PROFESI KEPENDIDIKAN bimbingan and konse

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri,
serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Untuk mencapai tujuan pendidikan itu, murid harus dapat berkembang secara optimal
dengan kemampuan untuk berkreasi, mandiri, bertanggung jawab, dan dapat
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi. Pendidikan harus membantu bukan
hanya mengembangkan kemampuan inteleknya, tetapi juga kemampuan mengatasi
masalah dalam dirinya sendiri dan masalah yang ditemuinya dalam interaksi dengan
lingkungan. Jika itu tercapai, maka murid nantinya akan mendapatkan kehidupan
yang baik sehingga dapat melaksanakan fungsinya sebagai warga Negara.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini akan merumuskan masalah yang akan di bahas sebagai berikut :
1. Apa Pengertian Bimbingan dan Konseling.
2. Bagaimana Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling dalam
Pendidikan.
3. Apa Tujuan Bimbingan dan Konseling.

4. Apa Fungsi Bimbingan dan Konseling.
5. Apa Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling.
6. Apa Saja Azas-Azas Bimbingan dan Konseling.
7. Bagaimana peran guru dalam bimbingan dan konseling.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan Konseling merupakan suatu kegiatan yang terintegrasi dalam
keseluruhan proses belajar mengajar. Untuk memahami pengertian bimbingan dan
konseling ada ahli yang menekankan pada proses bantuan yang berkelanjutan dan ada
yang memberikan pengertian melalui huruf-huruf yang ada pada kata B-I-M-B-I-N-G-AN dan K-O-N-S-E-L-I-N-G (Prayitno, 1987). Apapun pengertian yang dikemukakan para
ahli, yang jelas bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada individu atau
kelompok agar mereka dapat mandiri, melalui bahan, interaksi, nasehat, gagasan, alat dan
asuhan yang didasarkan atas norma atau nilai-nilai yang berlaku.
Konseling merupakan suatu usaha memperoleh konsep diri pada individu siswa
(siswa asuh/klien). Konsep diri meliputi konsep tentang diri, orang lain, pendapat orang
laintentang diri, tujuan (harapan, kepercayaan diri), serta dapat menyesuaikan diri dengan
norma yang berlaku di lingkungan dan masyarakatnya (Prayitno, 1987).

Sejak adanya keputusan bersama Mendikbud dan BAKN no 43/P/1993 dan no 45
th 1993 tentang petunjuk pelaksanan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya. Maka
kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah ditetapkan adanya 4 bidang bimbingan dan
konseling. Keempat bidang tersebut adalah:
1. Bidang bimbingan pribadi
Bidang bimbingan pribadi ini bertujuan untuk membantu siswa menemukan dan
mengembangkan pribadi yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan
mandiri serta sehat jasmani dan rohani.
2. Bidang bimbingan sosial
Bidang sosial ini bertujuan untuk membantu siswa mengenal dan berhubungan
dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab
kemasyarakatan dan kenegaraan.
3. Bidang bimbingan belajar
Bidang bimbingan belajar ini bertujuan untuk membantu siswa untuk mengenal,
menumbuhkan dan mengembangkan diri, sikap dan kebiasaan belajar yang baik untuk
menguasai pengetahuan dan keterampilan dalam mengembangkan IPTEK, kesenian
serta mempersiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih
tinggi atau terjun ke lapangan.
4. Bidang bimbingan karir
Bidang bimbingan karir ini bertujuan untuk mengenal potensi diri siswa yang dapat

dikembangkan sebagai bekal untuk berkarir di masa depan.
Untuk melaksanakan keempat bimbingan dan konseling di atas, ada tujuh layanan
yang diberikan kepada siswa.

Ketujuh layanan tersebut menurut Prayitno (1997) adalah :
1. Layanan orientasi
Layanan orientasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman dan penyesuaian
diri siswa terhadap lingkungan sekolah dan atau komponen pendidikan lainnya
yang baru dimasuki siawa. Layanan ini diberikan kepada siswa yang memasuki
situasi baru baik sebagai murid baru, naik kelas baru atau kurikulum/guru baru.
Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah agar siswa dapat lebih mudah
menyesuaikan diri dengan kehidupan sosial, lingkungan belajar, dan kegiatan lain
yang mendukung keberhasilan siswa. Kegiatan orientasi ini orang tua atau guru
dapat memahami kondisi, situasi dan tuntutan sekolah dan dapat memberikan
dukungan yang diperlukan untuk keberhasilan siswa. Layanan orientasi ini dapat
berupa orientasi umum sekolah yang dimasuki, orientasi kelas baru dan cawu
baru, serta orientasi kelas terakhir dan cawu terakhir, UNAS.
2. Layanan informasi
Layanan ini bertujuan untuk membekali siswa dengan berbagai pengetahuan dan
pemahaman tentang berbagai hal yang berguna untuk mengenal diri, dahn

merencanakan dan mengembangkan pola kehidupan sebagai siswa, anggota
keluarga dan masyarakat. Pemahaman yang diperoleh melalui layanan ini
digunakan sebagai bahan acuan dalam meningkatkan kegiatan dan prestasi
belajar siswa, mengembangkan cita-cita, menyelenggarakan kehidupan seharihari serta mengambil keputusan. Materi layanan informasi meliputi informasi
tentang pengembangan pribadi, informasi kurikulum, dan proses belajar
mengajar, informasi pendidikan lanjutan, informasi jabatan, informasi tentang
kehidupan keluarga, sosial kemasyarakatan, keagamaan, sosial,budaya dan
lingkungan.
3. Layanan penempatan dan penyaluran
Layanan ini bertujuan untuk memberikan layanan tentang berbagai hal seperti
kemampuan, bakat dan minat siswa yang belum tersalurkan secara tepat. Dengan
adanya layanan tersebut, ini memungkinkan siswa berada pada posisi yang tepat
berkenan dengan penjurusan, kelompok belajar, pilihan pekerjaan/karir, kegiatan
ektra/intra kurikuler dan pendidikan lanjutan sesuai dengan fisik dan psikologi
siswa. Layanan ini meliputi penempatan di dalam kelas, di dalam kelompok dan
program yang lebih luas.
4. Layanan pembelajaran
Layanan ini bertujuan untuk memungkinkan siswa memahami dan
mengembangkan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, keterampilan dan materi
belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya serta tuntutan

kemampuan yang berguna untuk kehidupan dan perkembangannya. Materi
layanan ini meliputi pengenalan siswa tentang kemampuan, motivasi, sikap dan
kebiasaan belajar, mengembangkan keterampilan belajar, pengajaran perbaikan
dan program pengayaan.

5. Layanan konseling perorangan
Melalui layanan konseling perorangan ini dapat dipecahkan berbagai masalah
siswa dan dapat dilaksanakan untuk segenap masalah siswa secara perorangan
baik dalam bidang pribadi, sosial, belajar dan karir. Layanan ini tidak
membedakan pribadi siswa ataupun permasalahan yang dialami individu.
6. Layanan bimbingan kelompok
Dengan layanan bimbingan kelompok memungkinkan siswa secara bersamasama memperoleh berbagai bahan dari nara sumber (terutama guru pembimbing)
yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari baik secara individu, pelajar,
keluarga, dan masyarakat. Materi bimbingan kelompok biasanya berhubungan
dengan kehidupan beragama dan hidup sehat, penerimaan diri baik yang
berhubungan dengan perbedaan budaya, sosial dan permasalahan yang muncul
sehari-hari, emosi-prasangka-konflik, dan kebiasaan, pengembangan hubungan
sosial, pemahaman tentang dunia kerja, dan persiapan untuk kelanjutan studi.
7. Layanan konseling kelompok
Dengan layanan konseling kelompok memungkinkan siswa memperoleh

kesempatan untuk membahas dan menuntaskan masalah melalui dinamika
kelompok. Masalah-masalah yang dibahas merupakan masalah perorangan yang
muncul di dalam kelompok. Setiap anggota kelompok dapat menampilkan
masalah yang dirasakan memberatkan dirinya, dan anggota kelompok lainnya
dapat menanggapi secara bergantian.
Agar terlaksananya kegiatan bimbingan dan konseling dengan baik maka
di sekolah diperlukan kegiatan pendukung dalam kaitannya dengan kegiatan
bimbingan dan konseling, menurut Parayitno (1997) adalah :
1. Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling
Aplikasi instrumentasi ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan keterangan
tentang siswa, lingkungan siswa dan lingkungan yang lebih luas yang dapat
digunakan untuk pengembangan diri siswa. Aplikasi instrumentasi ini dapat
dilakukan dengan tes atau non tes.
2. Konferensi kasus
Dalam konferensi kasus ini secara spesifik dibahas permasalahan yang dialami
siswa dalam suatu forum diskusi yang dihadiri oleh pihak-pihak terkait yaitu guru
pembimbing, wali kelas, guru mata pelajaran/praktik, kepala sekolah dan orang
tua siswa/wali. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan data dan
keterangan yang lebih lanjut yang dapat memudahkan untuk pemecahan
permasalahan siswa. Kegiatan ini bersifat tertutup dan terbatas pada individu yang

terkait dengan permasalahan siswa.
3. Kunjungan rumah

Kegiatan kunjungan rumah bertujuan untuk memperoleh keterangan yang
diperlukan dalam pemahaman lingkungan dan permasalahan siswa dan untuk
pembahasan dan pengentasan permasalahan siswa.
4. Alih tangan kasus
Alih tangan kasus dapat terjadi dari guru, wali kelas, atau orang tua ke guru
pembimbing atau sebaliknya. Alih tangan dapat juga terlaksana dari guru
pembimbing ke profesi lainnya seperti dokter, polisi, atau ahli agama. Alih tangan
kasus bertujuan untuk mendapat penanganan yang lebih baik dalam memecahkan
masalah siswa.
B. Latar Belakang Perlunya Bimbingan dan Konseling dalam Pendidikan
Di sekolah guru sebagai pengelola proses belajar mengajar sering dihadapkan
pada kenyataan, yaitu siswa sebagai penerima proses mengalami berbagai masalah.
Dalam situasi demikian kadangkala guru tidak dapat mengatasinya karena adanya
keterbatasan pengetahuan atau keahlian yang dipunyainya. Dan disisi lain guru
diharuskan untuk melaksanakan program pengajaran (GBPP), karena itu guru sebagai
ujung tombak dalam proses pendidikan memerlukan rekanan kerja untuk menangani
permasalahan siswa. Agar lebih jelas latar belakang perlunya bimbingan dan konseling

dalam pendidikan dapat dilihat dari uraian berikut ini:
1. Latar belakang sosial cultural
Perkembangan dan perubahan sosial sangat cepat terjadi dalam kehidupan
manusia saat ini, terutama dengan adanya era globalisasi. Perkembangan dan
perubahan tersebut akan mengakibatkan bertambahnya jenis pekerjaan, pendidikan
dan pola-pola yang dituntut untuk mengisi kehidupan tersebut. Sekolah sebagai suatu
lembaga pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari situasi masyarakat, karena itu
sekolah harus dapat membantu siswa untuk menyiapkan diri agar mampu menghadapi
tantangan yang ada di masyarakat. Dalam situasi demikian maka kegiatan bimbingan
dan konseling sangat diperlukan sebagai sarana untuk memberikan pelayanan baik
yang berhubungan dengan pengembangan diri siswa maupun untuk personil sekolah
lainnya.
2. Latar belakang pendidikan
Sekolah sebagai suatu lembaga yang bersifat formal mempunyai peranan yang
amat penting dalam usaha mendewasakan siswa sebagai anggota masyarakat. Untuk
itu sekolah mempunyai tiga bidang kegiatan:
a. Bidang pengajaran dan kurikulum
Bidang ini bertanggung jawab melaksanakan kegiatan pengajaran yang
bertujuan untuk memberikan pengetahuan, keterampilan, dan sekaligus
membentuk sikap-sikap yang diperlukan sebagai salah satu anggota

masyarakat. Bidang ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab guru.
b. Bidang administrasi dan kepemimpinan

Bidang ini berhubungan dengan masalah administrasi dan kepemimpinan
yaitu menyangkut bagaimana mengefsienkan pelaksanaan administrasi yang
mencakup perencanaan, organisasi, pembiayaan, pembagian tugas, personalia,
perlengkapan dan pengawasan. Bidang ini menjadi tanggung jawab kepala
sekolah.
c. Bidang pembinaan pribadi siswa
Bidang ini mempunyai tanggung jawab memberikan pelayanan agar siswa
memperoleh kesejahteraan lahir batin dalam proses pendidikan yang sedang
ditempuhnya, sehingga siswa dapat mencapai tujuannya secara baik. Bidang
ini menjadi tanggung jawab guru pembimbing bersama guru di sekolah.
3. Latar belakang psikologis
Latar belakang psikologis bimbingan dan konseling di sekolah menyangkut
masalah perkembangan individu, perbedaan individu, kebutuhan individu dan
penyesuaian diri serta masalah belajar. Masalah psikologis siswa dapat berupa:
a. Masalah perkembangan individu
Individu siswa dalam masa perkembangan, karena itu sekolah merupakan
sarana untuk memberikan bimbingan dan arahan dalam proses

perkembangannya, oleh karena itu sekolah harus memperhatikan prinsipprinsip perkembangan tersebut, yaitu:
1) Hasil proses belajar tergantung pada tingkat kematangan yang telah
dicapai.
2) Tempo perkembangan berlangsung cepat pada tahun pertama.
3) Setiap individu memiliki tempo dan irama perkembangan masingmasing.
4) Pembawaan dan lingkungan sama-sama berpengaruh.
5) Perkembangan dapat mengalami kemunduran dan dapat pula
dipercepat.
6) Perkembangan menuju kea rah integrasi.
b. Masalah perbedaan individu
Individu yang satu dengan yang lainnya berbeda secara bawaan dan
lingkungan. Perbedaan pembawaan memungkinkan terbentuknya individu
yang berbeda, meskipun lingkungannya sama. Namun begitu juga sebaliknya
yaitu lingkungan yang sama menghasilkan individu yang berbeda.
Di sekolah individu siswa dibentuk oleh lingkungan guru dan materi yang
sama, akan tetapi hasilnya ada siswa yang cepat, lambat dan malas dalam
belajar. Kenyataan ini membutuhkan adanya pelayanan yang sesuai dengan
perbedaan individu yang ada di sekolah. Melalui kegiatan bimbingan
perbedaan individu memungkinkan untuk diperhatikan.
c. Masalah penyesuaian diri dan kelainan tingkah laku


Penyesuaian diri merupakan kelanjutan dari tercapainya kebutuhan
individu, bila individu dapat memahami kebutuhannya dan ditunjang oleh
lingkungan maka biasanya akan tercipta penyesuaian diri individu, dan bila
tidak tercapai maka individu akan mengalami kelainan tingkah laku. Kegiatan
bimbingan dan konseling dapat melihat dan memahami kebutuhan individu
sehingga terciptanya penyesuaian diri individu.
d. Masalah belajar
Individu yang belajar dipengaruhi oleh factor yang ada dalam diri
individu. Factor dalam maupun factor luar individu dapat menimbulkan
masalah belajar bagi siswa. Salah satu tujuan kegiatan bimbingan adalah
untuk memahami dan mengatasi masalah belajar siswa.
Dari uraian terdahulu dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan
bimbingan dan konseling merupakan kegiatan yang tidak dapat dipisahkan
dari kegiatan proses belajar mengajar, karena itu kegiatan bimbingan dan
konseling dapat menunjang proses belajar mengajar.
C. Tujuan Bimbingan dan Konseling
Bila kita teliti pengertian bimbingan dan konseling terdahulu, maka pada
prinsipnya tujuan bimbingan dan konseling secara umum dan luas adalah untuk
membantu individu dalam mencapai kebahagiaan hidup pribadi, kehidupan yang efektif
dan produktif di masyarakat, hidup bersama individu lain serta harmoni antara cita-cita
dengan kemampuan yang ada.
Tujuan bimbingan dan konseling di sekolah tidak terbatas pada siswa-siswa saja
tetapi mencakup keseluruhan masyarakat sekolah pada umumnya yaitu untuk
kepentingan sekolah, siswa, guru, dan orang tua siswa.
a. Tujuan bimbingan dan konseling untuk kepentingan sekolah meliputi:
(1) Menyusun dan menyesuaikan data tentang siswa, (2) sebagai penengah antara
sekolah dan masyarakat, (3) mengadakan penelitian tentang siswa dan latar
belakang siswa, (4) menyelenggarakan program tes, (5) membantu
menyelenggarakan kegiatan penataran bagi guru dan staf lainnya, dan (6)
menyelenggarakan pendidikan lanjutan bagi siswa yang sudah tamat (tambahan
keterampilan)
b. Tujuan bimbingan dan konseling untuk kepentingan siswa meliputi:
(1) membantu siswa untuk mengembangkan diri sesuai dengan potensi yang
dipunyai, (2) membantu sosialisasi dan sensitifkasi siswa terhadap kebutuhannya,
(3) membantu siswa untuk mengembangkan motif dan motivasi belajar, (4)
memberikan dorongan dalam mengarah diri, pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan dalam pendidikan, (5) mengembangkan sikap dan nilai
secara menyeluruh serta puas dengan keadaan hidup, (6) membantu siswa dalam

memahami tingkah laku manusia, (7) membantu siswa dalam memperoleh
kepuasan diri, (8) membantu siswa untuk seimbang dalam aspek jasmani, rohani,
emosi, dan sosial, dan (9) membantu siswa mendapat kesempatan dalam
mengembangkan potensinya di lingkungan dan di masyarakat
c. Tujuan bimbingan dan konseling untuk guru:
(1) membantu guru dalam keseluruhan program pendidikan, (2) membantu guru
dalam usaha memahami perbedaan individu siswa, (3) merangsang dan
mendorong penggunaan prosedur dan teknik bimbingan, (4) membantu dan
mengenalkan pentingnya keterlibatan diri dalam keseluruhan program pendidikan,
dan (5) membantu guru dalam berkomunikasi dengan siswa
d. Tujuan bimbingan dan konseling untuk kepentingan orang tua siswa:
(1) membantu orang tua dalam menghadapi masalah hubungan antara siswa
dengan keluarga, (2) membantu dalam memperoleh pengertian tentang masalah
siswa serta bantuan yang dapat diberikan, (3) membina hubungan baik antara
keluarga dan sekolah, dan (4) membantu memberikan pengertian terhadap orang
tua tentang program pendidikan pada umumnya
Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa kegiatan bimbingan dan
konseling dilaksanakan dengan tujuan layanan, maka tujuan bimbingan dan konseling
untuk setiap layanan disesuaikan dengan layanan yang diberikan. Contoh layanan
orientasi ditujukan agar siswa dapat berorientasi pada situasi baru yang dialaminya.

D. Fungsi Bimbingan dan Konseling
Bila kita lihat kembali tujuan bimbingan dan konseling di atas maka dapat
kesimpulan bahwa tujuan bimbingan dan konseling adalah untuk mengoptimalkan setiap
siswa sesuai dengan kemampuan, dan nilai-nilai yang dipunyai siswa. Untuk mencapai
tujuan tersebut maka bimbingan dan konseling menurut Prayitno (1994) juga berfungsi:
1. Fungsi pemahaman
Fungsi ini merupakan landasan dari kegiatan bimbingan dan konseling, karena
dengan memahami siswa dan permasalahannya besar kemungkinan jalan keluar dari
pemecahan masalah akan dapat ditemui sehingga diharapkan siswa dapat terlepas dari
permasalahan yang dialaminya.
2. Fungsi pencegahan
Moto kesehatan tentang “mencegah lebih baik daripada mengobati” juga berlaku
dalam kegiatan bimbingan dan konseling. Setelah guru pembimbing memahami
permasalahan siswa, tentu harus dapat memperkirakan kemungkinan
kesulitan/masalah baru yang akan menimpa siswa, karena itu fungsi pencegahan
dalam bimbingan dan konseling adalah untuk mencegah atau paling tidak
memperkecil akibat yang akan timbul dari masalah siswa.

3. Fungsi pemeliharaan
Setiap individu mempunyai potensi dan kekurangan yang harus dikembangkan.
Potensi dan kekuatan yang ada ini harus di jaga sebaik mungkin dengan demikian
yang ada tidak sia-sia. Program bimbingan dan konseling berfungsi agar hal-hal yang
telah dipunyai individu siswa terjaga dan terpelihara dengan baik serta hal-hal yang
menjadi kekurangan individu dapat dikurangi sedikit demi sedikit. Sehingga dapat
memberikan manfaat bagi dirinya maupun lingkungan sekolah.
4. Fungsi pengembangan
Setiap potensi yang ada dalam diri individu perlu dikembangkan, karena itu program
bimbingan dan konseling berfungsi untuk mengembangkan potensi yang ada dalam
diri siswa, sehingga individu siswa dapat puas dan bahagia dalam hidupnya.
5. Fungsi pengentasan
Merupakan suatu usaha nyata untuk memecahkan masalah siswa. Dengan
terentaskannya masalah siswa, maka diharapkan siswa bebas dari permasalahan yang
dihadapinya sehingga kebahagiaan siswa dapat terwujud.

E. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah dilaksanakan dengan
memperlihatkan prinsip-prinsip tertentu. Prayitno (1987) menulis beberapa prinsip
bimbingan yang dapat dirangkum sebagai berikut:
1. Prinsip-prinsip umum
a. Sikap dan tingkah laku individu terbentuk dari segala aspek kepribadian yang unik
dan ruwet.
b. Pengenalan dan pemahaman tentang perbedaan individu merupakan suatu
keharusan.
c. Bimbingan diusahakan untuk dapat mengarahkan individu untuk dapat menolong
diri sendiri.
d. Bimbingan berpusat pada individu siswa.
e. Masalah yang tak dapat diselesaikan oleh guru pembimbing harus dilakukan
tindakan reveral (alih tangan).
f. Bimbingan dimulai dengan mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan siswa.
g. Bimbingan harus fleksibel.
h. Program bimbingan harus selaras dengan program sekolah.
i. Pelaksanaan bimbingan harus dilaksanakan dibawah coordinator guru
pembimbing yang berkualifikasi pendidikan sarjana bimbingan dan konseling.
j. Penilaian terhadap kegiatan harus senantiasa secara kontinu.
2. Prinsip khusus yang berhubungan dengan siswa

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pelayanan ditunjukkan untuk seluruh siswa.
Ada criteria tertentu untuk menentukan prioritas.
Program bimbingan harus berpusat pada siswa.
Pelayanan memenuhi kebutuhan individu siswa yang berbeda.
Keputusan akhir terletak pada individu siswa.
Siswa yang telah mendapatkan pelayanan harus secara berangsur-angsur dapat
menolong diri sendiri.
3. Prisip yang berhubungan dengan guru pembimbing
a. Guru pembimbing harus mampu menetapkan tujuan sesuai dengan
kemampuannya.
b. Guru pembimbing hendaklah dipilih atas dasar kualifikasi pendidikan,
kepribadian, pengalaman dan kemampuan.
c. Guru pembimbing harus mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan
dirinya serta keahliannya melalui latihan dan penataran.
d. Guru pembimbing hendaknya selalu menggunakan informasi yang tersedia
mengenai diri individu yang dibimbing beserta lingkungannya, sebagai bahan
untuk membantu individu kea rah penyesuaian diri.
e. Guru pembimbing harus menghormati dan menjaga kerahasiaan individu yang
dibimbingnya.
f. Fakta-fakta yang berhubungan dengan lingkungan individu harus diperhitungkan
dalam memberikan bimbingan kepada individu yang bersangkutan.
g. Guru pembimbing hendaknya mempergunakan berbagai jenis metode dan teknik
yang tepat dalam melakukan tugas.
h. Guru pembimbing hendaknya memperhatikan dan mempergunakan hasil
penelitian dalam minat, kemampuan dan hasil belajar individu untuk kepentingan
perkembangannya.
4. Prinsip-prinsip yang berhubungan dengan organisasi dan administrasi bimbingan:
a. Bimbingan dilakukan secara kontinu.
b. Tersedianya kartu pelayanan pribadi.
c. Program disesuaikan dengan program sekolah.
d. Adanya pembagian waktu untuk para guru pembimbing.
e. Pelaksanaan dapat dilakukan secara individu atau kelompok.
f. Sekolah harus dapat bekerjasama dengan lembaga di luar sekolah.
g. Kepala sekolah memegang tanggung jawab tertinggi dalam pelaksanaan program.
F. Azas-Azas Bimbingan dan Konseling
Dalam menyelenggarakan kegiatan bimbingan dan konseling ada beberapa azas
yang harus diterapkan. Azas-azas tersebut menurut Prayitno (1987) adalah:
1. Azas kerahasiaan
Kegiatan bimbingan dan konseling adalah melayani individu yang bermasalah.
Sebagian besar orang beranggapan bahwa masalah merupakan suatu aib yang harus
ditutupi sehingga tidak seorang pun boleh tahu akan adanya masalah. Anggapan
seperti ini menghambat pemanfaatan pelayanan bimbingan dan konseling di
masyarakat dan disekolah.

2.

3.

4.

5.

6.

Kegiatan bimbingan dan konseling seharusnya memahami azas kerahasiaan ini.
Dengan arti kata bila seorang siswa telah mengungkapkan masalahnya kepada guru
pembimbing maka guru pembimbing harus menjaga akan kerahasiaan informasi dan
data yang didapat dari siswa, sehingga dengan demikian diharapkan terbentuk suatu
kepercayaan dari diri siswa untuk mengemukakan permasalahannya secara jelas.
Azas kerahasiaan ini merupakan kunci dalam kegiatan bimbingan dan konseling.
Karena itu guru pembimbing dan personil yang terkait dengan kegiatan bimbingan
dan konseling hendaknya benar-benar menjalankan azas ini.
Azas kesukarelaan
Bila azas kerahasiaan benar-benar berjalan sebagaimana mestinya, maka pada diri
siswa dapat diharapkan adanya kesukarelaan untuk memecahkan masalahnya bersama
guru pembimbing. Bila kedatangan siswa bukan karena kesukarelaan (dikirim oleh
guru/wali kelas) maka guru pembimbing berkewajiban untuk mengembangkan sikap
kesukarelaan siswa, sehingga diharapkan siswa mampu menghilangkan rasa
keterpaksaannya dating ke guru pembingbing. Kesukarelaan juga di tuntut pada diri
guru pembimbing, karena bila guru pembimbing merasa terpaksa untuk melakukan
kegiatan bimbingan dan konseling maka hasilnya kurang dapat diharapkan.
Azas-azas keterbukaan
Bimbingan dan konseling yang efisien hanya berlangsung dalam suasana
keterbukaan yaitu masing-masing (antara guru dan siswa asuh) bersedia membuka
diri untuk kepentingan pemecahan masalah. Siswa asuh dituntut berbicara jujur dan
terbuka tentang masalah dirinya, dengan demikian pengkajian berbagai kekuatan dan
kelemahan siswa asuh menjadi lebih jelas. Agar keterbukaan siswa asuh dapat
terjelma, maka guru pembimbing harus terus-menerus membina hubungan dalam
konseling sehingga siswa asuh yakin bahwa guru pembimbing juga terbuka padanya,
dan siswa asuh yakin bahwa azas kerahasiaan dipegang oleh guru.
Azas kemandirian
Kemandirian merupakan tujuan akhir dari kegiatan bimbingan dan konseling.
Dalam memberikan pelayanan guru pembimbing hendaknya selalu menghidupkan
kemandirian siswa asuh. Dalam pelayanan jangan hendaknya guru pembimbing
menjadikan siswa asuhnya tergantung pada diri guru pembimbing atau orang lain.
Azas kegiatan
Usaha yang dilakukan dalam kegiatan bimbingan dan konseling tidak akan
memberikan hasil yang berarti bila siswa asuh tidak melakukan kegiatan dalm
mencapai tujuan. Hasil-hasil usaha bimbingan dan konseling tidak tercipta dengan
sendirinya, tetapi harus diraih oleh siswa asuh dan guru pembimbing secara bersamasama.
Azas kedinamisan
Kegiatan bimbingan dan konseling menghendaki terjadinya perubahan pada diri
siswa, yaitu perubahan tingkah laku kea rah lebih baik. Perubahan ini tidaklah
sekedar mengulang-ulang hal yang monoton, melainkan perubahan yang selalu
menuju kesuatu pembaharuan, sesuatu yang lebih baik dan maju.

7. Azas keterpaduan
Kegiatan bimbingan dan konseling memadukan berbagai aspek dari diri individu
yang dibimbing. Siswa memiliki berbagai segi yang kalau keadaannya tidak serasi
dan terpadu besar kemungkinan akan menimbulkan masalah. Karena itu keterpaduan
isi dan proses perlu diperhatikan dalam memberikan layanan, jangan hendaknya
aspek layanan yang satu berlawanan atau tidak serasi dengan layanan lain sehingga
dapat membingungkan siswa.
8. Azas kenormatifan
Azas kenormatifan merupakan salah satu yang sangat perlu diperhatikan dalam
kegiatan bimbingan dan konseling. Norma-norma yang ada dimasyarakat harus
menjadi salah satu pertimbangan dalam memberikan pelayanan kepada siswa agar
dapat menjadi seorang yang memperhatikan norma dalam kegiatannya sehari-hari.
9. Azas keahlian
Kegiatan bimbingan dan konseling dilakukan secara teratur, sistematik dan
mempergunakan teknik serta alat yang teruji secara ilmiah. Untuk itu para
pembimbing mendapat latihan yang memadai, sesuai dengan tuntutan ilmu. Azas
keahlian ini menjamin keberhasilan kegiatan bimbingan dan konseling yang diakui
secara professional.
10. Azas alih tangan
Bila seorang guru pembimbing telah mengarahkan segenap kemampuannya untuk
membantu siswa, namun siswa itu belum juga terbantu sebagaimana yang diharapkan,
maka guru pembimbing harus mengalih tangankan siswa tersebut kepada petugas lain
atau ke profesi lain seperti dokter, polisi atau alih agama. Di samping itu azas ini
mengisyaratkan agar guru pembimbing hanya menangani masalah yang sesuai
dengan ahli dan kewenangannya.
11. Azas tut wuri handayani
Azas ini menunjukkan pada suasana namun yang hendaknya tercipta dalam
rangka hubungan keseluruhan guru pembimbing dengan siswa. Azas ini menuntut
agar kegiatan bimbingan dan konseling tidak hanya dirasakan sewaktu mengalami
masalah saja, namun di luar hubungan bimbingan dan konseling hendaknya kegiatan
ini dirasakan manfaatnya oleh seluruh personil sekolah. Agar azas ini berjalan dengan
baik, maka perlu dilengkapi dengan semboyan Ki Hajar Dewantara berikut ini yaitu
“ing ngarsa sung tulada, ing madya mangun karso”.
Kesemua azas di atas saling berhubungan satu dengan yang lainnya, karena itu
dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling kesemua azas tersebut harus
diperhatikan dan disejalankan oleh guru pembimbing bersama siswanya.
G. Peran Guru dalam Bimbingan dan Konseling

Guru berusaha membimbing siswa agar dapat menemukan berbagai potensi yang
dimilikinya, membimbing siswa agar dapat mencapai dan melaksanakan tugas-tugas
perkembangan mereka, sehingga dengan ketercapaian itu ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai individu yang mandiri dan produktif. Siswa adalah individu yang
unik. Artinya, tidak ada dua individu yang sama. Walaupun secara fisik mungkin individu
memiliki kemiripan, akan tetapi pada hakikatnya mereka tidaklah sama, baik dalam
bakat, minat, kemampuan dan sebagainya. Di samping itu setiap individu juga adalah
makhluk yang sedang berkembang. Irama perkembangan mereka tentu tidaklah sama
juga. Perbedaan itulah yang menuntut guru harus berperan sebagai pembimbing.
Hubungan guru dan siswa seperti halnya seorang petani dengan tanamannya.
Seorang petani tidak bisa memaksa agar tanamannya cepat berbuah dengan menarik
batang atau daunnya. Tanaman itu akan berbuah manakala ia memiliki potensi untuk
berbuah serta telah sampai pada waktunya untuk berbuah. Tugas seorang petani adalah
menjaga agar tanaman itu tumbuh dengan sempurna, tidak terkena hama penyakit yang
dapat menyebabkan tanaman tidak berkembang dan tidak tumbuh dengan sehat, yaitu
dengan cara menyemai, menyiram, memberi pupuk dan memberi obat pembasmi hama.
Demikian juga halnya dengan seorang guru. Guru tidak dapat memaksa agar siswanya
jadi ”itu” atau jadi ”ini”. Siswa akan tumbuh dan berkembang menjadi seseorang sesuai
dengan minat dan bakat yang dimilikinya. Tugas guru adalah menjaga, mengarahkan dan
membimbing agar siswa tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi, minat dan
bakatnya. Inilah makna peran sebagai pembimbing. Jadi, inti dari peran guru sebagai
pembimbing adalah terletak pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru
dengan siswa yang dibimbingnya.
Di sekolah, tugas dan tanggung jawab utama guru adalah melaksanakan kegiatan
pembelajaran siswa. Kendati demikian, bukan berarti dia sama sekali lepas dengan
kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling. Peran dan konstribusi guru mata pelajaran
tetap sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan Bimbingan
dan Konseling di sekolah. Bahkan dalam batas-batas tertentu guru pun dapat bertindak
sebagai konselor bagi siswanya. Wina Senjaya (2006) menyebutkan salah satu peran yang
dijalankan oleh guru yaitu sebagai pembimbing dan untuk menjadi pembimbing baik
guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Sementara itu,
berkenaan peran guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling, Sofyan S. Willis
(2005) mengemukakan bahwa guru-guru mata pelajaran dalam melakukan pendekatan
kepada siswa harus manusiawi-religius, bersahabat, ramah, mendorong, konkret, jujur
dan asli, memahami dan menghargai tanpa syarat.
Lebih jauh, Abin Syamsuddin (2003) menyebutkan bahwa guru sebagai
pembimbing dituntut untuk mampu mengidentifikasi siswa yang diduga mengalami
kesulitan dalam belajar, melakukan diagnosa, prognosa, dan kalau masih dalam batas

kewenangannya, harus membantu pemecahannya (remedial teaching). Berkenaan dengan
upaya membantu mengatasi kesulitan atau masalah siswa, peran guru tentu berbeda
dengan peran yang dijalankan oleh konselor profesional. Sofyan S. Willis (2004)
mengemukakan tingkatan masalah siswa yang mungkin bisa dibimbing oleh guru yaitu
masalah yang termasuk kategori ringan, seperti: membolos, malas, kesulitan belajar pada
bidang tertentu, berkelahi dengan teman sekolah, bertengkar, minum minuman keras
tahap awal, berpacaran, mencuri kelas ringan.
Dalam konteks organisasi layanan Bimbingan dan Konseling, di sekolah, peran dan
konstribusi guru sangat diharapkan guna kepentingan efektivitas dan efisien pelayanan
Bimbingan dan Konseling di sekolah. Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan
tanggung jawab guru-guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah:
1. Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan layanan
bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang siswa-siswa tersebut
2. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling kepada siswa
3. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada konselor
4. Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa yang menuntut konselor
memerlukan pelayanan khusus, seperti pengajaran/latihan perbaikan, dan program
pengayaan
5. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa dan hubungan
siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan pembimbingan dan konseling
6. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang memerlukan
layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk mengikuti/menjalani
layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu
7. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa, seperti konferensi
kasus
8. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka penilaian
pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak lanjutnya

H. Kelemahan dan Keterbatasan Guru
Jika melihat realita bahwa di Indonesia jumlah tenaga konselor profesional
memang masih relatif terbatas, maka peran guru sebagai pembimbing tampaknya
menjadi penting. Ada atau tidak ada konselor profesional di sekolah, tentu upaya
pembimbingan terhadap siswa mutlak diperlukan. Jika kebetulan di sekolah sudah
tersedia tenaga konselor profesional, guru bisa bekerja sama dengan konselor bagaimana
seharusnya membimbing siswa di sekolah. Namun jika belum, maka kegiatan
pembimbingan siswa tampaknya akan bertumpu pada guru.
Beberapa keterbatasan guru antara lain:

a. Guru tidak mungkin lagi menangani masalah-masalah siswa yang bermacammacam, karena guru tidak terlatih untuk melaksanakan semua tugas itu
b. Guru sendiri sudah berat tugas mengajarnya, sehingga tidak mungkin lagi ditambah
tugas yang lebih banyak untuk memecahkan berbagai macam masalah siswa

Upaya Guru Dalam Mengoptimalkan Peranannya
Agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai pembimbing, berikut ini beberapa
hal yang perlu diperhatikan:
a. Guru harus memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya.
Misalnya pemahaman tentang gaya dan kebiasaan belajar serta pemahaman tentang
potensi dan bakat yang dimiliki anak, dan latar belakang kehidupannya.
Pemahaman ini sangat penting, sebab akan menentukan teknik dan jenis bimbingan
yang harus diberikan kepada mereka.
b. Guru dapat memperlakukan siswa sebagai individu yang unik dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar sesuai dengan keunikan yang dimilikinya.
c. Guru seyogyanya dapat menjalin hubungan yang akrab, penuh kehangatan dan
saling percaya, termasuk di dalamnya berusaha menjaga kerahasiaan data siswa
yang dibimbingnya, apabila data itu bersifat pribadi.
d. Guru senantiasa
memberikan
kesempatan
kepada
siswanya
untuk
mengkonsultasikan berbagi kesulitan yang dihadapi siswanya, baik ketika sedang
berada di kelas maupun di luar kelas.
e. Guru sebaiknya dapat memahami prinsip-prinsip umum konseling dan menguasai
teknik-tenik dasar konseling untuk kepentingan pembimbingan siswanya,
khususnya ketika siswa mengalami kesulitan-kesulitan tertentu dalam belajarnya.

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Perlunya layanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak terlepas kaitannya dengan
beberapa aspek yang menjadi latar belakangnya, yaitu aspek sosial-kultural, pedagogis,
dan psikologis. Ketiga hal tersebut, menuntut adanya layanan bimbingan dan konseling
sebagai salah satu unsur dalam keseluruhan pendidikan di sekolah.
Peran guru mata pelajaran dalam pelaksanaan Bimbingan dan Konseling adalah terletak
pada kekuatan intensitas hubungan interpersonal antara guru dengan siswa yang
dibimbingnya.
Dibutuhkan kerjasama dari semua pihak antara lain, guru kelas, guru BK, siswa dan
seluruh staf sekolah dalam mewujudkan bimbingan konseling yang kompleks dan tepat
sasaran.
B. SARAN
Sebagai seorang guru mata pelajaran, kita harus memiliki sikap simpati kepada peserta
didik dalam mengidentifikasi permasalahan yang terjadi pada peserta didik dengan
berbagai faktor yang melatar belakanginya. Peran guru sebagai pengajar sekaligus
pendidik harus mampu mendukung dan mengembangkan potensi yang dimiliki peserta
didiknya. Guru mata pelajaran sebaiknya mampu menjadi jembatan penghubung antara
siswa dengan guru pembimbing (guru BK) sehingga mampu mengatasi permasalahan
yang sedang dihadapi peserta didik.

DAFTAR PUSTAKA

Prayitno. 1987. Profesionalisasi Konseling dan Konselor. Jakarta: P2LPTK
Prayitno, dkk. 2004. Pedoman Khusus Bimbingan dan Konseling, Jakarta: Depdiknas.
Kep-Menpan No. 84/1993 “tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya”. Jakarta.
Kep-Mendibud RI No. 025/0/1995 “tentang Petunjuk Teknik Ketentuan Pelaksanaan Jabatan
Fungsional dan Kreditnya”.
Natawijaya, Rochman dkk. 1986. “Pengantar Bimbingan dan Penyuluhan”. Modul UT 1-3.
Jakarta; Depdikbud.

MAKALAH
PROFESI KEPENDIDIKAN
(Pengertian, Tujuan, Landasan, Prinsip dan Peran Profesi Kependidikan diBidang
Layanan Administrasi (Bimbingan dan Konseling) )

Budi Hidayat (1109743)
Agustinus Aryaniandra (1109744)
Gabriela Christine Uran (1109745)
Viktor Lopez (1109746)
Fecky Arianto Fanggidae (1109747)

Dosen Mata Kuliah:
Dr. Usmeldi M,Pd

JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2013

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang mana atas berkat,
rahmat dan ridho-Nyalah penulis dapat menyelesaikan makalah materi mata kuliah Profesi
Kependidikan yang berjudul “Bimbingan dan Konseling” makalah ini berisi tentang
bagaiamana peran seorang guruyang profesional, yang harus mampu menguasai cara
membimbing serta menjadi sarana atau tempat pemecahan berbagai problem siswa dalam
menjalani pendidikan di sekolah.
Penulis menyadari kalau dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kata sempurna .
oleh sebab itu dengan hati yang terbuka, penulis mengharapkan kritik serta saran yang
membangun guna kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua.
Amin.

Padang, 21 Oktober
2013

PENULIS,

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

ANTARA IDEALISME DAN KENYATAAN: KEBIJAKAN PENDIDIKAN TIONGHOA PERANAKAN DI SURABAYA PADA MASA PENDUDUKAN JEPANG TAHUN 1942-1945 Between Idealism and Reality: Education Policy of Chinese in Surabaya in the Japanese Era at 1942-1945)

1 29 9

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Improving the VIII-B Students' listening comprehension ability through note taking and partial dictation techniques at SMPN 3 Jember in the 2006/2007 Academic Year -

0 63 87

The Correlation between students vocabulary master and reading comprehension

16 145 49

The correlation intelligence quatient (IQ) and studenst achievement in learning english : a correlational study on tenth grade of man 19 jakarta

0 57 61

An analysis of moral values through the rewards and punishments on the script of The chronicles of Narnia : The Lion, the witch, and the wardrobe

1 59 47

Improping student's reading comprehension of descriptive text through textual teaching and learning (CTL)

8 140 133

The correlation between listening skill and pronunciation accuracy : a case study in the firt year of smk vocation higt school pupita bangsa ciputat school year 2005-2006

9 128 37

Transmission of Greek and Arabic Veteri

0 1 22