Aplikasi Pendeteksi Daging Sapi dan Babi Mentah Pada Smartphone Android

6

BAB II
DASAR TEORI
2.1. Daging Sapi dan Daging Babi
2.1.1. Daging Sapi
Daging sapi adalah daging yang diperoleh dari sapi yang biasa dan umum
digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Di setiap daerah, penggunaan
daging ini berbeda-beda tergantung dari cara pengolahannya. Sebagai contoh has
luar dan daging iga sangat umum digunakan di Eropa dan di Amerika Serikat
sebagai bahan pembuatan steak sehingga bagian sapi ini sangat banyak
diperdagangkan.

Gambar 2.1 Potongan Daging Sapi
Akan tetapi seperti di Indonesia dan di berbagai negara Asia lainnya daging
ini banyak digunakan untuk makanan berbumbu dan bersantan seperti sup konro
dan rendang [4].Selain itu ada beberapa bagian daging sapi lain seperti lidah, hati,
hidung, jeroan dan buntut hanya digunakan di berbagai negara tertentu sebagai
bahan dasar makanan [4].

Universitas Sumatera Utara


7

2.1.2. Daging Babi
Daging babi adalah daging yang diproduksi dari babi untuk disembelih.
Dalam beberapa kepercayaan agama samawi, babi tidak boleh untuk disentuh
(najis) dan dianggap haram untuk dimakan. Contohnya adalah seperti yang tertulis
dalam kitab suci agama Islam Al-Qur’an [5]. Babi sendiri sebenarnya telah diternak
dan dikonsumsi selama ribuan tahun oleh orang Eropa dan orang Asia kebanyakan.
Babi adalah makanan yang umum di nusantara sebelum masuknya agama Islam
dari Timur Tengah.

Gambar 2.2 Potongan Daging Babi
Beberapa suku bangsa di Indonesia yang masih menjalankan tradisi aslinya
selain suku Tionghoa-Indonesia masih mengonsumsi babi sebagai makanan
keseharian, seperti suku Bali, Toraja, Papua, Batak, masyarakat Manado, dan lainlain. Dalam masyarakat Jawa, babi disebut celeng dan juga merupakan hewan
ternak yang umum sebelum menyebarnya agama Islam yang mengharamkan babi
di Nusantara [5].
2.1.3. Perbedaan Daging Sapi dan Daging Babi
Ada beberapa perbedaan mendasar antara daging sapi dan babi. Secara kasat

mata ada lima aspek yang terlihat berbeda antara daging sapi dan babi yaitu warna,
serat daging, tipe lemak, aroma dan tekstur [6].

Universitas Sumatera Utara

8

1. Warna
Terlihat daging babi memiliki warna yang lebih pucat dari daging sapi.
Warna daging babi mendekati warna daging ayam yang berwarna Namun
perbedaan ini tak dapat dijadikan peganggan utama, karena warna pada
daging babi oplosan biasanya dikamuflase dengan pelumuran darah sapi.
Meski demikian, kamuflase ini dapat dihilangkan dengan perendaman
dengan air selama beberapa jam. Selain itu, ada bagian tertentu dari daging
babi yang warnanya mirip sekali dengan daging sapi sehingga sangat sulit
membedakannya.
2. Segi Serat
Dari segi serat perbedaan terlihat dengan jelas antara kedua daging ini.
Pada sapi, serat-serat daging tampak padat dan garis-garis seratnya terlihat
jelas. Sedangkan pada daging babi, serat-seratnya terlihat samar dan sangat

renggang. Perbedaan ini semakin jelas ketika kedua daging direnggangkan
secara bersaman.
3. Penampakan lemak
Perbedaan terdapat pada tingkat keelastisannya. Daging babi memiliki
tekstur lemak yang lebih elastis sementara lemak sapi lebih kaku dan
berbentuk. Selain itu lemak pada babi sangat basah dan sulit dilepas dari
dagingnya sementara lemak daging agak kering dan tampak berserat.
Namun kita harus hati-hati pula bahwa pada bagian tertentu seperti ginjal,
penampakkan lemak babi hampir mirip dengan lemak sapi.

Universitas Sumatera Utara

9

4. Tekstur
Daging sapi memiliki tekstur yang lebih kaku dan padat, dibandingkan
dengan daging babi yang lembek dan mudah diregangkan. Melalui
perbedaan ini sebenarnya ketika kita memegangnya pun sudah terasa
perbedaan yang nyata antara keduanya. Sangat terasa oleh kita, daging
babi sangat kenyal dan mudah direkahkan. Sementara daging sapi terasa

solid dan keras sehingga cukup sulit untuk diregangkan.
5. Aroma
Terdapat sedikit perbedaan antara keduanya. Daging babi memiliki aroma
khas tersendiri, sementara aroma daging sapi adalah anyir seperti yang
telah kita ketahui. Sayangnya kemampuan membedakan melalui aromanya
ini membutuhkan latihan yang berulang-ulang karena memang
perbedaannya tidak terlalu signifikan. Jadi agak sedikit susah bagi kita
yang belum pernah sama sekali mencium bau daging babi.
2.2. Pengolahan Citra
Pengolahan citra adalah istilah umum untuk berbagai teknik yang dilakukan
untuk memanipulasi dan memodifikasi citra dengan berbagai teknik. Pengolahan
citra merupakan bagian penting yang mendasari berbagai aplikasi nyata, seperti
pengenalan pola, penginderaan jarak jauh melalui pesawat udara atau satelit dan
machine vision [7]. Pada pengenalan pola, pengolahan citra antara lain berperan
dalam memisahkan objek dari latar belakang dan mengklasifikasikannya secara
otomatis. Selanjutnya, objek akan diproses oleh pengklasifikasian pola.
Di dalam aplikasinya, citra seringkali mengalami degredasi, seperti misalnya
mengandung cacat atau derau, warna yang terlalu kontras, kabur, kurang tajam dan

Universitas Sumatera Utara


10

sebagainya. Agar citra tersebut dapat secara tepat diinterpretasikan, maka citra
tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra yang kualitasnya menjadi lebih baik.
Operasi-operasi pengolahan citra yang dapat diterapkan pada citra apabila :
1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan
kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi
yang terkandung di dalam citra.
2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokkan dan diukur.
2.2.1. Akusisi Citra dan Sampling
Citra digital merupakan suatu citra kontinyu yang diubah kedalam bentuk
disktrit, baik koordinat maupun intensitas cahayanya. Dengan kata lain, citra digital
dibuat dengan cara mencuplik suatu citra kontinyu dengan jarak seragam. Suatu
titik terkecil pada citra sering disebut pixel. Citra ini mengandung persamaanpersamaan matematis dari bentuk-bentuk dasar yang membentuk citra tersebut.
Setelah citra diakuisisi selanjutnya proses sampling, dimana suatu citra f(x,y)
disampling dan menjadi N x M array maka setiap elemen dari array merupakan
kuantitas diskrit dari citra yang disampling [1].
2.2.2. Pengolahan Awal Citra (Image Preprocessing)
Pengolahan awal perlu dilakukan untuk menyesuaikan hal-hal yang

dibutuhkan dalam proses-proses selanjutnya, tahapan ini menyangkut tentang
operasi yang dilakukan pada citra digital. Operasi pengolahan citra banyak
jenisnya. Namun penulis memperkirakan untuk menggunakan beberapa operasi
citra berikut dalam aplikasi yang dibuat :
1. Pemotongan (Cropping)
2. Normalisasi ukuran

Universitas Sumatera Utara

11

3. Mengubah citra RGB menjadi Grayscale
4. Perubahan Contras
2.3. Sistem Pengenalan Pola
Sistem pengenalan pola adalah proses identifikasi suatu objek dalam citra
dengan tujuan untuk mengklasifikasikan dan mendeskripsikan pola atau objek
komplek melalui pengetahuan sifat-sifat atau ciri-ciri objek tersebut, sehingga
kelompok atau kategori pola berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki oleh pola tersebut
dapat ditentukan. Dengan kata lain, pengenalan pola membedakan suatu objek
dengan objek lain.

Secara umum struktur dari sistem pengenalan pola ditunjukkan pada Gambar
2.3. Sistem terdiri atas sensor (misalnya kamera), suatu algoritma atau mekanisme
pencarian fitur dan algoritma untuk klasifikasi atau pengenalan (bergantung pada
pendekatan yang dilakukan) [1]. Sebagai tambahan, biasanya beberapa data yang
sudah diklasifikasikan diasumsikan telah tersedia untuk melatih sistem.

Gambar 2.3 Struktur Sistem Pengenalan Pola
• Sensor berfungsi untuk menangkap objek dari dunia nyata dan selanjutnya
diubah menjadi sinyal digital (sinyal yang terdiri atas sekumpulan
bilangan) melalui proses digitalisasi.

Universitas Sumatera Utara

12

• Preprocessing berfungsi mempersiapkan citra atau sinyal agar dapat
menghasilkan ciri yang lebih baik pada tahap berikutnya. Pada tahap ini
sinyal informasi ditonjolkan dan sinyal penganggu (derau) diminimalisir.
• Pencarian dan seleksi fitur berfungsi menemukan karakteristik pembeda
yang mewakili sifat utama sinyal dan sekaligus mengurangi dimensi sinyal

menjadi sekumpulan bilangan yang lebih sedikit tetapi representatif
• Algoritma klasifikasi berfungsi untuk mengelompokkan fitur ke dalam
kelas yang sesuai
• Algoritma deskripsi berfungsi memberikan deskripsi pada sinyal.
2.4. Jaringan Syaraf Tiruan
Jaringan syaraf tiruan (JST) diketahui sebagai suatu sistem pemroses
informasi yang memiliki karakteristik mirip dengan jaringan syaraf manusia
(biologi). Jaringan syaraf tiruan terbentuk sebagai generalisasi model matematika
jaringan syaraf manusia didasarkan pada asumsi berikut [8] :
1. Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana yang disebut
neuron
2. Sinyal mengalir diantara neuron/sel syaraf melalui penghubung.
3. Setiap penghubung memiliki bobot yang independen. Bobot ini akan
digunakan untuk menggandakan sinyal yang dikirim melaluinya.
4. Setiap neuron/sel syaraf akan menerapkan fungsi aktivasi terhadap sinyal
hasil penjumlahan bobot yang masuk untuk menentukan sinyal
keluarannya.

Universitas Sumatera Utara


13

Model syaraf pada jaringan syaraf tiruan akan mempengaruhi kemampuan
dalam proses hingga hasilnya. Kemampuan yang dimiliki jaringan syaraf tiruan
dapat digunakan untuk belajar dan menghasilkan aturan atau parameter dari
beberapa contoh input yang akan dimasukkan dan membuat prediksi tentang
kemungkinan output yang akan muncul atau menyimpan karakteristik dari input
yang diperolehnya.
Jaringan syaraf tiruan memiliki suatu bentuk arsitektur terdistribusi paralel
dengan sejumlah besar node dan hubungan antara node tersebut. Tiap titik
hubungan dari suatu node ke node lain memiliki nilai yang nantinya dihubungkan
dengan bobot dimana hasilnya merupakan nilai yang juga akan dihubungkan
dengan nilai aktivasi node tersebut.
Jaringan syaraf tiruan ditentukan oleh 3 hal :
1. Pola hubungan antara neuron (disebut arsitektur jaringan).
2. Metode untuk menentukan bobot penghubung (disebut metode
training/learning/algoritma).
3. Fungsi aktivasi

Neuron merupakan hasil pemodelan dari sel syaraf manusia (biologi) yang

sebenarnya. Gambar 2.4 merupakan bentuk dasar dari struktur unit jaringan syaraf
tiruan.

Universitas Sumatera Utara

14

Gambar 2.4 Bentuk Dasar Jaringan Syaraf Tiruan
Pada Gambar 2.4 sisi sebelah kiri merupakan masukan menuju ke unit
pengolahan dimana masing-masing masukan datang dari unit berbeda X(n). Setiap
sambungan dari masukan ke unit pengolah memiliki kekuatan hubungan bervariasi
yang sering disebut dengan “bobot” yang disimbolkan dengan W(n). Unit
pengolahan akan membentuk penjumlahan dari tiap masukan-masukan dengan
bobot yang dimilikinya dan menggunakan fungsi ambang yang disebut sebagai
fungsi aktivasi untuk menghitung hasil keluaranya. Hasil perhitungan akan dikirim
melalui sambungan unit pengolahan menuju keluaran seperti tampak pada sisi
sebelah kanan gambar.
Pada masing-masing sambungan antar unit pengolah dan masukan berperan
sebagai penghubung. Nilai-nilai numerik dilewatkan sepanjang sambungan ini dari
masukan ke unit pengolah dan ke unit pengolah lainnya. Ketika unit pengolah

melakukan perhitungan, nilai-nilai ini diberi bobot berdasarkan kekuatan
hubungan. Kekuatan hubungan pada setiap sambungan akan disesuaikan selama

Universitas Sumatera Utara

15

tahap pelatihan sehingga pada akhir pelatihan dihasilkan jaringan dengan bobot
yang mantap.
Sebagian besar jaringan syaraf tiruan mengalami penyesuaian bobot pada saat
proses pelatihan. Pelatihan pada jaringan dapat berupa pelatihan terbimbing
(supervised) dan pelatihan tak terbimbing (unsupervised). Pada pelatihan
terbimbing dibutuhkan pasangan masukan dan sasaran untuk tiap pola yang dilatih,
sehingga jaringan akan menyesuaikan pola masukan yang dilatih terhadap
sasarannya. Sedangkan pelatihan tak terbimbing, penyesuaian bobot sebagai
tanggapan terhadap masukan, tak perlu disertai sasaran. Dalam pelatihan tak
terbimbing, jaringan mengklasifikasikan pola-pola yang ada berdasarkan kategori
kesamaan pola-pola masukan [8].
Jaringan syaraf tiruan dirancang dengan menggunakan suatu standar
peraturan dimana seluruh model jaringan memiliki konsep dasar yang sama.
Banyak model yang dapat digunakan sebagai jaringan syaraf tiruan, dimana model
sebuah jaringan akan menentukan keberhasilan sasaran yang dicapai karena tidak
semua permasalahan dapat diselesaikan dengan model arsitektur yang sama.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya pada beberapa model jaringan
fungsi aktivasi menjadi sangat penting karena menentukan nilai keluaran dari suatu
algoritma. Beberapa fungsi yang digunakan dalam jaringan syaraf tiruan
diantaranya adalah :

Universitas Sumatera Utara

16

1. Fungsi threshold (dengan batas ambang)
( )=

<

....................................................................(2.1)

Untuk beberapa kasus, fungsi threshold yang dibuat tidak berharga 0 atau
1, tapi berharga -1 atau 1 (sering disebut threshold bipolar). Maka
persamaan fungsi menjadi :
( )=

<

...................................................................(2.2)

2. Fungsi Sigmoid
( )=

......................................................................................(2.3)

Fungsi Sigmoid sering dipakai karena nilai fungsinya yang terletak antara
0 dan 1 dan dapat diturunkan dengan persamaan berikut :
( ) = ( )(

( )) ...................................................................(2.4)

3. Fungsi Identitas
( )=

...........................................................................................(2.5)

Fungsi Identitas sering dipakai apabila kita menginginkan keluaran
jaringan berupa sembarang bilangan riil (bukan hanya pada range [0,1]
atau [-1,1]).
Pada penelitian ini metode jaringan syaraf tiruan yang digunakan adalah Multi
Layer Perceptron. Multi Layer Perceptron adalah jaringan syaraf tiruan feedforward yang terdiri dari sejumlah neuron yang dihubungkan oleh bobot-bobot
penghubung. Neuron-neuron tersebut disusun dalam lapisan-lapisan yang terdiri
dari satu lapisan input (input layer), satu atau lebih lapisan tersembunyi (hidden
layer), dan satu lapisan output (output layer). Lapisan input menerima sinyal dari

Universitas Sumatera Utara

17

luar, kemudian melewatkannya ke lapisan tersembunyi pertama, yang akan
diteruskan sehingga akhirnya mencapai lapisan output. Tidak ada batasan
banyaknya hidden layer dan jumlah neuron pada setiap layernya. Setiap neuron
pada input layer terhubung dengan setiap neuron pada hidden layer. Demikian juga,
setiap neuron pada hidden layer terhubung ke setiap neuron pada output layer [9].

Universitas Sumatera Utara