Solusi simak ui mat ipa kode

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Seperti namanya, pendekatan ini berisi tentang terapi yang singkat
dan berfokus pada solusi, bukan pada masalah. Ketika ada masalah,
banyak profesional menghabiskan banyak waktu berpikir, berbicara, dan
menganalisis permasalahan, sementara penderitaan yang dialami klien
sedang berlangsung. Terpikir tim profesional kesehatan mental di Pusat
Terapi Singkat Keluarga yang begitu banyak waktu dan energi, serta
sumber daya banyak, dihabiskan untuk berbicara tentang masalah,
daripada berpikir tentang apa yang mungkin membantu klien untuk
mendapatkan solusi yang akan membawa pada realistis, bantuan wajar
secepat mungkin. Oleh karena itulah muncul Terapi Singkat Berfokus
Solusi.
Terapi singkat berfokus solusi (SFBT) adalah salah satu
pendekatan keluarga, yang dikenal sebagai terapi sistem, yang telah
dikembangkan selama 50 tahun terakhir ini, pertama di Amerika Serikat,
dan akhirnya berkembang di seluruh dunia, termasuk Eropa. Terapi singkat
berfokus solusi disebut hanya sebagai “terapi berfokus solusi (TBS)” atau
“terapi singkat”.

Pelopor terapi singkat berfokus solusi adalah Insoo Kim Berg dan
Steve de Shazer, serta praktisi SFBT berbasis sekolah dan ahli lainnya.
Kita terfokus kepada segi-segi pokok dari teori SFBT, khususnya cara
dimana para praktisi berfokus solusi berpikir tentang perubahan, kapasitas
klien, dan sifat resistensi klien
Sejak diciptakan pada tahun 1980-an, terapi singkat berfokus solusi
(SFBT) perlahan-lahan telah menjadi sebuah pilihan perlakuan yang
umum dan diterima bagi beberapa ahli kesehatan jiwa. Dengan
penekanannya terhadap kekuatan klien dan pengobatan jangka pendek,
SFBT akan tampak sangat sesuai dengan konteks kesehatan mental (jiwa),
dengan berbagai masalah yang timbul di lingkungan sekolah dan muatan

kasus yang besar untuk sebagian besar pekerja sosial sekolah (guru BK di
sekolah).
Salah satu gagasan yang lebih bebas tentang SFBT adalah bahwa
perubahan selalu terjadi, dan menuntut agar perhatian konselor terfokus
kepada perubahan-perubahan kecil yang membuat perbedaan-perbedaan
besar dalam kehidupan klien. Apa yang konselor lakukan dengan
perubahan-perubahan kecil yang kadang-kadang sulit untuk dilihat adalah
apa yang membuat konselor menjadi konselor SFBT. Hal ini membuat

konselor bergerak menuju konseling yang lebih berfokus kepada solusi
dalam pendekatan-pendekatan mereka terhadap masalah-masalah yang
mereka hadapi.
B. Rumusan Masalah
1. ApasajaprinsipdasarKonselingTerapi Singkat Berfokus Solusi?
2. ApasajakonsepdasarKonselingTerapi Singkat Berfokus Solusi?
3. ApatujuandariKonselingTerapi Singkat Berfokus Solusi?
4. Apasajakarakteristikhubungankonselor-klien?
5. Apasajalangkah-langkahatau proses KonselingTerapi Singkat
Berfokus Solusi?
6. Apasajateknik-teknikKonselingTerapi Singkat Berfokus Solusi?
7. BagaimanakesesuaianKonselingTerapi
Singkat
Berfokus
Solusiditerapkan di Indonesia?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkanrumusanmasalahdiatas,
tujuanpenulisanataupenyusunanmakalahiniyaitu :
1. MengetahuiprinsipdasarKonselingTerapi Singkat Berfokus Solusi.
2. MengetahuikonsepdasarKonselingTerapi Singkat Berfokus Solusi.

3. MengetahuitujuandariKonselingTerapi Singkat Berfokus Solusi.
4. Mengetahuikarakteristikhubungankonselor-klien.
5. Mengetahuilangkah-langkahatau proses KonselingTerapi Singkat
Berfokus Solusi.
6. Mengetahuiteknik-teknikkonselingterapi singkat berfokus solusi.
7. Dapatmengertiakankesesuaiankonselingterapi
solusiditerapkan di Indonesia

singkat

berfokus

BAB II
PEMBAHASAN

A. Prinsip Dasar

Penemuataupengembang konseling berfokus solusi umumnya
dikenal sebagai terapi singkat berfokus solusi (SFBT), adalah suatu
fenomena Amerika Utara, yang diciptakan tahun 1980-an oleh Steve

deShazer dan Bill O’Hanion. Keduanya dipengaruhi secara langsung oleh
Milton Erickson,pencipta terapi singkat di tahun 1940-an. Praktisi dan ahli
teori terkenal lainnya yang berhubungan dengan konseling berfokus solusi
adalah Michele Weiner-Davis dan Insoo Kim Berg.
Mengenai sudut pandang tentang sifat manusia, konseling berfokus
solusi tidak mempunyai pandangan bersifat komprehensif tantang sifat
manusia, tetapi berfokus pada kekuatan dan kesehatan klien (Fernando,
2007). Pendekatan ini berakar, seperti yang dilakukan beberapa teori lain,
pada penelitian Milton Erikson (1954), khususnya gagasan Erikson bahwa
manusia memiliki sumber daya dan kemampuan di dalam dirinya untuk
memecahkan masalah mereka sendiri, meskipun mereka tidak mempunyai
pemahaman mendasar mengenai diri mereka. Erickson juga “percaya
bahwa sering hanya diperlukan perubahan kecil dalam tingkah laku
seseorang untuk mengarah kepada perubahan yang lebih besar, dalam
konteks permasalahan yang ada” (Lawson, 1994, Hal. 244).
Sebagai warisan dari Erickson, konseling berfokus solusi
menganggap manusia bersifat konstruktivis, artinya bahwa realitas adalah
refleksi dari observasi dan pengalaman. Akhirnya, konseling berfokus
solusi didasarkan pada asumsi, bahwa manusia benar-benar ingin berubah
dan perubahan tersebut tidak terelakkan.

1.Pada dasarnya manusia sehat
2.Memiliki kemapuan kompeten
3.Memiliki kapasitas untuk mambangun (mengkonstruksikan) solusi
4.Manusia tidak terpaku pada masalah tetapi berfokus solusi
5.Perubahan terjadi sepanjang waktu
6.Manusia tidak bisa mengubah masa lalu
B. Konsep Dasar
Keunikanpengalamanmanusiamenjelaskanbahwasetiapindividuadal
ahunik. Konselingperludilakukandenganmelihatkeunikansetiapkebutuhan
individubukannyamelihatsecarakeseluruhan

(Berg

danMiller,1992).

Konseliadalahpakardalamkehidupanmerekasendiridanmempunyaikemamp

uan

menyelesaikanmasalah,


hasildarikemahiran

yang

dibawadalamsesisecarasedaratautidak.
Pengalamannegatif yang berulan-ulangmempunyaikesan yang
akanmenghalangiindividudaripadamengetahuikekuatandankebolehanmere
ka.Melahirkanhubungan
terapeutikdanhubungankerjasamaantarakonselidan
konselordimanadiantara

merekasama-samamencipta

reality

dansetiappihakakansalingmempengaruhiantarasatusama lain.
Terapiini memberifokus kepada masalah yang adadaripadamasalah
yang


tiada.Setiapmasalahakanmemfokuskankepadaapa

yang

bolehdilakukanlebihdaripadaapa

yang

tidakbolehdilakukan.Perubahandicapaidenganmenghargaiapa

yang

berlakudalamkontekskehidupannya

C. Tujuan Konseling
Tujuan utama dari konseling berfokus solusi adalah membantu
klien mengenal sumber daya dalam dirinya dan menyadari pengecualian
dalam dirinya pada saat dia bermasalah. Tujuan tersebut kemudian
mengarahkan klien pada solusi terhadap situasi yang telah ada dalam
pengecualian tersebut (West, Bubenzer, Smith. & Hamm, 1997). Jadi,

fokus sesi dan pekerjaan rumah adalah pada kemungkinan dan kepositifan,
baik itu di masa sekarang maupun di masa mendatang (Walter & Peller,
1992)
Tujuan lain yang disebutkan yaitu :
1. Membantu konseli mengenal sumber daya dalam dirinya dan menyadari
pengecualian di dalam dirinya pada saat dia bermasalah
2. Membantu konseli untuk berfokus pada hal – hal yang jelas dan spesifik
yang mereka anggap sebagai solusi masalah
3. Membantu konseli untuk bergerak atau menuju ke arah yang diinginkan
si konseli
4. Menemukan solusi yang cocok dengan masalah konseli
5. Membantu konseli untuk mengetahui secara jelas masa depan yang
diinginkannya dan bagaimna memotivasi hal tersebut.

6. Mengubah perilaku yg tidak sehat menjadi sehat
7. Mengantar manusia meraih kehidupan yg lebih sehat dan bahagia pd
masa kini dan masa ke depan
D. Karakteristik Hubungan Konselor – Klien
Karena terapi berfokus solusi dirancang untuk perlangsungan
singkat,tak pelak terapis memainkan peran lebih aktif dalam menggeser

fokus secepat mungkin, dari fokus yang tercurah ke problem fokus yang
tercurah ke solusi. Strategi relasiaonal mendasar difungsikan untuk
memicu prakarsa klien, membantu klien menumbuhkembangkan tanggung
-jawab (kemampuan merespon atau response ability) mereka dan
menggunakan kemampuan merespon itu dengan lebih baik. Begitu klien
bisa berfokus pada solusi, dia pun akan banyak bisa memegang kendali
dan bertanggung jawab.
Klien pada dasarnya adalah ahli (expert) yang paling mengetahui
tujuan-tujuan apa yang ingin mereka bangun. Tujuan-tujuan itu selalu unik
bagi setiap klien dan dibangun klien untuk menciptakan hari depan yang
lebih baik. Sedangkan klinikus berfokus solusi adalah pakar tentang proses
dan struktur terapi,pakar dalam membantu klien membangun tujuan-tujuan
mereka dalam kerangka kerja yang lebih baik menghasilkan solusi yang
sukses. Setiap pakar yaitu klien dan terapis memberikan andil untuk
penumbuhkembangan solusi bersama. Relasi terapis dengan klien
ditujukan untuk meraih suatu manfaat atau tujuan. Klien datang ke terapi
karena suatu alasan dan ingin mencapai suatu manfaat dan tujuan. Kedua
kolaborator (klien dan terapis) perlu membuat kriteria kemajuan atau
keberhasilan pencapaian tujuan, sehingga merekapun bisa mengakhiri
terapi paada waktu yang tepat.

Berdasarkan uraian tersebut kami merumuskan hubungan antara
konselor dan klien pada terapi singkat berfokus solusi sebagai berikut :
1. Konselor berperan lebih aktif dalam menggeser dari fokus yang
tercurah pada problem atau masalah ke solusi.
2. Konselor mendorong klien dalam menumbuhkan tanggung jawab,
kemampuan merespon (Response Ability).
3. Klien pada dasarnya lebih ahli (expert) atau yang paling mengetahui
tujuan yang akan mereka bangun.

4. Hubungan atau relasi konselor dan klien dalam terapi singkat berfokus
solusi bersifat kolaboratif dan egaliter.
E. Proses Konseling
Bertolino dan O’Hanlon menekankan pentingnya menciptakan
hubungan kerja sama dalam terapi dan memandangnya sebagai kebutuhan
untuk keberhasilan terapi. Dengan menyadari bahwa konselor memiliki
keahlian di dalam menciptakan konteks untuk perubahan, mereka
menekankan bahwa klien adalah ahli dalam kehidupan yang dialaminya
dan sering memiliki perasaan yang baik terhadap apa yang sudah atau
yang belum dikerjakan di masa lampau, dan juga sama halnya dengan apa
yang harus dikerjakan di waktu yang akan datang. Jika klien terlibat di

dalam proses terapi dari awal hingga akhir, kesempatan klien semakin
meningkat dan terapi akan berhasil. Singkatnya, hubungan kooperatif dan
kolaboratif cenderung akan menjadikan lebih efektif daripada hubungan
yang bersifat hierarkhis di dalam terapi.
Walter dan Peller menguraikan empat langkah yang memberikan
ciri kepada proses SFBT, yaitu :
1. Menemukan apa yang klien inginkan daripada mencari apa yang
mereka tidak inginkan.
2. Jangan mencari penyakit dan jangan berusaha mengurangi klien dengan
memberikan label diagnostik, alih-alih mencari apa yang bisa
dikerjakan klien dengan baik dan mendorong mereka untuk
meneruskannya searah dengan yang sudah dilakukan.
3. Jika apa yang klien lakukan tidak bisa terlaksana dengan baik,
kemudian doronglah mereka untuk mencoba hal lain yang berbeda.
4. Usahakan terapi berlangsung singkat dengan mendekati setiap
pertemuan seolah-olah pertemuan itu sebagai pertemuan terakhir dan
hanya satu pertemuan.
Edy Legowo (2008:79) Proses pada terapi singkat berfokus solusi
mencakup dua aktivitas utama sebagai berikut :
1. Aktivitas menumbuhkembangkan kesadaran (Consciousness Raising)
Kebanyakan klien datang ke sesi terapi dengan preokupasi
(keterpakuan)pada

problem-problem.Misalnya

klien

mengatakan,

“Saya depresi sepanjang waktu”, “Aku tidak bisa mengendalikan

keinginanku untuk minum-minuman keras”, “Saya dan pasangan hidup
saya selalu bertengkar”, “Saya orang yang selalu cemas”, “Aku tidak
bisa tidur”, dan sebagainya.
Tanggapan alamiah terhadap ungkapan-ungkapan problem itu
berupa pengajuan pertanyaan bertajuk”mengapa?”misal:”mengapa
anda depresi?” “Mengapa anda minum-minuman keras sampai tidak
terkendali”, “Mengapa Anda dan pasangan hidup Anda selalu
bertengkar ?”, dan sebagainya.
Terapi berfokus solusi justru membantu klien untuk menyadari
perkecualian-perkecualian yang terlepas dari problem mereka. Dalam
kenyataan, selalu terdapat perkecualian-perkecualian itu, dapat
diharapkan klien meraih kendali atau kontrol atas sesuatu yang selama
ini terasa sebagai problem yang teratasi.Menumbuhkembangkan
kesadaran tentang pengalaman-pengalaman yang justru merupakan
perkecualian dari pola baku problem-problem yang selama ini memaku
perhatian dan kehidupan klien-bagaikan menapis butir-butir kecil emas
dari hamparan pasir-biasa menjadi awal dari pengejawantahan solusi.
Kurun-kurun perkecualian itu hampir selalu ada dalam kehidupan
setiap klien. Untuk klien-klien yang sangat sulit memfokuskan diri
pada kurun-kurun perkecualian yang positif, terapis bisa mengajukan
pertanyaan mukjizat (miracle question) contohnya “ jika karena suatu
mukjizat, anda bebas dari problem-problem anda sepanjang malam,
seberbeda apakah kehidupan anda jadinya?“. Menumbuhkembangkan
pengalaman perkecualian yang positif dalam imajinasi bisa membantu
klien menjadi makin menyadari satu-satunya jenis realitas dalam
keseluruhan kehidupan mereka. Seyogyanya terapi bisa membantu
klien mentransformasikan realitas yang pada mulanya hanya di
imajinasikan menjadi tujuan-tujuan spesifik dan praktis yang bisa
mereka capai.
Maka
dapat

kami

simpulkan

bahwa

aktivitas

menumbuhkembangkan kesadaran klien dapat berupa :
a. Membantu klien untuk makin menyadari kekecualian-kekecualian
(exceptions) yang terlepas dari masalah mereka.

b. Membantu klien menjadi semakin menyadari bahwa realitas
kehidupan bukan satu-satunya dalam keseluruhan kehidupan
mereka.
c. Membantu klien mentransformasikan realitas yang pada mulanya
hanya imajinasi menjadi tujuan-tujuan spesifik dan praktis serta
dapat dicapai.
2. Membuat Pilihan Sadar(Choosing Conscious)
Tujuan-tujuan yang kita pilih untuk menentukan masa depan kita.
Seiring dengan makin meningkatnya kesadaran klien tentang
perkecualian-perkecualian positif di tangan kehidupannya yang syarat
problem, mereka akan bisa membuat pilihan sadar untuk menciptakan
lebih banyak lagi perkecualian-perkecualian seperti itu.
Klien yang selalu berfokus pada sebuah kehidupan yang sarat
depresi bisa membuat pilihan sadar untuk berpartisipasi dalam
kegiatan rohani, berolahraga lebih sering, lebih banyak mendengarkan
musik kesukaannya, terutama musik yang meningkatkan kegembiraan.
Klien yang berfokus pada program kecanduan minuman keras bisa
membuat pilihan sadar untuk memfokuskan diri pada solusi-solusi atas
kecanduan minman keras, sehingga dia bisa mencanangkan tujuantujuan yang nyata.
Water dan Peller(1992) memberikan empat pandangan untuk
membuat pilihan sadar yang bersifat terapeutik :
a. Jika pilihan yang dibuat bisa bekerja efektif, jangan berhenti
sampai disitu, bergegaslah menjalani pilihan tersebut
b. Jika pilihan yang dibuat itu bekerja kurang efektif perjuangkan
agar ia menjadi lebih efektif
c. Jika pilihan yang dibuat itu sama sekali tidak efektif,
bereksperimenlah juga berimajinasikanlah mukjizat-mukjizat
d. Perlakuakan setiap sesi konseling atau psikoterapi seolah olah sesi
itu adalah sesi terakhir. Maka mulailah berubah sekarang, bukan
esok, bukan pekan depan.
F. Teknik-teknik Konseling
Konseling berfokus solusi merupakan suatu proses kolaborasi
antara

konselor

dan

klien.

Disamping

mendorong

klien

mengamatipengecualian pada masa-masa dimana ada permasalahan,
beberapa teknik lain juga sering digunakan.
Teknik-teknik tersebut adalah:
1. Perubahan pra-sesi terapi
Ketika membuat janji untuk bertemu, klien diminta mengamati
perubahan yang terjadi di waktu antara perjanjian dan sesi pertama.
Biasanya, konselor menanyakan perubahan-perubahan pada awal sesi
terapi.

Dengan

mengenali

perubahan

pra-sesi,

konselor

bisa

mengembangkan yang telah dimulai klien. Kemungkinan klien
menyaikan pertunjuk jelas terkait strategi, keyakinan, nilai dan
ketrampilan yang bisa ditransfer konstruksi solutif.’awal yang cepat’
ini membantu mempercepat proses perubahan dan memungkinkan
konseling dilakukan dengan waktu singkat. Perubahan pra sesi positif
bisa memperdayakan klien karena perubahan terjadi tanpa bantuan
konselor,dan oleh karena itu penghargaan diberikan sepenuhnya untuk
klien.
2. Pertanyaan pengecualian (Exception Question)
Teknik pertanyaan pengecualianpada dasarnya difokuskan pada
situasi

hipotesis

dimana

suatu

masalah

menghilang.

Pengecualianmerupakanpengalamanhidupkonseli
masalaluketikadimungkinkan

di

masalahtersebutmasukakalterjadi,

tetapientahbagaimanahalitutidakterjadi.
Denganmembantukonselimengidentifikasidanmemeriksapengecualiant
ersebutkemungkinanmeningkatkanmerekadalambekerjamenujusolusi.E
ksplorasiinimengingatkankonselibahwamasalahtidakselalukuatdan
adaselamanya;
jugamenyediakankesempatanuntukmeningkatkansumberdaya,
melibatkankekuatan,

dan

menempatkansolusi

Konselormenanyakanpadakonseliapa

yang

yang

mungkin.

harusdilakukan

agar

pengecualianinilebihseringterjadi. Dalamistilah SFBC, halinidisebut
“change-talk”.
3. Pencariaan Kompetensi
Konselor mengidentifikasi dan menegaskan sumber daya, kekuatan,
dan kualitas klien yang bisa digunakan untuk memecahkan masalah.

Mekanisme pengatasan problem yang sebelumnya telah digunakan
klien , diakui dan diperkuat.
4. Pertanyaan Keajaiban (Miracle Question)
Pertanyaan yang mengarahkankonseliberimajinasiapa

yang

akanterjadijikasuatumasalahdialamisecaraajaibterselesaikan.Meminta
konseli untuk mempertimbangkan bahwa suatu keajaiban membuka
suatu tempat untuk kemungkinan-kemungkinan dimasa depan. Konseli
di dorong untuk membiarkan dirinya sendiri bermimpi tentang suatu
cara atau jalan untuk mengidentifikasi jenis-jenis perubahan yang
paling mereka inginkan. Pertanyaan ini memiliki fokus masa depan
dimana konseli dapat mulai untuk mempertimbangkan kehidupan yang
berbeda yang tidak didominasi oleh masalah-masalah masa lalu dan
sekarang kearah pemuasan hidup yang lebih dimasa mendatang.
Salah satu bentuk pertanyaannya berbunyi sebagai beriku: “mari
kita anggap bahwa saat Anda tidur malam ini terjadi keajaiban yang
memecahkan semua permasalahan Anda. Bagaimana Anda bisa
mengetahuinya? Perbedaan apa yang akan terjadi?” (deShazer, 1991).
5. Pertanyaan Berskala (Scalling Question)
Teknik pertanyaan berskala merupakan pertanyaan dimana klien
diminta untuk menggunakan skala 1 (rendah) hingga 10 (tinggi) untuk
mengevaluasi seberapa parahnya masalah yang ada. Mengukur dapat
membantu klien memahami dimana dia berada dalam hubungannya
dengan masalah tersebut, dan kemana dia bergerak untuk mencapai
tujuan secara realistis.
Terapais menggunakan pertanyaan yang memberi skala apabila
perubahan dalam pengalaman manusia tidak mudah diamati, seperti
perasaan,

suasana

hati,

atau

komunikasi.

Pertanyaan

dengan

memberikan skala menjadikan konseli untuk memberikan perhatian
yang lebih dekat kepada apa yang sedang mereka kerjakan dan
bagaimana mereka dapat mengambil langkah yang akan mengarahkan
kepada perubahan yang mereka kehendaki.
6. Pembingkaian kembali (reframing)

Sebelum masuk ke tahap penutup dalam proses konseling,
biasanya konselor memberikan jeda waktu beberapa saat kurang lebih
lima sampai sepuluh menit untuk menyusun ringkasan pesan dan
umpan balik yang akan diberikan kepada klien. De Jong dan Berg
(dalam Gerald Corey, 2002:9) menguraikan tiga bagian pokok untuk
umpan balik yang berupa ringkasan: pujian, jembatan, dan anjuran
tugas. Pujian adalah pengakuan yang tulus terhadap apa yang telah
konseli lakukan yang mengarah ke solusi yang efektif. Pujian-pujian
ini yang wujudnya berbentuk dorongan, menciptakan harapan, dan
penyampaian harapan kepada konseli bahwa mereka dapat mencapai
tujuan-tujuan mereka dengan menggunakan kekuatan dan keberhasilan
mereka. Kedua, sebuah jembatan menghubungkan pujian awal kepada
tugas anjuran yang diberikan. Jembatan memberikan alasan penalaran
untuk pujian itu. Aspek umpan balik ketiga berisi anjuran tugas kepada
konseli, yang dapat dipertimbangkan sebagai pekerjaan rumah. Tugas
pengamatan maksudnya ialah meminta konseli untuk sekedar
memberikan perhatiannya kepada beberapa aspek kehidupan mereka.
Proses monitoring diri ini membantu konseli mencatat perbedaanperbedaan apabila segala sesuatu keadaannya lebih baik.

G. Kesesuaiannyaditerapkan di Indonesia
Terapisingkatberfokussolusibisadigunakanolehkonseloratauguru
BK.
Terapiiniberlangsungsingkatdanbisadigunakankapansajamaupundimanasaj
a.Proses yang singkatinilah yang disukaiolehkebanyakanklien-klien di
Indonesia.Instan,
Indonesia

begitulah

orang-orang

mengatakan.Klien-klien

di

lebihsukaapabilapermasalahannyalangsungbisadiatasi,

tanpaharusmenghimpunsebab-sebabmasalah.Konseloratauguru

BK

di

Indonesia
diharapkanmampusecarakreatifmemadukanantaramenumbuhkembangkank
esadarankliendanmembuatpilihanperubahan.

Padaterapisingkatberfokussolusi,

klien

di

Indonesia

diajarkansuapayatidakperluterpakupadamasalah.Merekaperluberfokuspada
solusi,

bergerakmenujudanmengejawantahansolusi.Olehkarenaitu,

supayamasalah yang dihadapicepatteratasimakakonselor Indonesia yang
menggunakanteori

SFBT

takperlumenggunakankebiasaanlamanyayaitudenganpertanyaan
“mengapa”

tetapilangsungpadasolusinyadenganmenggunakanpertanyaan

“bagaimanatujuanatauharapan

yang

akanAndainginkan

?”.

Misalnyapengetahuantentangmengapaseseorangmenjadipeminumminuman
keras

25

tahun

yang

karenatekanankelompoktemansebaya)

lampau

(semisal,

ternyatatidakbermanfaatbanyak,

yang lebihbermanfaatadalahbagaimanaindividuitukiniberubah.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
PrinsipdariKonseling berfokus solusi didasarkan pada asumsi, bahwa
manusia benar-benar ingin berubah dan perubahan tersebut tidak
terelakkan.Terapiinimemberifokuskepadamasalah

yang

adadaripadamasalah

yang

tiada.Setiapmasalahakanmemfokuskankepadaapa

yang

bolehdilakukanlebihdaripadaapa

yang

tidakbolehdilakukan.

Perubahandicapaidenganmenghargaiapa

yang

berlakudalamkontekskehidupannya
Tujuan utama dari konseling berfokus solusi adalah membantu klien
mengenal sumber daya dalam dirinya dan menyadari pengecualian dalam
dirinya pada saat dia bermasalah. Padaterapisingkatberfokussolusi, klien di
Indonesia
diajarkansuapayatidakperluterpakupadamasalah.Merekaperluberfokuspada
solusi,

bergerakmenujudanmengejawantahansolusi.Olehkarenaitu,

supayamasalah yang dihadapicepatteratasimakakonselor Indonesia yang
menggunakanteori

SFBT

takperlumenggunakankebiasaanlamanyayaitudenganpertanyaan
“mengapa”

tetapilangsungpadasolusinyadenganmenggunakanpertanyaan

“bagaimanatujuanatauharapan yang akanAndainginkan ?”.

1.

DAFTAR PUSTAKA

Gladding T. Samuel. 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks.
Edy Legowo, dkk. 2008. Modul Pendidikan dan Latihan Profesi Guru Bimbingan
Konseling. Surakarta: Panitia Sertifikasi Guru Rayon 13
Michael S. Kelly, dkk. 2009. Solution-Focused Brief Therapy in Schools.
Surakarta: Perpustakaan Program Studi Bimbingan dan Konseling Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
https://annisaguru.wordpress.com/2011/1/19/terapi-singkat-berfokus-solusisolution-focused-brief-therapy-sfbt/