MAKALAH PERKEMBANGAN MASYA INDO KE NEGAR

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pembangunan Nasional merupakan rangkaian kegiatan yang meliputi
seluruh kehidupan masyarakat bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas
sebagaimana yang di amanatkan dalam Undang-Undang dasar 1945, yaitu
“melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia memajukan
kesejahtraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta melaksanakan
ketertiban dinia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial Negara”.
Pembangunan nasional dilaksanakan secara berencana, menyeluruh,
terpadu, terarah, bertahap dan berlanjut untuk memicu peningkatan kemampuan
nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan
bangsa lain yang maju.
Berbagai macam prospek pembangunan telah dilakukan dari Orde Lama,
Orde Baru hingga masa Reforasi untuk terus mendorong kesejahtraan dan
kemajuan bangsa kea rah yang lebih baik, dalam hal ini pembangunan nasional
juga harus dimulai dari,oleh, dan untuk rakyat, dilaksanakan diberbagai aspek
kehidupan bangsa yang meliputi politik, ekonomi, sosial budaya dan aspek

pertahanan keamanan.
Pembangunan nasional pada dasarnya sangat membutuhkan kesinergian
antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat adalah pelaku utama dalam
pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan, membimbing,
serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat dan kegiatan
pemerintah harus saling menunjang, saling mengisi, saling melengkapi dalam
memajukan masyarakat dan nasional pada umumnya.

1.2

Rumusan Masalah
a.

Bagaimana pertumbuhan dan mobiltas penduduk Indonesia ?

b.

Bagaimana perkembangan politik, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya
pada beberapa era pemerintahan di Indonesia ?


1

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Kependudukan.
a.

Laju Perkembangan Penduduk.
Pertumbuhan penduduk juga membawa dampak positif dan negative
pada aspek kehidupan manusia. Oleh karena itu, manusia perlu melakukan
upaya agar laju pertuhan penduduknya terkandali. Berberapa damak positif
bagi peumbuhan penduduk, antara lain sebagai berikut:


Tersedianya tenaga kerja untuk meningkatkan produksi dalam
memenuhi kebutuhan yang terus meningkat,




Bertambahnya kebutuhan akan pangan,sandang,dan papan sehingga
berkembangnya jumlah dan jenis local.



Meningkatnya investasi atau penanaman karena semakin banyak
kebutuhan manusia.



Meningkatnya inovasi karena penduduk dipaksa untuk memenuhi
kebutuhanya.

Misalnya,

agar produktivitas

lahan pertanianya


meningkat, manusian mengembangkan pupuk dan benih unggul untuk
memenuhi kebutuhan pendudukyang terus meningkat.
Disamping dampak positif, ada juga dampak negative pertumbuhan
penduduk yang tinggi. Antara lain,sebagai berikut:


Meningkatnya angka pengangguran.



Meningkatnya angka kriminalitas.



Meningkatnya angka kemiskinan.



Berkurangnya lahan untuk pertanian dan permukiman.




Makin banyaknya sampah atau limbah serta polusi.



Ketersedian pangan makin berkurang.



Kesehatan masayarakt makin menurun.



Berkembangnya permukiman tidak layak huni.
Upaya yang terkait dengan pengendalian laju pertumbuhan penduduk

di indonesia diantaranya diselengarakan progam Keluarga Berencana (KB).
Pada awalnya program KB ini ditentang oleh masyarakat indonesia kerena,
2


“Banyak Anak Banyak Rezeki” kata masyrakat indonesia. Tetapi
pemerintah terus berusaha agar progam KB ini dijalankan, kemudian larut
waktu ke waktu masyarakat indonesia juga menjalankan program KB ini.
Tingkat kelahiran pada tahun 1970-an mencapai 5,6 juta, dan pada tahun
2013 turun mencapai 2,6 juta. Tujuan dari program KB ini tidak hanya
sekedar

mengendalikan

laju

pertumbuhan

penduduk,

tetapi

juga


memperbaiki kesejaahteraan ibu,anak dan keluarga, mengurang angka
kelahiran , serta menaikan taraf hidup rakyat dan bangsa.
b.

Mobilitas Penduduk
Mobilitas

penduduk merupakan

bagian

integral

dari

proses

pembangunan secara keseluruhan. Mobilitas telah menjadi penyebab dan
penerima dampak dari perubahandalam struktur ekonomi dan sosial suatu
daerah. Oleh sebab itu, tidak terlalu tepat untukhanya menilai semata-mata

aspek positif

maupun

pembangunan

yang

negatif

yang

dari

ada,

mobilitas

tanpa


penduduk terhadap

memperhitungkan

pengaruh

kebaikannya.Tidak akan terjadi proses pembangunan tanpa adanya
mobilitas penduduk. Tetapi juga tidak akan terjadi pengarahan penyebaran
penduduk yang berarti tanpa adanya kegiatan pembangunan itu sendiri.
Para

penduduk

yang

akan

berpindah,

atau


migran,

telah

memperhitungkan berbagai kerugian dan keuntungan yang akan di
dapatnya sebelum yang bersangkutan memutuskan untuk berpindah atau
menetap ditempat asalnya. Dalam hubungan ini tidak ada unsur paksaan
untuk melakukan migrasi. Tetapi semenjak dasawarsa 1970-an banyak
dijumpai pula mobilitas pendudukyang bersifat paksaan atau “dukalara”
atau terdesak (impelled) (Peterson,W:1969).Mobilitas penduduk akibat
kerusuhan politik atau bencana alam seperti yang terjadi diSakel ataupun
Horn, Afrika merupakan salah satu contoh.
Adanya berbagai tekanan darisegi politik, sosial, ataupun budaya
menyababkan individu tidak memiliki kesempatandan kemampuan untuk
melakukan perhitungan manfaat ataupun kerugian dari aktivitas migrasi
tersebut. Mereka berpindah ke daerah baru dalam kategori sebagai
pengungsi(refugees).

3


Para pengungsi ini memperoleh perlakuan yang berbeda di daerah
tujuan dengan migran yang berpindah semata-mata karena motif ekonomi
(Beyer, Gunther;1981; Adelman: 1988). Dalam kenyataannya, secara
konseptual maupun metodelogi, para ahli sampaisaat ini masih mengalami
kesulitan dalam membedakan secara lebih tajam antaramigran dengan motif
ekonomi dan migran karena motif-motif non ekonomi (Kunz. E.F.; 1973;
King, Rusell: 1966).
Interaksi atau hubungan timbal-balik juga yang saling mempengaruhi
bukan hanya terjadi antara manusia dan lingkungannya, juga terjadi antar
sesama manusia. Hubungan yang terjadi tidak terbatas hanya dalam dsatu
wilayah, tetapi juga wilayah-wilayah lainnya. Misalnya antar desa dengan
kota, antara kota dengan kota atau bahkan lebih luas lagi. Oleh karena itu
interaksi ini dapat diartikan sebagai suatu hubungan timbal-balik yang
saling mempengaruhi antara dua wilayah kota atau lebih, yang dapat
melahirkan gejala, kenampakan atau permasalahan baru.
Dalam kaitannya dengan interaksi kota tersebut, maka mobilitas
penduduk dapat diartikan sebagai suatu perpindahan penduduk, baik secara
teritorial, spacial, atau geografis. Konsep mobilitas penduduk ini
mengandung arti bahwa terjadinya interaksi masyarakat antara dua kota
berlangsung secara intensif. Misalnya, interaksi yang terjadi antara
masyarakat dan berbagai kota yang ada dipulau jawa semakin bertambah
marak dengan adanya dukungan sarana transportasi, bahkan waktu tempuh
pun semakin singkat.
Mobilitas penduduk adalah Berpindahnya penduduk dari suatu daerah
ke daerah lain. Faktor yang mempengaruhi:


Emigrasi



Imigrasi



Transmigrasi



Urbanisasi



Reurbanisasi
Dampak positif Mobilitas Penduduk:



Berlimpahnya tenaga kerja di perkotaan



Meningkatnya penghasilan para urbanisasi
4



Meningkatnya persaingan kerja
Dampak negative mobilitas penduduk:

2.2



Munculnya pemukiman kumuh



Tingginya jumlah penduduk miskin



Terjadinya degradasi lingkungan



Terjadinya pengangguran



Meningkatnya angka kriminalitas

Politik.
Saat diproklamirkannya kemerdekaan dimulailah tatanan hidup berbangsa
dan bernegara Republik Indonesia. Seperti halnya suatu bangunan baru yang
pertama dibangun adalah pondamen yang kuat begitu pula dalam bernegara
diperlukan konsep-konsep dasar bernegara dan berbangsa yang menunjukan
bahwa bangsa ini memiliki suatu ideolog i yang memberikan pandangan dalam
bernegara serta memberikan ciri tersendiri dari bangsa- bangsa lainnya.
Pada masa yang dipimpin oleh soekarno ini memang dasar-dasar berbangsa
dan bernegara yang dibangun memiliki nilai yang sangat tinggi yang dapat
menggabungkan kemajemukan bangsa ini seperti Pancasila yang didalammya
melambangkan berbagai kekuatan yang terikat menjadi satu dengan semboyan
negara bhineka tunggal ika. Serta merumuskan suatu undang-undang dasar 1945
yang dipakai sebagi kaedah pokok dalam perundang-undangan di indonesia dan
dalam pembukaannya yang mencerminkan secra tegas sikap bangsa Indonesia
baik didalam maupun diluar negeri.
Dalam perjalanan sejarahnya bangsa Indonesia mengalami berbagai
perubahan asas, paham, ideologi dan doktrin dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dan melalui berbagai hambatan dan ancaman yang
membahayakan perjuangan bangsa indonesia dalam mempertahankan serta
mengisi kemerdekaan. Presiden Soekarno pada tanggal 5 Juli 1959 mengeluarkan
Dekrit Presiden yang isinya pembubaran konstituante, diundangkan dengan resmi
dalam Lembaran Negara tahun 1959 No. 75, Berita Negara 1959 No. 69
berintikan penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi
UUDS 1950, dan pembentukan MPRS dan DPAS. Sistem ini yang
mengungkapkan struktur, fungsi dan mekanisme, yang dilaksanakan ini
5

berdasarkan pada sistem “Trial and Error” yang perwujudannya senantiasa
dipengaruhi bahkan diwarnai oleh berbagai paham politik yang ada serta
disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang cepat berkembang. Sistem “Trial and
Error” telah membuahkan sistem multi ideologi dan multi partai politik yang pada
akhirnya melahirkan multi mayoritas, keadaan ini terus berlangsung hingga
pecahnya pemberontakan DI/TII yang berhaluan theokratisme Islam fundamental
(1952-1962) dan kemudian Pemilu 1955 melahirkan empat partai besar yaitu
PNI, NU, Masyumi dan PKI yang secara perlahan terjadi pergeseran politik ke
sistem catur mayoritas
Wujud berbagai hambatan adalah disintegrasi dan instabilisasi nasional
sejak periode orde lama yang berpuncak pada pemberontakan PKI 30 September
1945 sampai lahirlah Supersemar sebagai titik balik lahirnya tonggak
pemerintahan era Orde Baru yang merupakan koreksi total terhadap budaya dan
sistem politik Orde Lama dimana masih terlihat kentalnya mekanisme, fungsi dan
struktur politik yang tradisional berlandaskan ideoligi sosialisme komunisme.
a.

Era Orde Baru
Setelah lahirnya supersemar era kepemerintahan kini berada penuh
ditangan Soeharto setelah Orde Baru dikukuhkan dalam sebuah sidang
MPRS yang berlangsung pada Juni-Juli 1966. Harapan pun banyak
dimunculkan dari sejak orde baru berkuasa mulai dari konsistensinya
menumpas pemberotakan PKI hingga meningkatkan taraf hidup bangsa
dengan Program pembangunan ( yang dikenal PELITA ).
Pada masa Orde Baru pula pemerintahan menekankan stabilitas
nasional dalam program politiknya dan untuk mencapai stabilitas nasional
terlebih dahulu diawali dengan apa yang disebut dengan konsensus
nasional. Ada dua macam konsensus nasional, yaitu :


Pertama berwujud kebulatan tekad pemerintah dan masyarakat untuk
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Konsensus pertama ini disebut juga dengan konsensus utama.



Sedangkan konsensus kedua adalah konsensus mengenai cara-cara
melaksanakan konsensus utama. Artinya, konsensus kedua lahir
sebagai lanjutan dari konsensus utama dan merupakan bagian yang
tidak terpisahkan. Konsensus kedua lahir antara pemerintah dan
partai-partai politik dan masyarakat.
6

Pada awal kehadirannya, orde baru memulai langkah pemeritahannya
dengan langgam libertarian, lalu sistem liberal bergeser lagi ke sistem
otoriter. Seperti telah dikemukakan, obsesi orde baru sejak awal adalah
membangun stabilitas nasinal dalam rangka melindungi kelancaran
pembangunan ekonomi
Hal pertama yang dapat terlihat guna menjalankan kekuasaan adalah
dengan menambahkan kekuatan TNI dan Polri didalam berbagi bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara dengan cara memasukkan kedua pilar
ini ke dalam keanggotaan MPR/DPR. Tampilnya militer di pentas poitik
bukan untuk pertama kali, sebab sebelum itu militer sudah teribat dalam
politik praktis sejalan dengan kegiatan ekonomi menyusul dengan
diluncurkannya konsep dwifungsi ABRI.
Lalu dengan menguatkan salah satu parpol, Kericuhan dalam
pembahasan RUU-RUU yang mengantarkan penundaan pemilu (yang
seharusnya diselenggarakan tahun 1968) itu disertai dengan Emaskulasi
yang sistematis terhadap partai-partai kuat yang akan bertarung dalam
pemilu. Pengebirian ini sejalan dengan Sikap ABRI yang menyetujui
peyelenggaraan pemilu, tetapi dengan jaminan bahwa “kekuatan orde baru
harus menang”. Karena itu, disamping menggarap UU pemilu yang dapat
memberikan jaminan atas dominasi kekuatan pemerintah, maa partai-partai
yang diperhitungkan mendapat dukungan dari pemilih mulai dilemahkan.
Menghadapi pemilu 1971, selain mernggarap UU pemilu dan melakukan
emaskulasi terhadap partai-partai besar, pemerintah juga membangu partai
sendiri, yaitu Golongan karya (Golkar). Sejak awal orde baru golkar sudah
didesain untuk menjadi partai pemerintah yang diproyeksikan menjadi
tangan sipil angkatan darat dalam pemilu.sekretariat bersama (Sekber)
golkar adalah tangan sipil angkatan darat yang dulu berhasil secara efektif
mengimbangi (kemudian menghancurkan (PKI).
Selain itu untuk menguatkan keotoriteranya pada massa ini sistem
berubah drastis menjadi non demoratik dengan berbagi hal misalnya
pembatsan pemberitaan,kebebasan perss yang tertekan,dan arogansi pihakpihak pemerintahan yang memegang kekuasaan.
b.

Era Setelah Reformasi

7

Bermula dari krisis ekonomi nasional yang terjadi pada tahun 19971998 yang melumpuhkan segala sendi kehidupan mulailah muncul ketidak
kepercayaan terhadap pemerintahan orde baru dibawah kepemimpinan
Soeharto. Ketidak percayaan ini mulai memunculkan keinginan suatu
perubahan yang menyeluruh sehingga mulailah dielu-elukan suatu yang
dinamakan reformasi. Adapun tokoh-tokoh reformasi yang menjadi pelopor
gerakan ini diantaranya Amien Rais,Adnan Buyung Nasution,Andi Alfian
Malaranggeng dan tokoh-tokoh lainnya yang didukung oleh gerakan besarbesaran mahasisiwa seluruh Indonesia serta berbagai lapisan masyarakat.
Gerakan ini berhasil menumbangkan orde baru dan rezim kepemimpinan
Soeharto.
c.

Era Kepemimpinan Habbie
Pengangkatan BJ. Habibie dalam Sidang Istimewa MPR yang
mengukuhkan Habibie sebagai Presiden, ditentang oleh gelombang
demonstrasi dari puluhan ribu mahasiswa dan rakyat di Jakarta dan di kotakota lain. Gelombang demonstrasi ini memuncak dalam peristiwa Tragedi
Semanggi, yang menewaskan 18 orang.Masa pemerintahan Habibie
ditandai

dengan

dimulainya

kerjasama

dengan Dana

Moneter

Internasional untuk membantu dalam proses pemulihan ekonomi. Selain itu,
Habibie

juga

massa dan kebebasan

melonggarkan
berekspresi.

pengawasan
Kejadian

penting

terhadapmedia
dalam

masa

pemerintahan Habibie adalah keputusannya untuk mengizinkan Timor
Timur untuk mengadakan referendum yang berakhir dengan berpisahnya
wilayah tersebut dariIndonesia pada Oktober 1999. Keputusan tersebut
terbukti tidak populer di mata masyarakat sehingga hingga kini pun masa
pemerintahan Habibie sering dianggap sebagai salah satu masa kelam
dalam sejarah Indonesia.
d.

Era kepemimpinan Gus Dur
Abdurrahman Wahid atau dikenal dengan Gus dur memenangkan
pemilihan presiden tahun 1999 yang pada saat itu masih dipilih oleh MPR
walaupun sebenarnya partai pemenang pemilu adalah partai Megawati
Soekarno Putri yakni PDIP. PDIP berhasil meraih 35 % suara namun
adanya politik poros tengah yang digagas oleh Amien Rais berhasil
memenangkan Gus Dur dan pada saat itu juga megwati dipilih oleh Gus
8

Dur sendiri sebagai wakil presiden. Masa pemerintahan Abdurrahman
Wahid

diwarnai

dengan

gerakan-gerakanseparatisme yang

makin

berkembang di Aceh, Maluku dan Papua. Selain itu, banyak kebijakan
Abdurrahman Wahid yang ditentang oleh MPR/DPR. Serta kandasnya
kasus korupsi yang melibatkan rezim Soeharto serta masalah yang lebih
modern yakni adanya serang teroris dikedubes luar negeri. Pada 29
Januari2001, ribuan demonstran berkumpul di Gedung MPR dan meminta
Gus Dur untuk mengundurkan diri dengan tuduhan korupsi dan ketidak
kompetenan. Di bawah tekanan yang besar, Abdurrahman Wahid lalu
mengumumkan pemindahan kekuasaan kepada wakil presiden Megawati
Soekarnoputri.
e.

Era kepemimpinan Megawati Soekarno Putri
Melalui Sidang Istimewa MPR pada 23 Juli 2001, Megawati secara
resmi diumumkan menjadi Presiden Indonesia ke-5.Meski ekonomi
Indonesia

mengalami

banyak

perbaikan,

seperti

nilai

mata

tukar rupiah yang lebih stabil, namunIndonesia pada masa pemerintahannya
tetap tidak menunjukkan perubahan yang berarti dalam bidang-bidang lain.
Megawati yang merupakan anak dari Presiden terdahulu yakni Soeharto
pada awalnya diharapkan dapat memberikan perubahan namun seirng
sikapnya yang dingin dan jarang memberikan suatu paparan tentang
politiknya dianggap lembek oleh masyarakat. Dan serangan teroris
semakin sering terjadi pada masa pemerintahan ini.
Namun satu hal yang sangat berarti pada masa pemerintahan ini
adalah keberanian megawati untuk menyetujui pemilihan Presidan Republik
Indonesia secra langsung oleh rakyat. Pemilihan langsung dilaksanakan
pada pemilu tahun 2004 dan Susilo Bambang Yudhuyono keluar sebagi
pemenangnya.
f.

Era kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
Setelah memenangkan pemilu secara langsung SBY tampil sebagai
presiden pertama dalam pemilihan yang dilakukan secara langsung. Pada
awal kepemimpinanya SBY memprioritaskan pada pengentasan korupsi
yang semakin marak diIndonesia dengan berbagi gebrakannya salah
satunya adalah dengan mendirikan lembaga super body untuk memberantas
korupsi yakni KPK. Dalam masa jabatannya yang pertama SBY berhasil
9

mencapai beberapa kemajuan diantaranya semakin kondusifnya ekonomi
nasional. Dengan keberhasilan ini pula ia kembali terpilih menjadi presiden
pada pemilu ditahun 2009 dengan wakil presiden yang berbeda bila pada
masa pertamanya Jusuf Kalla merupakan seorang bersal dari parpol namun
kini bersama Boediono yang seorang profesional eonomi. Dimasa
pemerintahanya yang kedua ini dan masih berjalan hingga kini mulai
terlihat beberapa kelemahan misalnya kurang sigapnya menaggapi beberapa
isu sampai isu-isu tersebut menjadi hangat bahkan membinggungkan, lalu
dari pemberantasan korupsi sendiri menimbulkan banyak tanda tanya
sampai sekarang mulai dari kasus pimpinan KPK, Mafia hukum, serta
politisasi diberbagai bidang yang sebenarnya tidak memerlukan suatu
sentuhan politik yang berlebihan guna pencitaraan.
2.3

Ekonomi.
Pada masa reformasi ini perekonomian Indonesia ditandai dengan adanya
krisis moneter yang berlanjut menjadi krisis ekonomi yang sampai saat ini belum
menunjukkan tanda-tanda ke arah pemulihan. Walaupun ada pertumbuhan
ekonomi sekitar 6% untuk tahun 1997 dan 5,5% untuk tahun 1998 dimana inflasi
sudah diperhitungkan namun laju inflasi masih cukup tinggi yaitu sekitar 100%.
Pada tahun 1998 hampir seluruh sektor mengalami pertumbuhan negatif, hal ini
berbeda dengan kondisi ekonomi tahun 1999. Untuk mengetahui kebijaksanaan
yang dilakukan pada era/masa reformasi dibawah ini adalah penjelasannya:
a.

Masa Pemerintahan Presiden BJ.Habibie Era Reformasi (21 Mei 1998
– 20 Oktober 1999)
Pemerintahan presiden BJ.Habibie yang mengawali masa reformasi
belum melakukan manuver-manuver yang cukup tajam dalam bidang
ekonomi. Kebijakan-kebijakannya diutamakan untuk mengendalikan
stabilitas politik. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid
pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara
dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang
diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian
inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malah presiden terlibat skandal

10

Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat.
Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati.

Kebijakan- kebijakan pada masa pemerintahan B.J. Habibie:


Membentuk Kabinet Reformasi Pembangunan yang dibentuk tanggal
22 Mei 1998, dengan jumlah menteri 16 orang yang merupakan
perwakilan dari Golkar, PPP, dan PDI.



Mengadakan reformasi dalam bidang politik
Habibie berusaha menciptakan politik yang transparan, mengadakan
pemilu yang bebas, rahasia, jujur, adil, membebaskan tahanan politik,
dan mencabut larangan berdirinya Serikat Buruh Independen.



Kebebasan menyampaikan pendapat.
Kebebasan menyampaikan pendapat diberikan asal tetap berpedoman
pada aturan yang ada yaitu UU No.9 tahun 1998 tentang kemerdekaan
menyampaikan pendapat di muka umum.



Refomasi dalam bidang hukum
Target reformasinya yaitu subtansi hukum, aparatur penegak hukum
yang bersih dan berwibawa, dan instansi peradilan yang independen.
Pada masa orde baru, hukum hanya berlaku pada rakyat kecil saja dan
penguasa kebal hukum sehingga sulit bagi masyarakat kecil untuk
mendapatkan keadilan bila berhubungan dengan penguasa.



Mengatasi masalah dwifungsi ABRI
Jendral TNI Wiranto mengatakan bahwa ABRI akan mengadakan
reposisi secara bertahap sesuai dengan tuntutan masyarakat, secara
bertahap akan mundur dari area politik dan akan memusatkan
perhatian pada pertahanan negara. Anggota yang masih menduduki
jabatan birokrasi diperintahkan untuk memilih kembali kesatuan
ABRI atau pensiun dari militer untuk berkarier di sipil. Dari hal
tersebut, keanggotaan ABRI dalam DPR/MPR makin berkurang dan
akhirnya ditiadakan.



Mengadakan sidang istimewa
11

Sidang tanggal 10-13 November 1998 yang diadakan MPR berhasil
menetapkan 12 ketetapan.


Mengadakan pemilu tahun 1999
Pelaksanaan pemilu dilakukan dengan asas LUBER (langsung, bebas,
rahasia) dan JURDIL (jujur dan adil).
Masalah yang ada:
Ditolaknya pertanggung jawaban Presiden Habibie yang
disampaikan pada sidang umum MPR tahun1999 sehingga beliau
merasa bahwa kesempatan untuk mencalonkan diri sebagai presiden
lagi sangat kecil dan kemudian dirinya tidak mencalonkan diri pada
pemilu yang dilaksanakan.

b.

Indonesia pada Masa Pemerintahan Abdurrahman Wahid
Gus Dur tidak mampu menjalin hubungan yang harmonis
dengan TNI-Polri.
Masalah dana non-budgeter Bulog dan Bruneigate yang
dipermasalahkan oleh anggota DPR. Dekrit Gus Dur tanggal 22 Juli
2001 yang berisikan pembaharuan DPR dan MPR serta pembubaran
Golkar. Hal tersebut tidak mendapat dukungan dari TNI, Polri dan
partai politik serta masyarakat sehingga dekrit tersebut malah
mempercepat kejatuhannya. Dan sidang istimewa 23 Juli 2001
menuntutnya diturunkan dari jabatan.
Meneruskan kehidupan yang demokratis seperti pemerintahan
sebelumnya (memberikan kebebasan berpendapat di kalangan
masyarakat

minoritas,

kebebasan

beragama,

memperbolehkan

kembali penyelenggaraan budaya tiong hua).
Merestrukturisasi lembaga pemerintahan seperti menghapus
departemen

yang

dianggapnya

tidak

efesien

(menghilangkan

departemen penerangan dan sosial untuk mengurangi pengeluaran
anggaran, membentuk Dewan Keamanan Ekonomi Nasional).
Ingin memanfaatkan jabatannya sebagai Panglima Tertinggi
dalam militer dengan mencopot Kapolri yang tidak sejalan dengan
keinginan Gus Dur.

12

c.

Indonesia pada Masa Pemerintahan Megawati Soekarno Putri
Masa kepemimpinan Megawati Soekarnoputri masalah-masalah
yang mendesak untuk dipecahkan adalah pemulihan ekonomi dan
penegakan

hukum. Kebijakan-kebijakan

yang

ditempuh

untuk

mengatasi persoalan-persoalan ekonomi antara lain:
 Meminta penundaan pembayaran utang sebesar US$ 5,8 milyar
pada

pertemuan

Paris

Club

ke-3

dan

mengalokasikan

pembayaran utang luar negeri sebesar Rp 116.3 triliun.
 Kebijakan privatisasi BUMN. Privatisasi adalah menjual
perusahaan negara di dalam periode krisis dengan tujuan
melindungi perusahaan negara dari intervensi kekuatan-kekuatan
politik dan mengurangi beban negara. Hasil penjualan itu
berhasil menaikkan pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,1
%. Namun kebijakan ini memicu banyak kontroversi, karena
BUMN yang diprivatisasi dijual ke perusahaan asing. Di masa
ini juga direalisasikan berdirinya KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi),

tetapi

belum

ada

gebrakan

konkrit

dalam

pemberantasan korupsi. Padahal keberadaan korupsi membuat
banyak investor berpikir dua kali untuk menanamkan modal di
Indonesia, dan mengganggu jalannya pembangunan nasional.
 Memilih dan Menetapkan
Ditempuh dengan meningkatkan kerukunan antar elemen bangsa
dan menjaga persatuan dan kesatuan. Upaya ini terganggu karena
peristiwa Bom Bali yang mengakibatkan kepercayaan dunia
internasional berkurang.
 Membangun tatanan politik yang baru
Diwujudkan dengan dikeluarkannya UU tentang pemilu, susunan
dan kedudukan MPR/DPR, dan pemilihan presiden dan wapres.
 Menjaga keutuhan NKRI
Setiap usaha yang mengancam keutuhan NKRI ditindak tegas
seperti kasus Aceh, Ambon, Papua, Poso. Hal tersebut diberikan
perhatian khusus karena peristiwa lepasnya Timor Timur dari RI.
 Melanjutkan amandemen UUD 1945
13

Dilakukan agar lebih sesuai dengan dinamika dan perkembangan
zaman.
 Meluruskan otonomi daerah
Keluarnya UU tentang otonomi daerah menimbulkan penafsiran
yang berbeda tentang pelaksanaan otonomi daerah. Karena itu,
pelurusan dilakukan dengan pembinaan terhadap daerah-daerah.
Masalah yang ada:
Tidak ada masalah yang berarti dalam masa pemerintahan
Megawati kecuali peristiwa Bom Bali dan perebutan pulan Ligitan
dan Sipadan.
d.

Indonesia pada Masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
Pada masa Kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono
melakukan kebijakan

kontroversial pertama presiden

Yudhoyono

adalah mengurangi subsidi BBM, atau dengan kata lain menaikkan
harga BBM. Kebijakan ini dilatarbelakangi oleh naiknya harga
minyak dunia. Anggaran subsidi BBM dialihkan ke subsidi sektor
pendidikan dan kesehatan, serta bidang-bidang yang mendukung
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kontroversial pertama itu menimbulkan kebijakan
kontroversial kedua, yakni Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi
masyarakat miskin. Kebanyakan BLT tidak sampai ke tangan yang
berhak, dan pembagiannya menimbulkan berbagai masalah sosial.
Kebijakan yang ditempuh untuk meningkatkan pendapatan
perkapita adalah mengandalkan pembangunan infrastruktur massal
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta mengundang investor
asing dengan janji memperbaiki iklim investasi. Salah satunya adalah
diadakannya Indonesian Infrastructure Summit pada bulan November
2006 lalu, yang mempertemukan para investor dengan kepala-kepala
daerah. Menurut Keynes, investasi merupakan faktor utama untuk
menentukan kesempatan kerja. Mungkin ini mendasari kebijakan
pemerintah yang selalu ditujukan untuk memberi kemudahan bagi
investor, terutama investor asing, yang salahsatunya adalah revisi
undang-undang ketenagakerjaan. Jika semakin banyak investasi asing

14

di Indonesia, diharapkan jumlah kesempatan kerja juga akan
bertambah.
Kebijakan-kebijakan lain yang dilakukan pada masa SBY:


Anggaran

pendidikan

ditingkatkan

menjadi

20%

dari

keseluruhan APBN.


Konversi minyak tanah ke gas.



Pembayaran utang secara bertahap kepada badan PBB.



Buy back saham BUMN



Pelayanan UKM (Usaha Kecil Menengah) bagi rakyat kecil.



Memudahkan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia.



Meningkatkan sektor pariswisata dengan mencanangkan “Visit
Indonesia 2008″.



Pemberian bibit unggul pada petani.



Pemberantasan korupsi melalui KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi).

Masalah yang ada:
Masalah pembangunan ekonomi yang ala kadarnya sangat
memperihatinkan karena tidak tampak strategi yang bisa membuat
perekonomian Indonesia kembali bergairah. Angka pengangguran dan
kemiskinan tetap tinggi.
Penanganan bencana alam yang datang bertubi-tubi berjalan
lambat dan sangat tidak profesional. Bisa dipahami bahwa bencana
datang tidak diundang dan terjadi begitu cepat sehingga korban
kematian dan materi tidak terhindarkan. Satu-satunya unit pemerintah
yang tampak efisien adalah Badan SAR Nasional yang saat inipun
terlihat kedodoran karena sumber daya yang terbatas. Sementara itu,
pembentukan komisi dll hanya menjadi pemborosan yang luar biasa.
Masalah

kepemimpinan

memperihatinkan.

SBY

yang

SBY

dan

JK

‘sok’

kalem

yang
dan

sangat

berwibawa

dikhawatirkan berhati pengecut dan selalu cari aman, sedangkan JK
yang sok profesional dikhawatirkan penuh tipu muslihat dan agenda
kepentingan kelompok. Rakyat Indonesia sudah melihat dan

15

memahami hal tersebut. Selain itu, ketidakkompakan anggota kabinet
menjadi nilai negatif yang besar.
Masalah politik dan keamanan cukup stabil dan tampak
konsolidasi demokrasi dan keberhasilan pilkada Aceh menjadi catatan
prestasi. Namun, potensi demokrasi ini belum menghasilkan sistem
yang pro-rakyat dan mampu memajukan kesejahteraan bangsa
Indonesia. Tetapi malah mengubah arah demokrasi bukan untuk
rakyat melainkan untuk kekuatan kelompok.
Masalah korupsi. Mulai dari dasar hukumnya sampai proses
peradilan, terjadi perdebatan yang semakin mempersulit pembersihan
Republik Indonesia dari koruptor-koruptor perampok kekayaan
bangsa Indonesia. Misalnya pernyataan JK yang menganggap upaya
pemberantasan korupsi mulai terasa menghambat pembangunan.
Masalah politik luar negeri. Indonesia terjebak dalam politk luar
negeri ‘Pahlawan Kesiangan’. Dalam kasus Nuklir Korea Utara dan
dalam kasus-kasus di Timur Tengah, utusan khusus tidak melakukan
apa-apa. Indonesia juga sangat sulit bergerak diantara kepentingan
Arab Saudi dan Iran. Selain itu, ikut serta dalam masalah Irak jelas
merupakan dikte Amerika Serikat yang diamini oleh korps Deplu.
Juga desakan peranan Indonesia dalam urusan dalam negeri Myanmar
akan semakin menyulitkan Indonesia di masa mendatang. Singkatnya,
Indonesia bukan lagi negara yang bebas dan aktif karena lebih
condong ke Amerika Serikat.
Pada pertengahan bulan Oktober 2006 , Indonesia melunasi
seluruh sisa utang pada IMF sebesar 3,2 miliar dolar AS. Dengan ini,
maka diharapkan Indonesia tak lagi mengikuti agenda-agenda IMF
dalam menentukan kebijakan dalam negri. Namun wacana untuk
berhutang lagi pada luar negri kembali mencuat, setelah keluarnya
laporan bahwa kesenjangan ekonomi antara penduduk kaya dan
miskin menajam, dan jumlah penduduk miskin meningkat dari 35,10
jiwa di bulan Februari 2005 menjadi 39,05 juta jiwa pada bulan Maret
2006. Hal ini disebabkan karena beberapa hal, antara lain karena
pengucuran kredit perbankan ke sector riil masih sangat kurang
(perbankan lebih suka menyimpan dana di SBI), sehingga kinerja
16

sector riil kurang dan berimbas pada turunnya investasi. Selain itu,
birokrasi pemerintahan terlalu kental, sehingga menyebabkan
kecilnya realisasi belanja Negara dan daya serap, karena inefisiensi
pengelolaan anggaran. Jadi, di satu sisi pemerintah berupaya
mengundang investor dari luar negri, tapi di lain pihak, kondisi dalam
negeri masih kurang kondusif.

2.4

Pendidikan.
Sejarah pendidikan di Indonesia telah berlangsung sejak lama. I Tsing,
pendeta Budha yang singgah di kerajaan Sriwijaya pada 687 masehi, menjelaskan
bahwa Palembang di masa tersebut merupakan pusat agama Budha dimana
pemikir dari berbagai negara berkumpul disana. Hanya saja, pendidikan saat itu
belum diatur dan berfokus pada ajaran Budha.
Peranan pemerintah dalam mengatur pelaksanaan pendidikan terjadi sejak
1950 melalui draf undang-undang wajib belajar pendidikan dasar 6 tahun.
Prioritas dalam pendidikan semakin ditekankan pada era pemerintahan presiden
Soeharto yang diwujudkan dalam pendirian hampir 40.000 sekolah dasar baru
pada akhir 1980an sehingga memungkinkan tercapainya target wajib belajar 6
tahun.
Upaya meningkatkan mutu dan partisipasi pendidikan terus berlanjut
hingga kini. Mempelajari sejarah perkembangan pendidikan mestinya membuat
kita dapat memahami apa saja yang telah dicapai lewat pendidikan dan
mengevaluasi perbaikan yang dibutuhkan untuk menciptakan mutu dan partisipasi
pendidikan yang lebih baik.
a.

Sejarah Pendidikan pada Zaman Pendudukan Belanda
Memasuki abad ke 16, bangsa Portugis datang ke Indonesia dengan
tujuan perdagangan dan berusaha menyebarkan agama katolik. Untuk
mencapai tujuan tersebut, pendatang Portugis ini mendirikan sekolah yang
bertujuan memberikan pendidikan baca, tulis, dan hitung sekaligus
mempermudah penyebaran agama katolik. Masuknya masa pendudukan
Belanda membuat kegiatan belajar mengajar di sekolah milik pendatang
Portugis menjadi terhenti.

17

Belanda juga membawa misi serupa Portugis yaitu menyebarkan
agama Protestan kepada masyarakat setempat. Untuk mewujudkan misi ini,
Belanda melanjutkan apa yang dirintis oleh bangsa Portugis dengan
mengaktifkan kembali beberapa sekolah berbasis keagamaan dan
membangun sekolah baru di beberapa wilayah. Ambon menjadi tempat
yang pertama dipilih oleh Belanda dan setiap tahunnya, beberapa penduduk
Ambon dikirim ke Belanda untuk dididik menjadi guru. Memasuki tahun
1627, telah terdapat 16 sekolah yang memberikan pendidikan kepada
sekitar 1300 siswa.
Setelah mengembangkan pendidikan di Ambon, Belanda memperluas
pendidikan di pulau Jawa dengan mendirikan sekolah di Jakarta pada tahun
1617. Berbeda dengan Ambon, tidak diketahui apakah ada calon guru
lulusan dari sekolah ini yang dikirim ke Jakarta. Lulusan dari sekolah
tersebut dijanjikan bekerja di berbagai kantor administratif milik Belanda.
Memasuki abad ke 19, saat Van den Bosch menjabat Gubernur
Jenderal, Belanda menerapkan sistem tanam paksa yang membutuhkan
banyak tenaga ahli. Keadaan ini membuat Belanda mendirikan 20 sekolah
untuk penduduk Indonesia di setiap ibukota karesidenan dimana pelajar
hanya boleh berasal dari kalangan bangsawan. Ketika era tanam paksa
berakhir dan memasuki masa politik etis, beberapa sekolah Belanda mulai
menerima pelajar dari berbagai kalangan yang kemudian berkembang
menjadi bernama Sekolah Rakjat.
Pada akhir era abad ke 19 dan awal abad ke 20, Belanda
memperkenalkan sistem pendidikan formal bagi masyarakat Indonesia
dengan struktur sebagai berikut :


ELS (Europeesche Lagere School) – Sekolah dasar bagi orang eropa.



HIS (Hollandsch-Inlandsche School) – Sekolah dasar bagi pribumi.



MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) – Sekolah menengah.



AMS (Algeme(e)ne Middelbare School) – Sekolah atas.



HBS (Hogere Burger School) – Pra-Universitas.
Memasuki abad ke 20, Belanda memperdalam pendidikan di

Indonesia dengan mendirikan sejumlah perguruan tinggi bagi penduduk
Indonesia di pulau Jawa. Beberapa perguruan tinggi tersebut adalah:
18



School tot Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) – Sekolah
kedokteran di Batavia.



Nederland-Indische Artsen School (NIAS) – Sekolah kedokteran di
Surabaya.



Rechts Hoge School – Sekolah hukum di Batavia.



De Technische Hoges School (THS) – Sekolah teknik di Bandung.



Pendidikan Indonesia pada Zaman Pendudukan Jepang
Memasuki masa pendudukan Jepang, sistem pendidikan Belanda

dihentikan dan digantikan oleh sistem pendidikan dari Jepang. Jepang
menyediakan sekolah rakyat (Kokumin Gakko) sebagai pendidikan dasar,
sekolah menengah sebagai pendidikan menengah, dan sekolah kejuruan
bagi guru. Berbeda dengan sistem pendidikan Belanda yang dibatasi bagi
kalangan tertentu, pendidikan yang diterapkan Jepang tersedia bagi semua
kalangan.
Jepang melarang sekolah mengadakan pendidikan dalam bahasa
Belanda. Mereka menjadikan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama
diikuti bahasa Jepang sebagai bahasa kedua. Selain itu, Jepang juga banyak
menanamkan ideologi mental kebangsaan dengan memberlakukan tradisi
seperti

menyanyikan

lagu

kebangsaan

Jepang,

senam

bersama

menggunakan lagu Jepang (taiso), mengibarkan bendera, dan penghormatan
terhadap kaisar.
b.

Sejarah Pendidikan Indonesia 1945 – 1965
Setelah Indonesia merdeka, Badan Pekerja Komite Nasional
Indonesia Pusat (BP-KNIP) mengusulkan pembaruan pendidikan Indonesia.
Ki Hajar Dewantara, yang saat itu menjabat Menteri Pendidikan Pengajaran
dan Kebudayaan Indonesia, membentuk Panitia Penyelidik Pengajaran
untuk menyediakan struktur, bahan pengajaran, dan rencana belajar di
Indonesia. Kurikulum ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran
bernegara dan bermasyarakat, meningkatkan pendidikan jasmani, dan
pendidikan watak. Dari upaya tersebut, disusunlah kurikulum SR 1947 yang
terdiri dari 15 mata pelajaran.

19

Memasuki era demokrasi liberal pada 1950, pelaksanaan pendidikan
Indonesia diatur dalam UU no. 4 Tahun 1950 dan diperbarui menjadi UU
no. 12 tahun 1954. Pendidikan dan pengajaran bertujuan membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
Seiring dengan Dekrit Presiden pada 5 Juli 1959, Indonesia kembali
menggunakan UUD 1945 sebagai dasar negara. Meskipun demikian,
perubahan ini tidak banyak mengubah sistem pendidikan yang telah
berlangsung di Indonesia.
Pada periode ini, pendidikan di Indonesia telah tersusun atas beberapa
jenjang yang merupakan pengembangan dari jenjang yang terdapat pada
jaman pendudukan Belanda. Jenjang pendidikan di Indonesia di zaman
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

c.



Taman Kanak-kanak (TK).



Sekolah Dasar (SD).



Sekolah Menengah Pertama (SMP).



Sekolah Menengah Atas (SMA)..



Perguruan Tinggi.



Pendidikan Guru.

Pendidikan Indonesia Era 1965 – 1995
Memasuki tahun 1965, pendidikan di Indonesia memiliki misi untuk
mengajarkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila. Untuk melaksanakan
misi tersebut, departemen pendidikan dan kebudayaan menyusun kurikulum
yang mencakup prinsip dasar Pancasila.
Implementasi dari misi tersebut diawali dengan perubahan kurikulum
di setiap jenjang pendidikan. Melalui kurikulum SD 1968, pendidikan dasar
diharapkan dapat menyampaikan materi untuk mempertinggi mental budi
pekerti, memperkuat keyakinan agama, serta mempertinggi kecerdasan dan
keterampilan.

Sementara

itu,

kurikulum

SMP

ditambah

dengan

pembentukan kelompok pembinaan jiwa pancasila, kelompok pembinaan
pengetahuan

dasar, dan

kelompok

pembinaan

kecakapan

khusus.

Kurikulum SMA juga disempurnakan dengan tujuan membentuk manusia

20

pancasila sejati, mempersiapkan untuk masuk ke perguruan tinggi, serta
mengajarkan keahlian sesuai minat dan bakat.
Peningkatan pendapatan negara dari penjualan minyak membuat
pemerintah mampu mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk
kebutuhan pendidikan. Pemerintah kemudian mendirikan SD Inpres
(Instruksi Presiden), merekrut lebih banyak guru, mencetak buku pelajaran,
dan mendirikan pusat pelatihan keterampilan.
Pada tahun 1989, melalui UU No. 2/1989, jenjang pendidikan di
Indonesia diperbarui menjadi tiga jenis yaitu:


Jenjang pendidikan dasar (SD dan SLTP).



Jenjang pendidikan menengah (SMU dan SMK).



Jenjang pendidikan tinggi.
Pendidikan Indonesia berkembang pesat pada periode ini. Pada 1973,

jumlah angka buta huruf di golongan usia muda Indonesia mencapai hampir
20 persen. Pendirian SD Inpres, bersama dengan sekolah lainnya, membuat
tingkat buta huruf di Indonesia menurun signifikan. Pemerintah terus
berusaha agar pendidikan dapat menyebar dan dirasakan oleh hampir
seluruh penduduk Indonesia.
d.

Pendidikan Indonesia Era 1995 – 2005
Memasuki

tahun

1995,

pendidikan

Indonesia

menekankan

pada

pengembangan SDM yang mampu menjawab tantangan masa depan.
Terdapat empat prioritas utama pelaksanaan pendidikan yaitu:


Penuntasan pelaksanaan wajib belajar 9 tahun.



Peningkatan mutu semua jenis, jenjang, dan jalur pendidikan.



Menghubungkan kebutuhan antara pendidikan dan industri.



Peningkatan kemampuan penguasaan iptek.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan mutu pendidikan melalui

peningkatan jumlah dan mutu pengajar, peningkatan mutu proses belajar
mengajar, dan peningkatan kualitas lulusan. Pemerintah juga berusaha
menciptakan sekolah unggul dan mengembangkan kurikulum yang
menekankan perbaikan metode mengajar dan perbaikan guru.
Pada tahun 1998, suasana politik di Indonesia mengalami gejolak
yang menyebabkan lahirnya era reformasi. Sistem pemerintahan berubah
21

dari model sentralisasi menjadi desentralisasi. Penerapan otonomi daerah
membuat

penyelenggaraan

pendidikan

berubah

menjadi

otonomi

pendidikan, terutama di jenjang pendidikan tinggi. Pada masa peralihan
kekuasaan, pendidikan di Indonesia masih menerapkan kurikulum yang
berlaku pada zaman orde baru. Kurikulum ini masih digunakan pada masa
pemerintahan presiden Abdurrachman Wahid dengan beberapa perbaikan.
Sistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan pada masa
kepresidenan Megawati melalui kurikulum berbasis kompetensi. Kurikulum
ini berbasis pada 3 aspek utama yaitu aspek afektif, aspek kognitif, dan
aspek psikomotorik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)
memperbarui kurikulum tersebut menjadi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) yang mencakup tujuan pendidikan, tingkat satuan
pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan,
kalender pendidikan, serta silabus.
e.

Sejarah Pendidikan Indonesia 2005 –2015
Pemerintahan presiden SBY berupaya meningkatkan kualitas dan
kuantitas pendidikan di Indonesia. Upaya tersebut diawali penerbitan
Instruksi Presiden No. 5 pada 09 Juni 2006 yang bertujuan mempercepat
penyelesaian wajib belajar 9 tahun. Upaya ini membuat pemerintah
melibatkan program pendidikan penyetaraan seperti paket A, B, dan C agar
dapat mengadopsi kurikulum sesuai dengan standar yang berlaku.
Jenjang pendidikan di Indonesia secara umum tidak banyak berubah.
Akan tetapi, terdapat lebih banyak lembaga penyedia pendidikan untuk
setiap jenjang pendidikan dimana melibatkan partisipasi pendidikan nonformal. Struktur pendidikan di Indonesia secara umum dapat digambarkan
sebagai berikut (data Kementerian Pendidikan tahun 2007).

2.5

Budaya.
a.

Kehidupan Sosial Budaya pada Awal Kemerdekaan Indonesia
Dalam

bidang sosial, pemerintah

menghapus

segala bentuk

diskriminasi seperti dalam struktur sosial jaman Belanda : Kelas I : warga
Belanda-Eropa, Golongan II : Golongan Timur Asing, dan Kelas III :
Pribumi. Jaman Jepang : Kelas I : Warga Jepang, Kelas II : Pribumi, Kelas
III : Belanda-Timur Asing. Sejak Indonesia merdeka diskriminasi seperti
22

diatas dihapus, setiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang
sama.
Dalam bidang pendidikan, Menteri Pengajaran Ki Hajar Dewantara
menginstruksikan : mengibarkan Bendera Merah-Putih di setiap kantor,
mewajibkan menyanyikan lagu Indonesia Raya dalam setiap upacara resmi,
wajib menyampaikan semangat kebangsaan kepada generasi penerus, serta
melarang pengibaran bendera Jepang, menyanyikan lagu kebangsaan
Jepang, dan menghapus pelajaran Bahasa Jepang.
Untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pemerintah mendirikan
semacam sekolah mulai Pendidikan Rendah (Sekolah Rakyat 6 tahun),
Pendidikan Umum(SMP-SLTA), Pendidikan Kejuruan dalam berbagai
bidang serta mendirikan Pendidikan Tinggi. Pergran Tinggi yang pertama
adalah Universitas Gajah Mada yang didirikan pada tahun 1949
dengan Prof.Dr.Sardjitosebagai rektornya yang pertama.
Selain itu penggunaan Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional
terus digalakkan. Dalam bidang sastra, lahir angkatan 45 yang dipelopori
Chairil Anwar dan Idrus. Dalam seni musik, lahir komponis-komponis
berbakat yang menciptakan lagu-lagu bertema nasionalisme dengan tujuan
untuk menanamkan semangat kebangsaan dan menghilangkan rasa rendah
diri

sebagai

bangsa

yang

merdeka.

Komponis-komponis

tersebut

diantaranya Ismail Marzuki karyanya : Gagah Perwira, Gugur Bunga,
Indonesia Pusaka, dan lain-lain. Cornel Simanjuntak dengan karyanya :
Teguh Kukuh Berlapis Baja, Maju Indonesia, Tanah Tumpah Darahku, dan
lain-lain. Kusbini dengan karyanya : Bagimu Negeri, Rela, Pembangunan,
dan lin-lain.
Seni lukis juga berkembang dengan dipelopi oleh Sudjoyono, Agus
Djayasumita, Rusli, Soemardjo, Affandi, Basuki Abduklah, dan lain-lain.
Seni drama dari Film dipelopori oleh Dr.Huyung, Usmar Ismail,
Djamaludin Malik, Suryosumanto, Djayakusumo dan lain-lain. Kemudian
berkembang pula media komunikasi terutama surat kabar dengan lahirnya
“Persatuan Wartawan Indonesia” pada tanggal 9 Februari 1946 dengan
Mr.Soemanang sebagai ketuanya. Kemudian pada tanggal 8 Juni 1946
dibentuklah “Serikat Penerbit Surat Kabar”.
b.

Kehidupan Sosial Dan Budaya ERA ORDE BARU
23

Pada masa Orde Baru terdapat beberapa kebijakan pemerintah yang
bersifat

diskriminatif,

seperti

Surat

Edaran No.06/Preskab/6/67 yang

memuat tentang perubahan nama. Dalam surat itu disebutkan bahwa
masyarakat keturunan Cina harus mengubah nama Cinanya menjadi nama
yang berbau Indonesia, misalnya Liem Sioe Liong menjadi Sudono Salim.
Selain itu, penggunaan bahasa Cinapun dilarang.
Di masa pasca Orde Baru, partisipasi sosial kalangan etnis Tionghoa
sangat menonjol. Pada umumnya mereka aktif bergerak di bidang
pendidikan dan kesehatan. Banyak sekali orang-orang Tionghoa yang
memilih profesi sebagai guru, dosen, profesor, dokter, insinyur, pengacara,
hakim, jaksa, advokat, bahkan polisi dan tentara. Mereka mendirikan
berbagai sekolah mulai dari TK sampai SMA dan berbagai universitas.
Demikian juga puluhan rumah sakit didirikan kalangan etnis
Tionghoa. Rumah sakit-rumah sakit ini didirikan dengan tujuan sosial
semata yaitu untuk memberikan bantuan medis bagi yang membutuhkan
tanpa memandang kemampuan ekonominya. Bandingkan dengan rumah
sakit-rumah sakit yang didirikan di masa Orde Baru yang bertujuan
komersial semata.
Selaras dengan berlangsungnya reformasi, berbagai kegiatan sosial
dilakukan oleh organisasi-organisasi Tionghoa antara lain dalam membantu
korban gempa bumi, banjir, dan kebakaran. Demikian juga dengan kegiatan
pembagian sembako dan pakaian bekas, donor darah, khitanan massal serta
pengobatan massal secara cuma-cuma bagi kaum duafa.
Di bidang pendidikan mereka banyak mendirikan lembaga-lembaga
pendidikan mulai dari kursus bahasa Inggris, Mandarin, komputer sampai
akademi dan universitas. Kalangan mudanya secara aktif mulai memasuki
bidang-bidang profesi di luar wilayah bisnis semata. Mereka sekarang
secara terbuka berusaha menjadi artis sinetron, presenter TV, peragawati,
foto model, pengacara, wartawan, pengarang, pengamat sosial/ politik,
peneliti, dsbnya. Hal ini sangat berbeda ketika rezim Orde Baru
memberlakukan kebijakan diskriminasi. Misalnya, pemberlakuan batasan
10 persen bagi etnis Cina untuk bisa belajar di bidang medis, permesinan,
sains dan hukum di universitas.

24

Di dalam kehidupan sosial mereka mulai membuka diri dan mau
peduli terhadap lingkungan di sekitarnya. Mereka tidak lagi menolak
apabila terpilih menjadi Ketua RT/RW dan secara aktif ikut dalam
penyelengaraan Pemilu di lingkungan tempat tinggalnya.
Dalam hubungan mereka dengan negara leluhur (RRC), pada
umumnya mereka mengambil sikap bahwa hubungan tersebut hanya
bersifat kekerabatan semata. Mereka merasa telah sepenuhnya menjadi
bangsa Indonesia yang lahir, besar, dan meninggal serta dikebumikan di
Indonesia. Filsafat mereka sekarang adalah luo di sheng gen yaitu “berakar
di bumi tempat berpijak” yang dapat diartikan menetap di Indonesia
selama-lamanya menggantikan ye luo gui gen yang berarti “ibarat daun
rontok kembali ke bumi”.
Demikian juga sikap pemerintah RRC yang dengan tegas menyatakan
bahwa orang Tionghoa Indonesia adalah warga Indonesia yang harus loyal
kepada Indonesia, mentaati hukum dan peraturan Indonesia serta
memberikan sumbangan pada pembangunan dan kemajuan Indonesia.
Orang Tionghoa Indonesia bukan warga RRC dan tidak berada di bawah
yurisdiksi Tiongkok.
c.

Perkembangan Sosial Dan Kebudayaan Dewasa Ini
Masyarakat Indonesia dewasa ini sedang mengalami masa pancaroba
yang amat dahsyat sebagai akibat tuntutan reformasi secara menyeluruh.
Sedang tuntutan reformasi itu berpangkal pada kegiatan pembangunan
nasional

yang

menerapkan

teknologi

maju

untuk

mempercepat

pelaksanaannya. Di lain pihak, tanpa disadari, penerapan teknologi maju itu
menuntut acuan nilai-nilai budaya, norma-norma sosial dan orientasi baru.
Tidaklah mengherankan apabila masyarakat Indonesia yang majemuk
dengan multi kulturalnya itu seolah-olah mengalami kelimbungan dalam
menata kembali tatanan sosial, politik dan kebudayaan dewasa ini.
Penerapan teknologi maju untuk mempercepat pebangunan nasional
selama 32 tahun yang lalu telah menuntut pengembangan perangkat nilai
budaya, norma sosial disamping ketrampilan dan keahlian tenagakerja
dengn sikap mental yang mendukungnya. Penerapan teknologi maju yang
mahal biayanya itu memerlukan penanaman modal yang besar (intensive
capital investment); Modal yang besar itu harus dikelola secara professional
25

(management) agar dapat mendatangkan keuntungan materi seoptimal
mungkin; Karena itu juga memerlukan tenagakerja yang berketrampilan
dan professional dengan orientasi senantiasa mengejar keberhasilan
(achievement orientation).
Tanpa disadari, kenyataan tersebut, telah memacu perkembangan
tatanan sosial di segenap sector kehidupan yang pada gilirannya telah
menimbulkan berbagai reaksi pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Dalam proses perkembangan sosial budaya itu, biasanya hanya mereka
yang mempunyai berbagai keunggulan sosial-politik, ekonomi dan
teknologi yang akan keluar sebagai pemenang dalam persaingan bebas.
Akibatnya mereka yang tidak siap akan tergusur dan semakin terpuruk
hidupnya, dan memperlebar serta memperdalam kesenjangan sosial yang
pada gilirannya dapat menimbulkan kecemburuan sosial yang memperbesar
potensi konflik sosial.dalam masyarakat majemuk dengan multi kulturnya.
Penerapan teknologi maju yang mahal biayanya cenderung bersifat
exploitative dan expansif dalam pelaksanaannya. Untuk mengejar
keuntungan materi seoptimal mungkin, mesin-mesin berat yang mahal
harganya

dan

beaya

perawatannya,

mendorong

pengusaha

untuk

menggunakannya secara intensif tanpa mengenal waktu. Pembabatan
dhutan secara besar-besaran tanpa mengenal waktu siang dan malam,
demikian juga mesin pabrik harus bekerja terus menerus dan mengoah
bahan mentah menjadi barang jadi yang siap di lempar ke pasar.
Pemenuhan bahan mentah yang diperlukan telah menimbulkan tekanan
pada lingkungan yang pada gilirannya mengancam kehidupan