Kutukan Minyak Di Kawasan Timur Tengah C

Kutukan Minyak Di Kawasan Timur Tengah
Disusun oleh Denna Medina
Oktober 2016

Pendahuluan
Timur Tengah memainkan peran yang sangat penting dalam industri minyak. Lima
Negara Teluk (Iran, Iraq, Kuwait, Arab Saudi, Qatar), selama ini negara-negara tersebut telah
menopang kebutuhan banyak negara di dunia akan energi. Disi lain minyak umumnya tidak
hanya sebagai komoditi ekonomi tapi sudah menjelma menjadi komoditas politik.
Dikarenakan minyak merupakan sumber utama energi dan banyak pemerintahan yang
memanfaatkan kelebihan cadangan minyaknya. Adanya kekhawatiran pemerintah apabila
menggunakan minyak secara persisten, maka bersama negara lainnya berusaha untuk
meminimalisir ketergantungan impor minyak disamping mencari energi alternatif.
Dalam perdebatan komoditas minyak, sekilas tampak seperti suatu berkat yang
membantu negara-negara seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Oman mencapai kemajuan luar
biasa dalam waktu yang relatif singkat. Namun jika ditinjau lebih jauh negara-negara di
Timur Tengah selama ini tak terlalu banyak diuntungkan dengan keberadaan sumber minyak
yang melimpah. Semenjak runtuhnya Kekaisaran Ottoman pada tahun 1918, pihak Barat
mulai menguasai wilayah di kawasan Timur Tengah, mereka mengamankan kepentingan
ekonomi dan politiknya, salah satunya minyak yang mulai dimonopoli. Selain itu, negaranegara yang baru berdiri dengan nilai independen ternyata dijalankan oleh para pemimpin
korup yang disukai oleh imperialis Barat. Demikian Timur Tengah seringkali menjadi zona

militer dimana kekacauan selalu berada di kemuka. Keamanan warga sipil semakin rentan
karena fluktuatifnya gerakan kebangkitan fundamentalisme islam, sentimen anti-Barat, dan
penindasan kebebasan maupun dibatasi hak-hak sipil.1 Pertanyaannya, faktor apa saja yang

Mark Mazower, “End Of The Ottoman Empire”, https://www.ft.com/content/af218024-b2bf-11e4-a05800144feab7de, diakses pada 7 Oktober 2016
1

1

dapat menjelaskan minyak merupakan suatu kutukan? Hal ini menarik untuk dikaji, sehingga
penulis akan memaparkan jawabannya di bagian analisis pada paper ini.

Analisis
Konsekuensi Politik dari Efek Minyak
1. Semakin sulit mempersatukan Timur Tengah
Kepentingan pribadi dan nasional saling berhadapan, menggunakan beragam
macam cara agar berhasil memperoleh minyak yang berada di kawasan Timur
Tengah. Dimulai dari pemerintahan yang korup, tidak sejalan bersama keinginan
masyarakatnya yang hendak menggunakan minyak demi tercapainya kesejahteraan
negara. Ditambah, keseluruhan negara-negara Timur Tengah tidak satu pandangan

dan ideologi. Beberapa negara yang kaya akan minyak seperti Arab Saudi dan negaranegara emirat di Teluk Parsi diantaranya Bahrain, Qatar, UEA, Kuwait, dan Oman
cenderung pro kepada Barat. Berbeda pandangan dengan negara-negara lainnya
seperti seperti Syiria, Aljazair, Libya, Mesir yang memiliki sumber minyak lebih
sedikit dibandingkan negara-negara yang berada di Teluk. Otomatis negara-negara
yang memiliki jumlah minyak lebih banyak intensif melakukan ekspor minyak yang
kemudian mempengaruhi kebijakan luar negeri terhadap Barat.2
Pembuatan kebijakan luar negeri antarnegara pengekspor minyak yang sudah
dipengaruhi intervensi negara-negara dominan hanya menguntungkan beberapa pihak
saja, sifatnya kepentingan pribadi dan kesejahteraan yang tidak menyeluruh. Meski
begitu, sebagian negara kawasan Timur Tengah tetap bersikukuh menganut ideologi
radikal serta menerapkan nilai islam yang dianggap mengancam negara dominan
terutama Barat.3 Hal ini juga yang memecah persatuan regional Timur Tengah sampai
sekarang.4

“Pan-Islam and Islamic Fundamentalism: Two Important Factions of Ideologies Shaping Foreign Policies of
Islamic Countries”,
http://mideast.shisu.edu.cn/_upload/article/16/52/b031d76d4048bb4be464a0f19768/04f9994d-bbd1-4321-bc7dd58c6c689e39.pdf, p.6, diakses pada 7 Oktober 2016
2

“Irak dan Kebijakan Luar Negeri AS di Timur Tengah”, http://ic-mes.org/politics/irak-dan-kebijakan-luarnegeri-as-di-timur-tengah/, diakses pada 7 Oktober 2016

4
Ibid
3

2

2. Komoditas minyak tidak mensejahterakan keseluruhan masyarakat Timur Tengah
Pembangunan

ekonomi

yang

signifikan

sudah

lama

didambakan


oleh

masyarakatnya. Dalam mewujudkannya, Timur Tengah dihadapi berbagai tantangan.
Pada tahun 1950, ketika Arab Saudi dikenakan pajak penghasilan pertama dari
perusahaan minyak, menurut hukum pajak yang mengatur, 50% diambil dari keuntungan
minyak mentah. Sebagaimana hasil dari pengaturan ini, pendapatan negara penghasil
minyak dari semenanjung Arab melonjak dan pemerintah Arab tampak puas. Uang yang
membanjiri Arab saat itu digunakan untuk pembangunan ekonomi, pertahanan militer,
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.5 Menyelidik kasus lain, meletusnya perang Arab
dan Israel pada tahun 1973, sempat menggoncangkan dunia serta sebagai tonggak
pertama untuk pembelajaran bagi semua negara yang terlibat dan dunia internasional,
dimana respon perangnya yaitu Arab memberikan tekanan diplomatik terhadap Amerika
Serikat dan Belanda yang mendukung Israel.6 Perihal tersebut menyebabkan krisis
minyak dunia karena harga minyak meningkat pesat sebesar 400%.7
Pada tahun 1979-1980an, setelah negara-negara pengekspor minyak membelanjakan
uangnya guna menghentikan uang yang banjir dipasaran. Tahun 1990, Arab
mengeluarkan kebijakan nasionalisasi dan memang awalnya siklus ekonomi nasionalisasi
berjalan baik. Tetapi seiring berjalannya waktu, dominasi perusahaan dan institusi
ekonomi pada akhirnya sering inefisiensi dan korupsi. Disamping itu pemerintah mulai

berpikir bahwa jika harga minyak naik maka akan menyebabkan depresi di negara-negara
pengimpor minyak dan pendapatan minyak yang lebih tinggi tidak dapat digunakan
sebagaimana mestinya oleh negara-negara pengekspor minyak, terutama negara-negara
Arab di sepanjang Teluk dengan jumlah populasi yang kecil. Nyatanya uang hasil
penjualan minyak berdatangan terlalu cepat dan sulit diprediksi, terjadilah ketidakstabilan
perekonomian saat peningkatan impor naik dan diperburuk dengan inflasi domestik.
Pemerintah Arab menyeimbangkan perekonomian dengan cara mengolah saldo kas
Matthias Pauwels, “Oil and The Arabian Peninsula Blessing Or Curse” https://inpecmagazine.com/oil-and-thearabian-peninsula-blessing-or-curse/, diakses pada 7 Oktober 2016
5

6

Hellema, Duco, Cees Wiebes, and Toby Witte. "Domestic Measures." In The Netherlands and the Oil Crisis:
Business as Usual, 97-116. Amsterdam University Press, 2004. http://www.jstor.org/stable/j.ctt46mzm8.7,
diakses pada 7 Oktober 2016
Kurnia Trisno Yudhonegoro, “Perang Minyak”, http://www.kompasiana.com/ktyudhonegoro/perang-minyakii_54f3ad467455137a2b6c7d70, diakses pada 7 Oktober 2016
7

3


negara pengekspor minyak sebagai bentuk pinjaman kepada negara-negara pengimpor
minyak.8 Akan tetapi solusi tersebut kurang efektif dan pinjaman dana keluar negeripun
ditempuh.
Tatkala Kawasan Timur Tengah dililit hutang, harga minyak naik lagi dan demand
pembelian senjata sedang tinggi-tingginya, tentunya memproduksi senjata menggunakan
teknologi industri. Hasil ekspor minyak yang seharusnya disimpan untuk cadangan
domestik dialihkan untuk membeli senjata, salah satu kasusnya ketika perang Iran-Iraq.
Terlebih disusul perang-perang maupun gerakan kearah separatisme yang diakibatkan
rasa tidak puas dengan kinerja pemerintah yang korupsi dan tidak mendistribusikan uang
penghasilan dari minyak secara merata. Alhasil ketimpangan ekonomi terpampang nyata
di kawasan Timur Tengah, menurut hasil survei yang diadakan oleh The International
Fund for Agricultural Development (IFAD), pada tahun 1998, kemiskinan di Timur

Tengah mencapai 61.3% dan tahun 2008 sebesar 40.1%, ini berdasarkan persentase
penduduk yang berpenghasilan kurang dari $1.25/hari.9 Survei lain dilakukan oleh kantor
berita Time pada tahun 2013, Arab Saudi dengan kekayaan minyak yang melimpah
disana tetapi sebesar 20% dari populasinya hidup dalam kemiskinan.10 Bahkan di tahun
2015, World Bank menyatakan, “data survei terbaru mengenai kemiskinan di Timur
Tengah tidak tersedia karena konflik dan ketidakstabilan sejumlah negara di kawasan
tersebut”.11 Kemungkinan ketimpangan ekonominya semakin besar mengingat realita

Timur Tengah yang secara internal masih diderai perang antarnegara kawasan maupun
pemerintahan yang sejak lama memuaskan kepentingan pribadi.
3. Polarisasi Sosial
Banyak negara-negara Muslim dikuasai oleh sosok pemimpin otoritarian yang
mengontrol pemerintah dan memiliki pengaruh yang kuat pada surplus ekonomi di Timur
Mary Ann Tétreault, “Political Economy Middle Eastern Oil Tetreault”,
http://www.globaloilwatch.com/reports/political-economy-middle-eastern-oil-tetreault.pdf, p. 14, diakses pada
7 Oktober 2016
8

“Middle East and North Africa Rural Poverty Report on 2011”,
https://www.ifad.org/documents/10180/c1bbf5fa-bdc3-4ea6-9366-d163b95b1180, diakses pada 7 Oktober 2016
9

Lynsey Addario, Rich Nation, Poor People , http://time.com/3679537/rich-nation-poor-people-saudiarabia/, diakses pada 7 Oktober 2016
11
Adam Taylor, “For the first time, less than 10 percent of the world is living in extreme poverty, World Bank
says”, https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2015/10/05/for-the-first-time-less-than-10percent-of-the-world-is-living-in-extreme-poverty-world-bank-says/, diakses pada 7 Oktober 2016
10


4

Tengah. Seringkali otoritarian mewakili ide-ide Barat dan gaya hidup hingga batas tertentu.
Pemimpin otoritarian bagaikan pencipta ketegangan sosial yang tidak akuntabilitas kepada
publik. Sistem politik yang tak kunjung matang dan tidak terstruktur di Timur Tengah.
Kemudian distribusi ekonomi yang tidak merata di antara berbagai sektor penduduk, jumlah
pengangguran terus bertambah dan kebanyakan negara-negara di kawasan ini tidak berhasil
mendiversifikasi ekonominya seperti dependensi negara Arab terhadap perusahaan asing
untuk memulai proyek-proyek di negaranya.12 Itulah yang menyebabkan kemarahan dan
frustrasi masyarakat Timur Tengah. Lantas kesadaran politik yang rendah dari kalangan kelas
menengah telah menciptakan celah berkembangnya Islamisme di kawasan Timur Tengah,
terlepas dari eksklusifitas antara negara ekspor minyak dan kebangkitan Islam militan.
Gerakan Islam atau bisa disebut pihak oposisi di negara-negara pengekspor minyak menjadi
jelas bahwa mereka mewakili pemberontakan sosial serta penegasan identitas budaya dan
nasional yang ingin mandiri tanpa pengaruh Barat ataupun modernisasi yang berbasis pada
minyak namun tidak memakmurkan Timur Tengah.13
Sementara itu, nasib para pekerja yang berasal dari negara pengekspor non-minyak
bergantung pada pendapatan minyak. Masing-masing para pekerja yang otomatis
meningkatkan GNP di negara asal mereka. Saat pendapatan minyak menurun, para pekerja
kehilangan pekerjaan. Melihat fenomena tersebut, agama dinilai menciptakan solusi dan jalan

keluar bagi masyarakat yang frustrasi. Janji yang ditawarkan kelompok Islam tertentu mampu
mempengaruhi massa dan menyebarkan Islamisme kepada orang-orang. Tugas kelompok
sosial Islam yang terbentuk berfokus pada pemerataan kekayaan melalui zakat/wealth tax,
dimana sudah menjadi tugas umat Islam yang taat untuk menyisihkan uang zakat. Hasil uang
zakat yang dikumpulkan guna mencegah munculnya rente dalam sistem ekonomi. Khususnya
kasus minyak yang menimbulkan pendapatan rente. Sorotan berikutnya, penjualan minyak
menghasilkan banyak uang tanpa perlu mengeluarkan banyak keringat alias terlalu terpaku
pada satu sumber dan menukar loyalitas politik yang kadangkala demi meraup sogokan para
pembeli yang berebut minyak.14 Akhirnya polarisasi sosial terjadi, bukan hanya tumbuh

El-Hasan, Hasan Afif, “Arab Oil, a Blessing and a Curse”,
http://www.palestinechronicle.com/old/view_article_details.php?id=16164, diakses pada 7 Oktober 2016
12

Matthias Pauwels, “Oil and The Arabian Peninsula Blessing Or Curse” https://inpecmagazine.com/oil-andthe-arabian-peninsula-blessing-or-curse/ op.cit, diakses pada 7 Oktober 2016
13

14

Ibid


5

kelompok sosial Islam, namun juga gerakan separatisme. Contohnya di negara Iraq, orang
kurdi yang mengklaim bahwa kurdi bisa menjadi negara sendiri serta mandiri karena sumber
minyak Kirkuk.15 Hingga kasus ekstrimnya yaitu lahir kelompok ISIS (Islamic State of Iraq
and Syria ) yang demikian terorganisir, menyebar dan keanggotaannya dari berbagai daerah

itu sekarang dikenal menjadi pemberontakan negara islam terorisme IS (The Islamic State )
yang pergerakannya mengatasnamakan kaidah Islam. IS menguasai ladang minyak di Suriah
yang diperdagangkan secara ilegal melalui jalur black market sebagai salah satu sumber uang
pemasukannya.16

Kesimpulan
Kekayaan minyak dari Timur Tengah rupanya kutukan yang memicu konflik dalam
tiga cara. Pertama, dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi yang dikarenakan
pendapatan minyak sangat fluktuatif dan sulit diprediksi. Dan minyak yang diproduksi
menghasilkan pendapatan bagi pemerintah pusat tetapi pendistribusian ekonominya tidak
merata menyeluruh di regional Timur Tengah. Hal itu disebabkan minyak yang disalah
gunakan, korupsi pemerintah dan minimnya kontrol anggaran. Kedua, ketidakstabilan politik

karena kekayaan minyak sering mensponsori gerakan pemberontakan. Pemberontakan di
negara non-minyak gagal ketika penggiat mereka kehabisan dana. Di negara kaya akan
minyak sebaliknya, mengumpulkan uang relatif mudah. Ketiga, kekayaan minyak mendorong
polarisasi sosial dan separatisme. Masyarakat yang kontra terhadap pemerintah dan
otoritarian mencanangkan islamisme sebagai jalan keluar. Menjamurnya sejumlah kelompok
sosial Islam di kawasan Timur Tengah dan pergerakan separatisme di kalangan
masyarakatnya yang beranggapan mampu menjadi negara mandiri terlepas dari intervensi
asing karena minyak melimpah di wilayahnya. Hanya saja hal itu pun mustahil tercapai
karena tidak ada keselarasana visi pemerintah dengan masyarakat di kawasannya juga.
Kegunaan minyak yang saking berharganya membutakan akal sehat berbagai pihak dan
sampai kapanpun masyarakat yang berada di kawasan ini harus bertahan menghadapi derita
kutukan minyak yang ada.
Timothy William Waters , “The Kurdish option: An independent state for the Kurds, an ally for the U.S. in
Iraq”, http://www.latimes.com/opinion/op-ed/la-oe-0708-waters-recognize-kurdistan-20140708-story.html,
diakses pada 8 Oktober 2016
15

Carole Nakhle, “ISIL sells its oil, but who is buying it?”
http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2015/12/isil-sells-oil-buying-151206055403374.html, diakses pada 9
Oktober 2016
16

6

Bibliografi
Addario, Lynsey. 2013. "Rich Nation, Poor People: Saudi Arabia".TIME.Com.
http://time.com/3679537/rich-nation-poor-people-saudi-arabia/.
Hasan, El and Hasan Afif. 2016. "Arab Oil, A Blessing And A Curse".
http://www.palestinechronicle.com/old/view_article_details.php?id=16164.
Hellema, Duco, Cees Wiebes, and Toby Witte. "Domestic Measures." In The Netherlands
and the Oil Crisis: Business as Usual , 97-116. Amsterdam University Press, 2004.
http://www.jstor.org/stable/j.ctt46mzm8.7.
[Jurnal] Irak Dan Kebijakan Luar Negeri AS Di Timur Tengah | Indonesia Center For Middle
East Studies". 2016. Ic-Mes.Org. http://ic-mes.org/politics/irak-dan-kebijakan-luar-negeri-asdi-timur-tengah/.
Mazower, Mark. 2015. "End Of The Ottoman Empire". Financial Times.
https://www.ft.com/content/af218024-b2bf-11e4-a058-00144feab7de.
Nakhle, Carole. 2015. "ISIL Sells Its Oil, But Who Is Buying It?". Aljazeera.Com.
http://www.aljazeera.com/indepth/opinion/2015/12/isil-sells-oil-buying151206055403374.html.
Pauwels, Matthias. 2011. "Oil And The Arabian Peninsula: Blessing Or Curse?". Inpec
Magazine - International Politics, Energy & Culture. https://inpecmagazine.com/oil-and-thearabian-peninsula-blessing-or-curse/.
“Pan-Islam and Islamic Fundamentalism: Two Important Factions of Ideologies Shaping
Foreign Policies of Islamic Countries”,
http://mideast.shisu.edu.cn/_upload/article/16/52/b031d76d4048bb4be464a0f19768/04f9994
d-bbd1-4321-bc7d-d58c6c689e39.pdf, p.6.
Taylor, Adam. 2015. "For The First Time, Less Than 10 Percent Of The World Is Living In
Extreme Poverty, World Bank Says". Washington Post.
https://www.washingtonpost.com/news/worldviews/wp/2015/10/05/for-the-first-time-lessthan-10-percent-of-the-world-is-living-in-extreme-poverty-world-bank-says/.
Tétreault, Mary Ann. “Political Economy Middle Eastern Oil Tetreault”,
http://www.globaloilwatch.com/reports/political-economy-middle-eastern-oil-tetreault.pdf, p.
14.
Waters, Timothy William. 2014. "The Kurdish Option: An Independent State For The Kurds,
An Ally For The U.S. In Iraq". Latimes.Com. http://www.latimes.com/opinion/op-ed/la-oe0708-waters-recognize-kurdistan-20140708-story.html.
Yudhonegoro, Kurnia Trisno. 2016. "Perang Minyak II”. KOMPASIANA.Com.
http://www.kompasiana.com/ktyudhonegoro/perang-minyak-ii_54f3ad467455137a2b6c7d70.
7

2011. Ifad.Org. https://www.ifad.org/documents/10180/c1bbf5fa-bdc3-4ea6-9366d163b95b1180.

8

Dokumen yang terkait

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGRIBISNIS PERBENIHAN KENTANG (Solanum tuberosum, L) Di KABUPATEN LUMAJANG PROVINSI JAWA TIMUR

27 309 21

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANALISIS PENGARUH MANAJEMEN LABA TERHADAP NILAI PERUSAHAAN (Studi Empiris Pada Perusahaan Property dan Real Estate Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia)

47 440 21

EFEKTIVITAS PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) TERHADAP SIKAP MASYARAKAT DALAM PENANGANAN KORBAN KECELAKAAN LALU LINTAS (Studi Di Wilayah RT 05 RW 04 Kelurahan Sukun Kota Malang)

45 393 31

PENGALAMAN KELUARGA DALAM MERAWAT ANGGOTA KELUARGA DENGAN GANGGUAN JIWA (SKIZOFRENIA) Di Wilayah Puskesmas Kedung Kandang Malang Tahun 2015

28 256 11

STUDI PENGGUNAAN SPIRONOLAKTON PADA PASIEN SIROSIS DENGAN ASITES (Penelitian Di Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang)

13 140 24

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

HUBUNGAN ANTARA KONDISI EKONOMI WARGA BELAJAR KEJAR PAKET C DENGAN AKTIVITAS BELAJAR DI SANGGAR KEGIATAN BELAJAR KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN PELAJARAN 2010/2011

1 100 15

IMPROVING CLASS VIII C STUDENTS’ LISTENING COMPREHENSION ACHIEVEMENT BY USING STORYTELLING AT SMPN I MLANDINGAN SITUBONDO IN THE 2010/2011 ACADEMIC YEAR

8 135 12