Penyakit Paru Obstruksi Kronis PPOK

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang
terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen dapat
disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas, kelainan bisa
terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi
kronik; dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos.
Berbagai kelainan di luar saluran napas yang dapat menimbulkan obstruksi adalah
penekanan oleh tumor paru, pembesaran kelenjar dan tumor mediastinum.
Dua

penyakit

paru

obstruktif

yang

sering


menjadi

masalah

dalam

penatalaksanaannya adalah penyakit asma bronkial dan penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK). Asma bronkial didefinisikan sebagai suatu sindrom klinik yang ditandai oleh
hipersensitivitas trakeobronkial terhadap berbagai rangsangan. Penyakit paru obstruktif
kronik adalah kelainan yang ditandai oleh uji arus ekspirasi yang abnormal dan tidak
mengalami perubahan secara nyata pada observasi selama beberapa bulan. PPOK
merupakan penyakit yang memburuk secara lambat, dan obstruksi saluran napas yang
terjadi bersifat ireversibel oleh karena itu perlu dilakukan usaha diagnostik yang tepat,
agar diagnosis yang lebih dini dapat ditegakkan, bahkan sebelum gejaladan keluhan
muncul sehingga progresivitas penyakit dapat dicegah.
B. Tujuan
untuk memberikan pengetahuan kepada penulis dan pembaca mengenai penyakit
paru obstruksi kronis (PPOK).
C. Rumusan masalah

1. Menjelaskan anatomi fisiologi paru
2. Apa yang dimaksud dengan PPOK ?
3. Apa etiologi dari PPOK ?
4. Bagaimana manifestasi klinik dari PPOK ?
5. Bagaimana patofisiologi PPOK ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang terhadap PPOK ?
1

BAB II
PEMBAHASAN
A. Anatomi fisiologi paru-paru
A. Paru-Paru
Merupakan

sebuah

alat

tubuh yang sebagian besar
terdiri


atas

gelembung-

gelembung kecil ( alveoli ).
Alveolus
pertukaran

yaitu

tempat

gas

assinus

terdiri dari bronkhiolus dan
respiratorius
terkadang


yang
memiliki

kantong udara kecil atau
alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis
dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang
disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat
sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris.
Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
1. Paru-paru dibagi menjadi dua bagian, yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3
lobus ( lobus pulmo dekstra superior, lobus pulmo dekstra media, lobus pulmo
dekstra inferior) dan paru-paru kiri yang terdiri dari 2 lobus ( lobus sinistra
superior dan lobus sinistra inferior).
2. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil yang bernama segmen. Paruparu kiri memiliki 10 segmen yaitu 5 buah segmen pada lobus superior dan lima
lobus inferior. Paru-paru kiri juga memiliki 10 segmen, yaitu 5 buah segmen
pada lobus superior, 2 buah segmen pada lobus medialis, dan 3 segmen pada
lobus inferior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan
yang bernama lobulus.


2

3. Letak paru-paru di rongga dada datarnya menghadap ke tengah rongga dada /
kavum mediastinum.. Pada bagian tengah terdapat tampuk paru-paru atau hilus.
Pada mediastinum depan terletak jantung.
4. Paru-paru dibungkus oleh selapus tipis yang pernama pleura . Pleura dibagi
menjadi dua yaitu pleura visceral ( selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru
yang langsung membungkus paru-paru dan pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua lapisan ini terdapat rongga
kavum yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini
vakum/ hampa udara.
5. Suplai Darah
Setiap arteria pulmonalis, membawa darah deoksigenasi dari ventrikel
kanan jantung, memecah bersama dengan setiap bronkus menjadi
cabang-cabang untuk lobus, segmen dan lobules. Cabang-cabang
terminal berakhir dalam sebuah jaringan kapiler pada permukaan setiap
alveolus. Jaringan kapiler ini mengalir ke dalam vena yang secara
progresif makin besar, yang akhirnya membentuk vena pulmonalis, dua
pada setiap sisi, yang dilalui oleh darah yang teroksigenasi ke dalam
atrium kiri jantung. Artheria bronchiale yang lebih kecil dari aorta

menyuplai jaringan paru dengan darah yang teoksigenasi.
B. Defenisi
Penyakit paru obstruksi kronis (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang belangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Bronchitis kronik, emfisema, dan asma bronchial
membentuk kesatuan yang disebut COPD. Agaknya ada hubungan etiologi dan
sekuensial antara bronchitis kronik dan emfisema, tetapi tampaknya tak ada
hubungan antara kedua penyakit itu dengan asma.
C. Etiologi
Terdapat beberapa faktor lingkungan dan endogen termasuk faktor
genetik yang berperan dalam berkembangnya penyakit paru obstruktif kronis.
Defisiensi enzim alfa 1 antitripsin merupakan faktor predisposisi untuk
berkembangnya PPOK secara dini.1 Alfa 1 antitripsin merupakan sejenis protein
3

tubuh yang diproduksi oleh hati, berfungsi dalam melindungi paru-paru dari
kerusakan.2Enzim ini berfungsi untuk menetralkan tripsin yang berasal dari
rokok. Jika enzim ini rendah dan asupan rokok tinggi maka akan mengganggu
sistem kerja enzim tersebut yang bisa mengakibatkan infeksi saluran pernafasan.

Defisiensi enzim ini menyebabkan emfisema pada usia muda yaitu pada mereka
yang tidak merokok, onsetnya sekitar usia 53 tahun manakala bagi mereka yang
merokok sekitar 40 tahun.
Hiperresponsivitas dari saluran napas ditambah dengan faktor merokok
akan meningkatkan resiko untuk menderita Penyakit paru obstruktif kronis
disertai dengan penurunan fungsi dari paru-paru yang drastis. Selain itu,
hiperaktivitas dari bronkus dapat terjadi akibat dari peradangan pada saluran
napas yang dapat diamati pada bronkitis kronis yang berhubungan dengan
merokok. Hal ini dapat menimbulkan terjadinya ‘remodelling’ pada saluran
napas yang memperparahkan lagi obstruksi pada saluran napas pada penderita
penyakit paru obstruktif kronis.
Faktor lingkungan seperti merokok merupakan penyebab utama disertai
resiko tambahan akibat polutan udara di tempat kerja atau di dalam kota.
Sebagian pasien mengalami asma kronis yang tidak terdiagnosis dan tidak
diobati.1 Faktor resiko lainnya yang berimplikasi klinis termasuk selain
hiperresponsif bronchial, bayi berat lahir rendah, gangguan pertumbuhan paru
pada janin, dan status sosioekonomi rendah.
D. Patofisiologi
Peradangan merupakan elemen kunci terhadap patogenesis PPOK.
Inhalasi asap rokok atau gas berbahaya lainnya mengaktifasi makrofag dan sel

epitel untuk melepaskan faktor kemotaktik yang merekrut lebih banyak
makrofag dan neutrofil. Kemudian, makrofag dan neutrofil ini melepaskan
protease yang merusak elemen struktur pada paru-paru. Protease sebenarnya
dapat diatasi dengan antiprotease endogen namun tidak berimbangnya
antiprotease terhadap dominasi aktivitas protease yang pada akhirnya akan
menjadi predisposisi terhadap perkembangan PPOK. Pembentukan spesies
oksigen yang sangat reaktif seperti superoxide, radikal bebas hydroxyl dan
hydrogen peroxide telah diidentifikasi sebagai faktor yang berkontribusi
4

terhadap patogenesis karena substansi ini dapat meningkatkan penghancuran
antiprotease.
Inflamasi kronis mengakibatkan metaplasia pada dinding epitel
bronchial, hipersekresi mukosa, peningkatan massa otot halus, dan fibrosis.
Terdapat pula disfungsi silier pada epitel, menyebabkan terganggunya klirens
produksi

mucus

yang berlebihan.


Secara klinis,

proses

inilah

yang

bermanifestasi sebagai bronchitis kronis, ditandai oleh batuk produktif kronis.
Pada parenkim paru, penghancuran elemen structural yang dimediasi protease
menyebabkan emfisema. Kerusakan sekat alveolar menyebabkan berkurangnya
elastisitas recoil pada paru dan kegagalan dinamika saluran udara akibat
rusaknya sokongan pada saluran udara kecil non-kartilago. Keseluruhan proses
ini mengakibatkan obstruksi paten pada saluran napas dan timbulnya gejala
patofisiologis lainnya yang karakteristik untuk PPOK.
Obstruksi saluran udara menghasilkan alveoli yang tidak terventilasi atau
kurang terventilasi; perfusi berkelanjutan pada alveoli ini akan menyebabkan
hypoxemia (PaO2 rendah) oleh ketidakcocokan antara ventilasi dan aliran darah
(V/Q tidak sesuai). Ventilasi dari alveoli yang tidak berperfusi atau kurang

berperfusi meningkatkan ruang buntu (Vd), menyebabkan pembuangan CO2
yang tidak efisien. Hiperventilasi biasanya akan terjadi untuk mengkompensasi
keadaan ini, yang kemudian akan meningkatkan kerja yang dibutuhkan untuk
mengatasi resistensi saluran napas yang telah meningkat, pada akhirnya proses
ini gagal, dan terjadilah retensi CO2 (hiperkapnia) pada beberapa pasien dengan
PPOK berat.
E. Manifestasiklinis
Gejala cardinal dari PPOK adalah batuk dan ekspektorasi, dimana cenderung
meningkat dan maksimal pada pagi hari dan menandakan adanya pengumpulan sekresi
semalam sebelumnya. Batuk produktif, pada awalnya intermitten, dan kemudian terjadi
hampir tiap hari seiring waktu. Sputum berwarna bening dan mukoid, namun dapat pula
menjadi tebal, kuning, bahkan kadang ditemukan darah selama terjadinya infeksi
bakteri respiratorik.
Sesak napas setelah beraktivitas berat terjadi seiring dengan berkembangnya
penyakit. Pada keadaan yang berat, sesak napas bahkan terjadi dengan aktivitas minimal
5

dan bahkan pada saat istirahat akibat semakin memburuknya abnormalitas pertukaran
udara. Pada penyakit yang moderat hingga berat , pemeriksaan fisik dapat
memperlihatkan penurunan suara napas, ekspirasi yang memanjang, rhonchi, dan

hiperresonansi pada perkusi. Karena penyakit yang berat kadang berkomplikasi menjadi
hipertensi pulmoner dan cor pulmonale, tanda gagal jantung kanan (termasuk distensi
vena sentralis, hepatomegali, dan edema tungkai) dapat pula ditemukan. Clubbing pada
jari bukan ciri khas PPOK dan ketika ditemukan, kecurigaan diarahkan pada ganguan
lainnya, terutama karsinoma bronkogenik

Tanda obstruksi komplet saluran nafas atas yang mendadak sangat jelas.
Pasien tidak dapat bernafas, berbicara atau batuk dan pasien mungkin
memengang kerongkongannya seperti mencekik, agitasi, panic dan napas yang
tersengal-sengal dan diikuti sianosis. Dan apabila ada sumbatan tidak segera
ditangani akan menyebabkan kematian dalam waktu 2-5 hari.
Kondisi klinis yang berhubungan dengan obstruksi saluran napas akut adalah
1.

Penyebab obstruksi oleh karena gangguan fungsional depresi sistem saraf pusat
Trauma kepala, kecelakaan serebrovaskular, gagalnya system kardiorespiratori,
syok, hipoksia, overdosis obat, enselopati oleh karena proses metabolik

2.

Abnormalitas neuromuscular dan system saraf tepi
Recurrent laryngeal nerve palsy (pasca operasi, inflamasi atau infiltrasi
tumor), obstrukstive sleep apnoe, spasme laring, miatenia gravis, gullain bare
polyneuritis, spasme pita suara oleh karena hipokalasemia

3.

Penyebab obstruksi oleh karena gangguan mekanis aspirasi benda asing

4.

Infeksi
Epiglottis,selulitis retropharangeal atau abses, angina ludwig’s, difteri
dan tetanus, trakeitis bacterial, laringotrakeobronkitis

5.

Edem laring

6.

Perdarahan dan haematom
6

Pasca operasi, terapi antikoangulan
7.

Trauma
Luka nakar

8.

Neoplasma
Karsinoma laring, faring, dan trakheobronkiahal, poliposis pita suara

9.

Kogenital
Vascular rings, laryngeal webs, laryngocele

10.

Lain-lain
arthritis kriokoaritenoid,akalasia, stridor histerikal,miksedema

F. Pemeriksaan Penunjang
Faal paru
 Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
 Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
 VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK
dan memantau perjalanan penyakit.
 Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun
kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi
dan sore, tidak lebih dari 20%
 Uji bronkodilator
 Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
 Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit kemudian
dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal
dan < 200 ml
 Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
Darah rutin
 Hb, Ht, leukosit
Radiologi
7

 Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit paru lain
Pada emfisema terlihat gambaran :






Hiperinflasi
Hiperlusen
Ruang retrosternal melebar
Diafragma mendatar
Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)
Pada bronkitis kronik :

 Normal
 Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
Uji provokasi bronkus

Untuk menilai derajat hipereaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat
hipereaktiviti bronkus derajat ringan
Uji coba kortikosteroid
Menilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (prednison atau
metilprednisolon) sebanyak 30 - 50 mg per hari selama 2minggu yaitu peningkatan
VEP1 pascabronkodilator > 20 % dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak
terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid
Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
 Gagal napas kronik stabil
 Gagal napas akut pada gagal napas kronik

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit paru obstruksi kronis (COPD) merupakan suatu istilah yang
sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang belangsung lama dan
ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran
patofisiologi utamanya. Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh
berbagai kelainan yang terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas.
8

Kelainan pada lumen dapat disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada
dinding saluran napas, kelainan bisa terjadi pada mukosanya akibat
peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi kronik.

DAFTAR PUSTAKA
Penyakit paru obstruksi kronik, last updated 2 desember 2008,
Yunus F. Uji faal paru penyakit paru obstruktif. Last updated 1993.
Penyakit paru obstruksi kronik Pedoman diagnosis & Penatalaksanaan di Indonesia.
Last updated 2003.
Elelyn c. Pearce.1999.anatomi fisiologi untuk paramedis.jakarta.EGC

9