makalah revisi pdf chita.pdf (1)
revisi
MAKALAH
SPPI
“sejarah pemikiran dan perkembangan rakyat Indonesia pada masa orde
baru”
Dosen pengampuh:
Dr. Muhammad Idris Tunru. S,Ag. M,Pd
Oleh:
Gitah Ayu P. Olii
14.2.3.098
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
1439 H/2017M
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………….......1
A. Latar Belakang……………………………………………………........1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………...2
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………..……...3
A. Pengertian dan latar belakang terjadinya masa orde baru……….…….3
B. Perkembangan kekuasaan dan kebijakan pemerintah pada masa orde
baru….................................................................................................9
C. Perkembangan Sosial Budaya pada Masa ord................………...……13
D. Pola dan Kebijakan Pedidikan Islam di Indonesia pada Masa Orde
Oaru…................................................................................................20
BAB III
PENUTUP………………………………………………………........………..24
A. Kesimpulan………………………………………………………….....24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....25
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan
antara kekuasaanmasa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai
masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30
September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk: mengoreksi total
penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan kembali
seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia,melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali
kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan bangsa.
Kekuasan Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat
Perintah
SebelasMaret
(SUPERSEMAR)
1966.
Setelah
dikeluarkan
Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan
pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya
kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan
keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI.
Dengan
Tap
MPRS
No.
XXXIII/1967
MPRS
mencabut
kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden
Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama
dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang saya buat maka rumusan masalah adalah sbb:
1. Bagaimna pengertian dan latar belakang lahirnya masa orde baru ?
2. Bagaimana perkembangan kekuasaan dan kebijakan pemerintah
pada
masa orde baru?
3. bagaimana perkembangan sosial-budaya pada masa orde baru ?
4. bagaimana pola dan kebijakan pendidikan islam di Indonesia pada masa
orde baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan latar belakang terjadinya masa orde baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Setelah Gerakan 30 September 1965/PKI berhasil
ditumpas dan berbagai bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan mengarah pada
PKI, akhirnya ditarik kesimpulan PKI dituding sebagai dalang di belakang
gerakan itu. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat kepada PKI. Kemarahan
rakyat itu diikuti dengan berbagai demonstrasi-demonstrasi yang semakin
bertambah gencar menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massa
(ormasnya) dan tokoh-tokohnya harus di adili.1
Sementara itu, untuk mengisi kekosongan pimpinan Angkatan Darat, pada
tanggal 14 Oktober 1965, panglima Kostrad / Pangkopkamtib Mayor Jenderal
Soeharto diangkat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat. Bersamaan
dengan itu juga dilakukan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur
PKI dan ormasnya.2
Masyarakat luas yang terdiri dari berbagai unsur seperti kalangan partai
politik, organisasi massa, perorangan, pemuda, mahasiswa, pelajar, kaum
wanita secara serentak membentuk satu kesatuan aksi dalam bentuk Front
Pancasila untuk menghancurkan para pendukung Gerakan 30 September 1965 /
PKI yang diduga didalangi oleh PKI. Mereka menuntut dilaksanakannya
penyelesaian politis terhadap mereka yang terlibat dalam gerakan itu. Kesatuan
aksi yang muncul untuk menentang G30S/PKI di antaranya Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),
1
Doto Mulyono Indonesia pada masa orde baru (Jakarta : Erlangga, 1985)h.2-3
Sayidiman Suryohadiprojo, suatu pengantar dalam ilmu perang , (Jakarta : intermasa
1981)h.66
2
Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam
Front Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan 66.
Mereka yang tergabung dalam Front Pancasila mengadakan demontrasi di
jalan-jalan raya. Pada tanggal 8 Januari 1966 mereka menuju Gedung
Sekretariat Negara dengan mengajukan pernyataan bahwa kebijakan ekonomi
pemerintah tidak dapat dibenarkan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1966
berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila berkumpul
dihalaman Gedung DPR-GR untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)
yang isinya sebagai berikut:
1. Pembubaran PKI beserta organisasi massanya.
2. Pembersihan Kabinet Dwikora.
3. Penurunan harga-harga barang.
Pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora
di Istana Bogor. Dalam sidang itu hadir para wakil mahasiswa. Presiden
Soekarno menuduh bahwa aksi-aksi mahasiswa itu didalangi oleh CIA (Central
Intelligence Agency) Amerika Serikat. Kemudian pada tanggal 21 Februari
1966, presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet. Ternyata
perubahan itu tidak memuaskan hati rakyat, karena banyak tokoh yang diduga
terlibat dalam G30S / PKI masih bercokol di dalam kabinet baru yang terkenal
dengan sebutan Kabinet Seratus Menteri.3
Pada saat pelantikan kabinet tanggal 24 Februari 1966, para mahasiswa,
pelajar, dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu
dihadang oleh pasukan Cakrabirawa. Hal ini menyebabkan terjadinya bentrokan
antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan
gugurnya seorang mahasiswa bernama Arif Rahman Hakim.
3
http://anisamaulina.blogspot.com/2012/03/kebijakan-ekonomi-pada-masa-ordebaru.html
Atas kematian Arif Rahman Hakim itu membuat suasana makin lama
makin memburuk. Sayang pemerintah tidak mengambil tindakan yang tegas
terhadap kejadian itu. Akhirnya demonstrasi semakin menjadi-jadi dan
pengganyangan terhadap PKI berlangsung di mana-mana. Akhirnya pemerintah
Soekarno kewalahan. Sedangkan kepercayaan kepada Mayor Jenderal Soeharto
masih dirong-rong oleh presiden Soekarno. Beliau masih berusaha untuk
mengelak memperjelas keterlibatan PKI. Aksi-aksi mahasiswa dan siswa ini
tidak saja terjadi di ibu kota Jakarta tetapi menjalar ke seluruh kota besar dan
kecil di seluruh tanah air yang mendapat dukungan dari masyarakat dan ABRI.
Aksi mahasiswa dan pelajar ini semakin jelas tujuannya. Mereka menginginkan
agar pemerintah segera memperbaiki keadaan, terutama keadaan ekonomi dan
keamanan.4
1. Di Bidang Politik
Seperti telah diketahui, PKI sejak dulu ingin mendirikan negara Komunis
di Indonesia. Keinginan ini mendapat tantangan dari rakyat Indonesia, terutama
para perwira ABRI. Mereka ingin satu saja ideologi di Indonesia. Ideologi itu
ialah Pancasila dasar negara kita. Bila PKI berkuasa, maka ideologi Pancasila
pasti akan dihapuskannya. Apalagi ajaran komunis itu sangat tidak sesuai
dengan kepribadian kita. Indonesia adalah negara Pancasila.5
2. Di Bidang Ekonomi
Menjelang lahir Tritura, keadaan ekonomi Indonesia sangat parah. Di
mana-mana terjadi kelaparan. Tidak ada lapisan mayarakat yang hidup
berkecukupan. Mereka yang terlihat agak baik kehidupannya adalah orangorang yang mendapat fasilitas dari PKI atau orang-orang yang bersekongkol
dengan partai itu. Kebutuhan sepuluh bahan pokok, yaitu kebutuhan sehari-hari
4
Kuntowijoyo, pengantar ilmu sejarah. (Yogyakarta : bentang,2005)h.89
Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo, “revitalisasi Sistem politik Indonesia”
(Jakarta : CSIS,1996)h.34
5
dikuasai oleh pemerintah. Akhirnya kebutuhan itu berada di tangan orang-orang
PKI yang ikut berkuasa dalam pemerintahan Presiden Ir. Soekarno. Dari
sepuluh bahan pokok itu yang paling utama ialah sandang dan pangan. Oleh
karena kebutuhan sepuluh bahan pokok itu dikuasai oleh pemerintah, maka
kepada rakyat diberikan jatah beras, sandang atau pangan. Dalih pemerintah Ir.
Soekarno pada waktu itu ialah agar kita berhemat, sebab revolusi belum selesai.
3. Di Bidang Pemerintahan
Dalam lembaga pemerintahan sebagian masih terdapat orang yang
berpaham komunis. PKI belum dibubarkan. Jenderal Soeharto sangat hati-hati
akan situasi ini. Ia masih harus memerlukan waktu untuk menentukan mana
kawan dan mana lawan. Bila tidak diambil tindakan yang bijaksana, akibatnya
akan bertambah buruk, apalagi keadaan bertambah buruk lagi, ketika Ir.
Soekarno menolak untuk mengeluarkan orang-orang Komunis atau PKI yang
duduk di lembaga pemerintahan.6
DPRGR masih menampung orang-orang PKI. Keadaan seperti ini
menambah sulitnya keadaan. Apalagi orang-orang yang diangkat oleh Presiden
Soekarno menjadi para menteri masih dipenuhi oleh oknum-oknum PKI dan
organisasi yang seazas. Keadaan seperti ini harus dibersihkan. Demikianlah
aksi mahasiswa dan masyarakat. Seluruh rakyat menuntut agar kabinet harus
dibersihkan dari tangan-tangan orang PKI yang telah nyata terlibat dalam
Gerakan 30 September 1965 atau G.30 S/PKI. PKI dan antek-anteknya
mempunyai dasar dan pandangan hidup bangsa PANCASILA dan KAMI
Dibubarkan.7
6
Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo, “revitalisasi Sistem politik Indonesia”
(Jakarta : CSIS,1996)h.34
7
Hariyono, “Mempelajari sejarah secara efektif” (Jakarta : Pustaka Jaya, 1995)h.98
Setelah mempelajari situasi negara yang sangat penting itu Mayor
Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad, Komando Keamanan dan
Pemulihan Keamanan mulai mencari langkah yang bijaksana untuk
mengatasinya. Sementara itu aksi mahasiswa meningkat terus yang ditunjukkan
langsung kepada Pendukung Soekarnoisme (BPS). Hal ini tentu sangat
berbahaya, sebab sudah ada dua golongan yang akan saling bermusuhan. Tetapi
berkat kebijaksanaan Mayor Jenderal Soeharto keadaan dapat diatasi. BPS
hilang dengan sendirinya dan KAMI seolah-olah mendapat angin. Semua
komponen dalam kesatuan aksi itu bekerjasama dengan ABRI selaku pelindung
dan pembela rakyat. Pada tanggal 26 Februari 1966, KAMI dibubarkan oleh
Presiden Soekarno, tetapi aksi Tritura tetap dilanjutkan. Rakyat tetap berdiri
disamping pemimpinnya. Walaupun Mayor Jenderal Soeharto telah mempunyai
konsep untuk menenangkan suasana, akan tetapi belum dapat berbuat banyak
Karena atasannya masih ada yaitu Presiden Soekarno. Oleh sebab itu perlu
dicari waktu yang tepat.8
Dari KAMI yang dibubarkan, perjuangan berpindah secara estafet kepada
KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Demonstrasi bertambah
hebat. Suasana semakin memuncak. Jakarta berada dalam keadaan demam
revolusi. Penyerangan Cakrabirawa ke U. I. di gagalkan oleh Jenderal Soeharto
dengan menempatkan pasukan Kostrad di sana. Puncak kejadian ialah tanggal
11 Maret 1966, sewaktu Soekarno memimpin kabinet di istana negara, tiba-tiba
Ajudan Presiden, Kolonel Bambang Wijarno menyampaikan laporan kepada
Presiden, bahwa pasukan tentara yang tak dikenal kesatuannya, sedang menuju
istana. Soekarno terkejut, lalu menyerahkan pimpinan sidang kepada Dr.
Leimena, kemudian lari terbirit-birit menuju helikopter yang berada di halaman
istana. Wakil-wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrio dan Chairul Saleh
mengikut di belakang. Mereka bertiga terbang ke Bogor.
8
Harol Crouch, “Militer dan politik di Indonesia” (Jakarta : sinar harapan 1986)h.389
Jenderal Soeharto mengirim delegasi ke Bogor untuk bermusyawarah
dengan
Presiden.
Delegasi
itu
terdiri
dari
tiga
Jenderal,
yaitu
AMIRMACHMUD, BASUKI RACHMAT dan M. JUSUF. Musyawarah
menghasilkan Surat Perintah 11 Maret yang berisi tentang pemindahan
kekuasaan eksekutif dari presiden Soekarno kepada Jenderal SOEHARTO.
Berdasarka Surat Perintah 11 Maret ini, Jenderal Soeharto mengeluarkan
keputusan membubarkan PKI atas nama Presiden, Keputusan ini sangat
mengejutkan Soekarno.9
Dalam pada itu Jenderal Soeharto berusaha dengan gigih meyakinkan
Soekarno bahwa sebagian pembantu-pembantunya dalam kabinet yang menjadi
tuntutan massa demonstran-demonstran, antaranya Dr. Soebandrio, tidak
mungkin dipertahankan lagi. Presiden Soekarno sudah dapat memahami dan
menerima keadaan itu. Tetapi pada tanggal 16 Maret 1966, tiba-tiba Presiden
Soekarno mengeluarkan pengumuman, yang isinya pada hakekatnya mencabut
isi dari Surat Perintah 11 Maret 1966. Pengumuman Presiden Soekarno ini
sangat mengejutkan Jenderal Soharto dan para Panglima militer, serta
membangkitkan kemarahan massa kembali.
Jenderal Soeharto bertindak mendahului massa, sehingga keadaan tetap
dikuasai. Pada tanggal 18 Maret 1966 dikeluarkan Surat Keputusan atas nama
Presiden oleh Jenderal Soeharto, menangkap dan menahan lima belas Menteri,
serta menunjuk penggantinya sekali. Tindakan Jenderal Soeharto yang
mendahului massa ini, sangat mencengangkan. Jenderal Soeharto yang tadinya
diduga dan dituduh lamban, ternyata seorang yang bertindak tepat pada
waktunya, dengan perhitungan yang masak. Kekuatan Presiden Soekarno sudah
habis. Menurut hukum revolusi, riwayatnya sudah tamat, dan Presiden
Soekarno sudah tidak ada lagi. Kekuasaan sudah berada dalam tangan Jenderal
Soeharto.
9
Harief Harahap, “himpunan peraturan-peraturan dan perundang-undangan republic
Indonesia” (Jakarta : Pradnya paramita 1973)h.46
Sementara itu Jenderal Soeharto telah berusaha menyempurnakan MPRS,
DPRGR, DPA dan Lembaga Pemerintah Pusat yang lain. Dengan cara begini,
ia telah mengambil langkah-langkah untuk memberikan nafas bagi kehidupan
demokrasi kembali, setapak demi setapak, sesuai dengan kemungkinan. Pada
tanggal 20 Juni 1966, sampai tanggal 6 Juli 1966, diadakan sidang MPRS, yang
ke-IV di Jakarta. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara, diminta
memberikan laporan kepada sidang, mengenai pemberontakan G 30 S yang
gagal. Pemberian laporan pertanggungan jawab oleh Presiden Soekarno itu,
sekaligus juga merupakan langkah mematuhi UUD 45.10
B.
Perkembangan kekuasaan dan kebijakan pemerintah
pada masa
orde baru
1. Perkembangan kekuasaan pada masa orde baru
Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Soeharto mengatasi
keadaan yang serba tidak menentu dan sulit terkendali itu. Dengan berkuasanya
Soeharto sebagai pemegang tampuk pemerintahan di negara Republik
Indonesia sebagai pengganti Presiden Soekarno, maka dimulailah babak baru
yaitu sejarah Orde Baru. 11
Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang
terjadi di masa lampau. Di samping itu juga berupaya menyusun kembali
kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan bangsa.
10
Harief Harahap, “himpunan peraturan-peraturan dan perundang-undangan republic
Indonesia” (Jakarta : Pradnya paramita 1973)h.49
11
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.498
Permulaan tahun 1967 suasana bertambah panas lagi. Mahasiswamahasiswa turun ke jalan kembali, dengan sasaran yang terang, yaitu Soekarno.
Pada tanggal 23 Januari 1967, Jenderal Soeharto mengeluarkan pengumuman
yang bernada keras, terhadap kontra-kontra Orde Baru. Dalam pengumuman
itu, ditegaskan bahwa kesabaran yang diperlihatkan Angkatan Bersenjata dalam
menghadapi bencana Gestapu/PKI akan sampai pada batasnya: “Di saat itu kita
akan menarik garis yang jelas antara kita dan mereka yang berdiri di luar garis
yang telah ditentukan oleh MPRS. Barulah di waktu itu, kita akan mengambil
langkah-langkah yang tegas dan tindakan yang keras terhadap siapapun”.12
Setelah peristiwa G30S / PKI, negara Republik Indonesia dilanda
instabilitas politik akibat tidak tegasnya kepemimpinan Presiden Soekarno
dalam mengambil keputusan atas peristiwa itu. Sementara itu, partai-partai
politik terpecah belah dalam kelompok-kelompok yang saling bertentangan,
antara penentang dan pendukung kebijakan Presiden Soekarno. Selanjutnya,
terjadilah situasi konflik yang membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa.
Melihat situasi konflik antara masyarakat pendukung Orde Lama dengan
Orde Baru semakin bertambah gawat, DPR-GR berpendapat bahwa situasi
konflik harus segera diselesaikan secara konstitusional. Pada tanggal 3 Februari
1967 DPR-GR menyampaikan resolusi dan memorandum yang berisi anjuran
kepada ketua Presidium Kabinet Ampera agar diselenggarakan Sidang
Istimewa MPRS. Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno
menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Penyerahan kekuasaan
dari Presiden Soekarno kepada Soeharto dikukuhkan di dalam sidang Istimewa
MPRS. MPRS dalam ketetapannya No. XXXIII/MPRS/1967 mencabut
kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Dengan adanya
ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang merupakan sumber instabilitas politik
telah berakhir secara konstitusional.
12
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.499
Sekalipun situasi konflik berhasil diatasi, namun kristalisasi Orde Baru
belum selesai. Untuk mencapai stabilitas nasional diperlukan proses yang baik
dan wajar, agar dapat dicapai stabilitas yang dinamis, yang mendorong dan
mempercepat pembangunan. Proses ini dimulai dari penataan kembali
kehidupan politik yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Usaha penataan kembali kehidupan politik dimulai pada awal tahun 1968
dengan penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan untuk menumbuhkan
hak-hak demokrasi dan mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam
masyarakat. Komposisi anggota DPR terdiri dari wakil-wakil partai politik dan
golongan karya. Tahap selanjutnya adalah penyederhanaan kehidupan
kepartaian, keormasan dan kekaryaan dengan cara pengelompokkan partaipartai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai tahun 1970 dengan
mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan partai-partai politik.
Hasilnya lahirlah tiga kelompok di DPR yaitu:
1. Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari parta-ipartai PNI,
Parkindo, Katolik, IPKI, serta Murba.
2. Kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri dari partai-partai NU,
Partai Muslimin Indonesia, PSII, dan Perti.
3. Sedangkan kelompok organisasi profesi seperti organisasi pemuda,
organisasi tani dan nelayan, organisasi seniman dan lain-lain tergabung
dalam kelompok Golongsan Karya.
Selanjutnya pemerintah Orde Baru memurnikan kembali politik luar
negeri yang bebas-aktif. Politik konfrontasi dengan Malaysia dihentikan.
Normalisasi
hubungan
Indonesia-Malaysia
berhasil
dicapai
dengan
ditandatanganinya Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Kemudian
pemerintah memutuskan untuk kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28
September 1966, guna mengembalikan kepercayaan dunia internasioanal serta
menumbuhkan saling pengertian yang sangat bermanfaat bagi pembangunan.
Di samping itu, untuk mempererat dan memperluas hubungan kerja sama
regional bangsa-bangsa Asia Tenggara, pada tanggal 8 Agustus 1967 Deklarasi
Bangkok berhasil ditandatangani. Dengan ini, lahirlah Perhimpunan BangsaBangsa Asia Tenggara atau Association of South East Asian Nation (ASEAN).
Perhimpunan ini beranggotakan Indonesia, Muangthai, Malaysia, Singapura,
dan Filipina.13
2. Kebijakan pemerintah pada masa orde baru
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, langkah
selanjutnya
yang
ditempuh
oleh
pemerintah
adalah
melaksanakan
Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional yang diupayakan pada zaman
Orde Baru direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan
Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka pendek dirancang melalui
Pembangunan Lima Tahun (pelita). Setiap pelita memiliki misi pembangunan
dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia.
Untuk memberikan arah dalam usaha mewujudkan tujuan nasional
tersebut, maka MPR telah menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sejak tahun 1973, yang pada dasarnya merupakan pola umum
pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya. GBHN
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang berisi
program-program konkret yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima
tahun. Pelaksanaan Repelita telah dimulai sejak tahun 1969.
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
13
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.501
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil.
Selama periode Orde Baru terdapat 6 pelita, yaitu :
1. Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi
landasan awal pembanguna ORBA
2. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979
3. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984
4. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989
5. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994
6. Dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999
C.
Perkembangan Sosial Budaya pada Masa orde baru
1. Pendidikan
Kebijaksanaan pokok di bidang pendidikan dan sekaligus pembinaan
generasi muda di arahkan kepada pemecahan secara mendasar dari sejumlah
masalah pokok yang berkaitan satu sama lainnya. Pemecahan itu dilakukan
secara sistematis dan bertahap khususnya terhadap sistem pendidikan.14
Pemecahan secara mendasar itu antara lain menyangkut kebijaksanaan
untuk menciptakan kesempatan belajar yang lebih luas. Dan ini di imbangi pula
dengan kebijaksanaan peningkatan mutu pendidikan. Khususnya pendidikan
tinggi di arahkan pada sasaran pembinaan mahasiswa yang mampu menjawab
tantangan moderanisasi. Pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan
relevansinya dengan situasi riil masyarakat. karena itulah sistem pendidikan
sering di kaitkan dengan kebijaksanaan pengembangan kesempatan
dan
kualifikasi bagi jenis-jenis lapangan kerja yang di perlukan oleh pembangunan
14
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.504
nasional. Di samping itu diselaraskan pula dengan keperluan pembangunan
daerah. Dengan kata lain pengembangan sistem pendidikan bertujuan
melakukan pembaharuan sistem pendidikan secara menyeluruh. Tujuannya
adalah terwujudnya sistem pendidikan nasional yang efektif, efisien, dan serasi
dengan tujuan pembangunan dan tujuan nasional. Usaha ini dilakukan dengan
membina dan memantapkan sistem informasi pendidikan. Dan penilaian serta
penelitian secara terus menerus
terhadap sistem pendidikan yang sedang
berjalan.
Dengan patokan penilaian secara terus menerus terhadap sistem
pendidikan itu, maka pertama-tama kita kenalkan dengan konsepsi menteri
Mashuri S.H., Menteri P dan K ini mengajukan kosepsi yang dikenal sebagai
konsepsi sekolah pembangunan. Dalam konsepsi sekolah pembangunan para
anak didik dikenalkan pada jenis-jenis dan lapangan sert lingkungan kerja. Hal
ini dimaksudkan agar mereka dapat melihat kemungkinan untuk memberikan
jasa melalui karyanya. Dan itu berarti kepada anak didik bukan hanya diberikan
pelajaran teori, tapi juga diperkenalkan kepada sejumlah pekerjaan yang kirakira bisa mereka lakukan. Dengan cara itu mereka akan dapat menyalurkan
bakatnya masing-masing dan sekaligus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerja yang mereka akan hadapi. Dalam konsepsi ini anak-anak
diberi pengertian akan dirinya sejak mulai dari rumah, disekolah hingga ke
dalam masyarakat.15
sekolah pembangunan merupakan perwujudan dari prinsip bahwa
pendidikan harus serasi dengan kenyataan-kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Konsepsi ini sedikit banyak dipengaruhi
oleh terjadinya
perombakan sistem pendidikan dibeberapa Negara, baik di Asia maupun di
Amerika. Perombakan sistem pendidikan yang dilakukan oleh Negara-negara
tersebut umumnya dimaksudkan untuk memecahkan
anatara jumlah lulusan sekolah dengan tersediannya
15
masalah dispensasi
lapangan kerja. Bagi
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.506
Indonesia usaha itu juga dimaksudkan untuk menghilangkan anggapan bahwa
pendidikan hanya mengejar ijazah saja. Pendidikan bertujuan untuk
memberikan kemampuan kepada
anak-anak agar mereka langsung dapat
berkarya.
Berhubungan
erat
dengan
sistem
pendidikan
adalah
kurikulum
pendidikan. Selain mata pelajaran yang biasa diberikan di sekolah-sekolah,
mata pelajaran agama menjadi mata pelajaran wajib dari tingkat sekolah dasar
sampai ke perguruan tinggi. Hal ini mulai dilakukan sejak permulaan orde
baru. Menjadi wajibnya mata pelajaran agama antara lain berhubungan juga
denga peristiwa meletus pemberontakan G-30-S/PKI, dimana pada masa-masa
sebelumnya mata pelajran agama agak dikesampingkan .
Dibidang pendidikan tinggi, baik di universitas dan intansi juga di adakan
perbaikan-perbaika. Salah satu usaha perbaikan kurikulum
yang menonjol
adalah memperkenalkan sistem kredit, yang pemakaiannya mulai dilaksanakan
di berbagai universitas pemerintah. Sistem ini memungkinkan para mahasiswa
yang berbakat untuk mengatur studinya sendiri sesuai dengan petunjuk
kurikulum yang ditetapkan.Pemakaian sistem kredit ini memungkinkan para
mahasiswa mempercepat penyelesaian pendidikannya disbanding dengan
lamanya waktu yang diperlukan dalam sistem yang lama. Sitem it uterus
disempurnakan dan pemakaiannya diusahakan merata pada berbagai perguruan
tinggi. 16
Dari uraian di atas terlihat bahwa sejak orde baru memegang tampuk
pemerintahan telah banyak perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan dibidang
pendidikan. Namun demikian perbaikan-perbaikan itu di anggap masih belum
memadai disbanding dengan tantangan pendidikan yang yang sedang dan akan
muncul. Karena itulah ketika Dr.Daoed Joesoef menjabat sebagai menteri P
dan K
dalam cabinet pembangunan III tindakan fundamental yang
dilakukannya adalah membentuk komisi pembaharuan pendidikan. Komisi ini
16
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.508
terdiri dari wakil-wakil masyarakat yang menghayati dan menaruh perhatian
besar terhadap masalah pendidikan.
2. Perkembangan budaya
Terdapat Perkembanagn erat antara perkembangan pendidikan dengan
perkembangan pendidikan dengan perkembangan seni. Dalam peningkatan dan
pengembangan seni nasional, segala usaha dan kegitan di arahkan kepada
usaha-usaha yang dapat memperkuat kepribadian nasional, kebanggaan, serta
kesatuan nasional. Untuk itu telah diadakan langkah-langkah peningkatan
pembinaan dari pengembangan seni secara luas. Hal itu dilakukan melalui
sekolah, kursus seni, organisasi seni, dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya
dalam masyarakat. Selain itu pembentukan pusat-pusat pengembangan seni
telah diperbanyak. Hal itu karena fungsinya sangat yang sangat penting sebagai
arena usaha pemeliharaan, pembinaan, serta pengembangan kehidupan seni
bangsa. Tidak kalah pentingnya adalah pengamanan seni, untuk menjamin dan
meneruskan warisan seni. Usaha itu antara lain mencakup usaha inventarisasi,
dokumentasi, dan penelitian
warisan budaya nasional, pembinaan dan
pemeliharaan peninggalan-peninggalan purbakala.17
Tentang perkembangan seni drama, pada masa orde baru usaha-usaha
mempertinggi derajat serta mutu kesandiwaraan umumnya terutama berpusat
pada serikat Artis Sandiwara. Hal ini terutama terdapat pada masa revolusi.
Sejak tahun 1965, bentuk seni drama memperoleh corak baru. Dramawandramawan terkemuka seperti W.S Rendra, Arifin C. Noer, Ikranegara, dan lainlain telah membawakan bentuk cerita-cerita baru dalam setiap pementasannya.
Sebagian dari pementasan itu merupakan karya-karya terjemahan, di samping
ciptaan mereka sendiri. Corak cerita adakalanya mempunyai warna protes
sosial, yakni suatu mode yang sering ditampilkan para seniman pada masa orde
17
Ismail Sunny.”Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” (Jakarta: Aksara Baru 1986)h.56
baru . Mereka sering juga menampilkan suasana yang hidup
di kalangan
masyarakat ke panggung sandiwara, yang sedikit banyak masih ada pengaruh
keresahan. Kalau tidak, mereka sudah berhenti sebagai seniman. Karena pada
jiwa yang resah sering muncul karya-karya yang besar.
Mengenai masalah seni daerah dapatlah dikemukakan bahwa sebagai
akibat meluasnya publikasi dalam pers, banyak orang-orang yang tinggal di
daerah telah membaca atau mendengar perkembangan seni di ibukota
negaranya,
meskipun mereka tidak pernah pendapatkan kesempatan untuk
menyaksikannya sendiri. Mengenai penyesuaian nilai-nilai tradisional untuk
kehidupan modern hingga saat ini masih berada dalam tingkat percobaan. Seni
tradisional berhubungan erat dengan siklus perkembangan hidup manusia,
misalnya khitanan dan perkawinan. Karena itu seni tradisional bersifat sacral
dan bukan bersifat hiburan.
Perkembangan seni bangunan
juga memperlihatkan kemajuan. pada
masa-masa sebelumnya, keadaan bangunan di kota-kota
pada umumnya
kurang berketentuan dan tidak menyelaraskan diri dengan alam. Sekolahsekolah, kantor-kantor besar, took, gedung tua, pondok rakyat, berselang seling
sepanjang satu
jalan atau dalam bagiankota yang seharusnya mempunyai
ketentuang pasti.18
Mengenai film sebagai salah satu wahana budaya dapat dipergunakan
sebagai sarana penerangan, pendidikan dan sekaligus hiburan, pada masa orde
lama diadakan pembatasan yang ketat terhadap film-film impor, khususnya dari
Eropa dan Amerika, maka pemerintah orde baru agak melonggarkan
pembatasan itu, namun dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lain, seperti itu
tidak berarti setiap film barat dapat di putar di Indonesia. Keluwesan terhadap
film asing diiringi dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lain, seperti seleksi
yang ketat. Tujuannya adalah agar tidak merusak moral bangsa Indonesia dan
18
Ismail Sunny.”Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” (Jakarta: Aksara Baru 1986)h.58
sepanjang film-film impor itu tidak mematikan pemasaran film-film produksi
dalam negeri.
3. Perkembangan pers dan media elektronika
Titik tolak dari pembinaan pers nasional adalah ketetapan siding umum
MPRS IV tahun 1966. Dalam ketetapan ini disebutkan “ Kebebasan pers
Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkankebenaran
dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam pengertian libelarisme”
Disebutkan juga bahwa kebebasan pers berhubungan erat dengan keharusan
adanya pertanggung jawaban, atau singkatnya pers yang bertanggung jawab
Dengan dasar itu kemudian
tahun1966
tentang
disyahkan
ketentuan-ketentuan
pokok
Undang-Undang No.11
pers,
yang
kemudian
disempurnakan lagi dengan Undang-undang No.4 tahun 1967. Fungsi Pers
Nasional menurut undang-undang tersebut adalah sebagai alat revolusi dan
merupakan mass media yang bersifat aktif, dinamis kreatif, edukatif,
informative, dan mempunyai fungsi kemasyarakatan penorong dan penumpuk
daya pikiran kritis dan progresif meliputi segala perwujudan
kehidupan
masyarakat Indonesia. Karena itu per mempunyai hak kontrol, kritik dan
koreksi yang bersifat korektif dan konstruktif.19
Untuk melaksanakan
fungsi, kewajiban
dan hak pers, mereka
membentuk tiga organisasi profesi, yakni : Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) , Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), dan Serikat Grafika Pers (SGP).
Ketiga organisasi ini kemudian membentuk dewan pers yang bertugas untuk
mendampingi pemerintah dalam bersama-sama membina pertumbuhan dan
perkembangan pers nasional. Anggota dewan pers terdiri dari wakil-wakil
organisasi dan ahli-ahli dalam bidang pers, sedangkan ketuanya langsung di
19
Ismail Sunny.”Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” (Jakarta: Aksara Baru 1986)h.60
pegang oleh menteri penerangan. Karena dewan pers bertugas mendampingi
pemerintah, maka secara
tidak langsung ia merupakan
forum
penyalur
aspirasi-aspirasi pers dalam rangka komunikasi timbal balik dan interaksi
antara pemerintah, pers dalam masyarakat.
4. Penataran P-4 Sebagai gerakan Budaya
Pancasila adalah bagian dari pada sistem nilai budaya dan filosofis idil
dari bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari jiwa dan nilai-nilai ‟45, Pancasila
telah diterima dan disepakati sebagai nilai luhur oleh segenap masyarakat
Indonesia. Pancasila memberi kekuatan hidup kepada bangasa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di
dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.20
Walaupun Pancasila secara resmi telah menjadi falsafah bangsa sejak
tahun 1945, namum hampir tiga dekade sesudah itu baru di tetapkan detail
perumusan konsepsi yang di kandungnya. Pada bulan februari 1959 pernah
diadakan seminar mengenai Pancasila di Yogyakarta, dan setelah itu berbagai
seminar juga diadakan selain bermunculan bengkel-bengkel pancasila
di
berbagai di perguruan tinggi. Namun kesemuanya itu malah memunculkan
tafsiran yang bermacam-macam mengenai pancasila
karena itulah dalam
banyak kesempatan presiden Soeharto menganjurkan agar pancasila disatu
tafsirkan. Pada Dies Natalis Universitas Gajah Madah tahun 1974 kembali
presiden menekankan anjuranya itu.
Salah satu organisasi sosial yang memanfaatkan seruan itu adalah Dewan
Harian Nasional Angkatan ‟45, yang pada tahun itu juga membentuk panitia
khusus yang terdiri dari : Dr. Moh. Hatta (sebagai ketua) , Mr. Ahmad
Subardjo, Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo, Prof. Mr. Sunario dan A.A Maramis (
20
M.C Rickleft, “Sejarah Indonesia Modern”.( Jakarta : Serambi Ilmu Semesta
2005)h.78
masing-masing sebagai anggota). Karena panitia ini terdiri dari lima orang,
maka disebut sebagai panitia lima. Tugas panitia lima adalah merumuskan
tafsiran pancasila. Panitia ini pada tanggal 10 febuari 1975, mengumumkan
hasil kerjanya kepada pers yang mereka namakan „ Uraian Pancasila”.
D.
Pola dan Kebijakan Pedidikan Islam di Indonesia pada Masa Orde
Oaru
1. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah mulai dari pemerintahan kolonial, awal dan pasca
kemerdekaan hingga masuknya
Orde baru terkesan meng-„anak tirikan”,
mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan islam hanya
karena alasan “ Indonesia bukanlah Negara islam” Namun berkat semangat
juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan islam, akhirnya berbagai
kebijakan tersebut mampu “diredam‟ untuk sebuah tujuan ideal, yaitu
“menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia” seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun
2003. Dengan demikian, sebenarnya banyak faktor
yang memengaruhi
kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan islam, baik dari aspek
sosial politik maupun aspek religious.21
Secara operasional, kata kebijakan berasal dari kata “bijak” yang berarti
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah,
organisasi
dan sebagainya. Sedangkan Orde Baru
merupakan
suatu
pemerintahan dan sebagainya, peraturan pemerintah, angkatan sejak tanggal 11
maret 1966. Selanjtnya rentang waktu sistem pemerintahan RI sejek lahirnya
21
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama
2011)h.360
20 Mei 1998 yang merupakan
awal masa reformasi di Indonesia, penulis
jadikan sebagai batasan pembahasan dalam penyajian tulisan ini. Disamping
itu ,
tulisan ini juga berupaya mendeskripsikan berbagai kebijakan
pemerintahan era orde baru terutama yang ada kai kaitanya dengan pendidikan
islam.
2. Menjembatani Dualisme Pendidikan
Diakui bahwa kebijakan pemerintah orde baru mengenai
pendidikan
islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif,
khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an pada
masa pemerintah orde baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan
dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.22
Pada awal-awal masa pemerintahan
orde baru, kebijakan tentang
madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada
tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan
menteri agama . Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum di dominasi
oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum tersandar ,
memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemen
madrasah oleh pemerintah.
Dari uraian di atas di pahami bahwa upaya melakukan formalisasi dan
strukturisasi madrasah merupakan agenda awal pemerintah (menteri agama)
pada masa orde baru. Proses penegerian sejumlah madrasah swasta tampaknya
didorong oleh animo masyarakat yang cukup tinggi, yang pada satu sisi lain
berkeinginan
22
untuk sejajar dengan sekolah-sekolah
umum yang sudah
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama
2011)h.361
berstatus negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga
dapat memiliki peluang dan kesempatan untuk duduk dan memegang jabatan
pada istansi-instansi yang ada. Sementara upaya strukturisasi kurikulum dengan
memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah mulai dari
jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tampaknya didorong oleh
keinginan melahirkan output yang tidak “hampa” dari nilai-nilai religious.
Agaknya hal ini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berbagai
kebijakan pemerintah terhadap pendidikan islam di Nusantara.23
3. Restrukturisasi kurikulum madrasah dan mengatasi kelangkaan ulama
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya
adalah di keluarkannya SKB Menteri P dan K nomor 299/u/1984 dengan
menteri agama nomor 45 tahun 1984, tentang pengaturan pembaruan kurikulum
sekolah umum dan kurikulum madrasah yang isinya antara lain adalah
mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah
umum yang lebih tinggi. SKB 2 menteri dijiwai
oleh TAP MPR
No.II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya penyesuaian sistem pendidikan sejalan
dengan daya kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan
melalui perbaikan kurikulum sebagai
salah satu di antara berbagai upaya
perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
4. Unifikasi sistem pendidikan
Memasuki dekade 90-an kebijakan pemerintah orde baru mengenai
madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan
nasioanal yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan
nasional tidak
hanya bergantung kepada pendidikan jalur sekolah. Untuk tujuan ini,
pemerintah melakukan berbagai langkah dan terobosan. Satu di antaranya
23
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama 2011)h.365
melalui penyusunan UU No. 1 tahun 1989 tersebut memuat 20 bab, 59 pasal
yang secara umum terdiri dari kelembagaan, peserta didik, tenaga
kependidikan, sumber daya pendidikan,kurikulum, pembelajaran evaluasi, dan
supervise. Berdasarkan
undang-undang tersebut, pendidikan
di Indonesia
dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu. 24
24
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama 2011)h.367
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpilan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, peristiwa 30
September 1965 Tragedi Berdarah dalam sejarah bangsa Indonesia membawa
masyarakat Indonesia untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan
bernegara kembali kepada ideologi Pancasila dan UUD 1945. Dan keinginan
untuk melaksanakan secara murni dan konsekwen Ideologi negara Pancasila
dan UUD 1945. Dalam peristiwa tanggal 30 September 1965 ini telah
membawa korban rakyat banyak, dan para pemimpin bangsa diantaranya tujuh
orang Perwira Tinggi Angkatan Darat. Tuntutan masyarakat terhadap aksi
Gerakan 30 September semakin meningkat. Hal ini menimbulkan tekanan berat
bagi Pemerintah Soekarno untuk memberikan perintah kepada Letnan Soeharto
sebagai Panglima Angkatan Darat untuk memulihkan keadaan dan wibawa
pemerintah. Dalam menjalankan tugas Letnan Jenderal Soeharto juga harus
melaporkan segala sesuatu kepada Presiden Soekarno, mandat itu dikenal
dengan nama Supersemar.
Kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru ini
adalah:
menghentikan
konfrontasi
dengan
Malaysia,
memprakarsai
terbentuknya ASEAN, keikutsertaan Indonesia dalam Organisasi Internasional.
Kebijaksanaan politik dalam negeri Indonesia pada masa Orde Baru
diantaranya adalah: melasanakan pemilu, penataan dalam bidang Pemerintahan
mulai dari Tingkat Pusat sampai ke bawah melaksanakan berbagai sektor
pembangunan dalam negeri seperti: sektor ekonomi, sosial, dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Doto, 1985 Indonesia pada masa orde baru. Jakarta: Erlangga
http://anisamaulina.blogspot.com/2012/03/kebijakan-ekonomi-pada-masa-ordebaru.html
Usman, Sjarif. 1972. Mengapa Rakyat Indonesia Mendukung Presiden
Soeharto.jakarta. Cetakan ke III
Nogroho, Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia
Jakarta: Balai
Pustaka
M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta.
Nizar, Samsul . 2011. sejarah pendidikan islam ,Jakarta: Kharisma putra utama
Sunny, Ismail. 1986. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif. Jakarta: Aksara Baru.
Kuntowijoyo. 2005. pengantar ilmu sejarah. Yogyakarta : bentang.
Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo. 1996. “revitalisasi Sistem politik
Indonesia” Jakarta : CSIS
Hariyono. 1995,“Mempelajari sejarah secara efektif”,Jakarta : Pustaka Jaya.
Harol Crouch, 1986 ,“Militer dan politik di Indonesia”,Jakarta : sinar harapan
Harief Harahap .1973, “himpunan peraturan-peraturan dan perundangundangan republic Indonesia”,Jakarta : Pradnya paramita
Suryohadiprojo Sayidiman, suatu pengantar dalam ilmu perang , (Jakarta :
intermasa 1981)
MAKALAH
SPPI
“sejarah pemikiran dan perkembangan rakyat Indonesia pada masa orde
baru”
Dosen pengampuh:
Dr. Muhammad Idris Tunru. S,Ag. M,Pd
Oleh:
Gitah Ayu P. Olii
14.2.3.098
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MANADO
1439 H/2017M
DAFTAR ISI
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN………………………………………………………….......1
A. Latar Belakang……………………………………………………........1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………...2
BAB II
PEMBAHASAN………………………………………………………..……...3
A. Pengertian dan latar belakang terjadinya masa orde baru……….…….3
B. Perkembangan kekuasaan dan kebijakan pemerintah pada masa orde
baru….................................................................................................9
C. Perkembangan Sosial Budaya pada Masa ord................………...……13
D. Pola dan Kebijakan Pedidikan Islam di Indonesia pada Masa Orde
Oaru…................................................................................................20
BAB III
PENUTUP………………………………………………………........………..24
A. Kesimpulan………………………………………………………….....24
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………....25
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Orde baru merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk memisahkan
antara kekuasaanmasa Sukarno (Orde Lama) dengan masa Suharto. Sebagai
masa yang menandai sebuah masa baru setelah pemberontakan Gerakan 30
September tahun 1965. Orde baru lahir sebagai upaya untuk: mengoreksi total
penyimpangan yang dilakukan pada masa Orde Lama, penataan kembali
seluruh aspek kehidupan rakyat, bangsa, dan negara Indonesia,melaksanakan
Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dan menyusun kembali
kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan bangsa.
Kekuasan Soekarno beralih ke Soeharto ditandai dengan keluarnya Surat
Perintah
SebelasMaret
(SUPERSEMAR)
1966.
Setelah
dikeluarkan
Supersemar maka mulailah dilakukan penataan pada kehidupan berbangsa dan
bernegara sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Penataan dilakukan di dalam lingkungan lembaga tertinggi negara dan
pemerintahan. Dikeluarkannya Supersemar berdampak semakin besarnya
kepercayaan rakya kepada pemerintah karena Soeharto berhasil memulihkan
keamanan dan membubarkan PKI. Pada tanggal 23 Februari 1967, MPRS
menyelenggarakan sidang istimewa untuk mengukuhkan pengunduran diri
Presiden Soekarno dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden RI.
Dengan
Tap
MPRS
No.
XXXIII/1967
MPRS
mencabut
kekuasaan
pemerintahan negara dan menarik kembali mandat MPRS dari Presiden
Sukarno. 12 Maret 1967 Jendral Soeharto dilantik sebagai Pejabat Presiden
Republik Indonesia. Peristiwa ini menandai berakhirnya kekuasaan Orde Lama
dan dimulainya kekuasaan Orde Baru.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang saya buat maka rumusan masalah adalah sbb:
1. Bagaimna pengertian dan latar belakang lahirnya masa orde baru ?
2. Bagaimana perkembangan kekuasaan dan kebijakan pemerintah
pada
masa orde baru?
3. bagaimana perkembangan sosial-budaya pada masa orde baru ?
4. bagaimana pola dan kebijakan pendidikan islam di Indonesia pada masa
orde baru ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan latar belakang terjadinya masa orde baru
Orde Baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di
Indonesia. Orde Baru menggantikan Orde Lama yang merujuk kepada era
pemerintahan Soekarno. Setelah Gerakan 30 September 1965/PKI berhasil
ditumpas dan berbagai bukti-bukti yang berhasil dikumpulkan mengarah pada
PKI, akhirnya ditarik kesimpulan PKI dituding sebagai dalang di belakang
gerakan itu. Hal ini menimbulkan kemarahan rakyat kepada PKI. Kemarahan
rakyat itu diikuti dengan berbagai demonstrasi-demonstrasi yang semakin
bertambah gencar menuntut pembubaran PKI beserta organisasi massa
(ormasnya) dan tokoh-tokohnya harus di adili.1
Sementara itu, untuk mengisi kekosongan pimpinan Angkatan Darat, pada
tanggal 14 Oktober 1965, panglima Kostrad / Pangkopkamtib Mayor Jenderal
Soeharto diangkat sebagai Menteri Panglima Angkatan Darat. Bersamaan
dengan itu juga dilakukan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur
PKI dan ormasnya.2
Masyarakat luas yang terdiri dari berbagai unsur seperti kalangan partai
politik, organisasi massa, perorangan, pemuda, mahasiswa, pelajar, kaum
wanita secara serentak membentuk satu kesatuan aksi dalam bentuk Front
Pancasila untuk menghancurkan para pendukung Gerakan 30 September 1965 /
PKI yang diduga didalangi oleh PKI. Mereka menuntut dilaksanakannya
penyelesaian politis terhadap mereka yang terlibat dalam gerakan itu. Kesatuan
aksi yang muncul untuk menentang G30S/PKI di antaranya Kesatuan Aksi
Mahasiswa Indonesia (KAMI), Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI),
1
Doto Mulyono Indonesia pada masa orde baru (Jakarta : Erlangga, 1985)h.2-3
Sayidiman Suryohadiprojo, suatu pengantar dalam ilmu perang , (Jakarta : intermasa
1981)h.66
2
Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI), Kesatuan Aksi Sarjana
Indonesia (KASI) dan lain-lain. Kesatuan-kesatuan aksi yang tergabung dalam
Front Pancasila kemudian lebih dikenal dengan sebutan Angkatan 66.
Mereka yang tergabung dalam Front Pancasila mengadakan demontrasi di
jalan-jalan raya. Pada tanggal 8 Januari 1966 mereka menuju Gedung
Sekretariat Negara dengan mengajukan pernyataan bahwa kebijakan ekonomi
pemerintah tidak dapat dibenarkan. Kemudian pada tanggal 12 Januari 1966
berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila berkumpul
dihalaman Gedung DPR-GR untuk mengajukan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura)
yang isinya sebagai berikut:
1. Pembubaran PKI beserta organisasi massanya.
2. Pembersihan Kabinet Dwikora.
3. Penurunan harga-harga barang.
Pada tanggal 15 Januari 1966 diadakan sidang paripurna Kabinet Dwikora
di Istana Bogor. Dalam sidang itu hadir para wakil mahasiswa. Presiden
Soekarno menuduh bahwa aksi-aksi mahasiswa itu didalangi oleh CIA (Central
Intelligence Agency) Amerika Serikat. Kemudian pada tanggal 21 Februari
1966, presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet. Ternyata
perubahan itu tidak memuaskan hati rakyat, karena banyak tokoh yang diduga
terlibat dalam G30S / PKI masih bercokol di dalam kabinet baru yang terkenal
dengan sebutan Kabinet Seratus Menteri.3
Pada saat pelantikan kabinet tanggal 24 Februari 1966, para mahasiswa,
pelajar, dan pemuda memenuhi jalan-jalan menuju Istana Merdeka. Aksi itu
dihadang oleh pasukan Cakrabirawa. Hal ini menyebabkan terjadinya bentrokan
antara pasukan Cakrabirawa dengan para demonstran yang menyebabkan
gugurnya seorang mahasiswa bernama Arif Rahman Hakim.
3
http://anisamaulina.blogspot.com/2012/03/kebijakan-ekonomi-pada-masa-ordebaru.html
Atas kematian Arif Rahman Hakim itu membuat suasana makin lama
makin memburuk. Sayang pemerintah tidak mengambil tindakan yang tegas
terhadap kejadian itu. Akhirnya demonstrasi semakin menjadi-jadi dan
pengganyangan terhadap PKI berlangsung di mana-mana. Akhirnya pemerintah
Soekarno kewalahan. Sedangkan kepercayaan kepada Mayor Jenderal Soeharto
masih dirong-rong oleh presiden Soekarno. Beliau masih berusaha untuk
mengelak memperjelas keterlibatan PKI. Aksi-aksi mahasiswa dan siswa ini
tidak saja terjadi di ibu kota Jakarta tetapi menjalar ke seluruh kota besar dan
kecil di seluruh tanah air yang mendapat dukungan dari masyarakat dan ABRI.
Aksi mahasiswa dan pelajar ini semakin jelas tujuannya. Mereka menginginkan
agar pemerintah segera memperbaiki keadaan, terutama keadaan ekonomi dan
keamanan.4
1. Di Bidang Politik
Seperti telah diketahui, PKI sejak dulu ingin mendirikan negara Komunis
di Indonesia. Keinginan ini mendapat tantangan dari rakyat Indonesia, terutama
para perwira ABRI. Mereka ingin satu saja ideologi di Indonesia. Ideologi itu
ialah Pancasila dasar negara kita. Bila PKI berkuasa, maka ideologi Pancasila
pasti akan dihapuskannya. Apalagi ajaran komunis itu sangat tidak sesuai
dengan kepribadian kita. Indonesia adalah negara Pancasila.5
2. Di Bidang Ekonomi
Menjelang lahir Tritura, keadaan ekonomi Indonesia sangat parah. Di
mana-mana terjadi kelaparan. Tidak ada lapisan mayarakat yang hidup
berkecukupan. Mereka yang terlihat agak baik kehidupannya adalah orangorang yang mendapat fasilitas dari PKI atau orang-orang yang bersekongkol
dengan partai itu. Kebutuhan sepuluh bahan pokok, yaitu kebutuhan sehari-hari
4
Kuntowijoyo, pengantar ilmu sejarah. (Yogyakarta : bentang,2005)h.89
Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo, “revitalisasi Sistem politik Indonesia”
(Jakarta : CSIS,1996)h.34
5
dikuasai oleh pemerintah. Akhirnya kebutuhan itu berada di tangan orang-orang
PKI yang ikut berkuasa dalam pemerintahan Presiden Ir. Soekarno. Dari
sepuluh bahan pokok itu yang paling utama ialah sandang dan pangan. Oleh
karena kebutuhan sepuluh bahan pokok itu dikuasai oleh pemerintah, maka
kepada rakyat diberikan jatah beras, sandang atau pangan. Dalih pemerintah Ir.
Soekarno pada waktu itu ialah agar kita berhemat, sebab revolusi belum selesai.
3. Di Bidang Pemerintahan
Dalam lembaga pemerintahan sebagian masih terdapat orang yang
berpaham komunis. PKI belum dibubarkan. Jenderal Soeharto sangat hati-hati
akan situasi ini. Ia masih harus memerlukan waktu untuk menentukan mana
kawan dan mana lawan. Bila tidak diambil tindakan yang bijaksana, akibatnya
akan bertambah buruk, apalagi keadaan bertambah buruk lagi, ketika Ir.
Soekarno menolak untuk mengeluarkan orang-orang Komunis atau PKI yang
duduk di lembaga pemerintahan.6
DPRGR masih menampung orang-orang PKI. Keadaan seperti ini
menambah sulitnya keadaan. Apalagi orang-orang yang diangkat oleh Presiden
Soekarno menjadi para menteri masih dipenuhi oleh oknum-oknum PKI dan
organisasi yang seazas. Keadaan seperti ini harus dibersihkan. Demikianlah
aksi mahasiswa dan masyarakat. Seluruh rakyat menuntut agar kabinet harus
dibersihkan dari tangan-tangan orang PKI yang telah nyata terlibat dalam
Gerakan 30 September 1965 atau G.30 S/PKI. PKI dan antek-anteknya
mempunyai dasar dan pandangan hidup bangsa PANCASILA dan KAMI
Dibubarkan.7
6
Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo, “revitalisasi Sistem politik Indonesia”
(Jakarta : CSIS,1996)h.34
7
Hariyono, “Mempelajari sejarah secara efektif” (Jakarta : Pustaka Jaya, 1995)h.98
Setelah mempelajari situasi negara yang sangat penting itu Mayor
Jenderal Soeharto selaku Panglima Kostrad, Komando Keamanan dan
Pemulihan Keamanan mulai mencari langkah yang bijaksana untuk
mengatasinya. Sementara itu aksi mahasiswa meningkat terus yang ditunjukkan
langsung kepada Pendukung Soekarnoisme (BPS). Hal ini tentu sangat
berbahaya, sebab sudah ada dua golongan yang akan saling bermusuhan. Tetapi
berkat kebijaksanaan Mayor Jenderal Soeharto keadaan dapat diatasi. BPS
hilang dengan sendirinya dan KAMI seolah-olah mendapat angin. Semua
komponen dalam kesatuan aksi itu bekerjasama dengan ABRI selaku pelindung
dan pembela rakyat. Pada tanggal 26 Februari 1966, KAMI dibubarkan oleh
Presiden Soekarno, tetapi aksi Tritura tetap dilanjutkan. Rakyat tetap berdiri
disamping pemimpinnya. Walaupun Mayor Jenderal Soeharto telah mempunyai
konsep untuk menenangkan suasana, akan tetapi belum dapat berbuat banyak
Karena atasannya masih ada yaitu Presiden Soekarno. Oleh sebab itu perlu
dicari waktu yang tepat.8
Dari KAMI yang dibubarkan, perjuangan berpindah secara estafet kepada
KAPPI (Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia). Demonstrasi bertambah
hebat. Suasana semakin memuncak. Jakarta berada dalam keadaan demam
revolusi. Penyerangan Cakrabirawa ke U. I. di gagalkan oleh Jenderal Soeharto
dengan menempatkan pasukan Kostrad di sana. Puncak kejadian ialah tanggal
11 Maret 1966, sewaktu Soekarno memimpin kabinet di istana negara, tiba-tiba
Ajudan Presiden, Kolonel Bambang Wijarno menyampaikan laporan kepada
Presiden, bahwa pasukan tentara yang tak dikenal kesatuannya, sedang menuju
istana. Soekarno terkejut, lalu menyerahkan pimpinan sidang kepada Dr.
Leimena, kemudian lari terbirit-birit menuju helikopter yang berada di halaman
istana. Wakil-wakil Perdana Menteri Dr. Soebandrio dan Chairul Saleh
mengikut di belakang. Mereka bertiga terbang ke Bogor.
8
Harol Crouch, “Militer dan politik di Indonesia” (Jakarta : sinar harapan 1986)h.389
Jenderal Soeharto mengirim delegasi ke Bogor untuk bermusyawarah
dengan
Presiden.
Delegasi
itu
terdiri
dari
tiga
Jenderal,
yaitu
AMIRMACHMUD, BASUKI RACHMAT dan M. JUSUF. Musyawarah
menghasilkan Surat Perintah 11 Maret yang berisi tentang pemindahan
kekuasaan eksekutif dari presiden Soekarno kepada Jenderal SOEHARTO.
Berdasarka Surat Perintah 11 Maret ini, Jenderal Soeharto mengeluarkan
keputusan membubarkan PKI atas nama Presiden, Keputusan ini sangat
mengejutkan Soekarno.9
Dalam pada itu Jenderal Soeharto berusaha dengan gigih meyakinkan
Soekarno bahwa sebagian pembantu-pembantunya dalam kabinet yang menjadi
tuntutan massa demonstran-demonstran, antaranya Dr. Soebandrio, tidak
mungkin dipertahankan lagi. Presiden Soekarno sudah dapat memahami dan
menerima keadaan itu. Tetapi pada tanggal 16 Maret 1966, tiba-tiba Presiden
Soekarno mengeluarkan pengumuman, yang isinya pada hakekatnya mencabut
isi dari Surat Perintah 11 Maret 1966. Pengumuman Presiden Soekarno ini
sangat mengejutkan Jenderal Soharto dan para Panglima militer, serta
membangkitkan kemarahan massa kembali.
Jenderal Soeharto bertindak mendahului massa, sehingga keadaan tetap
dikuasai. Pada tanggal 18 Maret 1966 dikeluarkan Surat Keputusan atas nama
Presiden oleh Jenderal Soeharto, menangkap dan menahan lima belas Menteri,
serta menunjuk penggantinya sekali. Tindakan Jenderal Soeharto yang
mendahului massa ini, sangat mencengangkan. Jenderal Soeharto yang tadinya
diduga dan dituduh lamban, ternyata seorang yang bertindak tepat pada
waktunya, dengan perhitungan yang masak. Kekuatan Presiden Soekarno sudah
habis. Menurut hukum revolusi, riwayatnya sudah tamat, dan Presiden
Soekarno sudah tidak ada lagi. Kekuasaan sudah berada dalam tangan Jenderal
Soeharto.
9
Harief Harahap, “himpunan peraturan-peraturan dan perundang-undangan republic
Indonesia” (Jakarta : Pradnya paramita 1973)h.46
Sementara itu Jenderal Soeharto telah berusaha menyempurnakan MPRS,
DPRGR, DPA dan Lembaga Pemerintah Pusat yang lain. Dengan cara begini,
ia telah mengambil langkah-langkah untuk memberikan nafas bagi kehidupan
demokrasi kembali, setapak demi setapak, sesuai dengan kemungkinan. Pada
tanggal 20 Juni 1966, sampai tanggal 6 Juli 1966, diadakan sidang MPRS, yang
ke-IV di Jakarta. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara, diminta
memberikan laporan kepada sidang, mengenai pemberontakan G 30 S yang
gagal. Pemberian laporan pertanggungan jawab oleh Presiden Soekarno itu,
sekaligus juga merupakan langkah mematuhi UUD 45.10
B.
Perkembangan kekuasaan dan kebijakan pemerintah
pada masa
orde baru
1. Perkembangan kekuasaan pada masa orde baru
Dengan Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) Soeharto mengatasi
keadaan yang serba tidak menentu dan sulit terkendali itu. Dengan berkuasanya
Soeharto sebagai pemegang tampuk pemerintahan di negara Republik
Indonesia sebagai pengganti Presiden Soekarno, maka dimulailah babak baru
yaitu sejarah Orde Baru. 11
Pada hakikatnya, Orde Baru merupakan tatanan seluruh kehidupan rakyat,
bangsa, dan negara yang diletakkan pada kemurnian pelaksanaan Pancasila dan
UUD 1945, atau sebagai koreksi terhadap penyelewengan-penyelewengan yang
terjadi di masa lampau. Di samping itu juga berupaya menyusun kembali
kekuatan bangsa untuk menumbuhkan stabilitas nasional guna mempercepat
proses pembangunan bangsa.
10
Harief Harahap, “himpunan peraturan-peraturan dan perundang-undangan republic
Indonesia” (Jakarta : Pradnya paramita 1973)h.49
11
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.498
Permulaan tahun 1967 suasana bertambah panas lagi. Mahasiswamahasiswa turun ke jalan kembali, dengan sasaran yang terang, yaitu Soekarno.
Pada tanggal 23 Januari 1967, Jenderal Soeharto mengeluarkan pengumuman
yang bernada keras, terhadap kontra-kontra Orde Baru. Dalam pengumuman
itu, ditegaskan bahwa kesabaran yang diperlihatkan Angkatan Bersenjata dalam
menghadapi bencana Gestapu/PKI akan sampai pada batasnya: “Di saat itu kita
akan menarik garis yang jelas antara kita dan mereka yang berdiri di luar garis
yang telah ditentukan oleh MPRS. Barulah di waktu itu, kita akan mengambil
langkah-langkah yang tegas dan tindakan yang keras terhadap siapapun”.12
Setelah peristiwa G30S / PKI, negara Republik Indonesia dilanda
instabilitas politik akibat tidak tegasnya kepemimpinan Presiden Soekarno
dalam mengambil keputusan atas peristiwa itu. Sementara itu, partai-partai
politik terpecah belah dalam kelompok-kelompok yang saling bertentangan,
antara penentang dan pendukung kebijakan Presiden Soekarno. Selanjutnya,
terjadilah situasi konflik yang membahayakan persatuan dan keutuhan bangsa.
Melihat situasi konflik antara masyarakat pendukung Orde Lama dengan
Orde Baru semakin bertambah gawat, DPR-GR berpendapat bahwa situasi
konflik harus segera diselesaikan secara konstitusional. Pada tanggal 3 Februari
1967 DPR-GR menyampaikan resolusi dan memorandum yang berisi anjuran
kepada ketua Presidium Kabinet Ampera agar diselenggarakan Sidang
Istimewa MPRS. Pada tanggal 20 Februari 1967, Presiden Soekarno
menyerahkan kekuasaan pemerintahan kepada Soeharto. Penyerahan kekuasaan
dari Presiden Soekarno kepada Soeharto dikukuhkan di dalam sidang Istimewa
MPRS. MPRS dalam ketetapannya No. XXXIII/MPRS/1967 mencabut
kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno dan mengangkat
Soeharto sebagai Pejabat Presiden Republik Indonesia. Dengan adanya
ketetapan MPRS itu, situasi konflik yang merupakan sumber instabilitas politik
telah berakhir secara konstitusional.
12
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.499
Sekalipun situasi konflik berhasil diatasi, namun kristalisasi Orde Baru
belum selesai. Untuk mencapai stabilitas nasional diperlukan proses yang baik
dan wajar, agar dapat dicapai stabilitas yang dinamis, yang mendorong dan
mempercepat pembangunan. Proses ini dimulai dari penataan kembali
kehidupan politik yang berlandaskan kepada Pancasila dan UUD 1945.
Usaha penataan kembali kehidupan politik dimulai pada awal tahun 1968
dengan penyegaran DPR-GR. Penyegaran ini bertujuan untuk menumbuhkan
hak-hak demokrasi dan mencerminkan kekuatan-kekuatan yang ada di dalam
masyarakat. Komposisi anggota DPR terdiri dari wakil-wakil partai politik dan
golongan karya. Tahap selanjutnya adalah penyederhanaan kehidupan
kepartaian, keormasan dan kekaryaan dengan cara pengelompokkan partaipartai politik dan golongan karya. Usaha ini dimulai tahun 1970 dengan
mengadakan serangkaian konsultasi dengan pimpinan partai-partai politik.
Hasilnya lahirlah tiga kelompok di DPR yaitu:
1. Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri dari parta-ipartai PNI,
Parkindo, Katolik, IPKI, serta Murba.
2. Kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri dari partai-partai NU,
Partai Muslimin Indonesia, PSII, dan Perti.
3. Sedangkan kelompok organisasi profesi seperti organisasi pemuda,
organisasi tani dan nelayan, organisasi seniman dan lain-lain tergabung
dalam kelompok Golongsan Karya.
Selanjutnya pemerintah Orde Baru memurnikan kembali politik luar
negeri yang bebas-aktif. Politik konfrontasi dengan Malaysia dihentikan.
Normalisasi
hubungan
Indonesia-Malaysia
berhasil
dicapai
dengan
ditandatanganinya Jakarta Accord pada tanggal 11 Agustus 1966. Kemudian
pemerintah memutuskan untuk kembali menjadi anggota PBB sejak tanggal 28
September 1966, guna mengembalikan kepercayaan dunia internasioanal serta
menumbuhkan saling pengertian yang sangat bermanfaat bagi pembangunan.
Di samping itu, untuk mempererat dan memperluas hubungan kerja sama
regional bangsa-bangsa Asia Tenggara, pada tanggal 8 Agustus 1967 Deklarasi
Bangkok berhasil ditandatangani. Dengan ini, lahirlah Perhimpunan BangsaBangsa Asia Tenggara atau Association of South East Asian Nation (ASEAN).
Perhimpunan ini beranggotakan Indonesia, Muangthai, Malaysia, Singapura,
dan Filipina.13
2. Kebijakan pemerintah pada masa orde baru
Setelah berhasil memulihkan kondisi politik bangsa Indonesia, langkah
selanjutnya
yang
ditempuh
oleh
pemerintah
adalah
melaksanakan
Pembangunan Nasional. Pembangunan Nasional yang diupayakan pada zaman
Orde Baru direalisasikan melalui Pembangunan Jangka Pendek dan
Pembangunan Jangka Panjang. Pembangunan Jangka pendek dirancang melalui
Pembangunan Lima Tahun (pelita). Setiap pelita memiliki misi pembangunan
dalam rangka mencapai tingkat kesejahteraan bangsa Indonesia.
Untuk memberikan arah dalam usaha mewujudkan tujuan nasional
tersebut, maka MPR telah menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara
(GBHN) sejak tahun 1973, yang pada dasarnya merupakan pola umum
pembangunan nasional dengan rangkaian program-programnya. GBHN
dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang berisi
program-program konkret yang akan dilaksanakan dalam kurun waktu lima
tahun. Pelaksanaan Repelita telah dimulai sejak tahun 1969.
Dilakukan pembangunan nasional pada masa orde baru dengan tujuan
terciptanya masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945. Arah dan kebijaksanaan ekonominya adalah pembangunan pada segala
bidang. Pedoman pembangunan nasional adalah Trilogi Pembangunan dan
Delapan Jalur Pemerataan. Inti dari kedua pedoman tersebut adalah
13
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.501
kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat dalam suasana politik dan
ekonomi yang stabil.
Selama periode Orde Baru terdapat 6 pelita, yaitu :
1. Dilaksanakan pada 1 April 1969 hingga 31 Maret 1974 yang menjadi
landasan awal pembanguna ORBA
2. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1974 hingga 31 Maret 1979
3. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1979 hingga 31 Maret 1984
4. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1984 hingga 31 Maret 1989
5. Dilaksanakan pada tanggal 1 April 1989 hingga 31 Maret 1994
6. Dilaksankan pada tanggal 1 April 1994 hingga 31 Maret 1999
C.
Perkembangan Sosial Budaya pada Masa orde baru
1. Pendidikan
Kebijaksanaan pokok di bidang pendidikan dan sekaligus pembinaan
generasi muda di arahkan kepada pemecahan secara mendasar dari sejumlah
masalah pokok yang berkaitan satu sama lainnya. Pemecahan itu dilakukan
secara sistematis dan bertahap khususnya terhadap sistem pendidikan.14
Pemecahan secara mendasar itu antara lain menyangkut kebijaksanaan
untuk menciptakan kesempatan belajar yang lebih luas. Dan ini di imbangi pula
dengan kebijaksanaan peningkatan mutu pendidikan. Khususnya pendidikan
tinggi di arahkan pada sasaran pembinaan mahasiswa yang mampu menjawab
tantangan moderanisasi. Pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan
relevansinya dengan situasi riil masyarakat. karena itulah sistem pendidikan
sering di kaitkan dengan kebijaksanaan pengembangan kesempatan
dan
kualifikasi bagi jenis-jenis lapangan kerja yang di perlukan oleh pembangunan
14
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.504
nasional. Di samping itu diselaraskan pula dengan keperluan pembangunan
daerah. Dengan kata lain pengembangan sistem pendidikan bertujuan
melakukan pembaharuan sistem pendidikan secara menyeluruh. Tujuannya
adalah terwujudnya sistem pendidikan nasional yang efektif, efisien, dan serasi
dengan tujuan pembangunan dan tujuan nasional. Usaha ini dilakukan dengan
membina dan memantapkan sistem informasi pendidikan. Dan penilaian serta
penelitian secara terus menerus
terhadap sistem pendidikan yang sedang
berjalan.
Dengan patokan penilaian secara terus menerus terhadap sistem
pendidikan itu, maka pertama-tama kita kenalkan dengan konsepsi menteri
Mashuri S.H., Menteri P dan K ini mengajukan kosepsi yang dikenal sebagai
konsepsi sekolah pembangunan. Dalam konsepsi sekolah pembangunan para
anak didik dikenalkan pada jenis-jenis dan lapangan sert lingkungan kerja. Hal
ini dimaksudkan agar mereka dapat melihat kemungkinan untuk memberikan
jasa melalui karyanya. Dan itu berarti kepada anak didik bukan hanya diberikan
pelajaran teori, tapi juga diperkenalkan kepada sejumlah pekerjaan yang kirakira bisa mereka lakukan. Dengan cara itu mereka akan dapat menyalurkan
bakatnya masing-masing dan sekaligus dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan kerja yang mereka akan hadapi. Dalam konsepsi ini anak-anak
diberi pengertian akan dirinya sejak mulai dari rumah, disekolah hingga ke
dalam masyarakat.15
sekolah pembangunan merupakan perwujudan dari prinsip bahwa
pendidikan harus serasi dengan kenyataan-kenyataan yang hidup dalam
masyarakat. Konsepsi ini sedikit banyak dipengaruhi
oleh terjadinya
perombakan sistem pendidikan dibeberapa Negara, baik di Asia maupun di
Amerika. Perombakan sistem pendidikan yang dilakukan oleh Negara-negara
tersebut umumnya dimaksudkan untuk memecahkan
anatara jumlah lulusan sekolah dengan tersediannya
15
masalah dispensasi
lapangan kerja. Bagi
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.506
Indonesia usaha itu juga dimaksudkan untuk menghilangkan anggapan bahwa
pendidikan hanya mengejar ijazah saja. Pendidikan bertujuan untuk
memberikan kemampuan kepada
anak-anak agar mereka langsung dapat
berkarya.
Berhubungan
erat
dengan
sistem
pendidikan
adalah
kurikulum
pendidikan. Selain mata pelajaran yang biasa diberikan di sekolah-sekolah,
mata pelajaran agama menjadi mata pelajaran wajib dari tingkat sekolah dasar
sampai ke perguruan tinggi. Hal ini mulai dilakukan sejak permulaan orde
baru. Menjadi wajibnya mata pelajaran agama antara lain berhubungan juga
denga peristiwa meletus pemberontakan G-30-S/PKI, dimana pada masa-masa
sebelumnya mata pelajran agama agak dikesampingkan .
Dibidang pendidikan tinggi, baik di universitas dan intansi juga di adakan
perbaikan-perbaika. Salah satu usaha perbaikan kurikulum
yang menonjol
adalah memperkenalkan sistem kredit, yang pemakaiannya mulai dilaksanakan
di berbagai universitas pemerintah. Sistem ini memungkinkan para mahasiswa
yang berbakat untuk mengatur studinya sendiri sesuai dengan petunjuk
kurikulum yang ditetapkan.Pemakaian sistem kredit ini memungkinkan para
mahasiswa mempercepat penyelesaian pendidikannya disbanding dengan
lamanya waktu yang diperlukan dalam sistem yang lama. Sitem it uterus
disempurnakan dan pemakaiannya diusahakan merata pada berbagai perguruan
tinggi. 16
Dari uraian di atas terlihat bahwa sejak orde baru memegang tampuk
pemerintahan telah banyak perbaikan-perbaikan yang telah dilakukan dibidang
pendidikan. Namun demikian perbaikan-perbaikan itu di anggap masih belum
memadai disbanding dengan tantangan pendidikan yang yang sedang dan akan
muncul. Karena itulah ketika Dr.Daoed Joesoef menjabat sebagai menteri P
dan K
dalam cabinet pembangunan III tindakan fundamental yang
dilakukannya adalah membentuk komisi pembaharuan pendidikan. Komisi ini
16
Nugroho Notosusanto, “Sejarah Nasional Indonesia VI.” ( Jakarta : Balai pustaka
1992)h.508
terdiri dari wakil-wakil masyarakat yang menghayati dan menaruh perhatian
besar terhadap masalah pendidikan.
2. Perkembangan budaya
Terdapat Perkembanagn erat antara perkembangan pendidikan dengan
perkembangan pendidikan dengan perkembangan seni. Dalam peningkatan dan
pengembangan seni nasional, segala usaha dan kegitan di arahkan kepada
usaha-usaha yang dapat memperkuat kepribadian nasional, kebanggaan, serta
kesatuan nasional. Untuk itu telah diadakan langkah-langkah peningkatan
pembinaan dari pengembangan seni secara luas. Hal itu dilakukan melalui
sekolah, kursus seni, organisasi seni, dan wadah-wadah kegiatan seni lainnya
dalam masyarakat. Selain itu pembentukan pusat-pusat pengembangan seni
telah diperbanyak. Hal itu karena fungsinya sangat yang sangat penting sebagai
arena usaha pemeliharaan, pembinaan, serta pengembangan kehidupan seni
bangsa. Tidak kalah pentingnya adalah pengamanan seni, untuk menjamin dan
meneruskan warisan seni. Usaha itu antara lain mencakup usaha inventarisasi,
dokumentasi, dan penelitian
warisan budaya nasional, pembinaan dan
pemeliharaan peninggalan-peninggalan purbakala.17
Tentang perkembangan seni drama, pada masa orde baru usaha-usaha
mempertinggi derajat serta mutu kesandiwaraan umumnya terutama berpusat
pada serikat Artis Sandiwara. Hal ini terutama terdapat pada masa revolusi.
Sejak tahun 1965, bentuk seni drama memperoleh corak baru. Dramawandramawan terkemuka seperti W.S Rendra, Arifin C. Noer, Ikranegara, dan lainlain telah membawakan bentuk cerita-cerita baru dalam setiap pementasannya.
Sebagian dari pementasan itu merupakan karya-karya terjemahan, di samping
ciptaan mereka sendiri. Corak cerita adakalanya mempunyai warna protes
sosial, yakni suatu mode yang sering ditampilkan para seniman pada masa orde
17
Ismail Sunny.”Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” (Jakarta: Aksara Baru 1986)h.56
baru . Mereka sering juga menampilkan suasana yang hidup
di kalangan
masyarakat ke panggung sandiwara, yang sedikit banyak masih ada pengaruh
keresahan. Kalau tidak, mereka sudah berhenti sebagai seniman. Karena pada
jiwa yang resah sering muncul karya-karya yang besar.
Mengenai masalah seni daerah dapatlah dikemukakan bahwa sebagai
akibat meluasnya publikasi dalam pers, banyak orang-orang yang tinggal di
daerah telah membaca atau mendengar perkembangan seni di ibukota
negaranya,
meskipun mereka tidak pernah pendapatkan kesempatan untuk
menyaksikannya sendiri. Mengenai penyesuaian nilai-nilai tradisional untuk
kehidupan modern hingga saat ini masih berada dalam tingkat percobaan. Seni
tradisional berhubungan erat dengan siklus perkembangan hidup manusia,
misalnya khitanan dan perkawinan. Karena itu seni tradisional bersifat sacral
dan bukan bersifat hiburan.
Perkembangan seni bangunan
juga memperlihatkan kemajuan. pada
masa-masa sebelumnya, keadaan bangunan di kota-kota
pada umumnya
kurang berketentuan dan tidak menyelaraskan diri dengan alam. Sekolahsekolah, kantor-kantor besar, took, gedung tua, pondok rakyat, berselang seling
sepanjang satu
jalan atau dalam bagiankota yang seharusnya mempunyai
ketentuang pasti.18
Mengenai film sebagai salah satu wahana budaya dapat dipergunakan
sebagai sarana penerangan, pendidikan dan sekaligus hiburan, pada masa orde
lama diadakan pembatasan yang ketat terhadap film-film impor, khususnya dari
Eropa dan Amerika, maka pemerintah orde baru agak melonggarkan
pembatasan itu, namun dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lain, seperti itu
tidak berarti setiap film barat dapat di putar di Indonesia. Keluwesan terhadap
film asing diiringi dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan lain, seperti seleksi
yang ketat. Tujuannya adalah agar tidak merusak moral bangsa Indonesia dan
18
Ismail Sunny.”Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” (Jakarta: Aksara Baru 1986)h.58
sepanjang film-film impor itu tidak mematikan pemasaran film-film produksi
dalam negeri.
3. Perkembangan pers dan media elektronika
Titik tolak dari pembinaan pers nasional adalah ketetapan siding umum
MPRS IV tahun 1966. Dalam ketetapan ini disebutkan “ Kebebasan pers
Indonesia adalah kebebasan untuk menyatakan serta menegakkankebenaran
dan keadilan, dan bukanlah kebebasan dalam pengertian libelarisme”
Disebutkan juga bahwa kebebasan pers berhubungan erat dengan keharusan
adanya pertanggung jawaban, atau singkatnya pers yang bertanggung jawab
Dengan dasar itu kemudian
tahun1966
tentang
disyahkan
ketentuan-ketentuan
pokok
Undang-Undang No.11
pers,
yang
kemudian
disempurnakan lagi dengan Undang-undang No.4 tahun 1967. Fungsi Pers
Nasional menurut undang-undang tersebut adalah sebagai alat revolusi dan
merupakan mass media yang bersifat aktif, dinamis kreatif, edukatif,
informative, dan mempunyai fungsi kemasyarakatan penorong dan penumpuk
daya pikiran kritis dan progresif meliputi segala perwujudan
kehidupan
masyarakat Indonesia. Karena itu per mempunyai hak kontrol, kritik dan
koreksi yang bersifat korektif dan konstruktif.19
Untuk melaksanakan
fungsi, kewajiban
dan hak pers, mereka
membentuk tiga organisasi profesi, yakni : Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) , Serikat Penerbit Suratkabar (SPS), dan Serikat Grafika Pers (SGP).
Ketiga organisasi ini kemudian membentuk dewan pers yang bertugas untuk
mendampingi pemerintah dalam bersama-sama membina pertumbuhan dan
perkembangan pers nasional. Anggota dewan pers terdiri dari wakil-wakil
organisasi dan ahli-ahli dalam bidang pers, sedangkan ketuanya langsung di
19
Ismail Sunny.”Pergeseran Kekuasaan Eksekutif” (Jakarta: Aksara Baru 1986)h.60
pegang oleh menteri penerangan. Karena dewan pers bertugas mendampingi
pemerintah, maka secara
tidak langsung ia merupakan
forum
penyalur
aspirasi-aspirasi pers dalam rangka komunikasi timbal balik dan interaksi
antara pemerintah, pers dalam masyarakat.
4. Penataran P-4 Sebagai gerakan Budaya
Pancasila adalah bagian dari pada sistem nilai budaya dan filosofis idil
dari bangsa Indonesia. Sebagai bagian dari jiwa dan nilai-nilai ‟45, Pancasila
telah diterima dan disepakati sebagai nilai luhur oleh segenap masyarakat
Indonesia. Pancasila memberi kekuatan hidup kepada bangasa Indonesia serta
membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di
dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.20
Walaupun Pancasila secara resmi telah menjadi falsafah bangsa sejak
tahun 1945, namum hampir tiga dekade sesudah itu baru di tetapkan detail
perumusan konsepsi yang di kandungnya. Pada bulan februari 1959 pernah
diadakan seminar mengenai Pancasila di Yogyakarta, dan setelah itu berbagai
seminar juga diadakan selain bermunculan bengkel-bengkel pancasila
di
berbagai di perguruan tinggi. Namun kesemuanya itu malah memunculkan
tafsiran yang bermacam-macam mengenai pancasila
karena itulah dalam
banyak kesempatan presiden Soeharto menganjurkan agar pancasila disatu
tafsirkan. Pada Dies Natalis Universitas Gajah Madah tahun 1974 kembali
presiden menekankan anjuranya itu.
Salah satu organisasi sosial yang memanfaatkan seruan itu adalah Dewan
Harian Nasional Angkatan ‟45, yang pada tahun itu juga membentuk panitia
khusus yang terdiri dari : Dr. Moh. Hatta (sebagai ketua) , Mr. Ahmad
Subardjo, Prof. Mr. A.G. Pringgodigdo, Prof. Mr. Sunario dan A.A Maramis (
20
M.C Rickleft, “Sejarah Indonesia Modern”.( Jakarta : Serambi Ilmu Semesta
2005)h.78
masing-masing sebagai anggota). Karena panitia ini terdiri dari lima orang,
maka disebut sebagai panitia lima. Tugas panitia lima adalah merumuskan
tafsiran pancasila. Panitia ini pada tanggal 10 febuari 1975, mengumumkan
hasil kerjanya kepada pers yang mereka namakan „ Uraian Pancasila”.
D.
Pola dan Kebijakan Pedidikan Islam di Indonesia pada Masa Orde
Oaru
1. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan pemerintah mulai dari pemerintahan kolonial, awal dan pasca
kemerdekaan hingga masuknya
Orde baru terkesan meng-„anak tirikan”,
mengisolasi bahkan hampir saja menghapuskan sistem pendidikan islam hanya
karena alasan “ Indonesia bukanlah Negara islam” Namun berkat semangat
juang yang tinggi dari tokoh-tokoh pendidikan islam, akhirnya berbagai
kebijakan tersebut mampu “diredam‟ untuk sebuah tujuan ideal, yaitu
“menciptakan manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia” seperti tercantum dalam UU SISDIKNAS No. 20 Tahun
2003. Dengan demikian, sebenarnya banyak faktor
yang memengaruhi
kebijakan-kebijakan pemerintah terhadap pendidikan islam, baik dari aspek
sosial politik maupun aspek religious.21
Secara operasional, kata kebijakan berasal dari kata “bijak” yang berarti
rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam
pelaksanaan suatu pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak pemerintah,
organisasi
dan sebagainya. Sedangkan Orde Baru
merupakan
suatu
pemerintahan dan sebagainya, peraturan pemerintah, angkatan sejak tanggal 11
maret 1966. Selanjtnya rentang waktu sistem pemerintahan RI sejek lahirnya
21
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama
2011)h.360
20 Mei 1998 yang merupakan
awal masa reformasi di Indonesia, penulis
jadikan sebagai batasan pembahasan dalam penyajian tulisan ini. Disamping
itu ,
tulisan ini juga berupaya mendeskripsikan berbagai kebijakan
pemerintahan era orde baru terutama yang ada kai kaitanya dengan pendidikan
islam.
2. Menjembatani Dualisme Pendidikan
Diakui bahwa kebijakan pemerintah orde baru mengenai
pendidikan
islam dalam konteks madrasah di Indonesia bersifat positif dan konstruktif,
khususnya dalam dua dekade terakhir 1980-an sampai dengan 1990-an pada
masa pemerintah orde baru, lembaga pendidikan (madrasah) dikembangkan
dalam rangka pemerataan kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan.22
Pada awal-awal masa pemerintahan
orde baru, kebijakan tentang
madrasah bersifat melanjutkan dan meningkatkan kebijakan orde lama. Pada
tahap ini madrasah belum di pandang sebagai bagian dari sistem pendidikan
nasional, tetapi baru bersifat lembaga pendidikan otonom dibawah pengawasan
menteri agama . Hal ini disebabkan pendidikan madrasah belum di dominasi
oleh muatan-muatan agama, menggunakan kurikulum yang belum tersandar ,
memiliki struktur yang tidak seragam, dan kurang terpantaunya manajemen
madrasah oleh pemerintah.
Dari uraian di atas di pahami bahwa upaya melakukan formalisasi dan
strukturisasi madrasah merupakan agenda awal pemerintah (menteri agama)
pada masa orde baru. Proses penegerian sejumlah madrasah swasta tampaknya
didorong oleh animo masyarakat yang cukup tinggi, yang pada satu sisi lain
berkeinginan
22
untuk sejajar dengan sekolah-sekolah
umum yang sudah
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama
2011)h.361
berstatus negeri, sehingga dengan demikian output lembaga madrasah juga
dapat memiliki peluang dan kesempatan untuk duduk dan memegang jabatan
pada istansi-instansi yang ada. Sementara upaya strukturisasi kurikulum dengan
memasukkan mata pelajaran pendidikan agama ke sekolah-sekolah mulai dari
jenjang pendidikan dasar hingga perguruan tinggi tampaknya didorong oleh
keinginan melahirkan output yang tidak “hampa” dari nilai-nilai religious.
Agaknya hal ini merupakan salah satu faktor yang memengaruhi berbagai
kebijakan pemerintah terhadap pendidikan islam di Nusantara.23
3. Restrukturisasi kurikulum madrasah dan mengatasi kelangkaan ulama
Setelah SKB Tiga Menteri, usaha pengembangan madrasah selanjutnya
adalah di keluarkannya SKB Menteri P dan K nomor 299/u/1984 dengan
menteri agama nomor 45 tahun 1984, tentang pengaturan pembaruan kurikulum
sekolah umum dan kurikulum madrasah yang isinya antara lain adalah
mengizinkan kepada lulusan madrasah untuk melanjutkan ke sekolah-sekolah
umum yang lebih tinggi. SKB 2 menteri dijiwai
oleh TAP MPR
No.II/TAP/MPR/1983 tentang perlunya penyesuaian sistem pendidikan sejalan
dengan daya kebutuhan pembangunan di segala bidang, antara lain dilakukan
melalui perbaikan kurikulum sebagai
salah satu di antara berbagai upaya
perbaikan penyelenggaraan pendidikan di sekolah umum dan madrasah.
4. Unifikasi sistem pendidikan
Memasuki dekade 90-an kebijakan pemerintah orde baru mengenai
madrasah ditujukan secara penuh untuk membangun satu sistem pendidikan
nasioanal yang utuh. Maksudnya adalah sistem pendidikan
nasional tidak
hanya bergantung kepada pendidikan jalur sekolah. Untuk tujuan ini,
pemerintah melakukan berbagai langkah dan terobosan. Satu di antaranya
23
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama 2011)h.365
melalui penyusunan UU No. 1 tahun 1989 tersebut memuat 20 bab, 59 pasal
yang secara umum terdiri dari kelembagaan, peserta didik, tenaga
kependidikan, sumber daya pendidikan,kurikulum, pembelajaran evaluasi, dan
supervise. Berdasarkan
undang-undang tersebut, pendidikan
di Indonesia
dilaksanakan secara semesta, menyeluruh, dan terpadu. 24
24
Samsul Nizar “sejarah pendidikan islam “,(Jakarta: Kharisma putra utama 2011)h.367
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpilan
Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, peristiwa 30
September 1965 Tragedi Berdarah dalam sejarah bangsa Indonesia membawa
masyarakat Indonesia untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan
bernegara kembali kepada ideologi Pancasila dan UUD 1945. Dan keinginan
untuk melaksanakan secara murni dan konsekwen Ideologi negara Pancasila
dan UUD 1945. Dalam peristiwa tanggal 30 September 1965 ini telah
membawa korban rakyat banyak, dan para pemimpin bangsa diantaranya tujuh
orang Perwira Tinggi Angkatan Darat. Tuntutan masyarakat terhadap aksi
Gerakan 30 September semakin meningkat. Hal ini menimbulkan tekanan berat
bagi Pemerintah Soekarno untuk memberikan perintah kepada Letnan Soeharto
sebagai Panglima Angkatan Darat untuk memulihkan keadaan dan wibawa
pemerintah. Dalam menjalankan tugas Letnan Jenderal Soeharto juga harus
melaporkan segala sesuatu kepada Presiden Soekarno, mandat itu dikenal
dengan nama Supersemar.
Kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa Orde Baru ini
adalah:
menghentikan
konfrontasi
dengan
Malaysia,
memprakarsai
terbentuknya ASEAN, keikutsertaan Indonesia dalam Organisasi Internasional.
Kebijaksanaan politik dalam negeri Indonesia pada masa Orde Baru
diantaranya adalah: melasanakan pemilu, penataan dalam bidang Pemerintahan
mulai dari Tingkat Pusat sampai ke bawah melaksanakan berbagai sektor
pembangunan dalam negeri seperti: sektor ekonomi, sosial, dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyono, Doto, 1985 Indonesia pada masa orde baru. Jakarta: Erlangga
http://anisamaulina.blogspot.com/2012/03/kebijakan-ekonomi-pada-masa-ordebaru.html
Usman, Sjarif. 1972. Mengapa Rakyat Indonesia Mendukung Presiden
Soeharto.jakarta. Cetakan ke III
Nogroho, Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia
Jakarta: Balai
Pustaka
M.C Rickleft, 2005. Sejarah Indonesia Modern. Jakarta : Serambi Ilmu
Semesta.
Nizar, Samsul . 2011. sejarah pendidikan islam ,Jakarta: Kharisma putra utama
Sunny, Ismail. 1986. Pergeseran Kekuasaan Eksekutif. Jakarta: Aksara Baru.
Kuntowijoyo. 2005. pengantar ilmu sejarah. Yogyakarta : bentang.
Djiwandono, J Soedjati dan T.A Legowo. 1996. “revitalisasi Sistem politik
Indonesia” Jakarta : CSIS
Hariyono. 1995,“Mempelajari sejarah secara efektif”,Jakarta : Pustaka Jaya.
Harol Crouch, 1986 ,“Militer dan politik di Indonesia”,Jakarta : sinar harapan
Harief Harahap .1973, “himpunan peraturan-peraturan dan perundangundangan republic Indonesia”,Jakarta : Pradnya paramita
Suryohadiprojo Sayidiman, suatu pengantar dalam ilmu perang , (Jakarta :
intermasa 1981)