Studi Penggunaan Komposit Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Besi (Fe) Mangan (Mn) Dan Zink (Zn) Pada Air Sungai Belawan Chapter III V

BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1.

Bahan
-

Kitosan

-

NaOH

p.a (E.Merck)

-

Cu(NO3)2.5H2O

p.a (E.Merck)


-

Asam Asetat

p.a (E.Merck)

-

HNO3

p.a (E.Merck)

-

Akua steril

-

Aquadest


-

Air Sungai Belawan

3.2.

Alat

-

ICP-OES

Varian

-

Seperangkat alat spektrofotometer FTIR

Shimadzu


-

Beaker Glass

Pyrex

-

Erlenmeyer

Pyrex

-

Gelas Ukur

Pyrex

-


Spatula

-

Corong

-

Kertas Saring

-

Labu Takar

Pyrex

-

Neraca Analitik (presisi±0,0001g)


Mettler

-

Spatula Kaca

-

Pipet ukur

-

Pompa injeksi

-

Kolom

23

Universitas Sumatera Utara

3.3. Cara Pengambilan Sampel
Teknik lokasi pengambilan sampling menggunakan teknik ”purpose random
sampling”. Pada pengambilan sampel menggunakan cara point sampler dimana
sampel di ambil pada 3 (tiga) titik (SNI 6989.57:2008)
Titik I di ambil di wilayah pasar sunggal yang merupakan wilayah padat
penduduk dengan aktifitas yang padat, titik II di ambil di sekitar PDAM Tirtanadi
yang menggunakan sungai Belawan sebagai sumber air, dan titik III di ambil di
wilayah pasar I sunggal. Pengambilan sampel air dilakukan di lapisan permukaan
kemudian dimasukkan ke dalam satu botol yang berukuran 600 ml. kemudian Sampel
air ditambahkan HNO3 sebagai pengawet.

3.4. Prosedur Penelitian
3.4.1.

preparasi sampel

Sebanyak 100 mL Air Sungai dimasukkan kedalam Beaker glass, ditambahkan 5 mL
HNO3 pekat dipanaskan hingga setengah volume awal diatas hotplate, kemudian

didinginkan dan disaring dengan kertas saring dan diencerkan kedalam labu takar 100
mL. Selanjutnya dianalisa logam Fe, Mn dan Zn dengan menggunakan ICP-OES.

3.4.2. Pembuatan Pereaksi
3.4.2.1. Pembuatan Larutan Asetat 1%(v/v)
Sebanyak 10 mL asam asetat glasial dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL,
kemudian diencerkan dengan aqua steril sampai garis tanda, dan dihomogenkan.

3.4.2.2. Pembuatan Larutan NaOH 2 M (b/v)
Sebanyak 40 g NaOH pelet dimasukkan kedalam Beaker glass. Dilarutkan dengan
aquadest, dimasukkan kedalam labu takar 500 mL kemudian diukur hingga garis tanda
sehingga diperoleh larutan NaOH 2 M.

Universitas Sumatera Utara

3.4.2.3. Pembuatan Larutan Cu(NO3)2.5H2O 0,5 M
Sebanyak 34.6875 g Kristal Cu(NO3)2.5H2O dimasukkan ke dalam Beaker glass.
Dilarutkan dengan

aquadest, dimasukkan kedalam labu takar 500 mL kemudian


diukur hingga garis tanda sehingga diperoleh larutan Cu(NO3)2 0,5 M.

3.4.3. Pembuatan Larutan Kitosan
Sebanyak 10 g kitosan dilarutkan kedalam larutan asetat 1% (b/v) sebanyak 1000 mL,
lalu diaduk sampai homogen sehingga diperoleh larutan kitosan kental,

3.4.4. Pembuatan Kitosan CuO
Larutan kitosan dimasukkan kedalam Beaker glass, kemudian ditambahkan dengan
larutan Cu(NO3)2 0,5 M dengan rasio (2:1) hingga diperoleh larutan kental Larutan
kental dimasukkan kedalam pompa injeksi dan diteteskan kedalam larutan NaOH 2 M
hingga terbentuk butiran hitam. Selanjutnya didiamkan selama 1 malam, kemudian
disaring dicuci dengan akuades dan dikeringkan.

3.4.5. Proses Adsorpsi Logam pada Air Sungai Sunggal dengan Kitosan CuO
Sebanyak 50 mL Air belawan Sunggal setelah didestruksi dimasukkan kedalam kolom
yang telah berisi 15 g kitosan CuO, didiamkan selama 15, 30, 45, 60, dan 75 menit,
kemudian dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial, Selanjutnya dianalisa
logam Fe, Mn dan Zn dengan menggunakan ICP.


3.5.

Bagan Penelitian

3.5.1.

Preparasi Sampel (SNI 6989.57:2008)

Universitas Sumatera Utara

100 mL air sungai

dimasukkan kedalam Beaker glass,
ditambahkan 5 mL HNO3 pekat dipanaskan hingga
setengah volume awal diatas hotplate,
didinginkan dan disaring dengan kertas saring
diencerkan kedalam labu takar 100 mL.

dianalisa logam Fe, Mn dan Zn
dengan menggunakan ICP-OES.


Gambar 3.1 preparasi sampel

Universitas Sumatera Utara

3.5.2. Pembuatan Larutan Asetat 1%(v/v)

10 ml asam asetat

dimasukkan kedalam labu takar
ditambahkan aquades sampai tanda
garis
dihomogenkan

Larutan asam aseta 1%

Gambar 3.2 Pembuatan Larutan Asetat 1%

Universitas Sumatera Utara


3.5.3.

Pembuatan Larutan NaOH 2M

4 g NaOH

Dilarutkan dengan aquadest, dimasukkan
kedalam labu takar 500 mL
Sampai tanda garis

Larutan NaOH 2M

Gambar 3.3 Pembuatan Larutan NaOH 2M

Universitas Sumatera Utara

3.5.4.

Pembuatan Larutan Cu(NO3)2.5H2O 0,5 M
34.6875 g Kristal
Cu(NO3)2.5H2O

Dilarutkan dengan
aquadest,
dimasukkan kedalam labu takar 500
mL
Sampai tanda garis

larutan Cu(NO3)2 0,5 M.

Gambar 3.4 Pembuatan Larutan Cu(NO3)2.5H2O 0,5 M

3.5.5. Pembuatan Larutan Kitosan
10 g kitosan

dilarutkan kedalam
sebanyak 1000mL

larutan asetat 1% (b/v)

diaduk sampai homogen

larutan kitosan kental
Gambar 3.5 Pembuatan Larutan Kitosan

Universitas Sumatera Utara

3.5.6.

Pembuatan Kitosan CuO
Larutan kitosan
dimasukkan kedalam Beaker glass
ditambahkan dengan larutan Cu(NO3)2 0,5 M dengan
rasio (2:1)

larutan kitosan kental
dimasukkan kedalam pompa injeksi dan diteteskan kedalam
larutan NaOH 2 M hingga terbentuk butiran hitam.
didiamkan selama 1 malam, kemudian disaring dicuci
dengan akuades dan dikeringkan.

Kitosan CuO

Gambar 3.6 Pembuatan Kitosan CuO

Universitas Sumatera Utara

3.5.7.

Preparasi Air Sungai Belawan dengan Metode Destruksi Basah

100 mL Air Sungai Belawan
dimasukkan kedalam Beaker glass,
ditambahkan 5 mL HNO3 pekat
dipanaskan hingga setengah volume awal diatas hotplate
didinginkan dan disaring dengan kertas saring diencerkan
kedalam labu takar 100 mL

analisa logam Fe, Mn, dan Zn dengan
menggunakan ICP-OES.

Gambar 3.7 Preparasi Air Sungai Belawan dengan Metode Destruksi Basah

Universitas Sumatera Utara

3.5.8. Proses Adsorpsi Logam pada Air Sungai Belawan dengan Kitosan CuO

50mL Air Sungai Belawan setelah
didestruksi

dimasukkan kedalam kolom yang telah berisi 15 g kitosan
CuO,
didiamkan selama 15, 30, 45, 60, 75 menit, kemudian
dibuka tutup kolom dan ditampung dengan botol vial

analisa logam Fe, Mn, dan Zn dengan
menggunakan ICP-OES.

Gambar 3.8 Proses Adsorpsi Logam Pada Air Sungai Belawan dengan
Komposit Kitosan CuO

BAB 4

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Preparasi sampel
Pada penelitian ini air sungai belawan sebagai sampel memiliki warna kuning
kecoklatan agak keruh di distruksikan dengan larutan HNO3. Kemudia mengukur
absorbansi dengan menggunaka ICP-OES pada panjang gelombang tertentu.
Konsentrasi sampel yang baku yang didapat kemudian dibandingkan dengan
konsentrasi sampel air yang menggunakan kitosan CuO.
4.1.2. Pembuatan Kitosan CuO
Larutan kitosan dalam beaker gelas ditambah kan Cu(NO3)2 0,5 M larutan dengan
rasio (2:1) maka dlarutan kitosan mengental kemudian dimasukkan kedalam pompa
injeksi diteteskan kelarutan NaOH 2M hingga terbentuk butiran hitam.
Cu(NO3)2 (aq) + 2NaOH(aq) → Cu(OH)2 + 2 NaNO3(aq)
Cu(OH)2 (l) → CuO (s) + H2O (l)
Kemudian didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dan dicuci dengan aquades
dan dikeringkan terbentuk kitosan CuO butiran berwarna hitam.

33

Universitas Sumatera Utara

4.1.3. Data FT-IR
Spektrum dan data FT-IR pada kitosan Komersil dapat dilihat pada tabel 4.1 dan

3500

3000

2500

2000
1500
Wavenumber cm-1

668.48

896.18

1083.02
1030.88

1154.92

1261.45

1324.59

1423.79
1383.18

1512.56

1641.75

2125.82

2360.64
2341.96

2879.28

3440.01

50

60

Transmittance [%]
70
80

90

100

gambar 4.1 berikut:

1000

Gambar 4.1. Spektrum FT-IR Kitosan Komersil

Tabel 4.1. Data FT-IR Kitosan Komersil
Bilangan Gelombang ( cm-1)

Gugus Fungsi

3440,01

O-H tumpang tindih denganN-H

2879,28

C-H (-CH2-) streching

1641,75

C=O (-NHCOCH3) streching

1512,58

N-H bending

1423,79

C-H(-CH2-) bending

1383,18

C-N

1083,02

C-O (-C-O-C-) stretching

Universitas Sumatera Utara

Spektrum dan data FT-IR pada kitosan CuO dapat dilihat pada gambar 4.2 dan tabel

3500

3000

2500

2000
1500
Wavenumber cm-1

654.41
614.48

849.41

1095.95

1458.99

1635.61

2361.47
2337.78

3443.83

60

65

70

Transmittance [%]
75
80
85

90

95

4.2 berikut.

1000

Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Kitosan CuO

Tabel 4.2. Data Spektrum FT-IR Kitosan CuO
Bilangan Gelombang ( cm-1)

Gugus Fungsi

3443,83

O-H tumpang tindih dengan N-H

1635,61

C=O stretching

1458,99

N-Cu

1095,95

C-N

Universitas Sumatera Utara

4.1.4. Data Konsentrasi Logam Pada Air Sungai belawan Dengan Menggunakan
ICP-OES
Data konsentrasi logam pada air sungai dapat dilihat pada tabel 4.1 dibawah ini

Tabel 4.3. Data konsentrasi logam pada air sungai Belawan
No

Parameter

Konsentrasi(mg/L)

Baku Mutu

1.

Besi(Fe)

0,05051

0,3

2.

Mangan (Mn)

0,3251

0,1

3.

Seng (Zn)

0,06402

0,05

4.1.5. Data Konsentrasi Logam Pada Air Sungai Sunggal Setelah Penambahan
Kitosan CuO Dengan Menggunakan ICP-OES
Data konsentrasi logam pada air sungai sunggal setelah penambahan kitosan CuO
dapat dilihat pada tabel dibawah ini

Tabel 4.4.

Data Konsentrasi Logam Pada Air Sungai Belawan Setalah
Penambahan Kitosan

Waktu kontak

Berat

(menit)

kitosan

Konsentrasi (mg/L)
Fe

Mn

Zn

0,03981

0,10518

0,01976

0,02875

0,07464

0,00525

45

0,01530

0,03136

0,00509

60

0,01846

0,04137

0,00513

75

0,02071

0,04009

0,00811

15
30

15 g

Universitas Sumatera Utara

4.1.6. Data Persentase Penurunan Konsentrasi Logam Pada Air Sungai Sebelum
Dan Setelah Penambahan Kitosan CuO dengan Menggunakan ICP-OES
(Penentuan Persen (%) Adsorpsi)
Persentasi penurunan konsentrasi logam pada air sungai sebelum dan setelah di
adsorpsi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut:
%Adsorpsi =
Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada tabel 4.1 dan 4.2 maka penentuan

%

adsorpsi dapat dihitung sebagai berikut:
= 91,799%

%Adsorpsi =

Berdasarkan perhitungan diatas dapat diproleh persentasi penurunan sebagai berikut :
Tabel 4.5. Data Penurunan Persentase Konsentrasi Logam Pada Air Sungai
Sebelum Dan Setelah Di Adsorpsi Pada Waktu 15 Menit
Waktu
(menit)
Fe

Konsentrasi(mg/L)
Setelah
Sebelum Penambahan
penambahan
kitosan
kitosan
0,05051
0,03981

Konsentrasi
Terserap
(mg/L)

Daya
serap
(%)

0,0107

21,18

Mn

0,3251

0,10518

0,2199

67,64

Zn

0,06402

0,01976

0,0443

69,13

Tabel 4.6. Data Penurunan Persentase Penurunan Konsentrasi Logam Pada Air
Sungai Sebelum Dan Setelah Di Adsorpsi Pada Waktu 30 Menit

Universitas Sumatera Utara

Konsentrasi(mg/L)

Konsentrasi

Daya

Sebelum

Setelah penambahan

Terserap

serap

Penambahan kitosan

kitosan

(mg/L)

(%)

Fe

0,05051

0,02875

0,02176

43,08

Mn

0,3251

0,07464

0,2505

77,04

Zn

0,06402

0,00525

0,05877

91,79

Logam

Tabel 4.7. Data Penurunan Persentase Penurunan Konsentrasi Logam Pada Air
Sungai
Sebelum Dan Setelah Di Adsorpsi Pada Waktu
45 Menit
Konsentrasi(mg/L)
Sebelum

Setelah

Konsentrasi

Daya

Penambahan

penambahan

Terserap (mg/L)

serap (%)

kitosan

kitosan

Fe

0,05051

0,01530

0,0352

69,71

Mn

0,3251

0,03136

0,2937

90,35

Zn

0,06402

0,00509

0,0509

92,05

Logam

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.8. Data Penurunan Persentase Penurunan Konsentrasi Logam Pada Air
Sungai Sebelum Dan Setelah Di Adsorpsi Pada Waktu 60 Menit
Konsentrasi(mg/L)
Logam

Sebelum

Setelah

Konsentrasi

Daya

Penambahan

penambahan

Terserap (mg/L)

serap(%)

kitosan

kitosan

Fe

0,05051

0,01846

0,03205

63,45

Mn

0,3251

0,04137

0,2837

87,27

Zn

0,06402

0,00513

0,0588

91,97

Tabel 4.9. Data Penurunan Persentase Penurunan Konsentrasi Logam Pada Air
Sungai Sebelum Dan Setelah Di Adsorpsi Pada Waktu 75 Menit
Konsentrasi(mg/L)
Sebelum

Setelah

Konsentrasi

Daya

Penambahan

penambahan

Terserap (mg/L)

serap(%)

kitosan

kitosan

Fe

0,05051

0,02071

0,0298

58,99

Mn

0,3251

0,04009

0,2850

87,66

Zn

0,06402

0,00811

0,0559

87,33

Logam

Universitas Sumatera Utara

daya serap (%)

Kurva Hubungan Antara Waktu
Dan Daya Serap
100
80
60
40
20
0

fe
mn
15

30

45

60

75

zn

waktu (menit)

Gambar 4.3 Kurva Hubungan Antara Waktu Kontak Dengan Daya Serap

Kitosan CuO yang berwana hitam berbentuk butiran-butiran pasir di masukkan
ke dalam kolom sebanyak 15 g dan kemudian ditambahkan sampel terjadi gelembunggelumbung dan air sampel menjadi berwarna biru muda dan terbentuk endapan
kecoklatan kemudian setalah 15 menit disaring dan menghasilkan filtrat berwarna biru
muda bening dilakukan pengulangan yang sama pada rentang waktu 30 menit, 45
menit, 60 menit dan 75 menit. Kemudia di analisa dengan menggunakan ICP-OES.
Maka diperoleh absorbansi dan persen daya serap seperti pada 15 menit pertama data
tabel 4.9, pada menit 30 pada data table 4.10, pada menit 45 menit pada tabel 4.11,
menit ke 60 pada tabel 4.12 dan menit ke 75 pada tabel 4.13 . dapat dilihat hubungan
antara waktu kontak dan persen daya sarap yang dapat dlihat pada gambar 4.5 dimana
pada waktu kontak selama 45 menit mengalami kenaikan daya serap yang sangat
signifikan, sedangkan antara kontak waktu 45 menit menuju 60 dan 75 menit daya
serap menurun. terdapat perbedaan sedikit sedangkan pada logam Fe mengalami
penurunan.

Universitas Sumatera Utara

4.2.

Pembahasan

4.2.1.

Analisa FTIR

FT-IR digunakan untuk memberikan informasi mengenai adanya perubahan gugus
fungsi yang terbentuk pada suatu senyawa tertentu yang menandakan telah terjadi
interaksi secara kimia. Hasil analisis spektrum infra merah dari kitosan komersil
seperti pada gambar 4.3 diatas. Spektra FTIR dari kitin dan kitosan menunjukkan
gugus-gugus yang ada pada polimer-polimer tersebut. Pada kitosan terdapat ulur OH
pada bilangan gelombang 3440,01 cm-1 yang memunculkan pita lebar dengan
intentitas yang kuat. Pada daerah bilangan gelombang ini seharusnya ulur N-H juga
muncul, tetapi karena tertutup oleh uluran OH yang lebih lebar maka ulur N-H tidak
dapat diamati. Adanya ulur N-H dapat diperjelas dengan adanya tekukan N-H pada
bilangan gelombang 1512,58 cm-1 . Serapan pada bilangan gelombang 2879,82 cm-1
merupakan rentang C-H dari metilen (-CH2) dari rantai utama kitin yang berbentuk
siklik. Adanya vibrasi ini diperjelas dengan adanya tekuk C-H dari metil maupun
metilen pada bilangan gelombang 1383,18 cm-1 . Pada bilangan gelombang 1641,75
cm-1 terdapat rentang C=O yang berasal dari gugus amida (-NHCOCH3-).
Pembentukan kitosan CuO seperti pada gambar 4.4 dan tabel 4.6 . Serapan
pada bilangan gelombang 3500-3100 cm-1 tidak ditemukan puncak yang spesifik
karena pada daerah ini terdapat uluran O-H yang tumpang tindih dengan ulur N-H
yang memiliki daerah pergeseran yang lebih lebar karena pada N-H telah terikat
tembaga. Adanya uluran N-H yang terikat dengan tembaga diperjelas dengan adanya
tekukan yang mengalami pergeseran ke bilangan gelombang yang lebih kecil yaitu
dari bilangan gelombang 1512,58 menjadi 1458,99 cm-1 akibat semakin besarnya masa
tereduksi dan mengikat senyawa kompleks.

Universitas Sumatera Utara

4.2.2. Penyerapan Logam Dengan Kitosan CuO
Air sungai belawan yang di ambil dari kecamatan medan sunggal memiliki kadar
logam berat Fe 0,05051 mg/l, Mn 0,3252 mg/l dan Zn 0,06402 hasil menunjukkan
kadar logam Mn dan Zn berada diatas batas standar baku mutu SNI 7387-2009, pada
logam Fe tidak melebihi standar baku mutu. Namun pada uji pendahuluan pada air
PDAM Fe dan Zn berada diatas batas standar baku mutu. Pada pengolahan air PDAM
dengan menggunakan chlorin dan kaporit masih belum akurat untuk menurunkan
kadar logam Fe dan Zn.
Kitosan dipilih sebagai bahan pengikat untuk logam tembaga karena
ketersediaannya yang sangat berlimpah di alam serta karakteristiknya yang merupakan
hidrophilik, biokompatibel, biodegredabel, non toksik dan sifat adsorben yang sangat
baik untuk logam berat dimana gugus amino dan hidroksil pada kitosan dapat berperan
sebagai gugus aktif

untuk proses adsorbsi. Digunakan kitosan dari cangkang

belangkas hal ini dikarenakan cangkang belangkas memiliki derajat deasetilasi sebesar
99,31 % dimana derajat deasetilasi kitosan dari cangkang belangkas ini dapat dihitung
dari data FTIR yang diperoleh dengan menggunakan metode base line dengan berat
molekul kitosan 1048000 g/mol. Semakin tinggi derajat deasetilasi kitosan maka
semakin baik material yang dibentuk.
Dalam adsorbsi logam dengan komposit kitosan CuO pada air sungai diperoleh Fe
69,71%, Mn 90,35%, Zn 92,05%. Dengan memvariasikan waktu , karena

Lamanya

perendaman merupakan lama kontak larutan kitosan dengan air sungai yang juga
sangat mempengaruhi proses adsorbsi logam. Lama perendaman memberikan waktu
gugus amino dalam mengikat logam Fe, Mn dan Zn . Semakin lama waktu
perendaman dengan larutan kitosan, maka semakin banyak kadar ion logam berat yang
diikat gugus amino. Namun berdasarkan hasil penelitian menunjukkan jika pada lama
perendaman 45 menit lebih efektif daya serap yang dihasilkan pada Mn 90,35% dan
Zn 92,05%. Pada logam Fe daya serap yang dihasil 69,71% namun tetap terjadi
penurun kadar logam. Larutan kitosan mencapai titik optimum pada lama perendaman
selama 45 menit sehingga setelah mencapai titik tersebut daya serap larutan kitosan

Universitas Sumatera Utara

mengalami penurunan. Jika Dalam adsorpsi telah tercapai massa optimum, maka
selanjutnya tidak akan terjadi kenaikan atau penurunan adsorpsi, akan tetapi bersifat
statis dan relatif konstan.
Pada proses adsorpsi dengan waktu 60 menit dan 75 menit, terjadi penurunan
persentase adsorpsi, diduga karena gugus amin dan hidroksil yang terdapat pada
kitosan sudah penuh mengikat komponen lain (H+ ) atau sudah jenuh. Pada kondisi
adsorpsi yang terlalu lama, kemungkinan ion logam yang sudah terikat oleh adsorben
(kitosan) dapat terlepas lagi atau terjadi desorpsi (Khotimah dkk, 2010). Atau
kemungkinan lain disebabkan juga oleh suhu percobaan yang rendah (suhu kamar),
sehingga ikatan yang terjadi bersifat ikatan lemah. Selain itu perubahan pH larutan
menjadi naik kemungkinan dapat terjadi karena kontak dengan kitosan. Semakin lama
proses adsorpsi berlangsung, maka larutan akan semakin basa, sehingga daya adsorpsi
kitosan menurun dan semakin tidak efektif.
Pada hasil penelitian diperoleh logam Zn memiliki daya serap yang paling
besar, dikarekana Berdasarkan sifat sistem periodik unsur Tembaga, Besi, mangan
dan zink berada dalam periode yang sama yaitu periode empat. Sifat dari unsur logam
Zn dibandingkan dengan unsur logam Cu, Fe dan mangan sifat unsur Zn memiliki
energi ionisasi lebih besar, karena semakin ke kanan gaya tarik inti makin kuat, sifat
keelektronegatifan Zn lebih besar dan kereaktifannya lebih reaktif dibandingkan unsur
logam Mn dan Fe, sehingga Zn mudah bereaksi dengan kitosan CuO.
Pada logam Mn dan Fe diperoleh adsorbsi Mn lebih tinggi dibandingkan Fe.
Jika berdasarkan sifat unsur logam seharusnya unsur logam Fe lebih tinggi
dibandingkan Mn. Karena posisi unur logam Fe terletak disebalah kanan

unsur

logam Mn dimana energi ionisasi unsur logam Fe lebih besar, karena semakin ke
kanan gaya tarik inti makin kuat, sifat keelektronegatifan lebih besar dan
kereaktifannya lebih reaktif dibandingkan unsur logam Mn . Namun pada hasil
penelitian rendahnya daya serap logam Fe juga dapat dipengaruhi oleh ukuran partikel,
konsentrasi, suhu yang merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi.

Universitas Sumatera Utara

OH

(a)

O

O
OH

OH

(b)

O

O
OH

NH2

NH2
Cu

Cu
NH2

H2O

OH

H2O

O

O
HO

Gambar 4.4 (a) Bentuk Ikatan Kitosan Komposit CuO (b) Bentuk Ikatan Antara
Kitosan Komposit CuO dengan Air

Reaksi diatas merupakan reaksi ion logam Cu2+ yang terikat dengan kitosan. Dimana
pada reaksi (a) merupakan bentuk “jembatan” yang menggambarkan koordinasi ion
logam dengan beberapa kelompok amino dengan rantai polimer yang sama ataupun
yang berbeda. Pada gambar 4.4 (b) yaitu bentuk “liontin” dimana ion logam hanya
beraksi dengan satu kelompok amino.
Menurut Hirano (1986) dalam Meriatna (2008) kemampuan kitosan sebagai
adsorben logam- logam berat karena adanya sifat-sifat kitosan yang dihubungkan
dengan gugus amino dan hidroksil yang terikat, sehingga menyebabkan kitosan
mempunyai reaktivitas kimia yang tinggi dan menyebabkan sifat polielektrolit kation.
Akibatnya kitosan dapat berperan sebagai penukar ion (ion exchanger) dan dapat
berperan sebagai adsorben terhadap logam berat Fe, Mn dan Zn. Gugus amino
merupakan kation yang mampu berikatan dengan logam berat . Gugus amino sebagai
chealating agent akan mengikat logam berat Fe, Mn dan Zn yang terdapat pada air
sungai. Logam berat yang terikat dengan gugus amino (NH2), yang mana pada kondisi
tersebut logam berat bersifat stabil. Sehingga sifat toksik logam Fe, Mn dan Zn akan
berkurang. Menurut Negm and Hanan (2010), menyebutkan jika sifat elektronegatif
pada logam menyebabkan peningkatan serapan terhadap kitosan.

Universitas Sumatera Utara

Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana
penukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses berlangsung. Ketiga
proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing. Kitosan menunjukkan afinitas
yang tinggi pada logam transisi golongan 3 (Muzzarelli, 1973). Kitosan memiliki
kemampuan mengikat logam dengan membentuk kompleks logam- kitosan. Elektron dari
nitrogen yang terdapat pada gugus aminanya dapat membentuk ikatan kovalen koordinasi
dengan ion-ion logam transisi. Kitosan berperan sebagai donor elektron pada ion-ion
logam transisi ( E. Guibal,2004).

Kitosan dapat digunakan ketika tingginya kadar logam yang akan diserap
seperti pada limbah-limbah industri. Dan adsorben dari kitosan termodifikasi mampu
digunakan kembali sampai berulang kali dengan kemampuan adsorpsi yang tidak
berubah. Namun, pada penyerapan logam berat menggunakan kitosan membutuhkan
biaya yang besar. Sehingga, penggunaan adseorben kitosan masih sedikit.

Universitas Sumatera Utara

BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
1. Kadar logam berat yang terdapat pada air sungai Belawan yaitu logam Fe diperoleh
0,05051 mg/l, logam Mn 0,3251 mg/l, dan logam Zn 0,06402. Setelah menggunakan
kitosan kadar logam menurun dengan daya serap Fe 69,71%, Mn 90,35%, Zn 92,05%.

2. Lama perendaman kitosan CuO berpengaruh nyata terhadap penurunan kadar
logam berat Fe, Zn dan Mn air sungai Belawan. Untuk perlakuan perendaman
terbaik, yaitu 45 menit dengan daya serap Fe 69,71%, Mn 90,35%, Zn 92,05%.

5.2.

Saran

1. Dapat diteliti lebih lanjut terhadap efisiensi penyerapan adsorben kitosan CuO pada
logam- logam berat lainnya khususnya pada limbah-limbah industri.

46

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pemeriksaan Kadar Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Pada Air Minum Isi Ulang Secara Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) di Balai Laboratorium Kesehatan Daerah Provinsi Sumatera Utara

13 178 57

Analisis Kadar Logam Besi (Fe), Mangan (Mn) Dan Kadmium (Cd) Dari Sedimen (Padatan Total) Dan Air Sungai Lau Borus Aliran Lahar Dingin Gunung Sinabung Pasca Erupsi Gunung Sinabung Di Desa Guru Kinayan Kecamatan Naman Teran Kabupaten Tanah Karo Dengan Me

4 55 97

Pembuatan Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menurunkan Kadar Logam Besi (Fe), Zink (Zn) Dan Kromium (Cr) Dengan Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom

0 0 3

Studi Penggunaan Komposit Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Besi (Fe) Mangan (Mn) Dan Zink (Zn) Pada Air Sungai Belawan

0 0 18

Studi Penggunaan Komposit Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Besi (Fe) Mangan (Mn) Dan Zink (Zn) Pada Air Sungai Belawan

0 0 2

Studi Penggunaan Komposit Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Besi (Fe) Mangan (Mn) Dan Zink (Zn) Pada Air Sungai Belawan

0 0 4

Studi Penggunaan Komposit Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Besi (Fe) Mangan (Mn) Dan Zink (Zn) Pada Air Sungai Belawan

0 0 19

Studi Penggunaan Komposit Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Besi (Fe) Mangan (Mn) Dan Zink (Zn) Pada Air Sungai Belawan

0 0 3

Studi Penggunaan Komposit Kitosan CuO Sebagai Adsorben Untuk Menyerap Logam Besi (Fe) Mangan (Mn) Dan Zink (Zn) Pada Air Sungai Belawan

0 0 10

STUDI PENGGUNAAN KITOSAN KOMPOSIT CuO SEBAGAI ADSORBEN UNTUK MENYERAP LOGAM BESI (Fe), MANGAN (Mn) DAN SENG (Zn) PADA AIRSUNGAI BELAWAN THE STUDY OF CHITOSAN-CuO COMPOSITE’S APPLICATION AS ADSORBENT IN THE REMOVAL OF Fe, Mn, AND Zn IN BELAWAN RIVER WATER

0 0 5