3. Makalah Teori Akuntansi Nenda and Ren

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Untuk perusahaan perseorangan, ekuitas sering disebut modal. Untuk
perseroan, istilah ekuitas (ekuitas pemegang saham atau stockholders’ equity)
lebih merefleksi makna yang ingin dikandungnya. Istilah modal sering digunakan
pula sebagai padan kata equity walaupun modal lebih dekat maknanya dengan
istilah capital. Karena ekuitas mengandung unsur pemilikan (ownership), untuk
organisasi nonprofit ekuitas disebut sebagai aset bersih (net assets) untuk
menghindari kesan adanya pemilikan (Suwardjono, 2010:513).
Karena konsep kesatuan usaha yang memisahkan antara manajemen dan
pemilikan, informasi tentang ekuitas pemegang saham menjadi sangat penting
karena hal tersebut menunjukan hubungan antara perusahaan (perseroan) dengan
pemegang saham. Dari sudut pemegang saham, ekuitas pemegang saham
merupakan hak atas kekayaan atau nilai yang tertanam dalam perseroan. Kalau
dipandang dari sudut kesatuan usaha, ekuitas pemegang saham merupakan
“utang” perseroan kepada para pemegang saham. Oleh karena itu, ekuitas
pemegang saham dapat juga dipandang sebagai gambaran hubungan yuridis antar
perseroan dan pemegang saham. Dengan kedudukannya yang demikian
persoalannya adalah bagaimana melaporkan atau menyajikan informasi elemen ini
agar hubungan tanggung jawab yuridis dapat dipertahankan (Suwardjono,

2010:513).
Karena konsep kesatuan usaha menuntut artikulasi antar statment
keuangan, tidak terdapat masalah sematik atau definisional dalam pembahasan
ekuitas seperti halnya elemen pendapatan, biaya, dan laba. Teori ekuitas yang
bersifat sematik adalah teori sudut pandang atau teori entitas. Teori ini sangat erat
kaitannya dengan laba, sehingga teori ini pasti dibahas pada pembahasan makalah
tentang laba. Oleh karena itu, teori tentang ekuitas pemegang saham dalam
makalah ini berfokus pada bagaimana informasi ekuitas pemegang saham beserta
perubahannya disajikan dalam statment keuangan. Ekuitas pemegang saham itu
1

sendiri terdiri atas dua komponen penting yaitu modal setoran (paid-in atau
contributed capital) dan laba ditahan (retained earnings). Sebagai pasangan
modal setoran, laba ditahan dapat disebut sebagai modal bentukan atau ciptaan
(earned capital) (Suwardjono, 2010:513).
Berdasarkan pembahasan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk
mengambil judul makalah mengenai ekuitas.
1.2. Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah dalam pembuatan makalah ini adalah:
1.


Apa pengertian ekuitas ?

2.

Apa itu teori ekuitas, teori proprietary, teori entitas, teori ekuitas residual,
teori enterprise, teori dana, dan posisi FASB akan teori-teori tersebut ?

3.

Apa saja komponen ekuitas pemegang saham ?

4.

Apa tujuan penyajian ekuitas ?

5.

Apa perbedaan modal setoran dan laba ditahan ?


6.

Apa pengertian modal yuridis dan besarnya modal yuridis ?

7.

Apa pengertian modal setoran lain ?

8.

Bagaimana perubahan modal setoran, pemesanan saham, obligasi terkonversi,
saham prioritas terkonversi, dividen saham, karakteristik dividen saham,
kapitalisasi atas dasar nilai nominal, kapitalisasi atas dasar harga saham, hak
beli saham, opsi saham, opsi saham non imbalan, opsi saham Imbalan dan
waran ?

9.

Bagaimana penurunan modal setoran, saham treasuri, konsep satu-transaksi,
dan konsep dua-transaksi ?


10. Bagaimana perubahan laba ditahan, penyesuaian periode lalu, koreksi
kesalahan, koreksi sebagai penyesuai laba ditahan, koreksi sebagai penyesuai
modal setoran lain, koreksi sebagai komponen statment laba rugi, perubahan
akuntansi, penyesuaian retroaktif, penyesuaian sekarang, penyesuaian
sekarang dan prospektif, aplikasi dalam standar, kuasi-reorganisasi, pengaruh
defisit terhadap kreditor ?

2

11. Bagaimana penyajian modal pemegang saham, urutan penyerapan rugi, dan
urutan menerima distribusi aset ?
12. Bagaimana perincian laba ditahan, perincian atas dasar sumber, dan perincian
atas dasar tujuan penggunaan ?
13. Apa itu laba komprehensif, laba kinerja sekarang, laba semua-termasuk,
alasan mendasar, konsep pemanfaatan asset, dan konsep aset kapital ?
14. Bagaimana penyajian laba komprehensif ?

.


1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1.

Untuk mengetahui pengertian ekuitas.

2.

Untuk mengetahui teori ekuitas, teori proprietary, teori entitas, teori ekuitas
residual, teori enterprise, teori dana, dan posisi FASB akan teori-teori
tersebut.

3.

Untuk mengetahui komponen ekuitas pemegang saham.

4.

Untuk mengetahui tujuan penyajian ekuitas.


5.

Untuk mengetahui perbedaan modal setoran dan laba ditahan.

6.

Untuk mengetahui pengertian modal yuridis dan besarnya modal yuridis.

7.

Untuk mengetahui pengertian modal setoran lain.

8.

Untuk mengetahui perubahan modal setoran, pemesanan saham, obligasi
terkonversi, saham prioritas terkonversi, dividen saham, karakteristik dividen
saham, kapitalisasi atas dasar nilai nominal, kapitalisasi atas dasar harga
saham, hak beli saham, opsi saham, opsi saham non imbalan, opsi saham
Imbalan dan waran.


9.

Untuk mengetahui penurunan modal setoran, saham treasuri, konsep satutransaksi, dan konsep dua-transaksi.

10. Untuk mengetahui perubahan laba ditahan, penyesuaian periode lalu, koreksi
kesalahan, koreksi sebagai penyesuai laba ditahan, koreksi sebagai penyesuai
modal setoran lain, koreksi sebagai komponen statment laba rugi, perubahan
akuntansi, penyesuaian retroaktif, penyesuaian sekarang, penyesuaian

3

sekarang dan prospektif, aplikasi dalam standar, kuasi-reorganisasi, pengaruh
defisit terhadap kreditor.
11. Untuk mengetahui penyajian modal pemegang saham, urutan penyerapan
rugi, dan urutan menerima distribusi aset.
12. Untuk mengetahui perincian laba ditahan, perincian atas dasar sumber, dan
perincian atas dasar tujuan penggunaan.
13. Untuk mengetahui laba komprehensif, laba kinerja sekarang, laba semuatermasuk, alasan mendasar, konsep pemanfaatan asset, dan konsep aset
kapital.
14. Untuk mengetahui penyajian laba komprehensif.

1.4. Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah
sebagai berikut:
a. Kegunaan Teoritis
Makalah ini diharapkan menjadi bahan rujukan bagi penulis lain ketika akan
membuat makalah dengan judul yang sama.
b. Kegunaan Praktis
Makalah ini diharapkan menjadi tambahan pengetahuan bagi para pengamat
ekuitas, dan manajer perusahaan dalam konteks pengetahuan mengenai konsep
ekuitas perusahaan.

4

BAB II
EKUITAS
2.1. Pengertian Ekuitas
FASB Statment of Financial Accounting Concepts No.6 mendefinisikan
ekuitas sebagai “hak sisa terhadap aktiva suatu entitas setelah dikurangi hutang’.
Dari definisi tersebut dapat dikatakan bahwa dua karakteristik ekuitas adalah
sebagai berikut:

1. Ekuitas sama dengan aktiva neto, yaitu selisih antara aktiva perusahaan dengan
hutang perusahaan.
2. Ekuitas dapat bertambah atau berkurang karena kenaikan atau penurunan
aktiva neto yang berasal dari sumber bukan pemilik (pendapatan dan biaya)
maupun investasi oleh pemilik atau distribusi kepada pemilik (Chariri &
Gozali, 2001:231)
Pengertian ekuitas menurut Rudianto adalah kewajiban perusahaan kepada
pemegang saham (pemilik) perusahaan. Ekuitas merupakan salah satu unsur dari
laporan posisi keuangan perusahaan yang menunjukan salah satu sumber aset
yang dimiliki sebuah badan usaha, yaitu dari pemilik perusahaan dan dari
akumulasi laba yang diperoleh selama beberapa tahun. Secara umum antara satu
entitas lainnya akan memiliki komposisi ekuitas yang tidak jauh berbeda, yang
berdeda hanyalah jumlahnya. Ekuitas yang dimiliki sebuah entitas umumnya
terdiri dari:
1. Modal saham
2. Laba Ditahan
3. Agio Saham (Rudianto, 2012:48).

5


Menurut Horngren, ekuitas pemilik adalah jumlah aktiva yang tersisa
setelah dikurangi kewajiban (Horngren, 1997:48). Sedangkan menurut Reeve dkk
Ekuitas pemilik adalah hak pemilik terhadap aset perusahaan (Reeve dkk, 2011:
G6).
Menurut Sofyan Syafri Harahap Equity adalah suatu hak yang tersisa atas
aktiva suatu lembaga (entity) setelah dikurangi kewajibannya. Dalam perusahaan,
equity adalah modal pemilik. Definisi ini cenderung mengaut proprietory theory
(Harahap, 2012:213).
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2002) pasal 49, Ekuitas adalah hak
residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas
didefinisikan sebagai hak residual untuk menunjukan bahwa ekuitas bukan
kewajiban. Ini berarti juga bahwa ekuitas bukan pengorbanan sumber ekonomi
masa mendatang (Suwardjono, 2010:514).
Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan
kewajiban atas dasar kriteria berikut:
A. Hak-hak masing-masing pihak atas penyelesaian klaim
Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama
mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam
perusahaan. Ada 2 karaktersitik yang melekat pada hak kreditur, yaitu
1. Penyelesaian klaim mereka pada tanggal tertentu melalui transfer asset.

2. Prioritas diatas pemilik dalam penyelesaian klaim mereka dalam hal
likuidasi.
Jadi intinya:
Klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan pada tanggal
tertentu.
Klaim pemegang saham merupakan jumlah residual dan tidak harus
diselesaikan atau dilunasi pada tanggal tertentu (Suwardjono, 2010:514).
B. Hak penggunaan aset dalam operasi
Hak kreditor dan pemilik (pemegang saham) juga berbeda dalam hal
penggunaan asset. Perbedaanya adalah:

6

Kreditor tidak mempunyai akses dan kendali dalam penggunaan aset
perusahaan. Mereka juga tidak memiliki hak dalam pengambilan keputusan
operasi perusahaan secara langsung.
Pemilik mempunyai akses, hak dan autoritas untuk menjalankan perusahaan
dan menggunakan atau mengendalikan aset (Suwardjono, 2010:514).

C. Substansi ekonomik perjanjian
Substansi ekonomik perjanjian antara kreditor dengan perusahaan berbeda
dengan antara pemegang saham dan perusahaan dalam hal resiko terhadap rugi.
Perbedaanya adalah:
Kreditor diprioritaskan dalam penuntasan kewajibannya sehingga resiko
mereka lebih kecil dibanding pemegang saham
Pemegang saham menanggung segala resiko yang berkaitan dengan operasi
perusahaan.
Oleh karena itu hak kreditur berbeda dengan hak pemegang saham:
Kreditor berhak atas pelunasan.
Pemegang saham berhak atas pembagian laba (residual).
Jadi secara substansi ekonomi dapat disimpulkan bahwa:
Kreditor menanggung risiko lebih kecil dan dengan demikian mendapat
imbalan tetap berupa bunga dan pokok pinjaman.
Pemegang saham menanggung risoko lebih besar sehingga berhak atas
kembalian (rate of return) yang bervariasi melalui pembagian laba
(participatiom in profits) (Suwardjono, 2010:515).
2.2. Teori Ekuitas
Teori ekuitas adalah teori yang menjelaskan sudut pandang yang
digunakan dalam akuntansi berkaitan dengan penyusunan dan penyajian laporan
keuangan. Dengan kata lain, penyusunan dan penyajian laporan keuangan sangat

7

tergantung pada sudut pandang yang digunakan yaitu siapa yang dianggap paling
berkepentingan terhadap laporan keuangan. Oleh karena itu, teori ini membahas
pihak yang dianggap paling dominan dan menjadi sudut pandang dalam pelaporan
keuangan. Pemakaian sudut pandang yang berbeda dapat menghasilkan format
pelaporan yang berbeda pula (Ghozali & Cahriri, 2007:272).
2.2.1 Teori Proprietary
Pada awalnya teori ini muncul sebagai perwujudan dari sistem pembukuan
berpasangan. Teori ini memusatkan perhatiannya kepada pemilik. Jadi dalam
akuntansi, tujuan perusahaan, jenis modal, makna rekening, dan lain-lain
semuanya dilihat dari sudut pandang pemilik. Dengan demikian tujuan perusahaan
adalah meningkatkan kemakmuran pemilik (Ghozali & Cahriri, 2007:272).
Persamaan akuntansi yang digunakan:
Aktiva-hutang = modal
Aktiva merupakan kekayaan pemilik, sementara hutang merupakan
kewajiban pemilik. Kepemilikan dianggap sebagai nilai bersih dari perusahaan
untuk pemilik. Ketika usaha baru dimulai, nilai ini sama dengan investasi pemilik.
Selama berjalannya usaha maka nilai perusahaan sama dengan investasi awal
ditambah akumulasi laba bersih setelah dikurangi prive untuk pemilik. Jadi teori
proprietary manganut wealth concept (Ghozali & Cahriri, 2007:272).
Teori Proprietary sangat cocok diterapkan untuk organisasi perusahaan
perseorangan dan firma oleh karena dalam bentuk organisasi ini ada hubungan
personal antara manajemen perusahaan dengan pemilik perusahaan. Hal ini
disebabkan laba bersih atau net income ditambahkan setiap periode ke rekening
modal pemilik walaupun perhitungan laba bersih tidak mengukur kenaikan bersih
perusahaan (Ghozali & Cahriri, 2007:272).
Teori Proprietary tidak dapat langsung digunakan untuk bentuk
perusahaan perseroan terbatas seperti halnya untuk perusahaan perseorangan dan
firma. Namun demikian, dalam praktek banyak yang menandang bahwa total
modal saham yang diinvestasikan dan laba ditahan dianggap sebagai kekayaan
bersih pemilik dan hal ini mengimplikasi teori proprietary yaitu memasukan

8

semua item yang mempengaruhi pemilik selama periode itu kecuali pengambilan
dividen dan transaksi modal (Ghozali & Cahriri, 2007:273).
Teori Proprietary banyak mempengaruhi praktek-praktek akuntansi
maupun terminologi akuntansi perusahaan perseroan terbatas. Sebagai misal, laba
bersih suatu perusahaan sering dianggap sebagai laba bersih bagi pemilik. Lebih
jauh lagi laporan keuangan harus menunjukan pada earning per share atau book
value per share. Pengertian laba bersih bagi pemilik dapat diinterpretasikan
sebagai sisa laba berish yang dialokasikan kepada modal pemilik dan book value
per share menurut pendekatan entitas (Ghozali & Cahriri, 2007:273).
Oleh karena sudut pandang yang digunakan adalah pemilik, maka
pengukuran dengan menggunakan current value dipandang lebih relevan
dibandingkan historical cost (Ghozali & Cahriri, 2007:273).
2.2.2. Teori Entitas (Kesatuan Usaha)
Teori entitas muncul untuk mengatasi kelemahan yang melekat pada teori
proprietary. Kenyataan menunjukan bahwa perkembangan kegiatan usaha
menyebabkan perusahaan menjadi unit usaha yang berdiri sendiri terpisah dari
identitas pemilik. Hal ini berarti terdapat pemisahan antara kepentingan pribadi
pemilik dengan kepentingan perusahaan. Dengan demikian transaksi/kejadian
yang dicatat dan dipertanggungjawabkan adalah transaksi yang melibatkan
perusahaan. Perusahaan dianggap bertindak atas nama dan kepentingannya sendiri
terpisah dari pemilik (Ghozali & Cahriri, 2007:274). Teori entitas didasarkan atas
persamaan akuntansi:
Aktiva = Hutang + Modal
Elemen yang ada pada sisi kanan persamaan sering disebut hutang, tetapi
sesungguhnya adalah ekuitas dengan hak yang berbeda di dalam perusahaan.
Perbedaan utama antara hutang dan ekuitas pemilik adalah hak kreditur dapat
dinilai secara independen dari penilaian yang lain jika perusahaan dalam keadaan
solvent, sedangkan hak pemegang saham atau pemilik diukur dari penilaian aktiva
yang diinvestasikan ditambah laba yang diinvestasikan kembali. Namun

9

demikian, hak pemegang saham untuk menerima dividen dan bagian aktiva jika
dilikuidasi adalah hak sebagai pemegang saham bukan hak sebagai pemilik aktiva
khusus (Ghozali & Cahriri, 2007:274).
Teori entitas cocok diterapkan untuk organisasi yang berbentuk perseroan
terbatas (corporate), tetapi juga relevan untuk perusahaan lain yang memiliki
eksistensi yang terpisah dari individu pemilik. Teori ini sangat relevan untuk
penyususnan laporan keuangan konsolidasi, walaupun dalam kaitan ini entitas
ekonomi lebih relevan sebagai entitas akuntansi dibandingkan entitas legalnya
(Ghozali & Cahriri, 2007:275).
Perbedaan antara teori proprietary dan teori entitas menimbulkan
perbedaan dalam melakukan penilaian aktiva. Dengan teori proprietary, aktiva
harus dinilai dengan nilai sekarang oleh karena ekuitas pemilik dianggap sebagai
kekayaan bersih. Dengan teori entitas perusahaan tidak berhubungan dengan nilai
sekarang oleh karena penekanannya adalah akuntabilitas cost kepada pemilik atau
pemegang saham lainnya. Dengan demikian dasar pengukuran yang relevan
adalah historical cost (Ghozali & Cahriri, 2007:275).
2.2.3. Teori Ekuitas Residual
Seorang teoritis akuntansi William paton (1962) menyatakan bahwa
ekuitas residual merupakan salah satu jenis ekuitas dalam kerangka teori entitas.
Dalam pandangan teori entitas, pemegang saham memiliki ekuitas di perusahaan
seperti pemegang ekuitas lainnya, tetapi pemegang saham tidak dianggap sebagai
pemilik. Paton menekankan pada hubungan khusus residual equity holders.
Perubahan dalam penilaian aktiva, perubahan dalam laba bersih dan laba ditahan,
dan perubahan di dalam hak pemegang ekuitas lainnya semua tercermin di dalam
residual equity pemegang saham biasa. Walaupun ekuitas kreditur, pemegang
saham preferen, dan pemegang saham biasa harus dikelompokan secara terpisah
dan semuanya merupakan ekuitas dalam konsep teori ekuitas (Ghozali & Cahriri,
2007:277)
Jadi teori ekuitas residual merupakan pandangan antara teori proprietary
dan teori entitas. Dalam pandangan ini persamaan akuntansinya menjadi:

10

Aktiva-Ekuitas Khusus= Ekuitas Residual
Ekuitas khusus meliputi klaim kreditur dan ekuitas pemegang saham
preferen. Namun demikiam pada kasus khusus dimana kerugian begitu besar
sehingga perusahaan mengalami kebangkrutan, ekuitas pemegang saham biasa
dapat hilang dan pemegang saham preferen atau pemegang obligasi menjadi
pemegang ekuitas residual. Tujuan pendekatan ekuitas residual adalah
memberikan informasi yang lebih baik kepada pemegang saham biasa dalam
rangka pengambilan keputusan investasi. Dalam perusahaan going concern, nilai
sekarang dari modal saham biasa tergantung dari ekspektasi dividen di masa
datang. Dividen di masa datang tergantung dari ekspektasi total penerimaan
dikurangi kewajiban kontraktual, pembayaran kepada pemegang ekuitas khusus
(Ghozali & Cahriri, 2007:278).
Pemegang saham biasa umunya dianggap memiliki ekuitas residual di
dalam laba perusahaan dan di dalam aktiva bersih pada saat likuidasi. Oleh karena
laporan keuangan umunya disusun tidak dalam rangka likuidasi, maka informasi
yang disajikan dalam kaitannya dengan ekuitas residual harus berguana untuk
memprediksi dividen masa datang bagi pemegang saham biasa. Laporan laba rugi
dan laporan laba ditahan harus menunjukan laba yang tersedia bagi pemegang
ekuitas residual setelah semua kewajiban dipenuhi, termasuk dividen kepada
pemegang saham preferen. Ekuitas pemegang saham biasa di neraca harus
dipisahkan dari ekuitas pemegang saham preferen dan pemegang ekuitas khusus
lainnya. Laporan aliran kas harus juga menunjukan kas yang tersedia bagi
perusahaan untuk pembayaran deviden saham biasa dan tujuan lainnya (Ghozali
& Cahriri, 2007:278).
2.2.4. Teori Enterprise
Teori enterprise suatu perusahaan merupakan konsep yang lebih luas
dibandingkan teori entitas, tetapi kurang terdefinisi dengan baik dalam skope
maupun aplikasinya. Di dalam teori entitas, perusahaan dipandang sebagai unit
ekonomi terpisah yang dioperasikan dalam rangka memeberikan manfaat bagi
pemegang saham, sedangkan dalam teori emterprise, perusahaan dipandang

11

sebagai lembaga sosial yang diopersikan dalam rangka memberikan manfaat bagi
banyak pihak yang berkepentingan. Dalam arti luas, pihak-pihak yang
berkepentingan meliputi pemegang saham, kreditur, pegawai, konsumen,
pemerintah, dan masyarakat secara umum. Jadi bentuk luas dari teori enterprise
dapat dipandang sebagai teori akuntansi sosial (Ghozali & Cahriri, 2007:278).
Konsep ini cocok diterapkan untuk perusahaan skala besar dan modern
dan memiliki kewajiban untuk mempertimbangkan pengaruh dari tindakannya
kepada beberapa kelompok dan masyarakat secara keseluruhan. Dari aspek
akuntansi hal ini berarti tanggungjawab pelaporan keuangan tidak hanya kepada
pemegang saham dan kreditur semata, tetapi lebih luas kepada semua kelompok
lain yang berkepentingan dan masyarakat keseluruhan. Perusahaan berskala besar
tidak beroperasi semata untuk kepentingan pemegang saham saja, tetapi untuk
semua pihak yang berkepentingan. Pegawai lewat serikat buruh menggunakan
data akuntansi untuk mengajukan klaim kenaikan gaji. Konsumen dan badan
regulasi lainnya berkepntingan terhadap kewajaran perubahan harga dan
pemerintah berkepntingan terhadap pengaruh perubahan harga terhadap keadaan
ekonomi makro, konsep income yang paling relevan dengan teori enterprise
adalah laporan keuangan nilai tambah yaitu laporan keuangan yang menunjukan
kontribusi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan di dalam
menghasilkan nilai tambah perusahaan (Ghozali & Cahriri, 2007:279).
2.2.5. Teori Dana (Fund)
Teori dana mengabaikan asumsi hubungan personal dalam teori
proprietary dan asumsi personifikasi perusahaan sebagai unit ekonomi dan legal
secara artifisial dalam teori entitas. Menurut teori dana, unit aktivitas operasi
merupakan dasar akuntansi. Unit aktivitas operasi ini disebut dana yang meliputi
sekelompok aktiva dan kewajiban dan restriksi atau batasan-batasan yang
menggambarkan fungsi atau aktivitas ekonomi (Ghozali & Cahriri, 2007:279).
Teori dana berdasarkan pada persamaan akuntansi sbb:
Aktiva = Restriksi Aktiva

12

Aktiva menggambarkan jasa prospektif kepada dana atau unit operasi.
Hutang merupakan restriksi aktiva khusus atau umum dari dana. Modal yang
diinvestasikan mencerminkan restriksi legal atau financial untuk menggunakan
aktiva (Ghozali & Cahriri, 2007:279)
Konsep teori dana banyak digunakan di sektor pemerintahan dan lembaga
nir laba. Di dalam pemerintahan dana yang umunya digunakan meliputi dana
umum (general fund), dana pendapatan khusus (special revenue fund), dana
proyek (capital project fund), dana pelunasan hutang jangka panjang (debt service
fund). Setiap dana ini mempunyai restriksi penggunaan yang diatur dalam
undang-undang atau peraturan pemerintah lainnya. Masing-masing dana
dipertanggungjawabkan

sendiri-sendiri

sehingga

masing-masing

memiliki

pembukuan debit kredit sendiri dan memiliki neraca dalam laporan perubahan
saldo dana (Gozali & Chariri, 2007:279).
2.2.6. Posisi FASB
Financial Accounting Standard Board (FASB) sangat jelas mengadopsi
teori ekuitas residual ketika berhubungan dengan ekuitas pemilik yang
menyatakan hak residual pada aktiva suatu entitas yang tersisa setelah dikurangi
hutang. Pandangan ini sejalan dengan tujuan akuntansi yang dinyatakan oleh
FASB yaitu menyediakan informasi khususnya kepada investor, atau lebih
khusus, kepada pemegang saham biasa (Gozali & Chariri, 2007:280).
FASB juga mengakui bahwa pendekatan ini menimbulkan masalah jika
berkaitan dengan hybrid securities atau saham yang memiliki karakteristik ganda
yaitu sebagain hutang dan sebagian saham seperti pada hutang obligasi yang
dikonversi. Persoalannya adalah bagaimana memisahkan dan mengungkapkan
saham yang memiliki dua karakteristik ini (Gozali & Chariri, 2007:280).
2.3. Komponen Ekuitas Pemegang Saham
Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham
diklasifikasi atas dasar dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba
ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham (capital stock) sebagai

13

modal yuridis (legal capital) dan modal setoran tambahan (additional paid-in
capital), dan komponen lain yang merefleksi transaksi pemilik (misalnya saham
treasuri atau modal sumbangan) (Suwardjono, 2010:515). Gambar 2.1 melukiskan
komponen modal ekuitas pemegang saham dan pos-pos yang mempengaruhinya
(sumber perubahan).

Gambar 2.1
Ekuitas Pemegang Saham dan Komponenya

14

Ekuitas Pemegang
saham

Modal
Bentukan
atau Laba
Ditahan

Modal
Setoran

Modal
Yuridis
atau
Modal
Saham
- Penerbitan
saham baru
- Kapitalisasi
laba ditahan
-Dividen
saham
-Konversi
obligasi atau
saham
istimewa
terkonversi
- Stock
Subscription

Modal
Setoran Lain

- Premium
modal saham
Penjualan
saham
treasury
-Penyeraan
defsit
-deklarasi
dividen
likuidasi
Restrukturisasi
Kapital
-Revaluasi
aset

lain-lain

- Laba atau rugi
- Dividen
- Rekapitalisasi
- Defsit
- koreksi
- Perubahan
Akuntansi

Sumber: Suwardjono, 2010:515
Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak tepat dimasukan dalam
komponen modal setoran lainnya atau laba ditahan tetapi sering diklasifikasikan
sebagai pos ekuitas pemegang saham. Pos-pos ini misalnya adalah untung
penahanan belum terealisasi (unrealized holding gains), penyesuaian kapital
belum terealisasi lainnya, selisih revaluasi, dan hak pemegang saham minoritas
(Suwardjono, 2010:516).

15

Dalam berbagai literatur:
Modal setoran disebut juga invested capital, original capital, atau bahkan
original investment.
Modal yuridis (legal capital) sering disebut sebagai formal capital, restricted
capital, stated capital, atau capital stock.

 Modal setoran lain sering disebut secara spesifik sebagai paid in surplus,
unrestricted capital, paid in capital in excess of capital stock, capital in excess
of Par (stated value) capital surplus, atau stock premium (Suwardjono,
2010:516).
Sedangkan Menurut (Harahap:2012) dalam perusahaan perseroan, nilai
modal ini merupakan modal pemiliknya sendiri. Sementara itu, dalam perusahaan
perseroan perlu dibedakan antara modal setor dengan modal karena pendapatan
(retained earning). Dividen hanya dibayar dari laba ditahan bukan dari modal
setor. Modal setor atau contributet capital dapat dibagi menjadi: modal statuter
(legal capital) dan modal lainnya. Modal statuter adalah jumlah batas kewajiban
pemilik. Modal statuter ini dinilai sebesar harga pari atau harga nominal.
Disamping modal statuter ini, ada lagi modal lainnya seperti agio saham, modal
donasi, modal dari pengeluaran kembali treasury stock, stock option, dan
sebagainya. Di indonesia mungkin juga harus dimasukan kenaikan modal akibat
revaluasi

(Harahap,

2012:

213-214).

Berikut

ini

penjelas

beberapa

akun/komponen yang terdapat dalam modal:
1. Laba Ditahan
Laba ditahan terdiri dari laba tahunan, penyesuaian atau koreksi tahun
sebelumnya, dan besaran dividen. Komponen berikutnya dari modal saham ini
adalah laba rugi yang belum direalisasi. Dalam bebrapa hal perubahan aset
perusahaan tidak dilaporkan di laba rugi, tetapi langsung dilaporkan di neraca,
misalnya rugi dari perubahan surat berharga jangka panjang, laba rugi dari
transaksi luar negeri dalam mata uang asing (Harahap, 2012:214).
2. Cadangan (Reserve)
Dalam laporan keuangan di indonesia sering kita melihat istilah cadangan ini
dan terlihat salah dalam menggunakannya. Dalam arti umum cadangan berarti
16

sesuatu yang disimpan untuk maksud tertentu. Dalam akuntansi sering juga
dianggap sebagai pos penilaian atau taksiran kewajiaban, misalnya cadangan
piutang ragu-ragu, cadangan penghapusan, cadangan utang pajak, dan lain
sebagainya. Pengertian dalam akuntansi yang sebaiknya, cadangan merupakan
laba ditahan yang ditetapkan untuk maksud tertentu, jadi tidak boleh digunakan
untuk tujuan lain. Atau bisa juga istilah cadangan ini digunakan untuk
menjelaskan dana tertentu yang dicadangkan dan diperuntukan bagi maksud
tertentu. Misalnya cadangan untuk membayar obligasi, cadangan dana untuk
membeli aktiva tetap, dan sebagainya. Kalau ini yang dimaksud, maka
cadangan ini harus dimasukan ke dalam pos harta dan dikelompokan sebagai
aktiva tidak lancar. Fungsinya seperti kas atau bank yang dibatasi
penggunaanya untuk maksud tertentu (Harahap, 2012:214).
3. Pengakuan dan Penilaian Modal
Transaksi modal dapat dibagi dua, transaksi modal dan transaksi yang
berkaitan dengan laba. Transaksi golongan pertama menyangkut transaksi
langsung dari pemilik dengan perusahaan, misalnya pembayaran atau
pengambilan modal. Golongan kedua mnyangkut transaksi yang berkaitan
dengan laba, misalnya transaksi laba rugi, koreksi tahun lalu dan sebagainya.
Penilaian terhadap transaksi modal ini sama dengan penilaian terhadap pada
harta dan kewajiban yaitu berdasarkan harga pasar pada saat terjadinya
transaksi. Dalam hal ini pencatatan modal saham harus dipisahkan nilai parinya
dengan nilai jualnya. Laba ditahan dicatat sebagai akumulasi laba dari tahuntahun sebelumnya (Harahap, 2012:214).
Dalam Ghozali dan Chariri (2007) dijelaskan bahwa ekuitas pemegang
saham terdiri dari Modal Setoran, Laba Ditahan, dan Penyesuaian Modal Belum
Terealisasi. Modal Seroran mencangkup modal yuridis dan modal setoran lainya.
Modal yuridis yang dihitung berdasarkan nilai nominal saham menunjukan aktiva
neto yang tidak dapat didistribusikan ke pemegang saham. Kelebihan nilai diatas
nilai nominal diakui sebagai agio saham (Ghozali & Chariri, 2007:271).
Laba ditahan terdiri dari laporan laba/rugi, penyesuaian periode
sebelumnya, dan dividen. Oleh karena Laporan Laba Rugi merupakan bagian dari

17

laba ditahan, maka dapat dikatan bahwa ada hubungan saling terkait atau
artikulasi antara laporan laba rugi dan neraca (Ghozali dan Chariri, 2007:272).
2.4. Tujuan Penyajian Ekuitas
Pada umunya tujuan pelaporan informasi ekuitas pemegang saham adalah:
1. Menyediakan informasi kepada yang berkepentingan tentang efisiensi dan
kepengurusan manajemen.
2. Menyediakan informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan
pemegang ekuitas lainnya.
3. Menyediakan informasi tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap para
pemegang saham dan pihak lainnya (Suwardjono, 2010:516).
Untuk memenuhi tujuan tersebut, informasi yang harus disampaikan
tentang ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah:
1. Sumber ekuitas pemegang saham beserta riwayatnya
2. Peraturan yuridis yang membatasi pembagian dividen dan pengembalian modal
setoran kepada pemegang saham.
3. Priritas beberapa golongan pemegang saham atau pemegang ekuitas lainnya
(urutan proteksi) (Suwardjono, 2010:516).
2.5. Pembedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Ditinjau dari sumber, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas
pemegang saham, yaitu:
1. Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham
2. Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian dividen
3. Jumlah rupiah yang timbul akibat apresiasi/revaluasi aset fisis tertentu
4. Jumlah rupiah donasi dari pihak non pemegang saham
5. Sumber lainnya (Suwardjono, 2010:517).
Laba ditahan pada dasarnya terbentuk dari akumulasi laba yang
dipindahkan dari akun Ikhtisar Laba Rugi (Income Summay). Begitu saldo laba
ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi elemen
modal pemegang saham yang sah. Laba ditahan menunjukan sejumlah hak atas

18

seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas jenis aset tertentu. Dengan demikian
untuk mengukur seluruh hak pemegang saham atas asset, maka laba ditahan harus
digabungkan dengan modal setoran (seluruh hak pemegang saham atas aset =
Laba ditahan + modal setoran) (Suwardjono, 2010:517).
Pembedaan anatara dua bagian elemen ekuitas pemegang saham sangat
penting.
Dari segi administrasi keuangan
Laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba
ditahan harus selalu dipisahkan dengan modal setoran, meskipun jumlah
akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham (ekuitas pemegang
saham = modal setoran + laba ditahan).
Pembedaan dari segi Yuridis
Modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap
dipertahankan untuk menunjukan perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya
dapat ditarik kembali dalam likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya.
Laba ditahan adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk
pembagian dividen (Suwardjono, 2010:517).
Paton dan Littelon (1970) berargumen bahwa jumlah rupiah modal setoran
tidak menunjukan secara khusus tujuan penggunaan jumlah rupiah tersebut.
Jumlah tersebut hanyalah menunjukan hak atau kesepakatan (commitments). Atas
dana yang ditanamkan pihak penyedia dana (pemegang saham). Oleh karena itu
perubahan dalam modal setoran harus dibatasi hanya untuk transaksi antara
perseroan dengan pemegang saham (pemilik). Pada saat kesepakatan terjadi, aset
masuk ke badan usaha dan hak atas aset (modal setoran) timbul. Walaupun
demikian, perubahan dalam aset yang berkaitan dengan transaksi modal adalah
terpisah dan sangat berbeda dengan pemerolehan atau pelepasan aset yang terjadi
karena transaksi operasi dalam rangka mencapai tujuan perseroan. Hal ini didasari
juga oleh konsep kesatuan usaha. Jadi, perubahan aset akibat transaski modal
hendaknya tidak dikaitkan dengan perubahan aset akibat transaksi operasi
(kegiatan menciptakan laba). Yang dimaksud transaksi operasi dan transaksi
modal adalah:
19

Transaksi operasi adalah perubahan aset akibat penggunaan aset untuk tujuan
produktif (for productive effect).
Transaski modal adalah perubahan aset dalam rangka pemerolehan dana (for
financial effect) (Suwardjono, 2010:517-518).
2.6. Modal Yuridis
Modal setoran dibedakan menjadi modal yuridis dan modal setoran lain
(agio/premium modal saham). Modal yuridis timbul karena ketentuan hukum
yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan
dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain. Bentuk ketentuan ini adalah
bahwa saham harus mempnuyai nilai nominal atau nilai minimum yang
dinyatakan untuk menunjukan hak yuridis. Modal yuridis merupakan jumlah
rupiah minimal yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal
yuridis (legal capital) (Suwardjono, 2010:518).
Ada juga aturan yang menetapkan bahwa saham tidak dapat dijual
dibawah nilai tertentu yang menjadi batas nilai yuridis sehingga tidak dikenal
adanya diskon modal saham. Tujuan penyajian modal yuridis ini adalah untuk
memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang batas
perlindungan investasinya. Jadi walaupun secara akuntansi yang menganut konsep
kesatuan usaha, pemisahan ini tidak mempunyai makna ekonomik yang cukup
berarti, secara yuridis pemisahan ini dianggap cukup penting dan harus
diungkapkan dalam pelaporan keuangan (Suwardjono, 2010:518).
Akuntansi menganggap pengungkapan modal yuridis tersebut tidak
penting karena akuntasi lebih menekankan pada jumlah rupiah yang benar-benar
disetor pemegang saham sebagai jumlah rupiah kontrak antara perseroan dengan
pemegang saham. Dalam hal perusahaan berjalan terus, pengungkapan modal
yuridis kemudian akan berfungsi semata-mata untuk menunjukan batas jumlah
aset yang dapat didistribsikan kepada pemegang saham baik dalam bentuk dividen
maupun likuidasi modal dan dianggap hal ini memberi informasi terhadap batas
perlindungan bagi kreditor (Suwardjono, 2010:518).

20

2.6.1. Besarnya Modal Yuridis
Dalam hal saham bernilai nominal (par stock), modal yuridis dapat sama
dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham (capital stock). Modal
saham menunjukan jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan
nilai nominal per saham. Jumlah ini merupakan jumlah rupiah yang secara yuridis
menjadi hak pemegang saham walaupun dalam transaksi pembelian saham jumlah
rupiah yang disetor/dibayarkan melebihi modal yuridis tersebut (Suwardjono,
2010:518).
Modal saham ini juga merupakan batas tanggungjawab pemegang saham
dan batas kerugian pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. Artinya
dalam hal terjadi likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntut pembagian
kekayaaan atas dasar modal yang disetor (kecuali ada sisa untuk itu). Sebalinya,
dalam hal hasil penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh utang
perseroan, pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang lebih dari
modal atau modal yang telah disetor kecuali pemegang saham bertindak sebagai
direksi (Suwardjono, 2010:519).
2.7. Modal Setoran Lain
Nominal saham sering dianggap bukan merupakan harga efektif saham,
sehingga secara akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak
bermakna ekonomik. Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan
alat untuk pemerataan distribusi pemilikan dari pada untuk menunjukan nilai
saham itu sendiri. Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan
tanpa nilai nominal (non par stock). Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai
nominal yaitu (1) untuk menghindari utang bersyarat dalam hal saham terjual
dibawah harga nominal dan (2) tidak ada hubungan antara nilai nominal dengan
harga pasar saham (Suwardjono, 2010:519).
Namun demikian, penerbitan saham tanpa nilai nominal ini dapat
menimbulkan persoalan khususnya dalam hal perusahaan dilikuidasi karena akan
sulit untuk menentukan dasar pembagian kekayaan perusahaan. Disamping itu
perlindungan bagi kreditor menjadi tidak jelas karena seakan-akan tidak ada batas

21

jumlah rupiah yang dapat dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk
dividen dan likuidasi modal. Yang lebih tidak menguntungkan lagi bagi kreditor
dan pihak berkepentingan lainnya adalah bahwa saham tanpa nilai nominal dijual
dengan harga yang sangat rendah semata-mata untuk tujuan penggeseran
pemilikan atau mempengaruhi harga saham. Oleh karena itu beberapa negara
memberlakukan ketentuan bahwa perseroan menyatakan nilai saham minimum
yang disebut dengan nilai nyataan (stated value). Saham tidak dapat diterbitkan
kalau dijual dengan harga dibawah nilai nyataan. Nilai nyataan akan berfungsi
sebagai modal yuridis (Suwardjono, 2010:519).
Walaupun praktik akuntansi dalam kenyataanya memecah modal setoran
menjadi modal saham dan modal setoran lain, modal saham sebenarnya tidak
harus menunjukan modal yuridis karena modal saham dapat berbeda jumlahnya
dengan modal yuridis. Berapapun besaranya modal yuridis, modal ini harus
dipisahkan dengan yang lain. Pemisahan semacam ini semata-mata merupakan
tradisi dan dipengaruhi oleh konsep yang disebut trust-fund theory yang pada
prinsipnya menyatakan bahwa harus ada batas jumlah rupiah maksimum yang
dapat didistribusikan secara yuridis kepada pemegang saham dalam kondisi
perusahaan berjalan normal kecuali dalam hal perusahaan dilikuidasi. Jumlah
maksimum ini tidak harus sama dengan modal saham (Suwardjono, 2010:519).
Modal yuridis dapat diubah sewaktu-waktu tanpa harus menerbitkan
saham baru. Modal yuridis juga dapat berubah akibat transfer antar sumber dana
sehingga terkadang sulit untuk menentukan berapakah modal yuridis perusahaan
yang sebenarnya sebagai informasi kepada pihak yang berkepentingan.
Pengungkapan modal yuridis tidak diperlukan kecuali untuk perusahaan yang
baru berdiri. Dalam perusahaan besar yang labanya berkembang, modal yuridis
biasanya merupakan sebagian kecil dari total ekuitas pemegang saham. Dalam
keadaan seperti ini, jumlah rupiah dividen tahun berjalan dan masa mendatang
tidak akan bergantung pada jumlah modal yuridis. Justru seluruh modal pemegang
saham (termasuk laba ditahan) akan berlaku sebagai perlindungan (buffer) bagi
kreditor. Sebenarnya, kreditor akan lebih mendasarkan keputusannya pada total

22

sumber ekonomik perusahaan, kemampuan memperoleh laba, dan kebijakan
keuangan perusahaan daripada pada modal yuridis (Suwardjono, 2010:520).
Pendapat ini sejalan dengan gagaasan Paton & Littleton yang menyatakan
bahwa modal saham dan modal setoran lain merupakan komponen yang harus
dianggap sebagai satu kesatuan dan jumlah rupiahnya harus ditotal untuk
menunjukkan modal setoran total. Akan tetapi, harus dibedakan dengan tegas
antara modal setoran dengan laba ditahan. Selanjutnya ditegaskan bahwa secara
ekonomik bukanlah modal yuridis yang menjadi batas perlindungan tetapi justru
laba ditahanlah yang merupakan penyangga umum (general purpose buffer) untuk
segala kemungkinan rugi dan hal-hal bersyarat lainnya (Suwardjono, 2010:520).
Pasal 42 Undang-undang No 1 Tahun 1995 menetapkan bahwa saham
tanpa nilai nominal tidak dapat diterbitkan. Ketentuan ini sebenarnya
dimaksudkan untuk menentukan modal yuridis. Nilai nominal merupakan jumlah
rupiah minimal yang harus disetor investor sehingga membentuk modal yuridis
(Suwardjono, 2010:520).
Paton dan Littelon (1970) menegaskan bahwa perseroan merupakan
kesatuan usaha maupun kesatuan hukum. Sifat ganda ini menjadikan akuntansi
mempunyai

fungsi

ganda

yaitu

menyajikan

data

ekonomik

sekaligus

mencerminkan aspek yuridis yang sebenarnya. Fungsi ganda ini menimbulkan
masalah pelaporan ekuitas pemegang saham karena konsep kesatuan usaha dan
konsep hukum sangat berbeda. Dari segi hukum ada tendensi untuk memandang
ekuitas pemegang saham sebagai jumlah rupiah tertentu yang menjadi batas
penarikan kembali dana yang ditanamkan oleh pemegang saham tanpa
memeperhatikan setoran yang sesungguhnya. Dari segi akuntansi yang menganut
substansi dari pada bentuk, memandang ekuitas pemegang saham adalah seluruh
jumlah yang secara ekonomik tertanam di perusahaan termasuk laba ditahan
(Suwardjono, 2010:520).
Selanjutnya Paton dan Littleton berargumen bahwa penggunaan lapora
perseroan untuk kepentingan pengelolaan dan keuangan adalah lebih sering
dibandingkan untuk kepentingan yuridis dan bahwa penggunaan yang lebih sering
harus lebih menentukan bentuk penyajian dari pada penggunaan yang hanya

23

kadang-kadang (insidental). Akan tetapi, hal ini tidak berarti mengurangi arti
penting laporan dari sudut pandang yuridis. Dengan demikian, modal saham
yuridis (legal capital) dapat saja disajikan sebagai suatu rincian dibawah judul
“modal setoran total”. Oleh karena itu, neraca akan menjadi kurang informatif
kalau komponen-komponen modal setoran dipisahkan tetapi tidak ditunjukan
totalnya (Suwardjono, 2010:520-521).
Dengan dasar pemikiran diatas, transfer dari modal setoran ke laba ditahan
tanpa alasan yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid. Ini berarti
bahwa modal tidak dapat digunakan sebagai sumber laba ditahan. Demikian juga,
tidak sebagainpundari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukan sebagai modal
setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses
kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal yang dibahas
dibawah ini (Suwardjono, 2010:521).
2.8. Perubahan Modal Setoran
Tansaksi, kejadian, atau keadaan dapat menyebabkan perubahan dalam
modal setoran, modal setoran lain, dan laba ditahan baik secara individual maupun
bersamaan. Tujuan utama perekayasaan akuntansi modal setoran ini adalah untuk
membedakan secara tegas antara perubahan akibat transaksi operasi dan
perubahan akibat transaksi modal. Dalam hal kenaikan modal setoran, pembedaan
ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan akibat transaksi modal
sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang tersedia untuk pembagian
dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal setoran dengan berbagai
masalah teoretisnya adalah:
a. Pemesanan saham (stock subscriptions)
b. Obligasi terkonversi atau berhak-tukar (convertible bonds)
c. Saham istimewa terkonversi atau berhak-tukar (convertible stock)
d. Dividen saham (stock dividends)
e. Hak beli saham, opsi, dan waran (stock rights, options, and warrant)
f. Saham treasuri (treasury stocks) (Suwardjono, 2010:521).

24

2.8.1. Pemesanan Saham
Pada umumnya, pada saat perseroan didirikan atau pada saat melakukan
penawaran publik perdana (initial public offering atau IPO), perusahaan telah
menetapkan apa yang disebut modal dasar (authorized capital stocks). Dengan
autorisasi tersebut perusahaan akan mencetak sertifikat saham. Sertifikat saham
yang telah dicetak ini akan menjadi apa yang disebut saham dalam portepel
(unissued stock). Bila saham telah terjual dan pembeli telah membayar penuh
kesepakatannya, sertifikat saham diserahkan kepada pembeli, sehingga secara fisis
saham dalam portepel akan berkurang. Atas dasar konsep kesatuan usaha, jumlah
rupiah yang diterima perusahaan (kas atau aset lainnya) akan menimbulkan atau
diimbangi dengan modal setoran (Suwardjono, 2010:521-522).
Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham perusahaan harus
memesan (to subscribe) lebih dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai
dengan kesepakatan pada saat pemesanan. Secara konseptual, ekuitas pemegang
saham bersifat seperti kewajiban. Oleh karena itu, jumlah rupiah saham pesanan
dapat diakui sebagai modal setoran hanya apabila kedua syarat berikut dipenuhi:
1. Jumlah rupiah yang disepakati dalam pemesanan merupakan klaim yuridis
bagi perusahaan terhadap pemesan dan tidak dapat dibatalkan.
2. Harga pemesanan tersebut akan ditagih penerbit dalam perioda yang cukup
pasti dan tidak terlalu lama (Suwardjono, 2010:522).
Syarat (1) menuntut bahwa kesepakatan pemesan merupakan kontrak yang
mengikat sehingga menimbulkan piutang pesanan saham (stock sobscription
receivable) bagi penerbit yang kalau tidak dipenuhi maka penerbit dapat menuntut
secara yuridis untuk dilunasi. Dengan kata lain, pemesanan merupakan
kesanggupan yang definitif dan bukan sekadar untuk keperluan administratif
belaka. Klaim untuk menerima uang yang tidak dapat dibatalkan dilandasi oleh
konsep hak-kewajiban tak bersyarat (unconditional right of offsset) yang
menyatakan bahwa pihak berkontrak pertama tidak mempunyai kewajiban apapun
sebelum pihak kedua memenuhi apa yang menjadi hak pihak pertama. Dalam hal
ini, piutang yang tidak dapat dibatalkan merupakan aset bagi penerbit sehingga
modal setoran sebagai “kewajiban” dapat diakui (Suwardjono, 2010:522).

25

Syarat (2) diperlukan agar hak-kewajiban tak bersyarat tidak berlaku
sehingga kontrak tidak bersifat eksekutori. Jadi, bila tidak ada kepastian tentang
pelaksanaan transaksi penerbitan maka pemesanan tersebut jelas tidak dapat
diakui sebagai modal setoran. Dengan kata lain, kalau ada kesanggupan yang sah
untuk menginvestaskan dana ke perusahaan dari pihak pemesan dan ada jaminan
yang cukup pasti bahwa pemesan akan menyetorkan jumlah rupiah pemesanannya
pada saat yang dijanjikan maka sebenarnya ada cukup alasan untuk mengakui
pemesanan tersebut sebagai modal setoran walaupun tidak secara penuh (dicatat
sebagai modal saham pesanan atau (capital stocks subscribed). Dalam pelaporan,
piutang pesanan saham dikontrakan terhadap modal saham pesanan untuk
melanjutkan modal setoran yang sesungguhnya. Selisihnya dengan sendirinya
merupakan jumlah rupiah yang benar-benar telah disetor (Suwardjono, 2010:522).
2.8.2. Obligasi Terkonversi
Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karekteristik
bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak
pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut
digunakan (exercised), yang terjadi adalah perubahan status kewajiban menjadi
modal setoran. Masalah teoretisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat
dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan diatas
modal saham (kalau ada) dapat ditentukan (Suwardjono, 2010:523). Dalam hal
ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu:
1.

Nilai buku (book value) atau nilai bawaan (carrying value) obligasi pada
saat penukaran.

2.

Harga pasar obligasi atau harga pasar saham (mana yang paling obyektif).
Dasar pertama mereklasifikasi nilai buku menjadi modal saham dan

premium atau diskon modal saham tergantung kasusnya. Dengan demikian, tidak
ada untung atau rugi yang diakui pada saat transaksi pertukaran tersebut. Esensi
transaksi tersebut hanyalah mengubah status jumlah rupiah utang menjadi modal
pemegang saham. Pendekatan didasari konsep kesatuan usaha (business entity
concept) karena kreditor dan pemegang saham mempunyai kedudukan yang sama

26

sebagai investor dengan kepentingan yang sama. Oleh karena itu, pertukaran
tersebut

tidak

mempunyai

substansi

ekonomik

sehingga

tidak

dapat

menimbulakan untung atau rugi (Suwardjono, 2010:523).
Alasan yang lain adalah bahwa pada saat obligasi diterbitkan, semua
penerimaan kas diperlakukan sebagai utang. Artinya, tidak dipisahkan jumlah
rupiah yang melekat pada obligasi sebagai obligasi biasa dan pada hak tukar. Hak
tukar dianggap melekat pada obligasi sehingga tidak dapat diukur secara pasti
nilainya. Karena hak tukar tidak dapat diukur dengan pasti, nilai buku obligasi
murni juga tidak dapat diukur dengan pasti, sehingga laba atau rugi tidak dapat
ditentukan kalau harga pasar obligasi dapat ditentukan. Jadi, kepraktisan dan
objektivitas pengukuran tidak menghendaki pengakuan untung dan rugi
(Suwardjono, 2010:523).
Pendekatan kedua memperlakukan selisih antara harga pasar obligasi atau
saham dengan nilai buku obligasi sebagai untung atau rugi. Cara ini dilandasi oleh
konsep kesatuan pemilik (proprietary concept). Perubahan dalam penilaian
obligasi dianggap mempunyai pengaruh terhadap modal pemegang saham. Akan
tetapi, karena harga pasar obligasi merefleksi pula nilai hak tukar, nilai hak tukar
harus ditaksir dan dikeluarkan dari nilai pasar obligasi. Nilai pasar obligasi murni
ini kemudian ditandingkan dengan nilai buku obligasi untuk menentukan laba atau
rugi yang tepat. Secara konseptual, pengakuan laba atau rugi tidak valid karena
konversi ini merupakan transaksi modal bukan operasi. Secara teoretis, transaksi
modal tidak menimbulkan pendapatan, laba, atau rugi (Suwardjono, 2010:523524).
2.8.3. Saham Prioritas Terkonversi
Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat
menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendekatan pertama,
nilai nominal saham prioritas plus porsi premium/diskun ditransfer ke modal
pemegang saham dan premium/diskun modal pemegang saham biasa. Tidak ada
untung atau rugi yang diakui pada saat konversi tersebut. Ini berarti bahwa jumlah
rupiah yang mula-mula diterima pada saat menerbitkan saham prioritas dianggap

27

sebagai modal setoran mula-mula untuk saham biasa. Perlu dicatat bahwa jumlah
rupiah ini bukan merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai likuidasi
saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya porsi
premium/diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium tidak ditransfer dan
semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi
kejanggalan karena akan terdapat premium saham prioritas padahal tidak ada
saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan
status atau hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai
penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat saham prioritas
atau istimewa (Suwardjono, 2010:524).
Pendekatan kedua juga dapat diterapkan. Kalau ada selisih antara harga
pasar baik saham biasa maupun saham prioritas, selisih tersebut harus
dikompensasi ke atau dari laba ditahan. Pendekatan ini mengisyaratkan
diterimanya konsep kesatuan usaha karena laba ditahan dianggap sebagai ekuitas
perusahaan