7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Hemodialisa

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Hemodialisa A.

  Pengertian Hemodialisa Hemodialisa merupakan proses difusi melintas membrana semipermeabel untuk menyingkirkan substansi yang tidak diinginkan dari darah sementara menambahkan komponen yang diinginkan, aliran konstan darah dari satu sisi membrana dan larutan dialisat pembersih di sisi lain menyebabkan penyingkiran produk buangan serupa dengan filtrasi glomerulus (Harrison, 2000).

  Hemodialisa perlu dilakukan untuk menggantikan fungsi ekresi ginjal sehingga tidak terjadi gejala uremia yang lebih berat. Pada pasien dengan fungsi ginjal yang minimal, hemodialisa dilakukan untuk mencegah komplikasi membahayakan yang dapat menyebabkan kematian (Pernefri, 2003).

  B.Penyebab / Indikasi dilakukan Hemodialisa Penyebab secara garis besarnya, adalah :

  1) Gagal ginjal akut, dan

  2) Gagal ginjal kronis. Indikasi yang mungkin untuk dialisis jangka pendek :

  1) Gagal ginjal akut. 2) Hiperkalemi > 7 mmol/L. 3) pH arterial < 7-15. 4) Urea darah > 35 mmol/L.

  5) Urea darah cepat meningkat. 6) Beban cairan berlebihan. 7) Hiperkalsemi tak terkontrol. 8) Gangguan elektrolit. 9)

  Keracunan dengan ;

  a) Salisilat.

  b) Barburat.

  c) Etanol. 10)

  Gagal ginjal kronik eksaserbasi akut mendahului pemberian terapi konservatif Indikasi yang mungkin untuk hemodialisa jangka panjang : a) Kegagalan penanganan konservatif.

  b) Kreatinin serum > 1200 mmol/L.

  c) GFR < 3 ml/min.

  d) Penyakit tulang progresif.

  e) Neuropati yang berlanjut.

  f) Timbulnya perikarditis (dialisis peritoneal mungkin perlu dilakukan untuk menghindari hemoperikardium) (Syamsir & Iwan, 2008).

  C.Komponen hemodialisa

  1. Mesin hemodialisa Mesin hemodialisa merupakan mesin yang dibuat dengan sistim komputerisasi yang berfungsi untuk pengaturan dan monitoring yang penting untuk mencapai adekuasi hemodialisa.

  2. Dialiser Dialiser merupakan komponen penting yang merupakan unit fungsional dan memiliki fungsi seperti nefron ginjal.Berbentuk seperti tabung yang terdiri dari dua ruang yaitu kompartemen darah dan kompartemen dialisat yang dipisahkan oleh membran semi permeabel. Di dalam dialiser cairan dan molekul dapat berpindah dengan cara difusi, osmosis, ultrafiltrasi, dan konveksi. Dialiser yang mempunyai permebilitas yang baik mempunyai kemampuan yang tinggi dalam membuang kelebihan cairan, sehingga akan menghasilkan bersihan yang lebih optimal (Brunner & Suddarth, 2001; Black, 2005 ).

  3. Dialisat Diasilat merupakan cairan yang komposisinya seperti plasma normal dan terdiri dari air dan elektrolit, yang dialirkan kedalam dialiser. Dialisat digunakan untuk membuat perbedaan konsentrasi yang mendukung difusi dalam proses hemodialisa. Dialisat merupakan campuran antara larutan elektrolit, bicarbonat, dan air yang berperan untuk mencegah asidosis dengan menyeimbangkan asam basa.Untuk mengalirkan dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan kecepatan aliran dialisat menuju dan keluar dari dialiser memerlukan kecepatan aliran dialisat yang disebut Quick Of Dialysate (Qd). Untuk mencapai hemodialisa yang adekuat Qd disarankan adalah 400-800 mL/menit (Pernefri, 2003).

  4. Akses vascular Akses vascular merupakan jalan untuk memudahkan pengeluaran darah dalam proses hemodialisa untuk kemudian dimasukkan lagi kedalam tubuh pasien. Akses yg adekuat akan memudahkan dalam melakukan penusukan dan memungkinkan aliran darah sebanyak 200-300 mL/menit untuk mendapat hasil yang optimal. Akses vaskular dapat berupa kanula atau kateter yang dimasukkan kedalam lumen pembuluh darah seperti sub clavia, jungularis, atau femoralis. Akses juga dapat berupa pembuluh darah buatan yang menyambungkan vena dengan arteri yang disebut Arteorio Venousus Fistula/Cimino (Pernefri, 2003).

  5. Quick of blood Qb adalah banyaknya darah yang dapat dialirkan dalam satuan menit dan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi bersihan ureum. Peningkatan Qb akan meningkatkan peningkatan jumlah ureum yang dikeluarkan sehingga bersihan ureum juga meningkat. Dasar peningkatan aliran (Qb) rata rata adalah 4 kali berat badan pasien. Qb yang disarankan untuk pasien yang menjalani hemodialisa selama 4 jam adalah 250-400 m/Lmenit (Daugirdas, 2007; Gatot,2003).

  D. Proses Hemodialisa Proses hemodialisa dimulai dengan pemasangan kanula Inlet kedalam pembuluh darah arteri dan kanulaoutlet kedalam pembuluh darah vena, melalui fistula arteorivenosa (Cimino) yang telah dibuat melalui proses pembedahan. Sebelum darah sampai ke dialiser, diberikan injeksi heparin untuk mencegah terjadinya pembekuan darah. Darah akan tertarik oleh pompa darah (blood pump) melalui kanula inlet arteri kedialiser dan akan mengisi kompartemen 1 (darah). Sedangkan cairan dialisat akan dialirkan oleh mesin dialisis untuk mengisi kompartemen 2 (dialisat).

  Didalam dialiser terdapat selaput membran semi permeabel yang memisahkan darah dari cairan dialisat yang komposisinya merupai cairan tubuh normal. Ada tiga prinsip yang mendasari kerja dari hemodialisa yaitu difusi, osmosis, dan ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah didalam darah akan dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah, yang memiliki konsentrasi tinggi, kecairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah. Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan Gradien tekanan, Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisisKarena pasien tidak dapat mengekskresikan air, kekuatan ini diperlukan untuk mengeluarkan cairan hingga tercapai isovolemia atau keseimbangan cairan. Sistim bufer tubuh dipertahankan dengan penambahan asetat yang akan berdifusi dari cairan dialisat kedalam darah pasien dan mengalami metabolisme untuk membentuk bikarbonat.

  Setelah terjadi proses hemodialisa didalam dialiser, maka darah akan dikembalikan kedalam tubuh melalui kanula outlet vena. Sedangkan cairan dialisat yang telah berisi zat toksin yang tertarik dari darah pasien akan dibuang oleh mesin dialisis oleh cairan pembuang yang disebut ultrafiltrat. Semakin banyak zat toksik atau cairan tubuh yang dikeluarkan maka bersihan ureum yang dicapai selama hemodialisa akan semakin optimal (Depkes, 1999; Bruner & Suddart, 2001). E.Metode Hemodialisa Dalam melaksanakan hemodialisa dikenal beberapa macam metode, yaitu :

  1) Continuous Peritoneal Ambulatory dialisis (CAPD).

  CAPD atau dialisis peritoneal ambulatorik kontinyu merupakan sesuatu bentuk dialisis yang dilakukan pada banyak pasien penyakit renal stadium terminal. Dialisis peritoneal tradisional memerlukan perawat dan teknisi yang terampil untuk melaksanakan prosedur ini. Dialisis peritoneal tradisional dilakukan secara intermiten sehingga diperlukan beberapa tahap yang biasanya berlangsung selama 6 hingga 48 jam untuk tiap tahap, dan selama pelaksanaan dialisis ini pasien harus berada keadaan imobilisasi. Berbeda dengan dialisis peritoneal tradisional, CAPD bersifat kontinyu dan biasa dapat dilakukan sendiri. Metode ini bisa dikerjakan di rumah oleh pasien. Kadang-kadang anggota keluarga dilatih agar dapat melaksanakan prosedur tersebut bagi paasien. Tekniknya disesuaikan menurut kebutuhan fisiologik pasien akan terapi dialisis dan kemampuannya untuk mempelajari prosedur ini. Metode CAPD harus dapat dipahami oleh pasien serta keluarganya, dan diperlukan petunjuk yang adekuat untuk menjamin agar mereka merasa aman serta yakin dalam melaksanakannya.

  2) High-Flux Dialisis.

  Dialisis aliran tinggi ini mengacu kepada cara dialisis dengan menggunakan membran baru yang meningkatkan klirens molekul dengan berat molekul kecil dan sedang. Mebran ini digunakan bersama dengan laju aliran darah keluar- masuk dialiser yang lebih tinggi ketimbang pada dialisertradisional (500-800 ml/menit), dan aliran cairan dialisat yang cepat (800 ml). Dialisis aliran tinggi akan meningkatkan efisiensi terapi sementara lamanya dapat dikurangi dan kebutuhan akan heparin diperkecil. Namun, tidak semua unit pelayanan dialisis yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan dialisis aliran tinggi ini dan dengan demikian metode ini bukanlah metode yang rutin dilakukan.

3) Continuous Arteriovenous Hemofiltration (CAVH).

  Merupakan metode lain untuk menggantikan sementara fungsi ginjal. Metode ini dilakukan di tempat tidur dalam ruang perawatan intensif untuk pasien muatan cairan berlebih akibat gagal ginjal oligurik (keluaran urin yang rendah) atau untuk pasien ginjal, dimana ginjal tidak mampu lagi menghadapi kebutuhan nutrisi atau metabolik yang tinggi dan akut. Darah dialirkan oleh tekanan darah pasien sendiri melewati sebuah filter dengan volume kecil serta resistensirendah, dan bukan oleh tekanan pompa darah seperti yang dilakukan pada hemodialisis. Darah mengalir dari arteri (via pirauarteriovenosa atau kateter arteri) kedalamhemofilter. Di sini cairan, elektrolit dan produk limbah Nitrogen yang berlebihan dikeluarkan melalui ultrafiltrasi. Kemudian darah tersebut dikembalikan kedalam sirkulasi darah pasien melewati vena lengan atau kateter vena. Ultrafiltrat yang dihasilkan

  pirauarteriovenosa

  dan mengandung solut yang tidak diinginkan kemudian dibuang. Cairan

  

intravena dapat diberikan untuk menggantikan cairan yang hilang akibat

prosedur tersebut.

  Proses hemofiltrasi berlangsung lambat dan kontinyu sehingga sesuai bagi pasien dengan sistem kardiovaskuler yang tidak stabil. Cara ini tidak memiliki gradien konsentrasi sehingga yang terjadi hanya filtrasi cairan. hanya jika terbawa dan dikeluarkan bersama cairan.

  Elektrolitdiekskresikan 4) Continuous Arteriovenous Hemodialysis (CAVHD).

  Memiliki banyak karakterstik CAVH tetapi cara ini memiliki kelebihan berupa gradien konsentrasi, untuk memudahkan klirens atau pengeluaran ureum. CAVHD dilaksanakan dengan mengalirkan cairan dialisat pada salah satu sisi membran semipermeabel. Aliran darah melewati sistem tersebut berganung pada tekanan arteri pasien seperti pada CAVHD; pompa darah tidak digunakan seperti pada hemodialisis standar.

  Kelebihan utama dari CAVH dan CAVHD adalah bahwa kedua metode ini tidak menimbulkan perpindahan cairan yang cepat sehingga tidak membutuhkan mesin dialisis atau petugas dialisis untuk melaksanakan prosedur tersebur. Kedua metode tersebut juga dapat segera dikerjakan di rumah sakit tanpa fasilitas dialisis. Akses ke sistem vaskuler untuk prosedur ini dapat dilakukan melalui fistula interna yang sudah dibuat sebelumnya (seperti yang digunakan untuk hemodialisis) atau melalui kanulasi pembuluh darah atau radialis. Gradien tekanan diperlukan untuk menghasilkan

  femoralis

  filtrasi yang optimal; dengan demikian kanulasi arteri vena femoralis akan menghasilkan gradien yang diperlukan antara tekanan arteri dan vena (Brunner & Suddarth, 2003).

  Adekuasi hemodialisa merupakan kecukupan dosis hemodialisa yang direkomendasikan untuk mendapat hasil yang adekuat pada gagal ginjal yang menjalani hemodialisa (NKF-/DOQI, 2000).Tujuan adekuasi hemodialisa diperlukan untuk menilai efektivitas tindakan hemodialisa yang dilakukan.

  Hemodialisa yang adekuat akan memberikan manfaat yang besar dan memungkinkan pasien gagal ginjal tetap bisa menjalani aktifitasnya seperti biasa. Hemodialisis yang tidak adekuat juga dapat mengakibatkan kerugian material dan menurunnya produktifitas pasien hemodialisa.Hemodialisa yang tidak adekuat dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti bersihan ureum yang tidak optimal, waktu dialisis yang kurang,dan kesalahan dalam pemeriksaan laborotorium (ureum darah).

  Untuk mencapai adekuasi hemodialisis, maka besarnya dosis yang diberikan harus memperhatikan hal- hal berikut :

  a. Time of Dialisis

  Adalah lama waktu pelaksanaan hemodialisis yang idealnya 10-12 jam perminggu. Bila hemodialisa dilakukan 2 kali/minggu maka lama waktu tiap kali hemodialisis adalah 5-6 jam, sedangkan bila dilakukan 3kali/ minggu maka waktu tiap kali hemodialisis adalah 4-5 jam.

  b. Interdiaalytic Time

  Adalah waktu interval atau frekwensi pelaksanaan hemodialisa yang berkisar antara 2 kali/minggu atau 3 kali/minggu. Idealnya hemodialisa dilakukan 3 kali/minggu dengan durasi 4-5 jam setiap sesi, akan tetapi di Indonesia dilakukan 2kali/minggu dengan durasi 4-5 jam, dengan pertimbangan bahwa PT ASKES hanya mampu menanggung biaya hemodialisa 2kali/minggu (Gatot, 2003).

  F. Pengukuran adekuasi hemodialisa Hemodialisa dinilai adekuat bila mencapai hasil sesuai dosis yang direncanakan. Untuk itu, sebelum hemodialisa dilaksanakan harus dibuat suatu peresapan untuk untuk merencanakan dosis hemodialisa, dan selanjutnya dibandingkan dengan hasil hemodialisis yang telah dilakukan untuk menilai keadekuatannya. Adekuasi hemodialisa diukur secara kuantitatif denga n menghitung kt/V yang merupakan rasio dari bersihan urea dan waktu hemodialisa dengan volume distribusi urea dalam cairan tubuh (Eknoyan,2000 ; Owen, 2000).

  Konsesus Dialisis pernefri (2003) menyatakan bahwa di Indonesia adekuasi hemodialisa dapat dicapai dengan jumlah dosis hemodialisa 10-15 jam perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisa 3 kali/ minggu diberi target Kt/V 1,2 sedangkan pasien yang menjalani hemodialisa 2 kali/ minggu diberi target Kt/V 1,8 K/DOQI (2006) merekomendasikan bahwa Kt/V untuk setiap pelaksanaan hemodialisa adalah minimal 1,2 dengan target adekuasi 1,4.

  Penghitungan Kt/V dapat dilakukan denga menggunakan rumus daugirdas sebagai berikut : Kt/V = - In (R-0,008t) + (4-3,5R) x (BB pre dialisis – BB post dialisis)

  BB post dialisis Keterangan : K : Klirens dialiser yaitu darah yang melewati membran dialiser dalam mL/ menit R : Ureum post dialisis Ureum pre dialisis t : Lama dialisis (jam) V : Volume cairan tubuh dalam liter (laki- laki 65 % BB/ berat badan dan wanita BB berat badan).

  Konsesus dialisis pernefri (2003) menyatakan bahwa adekuasi hemodialisis diukur secara berkala setiap bulan sekali atau minimal 6 bulan sekali.

  Secara klinis hemodialisa dikatakan adekuat bila keadaan umum pasien dalam keadaan baik, merasa lebih nyaman, tidak ada manifestasi uremia dan usia hidup pasien semakin panjang.

  G. Manfaat Hemodialisa Sebagai terapi pengganti, kegiatan hemodialisa mempunyai tujuan:

  1) Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin, dan asam urat.

  2) Membuang kelebihan air. 3) Mempertahankan atau mengembalikan sistem buffer tubuh. 4) Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh. 5) Memperbaiki status kesehatan penderita (Lumenta, 2001).

  H. Komplikasi pada Hemodialisa Komplikasi dalam pelaksanaan hemodialisa yang sering terjadi pada saat dilakukan terapi adalah:

  1) Hipotensi. 2) Kram otot. 3) Mual atau muntah. 4) Sakit kepala. 5) Sakit dada. 6) Gatal-gatal. 7) Demam dan menggigil. 8) Kejang (Lumenta, 2001).

  I. Penatalaksanaan Diet pada Pasien Hemodialisa Anjuran die t didasarkan pada frekuensi hemodialisa, sisa fungsi ginjal, dan ukuran tubuh. Sangat perlu diperhatikan makanan kesukaan pasien dalam batas- batas diet yang di tetapkan. 1)

  Tujuan diet Tujuan diet gagal ginjal dengan dialisis adalah:

  a) Mencegah defisiensi gizi serta mempertahankan dan memperbaiki status gizi, agar pesien dapat melakukan aktifitas normal.

  b) Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.

  c) Menjaga agar akumulasi produk sisa metabolisme tidak berlebihan. 2)

  Syarat diet Syarat-syarat diet dengan dialisis adalah:

  a) Energi cukup, yaitu 35 kkal/kg BB ideal. b) Protein tinggi, untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg BB ideal/hari.

  c) Karbohidrat cukup, yaitu 55-75 % dari kebutuhan energi total.

  d) Lemak normal, yaitu 15-30 % dari kebutuhan energi total.

  e) Natrium diberikan seseuai jumlah urin yang keluar /24 jam yaitu 1 g untuk

  1

  tiap / 2 liter urin.

  f) Kalium sesuai dengan urin yang keluar /24 jam yaitu 1 g untuk tiap 1 liter urin.

  g) Kalsium tinggi, yaitu 1000 mg/hari. Bila perlu diberikan suplemen kalsium.

  h) Fosfor dibatasi, yaitu < 17 mg/kg BB ideal/hari.

i) Cairan dibatasi, yaitu jumlah urin /24 jam ditambah 500-750 ml.

  j)

  12 ,

  Suplemen vitamin bila diperlukan, terutama vitamin larut air seperti B asam folat dan vitamin C. k)

  Bila nafsu makan kurang, berikan suplemen enteral yang mengandung energi dan protein tinggi (Almatsier, 2008).

  3) Jenis diet dan indikasi pemberian

  Diet pada dialisis bergantung pada frekuensi dialisis, sisa fungsi ginjal dan berat badan pasien. Diet untuk pasien dengan dialisis biasanya harus direncanakan perorangan.

  Berdasarkan berat badan dibedakan 3 jenis diet dialisis:

  a) Diet dialisis I, 60 g protein. Diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 50 kg. b) Diet dialisi II, 65 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 60 kg.

  c) Diet dialisis III, 70 g protein, diberikan kepada pasien dengan berat badan ± 65 kg (Almatsier, 2008).

  4) Contoh-contoh makanan yang dianjurkan:

  a) k) Bihun.

  Nasi.

  b) l) Kentang.

  Jagung.

  c) m) Mie.

  Makaroni.

  d) n) Singkong.

  Tepung-tepungan.

  e) o) Selai.

  Ubi.

  f) p) Telur.

  Madu.

  g) q) Daging.

  Daging ayam.

  h) r) Susu.

  Ikan. i) s) Minyak sawit.

  Minyak jagung. j)

  Semua sayuran dan buah-buahan kecuali yang mengandung kalium tinggi seperti: pisang, tomat, ubi jalar, kelapa muda, nangka, bayam, sawi, durian, petai, jantung pisang.

  Makanan yang tidak dianjurkan:

  a) Kacang-kacangan dan hasil olahannya seperti tempe, tahu.

  b) Kelapa.

  c) Santan.

  d) Minyak kelapa.

  e) Margarin. f) Lemak hewan.

  g) Sayuran dan buah kalium tinggi (Sutomo, 2007).

2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien hemodialisa dalam menjalani pola diet

  a Faktor Internal

  1) Pendidikan Secara luas pendidikan mencakup selurun proses kehidupan, berupa interaksi individu dengan lingkungan, baik secara formal maupun informal proses dan kegiatan pendidikan pada dasarnya melibatkan masalah perilaku individu maupun kelompok, seperti individu yang berpendidikan S1, perilakunya akan berbeda dengan yang berpendidikan SLTP (Sunaryo, 2004).

  Adapun unsur- unsur pendidikan yaitu:

  a) Input adalah sasaran pendidikan (individu, kelompok) dan pendidik (pelaku pendidik).

  b) Proses (upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain).

  c) Output perilaku (Notoatmodjo, 2003). 2) Pengetahuan (Knowledge)

  Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu dari seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan perhatian terhadap objek, sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan juga dapat mempengaruhi perilaku seseorang (Notoadmojo, 2007) Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Karena itu dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Notoatmodjo (2003) mengungkapkan pendapat Rogers bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

  a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

  b) Interest, yakni seseorang mulai tertarik kepada stimulus.

  c) Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

  d) Trial, yaitu orang telah memulai perilaku baru.

  e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

  Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut diatas

  3) Sikap (Attitude)

  Sikap merupakan reaksi atau respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek. Dari berbagai batasan tentang sikap dapat disimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan adanya konotasi kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu, yang dalam kehidupan sehari- hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial, sikap seseorang dapat mempengaruhi perilaku positif maupun negatif, seperti sikap pasien hemodialisa terhadap pentingnya kepatuhan diet. Sikap merupakan semacam kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu objek dengan cara tertentu. Kesiapan tersebut merupakan kecendrungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu. Apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon (Azwar, 2007). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu sedangkan dalam sikap negatif kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu. Dalam kehidupan masyarakat, sikap ini penting sekali (purwanto, H, 1998).

  Newcomb, seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesedi dan bukan merupakan pelaksaan untuk bertindak, dan bukan merupakan motiv tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih me rupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan bereaksi terhadap suatu objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. (Notoadmojo, 2003)

  4) Perilaku Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme atau mekhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk hidup mulai dari binatang sampai manusia, mempunyai aktifitas masing- masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang sangat luas, sepanjang kegiatan yang dilakukan, antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan sebagainya. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah kegiatan, baik ya ng dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmojo, 2003). 5)

  Motivasi Motivasi adalah dorongan penggerak untuk mencapai tujuan tertentu, baik disadari ataupun tidak disadari. Motivasi dapat timbul dari dalam individu atau datang dari lingkungan, motivasi yang baik adalah motivasi yang datang dari dalam diri sendiri, bukan pengaruh lingkungan. Contohnya: pasien hemodialisa termotivasi untuk mentaati dalam menjalankan program diet (Handoko, 2001). b.

  Faktor exsternal 1)

  Budaya Budaya menurut Ivan (2001), merupakan ekspresi jiwa terwujud dalam cara-cara hidup dan berpikir, pergaulan hidup, seni kesusastraan, agama, rekreasi dan hiburan, dalam arti sempit budaya sebagai kesenian, adat- istiadat atau peradaban manusia (Sudiharto, 2005). Budaya adalah sesuatu yang kompleks yang mengandung pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, kebiasaan dan kecakapan lain yang merupakan kebiasaan manusia sebagai anggota komuitas setempat, menurut pandangan antropologi tradisional, budaya dibagi me njadi dua, yaitu budaya material dan budaya non material. Budaya material dapat berupa objek, seperti pakaian, seni, benda-benda kepercayaan, atau makanan. Budaya non material mencakup kepercayaan, kebiasaan, bahasa dan institusi sosial (Sudiharto,2005).

Dokumen yang terkait

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Kanker Payudara di Instalasi Rawat Inap RSU Dr. H. Abdul Moeloek Bandar Lampung Tahun 2011 – 2012

0 0 7

BAB II KEDUDUKAN PARA PIHAK DALAM PENGALIHAN HAK ATAS BANGUNAN A. Pengalihan Hak Atas Bangunan - Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia (Study Putusan Bani Nomor 305/Pdt.G/Bani/2014/Pn-Jkt. Utara

0 0 15

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pengalihan Hak Atas Bangunan Under Sea World Indonesia (Study Putusan Bani Nomor 305/Pdt.G/Bani/2014/Pn-Jkt. Utara

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Pengertian Komunikasi - Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Ptpln (Persero) Area Binjai

0 0 32

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Komunikasi Dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada Ptpln (Persero) Area Binjai

0 0 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori tentang Periklanan 2.1.1 Pengertian Periklanan - Pengaruh Daya Tarik Rasional Periklanan (Rational Advertising) Men’s Biore Cool Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumat

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Daya Tarik Rasional Periklanan (Rational Advertising) Men’s Biore Cool Terhadap Keputusan Pembelian Pada Mahasiswa S1 Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Manajemen Keperawatan 2.1.1 Defenisi - Analisis Peran Kepala Ruangan dalam Pelaksanaan Fungsi Manajemen Keperawatan; Persepsi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan

0 0 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Stres 1.1. Defenisi Stres - Hubungan Stres Kerja Dengan Kinerja Perawat Pelaksana Di Instalasi Rawat Inap RSUD Kota Dumai

0 0 16

Lampiran 2 LEMBAR KUESIONER FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETIDAKPATUHAN PASIEN HEMODIALISA DALAM MENJALANIPOLA DIET DIRSUD KOTADUMAI

0 0 36