19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja 2.1.1 Sejarah Baja

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Baja

2.1.1 Sejarah Baja

  Baja adalah logam paduan, logam besi sebagai unsur dasar dengan beberapa elemen lainnya, termasuk karbon. Kandungan unsur karbon dalam baja berkisar antara 0.2% hingga 2.1% berat sesuai grade-nya. Elemen berikut ini selalu ada dalam baja: karbon, mangan, fosfor, sulfur, silikon, dan sebagian kecil oksigen, nitrogen dan aluminium. Selain itu, ada elemen lain yang ditambahkan untuk membedakan karakteristik antara beberapa jenis baja diantaranya: mangan, nikel, krom, molybdenum, boron, titanium, vanadium dan niobium. Dengan memvariasikan kandungan karbon dan unsur paduan lainnya, berbagai jenis kualitas baja bisa didapatkan. Fungsi karbon dalam baja adalah sebagai unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi kristal (crystal lattice) atom besi. Baja karbon ini dikenal sebagai baja hitam karena berwarna hitam, banyak digunakan untuk peralatan pertanian misalnya sabit dan cangkul.

  Sebelum diperkenalkannya metode produksi Bessmer dan berbagai teknik produksi modern lainnya, baja termasuk material yang mahal dan hanya digunakan ketika tidak ada material alternatif yang lebih murah, khususnya untuk bagian tajam dari pisau, alat pencukur, dan pedang, dan berbagai alat perkakas yang membutuhkan bagian yang keras dan tajam. Baja pada saat itu juga digunakan untuk pegas, termasuk pegas yang digunakan pada jam.

  Dengan berkembangnya metode produksi yang lebih cepat dan ekonomis, baja menjadi lebih mudah didapat dan menjadi jauh lebih murah. Baja telah menggantikan penggunaan bongkah besi dalam berbagai hal. Pada abad 20 dengan ditemukannya plastik, penggunaan baja untuk beberapa aplikasi dapat tergantikan, dikarenakan plastik lebih murah dan lebih ringan. Fiber karbon juga menggantikan baja untuk berbagai aplikasi yang lebih memprioritaskan berat yang ringan daripada harga ekonomis, seperti pada pesawat terbang, peralatan olah raga dan kendaraan mewah.

2.1.2 Sifat-sifat Baja

  Baja mempunyai sejumlah sifat yang membuatnya menjadi baqhan bangunan yang sangat berharga. Beberapa sifat baja yang penting adalah:

  1. Kekuatan.

  Baja mempunyai daya tarik,lengkung, dan tekan yang sangat besar. Pada setiap partai baja, pabrikan baja menandai beberapa besar daya kekuatan baja itu. Pabrikan baja misalnya, memasukan satu partai baja batangan dan mencatumkan pada baja itu Fe 360. di sini Fe menunjukan bahwa partai itu menunjukkan daya kekuatan (minimum) tarikan atau daya tarik baja itu. Yang dimaksud dengan istilah tersebut adalah gaya tarik N yang dapat dilakukan baja bergaris tengah 1 mm2 sebelum baja itu menjadi patah. Dalam hal ini daya tarik itu adalah 360 N/mm2. dahulu kita mencantumkan daya tarik baja itu Fe 37, karena daya tariknya adalah 37 kgf/mm2. karna smengandung sedikit kadar karbon, maka semua jenis baja mempunyai daya tarik yang kuat. Oleh karna daya tarik baja yang kuat maka baja dapat menahan berbagai tegangan, seperti tegangan lentur.

  2. Kekerasan Baja itu sangat keras sekali sehingga sebagai bahan konstruksi, baja mungkin saja untuk digunakan berbagai tujuan. Apabila untuk produk-produk baja tertentu ada suatu keharusan,maka bisa saja baja itu, dengan cara dipanaskan,dibuat luar biasa kerasnya.

  3. Ketahanan terhadap korosi Tanpa perlindungan, baja sangat cepat berkarat. Untung saja baja diberikan perlindungan yang sangat efektif dengan berbagai cara.

  3.2 Pengerasan yang mendalam Pada pengerasan mendalam, benda yang sudah terbentuk, dipanaskan dengan temperature yang cukup tinggi. Kemudian dengan cepat didinginkan; tindakan ini disebut „mengejutkan‟baja. Pendinginan ini bisa dilakukan di dalam air,minyak atau udara. Benda itu menjadi keras bukan hanya bagian luar saja, tetapi juga intinya menjadi keras benar. Dengan cara ini baja baja menjadi cepat rapuh; berarti baja itu dapat cepat patah. Kita semua paham betapa mudah patahnya ulir mata bor dari baja yang berukuran kecil.

  3.1 Perawatan dengan panas Kekerasan yang lebih besar adalah sangat penting untuk benda- benda tertentu yang dibuat dari baja. Yang dimaksud dari kekerasan suatu bahan adalah ketahananannya terhadap bisa atau tidak dimasuki oleh bahan lain. Untuk dapat mencapai kekerasan yang tinggi, maka diperlukan sistim perawatan dengan panas khusus yang disebut „pengerasan‟ . sebuah benda baru dapat dikuatkan sesudah benda itu diproduksikan. Ada beberapa cara untuk mengeraskan:

  • mengeraskan secara mendalam:Benda dari baja baik bagian luar maupun bagian dalam dibuat menjadi sangat keras.
  • mengeraskan permukaan :Hanya bagian luar saja yang keras sedangkan bagian intinya tidak.

  3.3.Pengerasan permukaan Untuk peralatan-peralatan tertentu hanya bagian luarnya saja yang harus dikeraskan. Untuk dapat menerima tekanan yang besar, inti benda ini harus tetep lentur. Hal ini dapat dicapai dengan hanya mengeraskan bagian permukaan dari benda tersebut. Pengerasan permukaan dipakai pada poros engkol (crankshaft), kopling akar,cacing,roda cacing, dan gigi cacing.

3.3 Tempering

  Tempering adalah memanaskan baja yang sudah diperkeras dengan temperature yang cukup rendah (180

  o

  C), diikuti dengan pendinginan secara perlahan-lahan. Tempering dilakukan dengan tujuan memberikan struktur yang lebih merata pada bahan itu. Lewat proses ini maka baja yang telah diperkeraskan tadi hanya sedikit saja yang diperlunak, tetapi baja itu menjadi tidak begitu rapuh. Karena tempering, produk tersebut menjadi terhindar dari perubahan bentuk (pertambahan isi) sebagai kibat proses pengerasan. Hal ini, terutama ukuran akhir dan semacamnya sangat penting untuk alat pengukur yang tepat seperti caliber.

2.2 Pengelasan

2.2.1 Sejarah Pengelasan

  Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya pematrian timbal-timah menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000SM. Sumber energi panas yang dipergunakan pada waktu itu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang. Berhubung suhu yang diperoleh dengan pembakaran kayu dan arang sangat rendah maka teknik penyambungan ini pada waktu itu tidak dikembangkan lebih lanjut.

  Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, teknologi pengelasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu teknik penyambungan yang mutakhir. Cara-cara dan teknik pengelasan yang banyak digunakan pada waktu ini seperti las busur,las resistansi listrik, las termit dan las gas, pada umumnya diciptakan pada akhir abad ke-19.

  Alat-alat busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes dalam tahun 1885. Dalam penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Dengan mendekatkan elektroda kelogam induk atau logam yang akan dilas sejarak kira- kira 2 mm, maka terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas dalam proses pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan.

  Dalam tahun 1889 Zerner mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon. Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke logam dasar oleh gaya elektromagnit sehingga terjadi semburan busur yang kuat.

  Slavianoff dalam tahun 1892 adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut mencair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Dengan penemuan ini maka elektroda di smping berfungsi sebagai penghantar dan pembangkit busur listrik juga berfungsi sebagai logam pengisi. Kemudian Kjellberg menemukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak. Penemuan ini adalah permulaan dari penggunaan las busur dengan elektroda terbungkus yang sangat luas penggunaanya pada waktu ini.

  Kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai sampai dengan tahun 1950, telah mulai mempercepat lagi kemajuan dalam bidang las. Karena itu, tahun 1950 dapat dianggap sebagai permulaan masa keemasan yang ketiga yang masih terus berlangsung terus sampai sekarang. Selama masa keemasan yang ketiga ini telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan perlindungan gas CO , las gesek, las

  2

  ultrasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser dan masih banyak lagi lainnya. Jumlah penemuan pada tahun-tahun tertentu dan jenis pengelasan yang ditemukan dipergunakan dalam praktek pada waktu ini, sebagian masih memerlukan perbaikanyang mungkin dalam waktu yang dekat akan menjadi lebih bermanfaat dan dapat merupakan sumbangan yang berharga kepada kemajuan teknologi las.

  Gambar. 2.1 Perkembangan cara pengelasan (Wiryosumarto,2004)

2.2.2 Pengertian las

  Berdasarkan definisi dari Deutche Industrie Normen (DIN) las adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan lumer atau cair. Dari definisi tersebut dapat dijabarkan lebih lanjut bahwa las adalah sambungan setempat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Pada waktu itu telah digunakan lebih dari 40 jenis pengelasan termasuk pengelasan yang dilaksanakan dengan hanya menekan dua logam yang disambung sehingga terjadi ikatan antara atom-atom atau molekul-molekul dari logam yang disambungkan.

  Pengelasan dapat diartikan dengan proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Pengelasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang dipanaskan.

  Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan, bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan.

2.2.3 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan dan Pemotongan

  Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang digunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvesional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara kerja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama membagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur dan akan terbentuk kelompok-kelompok yang banyak sekali.

  Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini pengelasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu : 1.

  Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang terbakar. Pengelasan cair dapat dibagi lagi menjadi

   Las Busur Plasma  Las Listrik Gas  Las Sinar Elektron  Las Listrik Terak  Las termit  Las Listrik Gas  Las Busur

  Elektroda terumpan Elektroda tak terumpan

  2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu. Pengelasan tekan dapat dibagi lagi menjadi

   Las Tekan Gas  Las Ledakan  Las Tempa  Las Induksi  Las Resistansi Listrik  Las Ultrasonik

3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah.

  Pematrian dapat di bagi lagi menjadi  Pembrasingan  Penyolderan Perincian lebih lanjut dari klasifikasi ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1. Klasifikasi Cara Pengelasan

2.2.4 Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) Las tistrik ini menggunakan elektroda berselaput sebagai bahan tambah.

  Busur listrik yang terjadi diantara ujung elektroda dan bahan dasar akan mencairkan ujung elektroda dan sebagian bahan dasar. Selaput elektroda yang turut terbakar akan mencair dan menghasilkan gas yang melindungi ujung elektroda, kawah Ias, busur Iistri dan daerah Ias di sekitar busur listrik terhadap pengaruh udara luar. Cairan selaput elektroda yang membeku akan menutupi permukaan Ias yang juga berfungsi sebagai pelindung terhadap pengaruh luar.

  Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa

  

fluks . Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami pencairan bersama

dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.

  Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar. Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidas

Gambar 2.2 Las SMAW (Wiryosumarto, 2004)

2.3 Pengujian Hasil Pengelasan

2.3.1 Uji Tarik

  Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk mengetahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda.

  Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum.

  Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan

  • –pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan- regangan

Gambar 2.3. Kurva tegangan-regangan (Wiryosumarto, 2004) Tegangan di mana deformasi plastik atau batas luluh mulai teramati tergantung pada kepekaan pengukuran regangan. Sebagian besar bahan mengalami perubahan sifat dari elastik menjadi plastik yang berlangsung sedikit demi sedikit, dan titik di mana deformasi plastik mulai terjadi dan sukar ditentukan secara teliti. Telah digunakan berbagai kriteria permulaan batas luluh yang tergantung pada ketelitian pengukuran regangan dan data-data yang akan digunakan.

  E (Elastic Limit)

  • Batas Elastis σ
    • 6

  Berdasarkan pada pengukuran regangan mikro pada skala regangan 2 X 10 inchi/inchi. Batas elastik nilainya sangat rendah dan dikaitkan dengan gerakan beberapa ratus dislokasi.

  (Proportional Limit)

  p

  • Batas Proporsional σ

  Tegangan tertinggi untuk daerah hubungan proporsional antara tegangan- regangan. Harga ini diperoleh dengan cara mengamati penyimpangan dari berbagai garis lurus kurva tegangan-regangan.

  • Deformasi Plastis (Plastic Deformation)

  Tegangan terbesar yang masih dapat ditahan oleh bahan tanpa terjadi regangan sisa permanen yang terukur pada saat beban telah ditiadakan. Dengan bertambahnya ketelitian pengukuran regangan, nilai batas elastiknya menurun hingga suatu batas yang sama dengan batas elastik sejati yang diperoleh dengan cara pengukuran regangan mikro.

  (Upper Yield Stress)

  uy

  • Tegangan Luluh Atas σ

  Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.

  ly (Lower Yield Stress)

  • Tegangan Luluh Bawah σ

  Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

  (Yield Strain)

  y

  • Regangan Luluh ε Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

  e (Elastic Strain)

  • Regangan Elastis ε

  Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

  p (Plastic Strain)

  • Regangan Plastis ε

  Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

  • Regangan Total (Total Strain) T e p .

  Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, ε = ε +ε

  • Tegangan Tarik Maksimum TTM (UTS, Ultimate Tensile Strength) Merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.
  • Kekuatan Patah (Breaking Strength) Merupakan besar tegangan dimana bahan yang diuji putus atau patah.

2.3.2 Uji Kekerasan

  Proses pengujian logam kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Harga kekerasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya pembebanan yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.

  Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada 3 jenis yaitu cara goresan, penekanan, cara dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu penekanan. Penentuan kekerasan penekanan ada 3 cara yaitu Brinell, Vickers, dan Rockwell. Pada penelitian ini digunakan cara kekerasan Brinell

   Kekerasan Brinell

  Uji kekerasan lekukan yang pertama kali banyak digunakan serta disusun pembakuannya adalah metode yang diajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900. Uji kekerasan Brinell berupa pembentukan lekukan pada permukaan logam dengan memakai bola baja berdiameter 10 mm dan diberi beban 3000 kg. Untuk logam lunak, beban dikurangi hingga tinggal 500 kg, untuk menghindarkan jejak yang dalam, dan untuk bahan yang sangat keras, digunakan paduan karbida tungsten, untuk memperkecil terjadinya distorsi indentor. Beban diterapkan selama waktu tertentu, biasanya 30 detik, dan diameter lekukan diukur dengan mikroskop daya rendah, setelah beban tersebut dihilangkan. Kemudian dicari harga rata-rata dari 2 buah pengukuran diameter pada jejak yang berarah tegak lurus. Permukaan di mana lekukan akan dibuat harus relatif halus, bebas dari debu atau kerak. Angka kekerasan Brinell (BHN) dinyatakan sebagai beban Pdibagi luas permukaan lekukan. Rumus untuk angka kekerasan tersebut adalah,

  P P

  = ..............(2-1) = 2 2

  ( +d

πD 2 лDt

)(D− D

  Di mana

  P = beban yang diterapkan, kg D = diameter bola, mm d = diameter lekukan, mm t = kedalaman ejak, mm

  Satuan dari BHN adalah kilogram per milimeter kuadrat. Akan tetapi, BHN tidak memenuhi konsep fisika, karena persamaan di atas tidak melibatkan tekanan rata-rata pada permukaan lekukan.

Gambar 2.4. Parameter-parameter dasar pada pengujian Brinell

  (Sriati Djaprie, 1996) Dari gambar 2.4 dapat dilihat bahwa d = D sin

  ⌀. Dengan memasukkan harga ini ke persamaan (2-1), akan dihasilkan bentuk persamaan kekerasan Brinell yang lain, yaitu

  

P

  .................(2-2) = 2

  

( π 2 )D (1 −cos ⌀) Untuk mendapatkan BHN yang sama dengan beban atau diameter bola yang tidak standart, diperlukan keserupaan lekukan secara geometris. Keserupaan geometris akan diperoleh, sejauh besar sudut 2

  ⌀ tidak berubah. Persamaan (2-2) menunjukkan, bahwa agar ⌀ dan BHN tetap konstan, beban dan diameter bola harus divariasikan memenuhi perbandingan

  ..........................................(2-3)

2 Tanpa menjaga P/D konstan, yang dalam percobaan sering sangat

  merepotkan, maka BHN akan bervariasi terhadap beban. Pada daerah dengan beban yang beragam, BHN akan mencapai harga maksimum pada beban menengah. Oleh karena itu, tidak mungkin menggunakan beban tunggal untuk mencakup seluruh daerah harga kekerasan yang terdapat pada logam-logam komersial. Jejak yang relatif besar daripada kekerasan Brinell memberikan keuntungan dalam membagikan secara pukul rata ketidakseragaman lokal. Selain itu, uji Brinell tidak begitu dipengaruhi oleh goresan dan kekasaran permukaan dibandingkan uji kekerasan yang lain. Di lain pihak, jejak Brinell yang besar ukurannya, dapat menghalangi pemakaian uji tersebut untuk benda uji yang kecil, atau pada bagian yang kritis terhadap tegangan, di mana lekukan yang terjadi dapat menyebabkan kegagalan (failure).

2.3.3 Uji Impact

  Ketangguhan adalah tahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan

(takikan yang tajam secara drastis menurunkan ketangguhan). Tujuan utama dari

pengujian impak adalah untuk mengukur kegetasan atau keuletan bahan terhadap

beban tiba-tiba dengan cara mengukur energi potensial sebuah palu godam yang

dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Pengujian impak adalah pengujian dengan

menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode yang sering digunakan adalah

metode Charpy dengan menggunakan benda uji standar.

  Pada pengujian pukul takik (impact test) digunakan batang uji yang

bertakik (notch). Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung-

ujungnya ditahan kearah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul akan

berayun memukul batang uji tepat dibelakang takikan. Untuk pengujian ini akan

  

digunakan sebuah mesin dimana sebuah batang dapat berayun dengan bebas.

Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan

di bagian bawah mesin dan takikan tepat pada bidang lintasan pemukul.

Gambar 2.5 Pengujian ketangguhan Charpy (Supardi, 1996)

  Keterangan :

  1. Pendulum

  4. Batang pembawa

  2. Piring busur derajat

  5. Badan mesin uji

  3. Jarum penunjuk sudut

  6. Tempat benda uji dipasang Kerja yang dilakukan untuk mematahkan bnnda kerja adalah

  W= G . L (cos β - cos α) ..……………..(2-4)

  Dimana W = kerja patah dalam Joule G = beban yang digunakan dalam kg L = panjang lengan ayun dalam m β = sudut jatuh dalam derajat α = sudut awal dalam derajat

  Bila diketahui luas penampang di bawah takikan (A).... mm2, dapat disimpulkan perolehan nilai ketangguhan batang uji dihitung sebagai berikut:

  2 Nilai Ketangguhan = joule/mm ..........(2-5)

2.4 Cacat Pada las

2.4.1 Jenis Cacat Permukaan Las

  a) Lubang Jarum (Pin Hole)

  Sebab : Terbentuk gas di dalam bahan las sewaktu pengelasan akibat kandungan belerang dalam bahan Akibat : Kemungkinan bocor di lokasi cacat Penanggulangan : Gouging 100% di lokasi cacat dan perbaiki sesuai WPS asli

Gambar 2.6 Lubang jarum (Sri Widharto, 2007)

  b) Percikan Las (Spatter)

  Sebab : Elektrode lembab, kampuh kotor, angin kencang, lapisan galvanisir, ampere capping terlalu tinggi Akibat : Tampak jelek, mengalami karat permukaan. Penanggulangan : Cukup dibersihkan dengan pahat. Pembersih dengan gerinda tidak boleh mengingat akan memakan bahan induk.

Gambar 2.7 Percikan Las (Sri Widharto, 2007)

  c) Retak (Crack)

  Sebab : Tegangan di dalam material, penggetasan pada bahan dan daerah terimbas panas, karat tegangan, bahan tidak cocok dengan kawat las, pengelasan tanpa perlakuan panas yang benar. Akibat : Fatal Penanggulangan :Diselidiki dulu sebabnya, setelah diketahui baru ujung-ujung retak dibor dan bagian retak digouging (dikikis) 100% kemudian diisi dengan bahan yang cocok sesuai dengan WPS. Jika sebabnya adalah ketidakcocokan materil atau retak berada di luar kampuh, maka seluruh sambungan las berikut bahannya diganti.

  Gambar 2.8Retak (Sri Widharto, 2007)

  d) Keropos (Porosity)

  Sebab : Lingkungan las lembab atau basah, kampuh kotor, angin berhembus dipermukaan las, lapisan galvanis, salah jenis arus, salah jenis polaritas, ampere capping terlalu besar. Akibat : Melemahkan sambungan, tampak buruk, mengawali karat permukaan. Penanggulangan : Cacat digerinda hingga hilang kemudian dilas isi sesuai WPS.

Gambar 2.9 Keropos (Sri Widharto, 2007)

  e) Muka Cekung (Concavity)

  Sebab : Tukang las terlalu cepat selesai, amper capping terlalu tinggi, kecepatan las capping terlalu tinggi, elektrode terlalu kecil, bukaan sudut kampuh terlalu besar. Akibat : Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan, dapat terjadi keretakan akibat tegangan geser.

  Penanggulangan : Cukup di sempurnakan bentuk capping dan sedikit penguat (reinforcement)

Gambar 2.10 Muka Cekung (Sri Widharto, 2007)

  f) Longsor Pinggir (Undercut)

  Sebab : Suhu metal terlalu tinggi, ampere capping terlalu tinggi. Akibat : Melemahkan sambungan, mengawali karat permukaan. Penanggulangan : Cukup diisi dengan stringer saja.

  Undercut yang tajam seperti takik, dilarang (harus segera diperbaiki) karena dapat menyebabkan keretakan notch.

Gambar 2.11 Longsor Pinggir (Sri Widharto, 2007)

  g) Penguat berlebihan (Excessive Reinforcement)

  Sebab : Elektrode terlalu rapat, kecepatan capping terlalu rendah, ampere capping terlalu rendah, suhu metal terlalu dingin. Akibat : Diragukan fusi dan kekuatannya, perlu diuji eltrasonik proba sudut (angle probe), jika ternyata fusi tidak ada, seluruh sambungan diapkir. Penanggulangan : gounging 100% dan dilas ulang esuai WPS. Welder diperingatkan.

Gambar 2.12 Penguat Berlebihan (Sri Widharto, 2007)

  h) Jalur Terlalu Lebar (Wide Bead)

  Sebab : Mungkin telah terjadi manipulasi mutu las. Akibat : Jika terbukti, seluruh material diapkir. Welder tidak lulus.

Gambar 2.13 Jalur Terlalu Lebar (Sri Widharto, 2007)

  i) Tinggi Rendah (High Low)

  Sebab : Penyetelan tidak benar. Akibat : Sambungan diapkir. Penanggulangan: gouging 100%, distel dan dilas ulang sesuai WPS.

  Welder diperingatkan.

Gambar 2.14 Tinggi Rendah (Sri Widharto, 2007)

  j) Lapis Dingin (Cold Lap)

  Sebab : Suhu metel terlalu dingin, ampere capping terlalu rendah, ayunan (sway) tidak tetap (consistent). Akibat : Terjadi fusi tidak sempurna dipermukaan dan mungkin juga di dalam. Karenanya mutu las dipertanyakan. Penanggulangan : Bongkar keseluruhan jalur las untuk kemudian dibuat kampuh lagi dan dilas ulang sesuai WPS.

Gambar 2.15 Lapis Dingin (Sri Widharto, 2007)

  k) Penetrasi Tidak Sempurna (Incomplete Penetration)

  Sebab : Celah terlalu sempit, elektrode terlalu tinggi, ampere mesin las tidak tetap, celah tidak seragam ( sempit dan lebar tidak beraturan), ampere akar las rendah, kampuh kotor, elektrode terlalu besar. Akibat : Di bagian cacat berpotensi retak. Penanggulangan : Gouging 100% pada bagian cacat dan dilas ulang sesuai WPS.

  Gambar 2.16Penetrasi Tidak Sempurna (Sri Widharto, 2007)

  l) Penetrasi Berlebihan (Excessive Penetration)

  Sebab : Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat : Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa) Penanggulangan : Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS.

Gambar 2.17 Penetrasi Berlebihan (Sri Widharto, 2007)

  m) Retak Akar (Root Crack)

  Sebab : Celah terlalu lebar, elektrode terlalu kecil, ampere akar terlalu tinggi, kecepatan akan terlalu rendah, elektrode terlalu dalam. Akibat : Biasa menyebabkan retak akar, karat sebelah dalam, menghancurkan piq (bola pembersih dalam pipa) Penanggulangan : Bongkar total, stel kembali dan dilas ulang sesuai WPS. Jika retak keluar dari jalur las maka seluruh material diganti.

Gambar 2.18 Retak Akar (Sri Widharto, 2007)

  n) Terbakar Tembus (Blow Hole)

  Sebab : Celah tidak seragam, ampere mesin las tiba-tiba naik, posisi elektrode naik turun. Akibat : Pada lokasi cacat sambungan lemahdan terdapat kemungkinan bocor, mengawali erosi dan karat tegangan pada lokasi cacat. Penanggulangan : Gouging 100% di lokasi cacat dan diisi ulang sesuai WPS.

Gambar 2.19 Terbakar Tembus (Sri Widharto, 2007)

  o) Longsor Pinggir Akar (Root Undercut)

  Sebab : Suhu metal terlalu tinggi pada saat pengelasan akar, ampere akan terlalu besar. Akibat : Mengawali erosi dan karat sebelah dalam, memungkinkan terjadinya retak takik (notch). Penanggulangan : Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS.

Gambar 2.20 Longsor Pinggir Akar (Sri Widharto, 2007)

  p) Akar Cekung (Root Concavity/ Such Up)

  Sebab : Terhisapnya las akar oleh jalur las di atasnya (khususnya pada GTAW), kecepatan las akar terlalu tinggi. Akibat : Melemahkan sambungan,potensi terjadi erosi dan karat tegangan. Penanggulangan : Lokasi cacat di-gouging 100% dan dilas ulang sesuai WPS.

Gambar 2.21 Akar Cekung (Sri Widharto, 2007)

  q) Stop Start A

  Sebab : Penggantian elektrode terlalu mundur. Akibat : Tampak buruk. Penanggulangan : Cukup disesuaikan denagn sekitarnya.

Gambar 2.22 Stop Start A (Sri Widharto, 2007)

  r) Stop Start B

  Sebab ; Penggantian elektrode terlalu maju. Akibat ; Terjadi bagian yang tidak terjadi (underfill) yang berpotensi retak.

  Penanggulangan : Bersihkan bagian yang underfill.

Gambar 2.23 Stop Start B (Sri Widharto, 2007) Cacat las dapat dibagi dalam tiga kelompok, yakni : 1. Kelompok cacat visual

  Yakni cacat yang tampak di permukaan las, seperti : spatters (percikan las), pin hole (lubang jarum), porosity (gelembung gas/keropos), convacity (cekung), crack (retak) memanjang atau melintang, cold lap (lapis dingin), undercut (longsor pinggir) baik yang bertegangan rendah maupun tinggi (notch), excessive reinforcement (terlalu menonjol), wide bead (terlalu lebar), high low (tinggi rendah/salah penyetelan), stop start (salah sewaktu mengganti elektrode).

  2. Kelompok cacat non visual Yakni cacat yang terdapat di permukaan namun tidak tampak karena berada pada akar las, seperti : porosity, convacity (sutc up),

  undercut, crack, excessive penetration (tembusan berlebihan), incomplete penetration (tidak ada tembusan), blow hole (terbakar tembus).

  3. Kelompok cacat internal Yakni cacat yang terdapat di dalam bahan las yang baru dapat dideteksi dengan menggunakan teknik uji tanpa merusak seperti : radiografi, ultrasonik maupun magnetik particle, seperti : slag inclusion (inklusi terak), porosity, slag lines (jajaran terak) atau wagon track (jejak gerobak), crack, worm metal (inklusi tungsten/ logam berat), incomplete

  fussion (fusi tidak sempurna), cold lap.

2.4.2 Retak las

  Sebagian besar retak las yang terjadi pada paduan aluminium adalah retak panas yang termasuk dalam kelompok retak karena pemisahan. Retak las ini dapat terjadi pada proses pembekuan dan proses pencairan. Retak las yang terjadi pada proses pembekuan disebabkan karena adanya penyusutan logam yang membeku dan dapat membentuk retak manik membujur, retak manik melintang dan retak kawah. Sedangkan retak yang terjadi pada proses pencairan disebabkan karena adanya pengendapan dari senyawa bertitik cair rendah seperti Mg, Si Cu, Zn dan lain-lainnya.

  Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab terjadinya retak las adalah penggunaaan logam las yang tidak sesuai dengan logam induk, suhu antara lapis las, tegangan penahan dan juru las yang kurang terampil. Sebagai contoh terbentuknya retak manik membujur yang disebabkan oleh tidak sesuainya logam las dan logam induk adalah bila paduan Al-Mg-Si dilas dengan menggunakan logam las yang sama. Retak melintang terjadi karena adanya tegangan penahan arah memanjang yang besar. Sedangkan retak halus yang sukar untuk diperiksa walaupun dengan pemeriksaan radiografi biasanya disebabkan oleh terlalu tingginya suhu antar lapis.

2.4.3 Lubang-lubang halus pada pengelasan

  Lubang halus yang terjadi pada proses pengelasan aluminium disebabkan oleh gas hidrogen yang larut ke dalam aluminium cair. Karena batas kelarutan turun pada waktu pendinginan maka gas hidrogen keluar dari larutan dan karena proses pembekuan yang cepat menyebabkan gas ini terperangkap dan membentuk gelembuing halus seperti pada gambar dibawah. Usaha yang paling baik untuk menghindarinya adalah menghilangkan sumber hidrogen baik yang berbentuk zat- zat organik seperti minyak maupun yang berbentuk uap.

Gambar 2.24 Terjadinya Lubang Halus dalam Pengelasan Aluminium

  (Wiryosumarto, 2004)

2.4.4 Pengaruh Panas Pengelasan

  Panas pengelasan pada paduan aluminium akan menyebabkan terjadinya pencairan sebagian, rekristalisasi, peralutan padat atau pengendapan, tergantung pada tingginya suhu pada daerah las. Karena perubahan struktur ini biasanya terjadi penurunan kekuatan dan ketahanan korosi dan kadang-kadang daerah las menjadi getas, Struktur mikro daerah HAZ dari paduan yang dapat diperlaku- panaskan ditunjukkan pada gambar dibawah

Gambar 2.25 Struktur Mikro Daerah Las dari Paduan Aluminium yang dapat diperlaku-panaskan (Wiryosumarto, 2004)

  Pada paduan yang dapat dikeras-endapkan, akan terjadi butir-butir endapan yang kasar sehingga pada daerah ini terjadi penurunan kekuatan dan ketahanan korosi yang paling besar. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa makin besar masukan panas makin besar pula penurunan sifat-sifat yang baik.

  Mulai Pembentukan kampuh Sudut 45°

  Sudut 50° Pola Pengelasan Zig-zag Pengelasa n Pola C Pengelasa n Pola C

  Pola Pengelasan Zig-zag

Arus 110 A

  

Pembuatan Material

Melakukan Pengujian

Analisa Data

Hasil Pembahasan

  

Selesai

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Daya Tarik Rasional Periklanan (Rational Advertising) Men’s Biore Cool Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1 Defenisi - Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Stres 1.1. Defenisi Stres - Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai

0 0 16

7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Hemodialisa

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Pengertian - Kesiapan Perawat Dalam Memberikan Pelayanan Keperawatan Pada Pasien HIV/AIDS Di RSUD Kota Dumai

0 0 21

2.1 Grafik Grafik merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam pemubuatan sebuah media pembelajaran, apalagi dalam membuat sebuah media pembelajaran dengan sebuah animasi simulasi. Grafik yang bagus serta animasi yang halus dapat membuat media pe

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Pengertian, Fungsi, dan Klasifikasi Anggaran - Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Satuan Kerja Badan Meteorologi, Klimatologi Dan Geofisika Wilayah I

0 0 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Harga Saham 2.1.1.1 Pengertian Harga Saham - Pengaruh Return On Assets (Roa), Debt To Equity Ratio (Der) Dan Earning Per Share (Eps) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bu

0 0 22

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Return On Assets (Roa), Debt To Equity Ratio (Der) Dan Earning Per Share (Eps) Terhadap Harga Saham Pada Perusahaan Pertambangan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Bei) Tahun 2010-2013

0 0 9

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mikrokontroler - Perancangan Dan Pembuatan Alat Monitoring Cairan Infus Dengan Menggunakan Komunikasi Wireless Pada Pc Berbasis Mikrokontroler Atmega 16

0 0 25