MALARIA VULNERABILITY INDEX (MLI) UNTUK MANAJEMEN RISIKO DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP LEDAKAN MALARIA DI INDONESIA

MALARIA VULNERABILITY INDEX (MLI) UNTUK MANAJEMEN RISIKO DAMPAK PERUBAHAN IKLIM GLOBAL TERHADAP LEDAKAN MALARIA DI INDONESIA

Oleh

Mursid Raharjo *Bagian Kesehatan Lingkungan, Fakultas Kesehatan Masyarakat UNDIP Mahasiswa Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Gadjahmada Yogyakarta MALARIA VULNERABILITY INDEX (MLI) FOR RISK MANAGEMENT OF GLOBAL CLIMATE CHANGE IMPACTS ON MALARIA OUTBREAKSIN INDONESIA ABSTRACT

Global Climate Change excess several impacts to the global weather variability. In the past century, the global average surface temperature has risen by 0.74 ºC. The observed increase in average temperatures is widespread around the globe, with rising trends recorded on all continents and in the

sea. The climate on Indonesia raised warmer during 20 th century. Annual temperature increased 0,3

C from 1900 until 1990. The 1998 anomalously warm years, almost 1 o C than average of temperature during 1961-1990. Indonesia region annual of precipitation decreases 2-3% during December – Pebruary of the wet period. Weather variability have occurrence of fector borne diseases with different pattern. The Malaria Vulnerability Index (MLI) as new method of malaria management. The MLI contributed to mapping of vulnerability areas with high risk transmission. The region index expected value of malaria risk area. Result of the simulation on the malaria endemic area, variability of range index 1-5. The value of index 5 correlate with high of risk malaria transmission. Malaria management base on risk of each area, with the highest value of index. Management approach of malaria risk : 1. adaptation and mitigation; 2. reduced of hazard resources; 3. partnership assurance system; 4. technology alternative;

5. land restoration. Conclusion of Malaria Vulnerability Index (MLI) simulation, MLI as tools of high risk of malaria management with vulnerability mapping malaria risk area.

Keyword : Malaria Vulnerability Index (MLI), Risk Management

ABSTRAK

Perubahan Iklim Global memberikan dampak secara nyata pada variabilitas cuaca di dunia. Selama kurun waktu 100 tahun (1906-2005), temperatur global permukaan bumi telah mengalami peningkatan 0,74ºC, dengan interval ketidakpastian 0,56-0,92, dimana suhu daratan lebih tiggi dari pada lautan. Iklim di Indonesia telah menjadi lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata tahunan telah meningkat sekitar 0,3 o

C sejak 1900 dengan suhu tahun 1990an merupakan dekade terhangat dalam abad ini dan tahun 1998 merupakan tahun terhangat, hampir 1 o C di atas rata-rata tahun 1961-

1990. Curah hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3 persen di wilayah Indonesia di abad ini dengan pengurangan tertinggi terjadi selama perioda Desember- Febuari, yang merupakan musim terbasah dalam setahun. Perubahan cuaca pada setiap wilayah memberikan dampak yang berbeda terhadap besarnya risiko penularan penyakit berbasis vektor (vector borne diseases). Malaria Vulnerability Index (MLI) merupakan pendekatan baru dalam bidang manajemen malaria. MLI digunakan untuk melakukan pemetaan kerentanan setiap wilayah terhadap potensi penularan malaria. Indeks yang dihasilkan mampu memberikan gambaran besarnya risiko. Hasil simulasi pada wilayah endemis malaria, menunjukkan adanya variabilitas indeks malaria dari rentang 1 hingga 5. Indeks 5 menunjukkan wilayah dengan risiko tinggi penyebaran malaria. Manajemen malaria dilakukan dengan menggunakan dasar, besarnya faktor resiko setiap wilayah. Pendekatan manajemen yang dapat digunakan antara lain : 1.Antisipasi Terjadinya kerusakan melalui kegiatan adaptasi dan mitigasi; 2. Mengurangi sumber bencana; 3. Kerjasama resiko bencana dengan asusransi dan peningkatan pengetahuan tentang bencana; 4 Penggantian teknologi pemanfaatan sumber energi dengan teknologi ramah lingkungan; 5. Melakukan restorasi terhadap lahan Kesimpulan dari simulai bahwa Malaria Vulnerability Index (MLI) dapat digunakan sebagai upaya manajemen risiko penyebaran malaria.

Kata kubnci: Malaria Vulnerability Index (MLI), Manajemen risiko

*) Disajikan dalam Seminar Nasional Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoar Penyakit Sebagai Lokomotif Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang

A. LATAR BELAKANG

peningkatan frekwensi badai, dan dampak

Perubahan iklim memberikan beberapa wilayah akibat curah hujan rendah. pengaruh pada berbagai aspek kehidupan. Cuaca ekstrim meningkatkan risiko Penyimpangan unsur cuaca dirasakan dalam

penyebaran penyakit menular termasuk dekade terakhir pada sebagain besar wilayah

diare, penyakit berbasis vektor (vector di Indonesia. Laporan United National borne diseases ). Beberapa penelitian telah Development Project (UNDP) 2007, dilakukan uji adanya hubungan antara Indonesia termasuk negara yang terpanguh variasi cuaca dan kejadian menular. perubahan iklim. Unsur cuaca mengalami Perubahan cuaca akibat El-Nino (ENSO) penyimpangan pada beberapa belahan berpengaruh terhadap penyebaran penyakit dunia . Perubahan tersebut berbentuk ekstrim

berbasis vektor atau non vektor seperti baik menjadi lebih panas atau menjadi lebih

malaria, demam berdarah, cholera, dingin (IPPC, 2007a). Laporan IPCC (2007)

hantavirus (Anyamba dkk.,2006; memperlihatkan adanya pengaruh secara Mc.Michael dkk.,2006). global perubahan iklim pada biologi dan

Iklim di Indonesia telah menjadi sistem sosial. Peristiwa langka (fenomena) lebih hangat selama abad 20. Suhu rata-rata

yang terjadi termasuk siang dan malam yang o tahunan telah meningkat sekiitar 0,3 C lebih hangat, peningkatan curah hujan, sejak 1900 dengan suhu tahun 1990an

negatif dengan kasus DBD, karena itu hampir 1 o C di atas rata-rata tahun 1961-

peningkatan suhu udara per minggu akan 1990. Peningkatan kehangatan ini terjadi menurunkan kasus DBD. Perubahan cuaca dalam semua musim di tahun itu. Curah memberikan pengaruh terbentuknya hujan tahunan telah turun sebesar 2 hingga 3

ekosistem yang stabil terhadap pertumbuhan persen di wilayah Indonesia di abad ini vektor malaria (Dixon, 2010). dengan pengurangan tertinggi terjadi selama

Hasil penelitian Direktorat Jendral perioda Desember- Februari, yang P2PL, telah mengidentifikasi Plasmodium merupakan musim terbasah dalam setahun.

knowlesi sebagai vektor baru malaria Perubahan-perubahan terhadap nilai iklim (Kompas, 23 April 2011). Spesies ini rata-rata 1961-1990 untuk suhu dan curah sebelumnya dikenal hanya menjangkiti kera

hujan masing-masing adalah 25,5 o C dan dan primata lain. Terdapat banyak hipotesis 2548 mm.

menyikapi perubahan tersebut. Dugaan

Perubahan iklim memiliki pengaruh paling kuat adalah terjadinya mutasi gen besar terhadap penyakit yang ditularkan akibat perubahan iklim global yang oleh vektor (vektor borne disease).

berdampak pada perubahan iklim secara Frequensi timbulnya penyakit seperti mikro. malaria dan demam berdarah meningkat.

Malaria merupakan penyakit Penduduk dengan kapasitas beradaptasi menular yang memperlihatkan rendah akan semakin rentan terhadap diare, kecenderungan peningkatan morbiditas. gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi Laporan WHO untuk penanggulangan penyakit-penyakit yang ditularkan melalui Malaria, tahun 2009, menunjukkan berbagai serangga dan hewan. ”Pemanasan

prevalensi malaria merupakan sepuluh besar global ” juga memicu meningkatnya kasus penyakit di Indonesia. Sebagai penyakit penyakit tropis seperti malaria dan demam tropis, malaria merupakan penyakit endemis berdarah. Penduduk dengan kapasitas terutama untuk wilayah Indonesia bagian beradaptasi rendah akan semakin rentan timur. Laporan tersebut menunjukkan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya

Annual Parasite Incidence (API), yang pola distribusi penyakit-penyakit yang merupakan perbandingan antara jumlah ditularkan melalui berbagai serangga dan kasus dengan jumlah penduduk, mengalami hewan. Faktor iklim berpengaruh terhadap peningkatan dari 0,21 per 1000 penduduk risiko penularan penyakit tular vektor pada tahun 2000 menjadi 0,75 per 1000 seperti demam berdarah dengue (DBD) dan

penduduk pada tahun 2007. Angka API malaria. Semakin tinggi curah hujan, kasus kembali mengalami peningkatan menjadi

0,95 per 1000 penduduk pada tahun 2008. Pulau Bali yang semula sebesar 3,97% pada Parasite Rate (PR) yang merupakan tahun 2007 mengalami peningkatan menjadi persentase penduduk darahnya mengandung

4,78% pada tahun 2008 (Depkes RI, 2009) parasit malaria, di luar Pulau Jawa dan

Tabel A.1 Angka Kejadian Penyakit Malaria Tahun 2004-2010

Kabupaten Jumlah Penderita Malaria ( kasus) No

1 Jepara 183 149 59 63 - 27 64

2 Purworejo 735 284 421 523 440 245 309

3 Kab. Magelang 762 81 8 14 36 29 153

10 Banyumas 232 238 159 95 180 127 556 Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, 2011

Faktor-faktor lingkungan (geofisik, malaria dapat diramalkan dan dilakukan klimatologis dan biogeografis) secara tidak

antisipasi.

langsung mempengaruhi dinamika Hasil penelitian di Kabupaten penularan malaria, sehingga dengan Purworejo terdapat 5 spesies Anopheles melakukan pemantauan faktor-faktor yaitu : Anopheles aconitus, Anopheles geofisik, klimatologis, bio-geografis dan barbirostris, Anopheles vagus, Anopheles unsur lahan, akan diperoleh gambaran kochi, Anopheles annularis. Hasil penelitian dinamika populasi, sebaran dan lokasi Litbangkes (2010) menujukan terjadi tempat perindukan nyamuk sebagai vektor perkembangan perubahan vektor, dimana (Mardihusodo, 1998). Faktor – faktor Anopheles aconitus dinyatakan sebagai lingkungan dapat diproyeksikan dalam vektor tunggal, saat ini terdapat 3 speseies skala ruang dan waktu secara berturutan, lain yang telah berubah menjadi vektor. berkala dan berkelanjutan, maka penularan Ketida spesies tambahan tersebut adalah

Anopheles barbirostris, Anopheles vagus, (resting) dan cuaca sebagai pendukung Anopheles annularis .

perkembangbiakan.

Hasil pencatatan Dinas Kesehatan Cuaca di perbukitan Menoreh selalu Kabupaten Purworejo, menunjukkan mengalami perubahan dari waktu ke waktu terjadinya fluktuasi kasus selama tahun terutama diakibatkan oleh perubahan arah 2005-2010 (Tabel A.1). Fluktuasi kasus angin. Seperti Wilayah Indonesia lainnya, malaria terjadi akibat akumulasi dari Kabupaten Purworejo, dipengaruhi oleh berbagai faktor yang menyebabkan interaksi

angin pasat timur laut dan angin pasat antara nyamuk (vektor), parasit, lingkungan

tenggara. Kedua angin tersebut bersifat dan manusia mengalami perubahan dari basah dan bersifat kering, yang terjadinya waktu ke waktu. Peningkatan kejadian musim penghujan dan musim kemarau. malaria selain akibat perubahan iklim juga Secara lokal arah angin dominan mengalami karena perubahan lingkungan, misalnya perubahan arah akibat adanya bentang perubahan pemanfaatan lahan, perubahan Perbukitan Menoreh (Stasiun cuaca, perilaku, dan perubahan sosial ekonomi Kabupaten Purworejo). Angin yang bertiup (Fahmi, 2007).

dari arah barat bersifat basah dan membawa Secara topografi Kabupaten uap air, sedangkan angin dari arah timur Purworejo merupakan daerah pesisir hingga

bersifat kering. Setiap musim memiliki pegunungan, terletak pada 3°23’20” - unsur cuaca (suhu, kelembaban,curah 4°9’35” Bujur Timur dan 5°43’30”-

hujan) yang merupakan faktor penghambat 6°47’44” Lintang Selatan. Kabupaten atau pendukung perkembangan vektor

Purworejo secara bentanglahan memiliki malaria. Dimungkinkan terdapat pengaruh wilayah dengan ketinggian 0 m dari perubahan unsur cuaca dengan fluktuasi permukaan air laut yaitu daerah pantai, dan

kasus malaria di Kabupaten Purworejo. daerah pegunungan pada lereng barat

Fluktuasi kasus malaria di Pegunungan Muria dengan ketinggian pada

Kabupaten Purworejo disamping terjadi puncak 1500 meter dari permukaan air laut.

dari tahun ke tahun ternyata juga terjadi dari Bentanglahan perbukitan Menoreh bulan ke bulan. Puncak kasus malaria membentuk berbagai mintakat memberikan

biasanya terjadi 2 periode yang mengalami daya dukung terhadap kehidupan dan pergeseran, yaitu antara Bulan Maret

perkembangan nyamuk Anopheles sebagai sampai Juli dan Bulan Agustus sampai vektor penyakit malaria, yang berbeda. Oktober (Dinas Kesehatan Kabupaten Perbedaan tersebut terjadi baik pada badan Purworejo, 2010). Puncak kasus tersebut air sebagai tempat perindukan (breeding

bersamaan waktu dengan kepadatan vektor site ), lingkungan sebagai tempat istirahat malaria. Kejadian dan kenyataan kasus

yang paling utama gas rumah kaca yang menarik untuk dikaji terutama untuk

yang dihasilkan oleh aktifitas manusia, mengetahui kaitan antara karakteristik

mencapai angka hampir 77%. wilayah secara spasial dengan distribusi

Konsentrasi 3 gas rumah kaca utama kasus malaria, dan hubungan perubahan

yaitu CO2, CH4 dan NO2 mencapai cuaca dengan kasus malaria. Dugaan

level tertinggi untuk rentang 10.000 sementara terdapat faktor pembatas yang

tahun dan memberikan pengaruh nyata menjadi penghambat penyebaran malaria di

terhadap perubahan iklim. Pada 12 suatu wilayah yang merupakan faktor

tahun terakhir (1996-2006), determinan dari karakteristik wilayah,

menunjukkan 11 diantara 12 dimana hal tersebut menjadi masalah yang

merupakan tahun paling panas sejak menarik untuk dilakukan kajian.

tahun 1850 ketika alat pencatat mulai Fluktuasi secara spasial maupun

dioperasionalkan. Selama kurun waktu temporal memberikan indikasi adanya

100 tahun (1906-2005), temperatur wilayah yang memiliki kerentanan untuk

global permukaan bumi telah penyebaran malaria. Malaria Vulnerability

mengalami peningkatan 0,74ºC, Index merupakan pendekatan baru untuk

dengan interval ketidakpastian 0,56- melakukan identifikasi dan mapping

0,92, dimana suhu daratan lebih tiggi wilayah dan kerentananya. Kerentanan

dari pada lautan. Tentu saja iklim akan setiap wilayah menjadi dasar dalam

masih berubah, dimana NOAA melakukan manajemen terhadap malaria.

memprediksi terjadi La-Nina dan El- Nino. Gambar 1 menunjukkan

B. KAJIAN PUSTAKA

kecenderungan perubahan suhu,

B.1 Perubahan Iklim Global [1]

peningkatan muka air laut dan Gas Rumah kaca saat ini sedang

penurunan luas tutupan es. terakumulasi di atmosfer pada

Perubahan lain yang signifikan kecepatan yang tidak pernah terjadi

adalah penurunan intensitas curah sebelumnya. Pertumbuhan kecepatan

hujan sejak tahun 1900 – 2005 di secara rutin konsentrasi CO2 pada

Sahel, Mediterania, Afrika Utara. level paling tinggi dalam rentang 10

IPCC menyimpulkan bahwa tahun terakhir, sepanjang dilakukan

peningkatan kekeringan sebagai pengukuran kualitas udara atmosfer.

dampak peningkatan suhu dan Konsentrasi CO2 di atmosfer saat ini

pengurangan intensitas hujan yang terbesar pada konsentrasi secara

memberikan pengaruh terhadap alami selama kurun waktu 650.000

58

59

perubahan. Kondisi kontras terjadi di Amerika Utara dan Amerika Selatan, Eropa utara dan Asia Tengah, dimana curah hujan mengalami peningkatan.

B.2 Perubahan Cuaca Ekstrim Cuaca di Bumi [1,2]

Suhu di Bumi dipengaruhi oleh adanya radiasi sinar matahari. Permukaan matahari yang memiliki suhu sekitar 6000 ºC. Sinar matahari sampai ke bumi, berbentuk 3 yaitu sinar ultaviolet (0,2-0,4 μm), cahaya

matahari yang nampak (0,4-0,7 μm) dan gelombang pendek inframerah (0,7-3 µm). Ultraviolet sebagai besar akan terserap molekul gas di atmosfer, sedangkan sinar matahari (merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, ungu), dan sinar infra merah akan menembus sampai ke permukaan bumi. Energi yang dipancarkan oleh matahari, dihasilkan oleh reaksi nuklir dari hidrogen menjadi helium dan suhu tinggi, berlangsung relatif konstan sebesar 1400 watt/m2 (Strahler, 1997).

Unsur iklim yang sering dan menarik untuk dikaji di Indonesia adalah curah hujan, karena tidak semua wilayah Indonesia mempunyai pola hujan yang sama. Diantaranya ada yang mempunyai pola munsonal, ekuatorial dan lokal. Pola hujan tersebut dapat diuraikan berdasarkan pola masing-masing. Distribusi hujan bulanan dengan pola monsun adalah

adanya satu kali hujan minimum. Hujan minimum terjadi saat monsun timur sedangkan saat monsun barat terjadi hujan yang berlimpah. Monsun timur terjadi pada bulan Juni, Juli dan Agustus yaitu saat matahari berada di garis balik utara. Oleh karena matahari berada di garis balik utara maka udara di atas benua Asia mengalami pemanasan yang intensif sehingga Asia mengalami tekanan rendah. Berkebalikan dengan kondisi tersebut di belahan selatan tidak mengalami pemanasan intensif sehingga udara di atas benua Australia mengalami tekanan tinggi. Akibat perbedaan tekanan di kedua benua tersebut maka angin bertiup dari tekanan tinggi (Australia) ke tekanan rendah (Asia) yaitu udara bergerak di atas laut yang jaraknya pendek sehingga uap air yang dibawanyapun sedikit.

Dapat diamati bahwa hujan maksimum terjadi antara bulan Desember, Januari dan Februari. Pada kondisi ini matahari berada di garis balik selatan sehingga udara di atas Australia mengalami tekanan rendah sedangkan di Asia mengalami tekanan tinggi. Akibat dari hal ini udara bergerak di atas laut dengan jarak yang cukup jauh sehingga arus udara mampu membawa uap air yang banyak (monsun barat atau barat laut). Akibat dari hal ini wilayah yang

dilalui oleh munson barat akan mengalami hujan yang tinggi. Atas dasar sebab terjadinya angin munson barat ataupun timur yang mempengaruhi terbentuknya pola hujan munsonal di beberapa wilayah Indonesia dapat dikatakan wilayah yang terkena relatif tetap selama posisi pergeseran semu matahari juga tetap. Namun, perubahan diperkirakan akan terjadi terhadap jumlah, intensitas dan durasi hujannya. Untuk mempelajari hal ini diperlukan data curah hujan dalam seri yang panjang. Kaimuddin (2000) dengan analisa spasial bahwa curah hujan rata-rata tahunan kebanyakan di daerah selatan adalah berkurang atau menurun sedangkan dibagian Utara adalah bertambah.

B.3 Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kesehatan

Frequensi timbulnya penyakit seperti malaria dan demam berdarah meningkat. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta berubahnya pola distribusi penyakit-penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. ”Pemanasan global” juga memicu meningkatnya kasus penyakit tropis seperti malaria dan demam berdarah. Penduduk dengan kapasitas beradaptasi rendah akan semakin rentan terhadap diare, gizi buruk, serta

berubahnya pola distribusi penyakit- penyakit yang ditularkan melalui berbagai serangga dan hewan. Faktor iklim berpengaruh terhadap risiko penularan penyakit tular vektor seperti demam berdarah dengue (DBD) dan malaria. Semakin tinggi curah hujan, kasus DBD akan meningkat. suhu berhubungan negatif dengan kasus DBD, karena itu peningkatan suhu udara per minggu akan menurunkan kasus DBD. Penderita alergi dan asma akan meningkat secara signifikan. Gelombang panas yang melanda Eropa tahun 2005 meningkatkan angka "heat stroke" (serangan panas kuat) yang mematikan, infeksi salmonela, dan "hay fever" (demam akibat alergi rumput kering).

B.4 Iklim di Indonsia

Cuaca merupakan keadaan atmosfer pada suatu saat, sedangkan Iklim merupakan rata-rata cuaca pada suatu wilayah dalam kurun waktu tertentu. Secara global iklim di dunia dikelompokan berdasarkan iklim matahari sebagai : 1. Daerah Iklim Tropiks (23,5 LU – 23,3 LS); 2. Dearah Iklim Sedang Utara (23,5 – 66,5 LU); 3. Daerah Iklim Sedang Salatan (23,5 – 66,5 LS); 4. Daerah Kutub Utara (66,5 – 90 LU); 5. Daerah Kutub Selatan (66,5-90 LS). Sementara Koppen membagi iklim dunia sebagai : 1. Iklim Katulistiwa

(suhu bulanan rata-rata >18C, suhu bulan Oktober hingga April yang 20C-25C), curah hujan setahun basah sehingga membawa musim

60mm. Dibagi menjadi Iklim Hujan hujan/penghujan. Angin muson Tropik dan Iklim Sabana; 2. Iklim

timur bertiup sekitar bulan April Kering, dibagi menjadi BS : Iklim

hingga bulan Oktober yang Steppa, Bw (Iklim gurun); 3.Iklim

sifatnya kering yang Sedang (laut), dibagi menjadi Cs

mengakibatkan wilayah Indonesia (dengan musim panan kering), Cw

mengalami musim (musim dingin yang kering), Cf (hujan

kering/kemarau.

dalam semua bulan); 4. Iklim Sedang

2. Iklim Tropis/Tropika (Iklim

(darat), Dw (dengan musim dingin

Panas)

kering), Df(dengan musim dingin yang Wilayah yang berada di lembab); 5. Iklim dingin atau salju,

sekitar garis khatulistiwa otomatis dibagi menjadi ET:iklim tundra,

akan mengalami iklim tropis yang EF(iklim salju, es abadi).

bersifat panas dan hanya memiliki Indonesia mempunyai dua musim yaitu musim kemarau karakteristik khusus, baik dilihat dari

dan musim hujan. Umumnya posisi, maupun keberadaanya,

wilayah Asia tenggara memiliki sehingga mempunyai karakteristik

iklim tropis, sedangkan negara iklim yang spesifik. Di Indonesia

Eropa dan Amerika Utara terdapat tiga jenis iklim yang

mengalami iklim subtropis. Iklim mempengaruhi iklim di Indonesia,

tropis bersifat panas sehingga yaitu iklim musim (muson), iklim

wilayah Indonesia panas yang tropica (iklim panas), dan iklim laut.

mengundang banyak curah hujan

1. Iklim Musim (Iklim Muson)

atau Hujan Naik Tropika.

Iklim jenis ini sangat

3. Iklim Laut

dipengaruhi oleh angin musiman Indonesia yang merupakan yang berubah-ubah setiap periode

negara kepulauan yang memiliki tertentu. Biasanya satu periode

banyak wilayah laut perubahan angin muson adalah 6

mengakibatkan penguapan air laut bulan. Iklim musim terdiri dari 2

menjadi udara yang lembab dan jenis, yaitu Angin musim barat

curah hujan yang tinggi.

daya (Muson Barat) dan Angin Edvin Aldrian (2003), membagi musim timur laut (Muson Tumur).

Indonesia terbagi menjadi 3 (tiga) Angin muson barat bertiup sekitar

daerah iklim, yaitu daerah Selatan

A, daerah Utara – Barat B dan sebagian wilayah Indonesia daerah Moluccan C, sebagai mana

mengalami musim kemarau, dituangkan pada gambar 1.

sedangkan saat matahari ada di selatan, sebagaian besar wilayah Indonesia mengalami musim penghujan.

B.5 Perubahan Iklim di Indonsia

Perubahan iklim merupakan sesuatu yang sulit untuk dihindari dan memberikan dampak terhadap berbagai segi kehidupan. Dampak

ekstrem dari perubahan iklim terutama

Gambar 1 : Tiga daerah iklim menggunakan metoda korelasi ganda, yang membagi Indonesia menjadi daerah A (garis tegas), daerah monsun selatan; daerah B (titik garis putus-putus), daerah semi- monsun; dan daerah C (garis putus-putus), daerah anti monsun.

Wilayah Indonesia terletak di daerah tropis yang dilintasi oleh

adalah terjadinya kenaikan temperatur garis Khatulistiwa, sehingga dalam

serta pergeseran musim. Kenaikan setahun matahari melintasi ekuator temperatur menyebabkan es dan sebanyak dua kali. Matahari tepat gletser di Kutub Utara dan Selatan berada di ekuator setiap tanggal 23

mencair. Peristiwa ini menyebabkan Maret dan 22 September. Sekitar

terjadinya pemuaian massa air laut dan April-September, matahari berada

di utara ekuator dan pada Oktober- Maret matahari berada di selatan. Pergeseran posisi matahari setiap tahunnya menyebabkan sebagian besar wilayah Indonesia mempunyai dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada saat matahari berada di utara ekuator,

(Action de Recherche Petite Echelle ikan dan udang serta mengancam

Grande Echelle ) Climat versi 3.0. kehidupan masyarakat pesisir pantai

berdasarkan simulasi zonasi curah Iklim di Indonesia telah menjadi

hujan untuk periode 1950-1979 dan lebih hangat selama abad 20. Suhu

periode 2010-2039. diperkirakan akan rata-rata tahunan telah meningkat

terjadi peningkatan curah hujan di sekitar 0,3 o C sejak 1900 dengan suhu

wilayah Indonesia pada tahun 2010- tahun 1990an merupakan dekade

2039 yang ditandai dengan anomali terhangat dalam abad ini dan tahun

positif zona konveksi dan peningkatan 1998 merupakan tahun terhangat,

temperatur seperti yang tercantum hampir 1oC di atas rata-rata tahun

pada gambar 5 dibawah ini. 1961-1990. Peningkatan kehangatan

B.6 Variabilitas Iklim, Perubahan Iklim

ini terjadi dalam semua musim di

dan Kesehatan [1]

Sudah diketahui sejak ribuan tahun itu. Curah hujan tahunan telah

tahun yang lalu, bahkan sehak jaman turun sebesar 2 hingga 3 persen di

Hipocrates, penyimpangan iklim wilayah Indonesia di abad ini dengan

(variation) dapat mempengaruhi pengurangan tertinggi terjadi selama

kesehatan. Secara parsial melalui perioda Desember- Febuari, yang

perubahan suhu dan curah hujan, merupakan musim terbasah dalam se

berpengaruh terhadap kelembaban. tahun. Curah hujan di beberapa bagian

Dampak rentang perubahan terhadap di Indonesia dipengaruhi kuat oleh

kesehatan telah menjadi perhatian kejadian El Nino dan kekeringan

secara intensif (IPCC, 2007b). Ada umumnya telah terjadi selama kejadian

beberapa pendekatan untuk mengkaji El Nino terakhir dalam tahun

potensi dampak kesehatan dari 1982/1983, 1986/1987 dan 1997/1998

perubahan iklim. Termasuk mengkaji Hasil yang berbeda pada

sebagai berikut : 1.hubungan antara perubahan musim atas Indonesia yang

penyimpangan iklim dan penyakit; 2. diungkapkan oleh dua model yang

Asosiasi antara kecenderungan berbeda, Hadcm3 (Hadley Pusat Iklim,

penyimpangan iklim dengan UK) dan GISS-ER (Goddard Institut

epedemiologi penyakit; 3. Response untuk Space/ Studies, NASA- AS)

species vektor terhadap perubahan (Wenhong Li, 2006 dalam Canadell et

suhu dan curah hujan. Termasuk al., 2006) gambar 4. Dari hasil

dalam kajian tersebut adalah Modeling Syahbuddin dkk (2007) dengan

dampaknya terhadap dinamika Terdapat interaksi antara

ekosistem memberikan informasi yang perubahan iklim dan perubahan

penting sebagai alat untuk melakukan lingkungan lain, seperti pembukaan

prediksi penularan penyakit berbasis hutan, peningkatan pergerakan orang

vektor (Vector Borne Diseases). secara global, peningkayan pergerakan

Model dengan beberapa parameter penduduk secara lokal, penurunan

iklim memungkinkan melakukan sumber air pada beberapa wilayah.

prediksi kondisi hidrologi yang Sebagai contoh pembabatan hutan

berhubungan dengan kejadian luar mungkin akan merubah penyebaran

biasa penyakit berbasis vektor. Model vektor penyakit sebanding ini sedikit digunakan untuk vektor kontribusinya terhadap perubahan

yang berbasis pada lingkungan iklim, dan perpindahan penduduk ke

permukiman (breeding di sekitar lahan hutan akan meningkatkan

manusia). Penggunaan Normalized potensi terjadinya beberapa penyakit.

Difference Vegetation Index (NDVI) Hasil penelitian di Peruvian

dapat memanfaatkan remote sensing, menyebutkan batas penyebaran vektor

untuk mengganti perubahan faktor malaria Anopheles menjadi duaratus

populasi biotik. Model sensor di tanah kali lebih tinggi setelah adanya

dan satelit dapat digunakan untuk pembabatan hutan. Pembatatan hutan

melakukan pengamatan (evaporasi, memberikan peningkatan risiko di

transpirasi, aliran uap, kelembaban Amerika akan tetapi menurunkan

tanah), carbon, penyerapan nutrien. risiko di Asia.

Pada setiap resolusi spasial dapat

B.7 Penyimpangan Iklim dan

menggunakan satelit MODIS

Dampaknya Terhadap Vektor [3]

(Moderate Resolution Iklim

merupakn

rata-rata

Spectroradiometer) atau IKONOS.

parameter meteorologi, termasuk Rata-rata cuaca dapat dihasilkan,

didalamnya suhu dan variabel lain deviasi penyimpangan dapat dilakukan

yang menggambarkan rata-rata nilai dalam beberapa skala. Perubahan

parameter pada wilayah tertentu. dalam satu mingggu dari cuaca dapat

Penyimpangan iklim diartikan sebagai diprediksikan untuk hari dalam satu

penyimpangan (deviasi) dari rata-rata minggu, atau perubahan cuaca yang

data dalam rentang panjang dalam memebrikan dampak langsung

skala hari dalam satu tahun. Pengamatan yang hati-hati

curah hujan. Untuk spesies rural

Dampak Penyimpangan Iklim pada

seperti Culex tarsalis, waktu dan

Vektor

ukuran populasi puncak nyamuk Vektor dan patogen merupakan

dewasa tergantung musim, juga permasalahan utama penyimpangan

tergantung pencairan salju dan El- iklim karena, Iklim berpengaruh

Nino.

langsung terhadap ukuran dan Suhu yang hangat meningkatkan

dinamika vektor. Hal tersebut juga kecepatan pertumbuhan populasi

disebabkan kecepatan perkembangan nyamuk, menurunkan daya tahan

pathogen mengalami perubahan secara nyamuk dewasa, dan meningkatkan

langsung oleh pengaruh suhu udara frekueensi konsumsi darah untuk

ambien selama proses infeksi dari siklus hidupnya. Suhu juga

vektor poikilothermic (organisme yang memberikan pengaruh positip terhadap

tidak mampu mengendalikan suhu encephalitis (lokalisasi kondisi fisik)

badanya oleh pengaruh ambien). Hal virus berkembang pada vektor

ini juga berpengaruh terhadap nyamuk nyamuk. Plasmodum sebagai contoh,

encephalitides pada suhu akibat letak dipengaruhi oleh suhu ambien dalam

lintang, dimana suhu dipengaruhi oleh berkembang. Waktu inkubasi secara

penyimpangan durasi musim. Variasi langsung berhubungan dengan suhu

iklim juga berpengaruh secara tidak udara ambien, dapat dijelaskan dengan

langsung terhadap ukuran, dan struktur Degree Day Model . Inti kekuatan

umur dari burung sebagai salah satu sering membentuk pola tergantung

pengendali akibat ketersediaan sumber angin dalam penularan selama masa

makananya. kejadian luar biasa, seiring dengan

Sebaliknya dampak iklim penyebaran musim dalam suatu

terhadap populasi nyamuk adalah

wilayah.

dampak cepat dan langsung. Beberapa vektor nyamuk menggunakan akumulasi air permukaan untuk

Climate Change

25 Left Scale:

Right Scale:

Climate&mosq &disease

15 5 q &dis o s

ate Change 10 2.5

Clim 5 ate&m

Terjadinya Mutasi Agen Penyakit

malaria pada manusia. Perubahan sifat

Plasmodium ini merupakan salah satu Mutasi adalah perubahan sifat,

fakta terjadinya terjadinya mutasi bentuk, dan karakter dari galur aslinya.

pada agen penyebab malaria. Terdapat beberapa faktor yang mampu

B.8 Malaria Sebagai Bencana

merubah turunan dari galur aslinya

Tingkatan Bahaya Malaria

yaitu pengaruh radiaktif, pengaruh Bencana (disaster) merupakan bahan kimia beracun, pengaruh suhu

kejadian tiba-tiba atau malapetaka dan kelembaban ektrim. Mutasi lebih

secara alami yang menyebabkan mudah terjadi pada hewan bersel satu,

bahaya besar atau kehilangan harta, mirkoorganisme atau virus,

benda, nyawa. Bencana juga dapat dibandingkan dengan hewan bersel

diartikan sebagai kenyataan/peristiwa banyak. Hasil penelitian Departemen

penting penyebab kehancuran/ Kesehatan Republik Indonesia tahun

keruntuhan/kerusakan atau kegagalan. 2011 menunjukkan adanya Sedangkan hazard adalah potensi penyimpangan terhadap agen penyakit

bahaya yang mungkin terjadi. Dalam malaria. Plasmodium knowlesi pernah

manajemen Malaria dikenal beberapa ditemukan sebagai penyebab malaria

istilah yaitu : 1.Kejadian Luar Biasa pada kera di Malaysia. Hasil penelitian

(KLB); 2. Wabah Malaria. Wabah terbaru (2011) ternyata Plasmodium

adalah berjangkitnya suatu penyakit knowlesi tersebut sebagai penyebab

menular dalam masyarakat yang

2. Kejadian secara intermitten nyata melebihi dari pada keadaan yang

(annual) hampir setiap tahun lazim pada waktu dan daerah tertentu

3. Bersumber dari siklus alami, serta dapat menimbulkan malapetaka.

biasanya tergantung vektor Menteri menetapkan dan mencabut

4. Terdapat ukuran dan besaran daerah tertentu dalam wilayah

Memperhatikan batasan tersebut Indonesia yang terjangkit wabah

malaria pada umumnya mencapai sebagai daerah wabah. Kejadian Luar

tataran Kejadian Luar Biasa (KLB), Biasa (KLB) adalah timbulnya atau

karena luasan kejadian yang relatif meningkatnya kejadian kesakitan dan

sempit. Seiring dengan banyak atau kematian yang bermakna secara

perubahan lingkungan akibat epidemiologis pada suatu daerah

perubahan iklim global (Climate dalam kurun waktu tertentu.

Change ) maka tidak menutup Melihat pengertian tersebut maka

kemungkinan terjadi ledakan kasus kecenderungan disebut sebagai

malaria yang termasuk kategori bencana apabila memiliki sefat-sifat

bencana.

sebagai berikut : Kejadian malaria dipengaruhi

1. Kejadian berlangsung secara oleh beberapa hal yang berpengaruh tiba-tiba

baik secara langsung maupun tidak

2. Sumber dapat berasal dari langsung. Faktor langsung adalah kegiatan alam atau akibat

faktor yang berpengaruh secara aktifitas manusia

langsung hingga timbulnya penyakit

3. Memberikan dampak kepada malaria. Faktor tersebut disebut kehidupan manusia

sebagai kapasitas vektorial, yaitu

4. Memiliki ukuran intensitas dan rerata jumlah orang yang secara efektif besaran tertentu

mampu digigit dan ditulari parasit Penyakit malaria memiliki

malaria (sporozoit) oleh seekor karakteristik sesuai dengan pola

nyamuk Anopheles per satuan waktu penyebaran yang terjadi. Karakteristik

(12 jam penuh/satu malam) dari satu malaria adalah sebagai berikut :

orang manusia sumber penyakit

1. Mencakup luasan penyebaran

malaria.

yang luas (hampir seluruh wilayah Indonesia), bahkan hampir daerah tropis di dunia

Secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Garret-Jones Sementara untuk peramalan kejadian &Shidrawi, 1969).

luar biasa suatu penyakit malaria, diperhitungkan dari faktor langsung dan

C=(ma)(x)[p n /-ln p]… …(1) faktor tidak langsung, yang dinyatakan dalam Entomological Inoculation Rate

Keterangan : (EIR), yang dirumuskan sebagai berikut.

C = kapasitas vektorial (Onori and Grab, 1980 dalam m = kepadatan nyamuk per orang

Mardihusodo, 1999).

2 per jam. n h’=[m a .g.x.p ]/[a.g.x-ln p]… …(2)

a = jumlah orang digigit seekor

keterangan :

nyamuk per hari atau per h’= Entomological Inoculation Rate malam.

(EIR)

X = proporsi penduduk yang

g = Proporsi penduduk yang positif positip untuk parasit malaria.

untuk gamatosit. p = probabilitas seekor nyamuk

(m, a,x,p,dan n dalam formula (1).). tetap hidup dalam masa 1 hari.

n = lamanya daur sporogonik.

No Faktor Langsung

Faktor Tidak Langsung

1. Angka menggigit nyamuk pada curah hujan, kekeringan, sumber air, manusia (m.a)

perubahan perilaku menggigit nyamuk 2. Angka pembawa gametosit (g.x)

Importasi parasit malaria lewat perpindahan penduduk dan migrasi penduduk yang tidak imun

3. Lama daur sporogonik (n) suhu udara, kelembaban udara 4. Angka mampu hidup harian dari vektor suhu udara, kelembaban (p)

B.9 Malaria Sebagai Risiko Bencana

diartikan sebagai situasi yang Risiko adalah kemungkinan

melibatkan pajanan/keadaan yang bahwa sesuatu yang tidak terduga akan

menyebabkan bahaya. Resiko terjadi (the possibility that something

merupakan faktor dari adanya bahaya unpleasant will happen ). Juga

(hazard), keadaan (exposure), dan

munculnya hazard malaria adalah memberikan kontribusi untuk

sebagai berikut:

membentuk kondisi dimana

a) Kesesuaian Suhu dan

kawasan/wilayah memiliki resiko

Kelembaban

tinggi munculnya kasus malaria. Suhu dan kelembaban udara

Hazard Malaria

merupakan faktor utama Hazard untuk malaria adalah

terhadap terbentuknya meledaknya popuasi vektor malaria

lingkungan yang sangat sesuai akibat terbentuknya habitat yang

untuk tumbuh dan sesuai untuk tumbuh dan

berkembangnya vektor malaria. berkembangnya vektor. Hazard

Suhu dan kelembaban merupakan faktor lingkungan yang

berpengaruh terhadap lama daur memiliki kontribusi besar terhadap

sporogonik, usia nyamuk meningkatnya faktor langsung

(longevity), keaktifan menggigit. terjadinya malaria.

Suhu dan kelembaban udara dipengaruhi oleh beberapa faktor misalnya :

1. Ketinggian Tempat

2. Lokasional

3. Jumlah hari hujan

Sum b e r Air

Ke ting g ia n

C ura h Pe ng g una a

Huja n

n La ha n

Lo ka sio na l

Suhu d a n

Vulne ra b ili

ty Ma la ria

Fa kto r

Se nsitivity

Ad a p tive

Exp o sure

C a p a c ity

Ke turuna n (g e ne tis) Ma la ria

Pro p o rsi Pe nd e rita

Ke m a m p ua n Eko no m i

Usia

Pe ng e ta hua n, Sika p

Ke p a d a ta n Pe nd ud uk d a n Pra kte k

Sta tus ke se ha ta n (g izi)

Infra struktur

Gambar : Bagan Skema Faktor Risiko Terhadap Penyebaran Malaria

b) Tersedianya Tempat Biakan Vulnerability (Kehandalan)

Tempat biakan merupakan faktor Vulnerability (kehandalan) merupakan pendukung munculnya bahaya tingkat keadaan lingkungan / orang untuk malaria (hazard). Tempat biakan bertahan dari bahaya. Vulnerability terdiri

untuk setiap spesies Anopheles dari 3 komponen yaitu berkait dengan berbeda beda. Keberadaan sumber keadaan/paparan (exposure), kemampuan air dan kualitasnya merupakan salah

menyesuaikan diri (adaptive capacity) dan faktor terbentuknya tempat biakan. kepekaan (sensitifity). Faktor pendukung tempat biakan Beberapa faktor sebagai pendukung antara lain sebagai berikut :

besarnya vulnerability malaria adalah

1. Keberadaan Sumber Air

sebagai berikut:

2. Penggunaan lahan

1. Adaptive Capacity (kemampuan

3. Normalized Defference adaptasi)

Vegetaion Index (NDVI) Merupakan kemampuan orang untuk melakukan adaptasi terhadap ancaman

MVI menggabungkan antara informasi dan ketersediaan infrastruktur.

terjadinya Hazard dan Vulnerability Kemampuan adaptasi sangat

pada suatu wilayah.

tergantung dari : a. kemampuan MVI : f (Hazard x Vulnerbility) ekonomi; b. pengetahuan, sikap dan

Hazar : f (suhu/kelembaban x praktek menghindarkan diri; Semakin

keberadaan breeding place) tinggi kemampuan melakukan adaptasi

Vulverability : f (eksposure x akan memperkecil resiko penularan

sensitifity x adaptive malaria; c. teknologi yang tersedia; d.

capacity)

infrastruktur. MVI = f ((t * Bp) x (e * s * Ac) Dimana

2. Exposure (keadaan/pajanan)

t : Suhu dan Kelembaban pada Merupakan besarnya lingkungan

wilayah tertentu sekitar yang memberikan resiko untuk

Bp : Keberadaan Breeding Place tertularnya malaria. Exposure

pada wilayah (keadaan) lingkungan yang

e : Besarnya exposure mendukung penyebaran malaria antara

s : Sensitivity

lain : a. banyaknya penderita malaria; Ac : Adaptive Capacity

b. kepadatan nyamuk; c. kepadatan MVI merupakan indikator potensi penduduk; d.kebiasaan penduduk.

suatu wilayah untuk penyebaran malaria

3. Sensitivity (kepekaan)

Kepekaan adalah daya tahan fisik

C. METODE

orang/lingkungan menerima Bahan penelitian adalah sampel pajanan/keadaan (exposure) hingga

air tempat perindukan, nyamuk mengaami perubahan (menderita) sakit

Anopheles, hasil pengukuran kualitas malaria. Faktor yang berpengaruh

udara dan peta tematik sebagai terhadap kepekaan pendukung penelitian desertasi. Sampel seseorang/lingkungan adalah sebagai

diambil untuk setiap bulan selama kurun berikut : a. keturunan (genetis); b. usia

waktu 6 bulan dipilih untuk ; c. status kesehatan/gizi; d. imunisasi

keterwakilan saat musim kemarau dan

musim penghujan. Peta penunjang yang MVI merupakan metode untuk

B.10 Malaria Vulnerability Index (MVI)

dibutuhkan untuk penelitian ini adalah menentukan tingkat kehadanlan

peta dasar dengan 1:25.000. wilayah dan penduduk dan lingkungan

Peralatan yang akan digunakan temperatur wilayah sebagai pengendali untuk penelitian dilapangan ditabelkan

vektor dan keberadaan tempat biakan sebagai berikut : 1. Kualitas Air Tempat

(breeding place) sebagai sumber Perindukan Salinitas, pH (EC-Meter);

kontribusi kepadatan vektor. Tingkat kekeruhan (Turbidity meter); 2. Unsur

bahaya untuk setiap wilayah kecamatan

Cuaca : Suhu Udara berbeda-beda, sehingga dilakukan (Thermohygrometer) ; Kelembaban

pembuatan skala 1-3, untuk Udara (Thermohygrometer); Curah

menggambarkan besarnya hazard. Skala Hujan (Penakar Curah Hujan); 1 memberikan gambaran bahwa hazard Intensitas Pencahayaan (Lux meter) ; 3.

pada wilayah tersebut rendah, skala 2 kepadatan Vektor (MBR, MHD;

potensi hazard moderate, sedangkan Aspirator); Jenis Nyamuk ; 4. Peta

skala 3 memberikan gambaran besarnya Satuan Lahan.

hazard tinggi.

Alisis tingkat resiko Vulnerability

kemelimpahan vektor malaria dilakukan Vulnerability setiap kecamatan dengan menggunakan pendekatan

di Kabupaten Purworejo

manajemen resiko. Resiko menggambarkan besarnya tingkat kemelimpahan vektor merupakan fungsi

kerentanan digambarkan dalam 3 dari hazard (bahaya), vulnerability

komponen yaitu exposure, sensitivity (kepekaan). Vulnerability (kepekaan)

dan adaptive capacity . Exposure terdiri merupakan fungsi dari exposure

dari 4 komponen yaitu : 1.banyaknya (paparan), sensitivity (kepekaan) dan

penderita malaria sebagai sumber adaptive capacity (penyesuaian diri).

penularan; 2.kepadatan vektor; 3. Setiap wilayah memiliki indek sesuai

kepadatan penduduk; 4. kebiasaan dengan hasil penelitian.

keluar rumah malam hari. Sensitivity

Hazard Malaria

dikelompokan dalam 3 komponen yaitu

Analis Hazard

keturunan, usia dan status gizi Kabupaten Purworejo memiliki

masyarakat. Sedangkan Adaptive karakteristik wilayah dengan tingkat

capacity adalah karakteristik masyarakat kerentanan yang berbeda untuk setiap

mencakup sebagai berikut :1. sosial wilayah kecamatan. Hazard adalah

ekonomi; 2.rekayasa teknologi; 3. ancaman setiap wilayah yang bersumber

pengetahuan masyarakat; 4.keberadaan dari kedaan lingkungan, sebagai habitat

infrastruktur. Hasil identifikasi vektor malaria. Terdapat 2 komponen

dilakukan konversi dalam skala tingkat lingkungan sebagai hazard yaitu

kerentanan setiap wilayah. Skala dibuat

Begelen, Kemiri, Bruno, merupakan kerentanan sangat tinggi.

Gebang, Loano dan Bener.

b) Breeding Place

Malaria Vulneranility Index (MLI)

Keberadaan tempat biakan, Malaria Vulnerability Index

merupakan faktor lain untuk (MLI) dilakukan perhitungan dengan

komponen hazard. Komponen mengalikan besarnya hazard dan

tersebut menunjang sebagai vulnerability untuk setiap wilayah

munculnya vektor, kerena kecamatan. Wilayah kecamatan yang

ketersediaan tempat biakan. telah dilakukan identifikasi memberikan

Beberapa kecamatan dengan gambaran besarnya faktor risiko

potensi tempat biakan tinggi terhadap penyebaran malaria. Hasil

adalah sebagai berikut : Gebang, simulasi menunjukkan terdapat 4

Ngombol, Purwodadi, Begelen, wilayah kecamatan yang memiliki faktor

Pituruh Kemiri Bruno, Gebang, risiko tinggi, sedangkan 3 wilayah

Loano, Bener.

kecamatan memiliki faktor risiko sangat

2. Data dan Analisis Vulnerability

tinggi.

a) Exposure

Merupakan data paparan untuk

mendorong penyebaran maria, Data kualitas lingkungan dilakukan

D. DATA DAN ANALISIS

terdiri dari : banyaknya penderita identifikasi dan konversi menjadi index

malaria; kepadatan penduduk; sebagai dasar dalam analisis setiap

kebiasaan keluar rumah; dan wilayah dengan risiko yang dimiliki.

kepadatan vektor. Kecamatan

1. Data dan Analisis Hazard

Begelen, Pituruh Kemiri Bruno,

a) Temperature Gebang, Loano, Bener, Suhu hasil pengukuran data

merupakan wilayah dengan primer dilakukan dengan

paparan potensial untuk menggunakan thermohygrometer

penyebaran malaria. Data beberapa wilayah kecamatan memiliki suhu udara yang kurang seilayah dengan

73

74 74

75

b) Sensitivity

Merupakan kehandalan setiap wilayah kecamatan, terdiri dari keturunan, struktur usia penduduk dan status gizi masyarakat. Faktor genetis merupakan faktor relatif sama untuk setiap wilayah, sedangkab usia penduduk beberapa wilayah kecamatan memiliki struktur tua (dominasi usia tua), sedangkan status gizi menunjukkan beberapa wilayah kecamatan memiliki risiko tinggi karena status gizi yang rentang untuk penyebaran malaria.

c) Adaptive Capacity

Merupakan variabel yang digunakan untuk menentukan potensi penyebaran malaria dari tingkat adaptasi masyarakat. Variable tersebut terdiri dari sosial ekonomi, teknologi yang digunakan, tingkat pengetahuan dan infrstruktur penunjang. Sosial ekonomi yang rentan terhadap penyebaran malaria terjadi pada beberapa wilayah kecamatan. Teknologi mencakup teknologi pengendalian vektor, beberapa kecamatan balum memanfaatkan teknologi untuk pengendalian vektor. Sedangkan pengetahuan masyarakat beberapa wilayah kecamatan

terdapat perbedaan karena telah adanya informasi pengendalian malaria dari wilayah yang endemis.

Hasil identifikasi dan analisis disajikan pada Tabel C.1 berikut. Hasil perhitungan Malaria Vulnerability Index (MLI) menunjukkan rentang nilai dari 44 hingga 270. Nilai 44 merupakan wilayah kecamatan Kota Purworejo, sedangkan nilai 270 merupakan wilayah Kecamatan Bener. Kecamatan Bener memiliki risiko paling tinggi diantara wilayah di Kabupaten Purworejo, sedangkan Kota Purworejo memiliki risiko paling rendah. Kecamatan Bener memiliki potensi tinggi terutama didukung oleh potensi Hazard yang tinggi, dan potensi vulnerability yang tinggi. Suhu udara kelemban keberadaan tempat biakan mendukung wilayah ini. Secara sosial ekonomi relatif rendah, dan kebiasaan masyarakat keluar malam sebagai salah satu risiko tinggi penularan malaria. Selengapnya disajikan pada Tabel C.2 berikut.

3. Manajamen Risiko Bencana Malaria [4, 5]

Manajemen Risiko (Risk Management) is the identification, assessment and prioritisation of

Risk. Risiko sesuai dengan ISO untuk mengurangi tingkap tingkat risiko 31000 didefinisikan sebagai “The

perubahan iklim melalui beberapa kegiatan. effect of uncertainty on objectives.

Strategi yang dapat dilakukan untuk

whether positive or negative, mengurangi dampak perubahan iklim adalah followed by coordinated and sebagai berikut : economical application of resources

1. Antisipasi Terjadinya kerusakan to minimize, monitor, and control the

melalui kegiatan adaptasi dan probability and/or impact of

mitigasi

unfortunate events of opportunities,

2. Mengurangi sumber bencana or to maximize the realization

3. Kerjasama resiko bencana dengan asusransi dan peningkatan

Risiko Perubahan Iklim Global

pengetahuan tentang bencana Kegiatan manajemen dalam

4. Penggantian teknologi pemanfaatan pengendalian risiko bencana malaria

sumber energi dengan teknologi dilakukan dengan tujuan mengurangi korban

ramah lingkungan

yang ditimbulkan. Terdapat dua pendekatan

5. Melakukan restorasi terhadap lahan

dasar dalam memberikan potensi bencana Pengurangan Risiko Malaria

1. Pemetaan Vulnerability Kawasan melakukan adaptasi atau mitigasi. Mitigasi

malaria akibat perubahan iklim yaitu dengan

Melakukan kajian (pemetaan dan merujuk pada mengurangi perubahan iklim

analisis) Vulnerability penduduk/ global melalui intervensi untuk mereduksi

kawasan yang memiliki vulnerability sumber utama penyebab perubahan iklim

tinggi. Kegiatan ini akan membantu global. Mitigasi ini bertujuan untuk

untuk memberikan pelayanan yang perubahan iklim jangka penjang dengan

memadai dalam pengendalian faktor mereduksi bahaya dampak perubahan iklim

risiko

global. Pemetaan juga sangat membantu Pendekatan kedua adalah

terutama dalam penyediaan obat- mengantisipasi perubahan iklim global

obatan anti malaria, pemindahan adalah dengan perubahan pola penggunaan

penduduk dari daerah berisiko. bahan/materi oleh manusia sebelum kondisi

2. Peramalan Perubahan Iklim perubahan iklim lebih buruk terjadi.

Peramalan iklim akan memberikan Adaptasi diartikan sebagai pemikiran dan

gambaran hubungan antara iklim dan sikap secara ekologis, pada sistem sosial dan

kejadian malaria. Peramalan yang ekonomi untuk menghindarkan pengaruh

sesuai dan berhubungan dapat buruk perubahan iklim. Adaptasi bertujuan

membantu kegiatan epidemi

(pengendalian vektor). Peramalan ini adalah kegiatan adaptasi dan Iklim Musiman dapat memberikan

mitigasi terhadap potensi bencana peramalan waktu beberapa minggu,

malaria. Persiapan adalah langkah terutama untuk melakukan

yang akan segera dilakukan pengukuran dan persiapan antisipasi.

melakukan antisipasi terjadinya

3. Pemantauan Lingkungan, bencana malaria. Persiapan ini Kegiatan ini juga memberikan

dilakukan dengan pertimbangan peringatan dini untuk kemungkinan

waktu dan tempat yang benar untuk terjadinya kasus. Tetapi dengan

melakukan antisipasi. melakukan pemantauan waktu yang pendek untuk 1-3 bulan, untuk suhu,

D SIMPULAN DAN SARAN

curah hujan dan kelembaban harus Simpulan

dibarengi dengan kerapatan vegetasi Hasil analisis terhadap fenomena perubahan dan kemungkinan banjir cuaca global dan perubahan pola penyakit Environmental

dapat

4. Melakukan kegiatan surveliance disimpulkan sebagai berikut : Kegiatan ini dilakukan dengan

1. Perubahan iklim global memberikan melakukan pemantauan kepadatan

pengaruh secara berbeda untuk setiap vektor dengan perubahan iklim.

wilayah, dan penyebaran penyakit Survey yang dilakukan dalam

malari

rentang waktu yang panjang akan

2. Malaria Vulnerability Index (MVI) memberikan informasi secara

merupakan salah metode untuk lengkap dinamika kasus malaria dan

menggambarkan tingkat risiko bahaya perubahan lingkungan.

malaria setiap wilayah. Dapat

5. Perencanaan dan Persiapan dan dimanfaatkan untuk manajemen malaria

Antisipasi Saran

Perencanaan dilakukan dengan Hasil kajian dapat disaranakan untuk menyusun program dalam melakukan identifikasi dan analisis MVI penanggulangan kemungkinan pada setiap wilayah yang endemis malaria terjadinya kasus/bencana malaria. di Indonesia. Data base kerentanan malaria Penyusunan program mencakup digunakan sebagai dasar dalam melakukan perencanaan untuk aspek institusi, manajemen malaria. regulasi, pembiyaan, teknis operasional dan pelibatan

masyarakat. Dasar dalam perencaan

PUSTAKA RUJUKAN

Witular R, Perubahan Iklim Implikasinya Bagi Indonesia, Kuliah Umum Andy H, Climate Change, Extrime Events

UGM, 2011

and Human Health , London School Raharjo M, Karakteristik Wilayah dan Of Hygine and Tropical Medcine,

Malaria, Thesis UGM, 2000

2008 http://www.climatechangebusiness.com/first Bernard M, Deadly Disease and Epidemics

_annual_overview_climate_change_ Malaria, Second Edition, Chelsea

industry , LONDON--(BUSINESS House An Imprint Of Infobase

WIRE)--, United Nations Climate- Publishing, 2009

Change Conference In Cancun Claudio Genchi C, Human Dirofilariosis in

Establishes A Green Fund To Cut Europe,

Global Warming By Cutting International Journal of

A special issue of

Emissions , December 14, 2010

Environmental Research and Public Michelozzi P, Francesca K. , Bargagli M.A, Health (ISSN 1660-4601), 2010

Surveillance of Summer Mortality Dixon G.P, Climate Change and Human

and Preparedness to Reduce the Health,

special issue of Health Impact of Heat Waves in International Journal of

Dokumen yang terkait

INDEKS KERAGAMAN EKTOPARASIT PADA TIKUS RUMAH Rattus tanezumi Temminck, 1844 dan TIKUS POLINESIA R. exulans (Peal, 1848) DI DAERAH ENZOOTIK PES LERENG GUNUNG MERAPI, JAWA TENGAH

0 0 12

STUDI KOLEKSI REFERENSI RESERVOIR PENYAKIT DI DAERAH ENZOOTIK PES DI JAWA BARAT DAN JAWA TIMUR Ristiyanto, Arief Mulyono, B. Yuliadi dan Sukarno Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin 123 Salatiga RESERVOIR REF

0 0 27

MALARIA DI DUSUN BAKAL, DESA CAMPUREJO, KECAMATAN TRETEP, KABUPATEN TEMANGGUNG Umi Widyastuti, Wiwik Trapsilowati, dan Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit Jl. Hasanudin 123 Salatiga  MALARIA IN BAKAL HAM

0 0 17

PENGARUH KONSENTRASI TAWAS PADA AIR SUMUR TERHADAP DAYA TETAS TELUR NYAMUK Aedes aegypti DI LABORATORIUM

0 0 13

PENGARUH PENGGUNAAN GLIKOL PADA INSEKTISIDA AQUA-K-OTHRINE 20 EW® (b.a. Deltamethrin 21.9 g/l) TERHADAP NYAMUK Aedes aegypti dan Culex quinquefasciatus DENGAN METODA PENGASAPAN(Thermal Fogging)

0 0 8

UJI EFIKASI LARVISIDA BERBAHAN AKTIF PYRIPROXYFEN SEBAGAI INSECT GROWTH REGULATOR (IGR) TERHADAP LARVA Anopheles aconitus DI LABORATORIUM Siti Alfiah, Astri Maharani I.P Damar Tri Boewono Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyak

0 0 7

GAMBARAN KEMUDAHAN MEMPEROLEH AIR DAN SARANA PENYIMPANAN AIR TERHADAP KASUS DBD DI KOTA SEMARANG, KABUPATEN WONOSOBO DAN KABUPATEN JEPARA Wiwik Trapsilowati, Lulus Susanti dan Aryani Pujiyanti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir P

0 0 13

SPOT SURVEY RESERVOIR LEPTOSPIROSIS DI BEBERAPA KABUPATEN KOTA DI JAWA TENGAH

0 0 9

DISTRIBUSI DANF AKTOR RESIKO LINGKUNGAN PENULARAN LEPTOSPIROSIS DI KABUPATEN DEMAK, JAWA TENGAH

0 0 14

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU IBU RUMAH TANGGA DALAM PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH DENGUE DI KELURAHAN KUTOWINANGUN, SALATIGA

0 0 14