Ringkasan UTS Teologi Moral Keluarga 201

STFT WIDYA SASANA MALANG

Teologi Moral
Keluarga
Ringkasan Persiapan UTS
Student Pasionis 2012

PENGANTAR
Langkah pembahasan:
1. Data Nonteologis dilihat dr aspek Bio-Psiko-Sosio-Spiritual.
2. Sorotan Teologis didasari KS, Tradisi (Teologi &
Magisterium), Akal budi.
3. Argumentasi, Penilaian, Sistematik
4. Soal2 Keluarga, Perkawinan, Sexualitas di luar & dlm
perkawinan
“Keluarga” termasuk bbrp implikasi  sexualitas &
perkawinan krn ketiganya saling terkait. Tema yg dibahas ttg
keluarga, perkawinan & sexualitas saling berkaitan & sulit
dipisahkan.
1)Keluarga berdasarkan perkawinan
2)Perkawinan dilihat dlm perspektif keluarga & meliputi

sexualitas
3)Sexualitas adl nilai dasar yg amat tinggi krn mrpk
aktualisasi pasutri, sekaligus non-aktualisasi bgi yg tdk
menikah.
BAB I – PENEGASAN
PSL 1 – PENJERNIHAN & PEMERTEGASAN
Berbagai faktor yg mengakibatkan perbedaan muatan
ungkapan/istilah:
1) Istilah yg termasuk idiom atau kebiasaan yg berbeda
menurut tempat & waktu, bahkan perorangan, apalagi jk
gengsi pakar ingin orisinil.
2) Aliran atau perguruan tinggi yg berbeda.
3) Negara atau tempat yg berbeda.
4) Zaman yg berbeda.
5) Proses perkembangan & kemajuan yg berbeda.
Isi jg terkait dg pemahaman. Pengisian judul atau sebutan
atau istilah tak begitu sj, tpi berhubungan dg pemahaman (yg
dpt bermacam2), shg dr judul itu dpt ditarik kesmpulan ttg
pemahaman.
Bisa tjd bhw pengisian suatu judul dilaksanakan scr

pragmatis, mis. disesuaikan dg waktu yg tersedia, atau utk
mencegah pengulangan krn sdh diangkat oleh pihak lain.
3

Keluwesan & Keterbukaan  kesediaan utk perubahan
(dlm batas2 ttt, bkn sikap yg mudah digoyahkan), baik yg
menyangkut revisi di masa lampau maupun perkembangan di
masa depan.
Relativitas  relativitas posisi & argumentasi yg
mendasarinya dpt menghindari absolutisme (kecenderungan
utk memutlakkan) dlm kesadaran akan keterbatasan diri
sendiri yg terbuka bgi pendapat lain.
Problem  Tak menentu / Kurang pasti:
1) Fleksibilitas dpt mjd lahan subjektivitas & sikap
manasuka, plin-plan.
2) Posisi kurang pasti & terbuka tak selalu menguntungkan,
krn jg menimbulkan sikap ragu2, & tak jarang diperlukan
kepastian.
3) Tak jarang feksibilitas itu menjadikan kabur, shg diskusi
& dialog dipersulit, sedangkan diskusi atau dialog perlu

utk internalisasi & perkembangan.
PSL 2 – PERKAWINAN &/ KELUARGA
“Pernikahan” kiranya lebih dipakai utk menerjemahkan
bahasa Inggris “wedding”, sedangkan “perkawinan” utk
“marriage”.
Apa
tepatnya
bahan
teologi
moral
keluarga?
Perkawinan / Keluarga?
Perlunya lebih eksplisit dan lebih banyak ttg keluarga
1) UU RI No. 32 Th. 2009 ttg Perkembangan Kependudukan
& Pembangunan Keluarga Sejahtera yg dlm psl 1 ayat 6
mengenakan istilah “keluarga” jg pd pasutri perkawinan
tanpa anak.
2) Pastoral keluarga: Dewan Kepausan Utk Keluarga, Komisi
Keluarga KWI, Komisi Keluarga Keuskupan, Sexi Keluarga
Paroki

3) Dimensi
teologis:
Perkawinan
atau
keluarga
multidimensional, Keluarga sbg realitas eklesial (ecclesia
domestica), Keluarga sbg agen sosial, Keluarga yg
terancam pelbagai bahaya.
Perkawinan dlm perspektif keluarga
4

Teologi moral  Sejarah teologi moral lebih eksplisit
membahas tema perkawinan dp keluarga. Dlm tradisi
diadakan perbedaan (bkn pemisahan) “matrimonium in feri”
(peneguhan, awal perkawinan) & “matrimonium in facto
esse” (hidup perkawinan, keluarga). Jadi, membahas
perkawinan jg membahas keluarga sbg perkembangan
perkawinan yg mjd dasar utk keluarga.
Hukum Grj  hukum Grj memang lebih berminat akan
“matrimonium in feri” (peneguhan perkawinan), shg jg dlm

KHK 1983 kan. 1063 ttg reksa pastoral tiga paragraf
menyangkut
persiapan
peneguhan
perkawinan
(“matrimonium in feri”) & hny satu paragraf menyangkut
hidup perkawinan & keluarga (“matrimonium in facto esse”).
Perhatian hukum Grj akan perkawinan & keluarga memang jg
terarah pd awal hidup perkawinan & perkawinan yg retak
dlm soal keabsahan perkawinan, tpi utk itu justru
menelusurinya sampai awal peneguhan perkawinan. Paus JPII
berseru
dlm
Familiaris
consortio:
“Hai
keluarga,
2
berkembanglah mjd keluarga yg dicita kan”.
Rumah tangga  idiom utk keluarga & menyangkut

generasi. Tpi lebih mengarah pd Keluarga dr sudut ekonomis
atau yg hidup dlm satu atap.
PSL 3 – SEXUALITAS
Sexualitas = Konstitusi eksistensial mns; beda dg
Aktualisasi sexual = Pilihan bntk hidup dg hak mewujudkan
potensi
SEXUALITAS Manusiawi terdiri atas Peran faktor biopsiko-sosio-spiritual & Termasuk konstitusi (susunan kodrati)
mns.
Perwujudan atau penampilan bisa Normal atau tak normal
menurut persyaratan pakar &/ Grj dan pemahaman
kebanyakan atau lazim
Sexualitas dikatakan tak normal jika:
1) Tak memenuhi persyaratan pakar &/atau Grj
2) Bkn tegas hitam-putih. Gradualitas

5

3) Persentase kecil; masuk keluar daftar psikiatri ttg.
”mental disorder”. Internasional (Kesepakatan PBB),
Amerika (DSAM) & Indonesia.

Aktualisasi Sexual tjd dlm Perkawinan & keluarga. Bntk
hidup tanpa aktualisasi sexual mis. Imamat selibater atau
Kaul kemurnian dlm tarekat.
Keadaan khusus jk aktualisasi sexual tak mungkin atau tak
dikehendaki
Pembedaan I: Sexualitas & aktualisasi sexual
Sexualitas  sifat hakikitiap mns yg tampil dlm jenis kelamin
♂ atau ♀, meski ada yg jenis kelaminnya tak jelas atau
berorientasi sexual kurang lazim bila dibanding kebanyakan
org & perlu analisis tersendiri. Tiap mns punya kemampuan
sexual yg dpt atau tdk dpt diwujudkannya.
Pembedaan II: Sexualitas dlm arti orientasi sexual
 Dpt tjd org mengubah orientasi sexualnya dg bantuan
kedokteran.
Pembedaan III: Bntk hidup perkawinan/klrg dg
aktualisasi sexual  bebas memilih bntk hidup dg
aktualisasi sexual, mis. dlm perkawinan.
Pembedaan IV: hidup selibat & kaul kemurnian tanpa
aktualisasi sex
1. Mns bebas utk ditahbiskan mjd imam selibater & dg

demikian memilih bntk hidup tanpa aktualisasi sexual:
hukum selibat
2. Mns bebas memeluk bntk hidup tanpa aktualisasi sexual:
kaul kemurnian kebiaraan.
Pembedaan V: Non-aktualisasi sexual dlm bntk hidup
dg aktualisasi
Sexual yg krn perpisahan suami-istri (jarak, sakit) tak dpt
dilangsungkan.
Pembedaan VI: Non-aktualisasi sexual krn:
1. Status tak menikah umumnya
2. Status hidup homosex atau org yg tdk bisa mewujudkan
aktualisasi.

6

Pembedaan VII: Non-aktualisasi sexual sukarela,
meskipun memilih bntk hidup dg hak atas aktualisasi
sexual
PSL 4 – PENDEKATAN HOLISTIK & TUGAS INTEGRASI
MODEL BPS (Bio-, Psiko-, Sosio-)

1. Biomedical Model  Analisis, pendekatan, paradigma,
model mrpk metode, tpi mengandaikan pemahaman ttt.
“Biomedical model” dirasa terlalu reduksionistis & diganti
model BPS yg dianggap lebih holistik.
2. Model BPS lebih holistik krn tujuan & keprihatinan kita
adl pandangan utuh menyeluruh, jg perkawinan, keluarga
& sexualitas.
Pendekatan kebenaran dilakukan dg Analisis & Sintesis
melalui Eksperimen & Pemanfaatan. Jg ttg Psikosomatis
mis. Pengalaman baik pasien atau dokter menunjukkan kaitan
berbagai aspek, khususnya jiwa-raga shg muncul istilah
‘psikosomatis’ yg mjd istilah kedokteran. Ini hny gejala &
cara pandang ttt, mis. dlm kedokteran, tpi mjd lambang utk
kebenaran yg lebih luas. Bisa dilihat juga aspek Imanen &
Transenden.
Perlunya Inklusivitas dlm masyarakat majemuk agar
Argumentasi dpt dipahami kalangan berkeyakinan lain dan
terbentuk kesepakatan sejauh perlu dituangkan dlm bahasa
hukum. Dlm ruang publik perlu adanya kebersamaan
minimal tanpa menghilangkan ciri khas masing 2.

FILSAFAT membantu penalaran sbg pemersatu yg bersifat
integratif.
BAB II
ASPEK BIOPendekatan bio-psiko-sosio-spiritual berkaitan tak terpisah
antar aspek2.
Sexologi; tdk menggantikan, tpi mengandaikan. Data biologis
berfungsi sbg substrat atau predisposisi sexualitas (yg
mempunyai banyak aspek) & hrs dimengerti benar, jk tdk,
aspek moral sbg penilaiannya tak dpt dimengerti; tpi tetap
hrs diakui bhw perkembangan sexologi (termasuk aspek
7

biologisnya) tak kunjung selesai, & banyak gejala tak dpt
dijelaskan.
Moral katolik tak hny reaktif, tpi jg antisipatif, mis.
memberikan rambu2 nilai2 kemanusiaan yg hrs dijunjung
tinggi dlm penelitian. Kesulitan lain, perbedaan taraf
pengetahuan di bidang ini, shg bahan ini bgi sejumlah org
masih cukup baru, sedangkan bgi org lain mjd pengulangan.
PSL 5 – PERAN ASPEK BIOLOGIS

 Sbg substrat & Sbg aspek
PSL 6 – FAKTOR PERTUMBUHAN
Hukum pertumbuhan
Sex mns juga bertumbuh. Hal ini mrpk faktor penting krn
mempengaruhi tahap2 berikutnya. Grj Katolik cenderung
mengacu pd pandangan esensialistis dp eksistensialistisdinamis. Ini berpengaruh pd pemahaman sexualitas yg
mengikutsertakan faktor biografs. Bukankah sexualitas bayi,
anak, remaja, dewasa, nenek berbeda?
Faktor biografs
Dlm tradisi sbg tujuan sexualitas atau lebih tepat aktualisasi
sexual dsbt prokreasi, meskipun aktualisasi sexual bayi, anak
& nenek tdk mengarah ke situ. Pembedaan antara “per se”
utk prokreasi & “per accidens” kiranya kurang mengindahkan
faktor biografs ini.
Identitas atau orientasi sexual
Faktor pertumbuhan (& perkembangan) jg mempengaruhi
identitas (jatidiri) atau orientasi (kecenderungan) sexual
seseorang.
Umumnya tdpt klasifkasi sexual (♂ - ♀), meskipun dpt tjd
pelbagai hal yg kurang sesuai dg kategori ttt dlm klasifkasi
itu, mis. bila ssorg tak krasan dlm tubuhnya yg
menggolongkannya pd jenis kelamin ttt.
a. Heterosexual  ketertarikan pd lawan jenis kelamin
b. Homosexual  ketertarikan pd jenis kelamin yg sama.
c. Bisexual  keterarikan pd kelamin yg sama maupun
lawan jenis
d. Asexual  tak tertarik oleh jenis kelamin mana pun.
Deviasi atau variasi?
8

Gejala yg tak sesuai dg ukuran normal dimasukkan dlm daftar
gangguan kejiwaan. Tpi dlm perkembangan kategori ttt bisa
dikeluarkan. Pertanyaannya adl: apakah gejala itu beralih dr
deviasi ke variasi (bntk yg dpt diterima masyarakat)? Apakah
penilaian masyarakat (yg dr sejarah ternyata sering berubah)
dpt dipakai mjd ukuran?
KHUSUS: ASPEK BIOLOGIS FAKTOR PERTUMBUHAN
DLM SEX
1. Hukum pertumbuhan jg di bidang sex
Mns adl makhluk sexual yg tumbuh & berkembang, jg
menurut aspek biologis sexualitasnya. Maka dr itu sebaiknya
sexualitas tdk dibahas scr abstrak lepas dr faktor biografs,
tpi menurut tahap perkembangannya. Memang dpt
ditanyakan tahap perkembangan mana yg mjd tolok-ukur,
mis. kemampuan utk prokreasi atau kemampuan lain.
Faktor penentu aspek biologis jenis kelamin
1) Kromosom: XX ♀, XY ♂
2) Gonade, kelenjar kelamin: indung telur ♀, buah zakar ♂
3) Hormon: Banyaknya & proporsi hormon kelamin
4) Anatomi, genital: alat kelamin
5) Morfologi
Identitas atau orientasi sexual (tak hny dr sudut
biologis)
1) Heterosexualitas 2) Homosexualitas 3) Bisexualitas 4)
Asexualitas
Faktor perkembangan sebelum kelahiran
Sex & sexualitas tak sekali jadi utk selamanya & selalu sama,
melainkan menjalani proses perkembangan seiring dg
perkembangan mns sendiri.
Semula serupa dan Kemudian tjd proses diferensiasi
PSL 7 – PERAN HORMON SEXUAL
 mns punya kelenjar yg langsung masuk ke saluran darah.
Kelenjar itu dsbt “endokrin” (Yun. “endokrinein” = mengalir
ke dlm). Sekresi kelenjar dsbt “hormon” (dr bhs Yunani
“hormonein = menggerakkan, merangsang) memicu,
mengatur organ. Tubuh mns punya berbagai kelenjar
endokrin yg memproduksi hormon yg mempengaruhi fungsi
sexual & prokreasi.
9

Sejumlah pakar sexologi menganjurkan utk tdk memakai
istilah hormon sexual yg spesifk ♀ atau ♂, agar jangan
menimbulkan salah paham seolah2 ada hormon spesifk ♀ &
spesifk ♂, meskipun ahli endokrinologi semula mengira
begitu. Jadi, kerja hormon yg mengakibatkan indung telur
menghasilkan sel telur & buah zakar menghasilkan sel
sperma tak boleh disimpulkan ada hormon sexual spefsik ♀ &
♂.
Hormon sexual ♀: terutama estrogen & gestagen
Hormon sexual ♂: androgen, terutama testosteron
PSL 8 – SIKLUS SEXUAL
Meskipun kelihatannya lebih menyangkut ♀, krn relasi timbal
balik jg mjd urusan ♂, & dg demikian tanggung jawab
bersama. .
Keterangan perkaranya baca diktat.
Sexualitas bersifat korelatif, shg meskipun siklus langsung
berkaitan dg ♀, jg ♂ terkena.
Kesimpulan moral  Siklus ♀ jg menyangkut kesimpulan
moral, mis. KBA. yg diajarkan Grj umumnya, & Humanae
vitae (1968) khususnya.
PSL 9 – EROGENITAS
 eroginitas tdk masuk kegiatan sexual yg mendatangkan
kenikmatan, tpi syarat yg memungkinkannya & sering mjd
desakan mencari kenikmatan yaitu bagian 2 tubuh yg peka
rangsangan & mjd salah satu sumber kenikmatan . “Salah
satu” berarti masih ada faktor lain.
Umumnya, kulit yg penuh dg syaraf yg dpt dirangsang.
Secara Spesifk ada 1) Daerah pubik Genitalia 2) Bibir 3)
Mulut 4) Mata 5) Dada 6) Jari jemari 7) Kaki 8) Hidung 9)
Pundak 10) Atas kepala
SALAH SATU SUMBER KENIKMATAN
Nilai positif  sosial  dlm moral tradisional faktor
kenikmatan
sexual
dibenarkan
demi
prokreasi
&
kelanjutannya, yakni pendidikan yg dewasa mis. batasan
ekologis daya tampung bumi & persaingan global. Personal
10

 ketika penghargaan thd makna personal meningkat, faktor
kenikmatan sexual jg dibenarkan dlm relasi pasutri.
Masalah  dpt “disalahgunakan”. mis. zinah atau sakrilegi
pelanggaran kaul kemurnian. Tak jarang utk mencari
kenikmatan segala cara diambil, tak hny membujuk, umbar
janji, mendesak & memaksa, tpi bahkan sampai tindak
kejahatan. Pemerkosaan adl pelanggaran HAM besar 2an atau
dlm peperangan tak jarang perkosaan jg dipakai utk
merendahkan org.
PSL 10 – RESPONS SEXUAL
Respons sexual bkn hny biologis, tpi jg kejiwaan &
kemasyarakatan. Pembahasan biologis soal ini dpt diangkat
krn dasar2nya dianggap ada dlm biologi sexualitas. Ada bukti
kekeliruan diskriminasi ♀ pd abad2 lalu, sekaligus
pembebasan ♀ dr pandangan & perlakuan salah berabad 2.
(William Masters & Virginia Johnson, Human Sexual
Response, 1966).
Tahap-tahap
Proses pd ♂ & ♀ mengikuti pola fsiologis yg serupa, yakni:
Tahap I
: Kegairahan, keterangsangan (Excitement
phase)
Tahap II
: Kegairahan penuh (Plateau phase)
Tahap III
: Orgasme (Orgasmic phase)
Tahap IV
: Kembali (Resolution phase)
PASAL11 – ASPEK MEDIS & HIGIENIS
Tanggung Jawab
1. Atas diri sendiri  Org wajib bersikap hati-hati jangan
terkena penyakit, & kiranya baik jg mengusahakan deteksi
dini (“sadari”) agar penyembuhan penyakit, mis. kanker,
jangan terlambat
2. Atas mitra  Org bertanggungjawab utk tdk menularkan
penyakit kpd org lain, dlm PMS efek “pingpong” bisa tjd.
Sexualitas dr sudut biologis mrpk bagian dr keadaan yg lebih
umum, maka gangguan kesehatan & higiene lebih umum jg
berpengaruh atas bagian, maka diperlukan perawatan &
higiene umum itu.
EKSKURS TTG. ASPEK SOSIOBIOLOGIS, ETHOLOGIS &
BEHAVIORISME
11

Pelbagai Ilmu Perilaku Umumnya
Ciri khas manusiawi menyangkut 2 hal, yakni paham moral
sendiri (A) yg dlm ilmu2 perilaku kurang dilihat dlm
kekhasannya krn dilihat bersama dg hewan. Ciri khas
manusiawi jg menyangkut paham sexualitas (B) yg kendati
banyak keserupaan dg hewan bersifat khas manusiawi.
Kebersamaan maupun keserupaan mns & binatang hrs
diakui, tpi jg ciri khas kemanusiaan tak boleh diabaikan.
Ciri Khas Manusiawi Sexualitas Mns
1. Sexualitas mns jg tergantung pd substrat biologis sbg
perangkat yg diperlukannya, tpi jg mengatasi kategori
biologis.
2. Sexualitas mns mjd tugas pemanusiaan bgi mns yg adl
makhluk miskin naluri (Arnold Gehlen) & butuh budaya
atau kelembagaan.
Aspek Sosiobiologis, Ethologis & Behaviorisme
Sosiobiologi  cabang ilmu perilaku mengacu evolusi.
Meneliti dasar2 biologis perilaku sosial. Biososiologi 
bagian sosiologi membahas institusionalisasi perilaku sosial.
Ethologis  bagian biologi perilaku meliputi mns &
binatang, tetangga psikologi, morfologi, anatomi, fsiologi.
Behaviorisme  kebersamaan & keserupaan perilaku mns &
binatang.
PENDEKATAN
1. Kebersamaan & keserupaan mns & binatang tak usah
disangkal.
2. Bahaya reduksi mns mjd taraf kebinatangan, bila ciri khas
kemanusiaan kurang diperhastikan.
BAB III
ASPEK PSIKOPSL 12 – MNS: ROH, JIWA. RAGA
ROH  Substansi, bkn aspek, tpi makhluk. Kematian
dipahami sbg perpisahan antara badan yg mati, & roh yg
baka (tak dpt mati, bkn anugerah adikodrati, identitas).
JIWA  Bkn substansi, tpi sifat hakiki. Bkn hukuman atas
dosa tpi menurut kodratnya memang begitu.

12

JIWA-RAGA  Kesatuan yg bkn dua bagian, tpi dua aspek.
Psikosomatis
adl. raga yg berdampak pd jiwa & sebaliknya.
Model Kejiwaan: 1. Pikiran 2. Afektivitas (Perasaan yg
berlangsung lama & emosi yg singkat.)
HIDUP BERKELUARGA jg menyangkut soal kesatuan roh,
jiwa & raga. Pola relasi dpt berubah seiring perkembangan
masing2.
Hidup bersama yg begitu erat sepanjang hidup jg disertai
perkembangan jiwa-raga. Bgmn hubungan ini dihayati jg
tergantung pd tempat & waktu, & terutama mrk sendiri uang
menjalaninya.
Hubungan roh, jiwa raga amat relevan utk aktualisasi
seksual. Aktualisasi sexual yg baik ikut mempengaruhi
seluruh suasana dlm keluarga yg pd gilirannya jg dpt
mempengaruhinya.
PSL 13 – IDENTITAS & ORIENTASI SEXUAL
Identitas (jatidiri)  Terarah pd org itu sendiri b. Urusan
org itu sendiri
Orientasi (relasional: keterahan)  Terarah pd org lain.
Preferensi (kecenderungan)  keterarikan tak eksklusif pd
jenis kelamin ttt yg disukai. Bs mendekati bisexualitas tanpa
identik dgnya.
Determinasi  Pengertian Memilih/menentukan sendiri. Tak
bisa Dlm arti itu determinasi tak dpt dibenarkan & tak
mungkin.
MORAL KATOLIK menyerap & menilai & hasilnya
disosialisasikan dlm Pernyataan dlm dokumen Grj atau
pernyataan yg belum defnitif.
Umumnya pendapat Grj memang mendengarkan pendapat
para ahli, & hasil argumentasi teologis mrpk campuran
antara data nonteologis & sorotan teologis. Perbedaan
pendapat umum (masyarakat, kalangan ilmu) & magisterium
dpt menimbulkan soal: instansi mana yg diikuti, terutama

13

oleh kaum nonkatolik yg tdk menerima Grj Katolik sbg
instansi moral.
PSL 14 – FAKTOR PERKEMBANGAN
Mns tumbuh & berkembang tak hny dr sudut biologis, tpi jg
dr sudut psikologis. Faktor perkembangan ini tentu paling
mengedepan pd anak yg mencakup keduanya: tak hny
tumbuh dr sudut biologis, tpi jg psikologis. Selain tentu sj
banyaknya kasus penyalahgunaan anak dlm pertumbuhan dg
pelbagai kejahatan spt pedofli, pornograf anak-anak.
Diharapkan pertumbuhan pd semua meskipun dg laju
berbeda, berlangsung dg mulus.
Dikatakan
tak
mulus
jk
stagnasi
/
berhentinya
pertumbuhan, retardasi / penglambatan pertumbuhan,
akselerasi / percepatan pertumbuhan.
PSL 15 – FAKTOR VARIASI, PREFERENSI, DEVIASI
ATAU PERVERSI
Makna sbg ukuran  normal seringkali diukur menurut
fungsi. Jk prokreasi dipandang salah satu makna utama ♀ &
♂, maka kemampuan prokreasi dianggap sbg ukuran.
Statistik  artinya kebanyakan org bgmn. Kesulitan yg dpt
diajukan adl perubahan penilaian, bahkan ombang-ambing
kesadaran masyarakat yg terbuka bgi manipulasi media,
belum lagi perbedaan antar masyarakat di era globalisasi.
Kriteria “normal”  Kalangan Grj Katolik, apalagi
magisterium, condong utk melihat kriteria bkn dlm
kecenderungan mns atau kesadaran masyarakat, melainkan
dlm sesuatu yg lebih stabil, yakni penciptaan yg
mencerminkan kehendak Tuhan. Tentu soalnya: dr mana
magisterium Grj mendapat kepastian bhw demikianlah
Kehendak Tuhan.
Variasi  penyimpangan yg dianggap wajar & diterima
masyarakat. Deviasi  penyimpangan yg tidak wajar & tidak
diterima masyarakat.
1. Tingkat intensitas
a. Voyeurisme (mengintip) x Ekshibisionisme (pamer)
b. Sadisme (menyiksa) x Masochisme (disiksa)
14

2. Arah
Preferensi  tak terpaku 1 pola & tertarik pd pola ttt, meski
tak eksklusif.
a. Narcisme à diri sendiri
g. Homofli à jenis yg. sama
b. Fetischisme à barang
h. Incest
à
anggota
c. Bestialisme à hewan
keluarga
d. Nekrofli à mayat
i. dst.
(masih
banyak
e. Gerontofli à lansia
lainnya)
f. Pedofli à anak
PSL 16 – KEBUTUHAN PRIMER KASIH
Pd umumnya kebutuhan wajar mns seutuhnya perlu dipenuhi.
Dg singkat: setiap mns, ♀ & ♂ membutuhkan kasih dasar
(“primary love needs”), yg dpt dirinci lebih lanjut. Utk
mudahnya disajikan skema John Gray dlm bukunya “Men are
from Mars, Women are from Venus”, New York 1994.
1. ♀
2. ♂
a. CARING
a. TRUST
b. UNDERSTANDING
b. ACCEPTANCE
c. RESPECT
c. APPRECIATION
d. DEVOTION
d. ADMIRATION
e. VALIDATION
e. APPROVAL
f. REASSURANCE
f. ENCOURAGEMENT
PSL 17 – SEXUALITAS MANUSIAWI
Sexualitas  bkn hny determinisme biologis (kebutuhan
biologis), tpi jg tugas penuh tanggung jawab. Sexualitas
khususnya sbg persatuan benih yg perlu utk regenerasi
berlaku utk semua & mempunyai kesamaan & kebersamaan.
Dlm Skolastik dg “ordo stabilior” yg meliputi semua makhluk
yg berkembang-biak scr sexual diperkuat oleh defnisi
Ulpianus ttg hukum kodrati yg mengajar semua hewan. Teori
evolusi Charles Darwin memperkuat posisi ini. Demikian pula
pendidikan sexualitas yg berpengkal pd keserupaan mns dg
hewan & tumbuhan. Di satu pihak cara ini dpt dibenarkan, tpi
ada bahaya bhw ciri khas tertutup keserupaan atau kesamaan
itu, shg mns disamakan dg hewan. Pd mns ada partisipasi
sexualitas dlm kemanusiaan. Moral jg meresapi sexualitas
mns yg tetap mengemban tanggung jawab dlm sikap &
perilaku seksual.
15

CIRI KHAS MNS Umumnya a. Akalbudi b. Seutuhnya:
Psikosomatis & Transenden. Mns yg kreatif mampu menggali
jauh lebih banyak dr sexualitasnya. Unsur 2 yg mewarnai ciri
khas itu (selain akalbudi & transendensi) adl:
a. Kemampuan menghayati & mewujudkan maknanya
b. Tak tergantung pd waktu
c. Kemungkinan non-aktualisasi dg sublimasi, mis. profesi &
inkardinasi atau keadaan yg menghambat aktualisasi
sexual yg legitim.
Bgi mns makna sexualitas jauh lebih kaya dp pd binatang, jg
krn mns yg miskin naluri, tak hny dpt memahaminya, tpi jg
bertugas mengaturnya.
Implikasi pola pandangan & perlakuan keserupaan &
kebersamaan
dg
makhluk
infrahuman
yg
kurang
mengedepankan ciri khas sexualitas manusiawi ada Bahaya
behaviorisme yg begitu sj memberlakukan kebiasaan hewan
bgi mns & menerapkan hasil sosiobiologi mns. Maka:
1. Naluri hewan tdk membuka kecakapan memilih, tpi
mengikuti naluri keharusan tanpa mengerti apa yg
dilakukan
2. Akalbudi membuka kemungkinan memilih
3. Penalaran akalbudi dlm cahaya iman dpt memperluas
cakrawala
PSL 18 – MEKANISME LIBIDO
Libido  Nafsu sexual dpt meningkat pd waktu ttt atau oleh
faktor ttt, bahkan dpt diprakirakan, mis. krn pengetahuan &
pengalaman. Mns sbg makhluk berbudi teoretis dpt bertindak
sesuai penalaran akal-sehatnya penuh tgg jawab, tpi ia jg dpt
terseret oleh kecenderungannya.
Libido dpt & hrs dinilai positif sejauh memang mendorong
mns utk memenuhi tugasnya, mis. prokreasi. Namun,
pengalaman jg mengajarkan bhw libido bisa menjerumuskan
mns dlm pelbagai perilaku bermasalah, mis. penipuan,
pemaksaan & kejahatan.
MEKANISME  Utk menyadari cara kerja mekanisme
libido dlm bersikap itu mns dibantu bbrp faktor, yakni:
a. Kedekatan komunikasi tergantung pihak-pihak ybs.
16

b. Budaya jarak wajar sbg. suatu upaya preventif
PSL 19 – PSIKOTERAPI
Ini dibahas agar petugas pastoral sadar batas kompetensinya
& merujuk org yg mengalami gangguan kpd pihak yg lebih
kompeten & berwenang.
Perlu kerja sama dlm tim. Terapi yg sesuai tak jarang
tergantung pd diagnosis yg sesuai pula, maka tak cukup
amatirisme & diperlukan penanganan yg lebih profesional.
Terapi yg salah dpt memperparah soal.
Maka, sebaiknya ada kelompok org yg sanggup membantu.
Tetap membantu meski ada keterbatasan pastoral.
Suatu metode pastoral memang mencakup konseling
pastoral, tpi jg hrs tetap disadari keterbatasannya, sedangkan
banyak masalah sexual, perkawinan & keluarga menuntut
penanganan profesional & mengatasi kompetensi petugas
pastoral yg perlu disadari. Yg mungkin dilakukan adl tetap
membantu dg merujuk. Jk kita sendiri tak dpt membantu, kita
dpt menyebut pihak yg dpt membantu, mis. org yg
mempunyai kompetensi yg lebih sesuai, mis. psikolog atau
psikiater.
TERAPI  Faktor2 biologis sering berfungsi sbg substrat
(persyaratan), maka bila kurang berfungsi, hrs ditangani,
tentu tanpa mengabaikan peran psikosomatis (pengaruh
timbal balik jiwa-raga) yg dpt ikut mengakibatkan gangguan.
Terapi yg benar bergantung pd diagnosis yg benar yg kiranya
lebih mudah diperkirakan dp terapinya sendiri. Meski dlm
masyarakat kita rupanya konsultasi psikologis-psikiatrispsikoterapis masih kurang lazim, kiranya baik dsbt
kemungkinan ini. Dlm percakapan atau pemeriksaan oleh
pihak yg kompeten & berwenang akan mjd lebih jelas, jalan
mana yg hrs ditempuh. Seringkali berupa percakapan
psikiatris (5-20 kali).
BAB IV
ASPEK SOSIO
17

Hidup mns biasanya berlangsung menurut irama ttt yg bkn
hny urusan pribadi, tpi termasuk urusan kemasyarakatan dg
pelbagai tingkat. Dg kata lain: sebagian (sampai tingkat ttt)
termasuk ruang privat, sebagian lagi (sejauh menjangkau
keluar atau menyangkut HAM, mis. KDRT) termasuk ruang
publik yg diatur negara. Pelbagai peristiwa itu mempunyai
segi umum yg menyangkut kepentingan masyarakat, bangsa
& Negara, spt kedudukan, peran, akibat (mis. warisan,
kejahatan) yg jg perlu ditata, tdk hny bila tjd sengketa.
Kiranya hal yg paling mencolok adl pelembagaan beserta
norma2 yg menyertainya & memang banyak hal hrs diatur,
meskipun penataannya berbeda-beda menurut kawasan
kebudayaan
&
jg
mengalami
perubahan
menurut
perkembangan zaman.
Kiranya baik menyebut bbrp unsur pelembagaan itu.
1)
Pelembagaan hubungan ♀ & ♂
2)
Pelembagaan kedudukan/peran ♀ & ♂
3)
Pelembagaan hubungan ortu & anak
4)
Pelembagaan perilaku sexual.
Pembedaan Ranah Privat & Publik
Keluarga, perkawinan & sexualitas pertama 2 urusan privat,
tpi jg soal2 status sosial, kedudukan, peran & akibat yg hrs
diatur oleh otoritas yg berwenang, tanpa mencampuri urusan
privat org ybs.
Batas tepat antara ranah privat & ranah publik perlu
diketahui utk bertindak. Intervensi penguasa di negara yg
satu dibenarkan, di negara lain tak dibenarkan. Keraguan dlm
hal ini dpt menimbulkan kerugian yg sering kali tak dpt
diperbaiki lagi, mis. kematian seseorang. Tpi intervensi pihak
luar dlm ranah privat yg gegabah jg tak dpt dibenarkan.
Perhatian Masyarakat & Negara
Sexualitas,
perkawinan
&
keluarga
mrpk
satuan
kemasyarakatan yg terlalu mencolok utk lolos dr perhatian dr
pelbagai ilmu sosial, shg mjd bahan studi (perkuliahan,
penelitian ilmiah, dsb.) oleh banyak peneliti & ilmuwan,
khususnya jg sosiolog. Keluarga, perkawinan & sexualitas tak
dpt diabaikan begitu sj dlm penelitian sosiologis kelompok
tertentu.

18

Di sejumlah Negara urusan keluarga mjd perhatian khusus.
Pemerintah dg adanya Departemen tersendiri yg menampung
soal-soal yg menyangkut keluarga. Di Indonesia tak ada
departemen khusus keluarga, tpi kepentingannya tersirat dlm
aspek yg ditangani pelbagai departemen, spt depsos, depkes,
dsb. Jadi penanganan lebih menyangkut aspek 2nya.
PERHATIAN GEREJA
Perhatian Grj thd keluarga, perkawinan & sexualitas nyata
tdk hny dr banyaknya ungkapan publik & pastoral, tpi jg dr
kurikulum pendidikan calon imam & lembaga khusus yg
didirikannya. Hasil penelitian itu dpt dimanfaatkan studi
teologi & pastoral.
Menurut ASG keluarga termasuk satu dr tiga lembaga
kodrati, & dibahas dlm ASG yg jg termasuk kurikulum
pendidikan calon imam. Grj tak hny berteori & bergerak di
bidang akademis, tpi jg berusaha agar tema ini
diaktualisasikan dlm bantuan pastoral. Di semua tataran Grj,
sampai satuan resmi paling bawah, yakni paroki, disediakan
lembaga keluarga belum lagi lembaga dlm lingkup pastoral
kategorial.
GENDER
“Gender” adl kata Inggris yg kini makin dipakai utk
menunjukkan aspek kemasyarakatan Sex. Lebih tepat lagi jk
kita kaitkan gender dg kedudukan & peran ♀ dlm
masyarakat. Kiranya KDRT mrpk salah satu akibat kurangnya
kesetaraan & keadilan thd ♀. Feminisme mrpk gerakan
meningkatkan kedudukan & peran ♀ dlm masyarakat.
PSL 21 – ASPEK PUBLIK
Perlindungan aspek privat diakui umum, mis. melawan upaya
Paparazzi yg berusaha menerobos kehidupan selebriti. Jg di
pelbagai Negara ada undang2 (meskipun jg berbeda 2,
terutama perbedaan budaya) yg melindungi lingkungan
privat.
Batas privat-publik
Hrs diakui bhw batas antara ruang privat & publik seringkali
tdk tegas, mis. di Indonesia perkawinan dianggap sbg urusan
keluarga, apalagi dlm keluarga besar (extended family).
19

Pergeseran berlangsung menurut tempat (budaya) & waktu
(zaman).
Kebijakan Grj
Ranah publik tindakan org katolik diatur Grj menurut KHK,
khususnya ttg (sakramen) perkawinan, mis. :
1) Persiapan perkawinan
2) Penyelidikan kanonik
3) Pengumuman rencana pernikahan
4) Peneguhan perkawinan (pernyataan konsensus di muka
peneguh & 2 org saksi)
5) Pencatatan perkawinan
Melawan perkawinan klandestin
1) Campur tangan Grj dlm perkawinan org katolik tdk
langsung sejak semula, tpi berangsur 2, baik ttg waktunya,
maupun ttg tingkatannya.
2) Pd zaman kontrareformasi dikeluarkan dekret “Tametsi”
(1563) utk mencegah perkawinan klandestin (diam 2) yg
mewajibkan “forma tridentina” (tata peneguhan menurut
Konsili Trente) bgi org katolik, di mana dekret itu
diumumkan & diberlakukan. Dg demikian pemahaman
ranah publik dpt diperjelas dg “klandestin”sbg lawannya.
3) Kemudian aspek publik ditekankan dg tata peneguhan
gerejawi obligatoris (dekret “Ne temere” 1907, KHK 1917,
KHK 1983).
4) Skrg berlaku aspek publik perkawinan (tata peneguhan
kanonik) yg memang dpt dikurangi krn alasan berat seizin
Uskup, bdk. KHK kan. 1130-1133 (De matrimonio secreto
celebrando).
PSL 22 – DEMOGRAFI
Keluarga memang dpt dilihat dlm fungsi demografsnya, tpi jg
hrs disadari bhw keluarga jg mrpk satuan tersendiri, & tak
hny bermakna dlm fungsi kependudukan.
Adanya BKKBN
Bkn hny Undang-undang, tpi jg pelembagaan & dg itu jg bkn
kebijakan serta tindakan sesat belaka yg diajukan Negara
kita, melainkan program BKKBN yg memperhatikannya
20

dangan harapan bhw kemudian keluarga diberdayakan utk
bertindak atas prakarsa sendiri.
DEMOGRAFI  Perlunya data mis. Badan Pusat Statistik.
BPS scr berkala menyediakan data kependudukan dr
berbagai sudut yg relevan utk keluarga. Tindakan hrs
berdasarkan
perencanaan
(bdk.
Rencana
Strategis
Departemen), bahkan Badan Perencanaan & Pembangunan
Nasional (Bappenas).
PSL 23 – ASPEK BUDAYA/ADAT
Sebaiknya diperhatikan hal-hal sbb. :
1. Perkawinan (& keluarga) mrpk urusan keluarga besar, bkn
hny soal dua mns yg akan menikah, sedangkan hukum Grj
terlalu mengandaikan dunia barat & memandang
perkawinan lebih dr sudut personalitas (peran konsensus
yg menentukan).
2. Perkawinan (matrimonium in feri) lebih mrpk suatu
proses, sedangkan dlm moral katolik lebih punktual (saat
ttt).
Pengertian budaya luas & kabur
Hrs diakui & disadari bhw pengertian budaya amat luas &
berbeda2 & karenanya jg kabur. Tiada otoritas yg
memastikannya, maka diperlukan penegasan, agar tegas apa
yg dimaksudkan dg aspek budaya di bidang keluarga,
perkawinan & sexualitas. Budaya lebih dikaitkan dg mns,
khususnya cara berpikir & bukan upacara sbg ungkapan
atau produk hasil budaya spt yg seringkali dipromosikan
dlm rangka wisata.
Pengaruh budaya
Budaya diteruskan turun-temurun melalui tradisi & bahkan
mjd tradisi. Dg demikian tak hny ada satu kebudayaan, tpi
pelbagai budaya menurut kawasan & zaman. Kiranya cukup
bgi kita menyadari budaya dewasa ini tanpa menelusuri
perkembangannya dlm sejarah tapak demi tapak.
Dukungan
Dr observasi selayang pandang sj sdh dpt disimpulkan
perlunya dukungan bgi mns makhluk sosial, yg ditemukan tak
21

hny dlm bntk keluarga besar (“extended family”), tpi jg dlm
bntk keluarga inti (“nuclear family”, dlm masyarakat
Indonesia dlm semangat gotong royong dg tetangga.
“Family values” di Asia dpt kita lihat, mis. dlm gejala mudik
utk reuni keluarga, dlm peristiwa suka & terutama duka. Bgi
banyak org Asia perkawinan diperlakukan sbg urusan
keluarga.
Privatisasi
Gagasan “family values” yg dijunjung tinggi masyarakat Asia
kini mendapat tantangan berat dr tren privatisasi yg biasanya
lebih dikaitkan dg individualisme budaya kawasan barat.
Indonesia berada dlm masa transisi, shg tren privatisasi ini
masih kurang dirasakan. Tpi inilah peluang utk memikirkan,
ke mana kita hrs bergerak.
Kesimpulan pastoral
Dr pelbagai gejala ini, dipertajam oleh gejala “People on the
move”, khususnya mobilitas & pecahnya keluarga demi
pekerjaan, kiranya scr antisipatif perlu ditarik kesimpulan utk
pastoral keluarga.
ADAT
Mungkin antara adat & hukum adat tak banyak bedanya, tpi
meskipun serupa, kiranya tetap patut dibedakan krn status
hukum adat diakui oleh hukum formal, sekurang-kurangnya
dlm masa peralihan skrg.
SIKAP NEGARA & GEREJA
Adat & hukum adat, sekurang-kurangnya sebagian, diakui
oleh Negara. Thd hidup menurut adat & hukum adat Negara
menerapkan sikap lunak atau bahkan mendayagunakannnya
utk wisata. Grj mencoba menghargai segala yg bernilai, baik,
indah dg inkulturasi, tpi tak segalanya terbuka utk upaya ini.
Peran kuat adat & hukum adat seringkali menempatkan
pastoral Grj dlm kesulitan sejauh pastoral ini jg tergantung
pd doktrin.
PSL 24 – HUKUM

22

Hukum diperlukan Negara utk melakukan tugasnya. Aspek
publik Keluarga, perkawinan & sexualitas jg masuk yg diatur
Negara. Perhatian lebih terarah kpd fungsinya.
1. UU R. I. No. 1 Th. 1974 Ttg Perkawinan yg
dimaksudkan
sbg
unifkasi
banyak
peraturan
perundang2an yg tersebar, tpi bbrp hal penting spt
perkawinan antara org yg berbeda agama tdk disinggung.
2. UU R. I. No. 10 Th. 1992 (No. 52 Tahun 2009), Ttg
Pengembangan Kependudukan & Pembangunan
Keluarga Sejahtera Dlm undang2 ini tampak bhw
keluarga dibicarakan dlm fungsi utk mengendalikan
kependudukan.
Tema keluarga, perkawinan & sexualitas tdk dibahas scr
khusus dr satu sudut, tpi dr pelbagai aspek & masuk ke dlm
pelbagai lembaga (dept. atau non-dept.), maka memang
terkena undang2 yg tersebar itu. “Kurangnya” undang 2
khusus tak berarti sama sekali tiada peraturan perundang 2an
yg mengaturnya. Diharapkan agar org pandai 2 menemukan
unsur2 peraturan perundangan yg dpt dikenakan utk bidang
keluarga, perkawinan & sex.
PSL 25 – EKONOMI
Di bidang ekonomi peran keluarga besar, baik sbg konsumen
maupun sbg produsen, tergantung pd system ekonomi apa yg
berlaku.
Sbg konsumen setiap mns mempunyai kebutuhan dasar spt
sandang-pangan-papan, pelayanan pendidikan & kesehatan.
Dpt dibayangkan kebutuhan keluarga alan produk & jasa itu,
agar dpt hidup sejahteran sekurang-kurangnya menurut
martabat mns.
Sbg produsen keluarga bkn hny konsumen, tpi jg produsen.
Fungsi keluarga ini memang berubah seiring dg perubahan
struktur masyarakat.
PSL 26 – POLITIK

23

Tujuan Negara adl pelbagai tugas yg perlu utk keluarga tpi
mengatasi kemampuan perorangan atau kelompok kecil. Dlm
UUD 1945 scr eksplisit dsbt tugas menyejahterahkan rakyat
(penduduk yg sebagian besar hidup berkeluarga), meskipun
setelah 65 tahun merdeka masih banyak org Indonesia belum
merasakan kesejahteraan itu.
Upaya politik memang sulit ditentukan scr tuntas utk
segalanya, maka bergerak atas dasar hukum, dlm lingkup
hukum sbg rambu-rambu di bawah payung hukum, utk
menghindati penyalahgunaan kekuasaan. Bkn hny payung
hukum yg diperlukan, tpi jg pejabat yg berwenang berkat
otorisasi demokratis.
Spt sdh diketahui di Indonesia tdk ada departemen keluarga,
yg ditangani dr pelbagai sudut menurut aspek-aspeknya yg
dianggap sdh tersirat dlm departemen ybs. Di negara lain ada
departemen keluarga yg khusus menggariskan politik utk
keluarga. Suatu contoh tugas2 politik keluarga:
a. Tunjangan bgi anak
b. Tunjangan bgi pengasuh di rumahtangga
c. Penyediaan sarana-prasarana utk anak-anak
BAB V
ASPEK SPIRITUAL
PSL 27 – MAKSUD ASPEK SPIRITUAL
Spiritual tdk sama dg agama, lebih umum: relasi dg Tuhan,
Peran “spiritual” di Indonesia lebih besar dp di luarnya,
meskipun otentisitas penghayatannya dpt dipertanyakan.
Pendekatan holistik di kawasan barat yg makin dipengaruhi
sekularisme cukup diungkapkan tanpa “spiritual”. Aspek
transenden atau kepercayaan akan Tuhan makin dianggap
sbg urusan pribadi & tdk termasuk dlm paham mns
seutuhnya.
“Spiritual” dipakai tanpa kaitan dg agama spt dg “spiritual
quotient” (kecerdasan spiritual) “Spiritual jg tak boleh dipaku
pd agama ttt, tpi lebih umum: hubungan dg Tuhan.
24

“Spiritual” jg mengacu hubungan dg Tuhan dlm arti umum &
luas, shg agak mengambang, maka memer lukan konkretisasi
lebih lanjut.
Spiritual dlm arti hubungan dg Tuhan bersifat umum, apalagi
dlm masyarakat majemuk Indonesia. Hubungan dg Tuhan yg
masih umum itu jg masih kabur. Hubungan dg Tuhan bersifat
personal dlm arti seluas2 & sedalam2nya, khususnya dlm arti
pilihannya sendiri & urusannya sendiri.
Banyak faktor spt makanan, lingkungan & pergaulan yg
mempengaruhi proses dlm diri mahluk biopsikososio, tpi
kiranya pengaruh faktor spiritual dlm masyarakat majemuk
perlu diperhatikan. Pemahaman kepercayaan kpd Tuhan tak
bersifat umum & abstrak, tpi konkret, maka sebaiknya
diutarakan konkretisasi aspek spiritual itu dlm agama ttt.
PSL 28 – KONKRETISASI
Tanpa konkretisasi lebih rinci org memang bisa menduga
atau bahkan percaya akan transendensi, mis. krn gejala
keagamaan sepanjang masa atau krn bisikan hati.
Plausibilitas kepercayaan tak dpt dibuktikan & hny bisa
diterima atau tdk.
Menolak materialisme & ateisme
Menurut materialisme segala yg ada hnylah materi. Dg
demikian kerohanian tak diterimanya, meskipun jg tak dpt
dibantahnya scr tuntas & meyakinkan. Scr implicit penolakan
materialism jg berarti ateisme. Deisme atau teisme tak
mungkin ada dlm pandangan hidup materialisme.
Agama di Indonesia dipersatukan oleh sila Ketuhanan yg
pemahamannya tdk dirinci lebih lanjut. Mungkin hal ini
disengaja & dilawankan thd Negara agama. Bila pemahaman
ditanyakan lebih lanjut, jawaban akan berbeda 2, krn memang
perbedaan objektif paham dlm agama2.
Retroaktif  Kemerdekaan tjd tahun 1945, sedangkan waktu
itu sdh ada macam2 agama. Demi kesatuan yg meliputi semua
25

penganut agama, perlu gagasan yg dpt menampung mrk,
maka diajukan sila Ketuhanan. Paham ketuhanan tdk
dijabarkan lebih lanjut & dg demikian tdk dipersempit utk dpt
berfungsi sbg faktor pemersatu yg menampung semua.
“Katolik” tdk menyendiri, tpi bagian dr umat mns, maka hrs
berkata: ”Nihil humanum alienum a me puto” (= tak
sesuatupun yg manusiawi, asing bagiku”). Kesamaan &
kebersamaan dg seluruh masyarakat ini hrs lebih disadari,
apalagi dlm masyarakat majemuk.
BAB VI
KITAB SUCI
PSL 29 – PD UMUMNYA & KHUSUS KATOLIK
UMUMNYA Berlaku Data Nonteologis
Tergantung status perkembangannya. Data nonteologis
seiring dg perkembangan hasil penelitian ilmiah yg sering
memakai hipotesa, shg teori2 silih berganti.
Perlu dipastikan apakah suatu masalah etis agama sebetulnya
benar2 masalah keagamaan atau sebetulnya masalah data
nonteologis yg berlaku bgi setiap mns, sejauh tak sesuatu pun
asing baginya.
KS dipandang sbg. sumber ciri khas tpi KS ditulis di zaman
kuno dan konteks, khususnya budaya yg lain sama sekali.
KHUSUS KATOLIK KS Sbg Jiwa Teologi
Dlm KV II ditegaskan kembali peran KS sbg jiwa teologi dlm
rangka pembaharuan teologi. Ini bkn sesuatu yg baru, tpi dpt
disambut sbg penegasan & peringatan agar teologi sungguh
lebih memerhatikan KS sbg jiwanya. Artinya, teologi
bersumber pd data wahyu yg terkandung dlm KS, maka adl
ilmu iman yg menerima wahyu itu & mendalaminya dg
bantuan aneka ilmu, mis. flsafat. Sebaiknya lebih disadari
bhw penilaian teologis mrpk campuran data nonteologis &
sorotan teologis. Tdk 100% teologis.
Gradasi
26

Perlu diperhatikan bhw peran KS sbg jiwa teologi tdk selalu
sama, tpi mengalami perkembangan & mengenal gradasi. Ada
yg dekat sekali, mis. misteri iman dlm teologi dogmatik. Tpi
hubungannya dg teologi moral yg kurang berkisar pd misteri,
melainkan pd pembuktian nilai2 (yg sebagian dipahami jg
mengikat org tak katolik), agak lain.
Inklusivitas
Ada banyak kesamaan dp perbedaan di bidang moral dg
berbagai tradisi agama besar di Indonesia. Salah satu
sebabnya terletak pd persepsi serupa, atau bahkan
kesepakatan ttg nilai2 kemanusiaan. Perbedaan lebih
menyangkut soal ritual & disipliner. Sikap fundamentalistis
menafsirkan KS atau tradisi terlalu harfah & kurang mampu
menyadari keterbatasan sumber, demikian pula kurang
mampu melihat perkembangan yg tjd. Atau takut akan
perkembangan & dg fanatis berpegang pd yg lampau.
HUKUM memperlancar hidup bersama di ruang publik.
Hukum tak hny pragmatis, tpi jg melindungi nilai 2 yg jg
dicerminkan dlm legislasi yg disepakati semua krn nilai 2
asasinya. Tanpa mengurangi ciri khas masing 2 agama
diharapkan semua penganut agama mencapai titik temu dlm
menetapkan nilai2 yg dijunjung tinggi dlm masyarakat
majemuk. Hal ini dipermudah oleh inklusivitas.
Tetap setia pd ajaran agama masing2
Mengusahakan titik temu berbagai posisi tdk berarti
mengabaikan posisi diri sendiri, malah tetap setia pd posisi
sendiri, dlm kepercayaan bhw ada cukup banyak posisi yg dpt
disepakati semua atau kebanyakan pihak. Ciri khas tak hrs
memustahilkan titik temu, asalkan tdk tjd paksaan bertindak
melawan posisi & keyakinan utk bertindak sesuai posisi
masing2.
Peran Kitab Suci untuk Teologi Moral
DULU Hrs diakui dlm kilas balik bhw usaha membuktikan
kebenaran dg mengutip KS tak selalu meyakinkan, krn bbrp
hal yg seharusnya dibedakan, kurang dibedakan. Pembedaan
itu menyangkut banyak hal. Kategori jenis sastra, mis. antara
parainese yg mengandaikan org sdh meyakini berlakunya
27

suatu norma, & argumentasi moral thd org yg belum
menerima berlakunya norma ttt. Demikian pula, & hal ini
lebih sulit, sejauh mana suatu norma ungkapan kehendak
Tuhan, atau lebih mrpk budaya tempat & zaman ttt.
Hrs dihindari dua posisi ekstrem: di satu pihak
mengharapkan KS terlalu banyak, di lain pihak menyisihkan
KS sbg dokumen ketinggalan zaman sama sekali. Banyak
norma dlm teologi moral lebih ditentukan akal sehat atau
hukum kodrati dp diambil dr KS.
SKRG lebih dipupuk ajaran KS. Dlm OT 16 dinyatakan
perlunya membarui Teologi Moral, antara lain agar lebih
dipupuk ajaran (tak tertulis “ayat-ayat”) KS. Kalangan katolik
yg tak terpaku pd ayat-ayat KS, tpi memperlakukannya lebih
luas sbg sumber iman, kiranya tak terlalu tergoda mjd
biblisistis.
“Interpretasi KS dlm Grj”
Dokumen yg 15-4-1993 diterbitkan Komisi Biblis Takhta Suci
ini dpt dikatakan termasuk zaman kita & menyinggung
sumbangan KS utk teologi moral III D3). Kita tahu
kontroverse antara kubu yg menekankan peran akal budi
(“Autonome Ethik”) & kubu yg menekankan peran iman
(“Glaubensethik”) pd tahun 1970-an dlm diskusi soal
“proprium”.
SUMBER
KS  kumpulan macam2 jenis sastra berbagai zaman. KS bkn
manual moral keluarga, tpi lebih bersifat fragmentaris,
insidental & kasuistis. KS dipakai sbg sumber inspirasi yg
butuh refeksi & kontekstualisasi lanjut.
Tdk heran bhw ada pendapat yg menekankan sifat terikat
zaman & waktu norma2 yg berlaku dlm keluarga, perkawinan
& sexualitas yg hrs diakui amat terpengaruh oleh aliran yg
ada. KS mjd wadah yg tergantung pd konteks & zaman,
khususnya budaya.
Hubungan Magisterium & Refeksi Teologis
Timbal balik Teologi katolik yg terikat Magisterium adl
pengembangan posisinya. Teologi katolik mempengaruhi
posisi Magisterium & ikut merumuskannya. Bedanya, dlm
batas2 ttt teologi katolik sbg ilmu menikmati kebebasan
28

akademis & mengembangkan refeksi iman lebih lanjut.
Magisterium sering lebih menunjukkan rambu2.
Bobot Magisterium
Bobot magisterium menentukan & mengikat shg dlm mencari
kebenaran org tak sembarang & goyah atau hanyut dlm arus
yg kuat lalu mengubah pendirian. Hal ini mrpk sekaligus
kemudahan & kesulitan, terutama bila kita melihat pemberian
orientasi oleh Magisterium. Tolok ukur kebenaran dicari
bersama dg pembagian tanggung jawab & wewenang.
Magisterium terikat kebenaran, kena hukum perkembangan
sejarah & tak boleh asal.
PSL 30 – BBRP GAGASAN & TEMA PL & PB
PL  Prokreasi  Janji Yahwe kpd Ibrahim & Peran
keturunan
Jg soal Keturunan, Kawin campur, Monogami-poligami,
Perceraian,
Perselingkuhan,
Fungsi
prokreatif
sexualitas, Soal kemurnian kultis
PB  Kasih  Inti ajaran Yesus & Ringkasan segala norma.
PSL 31 – BBRP BUKU PL
I. KITAB KEJADIAN
Posisi moderat artinya posisi tengah antara dua posisi
berlebihan dlm menyikapi sexualitas, terutama dr arus yg ada
pd bbrp kalangan luar KS.
Melawan pendewaan sexualitas. Sexualitas punya pesona
& daya tarik yg amat kuat. Ada kecenderungan utk
menilainya sbg yg tertinggi. Dalam PL soal keturunan amat
penting, krn paham & gambaran ttg akhir hidup mns dlm
dunia fana & ttg hidup baka kurang jelas. Posisi berlebihan
menjunjung tinggi sexualitas terungkap dlm bbrp gejala spt
hub. & perkawinan dg dewata yg dipentaskan dlm prostitusi
kenisah.
Melawan dualisme pesimistis  Posisi kebalikan dr
pendewaan. Di satu pihak agama kristiani melawan aliran
dualistis-pesimistis, tpi di lain pihak aliran 2 Manikheisme,
Platonisme, & bbrp aliran Stoa jg mempengaruhi. Latar
belakang pesimisme ini bermacam2, mis. rasionalisme
29

platonis & enkrateia, ataraxia serta apatheia dlm aliran Stoa,
yg dirasa kurang sesuai dg unsur orgasme sexualitas, bahkan
pukulan bgi budi mns.
MNS SEUTUHNYA. Seutuhnya  kesatuan jiwa-raga. Tiada
gagasan bhw mns t.a. 2 unsur badan & jiwa, tpi kesatuan
jiwa-raga, yg mrpk aspek2 kesatuan & bkn bagian2 yg
menyusun mns. Tdk ada pembagian eksklusif fungsi 2 khusus
badan & jiwa. Jantung hati, lever, ginjal diberi fungsi
kejiwaan. Organ2 tubuh itu dipandang sbg pembawa gejolak
kejiwaan & keputusan etis. Mns seutuhnyalah yg memuji
Tuhan, meskipun dlm pengungkapan & pemahaman kita
seolah2 oleh dilakukan bagian2 jasmani.
♀ & ♂ diciptakan SETARA menurut citra Allah. Gagasan
ini penting utk kesetaraan & kemitraan dlm perkawinan. ♂ &
♀ diciptakan menurut citra Allah. ♀ & ♂ setara. Penciptaan ♀
dr rusuk meneguhkan kesetaraan ini.
Tak baik mns sendirian sj. Dpt disimpulkan sosialitas mns,
bkn hny sosialitas mns, tpi panggilannya utk hidup
berkeluarga. “Makhluk sosial” lebih terkait dg masyarakat,
sedangkan dg “makhluk relasional” dimaksudkan lebih dp
itu, yakni panggilan utk hidup berkeluarga.
Keduanya mjd satu daging. Ayat ini dijadikan dasar
monogami, tpi kiranya usaha ini terlalu jauh, & kita lihat
sendiri bgmn poligami mrpk sesuatu yg biasa, jg dlm hidup
para bapa bangsa Yahudi.
Gagasan ini dipahami sbg kesatuan dlm perkawinan &
sanggama Pasutri.
II. KITAB KELUARAN & ULANGAN: DEKALOG
“Jangan berzina” (Apodiktis=tanpa objek, tanpa subjek,
tanpa dasar)
Apa yg dilarang? Zina, terutama oleh istri, sebab istri dpt
mencemarkan perkawinannya. Namun di balik itu ada paham
perkawinan yg melihat suami-istri tdk setara.
“Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini
istrinya, atau hambanya ♂, atau hambanya ♀, atau lembunya,
30

atau keledainya, atau apapun yg dipunyai sesamamu”.
(Apodiktis)
Dlm teologi moral, paham dosa melibatkan batin (persyaratan
tindakan moral: tahu, mau, mampu). “Keinginan” di sini bkn
hasrat yg timbul dg sendirinya, tpi sdh mrpk rencana atau
keputusan batin.
Interpretasi Yesus
Kesetaraan ♀ & ♂ ada dlm Mat 19:9 & Mrk 10:11
menunjukkan bhw Yesus jg menyempurnakan paham
perkawinan.
Zaman kita
1) Sulit berkomitmen setia seumur hidup.
2) Dunia makin bebas & memberi banyak kesempatan.
Perselingkuhan mjd makin “biasa”.
Paham perkawinan kristiani tetap menuntut kesetiaan & dg
demikian jg menantang kesetiaan pasutri dlm perkawinan
monogami seumur hidup.
III. KITAB IMAMAT
Bab 11-15  Kesan negatif.
“Kultis” = siap, memenuhi syarat utk ibadat, berkisar pd
kekotoran kultis, bukan fsik atau moral, jadi dlm arti: tdk
siap utk acara keagamaan. Tdk ada penilaian seolah 2 itu dosa.
Dewasa ini dianggap higiene.
Utk menghadap Tuhan dituntut kebersihan, ketahiran kultis,
spt masih berlaku dlm berbagai agama. Kitab Imamat bkn
argumen melawan pandangan ttg sexualitas yg dpt
disimpulkan dr Kitab Kejadian.
IV. KIDUNG AGUNG
Dr adanya aneka tafsiran dpt disimpulkan kesulitan
menerima kitab ini krn Keluguan Kidung Agung di bidang
erotik.
Adanya berbagai penafsiran kiasan dpt dipahami sbg pelarian
& keengganan utk meneguhkan peran erotik KS. Tdk
diingkari kemungkinan berbagai penafsiran rohani yg
menjauhkannya dr sexualitas & dibacakan pd pesta Santa
Teresia Lisieux atau Avilla, spt:

31

Alegoris: Yahwe-Israel, Tipologis: Kristus-Grj, Spiritual: Allahmns
Tafsiran biasa  Dipahami sbg peneguhan sikap positif thd
realitas hidup mns jg dg unsur-unsur erotiknya.
Penghargaan thd Erotik Manusiawi
Kidung Agung dpt ditafsirkan sbg reaksi & protes thd posisi
ekstrem yg melepaskan sexualitas dr paham ttg mns
seutuhnya & memasukkannya dlm lingkup kramat dewata
(sakralisasi). Seiring dg protes thd sakralisasi itu Kidung
Agung mengembalikan sexualitas kpd tempatnya, yakni mns
seutuhnya.
V. KITAB NABI-NABI
Tema yg disinggung banyak, tpi dr banyak hal itu ada bbrp yg
utama, mis. Perjuangan utk keadilan, Pembelaan rakyat kecil,
Kedatangan Al-Masih
Hubungan suami istri sbg. lambang utk hubungan
Yahwe Israel
Zina sbg ketidaksetiaan Israel pd Yahwe
Kitab Nabi Hosea lama disalah mengerti, sampai org mjd
sadar bhw dalam bahasa hubungan antara ♀-♂ sebenarnya
dibahas hubungan Israel-Yahwe, & kemudian dlm PB oleh
Paulus dikembangkan lebih lanjut dg ibarat hubungan
Kristus-Grj.
PSL 32 – BBRP BUKU PB YG DIANGGAP SUBUR
Para murid menampilkan sikap Musa yg memperkenankan
perceraian (Mat 19: 7; Mrk 10: 4) krn alasan ttt yg kemudian
mjd makin lunak. Jawaban Yesus “Krn ketegaran hatimu”,
menunjukkan keberanian-Nya melawan arus. Contoh ini bkn
hny kasuistik, bukan hny kasus perceraian, tpi mengandaikan
paham perkawinan sbg latar belakangnya.
PRINSIP TATA PENCIPTAAN (RESTITUTIO PRINCIPII)
“Principium” dpt berarti awal & asas. Yesus menunjuk kpd
awal. “. . . sejak awal tdk demikian”. Dr uraian Yesus dpt
disimpulkan dua hal, yakni:
a. Kesetaraan ♀-♂  Paham ini mengubah interpretasi “zina”
dg semua konsekuensinya, terutama zina bila kawin lagi,
berlaku setara bgi istri & suami.
32

b. Perlunya kesetiaan suami istri Konsekuensi paham
perkawinan & zina menuntut kesetiaan baik dr pihak istri
maupun dr pihak suami.
Dlm Mat 19 dinyatakan kemungkinan bntk hidup tak
menikah. Dg demikian perkawinan dinyatakan bkn sbg nilai
tertinggi di