Xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan

  Vol. 64, No. 2, Mei–Agustus 2015 | Hal. 110-115 | ISSN 0024-9548

Xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas

Sering dan Sentosa Baru Medan

  

(Xerostomia in patient with hypertension at Sering and Sentosa Baru

Public Health Center Medan)

Rika M. Alamsyah dan Chindy Chrisna Nagara Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan - Indonesia

Korespondensi (correspondence): Rika M. Alamsyah, Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/Kesehatan Gigi Masyarakat, Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara. Jl. Alumni No. 2 Kampus USU Medan 20155, Indonesia. E-mail: rika_165@yahoo.com ABSTRACT

Background : Xerostomia is a terminology of dried mouth that relates with the less of salivary flow and is often encountered in

patient with hypertension. One of the xerostomia causes is the use of drugs. Antihypertension drugs include one of the drugs that

can cause side effect like xerostomia. It can cause high risk of caries, diffuclty in chewing, swallowing, speaking and candidiasis.

  

Purpose : The aim of this study was to know description of xerostomia in 100 patients with hypertension were treated at Sering

and Sentosa Baru public health center Medan. Method: Demographic data collection was done by interviewing used questionere

and the measurement of salivary flow used spitting method. Result: The result of study showed that the prevalence of xerostomia

in patient with hypertension as 29%. Based on the type of anti hypertension drug consumed, diuretic group was the most found

as 60%. The prevalence of xerostomia in males as 37% and females 24%. The means of salivary flow in female patients with

hypertension who underwent xerostomia was 0.04 ± 0.02 and males 0.06 ± 0.01. Based on age, xerostomia is more found in age

group ≥ 65 years that is 59.5% with the means of salivary flow 0.05 ± 0.02, whereas age 45–54 years that is 13% with the means

of higher salivary flow that is 0.09 ± 0.02. Conclusion: The higher the age of patient who consumes anti hypertension drug the

more fruquent found the incidence of xerostomia.

  Keywords: Xerostomia; hypertension; anti hypertension drug ABSTRAK

Latar belakang : Xerostomia merupakan istilah mulut kering yang berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva dan sering

dijumpai pada pasien hipertensi. Salah satu penyebab xerostomia adalah penggunaan obat-obatan. Obat antihipertensi termasuk

salah satu obat yang dapat menyebabkan efek samping berupa xerostomia. Xerostomia dapat mengakibatkan meningkatnya

risiko karies, kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara, serta kandidiasis. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui gambaran xerostomia pada 100 orang pasien hipertensi yang berobat di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan.

  

Metode: Pengumpulan data demografi dilakukan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan pengukuran laju alir saliva

dengan menggunakan metode spitting. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan prevalensi xerostomia pada pasien hipertensi sebesar

29%. Berdasarkan jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi paling banyak ditemukan pada golongan diuretik sebesar 60%.

  

Prevalensi xerostomia pada laki-laki sebesar 37% dan perempuan 24%. Rata-rata laju alir saliva pasien hipertensi perempuan

  Alamsyah and Nagara: Xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan Jurnal PDGI 64 (2) Hal. 110–115 © 2015

yang mengalami xerostomia adalah 0,04 ± 0,02 dan laki-laki 0,06 ± 0,01. Berdasarkan usia, xerostomia lebih banyak ditemukan

pada kelompok usia ≥ 65 tahun yaitu 59,5% dengan rata-rata laju alir saliva 0,05 ± 0,02, sedangkan usia 45–54 tahun hanya 13%

dengan rata-rata laju alir saliva yang lebih tinggi yaitu 0,09 ± 0,02. Simpulan: Semakin tinggi usia pasien yang mengonsumsi

obat antihipertensi semakin sering ditemukan kejadian xerostomia.

  gejala atau tanda yang dirasakan oleh seseorang berupa mulut kering yang pada umumnya berhubungan dengan berkurangnya aliran saliva.

  12

  Kejadian xerostomia selama enam bulan pertama adalah sebanyak 32%. 11 Prevalensi xerostomia pada kelompok pengguna obat antihipertensi adalah 50%

  xerostomia. Sebanyak 64,3% pasien yang menggunakan obat diuretik mengalami xerostomia.

  bahwa dari 156 pasien yang memakai obat antihipertensi tercatat 62,3% pasien mengalami

  10 Penelitian Patsakas dan Donta menunjukkan

  dapat mengakibatkan meningkatnya risiko karies, kesulitan dalam mengunyah, menelan dan berbicara, serta kandidiasis. Dokter gigi dapat memberikan rekomendasi untuk menstimulasi saliva dengan menghisap permen tanpa gula, juga menyarankan agar pasien lebih banyak mengonsumsi air, mengurangi konsumsi kopi, menghindari pemakaian obat kumur yang mengandung alkohol, dan untuk mengurangi risiko karies, dianjurkan untuk melakukan topikal aplikasi fluor.

  9 Xerostomia

  mulut kering adalah obat-obatan, dengan cara meniru aspek regulasi saliva dan mempengaruhi tingkat aliran dan komposisi saliva.

  7 Penyebab paling sering

  faktor, seperti gangguan pada sistem saraf, penggunaan obat-obatan, usia, gangguan pada kelenjar ludah dan terapi dengan radiasi pada daerah kepala dan leher.

  Xerostomia biasanya terjadi akibat berbagai macam

  8 Xerostomia merupakan

  Kata kunci : Xerostomia; hipertensi; obat antihipertensi PENDAHULUAN

  7 Xerostomia adalah sebuah gejala bukan suatu diagnosa atau penyakit.

  Bila secara langsung akan mempengaruhi aliran saliva dengan meniru aksi sistem saraf autonom atau dengan bereaksi pada proses seluler yang diperlukan saliva, sedangkan secara tidak langsung akan mempengaruhi saliva dengan mengubah keseimbangan cairan dan elektrolit atau dengan mempengaruhi aliran darah ke kelenjar. Penggunaan obat antihipertensi dapat menimbulkan efek samping salah satunya adalah xerostomia.

  6 Obat antihipertensi dapat mempengaruhi aliran saliva secara langsung dan tidak langsung.

  cara memodifikasi gaya hidup dan menggunakan obat antihipertensi. Modifikasi gaya hidup dimulai dengan perubahan gaya hidup berupa diet rendah garam, berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, aktivitas fisik yang teratur dan penurunan berlebih.

  Profil Kesehatan Sumatera Utara tahun 2001 melaporkan bahwa prevalensi hipertensi di Sumatera Utara sebesar 91 per 100.000 penduduk. Berdasarkan penyebab kematian pasien rawat inap di Rumah Sakit Kabupaten/Kota Provinsi Sumatera Utara, hipertensi menduduki peringkat pertama dengan proporsi kematian sebesar 27,02%.

  1,3

  Prevalensi hipertensi di Indonesia juga cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan prevalensi hipertensi secara nasional mencapai 31,7%.

  3,4

  Menurut WHO dan The International Society of Hypertension (ISH), saat ini terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia, dan 3 juta di antaranya meninggal setiap tahunnya. Data The National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) menunjukkan bahwa pada tahun 1999 sampai dengan 2000, insidens hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29–31%. Penderita hipertensi di Amerika terdapat 58–65 juta dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES tahun 1988- 1991.

  1,2

  Hipertensi adalah gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah di atas normal, yaitu 140/90 mmHg. Peningkatan tekanan darah mengakibatkan penurunan usia harapan hidup seseorang dan peningkatan risiko penyakit jantung koroner, stroke dan gagal jantung. Hipertensi merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari angka kematian pada semua kelompok umur di Indonesia.

5 Strategi pengobatan hipertensi dilakukan dengan

  Alamsyah and Nagara: Xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan Jurnal PDGI 64 (2) Hal. 110–115 © 2015

  25

  Persentase responden penelitian yang mengalami

  xerostomia yaitu 29% dan yang tidak mengalami xerostomia 71% (Tabel 2).

  Tabel 1. Karakteristik responden pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan (n = 100)

  Karakteristik responden n % Usia (tahun) ≤ 44

  45–54 55–64 ≥ 65

  7 31

  37

  HASIL

  7 31

  25

  37 Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan

  38

  62

  38

  62

  Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan pada bulan Agustus 2015– Maret 2016 dengan jumlah responden sebanyak 100 orang. Responden berusia ≤ 44 tahun sebanyak 7%, usia 45–54 tahun sebanyak 31%, usia 55–64 tahun sebanyak 25%, dan paling banyak usia ≥ 65 tahun yaitu 37%. Responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu 62% sedangkan laki- laki 38% (Tabel 1).

  keterangan data pribadi (nama, umur, jenis kelamin), lalu dilakukan wawancara dan pengisian kuesioner. Sebelum dilakukan pengukuran tingkat aliran saliva, subjek penelitian diminta untuk tidak mengonsumsi makanan dan minuman sebelumnya. Selanjutnya, dilakukan pengukuran tingkat aliran saliva dengan menggunakan whole saliva tanpa stimulasi dengan menggunakan metode spitting.

  Menurut penelitian yang dilakukan oleh Tumengkol dkk

  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang kedokteran gigi serta memperoleh informasi dan pengetahuan mengenai

  7

  pada masyarakat desa Kembuan, kecamatan Tondano Utara, dari 83 responden, yang mengalami

  xerostomia adalah sebanyak 33 responden, obat

  antihipertensi merupakan kelompok obat yang paling sering menyertai xerostomia.

  Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan karena menurut hasil laporan bulanan Puskesmas bulan Agustus 2014 diketahui bahwa penderita hipertensi yang berkunjung ke puskesmas sebanyak 108 orang. Kunjungan untuk pengobatan hipertensi termasuk kunjungan yang terbanyak dibandingkan kunjungan untuk berobat penyakit lain. Berdasarkan uraian tersebut, peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran

  xerostomia

  pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan.

  xerostomia pada pasien hipertensi agar

  consent . Kemudian dilakukan pencatatan mengenai

  masyarakat lebih memperhatikan kesehatan dan kebersihan gigi dan mulutnya serta bagaimana cara penanggulangannya.

  Jenis penelitian ini adalah survey deskriptif dengan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Agustus 2014–Maret 2015. Data diperoleh dengan cara wawancara menggunakan kuesioner dan pemeriksaan laju alir saliva.

  Populasi penelitian adalah semua pasien yang berobat di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan yang bersedia dijadikan sampel penelitian.

  Besar sampel pada penelitian ini yaitu berjumlah 100 orang sampel. Sampel diambil dengan cara purposive sampling, berdasarkan kriteria inklusi sampai diperoleh jumlah sampel sesuai dengan yang sudah ditentukan. Kriteria inklusinya adalah pasien yang didiagnosa menderita hipertensi dilihat dari rekam medik dan mengonsumsi obat antihipertensi secara rutin minimal 6 bulan.

  Kriteria eksklusinya adalah: a) pasien yang menjalani perawatan radioterapi daerah kepala dan leher, kemoterapi, atau operasi kelenjar saliva;

  (asma, jantung koroner, diabetes melitus, sindrom sjogren, dan lupus); c) pasien yang mengonsumsi obat-obatan lain yang menyebabkan xerostomia (antidepresan, antihistamin, dan antipsikotik); d) pasien mengonsumsi obat antihipertensi tidak secara rutin atau tidak setiap hari; e) pasien yang tidak bersedia menjadi responden (tidak kooperatif).

  Variabel bebas yang diteliti pada penelitian ini usia, jenis kelamin dan jenis obat yang dikonsumsi. Variabel terikat pada penelitian ini adalah laju alir saliva. Pengumpulan data dilakukan di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan. Setelah responden setuju menjadi subjek penelitian, responden diminta menandatangani informed

BAHAN DAN METODE

  Alamsyah and Nagara: Xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan Jurnal PDGI 64 (2) Hal. 110–115 © 2015

2. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di

71 Total 100 100

  24

  62 Tabel 7. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan berdasarkan jenis obat yang dikonsumsi

  38

  76

  47 63

  24

  15

  37

  Diuretik

  Jenis kelamin Xerostomia n Ya Tidak n % n % Laki-laki Perempuan 14

  Tabel 5. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan berdasarkan jenis kelamin

  Berdasarkan jenis obat antihipertensi, pasien yang mengonsumsi obat golongan diuretik paling banyak mengalami xerostomia yaitu 60% (Tabel 7).

  blockers (Tabel 6).

  Jenis Obat yang dikonsumsi Xerostomia n Ya Tidak n % n %

  60 6

  9

  xerostomia pada laki-laki lebih banyak yaitu 37% dibandingkan perempuan 24% (Tabel 5).

  40

  15 ACE-inhibitor 8 23,5 26 76,5 34 Antagonis kalsium 12 23,5 39 76,5

  51 Total

  29

  29

  71 71 100 Tabel 6. Persentase jenis obat antihipertensi yang digunakan oleh pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan

  Jenis Obat yang dikonsumsi n % Diuretik β-blocker

  ACE-inhibitor Angiotensin-receptor blocker Antagonis kalsium

  15 34

  51

  15 34

  51 Total 100 100

  Obat antihipertensi yang paling banyak dikonsumsi adalah golongan antagonis kalsium sebanyak 51%. Golongan ACE-Inhibitor sebanyak 34% dan golongan diuretik sebanyak 15%. Tidak seorang pun pasien menggunakan obat antihipertensi golongan Angiotensin-receptor blocker dan beta-

  25

  Semakin meningkat usia, semakin rendah aliran saliva. Responden yang mengalami xerostomia paling rendah pada usia ≥ 65 tahun yaitu 0,05 ± 0,02. Berdasarkan jenis kelamin, rata-rata laju aliran saliva pasien hipertensi yang mengalami xerostomia pada perempuan adalah 0,04 ± 0,02 dan laki-laki 0,06 ± 0,01 (Tabel 3).

  15 0,38 ± 0,04 0,38 ± 0,10 0,36 ± 0,13 0,34 ± 0,15 Jenis Kelamin

  Berdasarkan usia, persentase xerostomia yang palin tinggi adalah pada usia ≥ 65 tahun sebesar 59,5% (Tabel 4).

  Tabel

  Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan Xerostomia n % Ya Tidak

  29

  71

  29

  Tabel 3. Rata-rata laju aliran saliva pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan berdasarkan usia dan jenis kelamin

  Karakteristik responden Xerostomia Tidak xerostomia n Laju Alir Saliva (x̄ ± SD) n Laju Alir Saliva

  (x̄ ± SD) Usia (tahun) ≤ 44

  45–54 55–64 ≥ 65 4 3

  22 0,09 ± 0,02 0,06 ± 0,00 0,05 ± 0,02

  7

  27

  22

  Laki-laki Perempuan 14

  7 31

  15 0,06 ± 0,01 0,04 ± 0,02

  24

  47 0,45 ± 0,11 0,32 ± 0,10

  Tabel 4. Persentase xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan berdasarkan usia

  Usia (tahun) Xerostomia n Ya Tidak N % n %

  ≤ 44 45–54 55–64 ≥ 65 4 3

  22 13

  12 59,5

  7

  27

  22

  15 100

  87

  88 40,5

37 Persentase pasien hipertensi yang mengalami

  Alamsyah and Nagara: Xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan Jurnal PDGI 64 (2) Hal. 110–115 © 2015

13 Hal ini mungkin disebabkan aktivitas olahraga yang rendah pada perempuan.

14 Berdasarkan kelompok usia, pasien hipertensi

3 Hal ini mungkin disebabkan semakin

13 Prevalensi terjadinya xerostomia berdasarkan

  disebabkan perbedaan jenis obat antihipertensi yang dikonsumsi dan variabilitas responden. Mekanisme diuretik menyebabkan

  Berdasarkan jenis obat hipertensi yang dikonsumsi, 60% responden yang mengonsumsi obat diuretik

  xerostomia dengan masing-masing laju alir saliva sebesar 0,06 ± 0,01 dan 0,04 ± 0,02.

  Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa 29% pasien hipertensi menderita xerostomia. Responden dengan usia ≥ 65 tahun paling banyak menderita xerostomia yaitu sebanyak 59,5% dengan laju alir saliva 0,05 ± 0,02. Berdasarkan jenis kelamin responden 37% laki-laki dan 24% perempuan menderita

  11,17,18

  bertindak dengan meningkatkan produksi urin sehingga mengurangi volume cairan sirkulasi dan mengurangi beban jantung, secara tidak langsung akan mengganggu keseimbangan cairan yang akan mempengaruhi saliva.

   xerostomia yaitu diuretik

  xerostomia sebanyak 64,3% pasien. Hal ini mungkin

  PEMBAHASAN

  dikonsumsi paling sering terjadi pada golongan obat diuretik yaitu sebesar 60%. Hasil penelitian ini lebih rendah bila dibandingkan dengan penelitian Patsakas dan Donta yang menunjukkan bahwa dari 156 pasien yang memakai obat antihipertensi tercatat 62,3% pasien mengalami xerostomia dan yang menggunakan obat diuretik mengalami

  xerostomia dan berdasarkan obat yang

  Hasil penelitian ini dari 100 orang pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi ditemukan 29% mengalami

  4,13,16

  oleh pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Puskesmas Sentosa Baru Medan yaitu golongan antagonis kalsium. Hal ini sesuai dengan penelitian Rumagit dkk yang dilakukan di Puskesmas Sario, obat antihipertensi yang banyak digunakan yaitu dari golongan ACE-inhibitor dan antagonis kalsium. Obat yang diberikan dari golongan antagonis kalsium untuk semua jenis hipertensi yaitu Nifedipin dan Amlodipin. Banyaknya pasien yang menggunakan obat jenis ini karena obat ini termasuk dalam obat yang disediakan oleh Puskesmas dan antagonis kalsium tidak dipengaruhi asupan garam sehingga baik bagi orang yang tidak mematuhi diet garam. Obat dari golongan β-blocker disediakan oleh Puskesmas, namun jarang digunakan karena β-blocker kurang efektif pada pasien usia lanjut. Sedangkan obat antihipertensi golongan Angiotensin-receptor blocker memang tidak disediakan di Puskesmas disebabkan harganya yang relatif mahal.

  mengalami xerostomia yaitu 24% sedangkan laki- laki 37%. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Tumengkol dkk yang menunjukkan bahwa xerostomia pada perempuan sebesar 54,54% dan laki-laki 45,54%. Perbedaan hasil penelitian ini mungkin disebabkan responden pada penelitian Tumengkol dkk mengonsumsi obat-obatan lain selain obat antihipertensi dan menderita penyakit

  kelompok usia paling banyak terjadi pada usia ≥ 65 tahun yaitu sebesar 59,5% dengan rata-rata laju aliran saliva 0,05 ± 0,02. Hal ini sesuai dengan teori yakni seiring dengan meningkatnya usia, terjadi proses aging yang akan mengakibatkan perubahan dan kemunduran fungsi kelenjar saliva, kelenjar parenkim akan hilang digantikan oleh jaringan lemak dan penyambung, mengakibatkan berkurangnya jumlah aliran saliva. Selain itu, obat antihipertensi yang dikonsumsi juga berpengaruh terhadap terjadinya xerostomia.

  meningkat usia responden, semakin tinggi risiko menderita hipertensi. Ini sesuai dengan pernyataan Bustan yang menyatakan bahwa tekanan darah meningkat sejalan dengan bertambahnya usia dimulai dari sejak usia 40 tahun.

  paling banyak pada kelompok usia ≥ 65 tahun sebesar 59,5%. Hasil ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Zamhir yang menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada usia ≥ 65 tahun sebesar 65%.

  Meskipun tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih rendah dari pada mereka yang tidak melakukan olah raga.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan data demografi pasien hipertensi di Puskesmas Sentosa Baru dan Puskesmas Sering Medan, sebagian besar responden penelitian adalah perempuan yaitu sebanyak 62% dan laki-laki 38%. Hal ini tidak jauh berbeda dengan penelitian Rumagit dkk pada pasien hipertensi di Puskesmas Sario yang menyatakan bahwa responden perempuan yang menderita hipertensi lebih banyak yaitu sebanyak 67,3% dan laki-laki 32,7%.

15 Hasil penelitian menunjukkan perempuan yang

7 Obat antihipertensi yang paling sering digunakan

  Alamsyah and Nagara: Xerostomia pada pasien hipertensi di Puskesmas Sering dan Sentosa Baru Medan Jurnal PDGI 64 (2) Hal. 110–115 © 2015

  9. Matear DW, Locker D, Stephens M, Lawrence HP.

DAFTAR PUSTAKA

  4. Fitrianto H, Azmi S, Kadri H. Penggunaan obat antihipertensi pada pasien hipertensi esensial di Poliklinik Ginjal Hipertensi RSUP DR. M. Djamil tahun 2011. Jurnal Kesehatan Andalas 2014; 3(1): 45–8.

  12. Nonzee V, Manopatanakul S, Khovidhunkit SO.

  18. Scully C, Bagan-Sebastian JV. Adverse drug reactions in the orofacial region. Crit Rev Oral Bio Med 2004; 15(4): 221–40.

  17. Vinayak V, Annigeri RG, Patel HA, Mittal S. Adverse affects of drugs on saliva and salivary glands. J Orofacial Sciences 2013; 5: 15–20.

  16. Aziza L. Peran antagonis kalsium dalam penatalaksanaan hipertensi. Majalah Kedokteran Indonesia 2007; 57(8): 259–64.

  15. Hasibuan S. Keluhan mulut kering ditinjau dari faktor penyebab, manifestasi dan penanggulangannya. Medan: USU digital library 2002; h. 1–5.

  14. Faisal E, Djarwoto B, Murtiningsih B. Faktor risiko hipertensi pada wanita pekerja dengan peran ganda kabupaten Bantul tahun 2011. Berita Kedokteran Masyarakat 2012; 28(2): 55–65.

  13. Rumagit BI, Pojoh JA, Manampiring VN. Studi deskriptif pemberian obat pada pasien hipertensi di Puskesmas Sario. Jurnal Ilmiah Farmasi 2012; 3(2): 64–9.

  Xerostomia, hyposalivation and oral microbiota in patients using antihypertensive medications. Diambil dari: http://www.jmatonline.com/index.php/jmat/article/ view/1652. Diakses tanggal 11 Oktober 2014.

  11. Patsakas AL, Donta AN. Xerostomia- a complication od antihypertensive drugs. Diambil dari: http:// unboundmedicine.com/medline/cititation/3153697/ Xerostomia_a_complication_of_antihypertensive_ drugs. Diakses tanggal 12 Oktober 2014.

  5. Rasmaliah, Siregar FA, Jemadi. Gambaran epidemiologi penyakit hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Pekan Labuhan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan Provinsi Sumatera Utara. Diambil dari: http:// repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18866/1/ikm- okt2005-9%20(4).pdf. Diakses tanggal 25 November 2014.

  1. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Hipertensi penyebab kematian nomor tiga. http://www.depkes. go.id/article/print/810/hipertensi-penyebab-kematian- nomor-tiga.html. Diakses tanggal 20 Oktober 2014. 2. Budisetio M. Pencegahan dan pengobatan hipertensi pada penderita usia dewasa. Diambil dari: http://www.univmed. org/wp-content/uploads/2011/02/Vol.20_no.2_6. Pdf. Diakses tanggal 26 November 2014.

  10. Popescu SM, Scrieciu M, Mercut V, Tuculina M, Dascalu

  Associations between xerostomia and health status indicators in the elderly. JRSH 2006; 126(2): 79–85.

  3. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi hipertensi dan determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia 2009; 59(12): 580–7.

  8. Fox PC, Ship JA. Salivary Gland Disease. In: Greenberg MS, Glick M, Ship JA.eds. Burket’s oral medicine. 11 th ed.,Hamilton: BC Decker Inc; 2008. p. 191–4.

  7. Tumengkol B, Suling PL, Supit A. Gambaran xerostomia pada masyarakat di Desa Kembuan Kecamatan Tondano Utara. Diambil dari: http://ejournal.unsrat.ac.id/index. php/egigi/article/download/4031/3547 Diakses tanggal 10 September 2014.

  6. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Farmakologi dan terapi. Edisi 5. Jakarta: Gaya Baru; 2007. h. 343.

  I. Hypertensive patients and their management in dentistry. ISRN Hypertension 2013; 1–8.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemupukan terhadap Perubahan Morfofisiologi Dua Varietas Padi pada Kondisi Cekaman Rendaman The Effect of Fertilization on Morphophysiological Changes of Two Rice Varieties under Submergence Stress

0 1 7

Hubungan kehamilan dan penyakit periodontal

20 120 7

Potensi dan Stabilitas Hasil, serta Adaptabilitas Galur-galur Padi Gogo Tipe Baru Hasil Kultur Antera Yield Potential and Stability, and Adaptability of New Plant Type of Upland Rice Lines Developed through Anther Culture

0 0 8

Efektivitas antibakteri ekstrak metanol batang pisang Mauli (Musa acuminata) dan povidone iodine 10 terhadap Streptococcus mutans

0 1 6

Perlakuan Agens Hayati untuk Mengendalikan Hawar Daun Bakteri dan Meningkatkan Produksi Benih Padi Sehat Biological Agent Treatments to Control Bacterial Leaf Blight and to Improve Production of Healthy Rice Seed

0 0 8

Perawatan endodontik pada kasus periodontitis apikalis kronis

0 1 5

Optimasi Dosis Pupuk Organik dan NPK Majemuk pada Tanaman Kelapa Sawit Belum Menghasilkan Optimizing Rate of Organic and NPK Compound Fertilizers for Immature Oil Palm

0 0 7

Functional Classification of Skinning Injury Responsive Genes in Storage Roots of Sweetpotato Klasifikasi Fungsi Gen-gen yang Responsif terhadap Pelukaan Kulit pada Umbi Ubi Jalar

0 0 7

Ekspresi high mobility group box 1 pada ulkus traumatikus tikus wistar dengan terapi ekstrak teripang emas

0 0 5

Peningkatan Populasi, Pertumbuhan dan Serapan Nitrogen Tanaman Kedelai dengan Pemberian Azotobacter Penghasil Eksopolisakarida Growth and Nitrogen Uptake of Soybean using Exopolysaccharides-Producing Azotobacter

0 0 6