Analisis Kebijakan Dolarisasi Dalam Mone

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS KEBIJAKAN DOLARISASI DALAM MONETER DOMESTIK DALAM
KRISIS EKUADOR

MAKALAH
TEORI EKONOMI POLITIK INTERNASOINAL
Alleya Hanifa - 1406618820
Astrella Depari - 1406541221
Genta Maulana - 1406618833
Jonathan Alfa R. -1406578331

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

DEPOK
MEI 2016

1

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ekuador adalah salah satu negara Amerika Selatan yang memiliki keragamaan budaya
dan geografis. Hal ini tentunya mempengaruhi kekayaan sumber daya alam Ekuador yang
terdiri atas keragaman agrikultur, minyak, dll. Tidak heran hal ini kemudian membuat
perdagangan ekspor Ekuador menjadi salah satu sumber pendapatan nasionalnya. Ekonomi
Ekuador merupakan salah satu dari delapan pertumbuhan ekonomi terbaik

di Amerika

Selatan.
Meskipun

begitu,

keadaan

ekonomi

tiap


negara

tentunya

tidak

terlepas

goncangan-goncangan yang mengancam stabilitas negara tersebut. Bagi Ekuador, 1995-2000
merupakan titik terbawah ekonomi dimana Ekuador jatuh kedalam krisis ekonomi cukup
parah. Krisis ini secara umum disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain ​conflict of interest

dalam pemerintahan Ekuador dan kondisi cuaca yang kemudian memposisikan ekonomi
Ekuador di titik terbawahnya. Dalam menanggapi krisis ekonomi, setiap negara memiliki

caranya masing-masing. Pada 6 Januari 2000, Presiden Jamil Mahuad kemudian
mengumumkan secara resmi keputusannya untuk mengambil kebijakan dolarisasi sebagai
solusi krisis ekonomi domestik ini, dimana definisi dolarisasi secara umum adalah adopsi
mata uang Amerika sebaga mata uang nasional.

Makalah ini mencoba menjelaskan proses pengambilan kebijakan dolarisasi di
Ekuador dimulai dari krisis yang terjadi pada akhir tahun 1990-an hingga akhirnya
memberikan efek pada stabilitas moneter domestik Ekuador. Adanya “kerelaan” pemerintah
nasional Ekuador untuk “tunduk” dan menggunakan dollar sebagai mata uang nasional
tentunya membawa perubahan besar baik secara sosial dan ekonomi nasional Ekuador. Hal ini
juga melihat besarnya harapan Mahuad sebagai ​decision-maker dari kebijakan ini terhadap

dolarisasi sebagai solusi dari krisis yang terjadi di Ekuador. Hal yang kemudian berusaha tim
penulis angkat menjadi fokus dalam tulisan makalah ini. Makalah ini juga kemudian berusaha
memaparkan faktor-faktor yang mendukung pengambilan kebijakan dolarisasi ini baik yang
berasal dari dalam maupun lingkup internasional. Fokus dari tulisan ini adalah untuk
menunjukan peran dolarisasi sebagai salah satu bentuk rezim internasional dalam menghadapi
krisis ekonomi domestik.
2

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan latar belakang di atas, makalah ini kemudian akan berusaha
menjawab pertanyaan terkait ​“Bagaimana rezim dolarisasi ​memperbaiki stabilitas

ekonomi dalam moneter Ekuador?”


Dalam menjawab pertanyaan pemicu tersebut, tim penulis akan menggunakan konsep
rezim dalam menjelaskan kebijakan dolarisasi. Makalah ini akan berusaha memaparkan
proses Ekuador yang pada akhirnya memilih untuk “tunduk” pada rezim dolarisasi sebagai
solusi krisis domestik. Dampak dan perubahan yang dibawa oleh kebijakan ini kemudian akan
memberikan jawaban tentang bagaimana efektivitas dolarisasi sebagai solusi krisis moneter.
1.3 Kerangka Konsep
​Dalam menjelaskan dan menganalisis studi kasus ini, tim penulis menggunakan salah

satu pendekatan rezim internasional oleh Haggard dan Simmons. Dalam tulisan ​Theories of
International Regimes​, Haggard dan Simmons meminjam definisi Krasner mengenai rezim

yaitu kumpulan prinsip, norma, aturan, dan prosedur pengambilan keputusan yang
1

mengumpulkan ekspetasi aktor-aktor dalam hubungan internasional Menurut Viotti Kaupi
konsep ini adalah salah satu bentuk dari institusi internasional yang dapat diartikan sebagai
2

sekumpulan aturan yang disetujui oleh beberapa negara dalam sebuah isu tertentu. Konsep

ini pada dasarnya “dipinjam” dari politik domestik dimana fungsinya adalah sebagai sebuah
constitutional order. Dalam cakupan internasional, rezim umumnya dibentuk secara sukarela
oleh salah satu negara yang kemudian menentukan ukuran dalam pengaturan di hubungan
internasional. Dalam pandangan liberal, konsep ini merupakan salah satu cara untuk
mempertahankan ​interdependence ​antar negara. Secara umum, terdapat dua teori besar yang

dapat menjelaskan bagaimana sebuah rezim internasional terbentuk. Teori pertama berasal
dari kaum realis yang melihat bahwa adanya rezim tidak lepas dari peran negara untuk
3

menciptakan atau mempertahankan sumber-sumber ​power yang ada. Hal ini berbeda dengan
teori kedua yang menekankan peran ​epistemic communities

dalam pembentukan rezim

Stephen Haggard dan Beth A. Simmons, “ Theories of International Regimes,” ​International Organization,
Vol.41, No 3 ( Summer, 1987), hlm. 493.
2
Paul R. Viotti dan Mark V. Kauppi. ​International Relations Theory​, 5th Ed (New York :Pearson Education,
2012) ,hlm. 145.

3
​Ibid.,

1

3

internasional. Dalam makalah ini, tim penulis akan fokus pada teori pertama yang menyatakan
adanya ikut campur suatu negara dalam pembentukan sebuah rezim internasional.
Kebangkitan atau kejatuhan sebuah aktor hegemon berpengaruh pada kebangkitan atau
4

penolakan sebuah rezim internasional. Hal ini kemudian melihat bahwa rezim internasional
memberikan keuntungan bagi negara besar yang membentuknya.
Menurut Haggard dan Simmons terdapat beberapa dimensi yang dapat digunakan
5

untuk mengukur rezim internasional. Dimensi pertama adalah ​strength ​yang dapat digunakan

untuk melihat seberapa patuh sebuah negara terdapat suatu rezim internasional. Kepatuhan ini

dapat digunakan untuk melihat ​strength ​rezim tersebut dalam mengikat negara-negara
dibawhanya dalam suatu isu tertentu. Dimensi kedua adalah bentuk organisasi yang
berpengaruh pada pengaturan dan ​design ​dari praktik rezim itu sendiri. Selain itu, cakupan

juga menjadi salah dimensi yang dapat digunakan dalam melihat sebuah rezim internasional.
6

Dimensi ini melihat seberapa besar cakupan isu yang diatur dalam sebuah rezim. Menurut
Haggard dan Simons, berubahnya ​scope ​dari suatu rezim seringkali diabaikan, padahal

kelalaian tersebut seringkali juga mempengaruhi karakteristik rezim. Selain itu, luasnya ​scope
tidak selalu diikuti dengan perkembangan rezim tersebut, karena ​scope yang terlalu luas hanya

akan memperumit kompleksitas hubungan sementara ​scope yang terlalu sempit akan

mempersulit proses ‘tawar-menawar’ di dalamnya. Dimensi terakhir adalah mode alokasi

yang melihat bahwa rezim internasional mempengaruhi mekanisme alokasi. Haggard dan
7


Simmons memberikan dua jenis bentuk alokasi model ; (1) ​market-oriented , yang
mendukung adanya alokasi pribadi dan menjamin hak properti serta menghiraukan adanya
kontrol pemerintah nasional. (2) ​authoritative allocation​, dimana adanya kontrol langsung

sumber daya dari otoritas rezim. Salah satu contoh dari model ini adalah peran IMF sebagai
rezim keuangan dalam neraca perdagangan internasional.

Berbeda dengan Viotti Kaupi yang hanya menyediakan dua jenis teori, Haggard dan
Simmons mengajukan empat jenis teori yang dapat digunakan dalam menjelaskan rezim
internasional. Keempat tersebut terdiri atas ​structuralism, ​pendekatan ​game-theoretic​, teori

fungsional, dan teori kognitif. Masing-masing memiliki pandangan yang berbeda tentang
Hidetaka Yoshimatsu, “International Regimes, International Society, and Theoretical Relations”, ​Working
Paper Series ​Vol. 98-10 (Mei, 1998), hlm 6.
5
Stephen Haggard dan Beth A. Simmons, “ Theories of International Regimes,” ​International Organization,​ hlm
496
6
​Ibid., ​ hlm. 497.
7

​Ibid., ​hlm. 498.

4

4

fungsi dan posisi rezim dalam hubungan internasional. Dalam makalah ini, tim penulis tidak
akan membahas keempatnya melainkan hanya fokus pada teori fungsional. Keohane sebagai
salah satu tokoh yang mendukung teori ini pada awalnya melihat bahwa tradisi
rational-choice dalam melihat peran kekuatan dominasi dalam mempertahankan rezim gagal
menjelaskan perubahan baik dalam struktur ​power maupun dalam rezim internasional itu
8

sendiri. Teori ​rational choice ​dianggap tidak dapat menjelaskan perubahan cakupan rezim
yang semakin luas dewasa ini. Keohane kemudian mengajukan pendekatan ​supply-demand

dalam melihat terbentuknya rezim. Keohane melihat adanya rezim disebabkan adanya
9

permintaan-penawaran terhadap hal-hal seperti ; (1) kerangka legal (2) informasi sempurna

(3) biaya transaksi nihil.
Pendekatan ​demand-supply menurut Keohane tersebut menyatakan bahwa adanya

rezim didorong akan kebutuhan negara anggota terhadap beberapa hal. Hal ini sesuai dengan
teori fungsional menurut Haggard dan Simmons yang melihat rezim dari efek yang
10

ditimbulkan.

Jika sebuah rezim dapat menjadi ​sarana untuk mengurangi biaya transaksi

diantara negara anggotanya maka kepatuhan negara terhadap sebuah rezim akan meningkat.
Adapun hal ini berpengaruh sebaliknya jika modifikasi terhadap rezim menjadikan rezim
dysfunctional maka eksistensi rezim akan terancam. Teori ini menjelaskan kekuatan rezim
terutama menjawab pertanyaan tentang mengapa kepatuhan terhadap rezim tidak terpengaruh
oleh adanya perubahan kondisi structural. Kepatuhan anggota terhadap sebuah rezim
dipengaruhi oleh fungsi dari rezim itu sendiri bagi negara-negara anggotanya. Teori ini juga
11

dapat menjelaskan kapan sebuah rezim dibutuhkan.


Selain itu, adanya ​benefit ​yang

ditawarkan oleh sebuah rezim internasional juga ternyata mempengaruhi perilaku sebuah
negara. Ukuran seberapa penting sebuah rezim kemudian dilihat dari seberapa banyak ​benefit

yang dapat diberikan sebagai ganti ​compliance ​yang diberikan sebuah negara. Haggard dan

Simmons kemudian menyatakan bahwa teori fungsional menekankan peran rezim dalam
memfasilitasi realisasi ​common interest negara. Namun hal ini ternyata menimbulkan dampak

Robert O. Keohane, “The Demand for International Regimes” ​International Organization, ​Vol. 36, No 2
(1982), hlm. 326.
9
​Ibid, hlm. ​ 338.
10
Stephen Haggard dan Beth A. Simmons, “ Theories of International Regimes,” ​International Organization,
hlm 508.
11
​Ibid.,​ hlm. 506

8

5

negative dalam praktiknya yaitu fakta bahwa rezim dapat menjadi saran institusionalisasi
12

inequalities.

Dari kerangka teori diatas, penulis akan akan memfokuskan tulisan ini pada teori
funsional dalam menjelaskan kebijakan dolarisasi. Adanya ​demand ​dari Pemerintah domestik

Ekuador serta ​supply ​dari arena internasional tentang solusi krisis ekonomi domestik

menjelaskan posisi rezim internasional, dalam hal ini dolarisasi bagi Ekuador. Teori
fungsional rezim internasional menurut Haggard dan Simmons akan menjadi acuan utama tim
penulis dalam menjelaskan peran dolarisasi. Eksisensi dolarisasi sebagai sebuah rezim
internasional juga akan dijelaskan pada bab berikutnya. Dalam prosesnya, teori realis
mengenai ​power-based ​juga akan digunakan dalam menjelaskan kekuatan-kekuatan lain yang

berpartisipasi dalam pemberlakuan kebijakan dolarisasi di Ekuador.

12

​Ibid., ​hlm 509

6

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Latar Belakang Ekonomi Politik Domestik Ekuador
Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, Ekuador merupakan negara di Amerika
Selatan yang memiliki potensi ekonomi yang signifikan. Negara ini memiliki sumber daya
alam yang melimpah, dan memiliki teritori yang dapat dikategorikan strategis untuk dapat
dilewati jalur perdagangan. Selain itu, Ekuador juga tergabung dan aktif didalam beberapa
institusi perekonomian semacam WTO, CAF, IDB, dll. Oleh karena itu, Ekuador merupakan
negara di Amerika Selatan yang memiliki potensi ekonomi yang cukup besar.
Meskipun begitu, negara yang terletak di antara Kolombia dan Peru ini tidak pernah
jauh dari krisis ekonomi. Bahkan, menurut Stanley Fischer, secara historis Ekuador tidaklah
13

memiliki kondisi ekonomi yang baik sejak kemerdekaannya pada 1830 . Pada masa itu,
negara Ekuador terbagi menjadi dua kelompok masyarakat besar yaitu Costa, mereka yang
tinggal di sekitar pantai, dan Sierra, atau mereka yang tinggal di daerah pegunungan. Kedua
kelompok masyarakat ini memiliki karakteristik ekonomi dan sosial yang berbeda sehingga
ketegangan regional domestik seringkali terjadi. Sementara itu, partai-partai politik di
Ekuador terbentuk berdasarkan ​interest dari wilayah tersebut. Ini menyebabkan lemahnya

sentralitas pemerintahan Ekuador, karena kebijakan-kebijakan ekonomi yang bertujuan untuk
meningkatkan stabilitas moneter atau pertumbuhan ekonomi terpaksa ‘dikorbankan’ demi
mencapai ​regional balance​. Dampaknya adalah kondisi ekonomi Ekuador yang sangat
terstratifikasi. Orang-orang kaya dan pemilik tanah tinggal berdampingan dengan orang-orang

yang kurang mampu, serta instabilitas politik karena kekuatan politik sentral sulit untuk
14

membuat kebijakan yang bersifat kohesif dan berdasarkan konsensus .
Dalam usaha untuk mencapai kemakmuran, Ekuador merupakan negara yang sangat
bergantung kepada ekspor dari komoditas seperti kakao, udang-udangan, dan minyak. Akan
tetapi, institusi-institusi ekonomi dalam negeri, seperti perbankan, yang mengatur
perdagangan tidaklah berjalan efisien sehingga menyebabkan Ekuador sejatinya sangat
‘rentan’ terhadap siklus perubahan harga-harga komoditas tersebut. Misalnya, hancurnya
13
Stanley Fischer, “Ecuador and the IMF,” ​International Monetary Fund​, diakses 16 Mei 2016,
https://www.imf.org/external/np/speeches/2000/051900.htm.
14
Paul Beckerman dan Andres Solimano. ​Crisis and dollarization in Ecuador: Stability, growth, and social
equity​. (Washington DC: World Bank, 2002), hlm. 1-4.

7

harga pada tahun 1980-an membuat pertumbuhan GDP Ekuador turun dari 9% menjadi 2%
15

saja, terendah dalam 50 tahun terakhir . Kekuatan ekonomi Ekuador lalu menjelang stabil
hingga tahun 1995, dimana Ekuador mulai mengalami konflik perbatasan dengan Peru. Pada
masa itu Ekuador terpaksa meningkatkan anggaran militer sehingga saldo keuangan negara
yang tadinya ​balance berubah menjadi defisit. Ini berdampak kepada kredibilitas Duran

Ballen selaku Presiden Ekuador pada saat itu serta aktor-aktor dalam pemerintahannya.
Bahkan, Alberto Dahik selaku wakil presiden melarikan diri ke Costa Rica karena adanya
dugaan korupsi. Abdala Bucaram selaku pengganti Duran pada tahun 1996 juga tidak mampu
berbuat banyak karena langsung diganti setahun kemudian, juga karena kasus korupsi. Selain
itu, bencana ​El Nino ​pada tahun 1997 yang menghantam komoditas pertanian dan merugikan
16

ekonomi Ekuador hingga 13% dari GDPnya .

Diangkatnya presiden baru Jamal Mahuad pada tahun 1998 memberikan harapan
17

tersendiri , namun ia juga harus memperhatikan bahwa kebijakan-kebijakan yang dilakukan
oleh presiden-presiden sebelumnya seperti mengurangi subsidi, liberalisasi ekonomi,
menaikkan ​interest rate ​dan melakukan devaluasi atas ​exchange-rate memanglah tidak

memberikan hasil yang signifikan. Dalam kondisi mengalami regres di sistem perbankan,

kesulitan untuk mencari kreditur eksternal, serta terlalu banyak meminjam uang berupa USD,
Ekuador mengalami krisis ekonomi hebat dimana mereka harus membayar hutang sebesar
18

lebih dari 16 miliar USD . Banyaknya masalah dalam krisis finansial dan moneter membuat
Ekuador mulai mempertimbangkan untuk bernegosiasi dengan IMF pada akhir tahun 1998.
Akan tetapi, negosiasi berjalan dengan lambat karena kondisi keuangan Ekuador yang tidak
19

bisa mendukung kebijakan-kebijakan yang ditawarkan oleh IMF sebagai solusi . Sementara
itu, nilai Sucre sebagai mata uang terus mengalami depresiasi dari 800 Sucres/USD pada
tahun 1990, hingga 25000 Sucres/USD. Akhirnya pada tahun 2000, Ekuador di bawah
presiden Jamal Mahuad, dengan kondisi angka kemiskinan mencapai 45% dan pengangguran
17% dari total populasi, memutuskan untuk mengambil kebijakan dolarisasi. Padahal,
kebijakan ini bisa dibilang sangat berisiko karena kondisi-kondisi yang bisa mendukung

Ibid, hlm. 5.
Stanley Fischer, “Equador.”
17
Ibid.
18
Hale E Sheppard, "Dollarization of Ecuador: Sound Policy Dictates US Assistance to This Economic Guinea
Pig of Latin America," ​Ind. Int'l & Comp. L. Rev.​ 11, (2000): hlm. 81-84.
19
Cristobal Perez, “Dollarization and Banking Stability in Ecuador,” ​Economics Honors Papers​ 6, (2012): hlm.
29-32.
15
16

8

kesuksesan dolarisasi ini sendiri, seperti sistem fiskal dan perbankan yang sehat, tidak bisa
20

dipenuhi oleh Ekuador pada masa itu.

2.2 Definisi Dolarisasi sebagai Sebuah Rezim Internasional
Pertama-tama, tim penulis akan menjelaskan mengenai dasar-dasar dolarisasi.
Dolarisasi merupakan nama lain dari suatu kebijakan bernama substitusi mata uang (​currency
substitution)​. Kurt Schuler mendefinisikan ​currency substitution sebagai sesuatu yang terjadi

ketika penduduk suatu negara menggunakan mata yang asing secara ekstensif bersamaan atau
21

untuk menggantikan mata uang domestik.

Kini, terma dolarisasi tidak secara eksklusif

digunakan merujuk kepada penggunaan dolar AS oleh sebuah negara (selain AS), namun juga
substitusi mata uang secara umum.
Terdapat dua jenis dolarisasi, yaitu tidak resmi (​de facto) ​dan resmi (​de jure​). Dolarisasi

tidak resmi terjadi ketika mata uang asing hanya digunakan sebagai alat pertukaran (alat
22

transaksi) atau sebagai cara penyimpanan dalam bentuk fisik. Dolarisasi ​de facto ​ini ditandai

ketika masyarakat sebuah negara banyak menyimpan asetnya dalam bentuk valuta asing.
Menurut Schuler, dolarisasi jenis ini dilakukan dalam tiga tahap. Di tahap pertama, terjadi
proses subtitusi aset, yaitu saat masyarakat memiliki obligasi dan simpanan asing di luar
negeri dengan alasan ingin melindungi kekayaannya di tengah inflasi atau penyitaan kekayaan
langsung. Pada tahap kedua, yaitu substitusi mata uang, masyarakat memiliki mata uang asing
dalam jumlah besar dalam sistem perbankan domestik sebagai sarana pembayaran atau
penyimpanan nilai.

Di tahap ini, komoditas bernilai tinggi seperti kendaraan dan rumah

seringkali dibayarkan dalam valuta asing. Tahap terakhir, masyarakat negara tersebut sudah
terbiasa dengan valuta asing terebut hingga harga-harga dalam mata uang domestik pun
23

diindeks terhadap nilai tukar.

Schuler menyatakan sulit untuk mendeteksi negara-negara

yang mengalami dolarisasi tidak resmi akibat keterbatasan statistik mengenai jumlah mata
uang asing yang dimiliki masyarakat suatu negara.

Andres Solimano, hlm. 6.
Kurt Schuler, “Basics of Dollarization,” ​Global Policy, ​diakses pada 15 Mei 2016,
https://www.globalpolicy.org/pmscs/30435.html.
22
Patricia Alvarez-Plata dan Alicia Garcia-Herrero, ​To dollarize or de-dollarize: Consequences for Monetary
Policy​, Paper AIDB 2007, hlm 3.
23
Schuler, “Basics.”
20
21

9

Dolarisasi resmi terjadi ketika mata uang asing diterapkan sebagai alat pembayaran
24

resmi (​legal tender)​.

Dalam kondisi ini, mata yang asing dapat secara resmi digunakan

dalam perjanjian antar pihak-pihak swasta dan pemerintahnya pun menggunakannya untuk
25

melakukan pembayaran.

Beberapa negara yang melakukan dolarisasi resmi, atau juga

dikenal sebagai dolarisasi penuh, tidak memiliki mata uang domestiknya sendiri. Jikalau ada,
maka mata uang domestik tersebut menduduki posisi sekunder. Schuler menyatakan bahwa
dolarisasi resmi memberikan kebebasan pilihan bagi negara penganut yang sekaligus
26

memberikan proteksi ketika salah satu dari mata uang yang digunakan menjadi tidak stabil.

Beberapa negara yang menerapkan dolarisasi penuh di antaranya adalah Panama, Timor
Leste, dan Ekuador.
Dalam makalah ini, dolarisasi resmi akan menjadi perhatian utama sebab rezim
tersebutlah yang diadopsi oleh Ekuador. Ketika suatu negara melakukan dolarisasi, maka
negara tersebut harus merelakan pengaturan moneter domestiknya dan mengimpor kebijakan
27

moneter yang diatur oleh negara pemilik mata uang yang diadopsinya. Dengan memiliki
mata uang yang sama, maka negara tersebut dapat mengambil keuntungan berupa biaya
transaksi yang lebih rendah dengan negara sesama pengguna mata uang tersebut. Bahkan,
dalam kasus dolarisasi yang menggunakan dolar AS, negara pengadopsi dapat mengurangi
28

biaya transaksi dengan mata uang lain.

Alexandre Miranda menyebutkan bahwa dolarisasi resmi seperti yang dilakukan oleh
Ekuador memiliki beberapa keuntungan. Hal-hal yang menjadi pemicu suatu negara
melakukan dolarisasi di antaranya adalah menurunkan tingkat inflasi dan biaya transaksi
sehingga dapat memperkuat perdagangan serta integrasi fiskal dan finansial, serta eliminasi
penciptaan moneter untuk membiayai ekonomi yang akan menguntungkan perkembangan
29

sektor perbankan.

Dalam tulisan ini, tim penulis sepakat pada asumsi bahwa dolarisasi adalah salah satu
bentuk rezim internasional. Asumsi ini didasarkan dari kerangka teori yang telah ditentukan
penulis sebelumnya. Seperti yang telah dikatakan Haggard dan Simmons, sebuah rezim

Alvarez-Plata dan Garcia-Herrero, ​To dollarize.
Schuler, “Basics.”
26
​Ibid,.
27
​Ibid,.
28
​Ibid..
29
Alexandre Minda, "Full Dollarization: A Last Resort Solution to Financial Instability in Emerging Countries?."
The European journal of development Research​ 17, no. 2 (2005): 302.
24

25

10

30

internasional terdiri atas beberapa elemen. Elemen pertama adalah ​strength ​yang berusaha

seberapa “kuat” suatu rezim dalam mengikat negara dibawahnya. Dolarisasi umumnya dipilih
menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah ekonomi domestik suatu negara khususnya
inflasi. Hal ini terbukti dari banyaknya negara yang memilih mengaplikasikan rezim ini ketika
mengalami krisis. Dolarisasi secara umum memiliki beberapa fungsi seperti mengurangi
31

tingkat inflasi, mengurangi otoritas moneter, serta meningkatkan paparan sistem perbankan.

Adanya fungsi-fungsi krusial yang dibawa oleh dolarisasi ini kemudian meningkatkan
“kekuatan” dolarisasi ini terhadap seberapa besar kerelaan suatu negara untuk tunduk terhadap
aturan rezim ini. Selain itu, besarnya manfaat yang dirasakan dari penerapan rezim ini, dalam
studi kasus dolarisasi Ekuador, masyarakat Ekuador menolak rencana de-dolarisasi yang
32

sempat direncanakan. Tim penulis kemudian dapat mengatakan rezim ini memiliki kekuatan
cukup besar dalam mengatur negara yang menggunakan dolarisasi. Meskipun rezim ini tidak
memiliki sanksi tertentu, namun adanya manfaat yang diciptakan dolarisasi menciptakan
keadaan dimana negara ​dependent ​kepada rezim ini.

Elemen kedua adalah bentuk organisasi, dimana dalam dolarisasi memberikan

mekanisme baru bagi keuangan suatu negara. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
dolarisasi memiliki tahap-tahap tersendiri hingga pada akhirnya sampai pada titik mata uang
33

asing benar-benar menggantikan posisi mata uang nasional.

Dilihat dari elemen ​scope,

dolarisasi hanya berfokus pada aspek ekonomi yang terdiri atas moneter dan finansial. Seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya, aturan dolarisasi yang menjustifkasi adopsi suatu mata
uang luar negeri menjadi mata uang nasional tentunya memiliki dampak bagi moneter dan
finansial suatu negara. Adanya pengubahan mata uang ini secara langsung aktivitas ekonomi
dalam suatu negara. Berbagai kebijakan ekonomi yang diambil sebagai dampak dolarisasi
juga akan dijelaskan lebih lanjut pada sub-bab berikutnya. Pada elemen terakhir, mode
alokasi.

Dari kedua

jenis

mode alokasi,

dolarisasi

dapat dikategorikan sebagai

marke​t-​oriented dimana individu dari negara masih tetap memiliki akses sumber daya.

Meskipun adanya dolariasi seakan-akan membuka pintu intervensi pihak luar bagi ekonomi

30
Stephen Haggard dan Beth A. Simmons, “ Theories of International Regimes,” ​International Organization,
hlm 496
31
Mohsen ​ B
​ ahmani​-​Oskooee dan Ilker Domac, "On the link between dollarisation and inflation: Evidence from
Turkey," ​Comparative Economic Studies​ 45, no. 3 (2003), hlm 307.
32
"The End of Dollarization in Ecuador: The Crisis Has Begun," Investor's Business Daily, diakses pada 12 Mei
2016, http://www.investors.com/politics/editorials/ecuador-weakens-us-dollar-as-its-official-currency/.
33
Schuler, “Basics.”

11

nasional namun, rezim ini tidak dapat mengontrol secara langsung sumber-sumber daya
negara lain. Dolarisasi dalam hal ini hanya terbatas dalam mempengaruhi kegiatan ekonomi
suatu negara namun tidak memegang kuasa secara langsung. Keempat poin ini kemudian akan
tim penulis jadikan landasan dalam melihat dolarisasi sebagai sebuah rezim dalam
menganalisis pada sub-bab berikutnya.
Dalam proses pembentukannya, rezim dolarisasi dapat kategorikan sebagai rezim yang
power-based. ​Ekuador sebagai bagian dari Amerika Selatan menggunakan dollar USD

sebagai mata uang dolarisasi-nya tentunya atas dasar alasan tertentu. Dollar AS memiliki
kekuatannya sendiri yang cenderung stabil dan merupakan hegemon ekonomi di regional
34

Amerika. Dolarisasi juga sebagai rezim tentunya memiliki manfaat antara lain pengurangan
35

biaya transaksi.

Hal ini disebabkan adanya persamaan penggunaan mata uang yang

mengarah pada integrasi ekonomi. Penjelasan mengenai manfaat dolarisasi ini akan dijelaskan
lebih lanjut dalam pembahasan studi pada sub-bab berikutnya.
Selan itu, faktor yang juga menunjukkan proses dolarisasi merupakan sebuah rezim
adalah fakta bahwa perlu ada “persetujuan” Amerika. Amerika tidak serta merta membiarkan
sebuah negara melakukan proses dolarisasi untuk dilaksanakan tanpa ​benefit ​yang dapat

dikeruk.36 Maka dari itu, Amerika juga memberikan sebuah pakta kerjasama yang kurang
lebih menerangkan bahwa Ekuador membuka slot untuk perusahaan Amerika melaksanakan
kegiatan ekonomi di sana. Alasan ini juga ditujukan sebagai pembuat landasan alasan
penyebaran mata uang dolar yang lebih cepat, melalui dibukanya berbagai perusahaan AS
yang secara alngsung berinteaksi dengan kehidupan masyarakat Ekuador sehari-hari.37

2.3 Kebijakan dan Implikasi Dolarisasi terhadap Sistem Moneter Ekuador
Pada bagian ini, tim penulis akan menjabarkan mengenai bagaimana implikasi
dolarisasi terhadap sistem moneter Ekuador. Penjabaran ini dibagi ke dalam dua bagian,
yakni: 1) Pemberlakuan Dolarisasi, yang menjelaskan mengenai mekanisme dan teknis
B
​ .J. Cohen, "US policy on dollarisation: a political analysis," dalam ​Geopolitics​ 7, no. 1 (2002): hlm. 70.
Robert O. Keohane, “The Demand for International Regimes” ​International Organization, ​Vol. 36, No 2
(1982)​ ​ hlm. 338.
36
​ alindo, Arturo José, and Leonardo Leiderman. "Living with Dollarization and the Route to
G
34

35

Dedollarization." (2005).

Helleiner, Eric. "Dollarization diplomacy: US policy towards Latin America coming full circle?."
Review of international political economy 10, no. 3 (2003): 406-429.

37

12

dolarisasi pada sistem moneter Ekuador; dan 2) Pasca ​Dolarisasi yang memaparkan
identifikasi signifikansi perbaikan kondisi perekonomian Ekuador pasca pemberlakuan

kebijakan dolarisasi. Bagian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan penelitian, yaitu
menjelaskan bagaimana rezim dolarisasi dapat memperbaiki stabilitas ekonomi dalam
moneter Ekuador, juga dijelaskan mengenai pengaruhnya pada stabilitas politik Ekuador.
2.3.1 Pemberlakuan Dolarisasi
Pada Januari 2000, di tengah ketidakstabilan kondisi sosial dan kurangnya dukungan
kongres untuk melaksanakan reformasi struktural, Pesiden Jamil Mahuad meminta untuk
melaksanakan dolarisasi penuh untuk mencegah runtuhnya sistem perbankan. Tetapi,
beberapa hari kemudian Mahuad diberhentikan oleh mahkamah konstitusi Ekuador, yang juga
38

mengkonfirmasi bahwa Gsutavo Noboa yang sebelumnya menjabat sebagai wakil presiden .
Noboa melanjutkan titah Mahuad dengan melakukan dolarisasi penuh yang ditujukan untuk
39

menstanbilkan kembali stabilitas ekonomi . Pada sistem ekonomi yang sudah semi-dolarisasi,
40

nilai tukar telah bertengger pada 25,000 sucre per Dolar AS .
Dengan dolarisasi penuh yang diatur dalam the Economic Transformation Law (Ley
41

de Transformación Económica atau LdTE), yang mengatur :
1. Pemberian insentif pada investasi swasta khususnya pada sektor energi, pengaturan
ini berupaya untuk merevitalisasi industri energi Ekuador melalui pihak swasta agar
penyebaran uang dolar Amerika dapat terlaksana. Asumsi tersebut didasarkan pada
fakta bahwa memang sirkulasi ata uang dolar AS paling banyak terjadi pada bidang
swasta bukan di pemerintahan.
2. Pelaksanaan privatisasi pada berbagai perusahaan negara, dengan asumsi yang
sama, pemerintah yang merasa kewalahan untuk mengatur teralu banyak perusahaan
BUMN, pemerintah Ekuador berupaya untuk membuka kesempatan pada pihak swasta
sebagai penggerak pasar modal dolar AS agar berpartisipasi.
3. Pembatasan pasar pekerja lebih fleksibel, pengaturan ini dilaksanakan dengan
tujuan

untuk membuka

akses

sebesar-besarnya bagi

pihak

swasta dalam

mengembangkan industrinya yang memungkinkan meluasnya lapangan pekerjaan bagi
Hale E Sheppard,. "Dollarization of Ecuador: Sound Policy Dictates US Assistance to This Economic Guinea
Pig of Latin America." ​Ind. Int'l & Comp. L. Rev.​ 11 (2000, hlm 79)
39
​Ibid.,
40
​Ibid.,
41
Quispe-Agnoli, Myriam, and Elena Whisler. "Official dollarization and the banking system in Ecuador and El
Salvador." ​Economic Review-Federal Reserve Bank of Atlanta​ 91, no. 3 (2006), hlm 55.
38

13

para pekerja Ekuador. Pasar pekerja yang biasanya diatur oleh pemerintah dibebaskan
42

kepada pihak swasta dalam pengelolaanya .
4. Selain itu, bank sentral juga membeli kembali hampir semua ​“outstanding stock”

atau saham-saham luar biasa, dan semua akun sucre bank nasional dan dikonversi
43

kedalam dolar . Pemerintah juga merasa perlu melakukan intervensi langsung pada
perbankan Ekuador untuk mempercepat proses dolarisasi apabila efek privatisasi tidak
cukup cepat.
Di luar pengaturan LdTE, IMF juga kemudian menandatangani perjanjian ‘penjagaan’
dengan pemerintah Ekuador untuk membantu stabilitas ekonomi dan perbaikan kondisi
44

ekonomi, yang menarik pembiayaan tambahan dari berbagai institusi multilateral lain .
2.3.2 Pasca Dolarisasi
Ekuador menikmati keuntungan yang diharapkan bahkan sebelum dolarisasi penuh
45

diadopsi pada 9 September 2009 . Perbaikan ekonomi mulai terasa sejak kuartal pertama
tahun 2000 dengan turunya angka inflasi pada Juli merepresentasikan efek stabilisasi
dolarisasi penuh. Ekuador juga merestrukturisasi hutang eksternalnya pada Agustus 2000,
mengurangi total hutang eksternal dari rasio 106% GDP di akhir 1999 menjadi sekitar 98% di
46

2000 .
Dolarisasi penuh mengurangi resiko mata uang di Ekuador, meskipun resiko negara
47

tidak berkurang dengan segera dengan pengumuman dolarisasi penuh pada Januari 2000 .
Selanjutnya, resiko negara menjadi lebih rendah setelah proses legalisasi dolarisasi
dilaksanakan pada September, dan berakhir setelah terdapat negosiasi kembali dengan
48

organisasi internasional lainnya.

Pada dasarnya, dolarisasi Dolarisasi diadopsi di Ekuador intinya adalah ditujukan
untuk menghentikan inflasi yang berlebihan, tetapi dolarisasi itu sendiri tidak membantu

42
Paul Beckerman, and Andres Solimano. ​Crisis and dollarization in Ecuador: Stability, growth, and social
equity​. Washington, DC: World Bank, 2002.
43
Guillermo Calvo, A. "Capital markets and the exchange rate, with special reference to the dollarization debate
in Latin America." ​Journal of Money, Credit and Banking​ (2001), hlm 312-334.
44
Roberto Chang, , and Andres Velasco. "Financial fragility and the exchange rate regime." ​Journal of economic
theory​ 92, no. 1 (2000), hlm 1-34.
45
​Ibid.,
46
Fitch Ratings. "Country Reports, Financial Institutions. The Ecuadorian prudential regulations and The
Ecuadorian banking system: An overview, January 31." (2003).
47
​Ibid.,
48
​Ibid.,

14

banyak dalam mengurangi angka inflasi; pengaturannya kedalam angka yang rendah
memakan waktu beberapa tahun. Keterlambatan penyesuasian harga dan peningkatan
49

perbelanjaan fiskal menghambat konvergensi harga sampai level internasional . Sampai
tahun 2003, tingkat inflasi masih bertahan pada angka 7,9%, pertama kalinya sejak tahun
1972 dengan hanya satu angka (biasanya berkisar di atas 10%). Lalu pada tahun 2004, tingkat
50

inflasi hanya mencapai 2,7%, yang kemudian menyamai tingkat inflasi Amerika Serikat .
Selain dalam ranah stabilisasi dan pengurangan tingkat inflasi, tanda-tanda jelas atas
perbaikan ekonomi dan stabilitas moneter muncul pada 2001, dengan perkembangan PDB
51

sebesar 5,1% selama 2001 . Meskipun perkembangan ekonomi hanya mencapai 3,4% dan
2,7% pada 2002 dan 2003, kondisi ekonomi kembali membaik pada 2004 dengan
pertumbuhan sebesar 7% dengan bantuan penambahan hasil tambang minyak pada jaringan
52

pipa baru “Oleoducto de Crudos Pesados” . Kemudian, tingginya harga komoditas dunia
turut membantu perkembangan ekonomi dengan perkembangan sebesar 2,9% pada 2005 dan
53

3% pada 2006 .
Sedangkan, dilihat dari sisi politik, dapat pula dicermati bahwa kondisi politik menjadi
arguably lebih stabil, apabila menggunakan asumsi yang sama pada perkembangan ekonomi
54

dan GDP yang terjadi.

Sebelum kondisi ekonomi menjadi lebih stabil dan mapan (yang

dicirikan dengan berkurangnya tingkat inflasi dan angka GDP), terjadi pergantian presiden
55

sebanyak sepuluh kali dalam jangka waktu lima belas tahun (1992-2007). Dengan asumsi
stabilitas kondisi sosial dapat tercapat saat kondisi ekonomi yang stabil juga terpenuhi, premis
tersebut ini secara tidak langsung membuktikan bahwa perbaikan ekonomi ekuador dalam
56

moneter melalui rezim dolarisasi juga turut mempengaruhi stabilitas politik Ekuador . Pasca
2004, setelah terdapatnya perkembangan ekonomi lewat GDP yang lebih ​sustain, juga tingkat
49
David S. Hoelscher, Alain Ize, David Marston, and Gianni De Nicoló. ​Financial stability in dollarized
economies​. Vol. 230. (Washington, DC: International Monetary Fund, 2004): hlm 32-39.
50
​Ibid​.,
51
Roberto Duncan, "Exploring the implications of official dollarization on macroeconomic volatility."
Documentos de Trabajo (Banco Central de Chile)​ 200 (2003), hlm 1-40.
52
​Ibid.,
53
​Ibid.,
54
Aníbal Pérez-Liñán,. ​Presidential impeachment and the new political instability in Latin America​. Cambridge
University Press, 2007.
55
“”, "Ecuador's Political Instability: 8 presidents in 13 years," ​The​ ​Telegraph​, diakses pada 16 Mei 2016,
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/southamerica/ecuador/8035942/Ecuadors-political-instability-8-pre
sidents-in-13-years.html.
56
Paul Beckerman and Andres Solimano. ​Crisis and dollarization in Ecuador: Stability, growth, and social
equity​. Washington, DC: World Bank, 2002.

15

inflasi yang rendah hanya terjadi satu kali lagi pergantian presiden. Sampai kemudian pada
tahun 2007, presiden yang baru terpilih dan menjabat hingga hari ini setelah sembilan tahun
(Mei 2016, melalui dua periode pemilihan).
2.4 Analisis Efektvitas Dolarisasi terhadap Stabilitas Moneter Ekuador
Setelah melihat pemaparan dari data-data di beberapa sub-bab sebelumnya, pada
bagian ini tim penulis akan memaparkan analisis kasus dolarisasi Ekuador dengan kerangka
konsep yang telah dijelaskan pada bab pertama. Argumen utama yang dibawa tim penulis
pada makalah ini adalah dolarisasi sebagai rezim internasional memiliki fungsi tertentu dalam
sistem moneter domestic dalam studi kasus krisis Ekuador pada akhir 1990-an. Seperti salah
satu pendekatan yang dikatakan Haggard dan Simmons yaitu teori fungsional dimana rezim
akan bertahan eksistensi selama rezim tersebut memiliki fungsi bagi negara-negara
pengikutnya. Seperti yang telah pada sub-bab berikutnya, tim penulis sepakat dengan
anggapan bahwa dolarisasi sebagai sebuah rezim internasional.
Seperti yang dipaparkan di sub-bab sebelumnya, berbagai dampak terjadi akibat
pengambilan kebijakan ini. Tim Penulis melihat adanya dolarisasi secara umum memberikan
benefit yang cukup baik bagi moneter dan finansial Ekuador. Meskipun pada kenyataannya
kebijakan juga menimbulkan beberapa dampak negatif dan cenderung berisiko, namun
keputusan Presiden Mauhad dalam mengambil kebijakan ini, tim penulis rasa sebagai suatu
keputusan yang tepat. Adanya kebutuhan pemerintah Ekuador tentang solusi menghadapi
krisis ekonomi bertemu dengan adanya penawaran rezim dolarisasi yang ditawarkan oleh
dunia internasional terutama Amerika. Keberhasilan rezim ini dalam memperbaiki krisis
ekonomi di negara-negara berkembang sebelumya seperti Panama menjadi pendorong
diambilnya kebijakan ini.
Tingkat Inflasi di Negara yang Menerapkan Dolarisasi Penuh

57

57

Bank Dunia

16

Menilik bagan yang dilampirkan di atas, adopsi mata uang dollar USD ternyata
menimbulkan dampak positif meskipun pada praktiknya membutuhkan waktu hingga sampai
mencapai efek positif maksimalnya. Dalam bagan dapat terlihat, sejak tahun 1996-2000,
tingkat inflasi di Ekuador menanjak pesat. Fenomena ini menimbulkan ketidakstabilan baik
ekonomi dan juga sosial politik domestik Ekuador. Namun titik tersebut kemudian menurun
secara perlahan yang dimulai ketika kebijakan dolarisasi diambil. Penggunaan USD sebagai
mata uang pengganti Sucre telah memicu terjadinya stabilitas ekonomi. Aspek ekonomi
adalah memiliki peranan penting dalam membangun stabilitas nasional secara sosial politik.
Hal tersebut terlihat dari pergantian presiden yang hanya terjadi sekali setelah
diimplementasikannya dolarisasi
Perkembangan GDP Ekuador dan Amerika Latin

58

Asumsi tim penulis tentang efektivitas dolarisasi sebagai pendorong stabilitias
ekonomi juga didorong dengan fakta bahwa Ekuador mengalami peningkatan GDP pasca
kebijakan ini diambil. Dalam tabel dapat terlihat, bawa akibat inflasi ekonomi yang terjadi
pada Ekuador berdampak pada pendapatan per kapita masyarakat Ekuador yang menurun
tajam dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2000, pasca kebijakan dolarisasi
diambil pendapatan per kapita masyarakat Ekuador kemudian menanjak perlahan. Meskipun

58

Bank Dunia

17

pada tahun 2002, Ekuador sempat mengalami penurunan kembali, namun tidak menyentuh
titik terendah pada krisis 1999.
Dilihat dari kedua aspek di atas, ekonomi dan politik tidaklah heran rezim ini memiliki
peranan krusial dalam domestik Ekuador. Dampak yang diciptakan dollarisaisi dalam Ekuador
memberikan daya ikat tersendiri bagi Ekuador untuk tetap “tunduk” pada rezim ini. Mengacu
pada teori fungsional dari Haggard dan Simmons, sebuah rezim akan tetap eksis selama masih
memiliki fungsi. Konsepsi ini tercermin dalam dolarisasi bagi Ekuador, Pemerintah Ekuador
sebenarnya memiliki pilihan untuk keluar dari rezim dolarisasi namun hal ini tidak dilakukan,
karena seandainya pemerintah Ekuador memutuskan untuk kembali ke sistem Sucre atau
membuat mata uang elektronik, seperti yang telah direncanakan pada bulan Mei 2015, maka
USD yang dikembalikan ke bank diperkirakan akan berputar kembali dengan jumlah yang
59

besar dan justru berpotensi menimbulkan inflasi lagi .
Dari pemaparan kasus dan analisis diatas, tim penulis kemudian dapat memprediksi
bahwa penerapan rezim dolarisasi dalam Ekuador akan tetap dilakukan selama keadaan
ekonomi Ekuador belum cukup mapan untuk terlepas dari dollar USD. Asumsi ini melihat
dari fungsi dolarisasi sebagai pemicu stabilitas ekonomi domestik di Ekuador, Hal ini
kemudian sesuai dengan kerangka teori yang tim penulis ajukan diawal, dimana sebuah rezim
akan bertahan eksistensi-nya bagi Ekuador selama rezim tersebut memiliki fungsi.

“”, “Editorials : The End Of Dollarization In Ecuador: The Crisis Has Begun,” ​Investor’s Bussiness Daily,
diakses pada 15 Mei 2016,
http://www.investors.com/politics/editorials/ecuador-weakens-us-dollar-as-its-official-currency.

59

18

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Penerapan rezim dolarisasi penuh oleh Ekuador di tahun 2000 merupakan sebuah jalan
keluar dari krisis yang melanda Ekuador pada dekade 1990-an. Dengan menggunakan teori
rezim internasional oleh Haggard dan Simmons, makalah ini melihat bagaimana rezim
dolarisasi dapat memperbaiki stabilitas ekonomi dalam moneter Ekuador. Rezim dolarisasi
merupakan jawaban bagi krisis Ekuador akibat memang terdapat permintaan akan rezim
tersebut. Hal tersebut terlihat dari adanya permintaan dari pemerintah Ekuador akan rezim
tersebut untuk menyelamatkan sistem perbankannya dan penawaran dalam arena internasional
atas solusi dari krisis ini, seperti yang dicontohkan negara-negara lain yang sebelumnya telah
berhasil menerapkan dolarisasi. Kelanggengan rezim dolarisasi Ekuador pun dapat dinilai dari
beberapa variabel yang diberikan oleh Haggard dan Simmons, yaitu ​strength ​yang tercermin
dari fungsi-fungsi krusial yang dibawa rezim ini; kemudian bentuk organisasi rezim ini yang

memberikan mekanisme baru bagi sistem keuangan Ekuador; cakupan (​scope) ​yang

mencakup pengaturan sistem moneter dan finansial dirasa tepat bagi penyelesaian krisis
Ekuador; serta terakhir mode alokasi yang meski dapat membuka keran-keran investasi dalam
negeri, namun tetap memberikan pemerintah domestik kontrol untuk mengatur sumber
dayanya. Hasil dari penerapan rezim ini menunjukkan dampak posiif baik di bidang ekonomi
maupun politik. Selain tingkat inflasi yang membaik setelah dolarisasi, stabilitas politik
Ekuador pun berangsur-angsur membaik. Dari pemaparan di atas, tim penulis pun dapat
menyatakan bahwa rezim dolarisasi yang diterapkan di Ekuador dijalakan secara efektif dan
dapat memperbaiki stabilitas ekonomi dalam moneter Ekuador. Lebih dari itu, rezim ini pun
kembali mengembalikan stabilitas dalam dinamika politik dalam negeri Ekuador.
19

20

DAFTAR PUSTAKA

____. “Ecuador's Political Instability: 8 presidents in 13 years." ​The​ ​Telegraph​. Diakses pada
16 Mei 2016.

http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/southamerica/ecuador/8035942/Ecuadors
-political-instability-8-presidents-in-13-years.html​.
_______. ​

"The End of Dollarization in Ecuador: The Crisis Has Begun," Investor's Business
Daily, diakses pada 12 Mei 2016,
http://www.investors.com/politics/editorials/ecuador-weakens-us-dollar-as-its-officialcurrency/​.

Alvarez-Plata, Patricia dan Alicia Garcia-Herrero, ​To dollarize or de-dollarize: Consequences
for Monetary Policy​, Paper AIDB 2007, hlm 3.

Bahmani​-​Oskooee, Mohsen ​dan Ilker Domac, "On the link between dollarisation and
inflation: Evidence from Turkey," ​Comparative Economic Studies​ 45, no. 3 (2003)

Beckerman, Paul dan Andres Solimano. ​Crisis and dollarization in Ecuador: Stability,
growth, and social equity​. Washington, DC: World Bank, 2002.

Beckerman, Paul, and Andres Solimano. ​Crisis and dollarization in Ecuador: Stability,
growth, and social equity​. Washington, DC: World Bank, 2002.

Calvo, Guillermo A. "Capital markets and the exchange rate, with special reference to the
dollarization debate in Latin America." ​Journal of Money, Credit and Banking (2001),

hlm 312-334.

Chang, Roberto, and Andres Velasco. "Financial fragility and the exchange rate regime."
Journal of economic theory​ 92, no. 1 (2000), hlm 1-34.

Cohen, Benjamin J. "US policy on dollarisation: a political analysis." ​Geopolitics​ 7, no. 1
(2002): 63-84.

Duncan, Roberto. "Exploring the implications of official dollarization on macroeconomic
volatility." ​Documentos de Trabajo (Banco Central de Chile)​ 200 (2003), hlm 1-40.

Fischer, Stanley. “Ecuador and the IMF.” ​International Monetary Fund​. Diakses 16 Mei
2016. https://www.imf.org/external/np/speeches/2000/051900.htm.
Haggard, Stephen dan Beth A. Simmons, “ Theories of International Regimes,” ​International
Organization, ​Vol.41, No 3 ( Summer, 1987)

21

Hoelscher, David S., Alain Ize, David Marston, and Gianni De Nicoló. ​Financial stability in
dollarized economies​. Vol. 230. Washington, DC: International Monetary Fund, 2004.

Kohane, Robert O. “The Demand for International Regimes” ​International Organization, ​Vol.
36, No 2 (1982)

Minda, Alexandre, "Full Dollarization: A Last Resort Solution to Financial Instability in
Emerging Countries?." ​The European journal of development Research 17, no. 2

(2005), hlm 302

Perez, Cristobal. "Dollarization and banking stability in ecuador." ​Economics Hononary
Papers​ 6​ ​ (2012)

Pérez-Liñán, Aníbal. ​Presidential impeachment and the new political instability in Latin
America​. Cambridge University Press, 2007.

Quispe-Agnoli, Myriam, and Elena Whisler. "Official dollarization and the banking system in
Ecuador and El Salvador." ​Economic Review-Federal Reserve Bank of Atlanta 91, no.
3 (2006)

Ratings, Fitch. "Country Reports, Financial Institutions. The Ecuadorian prudential
regulations and The Ecuadorian banking system: An overview, January 31." (2003).
Schuler, Kurt “Basics of Dollarization,” ​Global Policy, ​diakses pada 15 Mei 2016,
https://www.globalpolicy.org/pmscs/30435.html​.

Sheppard, Hale E. "Dollarization of Ecuador: Sound Policy Dictates US Assistance to This
Economic Guinea Pig of Latin America." ​Ind. Int'l & Comp. L. Rev.​ 11 (2000)

Viotti, Paul R. dan Mark V. Kauppi. ​International Relations Theory​, 5th Ed . New York
:Pearson Education,2012

Yoshimatsu, Hidetaka “International Regimes, International Society, and Theoretical
Relations.” ​Working Paper Series ​Vol. 98-10 (Mei, 1998)

22