Pengaruh Ketebalan Katoda LiFePO4 Terhadap Variasi Komposisi dan Ketebalan Anoda Mesocarbon Microbead (MCMB) pada Kapasitas Baterai Ion Lithium

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Perkembangan Baterai
Baterai adalah alat yang dapat mengubah energi kimia menjadi energi listrik
melalui proses elektrokimia yaitu proses terjadinya reaksi oksidasi dan reduksi.
Listrik yang dihasilkan oleh sebuah baterai muncul akibat adanya perbedaan
potensial energi listrik kedua buah elektrodanya. Perbedaan potensial ini dikenal
dengan potensial sel atau gaya gerak listrik (ggl).
Alessandro Volta merupakan orang yang pertama kali menciptakan baterai
pada awal abad ke-19 yang dikenal dengan Tumpukan Volta (Voltaic Pile).
Baterai ini terdiri dari tumpukan cakram seng dan tembaga berselang seling
dengan kain basah yang telah dicelup air garam sebagai pembatasnya. Baterai ini
telah mampu menghasilkan arus yang kontinu dan stabil.
Baterai

mempunyai

sejarah


yang

panjang

dan

terus

mengalami

perkembangan. Berikut sejarah perkembangan baterai yang dapat dilihat pada
Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Sejarah Perkembangan Baterai
Tahun

Penemu

Penemuan

1600


Gilbert (Inggris)

Peletakkan dasar-dasar elektrokimia

1789

Galvani (Italia)

Penemuan listrik dari hewan

1800

Volta (Italia)

Penemuan Sel Voltaik

1802

Cruickshank (Inggris)


Baterai

pertama

yang

mampu

diproduksi massal
1820

Ampere (Perancis)

Listrik oleh magnet

1833

Faraday (Inggris)


Hukum Faraday

1859

Planto (Inggris)

Penemuan baterai timbal/asam

Universitas Sumatera Utara

1868

Leclanche (Inggris)

Penemuan sel Leclanche

1888

Gassner (AS)


Penyempurnaan sel kering

1899

Jungner (Swedia)

Penemuan baterai Ni-Cd

1901

Edison (AS)

Penemuan baterai Ni-besi

1932

Schlect dan Ackerman Penemuan

pelat


kutub

yang

(Jerman)

dipadatkan

1947

Neumann (Perancis)

Berhasil mengemas baterai Ni-Cd

1960-an

Union Carbide (AS)

Pengembangan


baterai

alkaline

primer
1970-an

Union Carbide (AS)

Pengembangan baterai timbal/asam
dengan pengaturan katup

1990

Union Carbide (AS)

Komersialisasi baterai Ni-MH

1992


Kordesch (Kanada)

Komersialisasi baterai alkaline yang
dapat dipakai ulang

1999

Kordesch (Kanada)

Komersialisasi baterai Li-ion polimer

Sumber : Buchmann (2001)

2.1.1 Komponen Utama Baterai
Komponen utama pada baterai yaitu terdiri atas :
a. Elektroda negatif (anoda) yaitu elektroda yang melepaskan elektron ke
rangkaian luar dan mengalami proses oksidasi pada proses elektrokimia.
b. Elektroda positif (katoda) yaitu elektroda yang menerima elektron ke rangkaian
luar dan mengalami proses reduksi pada proses elektrokimia.
c. Elektrolit adalah media transfer ion yang bergerak dari anoda ke katoda dalam

sel baterai saat penggunaan (Linden, 2002).
d. Separator.
Seperator adalah material berpori yang diletakkan di antara anoda dan katoda
untuk mencegah terjadinya gesekan antar plat yang menyebabkan arus pendek
(Subhan, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Jenis – Jenis Baterai
Berdasarkan kemampuannya untuk dikosongkan (discharged) dan diisi ulang
(recharged) baterai terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut :
1. Baterai Primer
Baterai primer adalah baterai yang tidak dapat diisi ulang. Setelah kapasitas
baterai habis (fully discharged), baterai tidak dapat dipakai kembali. Beberapa
contoh baterai jenis ini adalah baterai Seng-Karbon (Baterai Kering), baterai
Alkalin dan baterai Merkuri.
2. Baterai Sekunder
Baterai sekunder adalah baterai yang dapat diisi ulang. Kemampuan diisi ulang
baterai sekunder bervariasi antara 100-500 kali (satu siklus adalah satu kali
pengisian dan pengosongan). Beberapa contoh baterai sekunder adalah baterai

Ni-Cd, baterai Ni-MH dan baterai ion lithium (Buchmann, 2001).

2.1.3 Istilah-Istilah Umum dalam Baterai
Beberapa istilah-istilah umum dalam baterai yaitu antara lain :
1. Kapasitas baterai
Kapasitas baterai merupakan kemampuan baterai untuk menyimpan dan
memberikan arus listrik pada waktu tertentu yang dinyatakan dalam satuan
Ampere-hour (Ah). Proses reaksi sel yang terjadi secara spontan, terkait dengan
perubahan energi bebas dan jumlah total muatan yang bisa ke rangkaian luar Q,
disebut "kapasitas sel", oleh hukum Faraday dirumuskan dengan:


Q = ∫0 � �� = zF*N

(2.1)

dimana i adalah arus yang mengalir dalam rangkaian, t adalah waktu, z adalah
jumlah elektron yang berhubungan dengan reaksi redoks, F adalah konstanta
Faraday (96.490 Cmol-1) dan N merupakan jumlah mol dari reaksi elektrokimia
Persamaan 2.1. diatas menyatakan bahwa jumlah total listrik yang dihasilkan

sebanding dengan jumlah mol dengan jumlah elektron konstan Faraday
(Moretti, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Besar kapasitas baterai secara teoritik tergantung dari jumlah material aktif
terkandung terlihat pada rumus 2.1. Sebagai contoh, besar kapasitas material
katoda LiCoO2 sebesar 1 gram adalah sebagai berikut :
Berat atom Li = 7, Co = 59 dan O2 = 16.
1 gram LiCoO2 setara dengan 0,010204 mol
Jumlah muatan = 1
Dari bilangan Avogadro diketahui 1 mol material mengandung 96.500
Couloumb.
Maka 1 gram LiCoO2 memiliki kapasitas listrik sebesar = 0,010204 × 1 ×
96.500 /3600 = 273,5 mAh (Triwibowo, 2011).

2. Kapasitas spesifik
Kapasitas spesifik adalah total muatan yang dihasilkan pada saat discharge dari
sel dalam satu siklus dibagi dengan total massa (∑ �) dari sel.
Q=

��∗�
∑�

(2.2)

3. Efisiensi baterai
Efisiensi baterai merupakan perbandingan antara kapasitas discharge dan
kapasitas charge yang dirumuskan sebagai berikut :

Efisiensi baterai =

���� ℎ���� ke n
�ℎ���� ke n

x 100 %

(2.3)

dimana discharge ke n adalah kapasitas discharge pada siklus ke n dan charge
ke n adalah kapasitas charge pada siklus ke n.

4. Kerugian kapasitas irreversible
Kerugian kapasitas irreversible berhubungan dengan banyaknya kapasitas yang
hilang setiap siklus.
Kerugian kapasitas irreversible =
(Gritzner et al. 1993).

�ℎ���� ke n− ���� ℎ���� ke n
�ℎ���� ke n

x 100 %

(2.4)

Universitas Sumatera Utara

2.2 Baterai ion Lithium
Baterai ion lithium adalah baterai yang digerakkan oleh ion lithium. Baterai ion
lithium pertama kali dikomersialisasikan pada tahun 1990 oleh Sony Corp untuk
ponsel Kyocera. Sejak diperkenalkan, pasar ion lithium telah berkembang menjadi
sekitar $ 4 miliar pada tahun 2005 (Yoshio et al. 2009).
Baterai ion lithium memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan
baterai sekunder lainnya yaitu ringan, densitas energinya tinggi, tidak memiliki
memory effect, dapat diisi ulang (rechargeable), tahan lama, tegangannya tinggi
(4V), ramah lingkungan dan penurunan charge baterai ion lithium rendah sekitar
5% per bulan. Namun, baterai ion lithium masih memiliki kekurangan diantaranya
sangat sensitif terhadap suhu tinggi dan biayanya lebih tinggi dibandingkan
dengan baterai yang sudah ada (Oswal et al. 2010).
Baterai ion lithium juga memiliki sifat utama yaitu nilai spesifik energi
secara grafimetrik maupun volumik jauh lebih unggul dibandingkan dengan
baterai sekunder lain (Kawamoto, 2010). Hal ini dapat dilihat perbandingannya
pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Perbandingan Baterai ion Lithium dengan Baterai Sekunder Lainnya
(Tarascon et al. 2001)

Universitas Sumatera Utara

Penjelasan pada Gambar 2.1. dapat dilihat perbandingan antara baterai ion
lithium dengan baterai sekunder lainnya pada Tabel 2.2. dibawah ini.

Tabel 2.2. Perbandingan Baterai ion Lithium dengan Baterai Sekunder Lainnya
Katoda

Ion Li

Pb – Acid

Ni – Cd

Ni – MH

Waktu hidup (cycle)

500-1000

200-500

500

500

Tegangan kerja (V)

3,6

1,0

1,2

1,2

Energi Spesifik (Wh/Kg)

100

30

60

70

Energi Spesifik (Wh/L)

240

100

155

190

Sumber : Wu et al (2011)

Dalam kondisi charge dan discharge baterai ion lithium bekerja menurut
fenomena interkalasi, yaitu proses pelepasan ion lithium dari tempatnya di
struktur kristal suatu bahan elektroda dan pemasukan ion lithium pada tempat di
struktur kristal bahan elektroda yang lain (Munshi, 1995). Sehingga bahan
elektroda harus mempunyai tempat bagi perpindahan ion lithium yang sering
disebut host. Bahan elektroda mempunyai struktur host dengan variasi interkalasi
yang berbeda-beda. Pada umumnya, bahan memiliki tiga model interkalasi
berdasarkan struktur dari hostnya, yaitu interkalasi satu dimensi, dua dimensi dan
tiga dimensi seperti pada Gambar 2.2. (Prihandoko, 2008).

Gambar 2.2. Tiga Model Host dari Bahan Anoda dan Katoda

Universitas Sumatera Utara

Proses interkalasi pada baterai ion lithium saat charge dan discharge dapat
dilihat pada Gambar 2.3. dibawah ini.

Gambar 2.3. Proses Interkalasi pada Baterai ion Lithium saat Charge dan
Discharge (Leite, 2009)

Selama proses charge baterai, terjadi pergerakan ion lithium dari elektroda
positif (katoda) melalui seperator dan elektrolit ke elektroda negatif (anoda).
Baterai menyimpan energi selama proses ini (densitas energi). Selama discharge,
ion lithium bergerak dari elektroda negatif (anoda) ke elektroda positif (katoda)
melalui seperator dan elektrolit, menghasilkan densitas daya pada baterai. Dalam
proses interkalasi elektron mengalir dalam arah yang berlawanan dengan ion di
sekitar sirkuit luar (Oswal et al. 2010).
Reaksi kimia yang terjadi dalam baterai ion lithium bersifat reversible,
sehingga material penyusun sel dipilih dari material yang memiliki struktur kristal
dengan kemampuan ’insertion compound’ yaitu material yang mampu menerima
dan melepaskan ion lithium tanpa mengalami perubahan besar atau kerusakan
dalam struktur kristalnya (Linden, 2002). Reaksi yang terjadi merupakan reaksi
reduksi dan oksidasi (redoks) pada katoda dan anoda.
Reaksi reduksi merupakan reaksi penambahan elektron oleh suatu molekul
atau atom sedangkan reaksi oksidasi adalah reaksi pelepasan elektron pada suatu

Universitas Sumatera Utara

molekul atau atom. Reaksi oksidasi dan reduksi yang terjadi pada katoda LiFePO4
dan anoda LiC6 saat charge dan discharge pada baterai ion lithium yaitu :
Pada katoda : LiFePO4 + xLi+ + xe-

xFePO4 + Li1-xFePO4

(2.5)

(Wu et al. 2011).
Pada anoda : C6 + x Li+ + x eReaksi pada sel baterai : LiFePO4 + C6

LixC6

(2.6)

Li1-xFePO4 + LixC6

(2.7)

(Zhao et al. 2015).
Suatu material elektrokimia dapat berfungsi baik sebagai elektroda anoda
maupun katoda bergantung pada pemilihan material yang akan menentukan
karakteristik perbedaan nilai tegangan kerja (working voltage) dari kedua material
tersebut. Potensial tegangan yang terbentuk antara kedua elektroda bergantung
dari reduksi dan oksidasi pada bahan elektroda yang dipilih (Subhan, 2011).
Tegangan kerja dari beberapa material elektroda dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Tegangan Kerja pada Beberapa Material Elektroda pada Baterai ion
Lithium (Marom et al. 2001)

Universitas Sumatera Utara

Pada Gambar 2.4. tampak bahwa material yang dapat berfungsi sebagai
katoda dan anoda dilihat pada tegangan kerjanya. Material yang berperan sebagai
katoda harus memiliki tegangan kerja yang lebih tinggi dibandingkan dengan
tegangan kerja pada material anoda. Misalnya, grafit berfungsi sebagai anoda
ketika dipasangkan dengan LixMnO2 karena tegangan kerja grafit sebesar 0,5 V
sedangkan LixMnO2 tegangan kerjanya sebesar 3 V. Namun grafit dapat berfungsi
sebagai katoda saat dipasangkan dengan elektroda Li metal sebagai anodanya
karena tegangan kerja Li metal masih dibawah tegangan kerja grafit sebesar
0 Volt (Subhan, 2011).

2.3 Material Elektroda untuk Baterai ion Lithium
Material elektroda pada baterai ion lithium terdiri atas material aktif katoda dan
material aktif anoda. Material aktif katoda yang sering digunakan yaitu LiFePO4
dan material aktif anoda yaitu Mesocarbon Microbead (MCMB).

2.3.1 Material Katoda
Struktur, sifat fisik dan sifat elektrokimia material katoda menentukan kinerja
pada baterai ion lithium. Untuk setiap berat material katoda, jumlah ion lithium
yang dilepaskan material katoda saat charging dan jumlah ion lithium yang
kembali

dalam

waktu

tertentu

ke

material

katoda

saat

discharging

menggambarkan densitas energi dan densitas daya sel baterai. Semakin banyak
ion lithium dipindahkan dari katoda ke anoda maka semakin besar pula densitas
energi sel baterai. Semakin banyak ion lithium yang kembali ke katoda dari anoda
maka semakin besar densitas dayanya. Oleh karena itu, material katoda harus
bersifat ion dan elektron konduktif (Triwibowo, 2011).
Ada beberapa karakteristik yang harus dimiliki oleh material katoda yaitu
antara lain :
1. Struktur host nya harus memiliki kemampuan interkalasi yang besar
(kapasitas energinya tinggi) dan memiliki koefisien difusi kimia lithium yang
tinggi (densitas dayanya tinggi).

Universitas Sumatera Utara

2. Perubahan struktur host selama interkalasi dan deinterkalasi harus sekecil
mungkin (siklus hidupnya panjang).
3. Material harus memiliki sifat kimia yang stabil, tidak beracun dan murah.
4. Proses pengerjaannya mudah (Yao, 2003).
Material katoda yang sering digunakan pada baterai ion lithium yaitu
LiCoO2, LiFePO4, LiMn2O4 dan material lainnya. Ketiga material tersebut
memiliki bentuk struktur host yang berbeda yang dapat dilihat pada Gambar 2.5.

a)

b)

c)

Gambar 2.5. (a) Struktur Layered pada Material Katoda LiCoO2,
(b) Struktur Spinel pada LiMn2O4 dan
(c) Struktur Olivine pada LiFePO4 (Buchmann, 2001)
Pada struktur host bentuk layered, ion lithium beinterkalasi dalam tiga arah,
pada struktur host bentuk spinel interkalasi ion lithium dalam dua arah, sedangkan
pada struktur host bentuk olivine interkalasi ion lithium dalam satu arah
(Buchmann, 2001). Karakteristik elektrokimia dari masing-masing material
tersebut dapat dilihat perbandingannya pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Karakteristik Elektrokimia dari Beberapa Material Katoda
Katoda

LiFePO4

LiMnO4

LiCoO2

Densitas (g/cm3)

3,6

4,31

5,10

Potensial (V)

3,5

4,05

3,90

Kapasitas Spesifik (mAh/g)

169

148

274

Energi Spesifik (Wh/g)

0,59

0,56

0,98

Sumber : Yueping Yao (2003)

Universitas Sumatera Utara

Lithium Ferrophosphate (LiFePO4)
LiFePO4 merupakan salah satu material katoda yang memiliki struktur olivine,
termasuk kedalam sistem kristal ortorombik Pnma. Konstanta kisi a, b dan c
adalah masing-masing 1,033, 0,601 dan 0,4693 μm. Ikatan kovalen kuat pada PO
membuat LiFePO4 stabil bahkan pada suhu diatas 200 °C. Struktur kristal
LiFePO4 dapat dilihat pada Gambar 2.6.

a)

b)

Gambar 2.6. (a) Struktur Kristal LiFePO4 (Padhi et al. 2002) dan b) Struktur
Kristal LiFePO4 saat Charge-Discharge (Rizki, 2014)
Penggunaan LiFePO4 sebagai material aktif katoda pertama kali dilakukan
oleh John Goodenough’s di Universitas Texas pada tahun 1996. Alasan pemilihan
LiFePO4 sebagai material aktif katoda karena memiliki banyak keunggulan
dibandingkan material katoda lain diantaranya seperti biaya pembuatan lebih
murah karena bahan pembentuknya mudah didapatkan di alam, tidak beracun,
kapasitas sedang (170 mAh/g), keelektronegatifannya tinggi, sangat reaktif,
densitas energi yang tinggi, dan ramah lingkungan. Namun, material ini masih
memiliki kelemahan yaitu konduktifitas listrik yang rendah berorde 10-9 S/cm dan
difusi ion lithium yang lambat (Padhi et al. 2002).
Untuk meningkatkan konduktifitas material katoda LiFePO4 yang rendah
maka dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya dengan penambahan zat
aditif konduktif untuk membentuk material komposit. Sumber karbon, seperti
carbon black, acetylene black, grafit, dan sumber karbon lainnya sering
digunakan sebagai zat aditif pada material tersebut (Wu et al. 2011). Karakteristik
dari LiFePO4 dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.4. Karakteristik dari LiFePO4
Material

Nilai

Kapasitas Spesifik (mAh/g)

160

Densitas (g/cc)

3,70

Densitas Energi (Wh/ L)

220

Tegangan Kerja (V)

3,3

Daya Spesifik (W/kg)

> 300

Waktu Hidup (tahun)

> 10

Siklus Hidup (cycle)

2.000

Sumber : Yoshio et al (2009)

2.3.2 Material Anoda
Bahan anoda yang sering digunakan sebagai komponen sel baterai lithium
rechargeable adalah grafit/karbon dan logam lithium. Kedua material tersebut
memenuhi syarat sebagai suatu material untuk proses interkalasi.
Adapun tiga syarat utama yang harus dimiliki material anoda pada baterai
ion lithium yaitu sebagai berikut :
1. Potensial penyisipan dan pelepasan ion lithium pada anoda harus sekecil
mungkin.
2. Banyaknya ion lithium yang dapat dimuat oleh material anoda harus besar
untuk mencapai kapasitas spesifik yang besar.
3. Host pada anoda harus menahan penyisipan dan pelepasan ion lithium yang
berulang–ulang tanpa kerusakan strukturnya untuk memperoleh siklus hidup
yang panjang (Yao, 2003).

Penggunaan karbon sebagai bahan anoda pada baterai ion lithium pertama
kali dikomersialisasikan oleh Sony Corporation pada tahun 1991 pada peluncuran
baterai ion lithium rechargeable (karbon/LiCoO2). Lapisan karbon, khususnya
grafit digunakan sebagai bahan anoda karena memiliki konduktifitas elektron
yang tinggi (103-104 S/cm), biayanya rendah, kapasitasnya yang baik, dan siklus
hidupnya yang panjang (Courtel et al. 2011).

Universitas Sumatera Utara

Bahan karbon dapat digunakan sebagai material anoda untuk sel ion lithium
berdasarkan potensial lithiasi karbon sangat dekat dengan logam Lithium.
Tegangan lithiasi grafit vs logam Li adalah 0,0-0,5 V. Selama proses pengisian
dan pengosongan, ion lithium dapat berinterkalasi dan de-interkalasi dari karbon
tanpa mengalami perubahan sifat mekanik, listrik dan volume yang signifikan
(Hossains, 1995).
Perbedaan bahan karbon memiliki pengaruh besar pada proses interkalasi
ion lithium. Karbon dengan ikatan sp2 antar atom karbon dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut :

1. Grafit
Grafit merupakan lembaran graphene yang membentuk tiga dimensi (3D).
Graphene tersusun dari atom karbon yang membentuk pola heksagonal dengan
susunannya berupa lembaran dengan ketebalan sebesar satu atom karbon. Jarak
antar atom karbon pada satu ikatan pada graphene adalah 0,142 nanometer
sedangkan untuk membentuk suatu grafit, jarak antar lembaran graphene-nya
adalah 0,335 nanometer. Kapasitas maksimum secara teori yang dihasilkan dari
grafit adalah berkisar 372 mAh/g (Patterson, 2009). Struktur lembaran graphene
dan grafit dapat dilihat pada Gambar 2.7. dibawah ini.

a)

b)

Gambar 2.7. (a) Struktur Graphene berupa Lapisan dengan Ketebalan 1 Atom C
(b) Struktur Grafit yang terdiri dari Lapisan Graphene
(Buchmann, 2001)

Universitas Sumatera Utara

2. Hard carbon
Hard carbon merupakan jenis karbon yang pertama kali dikomersialkan pada
baterai ion litihum. Lapisan atom karbon tersusun tidak rapi dengan jarak antar
layernya 0,38 nanometer (Patterson, 2009). Jenis karbon ini memiliki kapasitas
yang lebih tinggi namun sangat reaktif dan hasil kapasitas ireversibelnya tinggi
selama discharge (Hossains, 1995). Karbon ini tidak digunakan lagi sebagai
material anoda pada baterai karena tempat difusinya tampak seperti labirin
sehingga menyulitkan ion lithium untuk berinterkalasi (Yoshio et al. 2009).

3. Soft carbon
Soft carbon merupakan grafit sintesis yang tersusun atas lapisan graphene dengan
jarak antar lembaran graphene-nya 0,375 nm (Patterson, 2009). Grafit sintesis
memiliki kemurnian yang tinggi, struktur yang cocok untuk proses interkalasi dan
deinterkalasi ion lithium. Namun, grafit sintesis memiliki kekurangan pada
struktur kristalnya yang berbentuk amorf sehingga untuk membuatnya memiliki
struktur kristal menggunakan biaya yang tinggi karena memerlukan perlakuan
pada suhu diatas 2.800 0C pada proses grafitisasinya (Yoshio et al. 2009). Salah
satu grafit sintesis yang sering digunakan sebagai material aktif anoda pada
industri baterai ion lithium yaitu Mesocarbon Microbeads (MCMB). Struktur
karbon pada soft carbon, hard carbon dan grafit dapat dilihat pada Gambar 2.8.

(a)

(b)

(c)

Gambar 2.8. Stuktur (a) Soft Carbon, (b) Hard Carbon dan (c) Grafit
(Yoshio et al. 2009)

Universitas Sumatera Utara

Perbandingan antara grafit, hard carbon, dan soft carbon dapat dilihat pada
Tabel 2.5. dibawah ini.
Tabel 2.5. Perbandingan antara Grafit, Hard Carbon, dan Soft Carbon
Material

Kapasitas

Kapasitas

Kapasitas

Efisiensi

Initial,

Reversible,

Irreversible,

cycle pertama,

mAh/g

mAh/g

mAh/g

%

Grafit

390

360

30

92

Hard Carbon

480

370

90

77

Soft Carbon

275

235

40

85

Sumber : Patterson (2009)

Mesocarbon Microbeads (MCMB)
Material MCMB termasuk bagian dari soft carbon yang memiliki struktur kristal
lebih sedikit dibandingkan dengan grafit alam. Adapun alasan pemilihan karbon
MCMB sebagai material anoda karena memiliki kapasitas yang baik pada
tegangan rendah dan kemampuan siklusnya yang terbaik diantara semua jenis
bahan anoda karbon (Yao, 2003).
MCMB terdiri dari struktur bola dengan diameter 1-40 μm sehingga luas
permukaan spesifiknya rendah. Besar kapasitas spesifik pada MCMB mencapai
320-330 mAh/g (Yoshio et al. 2009). Struktur MCMB tipe Brooks–Taylor dapat
dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.9. Struktur MCMB tipe Brooks-Taylor

Universitas Sumatera Utara

Grafitisasi MCMB memiliki banyak kelebihan bila digunakan sebagai
anoda baterai yaitu sebagai berikut :
1. Densitas muatan yang tinggi menjamin densitas energi yang tinggi pula.
2. Luas permukaan yang kecil menurunkan kapasitas ireversible sesuai dengan
dekomposisi elektrolit.
3. MCMB memiliki struktur spinel sehingga ion lithium mudah berinterkalasi dan
hal tersebut akan meningkatkan kapasitas baterai (Yoshio et al. 2009).

Karakteristik dari Mesocarbon Microbead (MCMB) dapat dilihat pada
Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Karakteristik dari Mesocarbon Microbead (MCMB)
Properties
Kemurnian Karbon (%)

99,6

Discharge Pertama (mAh/gr)

500

Efisiensi (%)

93,4

Titik Lebur (0C)

3550

Tekanan Uap (mm Hg) (0C)

3586

Temperatur Sintering (K)

1800-2500

Sumber : MTI Corporation (2010)

2.4 Zat Aditif Super P
Bahan karbon seperti acetylene black, super p, carbon black dan grafit yang
banyak digunakan dalam elektroda positif dan elektroda negatif sebagai zat aditif
konduktif berfungsi untuk meningkatkan konduktifitas listrik dan mengurangi
hambatan listrik dalam sistem elektrokimia. Namun, bahan tersebut tidak terlibat
dalam proses redoks elektrokimia. Konduktifitas elektron pada sumber karbon
aditif sebesar 10-2- 10-4 S/cm (Shin et al. 2006).
Super P adalah sumber karbon yang berfungsi sebagai zat aditif konduktif
pada elektroda untuk meningkatkan konduktifitas elektronik baterai ion lithium,
yang memiliki sifat kemurnian tinggi, distribusi ukuran dapat dikendalikan, luas

Universitas Sumatera Utara

permukaan dan volume pori yang rendah (Zheng et al. 2012). Karakteristik dari
Super P dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Karakteristik dari Super P
Parameter

Nilai

Luas Permukaan (m2/g)

76,4

3

Volume Pori (cm /g)

0,36

Efisiensi Siklus Pertama pada at 0,1 C (%)

83,4

Kapasitas charge pada elektroda spinel

91,5

setelah 200 cycles (1 C) (%)
Sumber : Zheng et al (2012)

2.5 Matriks Polyvinylidene Fluoride (PvDf)
Pengikat (binder) elektroda pada baterai ion lithium digunakan untuk mengikat
lapisan bahan aktif atau antara lapisan bahan aktif dengan current collector.
Pengikat yang digunakan harus memiliki karakteristik seperti kemampuan
mengikat dengan baik, fleksibilitas, ketidaklarutannya dalam elektrolit, stabil pada
kimia dan elektrokimianya, dan aplikasi yang mudah untuk pelapisan elektroda
(Yoshio et al. 2009).
Polyvinylidene Fluoride (PvDf) termasuk matriks termoplastik floropolimer
murni yang tidak reaktif yang baik untuk molekul polar, dan sering digunakan
sebagai binder pada anoda dan katoda. PvDf memiliki karakteristik seperti
berwarna putih, dapat tembus cahaya dalam bentuk padat, tidak larut dalam air,
sekitar 50 % dan 60 % kristalin, titik lelehnya rendah, dan densitasnya rendah.
Adapun struktur dari PvDf dapat dilihat pada Gambar 2.10. dibawah ini.

Gambar 2.10. Struktur Kimia PvDf

Universitas Sumatera Utara

Sifat umum Polyvinylidene fluorida (PvDf) dapat dilihat pada Tabel 2.8.
dibawah ini.

Tabel 2.8. Sifat Umum Polyvinylidene Fluorida (PvDf)
Sifat

Nilai

Kekuatan Tarik (Mpa)

21,0-57,0

Modulus Elastisitas (Mpa)

1380-55200

Elongasi (%)

12-600

Kekuatan Fleksural (Mpa)

67-95

Modulus Fleksural (Mpa)

1173 – 82800

Temperature Transisi Gelas (Tg) (0C)

-60 – (-20)

0

Temperature Leleh (Tm) ( C)

141 – 178

Sumber : Abdillah (2008)

2.6 Pelarut N, N-Dimethylacetamide (DMAC)
N,N-Dimethylacetamide (DMAC) merupakan pelarut yang dapat digunakan
sebagai pelarut PvDf pada baterai ion lithium. Pelarut tersebut memiliki kelarutan
terhadap bahan organik dan anorganik yang tinggi, titik didih tinggi, titik beku
yang rendah, stabilitas yang baik dan tidak akan mengalami degradasi serta
perubahan warna jika dipanaskan dibawah suhu 350 0C (BASF, 2014). Sifat fisik
dan kimia DMAC dapat dilihat pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Sifat Fisik dan Kimia DMAC
Parameter

Nilai

Bentuk

Cair

PH (200 g/l, 20 0C)
0

Titik Lebur ( C)
0

Titik Didih ( C)
Tekanan Uap (mBar)
Densitas (g/cm3) pada 20 0C

4
- 20
165 – 166
2
0,94

Sumber : BASF (2014)

Universitas Sumatera Utara

2.7 Elektrolit Lithium Hexafluorophosphate (LiPF6)
Elektrolit merupakan suatu material yang bersifat penghantar ionik, baik dalam
bentuk cair ataupun padat. Karakteristik yang perlu dimiliki elektrolit adalah
konduktifitas ionik tinggi dan konduktifitas elektronik yang rendah sehingga
mampu menghantarkan ion selama proses reaksi redoks terjadi antara elektroda
positif dan elektroda negatif tanpa terjadi kebocoran arus elektron (Subhan, 2011).
Ada beberapa syarat yang harus dimiliki elektrolit pada baterai ion lithium
yaitu sebagai berikut :
1. Elektrolit harus bersifat ion konduktif. Konduktifitas elektrolit cair berkisar
antara 10-3 – 10-2 S/cm.
2. Stabil sifat kimia, panas, dan elektrokimianya serta sifat mekanik yang kuat.
3. Jumlah pemindahan ion lithium harus besar karena konduktifitas bergantung
pada pergerakan ion (Yao, 2013).
Lithium Hexafluorophosphate (LiPF6) adalah garam yang paling banyak
digunakan sebagai elektrolit untuk sel ion lithium komersial. Garam LiPF6 murni
secara termal stabil sampai suhu 380 K di tempat yang kering, dan merupakan
proses dekomposisi dari LiF padat dan PF5 sebagai produk gas (Yang et al. 2003).
Proses penguraian LiPF6 dapat dilihat dari reaksi dibawah ini (Sloop et al. 2001).
LiPF6 → LiF + PF5

(2.8)

Tabel 2.10. Karakteristik dari Lithium Hexafluorophosphate (LiPF6)
Properties
Rumus Molekul
Massa Molar (g/mol)
Bentuk

LiPF6
151.905
Bubuk Putih

Densitas (g/cm3)

1.5

Titik Lebur oC (392 oF; 473 K)

200

Kelarutan dalam air

Larut

Sumber : http://en.wikipedia.org/wiki/Lithium_hexafluorophosphate

Universitas Sumatera Utara

2.8 Separator
Seperator adalah membran berpori yang berfungsi untuk memastikan terjadinya
aliran ion dan mencegah terjadinya hubungan arus pendek. Ukuran pori-pori pada
seperator harus lebih kecil dari ukuran partikel pada komponen elektroda dan
terdistribusi secara merata. Hal ini untuk memastikan distribusi arus merata
diseluruh separator supaya dapat menekan pertumbuhan lithium pada anoda.
Sedangkan porositas dari separator harus memiliki jumlah yang tepat untuk proses
pergerakan ion antar elektroda. Biasanya, separator pada baterai ion lithium
memiliki porositas 40% (Kim et al. 2012). Seperator berpori dalam sel baterai ion
lithium dengan elektrolit cair dapat dilihat pada Gambar 2.11.

Gambar 2.11. Seperator dalam Sel Baterai ion Lithium (Prihandoko, 2008)

Bahan separator konvensional yang sering digunakan pada baterai ion
lithium adalah polyolefin, seperti polietilen (PE) dan polipropilen (PP). Polyolefin
sangat umum digunakan sebagai bahan separator, khususnya pada laptop dan hp,
karena tipis dan memiliki kestabilan elektrokimia yang baik. Polyolefin sendiri
terdiri atas perpaduan antara polypropylene (sebagai penyangga utama, backbone)
dan polyethylene sebagai pelapis pada lubang/pori-pori.
Polyethylene memiliki sifat meleleh pada suhu diatas 120-130 oC. Apabila
panas yang dihasilkan didalam baterai melewati ambang batas, polyethylene akan
meleleh dan menutup lubang pada separator, mengakibatkan proses perpindahan
lithium ion berhenti. Sehingga separator memiliki fungsi utama dalam hal
keamanan bila terjadi panas berlebihan (http://www.chem-is-try.org).

Universitas Sumatera Utara

2.9 Analisis Mikrostruktur
Analisis mikrostruktur pada suatu sampel dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa alat karakterisasi diantaranya sebagai berikut :

2.9.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Difraksi sinar-X merupakan suatu teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi
adanya fasa kristalin didalam material-material benda dan serbuk, dan untuk
menganalisis sifat-sifat struktur (seperti stress, ukuran butir, fasa komposisi
orientasi kristal, dan cacat kristal) dari tiap fasa. Metode ini menggunakan sebuah
sinar-X yang terdifraksi seperti sinar yang direfleksikan dari setiap bidang,
berturut-turut dibentuk oleh atom-atom kristal dari material tersebut. Dengan
berbagai sudut timbul, pola difraksi yang terbentuk menyatakan karakteristik dari
sampel. Susunan ini diidentifikasi dengan membandingkannya dengan sebuah
data base internasional (Zakaria, 2003).
Salah satu teknik yang digunakan untuk menentukan struktur suatu padatan
kristalin adalah metode difraksi sinar-X serbuk (X- ray powder diffraction) seperti
terlihat pada Gambar 2.12. Sampel berupa serbuk padatan kristalin yang memiliki
ukuran kecil dengan diameter butiran kristalnya sekitar 10-7 – 10-4 m ditempatkan
pada suatu plat kaca. Sinar-X diperoleh dari elektron yang keluar dari filamen
panas dalam keadaan vakum pada tegangan tinggi, dengan kecepatan tinggi
menumbuk permukaan logam, biasanya tembaga (Cu).

Gambar 2.12. Prinsip kerja XRD

Universitas Sumatera Utara

Sinar-X

tersebut

menembak

sampel

padatan

kristalin,

kemudian

mendifraksikan sinar ke segala arah dengan memenuhi Hukum Bragg. Detektor
bergerak dengan kecepatan sudut yang konstan untuk mendeteksi berkas sinar- X
yang didifraksikan oleh sampel. Sampel serbuk atau padatan kristalin memiliki
bidang-bidang kisi yang tersusun secara acak dengan berbagai kemungkinan
orientasi, begitu pula partikel-partikel kristal yang terdapat di dalamnya. Setiap
kumpulan bidang kisi tersebut memiliki beberapa sudut orientasi sudut tertentu,
sehingga difraksi sinar-X memenuhi Hukum Bragg :
n λ = 2 d sin θ

(2.9)

dengan n adalah orde difraksi (1,2,3,…), λ adalah panjang sinar-X, d adalah jarak
kisi dan θ adalah sudut difraksi.
Bentuk keluaran dari difraktometer dapat berupa data analog atau digital.
Rekaman data analog berupa grafik garis-garis yang terekam per menit sinkron,
dengan detektor dalam sudut 2θ per menit, sehingga sumbu-x setara dengan sudut
2θ. Sedangkan rekaman digital menginformasikan intensitas sinar-X terhadap
jumlah intensitas cahaya per detik. Pola difraktogram yang dihasilkan berupa
deretan puncak-puncak difraksi dengan intensitas relatif bervariasi sepanjang nilai
2θ tertentu. Besarnya intensitas relatif dari deretan puncak-puncak tersebut
bergantung pada jumlah atom atau ion yang ada, dan distribusinya di dalam sel
satuan material tersebut. Pola difraksi setiap padatan kristalin sangat khas, yang
bergantung pada kisi kristal, unit parameter dan panjang gelombang sinar-X yang
digunakan. Dengan demikian, sangat kecil kemungkinan dihasilkan pola difraksi
yang sama untuk suatu padatan kristalin yang berbeda (Warren, 1969).
Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu bidang kristal yang
memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi. Puncak-puncak yang
didapatkan dari data pengukuran ini kemudian dicocokkan dengan standar difraksi
sinar-X untuk hampir semua jenis material yang disebut standart ICDD
(Triwibowo, 2011).

Universitas Sumatera Utara

2.9.2 Scanning Electron Microscope (SEM)
Scanning Electron Microscope (SEM) adalah sebuah mikroskop elektron yang
didesain untuk mengamati permukaan objek solid secara langsung. Ada beberapa
sinyal penting yang dihasilkan oleh SEM. Pada pantulan inelastis didapatkan
sinyal elektron sekunder dan karakteristik sinar X sedangkan dari pantulan elastis
didapatkan sinyal backscattered elektron.
Elektron backscattered (BSE) yaitu ketika elektron beam menembak atom
sampel akan tetapi elektron beam tidak mengenai elektron pada atom tersebut.
BSE ini digunakan untuk menggambarkan kontras dalam komposisi dalam sampel
multiphase dan untuk menangkap informasi mengenai nomor atom dan topografi.
Elektron sekunder (ES) yaitu ketika elektron beam menembak atom pada
sampel dan elektron pada sampel tersebut langsung terlepas. Elektron sekunder
ini yang menghasilkan gambar SEM dan biasanya digunakan untuk pencitraan
sampel dalam menunjukkan morfologi dan topografi pada sampel. Sinyal – sinyal
yang dihasilkan oleh SEM dapat dilihat pada Gambar 2.13. dibawah ini.

Gambar 2.13. Sinyal-Sinyal dalam SEM

Kedua sinyal inilah yang akan dideteksi oleh detektor dan dimunculkan
dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Perbedaan gambar dari sinyal elektron
sekunder dengan backscattered adalah elektron sekunder menghasilkan topografi
dari benda yang dianalisa, permukaan yang tinggi berwarna lebih cerah dari
permukaan rendah sedangkan backscattered elektron memberikan perbedaan berat
molekul dari atom–atom yang menyusun permukaan, atom dengan berat molekul
tinggi akan berwarna lebih cerah daripada atom dengan berat molekul rendah.

Universitas Sumatera Utara

Prinsip kerja dari SEM yaitu elektron gun menghasilkan elektron beam dari
filamen. Pada umumnya elektron gun yang digunakan adalah tungsten hairpin gun
dengan filamen berupa lilitan tungsten yang berfungsi sebagai katoda. Tegangan
yang diberikan kepada lilitan mengakibatkan terjadinya pemanasan. Anoda
kemudian akan membentuk gaya yang dapat menarik elektron melaju menuju ke
anoda. Lensa magnetik memfokuskan elektron menuju suatu titik pada permukaan
sampel. Sinar elektron yang terfokus memindai (scan) keseluruhan sampel dengan
diarahkan oleh koil pemindai. Ketika elektron mengenai sampel, maka akan
terjadi hamburan elektron, baik Secondary Electron (SE) atau Back Scattered
Electron (BSE) dari permukaan sampel dan akan dideteksi oleh detektor dan
dimunculkan dalam bentuk gambar pada monitor CRT. Penjelasan prinsip kerja
SEM diatas dapat dilihat pada Gambar 2.14. dibawah ini.

Gambar 2.14. Prinsip Kerja SEM (https://materialcerdas.wordpress.com)

2.9.3 Mikroskop Optik
Mikroskop optik merupakan mikroskop yang menggunakan cahaya tampak dan
sebuah sistem lensa untuk memperbesar gambar spesimen yang kecil. Mikroskop
optik dasarnya sangat sederhana, meskipun ada banyak desain lain yang kompleks
yang bertujuan untuk meningkatkan resolusi dan kontras dari spesimen.

Universitas Sumatera Utara

Mikroskop optik mudah untuk dikembangkan dan populer karena
menggunakan cahaya tampak sehingga sampel dapat langsung diamati oleh mata.
Pada saat ini, gambar dari mikroskop optik dapat ditangkap oleh kamera normal
yang peka cahaya untuk menghasilkan mikrograf dan langsung disambungkan ke
layar monitor komputer. Perbesaran mikroskop optik dapat mencapai 1000 x.
Bagian-bagian mikroskop optik dapat dilihat pada Gambar 2.15.

Gambar 2.15. Bagian-bagian dari Mikroskop Optik

Prinsip penting dari mikroskop adalah bahwa lensa objektif dengan panjang
fokus yang sangat pendek (sering hanya beberapa mm saja) digunakan untuk
membentuk perbesaran bayangan nyata dari objek. Lensa objektif adalah sebuah
kaca pembesar bertenaga sangat tinggi dengan panjang fokus yang sangat pendek.
Lensa ini diletakkan sangat dekat dengan spesimen yang akan diteliti sehingga
cahaya dari spesimen jatuh ke fokus sekitar 160 mm di dalam tabung mikroskop
sehingga menciptakan perbesaran sebuah gambar dari subjek.
Gambar yang dihasilkan terbalik dan dapat dilihat dengan menghapus lensa
okuler dan menempatkan secarik kertas kalkir di ujung tabung. Dengan hati-hati
memfokuskan spesimen yang sangat terang, pencitraan yang sangat besar bisa
dilihat. Pencitraan yang dihasilkan adalah gambaran nyata yang dilihat oleh lensa
okuler dengan menambahkan pembesaran lebih lanjut. Di kebanyakan mikroskop,
lensa okuler merupakan lensa majemuk, dengan satu lensa komponen di dekat
bagian depan dan satu di dekat bagian belakang tabung lensa okuler. Dalam
beberapa desain, gambar virtual menuju ke sebuah fokus antara dua lensa okuler.
Lensa pertama membawa gambar nyata dan lensa kedua memungkinkan mata

Universitas Sumatera Utara

untuk fokus pada gambar virtual. Pada semua mikroskop, gambar dimaksudkan
untuk dilihat dengan mata terfokus tak terhingga (diingat bahwa posisi mata pada
gambar di atas ditentukan oleh fokus mata peneliti). Untuk pengujian mikroskop
optik ini diperlukan juga permukaan spesimen yang rata dan halus. Sehingga
pengujian ini dilakukan setelah pengujian emission spektrometer yang juga
memerlukan permukaan yang halus.

2.10 Pengujian Charge-Discharge.
Untuk mendapatkan performa sebuah baterai maka diperlukan pengujian
charge/discharge sehingga akan didapatkan besar kapasitas sel baterai. Pada
penelitian ini pengujian dilakukan dengan membuat sistem pengujian charging
dan discharging dengan alat BTS8-10A30V.
BST8-10A30V adalah baterai analyzer delapan channel untuk menganalisis
kecil sel koin dan baterai silinder dari 0,1 mA sampai 10 A dan tegangan sampai
30 V. Setiap saluran analyzer memiliki independen konstan saat ini dan sumber
tegangan konstan, yang dapat diprogram dan dikendalikan oleh perangkat lunak
komputer. Sistem ini menyediakan aplikasi yang paling dalam bidang pengujian
baterai seperti penelitian bahan elektroda, uji kinerja baterai, pembentukan baterai
skala kecil, kemampuan grading, pengujian baterai, dan lain-lain. Merek laptop
baru dengan MS Jendela 8, MS Excel 2013 dan versi terbaru dari kontroler
software diinstal dan dikalibrasi untuk segera digunakan (hingga 20 set analisa
dapat secara bersamaan dikendalikan oleh satu PC).

Universitas Sumatera Utara