
sebelum
pengeboran
Informasi minimal,
Perkiraan
a. Data log dan
cepat dapat dilakukan kurang tepat
core
di awal produksi
b. Perkiraan luas
c. RF dan
d. Sifat fluida
Tidak perlu perkiraan Dibutuhkan
a. Data tekanan
luas, RF dan
banyak
b. Data produksi
ketebalan
informasi
c. Fluida dan
d. Batuan
Cepat dan murah
Data produksi
Dibutuhkan
kondisi konstan
Lebih mampu
Mahal dan
a. Data material
menjelaskan secara
butuh waktu
balance untuk tiap
rinci
lebih lama
sel
b. Data sumur
c. Data geologi

Untuk penerapan metode decline curve diperlukan data-data produksi yaitu

Universitas Sumatera Utara

laju produksi minyak awal (q), dan waktu produksi (t). Tabel 5.6 merupakan
rekapitulasi data produksi minyak dan gas PT.Pertamina EP Asset 1 Filed Rantau
dari bulan Januari 2012 s.d Juni 2015.
Tabel 5.6 Data Produksi Minyak dan Gas

Berdasarkan data produksi minyak dan gas pada Tabel 5.6, langkah

Universitas Sumatera Utara

selanjutnya metode decline curve yaitu menggambarkan grafik hubungan laju
produksi (Q 0 ) terhadap waktu (t). Dalam hal ini karena gas termasuk kategori gas
asosiasi dengan minyak bumi, maka laju produksi dan penentuan periode
penurunan disesuaikan dengan laju dan penurunan minyak bumi. Grafik
perbandingan laju produksi minyak (Q 0 ) terhadap waktu (t) per bulan mulai
Januari 2012 s.d Juni 2015 terdapat pada Gambar 5.1 di bawah ini.

Gambar 5.1 Produksi Minyak
Penarikan trend decline diambil dari data produksi sebelum dilakukan injeksi
yaitu Maret 2013 s.d Juni 2015. Selama periode ini diasumsikan bahwa tidak terjadi
penambahan sumur produksi baru. Selanjutnya data produksi selama periode
penurunan di plotkan pada Gambar 5.2.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 5.2 Kecenderungan Penurunan Produksi Minyak
Untuk menentukan tipe decline curve yang sesuai maka digunakan metode
Loss Ratio. Ekstrapolasi data menggunakan metode Loss Ratio dilakukan dengan
cara menghitung kehilangan (loss) produksi selama periode analisa, dan
digunakan dalam bentuk tabulasi untuk keperluan ekstrapolasi dan identifikasi
jenis decline. Hasil perhitungan konstanta penurunan dengan metode Loss Ratio
dapat dilihat pada Tabel 5.7 di bawah ini.
Tabel 5.7 Identifikasi Jenis Kurva dengan Metode Loss Ratio

Tabel 5.7 Lanjutan

Universitas Sumatera Utara

Hasil identifiksi jenis kurva dengan menggunaan metode loss ratio
diperoleh konstanta penurunan (b) sebesar 0,29 yang berada antara 0 s.d 1.
Sesuai teori jika nilai 0