KISAH DZULQARNAIN DALAM AL-QUR’AN SURAT AL-KAHFI: 83-101 (Pendekatan Hermeneutik)
SURAT AL-KAHFI: 83-101 (Pendekatan Hermeneutik)
Rukimin
Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Mataram (UMMAT) Jl. K.H. Ahmad Dahlan No. 1 Pagesangan Mataram E-Mail: rukimintiangsolohadiningrat@yahoo.co.id
Abstract: This article traces and tells the story of Dzulqarnain found in the Holly Qur’an, it is due to the fact that this story is still covered by a mystery and unfinished controversial understanding for Moslem Scholars since from the classic to contemporary era, even in the orientalism one. This study applies a library research with the Holly Qur’an and valid hadiths are as primary sources of data while the interpretation of Moslem Scholars toward the verses telling the story of Dzulqarnain are as the secondary data source. This study uses empiric-normative approach and the collected data are analyzed by using hermeneutic, namely: Schleiermacher grammatical hermeneutic and theory of Muhammad Talbi humanistic-history. The result of the research shows that the grammatical sequences of the verses telling Dzulqarnain story has a very beautiful language style, completed with language style of Majaz in which the Dzulqarnain has gone through two long journeys; they are Western and Eastern journeys. He got the followers from his journeys above. Moreover, based on the humanistic-historically readability; first, the sequence of verses above shows that Islam is “RahmatanLil ‘Alamin”. It can be proved from the wise attitude containing full goodness without any bullying, done by Dzulqarnain. Second, the denied followers are invited to have more awareness and to go back to the right faith by warning them dealing with the statement that says “Allah will give a finalization to the denying followers”.
Key Words: Dzhulqarnain; the Holly Qur’an; hermeneutic. Abstrak: Artikel ini mentelusuri dan menguak kisah Dzulqarnain di dalam al-Qur’an,
karena kisah ini masih diselimuti misteri serta kontroversial berkepanjangan di tubuh ulama muslim sejak zaman klasik hingga kontemporer maupun di kalangan orientalis. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan ( library research), dengan sumber data primer adalah al-Qur’an dan hadits-hadits shahih, sedangkan sumber data sekunder adalah tafsir para ulama terhadap ayat-ayat yang menceritakan kisah Dzulqarnain. Pendekatan yang digunakan adalah normatif-empiris, analisisnya dengan hermeneutik, yakni hermeneutik gramatikal Schleiermacher dan teori historis-humanistik Muhammad Talbi. Hasil penelitian adalah rangkaian gramatikal dari ayat-ayat kisah tentang Dzulqarnain sangatlah indah gaya bahasanya disertai dengan gaya bahasa majaz, di mana Dzulqarnain telah menempuh dua perjalanan panjang yaitu perjalanan ke Barat
Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101 ... (Rukimin)
dan ke Timur serta mendapatkan pada dua perjalanan tersebut segolongan kaum/umat. Pada perjalanan ke Barat (maghrib asy-syams). Lebih lanjut jika ditilik dari pembacaan secara historis-humanistik bahwasanya rangkaian ayat-ayat di atas menunjukkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap bijak yang penuh kebaikan dan tanpa kekerasan yang ditonjolkan oleh Dzulqarnain, bahwasanya kepada umat yang ingkar hendaknya diajak bertobat dan kembali kepada keimanan dengan diperingatkan akan kekufurannya bahwa Allah akan mengazab orang-orang yang ingkar.
Kata Kunci: Dzhulqarnai; al-Qu’an; hermeneutika
PENDAHULUAN
hingga kontemporer maupun di kalangan orientalis. Sebagian ulama meyakini bahwa
Al-Qur’an adalah kalam Allah swt Alexander Agung (The Great Alexander) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
dari Macedonia adalah sosok Dzulqarnain saw. Ia merupakan media interaksi antara
yang diceritakan al-Qur’an. Sebagian lagi Sang Khalik (Allah) dengan makhluk
berkeyakinan bahwa Cyrus Agung dari (hamba)-Nya. Dalam interaksi tersebut, al-
Persia adalah sosok Dzulqarnain juga dan Qur’an menuturkan isi kandungannya
beberapa pendapat lainnya. dalam beberapa kategori tematik seperti;
Al--Qur’an al-Karim mengkisah hal-hal yang berkaitan dengan tauhid dan
Dzulqarnain ini dalam surat Al-Kahfi (18): keimanan, ibadah dan syari’ah (hukum),
83-98. Sederetan ayat-ayat yang berjumlah mu’amalah, ilmu dan akhlak, sejarah
16 ayat itu menceritakan pokok-pokok bangsa-bangsa terdahulu, kisah-kisah, dan
kisah perjalanan Dzulqarnain dengan lain sebagainya.
sangat menarik perhatian dan mengun- Kisah-kisah di dalam al-Qur’an secara
dang rasa tanya dan ingin tahu yang sederhana dapat dipetakan menjadi 3
mendalam. Di dalam kisah Dzulqarnain ini jenis.Pertama, kisah para Nabi (qashashal-
ditemukan juga istilah unik dan menarik anbiya ’). Kedua, kisah para tokoh, baik
yaitu Ya’juj dan Ma’juj. Istilah Ya’juj dan secara individu maupun kelompok/golo-
Ma’juj ini tidak bisa di-tashrif serta kedua- ngan yang diceritakan dalam al-Qur’an;
nya merupakan kosakata asing yang di- meliputi tokoh baik dan bijak maupun
serap oleh bahasa Arab. tokoh jahat dan ingkar. Ketiga, kisah yang
Telah banyak para ulama tafsir mem- terkait dengan berbagai macam peristiwa
berikan kontribusinya dalam menafsirkan yang terjadi di masa Rasul saw. Salah satu
QS. Al-Kahfi (18) ayat 83-98 yang men- kisah dalam al-Qur’an yang termasuk jenis
ceritakan tentang kisah Dzulqarnain kedua yakni kisah Dzulqarnain, seorang
tersebut. Di antara mereka adalah ath- tokoh yang bijak lagi beriman kepada Allah
Thabariy dengan kitab tafsir ath-Thabariy, swt yang melakoni pengembaraan.
al-Qurthubiy dengan kitab tafsir al- Kisah Dzulqarnain menjadi obyek
Qurthubiy serta M. Quraish Shihab dengan penelitian didasarkan pada alasan bahwa,
kitab tafsir al-Mishbah. Hasil tafsir-an sampai sekarang ini masih diselimuti
tentang kisah Dzulqarnain yang di-pro- misteri serta kontroversial berkepanjangan
duksi oleh ketiga ulama ini sangat lengkap di tubuh ulama muslim sejak zaman klasik
dan menarik untuk dikaji.
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014: 138-159
Telah banyak para ulama tafsir dan pemahaman eksistensial. Dalam hal ini menafsirkan kisah Dzulqarnain yang
hermeneutik tidak terkait dengan ilmu terhimpun dalam QS. Al-Kahfi (18) ayat 83-
atau aturan penafsiran teks, tidak pula
98 melalui sudut pandang ilmu tafsir dengan metodologi ilmu tentang manusia, (tradisi Islam). Maka di sisi lain, penulis
dan 6) hermeneutik sebagai sistem inter- merasa perlu untuk melakukan kajian
pretasi (interpretation system), yaitu teori- terhadap kisah Dzulqarnain ini melalui
teori tentang peraturan yang dipakai dalam kacamata hermeneutik (tradisi Barat). Hal
penafsiran. 1
ini dilakukan dengan keyakinan dan Terkait dengan salah satu definisi harapan bahwa dengan analisis herme-
hermeneutik kontemporer dilihat dari segi neutik akan memperkaya khazanah
fungsinya yaitu sebagai sistem interpretasi keilmuan, kajian intelektual Islam serta
(interpretation system) atau teori-teori nuanasa/variasi baru di bidang tafsir dan
tentang peraturan yang dipakai dalam hermeneutik. Hermeneutik sebagai metode
penafsiran. Maka dalam hal ini secara analisis telah berkembang pesat dan
metodologis-teoritis, objek kajian penelitian memiliki banyak pengertian yang bukan
tentang kisah Dzulqarnain yang termuat saja berarti ilmu tentang kritik teks
dalam QS. Al-Kahfi (18): 83-98 ini dikaji (textcriticism) belaka yang menyangkal
dengan menggunakan pendekatan herme- otensitas dan kesakralan al-Qur’an, tetapi
neutik dengan 2 (dua) macam teorinya juga yang lainnya seperti yang dinyatakan
yaitu; teori gramatikal-psikologis dan teori oleh Richard E. Palmer sebagaimana yang
historis -humanistik. Pertama, teori herme- dikutip oleh Fariz Pari yakni; 1) herme-
neutik gramatikal-psikologis-nya Schleier- neutik sebagai teori penafsiran kitab suci
macher 2 yang menyatakan bahwa herme- (theory of biblical exegesis), 2) hermeneutik
neutika gramatikal adalah penafsiran yang sebagai metode filologi, 3) hermeneutik
didasarkan pada analisa bahasa, dan her- sebagai ilmu untuk memahami bahasa
meneutika psikologis adalah memperhati- (science of linguistic understanding), 4)
kan aspek ‘kejiwaan’ pengarangnya. Kedua, hermeneutik sebagai dasar ilmu pengetahu-
teori historis-humanistik yang dicetuskan an tentang manusia (foundation for
oleh Mohamed Talbi. 3 Teori historis- Geisteswissenschaft ). Artinya bahwa pema-
humanistik atau dikenal juga dengan istilah haman historis sangat dibutuhkan untuk
qira’ah maqashidiyyah (pembacaan inten- menunjukkan ekspresi kehidupan manusia,
sional) atau qira’ah tarikhiyyah insaniyyah sehingga kritik atas nalar yang berlaku
(pembacaan historis-humaistik). Teori ini pada dataran pemahaman historis menjadi
berpusat pada analisis arah teks (tahlil kebutuhan yang paling mendasar, 5)
ittijahi: analyse vectorielle ) yakni pembacaan sebagai fenomenologi das sein diri manusia
historis, humanistik dan tujuan akhir
1 Lihat Fariz Pari, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika Dalam Kajian Qur’an dan Hadis Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009), hlm. 71.
2 Schleiermaher bernama lengkap Friedrich Daniel Ernst Scheleirmacher dilahirkan pada tahun 1768 di Breslau (Jerman) dalam keluarga Protestan. Selengkapnya tentang biografinya, lihat di Sahiron
Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press, 2009), hlm. 27.
3 Mohamed Talbi atau Muhammad Talibi lahir pada tahun 1921 di Tunisia. Untuk biografi selengkapnya baca diFariz Pari, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika…, hlm. 241-242.
Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101 ... (Rukimin)
(ghayah) sekaligus.Kedua teori herme- tersurat dalam al-Qur’an mengandung neutik tersebut kemudian ditarik ke dalam
makna-makna serta hikmah-hikmah besar tataran anlisis isi teks (contentanalysis)
yang perlu digali, dihayati serta diapli- dengan menitikberatkan pada 3 fokus
kasikan dalam kehidupan umat Islam. Al- utama yaitu; al-mabna (struktur teks), al-
Qur’an menyebutkan tiga jenis qashash ma’na (makna teks), dan analisis al-maghza
(kisah), yaitu: 6
(signifikansi teks).
1. Qashash al-Anbiya’ (Kisah Nabi-nabi). Berdasarkan latar belakang di atas,
Al-Qur’an memuat kisah tentang da’- maka yang menjadi focus rumusan masa-
wah para Nabi dan mu’jizat-mu’jizat lah adalah: Siapakah yang dimaksud
para Rasul dan sikap umat-umat yang dengan tokoh-tokoh yang terdapat dalam
menentang, serta tahapan-tahapan kisah Dzulqarnain secara eksplisit dan
da’wah dan perkembangannya, di implisit?
samping menerangkan akibat-akibat
1. Apa saja implikasi nilai yang diperoleh yang dihadapi para mu’min dan dari ayat-ayat al-Qur’an surat al-Kahfi
golongan-golongan yang mendustakan (18): 83-98yang menceritakan kisah
seperti qashash Nuh, Ibrahim, Musa, Dzulqarnain?
Harun, ‘Isa, Muhammad saw, dan lain-
2. Apakah penafsiran (interpretasi) yang
lain.
2. Qashash yang berpautan dengan peris- ayat-ayat al-Qur’an surat al-Kahfi (18):
dapat ditangkap dan dipahami dari
tiwa-peristiwa yang telah terjadi dan 83-98 itu bersifat primer atau sekunder
orang-orang yang tidak dapat dipasti- saja ataukah kedua-duanya, jika
kan kenabiannya, seperti kisah orang- ditinjau dari analisis teori gramatikal-
orang yang pergi dari kampung ha- psikologis dan teori historis-humanistik?
lamannya yang beribu-ribu jumlahnya Untuk menjawab rumusan masalah
karena takut mati dan seperti kisah di atas digunakan kerangka teoritik, yakni
Thalut dan Jalut, dua putra Adam, kisah Dzulqurnaian dengan analisis
Ashhab al-Kahfi, Dzulqarnain, Qarun, hermeneutik. Kata “kisah” berasal dari
Maryam, dan lain-lain. bahasa Arab
3. Qashash yang berpautan dengan peris- jama’nya
(qishshah), bentuk
(qishash). Secara etimologi tiwa-peristiwa yang terjadi di masa kamus ia berarti kisah, cerita, narasi, fiksi,
Rasul saw., seperti; peperangan Badar novel, laporan. 4 Kata kisah juga berasal dari
dan Uhud yang diterangkand alam kata
(qashash) yang berarti mencari surat Ali Imran, peperangan Hunain bekas atau mengikuti bekas (jejak) (QS. Al-
dan Tabuk yang diterangkan dalam Kahfi (18): 64 dan Al-Qashash (28): 11).
surat At-Taubah, peperangan Ahzab Qashash juga berarti berita-berita yang
yang diterangkan dalam surat Al- berurutan (QS. Ali Imran (3): 62 dan Yusuf
Ahzab, hijrah serta peristiwa isra’ dan (12): 111). 5 Tentu saja suatu kisah yang
mi’raj dan lain-lain. dituturkan sedemikian rupa terlebih lagi
4 Lihat Kamus Online Verbacepro Arab-Inggris-Indonesia. 5 Waharjani, Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an (Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Studi Islam UAD
Yogyakarta), hlm. 83. 6 Waharjani, Pengantar Ilmu-Ilmu Al-Qur’an ..., hlm. 83-84.
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014: 138-159
hermeneutika di tangan Schleiermacher terdiri dari dua suku kata yaitu
Sementara kata
Dzulqarnain
memunculkan pertanyaan-pertanyaan dan
(Dzu)
(al-qarnain). Dzu artinya (orang) transedental dan mendasar: it enquired into yang mempunyai, sedangkan al-qarnain
the basis and possibility of human under- merupakan bentuk dual (mutsanna) dari
standing . Dalam hal ini pemikirannya dapat kata
(qarn)yang secara harfiah berarti; digolongkan ke dalam hermeneutika filo- tanduk, kurun, abad, masa dan generasi. 7 sofis. Namun, karena pemikirannya juga
Sampai sejauh ini, tokoh-tokoh yang dikait- mengandung metode penafsiran, maka ia kan dengan sosok Dzulqarnain memiliki
juga digolongkan ke dalam hermeneutika banyak variasi tafsir. Dalam hal ini penulis
dalam arti sempit, yakni ilmu dan teori yang melihat hal tersebut terjadi disebabkan oleh
berkenaan dengan metode pemahaman sudut-sudut pandang yang berlainan da-
dan penafsiran. 8
lam tiap pribadi penafsir yang menafsirkan Selanjutnya Schleiermacher menelur- secara tekstual (hakiki) dari tokoh Dzul-
kan 2 macam teorinya yang terkenal dan qarnain ataupun secara majazi (metafora).
fenomenal yaitu teori gramatikal dan Di samping itu sosok Dzulqarnain bukan-
psikologis. Hermeneutika gramatikal ada- lah sebuah nama asli, tapi lebih tepatnya
lah penafsiran yang didasarkan pada sebuah istilah/julukan yang dinisbahkan
analisa bahasa. Karena itu, seorang penaf- kepadanya. Hal itu terbukti dari arti har-
sir teks harus menguasai aspek-aspek baha- fiah dari rangkaian dua suku kata tersebut.
sa. Semakin dia menguasai bahasa, semakin Teori Hermeneutik Gramatikal-
baik penafsirannya. Bagi Schleiermacher, Psikologis (Schleiermacher) menurut
hermeneutik gramatikal ini merupakan sisi Veddar dalam bukunya yang berjudul
‘obyektif’ penafsiran. Dalam pandangan- What is Hermeneutik? Sebagaimana yang
nya, ada beberapa prinsip dan kaedah dikutip oleh Sahiron bahwa dalam pan-
linguistik yang harus dipegangi, di antara- dangan Scheleirmacher, hermeneutika tak
nya sebagai beriku: pertama, “Everything in hanya diposisikan sebagai perangkat pe-
a given utterance which requires o more precise nafsiran terhadap teks Biebel dan teks-teks
determination may only be determined from lainnya. Lebih dari itu, dia memposisikan
the language area which is common to the hermeneutika secara luas, yakni problem of
author and his original audience ” (Segala hal human understanding as such , sehingga ob-
yang ada dalam ungkapan tertentu yang yek penafsiran menjadi lebih luas. Tujuan-
menuntut penentuan (makna) yang lebih nya adalah menempatkan hermeneutika
tepat hanya dapat ditetapkan melalui dalam konteks theories of knowledge (teori
bidang bahasa yang telah diketahui oleh ilmu pengetahuan). Hermeneutika tidak
pengarang dan audiens orisinal/aslinya). hanya dipandang sebagai disiplin peda-
Kedua , “The sense or every word in a given gogis dalam bidang penafsiran, yang harus
location must be determined according to its atau seharusnya diikuti oleh para penafsir,
being together with those that surround it ” sebagaimana yang diadvokasi oleh pemi-
(makna setiap kata pada tempat tertentu kir-pemikir sebelumnya. Lebih dari itu,
harus ditentukan sesuai dengan keber-
7 Lihat Kamus Online Verbacepro Arab-Inggris-Indonesia. 8 Lihat Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an (Yogyakarta: Pesantren
Nawasea Press, 2009), hlm. 29-30. Lebih lanjut lihat Veddar, What is Hermeneutik?, hlm. 50.
Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101 ... (Rukimin)
samaannya dengan kata-kata lain yang orang mufassir berusaha memahami berada di sekitarnya). Ketiga, “The
seseorang dengan cara membanding- vocabulary and the history of the era of an
kannya dengan orang-orang lain, dengan author relates as the whole from which his
asumsi bahwa mereka sama-sama memiliki writings must be understood as the part, and
‘sesuatu yang universal’ (universal things), the whole must, in turn, be understood from
atau dengan kata lain: ‘kesamaan-kesa- the part ” (Kosakata [bahasa] dan sejarah
maan’. Sechleiermacher menegaskan bah- era pengarang dipandang sebagai ‘kese-
wa kedua metode tersebut tidak bisa luruhan [whole], yang darinya tulisan-
dipisahkan. 10
tulisannya harus dipahami sebagai ‘bagian’ Hermneutik sebagai metode pema- [part], dan ‘keseluruhan [whole] pada
haman dan penafsiran, maka ini merupa- gilirannya harus dipahami dari bagian-
kan kontribusi positif jika dikombinasikan bagiannya [part]). 9 ke dalam penafsiran al-Qur’an serta
Hermeneutika psikologis dalam pan- pengembangan ilmu-ilmu al-Qur’an dangan Scheleiermacher bahwa seseorang
sehingga lebih memperkaya khazanah tidak bisa memahami sebuah teks hanya
intelektual keislaman kita. Lebih lanjut lagi dengan semata-mata memperhatikan as-
penulis melihat dari pendapat-pendapat pek bahasa saja, melain juga dengan mem-
serta teori-teori yang dicetuskan oleh perhatikan aspek ‘kejiwaan’ pengarang-
Schleiermacher sangat menarik untuk nya. Seorang penafsir teks harus mema-
dijadikan kerangka teoritik terhadap hami seluk beluk pengarangnya. Bagi
penafsiran al-Qur’an itu sendiri sehingga Schleiermacher, makna teks tertentu tidak
penulis merasa perlu untuk meminjam bisa dilepaskan dari intensi/maksud pe-
teori-teorinya untuk diterapkan dalam ngarangnya. Menurutnya, teks itu tidaklah
menganalisa kisah Dzulqarnain dalam QS. otonom melainkan dependent (tergantung)
Al-Kahfi (18): 83-98.
pada dan terikat oleh pencipta teks. Dalam Teori Hermeneutik Historis-Huma- hal ini Schleirmacher menawarkan dua
nistik (Mohamed Talbi), menurutnya metode penting, yakni divinatory method
sebagai metodoe interprtasi sebagaimana (metode divinatori) dan comparative method
yang dikutip oleh Sahiron, bahwa Talbi (metode komparatif). Yang dimaksud
menawarkan “qira’ah maqashidiyyah” dengan divinatory method adalah “The one,
(pembacaan intensional; lecture finaliste) in which one transforms oneself into the other
yang itu juga dia sebut sebagai “qira’ah person and tries to understand the individual
tarikhiyyah insaniyyah ” (pembacaan historis element directly ” (Metode di mana sese-
humanistik). 11 Lebih lanjut ia mengan- orang mentransformasikan dirinya atau
jurkan: “Qira’ah maqashidiyyah” (pemba- ‘memasukkan’ dirinya ke dalam [kejiwaan]
caan historis-humanistik) seharusnya orang lain dan mencoba memahami orang
dilakukan sebelum semua investigasi itu secara langsung). Sementara kedua,
terhadap teks dilakukan agar kita dapat comparative method adalah bahwa sese-
memahami di dalamnya secara setara
9 Lebih lanjut baca Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan ...., hlm. 36-37. 10 Lebih lanjut lihat Sahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan ....., hlm. 38-39. 11 Lihat Fariz Pari, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika....., hlm. 261. Lebih lanjut baca Talbi, ‘Iyal Allah,
hlm. 142.
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014: 138-159
kondisi pewahyuan (zharf at-tanzil) dan tujuan syara’ (ghayat asy-syar’), yaitu titik
berangkat dan tujuan syara’. 12 Dua titik –
titik berangkat dan titik tujuan – ini penting untuk diperhatikan, karena ini adalah inti teorinya “analisis arah” teks (tahlil ittijahi) dalam suatu konteks evolusi sejarah syari’ah. Tentang hal ini Talbi mengatakan:
Qira’ah maqashidiyyah , pada fase per- tama, berpusat pada analisis arah teks (tahlil ittijahi; analyse vectorielle), yakni pembacaan historis, humanistik dan tujuan akhir (ghayah) sekaligus. Ia ada- lah pembacaan yang dinamis terhadap teks, yang tidak berhenti pada huruf – dan apa yang di-qiyas-kan terhadap- nya tetapi berjalan dalam arah-tujuan- nya. Dalam hubungannya dengan per- budakan, arah ini adalah pembebasan perbudakan. Meskipun pemberantasan perbudakan tidak tercantum dalam teks, namun ia sejalan dengan arahnya, atau dengan maqashid asy-syar’. Dengan demikian, pemberantasan perbudakan itu adalah arah yang Islami, walaupun tidak ada ayat yang mengharam- kannya. Ini karena pembe-rantasan perbudakan, dalam kondisi-kondisi historis dan humanistik yang menyertai pewahyuan, mendahului masanya. 13
Teori hermeneutik atau metode penafsiran yang digagas oleh Mohamed Talbi sungguh menarik perhatian penulis. Teori historis-humanistik ini pun sangat cocok diterapkan dalam menganalisis kisah Dzulqarnain, di mana ditemukan begitu banyak variasi pendapat yang kontroversial mengenai sosok Dzulqarnain tersebut.
Namun penulis lebih tertarik untuk meng- analisis arah teks dari kisah Dzulqarnain yang terekam dalam QS. Al-Kahfi (18): 83-
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research) datanya berasal dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan tema bahasan/kajian. Ada dua jenis sumber data; sumber dta primer dan sumber data sekunder. Sumber data primernya adalah teks al-Qur’an Mushaf Utsmani, khususnya pada surat Al- Kahfi (18): 83-98 yang menceritakan tentang kisah Dzulqarnain. Adapun sumber data sekundernya adalah berupa kitab-kitab tafsir al-Qur’an (Tafsir Al- Mishbah, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Al- Qurthubi), buku-buku yang terkait dengan hermeneutik atau teori penafsirandari Schleiermacher dan Muhammad Talbi dan lain-lain.
Langkah-langkah penelitiannya ada- lah sebagai berikut:
1. Membaca al-Qur’an surat al-Kahfi (18): 83-98 yang menceritakan kisah Dzul- qarnain sekaligus tafsiran dari ayat- ayat tersebut.
2. Menerapkan analisis hermeneutik (teori penafsiran) yaitu teori Gramatikal & Historis-Humanistik terhadap al-Qur’an surat al-Kahfi (18): 83-98 untuk mengetahui; implikasi kandungan nilai yang terdapat di dalamnya, apa dan siapa sebenarnya tokoh-tokoh yang diceritakan dalam ayat-ayat tersebut serta corakpenafsiran (interpretasi) yang dapat ditangkap dan dipahami
12 Lihat Lihat Fariz Pari, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika...., hlm. 262. Lebih lanjut baca Talbi, ‘Iyal Allah , hlm. 143.
Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101 ... (Rukimin)
dari ayat-ayat tersebut bersifat primer (untuk mencapai) segala sesuatu.Maka diapun atau sekunder saja ataukah kedua-
menempuh suatu jalan . (QS. Al-Kahfi (18): duanya.
83-85).
3. Mengambil kesimpulan-kesimpulan dari hasil kajian yang telah dilakukan.
Ayat di atas (QS. 18: 83) mencerita- kan bahwa kata “mereka” (orang-orang
HASIL DAN PEMBAHASAN
yang bertanya tentang kisah Dzulqarnain) menurut sebagian orang dinisbahkan
1. Struktur Teks (al-Mabna), Makna
kepada Ahli Kitab, 14 sementara sebagian
Teks (al-Ma’na), dan Signifikansi
lagi menyatakan dinisbahkan kepada
Teks (al-Maghzha) dari ayat-ayat QS.
kaum musyrik atau orang-orang kafir
Al-Kahfi (18): 83-98
Mekkah. 15 Menurut hemat penulis, kata Ilustrasi tentang kisah petulangan dan
“mereka” sebagai orang yang diajak ber- pengembaraan Dzulqarnain hanya
dialog oleh Nabi Muhammad saw (mukha- tertuang dalam QS. Al-Kahfi (18): 83-98.
ththab ) adalah orang-orang musyrik atau Serangkaian ayat-ayat kisah Dzulqarnain
orang-orang kafir Makkah. Kecenderung- ini berjumlah 16 ayat. penulis akan
an ini diindikasikan oleh kesepakatan membahas bagian ayat-ayat tersebut
sebagian besar ulama yang menyatakan dengan menggunakan analisis hermeneutik
bahwa ayat-ayat surat al-Kahfi merupakan gramatikal-psikologis dan hermeneutik
ayat-ayat Makkiyyah yang diturunkan di historis-humanistik, mulai dari menuliskan
Makkah.
lafaz ayatnya kemudian terjemahan arti- Terkait dengan kata Dzulqarnain nya, tafsirannya sekaligus signifikansinya.
dalam ayat di atas, maka berbeda-beda pendapat para ulama tentang apa dan
siapa yang dimaksudkan dengannya (Dzulqarnain). 16 Dzulqrnain secara harfiah
berarti Pemilik dua tanduk. Ada yang ber- pendapat bahwa dia digelar demikian
karena rambutnya yang panjang disisir dan digulung sedemikian rupa, bagaikan Mereka akan bertanya kepadamu (Muham-
dua tanduk; atau karena dia memakai mad) tentang Dzulqarnain. Katakanlah: “Aku
perisai di kepala yang terbuat dari tembaga akan bacakan kepadamu cerita tantang-
yang menyerupai tanduk. Ada juga yang nya” .Sesungguhnya Kami telah memberi
berkata bahwa dia mencetak uang logam kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan
dengan gambar berbentuk dua tanduk Kami telah memberikan kepadanya jalan
yang melambangkan dirinya serupa
13 Lihat Lihat Fariz Pari, dkk, Upaya Integrasi Hermeneutika....., hlm. 262. Lebih lanjut baca Talbi, ‘Iyal Allah , hlm. 144.
14 Lebih lanjut baca Ahmad Abdurraziq al-Bakri, dkk, Tafsir at-Thabari (Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari) Vol. 17, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), hlm. 332-334.
15 Lebih lanjut lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Vol. 8, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), hlm. 112.
16 Lebih lanjut lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ..., hlm. 113-115.
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014: 138-159
dengan Dewa Amoun. Menurut sebagian bertanya kepada Ali r.a. tentang Dzul- ulama Dzulqarnain adalah Alexander The
qarnain, apakah ia seorang nabi ataukah Great dari Macedonia. Ada juga yang ber-
malaikat? Ali menjawab “Bukan ini (nabi) pendapat dia adalah salah seorang pengu-
dan bukan itu (malaikat), ia adalah seorang asa Himyar (Yaman). Hal ini dengan alasan
hamba yang shalih, yang menyeru bahwa penguasa-penguasa Yaman
kaumnya kepada Allah ta’ala, lalu mereka menggunakan kata Dzu pada awal nama-
melukai kepalanya (sebelah), kemudian ia nya seperti Dzu Nuwas dan Dzu Yazin.
menyeru mereka lagi, namun mereka Riwayat lain juga menyatakan dia adalah
malah melukai lagi kepalanya (sebelahnya Koresy (539-560 SM) pendiri Imperium
lagi). Karena itu dia dijuluki Dzulqarnain. Persia. Sementara menurut Thahir Ibn
Menurut Quraish Shihab, kata
‘Asyur bahwa dia adalah seorang pengu- (makkanna) (dalam QS. 18: 84) terambil dari asa dari Cina dengan alasan yang kuat
kata ﲔﻜﲤ (tamkin), yakni memungkinkan dan
pula. menjadikan bisa dan mampu . Kemampuan Sebagaimana yang dikutip oleh Mu-
dimaksud adalah kemantapan dalam hal hammad Ibrahim Al-Hifnawi dan Mah-
kekuasaan dan pengaruh. Allah meman-
tapkan bagi Dzulqarnain kekuasaan Ishak menyatakan: “Diceritakan kepadaku
mud Hamid Utsman 17 bahwasanya Ibnu
dengan menganugerahkan kepadanya oleh Tsaur bin Yazid, dari Khalid bin Ma’
pengetahuan tentang tata cara mengen- dan Al-Kala’i – Khalid adalah orang yang
dalikan wilayah, serta mempermudah pernah berjumpa dengan banyak sekali
baginya perolehan saranan dan prasarana manusa – bahwa Rasulullah saw ditanya
guna mencapai maksudnya. Sementara tentang Dzulqarnain, maka beliaupun
kata ﺎﺒﺒﺳ (sababan) pada mulanya berarti
menjawab: tali , kemudian makna ini berkembang sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat mengantar guna meraih apa yang
dikehendaki. Dengan menggunakan tali, Ia adalah seorang raja yang menyambangi
timba dapat diturunkan ke sumur untuk bumi dari bawahnya dengan berbagai jalan.
memperoleh air. Dengan tali juga sese- orang dapat memanjat ke atas. 19
Sementara menurut Atsar dari Ali Terkait dengan firman Allah swt, yang dicantumkan oleh Ath-Thabari dalam
’ dan Kami telah mem- Jami’ Al-Bayan (16/8) dan An-Nuhas dalam berikan kepadanya jalan (untuk mencapai)
Ma’ani Al-Qur’an (4/283) sebagaimana segala sesuatu ”, maka Muhammad Ibrahim yang dikutip oleh Muhammad Ibrahim Al-
18 Al-Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman
yang mengutip dari Taqrib An-Nasyr, Jami’ menyatakan bahwa Ibnu Al-Kawa’ pernah
17 Lihat Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al-Qurthubi (Syaikh Imam Al-Qurthubi) Vol. 11, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2008), hlm. 121. Lebih lanjut silahkan merujuk As-
Sirah an-Nabawiyah dan Ar-Raudh Al-Unf (2/43). 18 Lihat Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al-Qurthubi .... hlm.
126. 19 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ..., hlm. 116.
Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101 ... (Rukimin)
Al-Bayan, Al-Muharrar Al-Wajiz dan Al-Bahr indikasinya dapat dilihat dari hadits Al-Muhith menyatakan bahwa Ibnu Abbas
Rasulullah saw ataupun atsar para sahabat mengatakan, “Ilmu tentang segala sesuatu
hanya menceritakan tentang hal-ihwal untuk mencapai apa yang dikehendaki”.
atau keadaan sifat dari Dzulqarnain, bukan Al-Hasan mengatakan, “Untuk mencapai
siapa dia (baca: nama aslinya). Sementara apa yang dikehendakinya”. Ada juga yang
pembacaan secara historis-humanistik dari mengatakan, “Segala sesuatu yang dibu-
ayat-ayat tersebut menerangkan bahwa tuhkan segala makhluk”. Ada juga yang
Rasul saw telah menerangkan kepada mengatakan, “Segala sesuatu yang diperlu-
kaum Musyrikin Makkah pada waktu itu kan oleh para raja untuk menaklukkan
perihal perjalanan yang dilakukan oleh kota-kota dan menundukkan para mu-
Dzulqarnain. Dan analisis arah teksnya suh. 20
menuntun agar dapat menjadikannya Terkait dengan ayat tersebut (QS. 18:
sebagai pelajaran berharga dan bahan 85), menurut Ibnu Hatim dalam tafsir (7/
perenungan oleh umat Islam, khususnya 2383) dan Al-Mawardi dalam An-Nukat wa
kisah perjalanan atau pengembaraannya Al-Uyun (3/338) yang dikutip oleh Ahmad
sebagai tafsiran primer, serta mengajak Abdurraiz Al-Bakri, dkk menyatakan
umat Islam untuk lebih meneliti dan bahwa Bisyr menceritakan kepada kami, ia
mengkaji secara mendalam apa dan berkata: Sa’id menceritakan kepada kami
siapakah sesungguhnya Dzulqrnain dari Qatadah, mengenai firman Allah swt,
sebagai tafsiran yang sifatnya sekunder.
ﺎﺒﺒﺳ ﻊﺒﺗﺄﻓ “Maka dia menempuh suatu jalan”,
ia berkata, maksudnya adalah mengikuti tempat-tempat persinggahan dan tanda- tanda di muka bumi. 21
Jika ditilik secara gramatikal, susunan kata-kata dari ayat di atas tidak menyebut- kan kata
(siapa), dan di dalam hadits Rasulullah saw ataupun atsar sahabat tidak didapatkan siapakah sebenarnya nama dari sosok Dzulqarnain tersebut. Kemudian di belakang penggalan ayat tersebut terdapat lafaz ﻪﻨﻣ (minhu) dan (dzikran). Dari susunan gramatikal teks ayat-ayat di atas, maka secara psiko-logis juga dapat dipahami bahwasanya Allah hendak memerintahkan kepda Rasul saw untuk menjelaskan bagian dari kisah perjalanan Dzulqarnain kepada kaum musyrikin Makkah pada waktu itu. Hal ini
20 Lihat Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi dan Mahmud Hamid Utsman, Tafsir Al-Qurthubi ...... hlm. 128. Lebih lanjut silahkan merujuk Taqrib An-Nasyr, hlm. 138, Jami’ Al-Bayan (16/9), Al-Muharrar Al-
Wajiz (10/442) dan Al-Bahr Al-Muhith (6/159). 21 Abdurraziq al-Bakri, dkk, Tafsir at-Thabari ..., hlm. 340.
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014: 138-159
Hingga apabila dia telah sampai ketempat mata air , yakni lautan yang berlumpur hitam, terbenam matahari, dia melihat matahari
dan dia mendapati di situ suatu kaum yang terbenam 22 di dalam laut yang berlumpur hitam,
durhaka kepada Allah swt atau kaum yang dan Dia mendapati di situ segolongan
belum mengenal agama. Kami mengilhami umat . 23 Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu
Dzulqarnain dengan berfirman, “Hai Dzul- boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan 24 qarnain , ajaklah mereka beriman. Engkau
terhadap mereka . Berkata Dzulkarnain: “Ada- boleh menyiksa siapa saja yang membang- pun orang yang aniaya, Maka Kami kelak akan
kang dan menghalangi dakwahmu atau mengazabnya, kemudian dia kembalikan
berbuat kebaikan sekuat kemampuan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya
terhadap mereka sesuai dengan hikmah atau dengan azab yang tidak ada taranya.Adapun
kebijaksanaan demi meraih kemaslahatan”. orang-orang yang beriman dan beramal saleh,
Dia , yakni Dzulkarnain berkata, “Adapun maka baginya pahala yang terbaik sebagai
orang yang berlaku aniaya , yakni enggan balasan, dan akan Kami titahkan kepadanya
beriman setelah aneka bukti dan paparan (perintah) yang mudah dari perintah-perintah
dijelaskan, serta membangkang melawan Kami.Kemudian dia menempuh jalan (yang
agama, maka kami kelak akan menyiksanya, lain).Hingga apabila dia telah sampai ke
dengan siksaan duniawi kemudian dia tempat terbit matahari (sebelah Timur) Dia
dikembalikan dengan kematian kepada mendapati matahari itu menyinari segolongan
Tuhannya , lalu Dia Yang Maha Kuasa umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka
mengazabnya dengan azab yang sangat besar sesuatu yang melindunginya dari (cahaya)
tiada taranya. Adapun orang yang beriman matahari 25 itu . Demikianlah, dan sesungguh-
dan membuktikan keimanannya dengan nya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada
beramal saleh, maka baginya di dunia dan di padanya .Kemudian dia menempuh suatu jalan
akhirat ganjaran atas jalan dan amal-amal (yang lain lagi). (QS. Al-Kahfi (18): 86-92).
terbaik yang ditempuh dan diamalkannya, dan kami akan titahkan untuknya menyangkut
Rangkaian ayat-ayat tersebut 26 perintah kami hal-hal yang mudah yang tidak melanjutkan kisah perjalanan Dzulqarnain
memberatkannya serta akan memperlaku- dengan menyatakan bahwa dia berjalan,
kannya dengan santun dan baik. Kemudian hingga apabila dia telah sampai ke tempat
dia pun, yakni Dzulqarnain menempuh terbenam matahari , yakni tempat yang
sekuat tenaga suatu jalan menuju ke satu sangat jauh yang selama itu belum
arah, yakni belahan timur bumi dengan terjangkau di belahan bumi barat, dia
menggunakan cara, sarana, prasarana menemukannya , yakni matahari bagaikan
yang telah dianugerahkan Allah kepada- atau memang dia lihat terbenam di dalam
nya guna mencapai sukses.
22 Maksudnya: sampai ke pantai sebelah barat di mana Dzulqarnain melihat matahari sedang terbenam. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (QS. Al-Kahfi (18): 86).
23 Ialah umat yang tidak beragama. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (QS. Al-Kahfi (18): 86).
24 Yaitu dengan menyeru mereka kepada beriman. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (QS. Al-Kahfi (18): 86).
25 Menurut sebagian ahli tafsir bahwa golongan yang ditemui Dzulqarnain itu adalah umat yang miskin. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (QS. Al-Kahfi (18): 90).
26 Lebih lanjut lihat M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ..., hlm. 117.
Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101 ... (Rukimin)
Lebih lanjut menurut Quraish Shihab terdapat pula daerah yang dipenuhi air bahwa kata
bagaikan mata air, dn di sanalah dia syams ), demikian juga
(maghrib asy-
melihat matahari terbenam. Namun demi- asy-syams ) tidak dapat dipahami dalam arti
(mathli’
kian – tulis ulama yang syahid itu – kita ti- tempat terbenam dan terbitnya matahari,
dak dapat memastikan di mana persis karena pada hakikatnyaa tidak ada
lokasinya, karena teks ayat ini tidak men- tempatnya untuk terbenam dan terbit. Kata
jelaskan, dan tidak ada juga sumber yang ini juga tidak dapat dipahami dalam arti
dapat dipercaya yang menentukannya. 28 tersebut dengan dalih bahwa itulah
Lebih lanjut lagi Quraish Shihab kepercayaan masyarakat masa lampau,
mengutip pendapat dari Dr. Anwar Qudri, karena jika demikian, itu dapat berarti
peneliti dari Mesir yang melakukan bahwa al-Qur’an membenarkan keper-
penelitian selama sepuluh tahun lebih dan cayaan yang keliru. Yang tepat adalah
berdasarkan informasi sejarah dan memahami kata tersebut dalam pengertian
geografis yang sangat teliti berpendapat majazi sebagaimana dikemukakan di atas,
bahwa perjalanan Dzulqarnain yang ke yakni tempat yang dinilai terjauh ketika
Barat di mana dia menyaksikan matahari itu. 27
terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam Sementara menurut Sayyid Quthub
adalah kawasan hulu sungai Amazon di sebagaimana yang dikutip oleh Quraish
Brazil di Samudera Atlantik. Kawasan itu Shihab menyatakan bahwa memahami
merupakan satu titik silang katulistiwa kata maghrib asy-syams dalam arti tempat
garis lurus 50 sebelah barat. Jaraknya di mana seseorang melihat matahari
antara tempat itu dengan Mekkah sejauh tenggelam di ufuknya. Ini berbeda antara
90 garis lurus atau enam jam tepat. Tidak satu tempat dengan tempat yang lain. Di
ada satu kawasan yang lebih tepat dan beberapa tempat matahari terlihat teng-
dengan sifat-sifat semacam ini daripada gelam di belakang sebuah gunung, dan di
kawasan sungai Amazon itu. Demikian tempat lain terlihat ia tenggelam di air,
tulis Muhammad Ghallab dalam bukunya seperti halnya yang melihat ke samudera
Jughrafiyatul ‘Alam (Geografi Dunia). Air lepas. Bisa jug terlihat bagaikaan tenggelam
sungai Amazon (sungai terpanjang di di lautan pasir jika seseorang berada di
dunia), tulisnya, mengalir secara umum padang pasir yang luas dan terbuka.
dari barat ke timur pada suatu daratan Rupanya – tulisan Sayyid Quthub –
rendah. Anak-anak sungainya mengalir- Dzulqarnain sampai ke satu tempat di
kan jumlah yang sangat besar dari lumpur pantai Samudera Atlantik yang dahulu
hitam dan tanah liat. Sedang perjalanan dinamai lautan Gelap dan diduga bahwa
Dzulqarnain ke timur berakhir di suatu daratan berakhir di sana. kemungkinan
tempat di mana dia menemukan matahari yang lebih kuat lagi – lanjut Sayyid Quthub
terbit di suatu kawasan yang dihuni – adalah ketika ia berada di muara salah
segolongan umat yang tidak terlindungi satu sungai, di mana terdapat banyak
oleh cahaya matahari. Ini menurut peneliti rerumputan dan berkumpul di sekitarnya
tersebut adalah Pulau Halmahera di tanah hitam yang lengket, mencair serta
Maluku, Indonesia. Daerah itu dahulunya
27 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ..., hlm. 117-118. 28 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ..., hlm. 118.
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014: 138-159
adalah hutan belantara, sehingga peru- mahan tidak dapat dibangun di kawasan itu, dan inilah – menurutnya – yang di- maksud oleh ayat berikut dengan tidak ada bagi umat itu sesuatu yang melindunginya dari cahaya matahari. 29
Menurut Quraish Shihab, firman Allah
(lam naj’al
lahum min duniha sitran/Kami tidak men- jadikan bagi mereka sesuatu yang melindungi mereka darinya ), di samping makna yang dikemukakan di atas ada juga yang memahaminya dalam arti “suatu kaum yang hidup dengan fitrah asli mereka, tidak ada penutup yang mengalangi mereka dari sengatan panas matahari, tidak pakain, tidak ada juga bangunan. Kemudian firman Allah
(ahathna
bima ladaihi khubran/Kami meliputi segala apa yang ada padanya ), bukan saja penegasan bahwa Allah Yang Maka Mengetahui, tetapi agaknya Dia juga bermakna Allah meng- awasi dan membimbing Dzulqarnain dalam langkah-langkahnya . Atau dapat juga berarti bahwa apa yang diceritakan itu adalah sebagian kisah perjalanannya dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu yang terjadi dalam perjalanannya itu, termasuk suka duka dan perjuangan Dzulqarnain. Karena itu jangan herjan jika informasi ini sangat teliti, jangan juga duga sekian apa yang tidak diuraikan adalah karena tidak diketahui-Nya. 30
Dalam pandangan penulis, rangkaian gramatikal dari ayat-ayat di atas sangatlah indah gaya bahasanya disertai dengan gaya bahasa majaz, di mana Dzulqarnain telah menempuh dua perjalanan panjang yaitu perjalanan ke Barat dan ke Timur
serta mendapatkan pada dua perjalanan tersebut segolongan kaum/umat.Pada perjalanan ke Barat (maghrib asy-syams), Dzulqarnain menemukan suatu kaum yang ingkar dan Dzulqarnain pun berdakwah mengajak kepada kebaikan dan keimanan, sedangkan pada perjalan ke Timur (masyriq asy-syams), ia menemukan suatu kaum yang sepertinya masih primitif jika dilihat dari tafsiran ayatnya. Secara psikologis dapatlah dipahami bahwasanya Allah hendak menginformasikan kepada kita bahwsanya secara garis besar, suatu umat digolongkan menjadi dua; yaitu umat yang ingkar dan umat yang beriman. Sebelum suatu umat itu beriman tentu saja mereka dikatakan sebagai umat yang primitif atau belum mendapatkan ajakan dakwah untuk beriman kepada Allah.
Lebih lanjut jika ditilik dari pemba- caan secara historis-humanistik bahwa- sanya rangkaian ayat-ayat di atas menun- jukkan Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Hal ini dapat dibuktikan dari sikap bijak yang penuh kebaikan dan tanpa kekerasan yang ditonjolkan oleh Dzulqarnain, bah- wasanya kepada umat yang ingkar hendaknya diajak bertobat dan kembali kepada keimanan dengan diperingatkan akan kekufurannya bahwa Allah akan mengazab orang-orang yang ingkar. Ke- pada orang-orang yang ingkar sekalipun Dzulqarnain dapat bersikap dan berbuat bijak, apalagi kepada orang-orang yang masih primitif dan belum mendapatkan ajakan kepada agama yang hak. Tentu saja Dzulqarnain akan lebih menonjolkan sikap rahmatan.
29 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ..., hlm. 118-119. 30 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah …, hlm. 120-121.
Kisah Dzulqarnain dalam Al-Qur’an Surat Al-Kahfi: 83-101 ... (Rukimin)
orang yang bernama Ya’juj dan Ma’juj. Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu adalah perusak-perusakdi muka bumi dengan aneka macam perusakan, maka dapatkah kami memberikan suatu pembayaran kepadamu, supaya engkau membuat suatu dinding antara
kami dan mereka sehingga menghalangi mereka menyerang kami?” 33
(Ya’juj) dan (Ma’juj) Hingga apabila dia telah sampai di antara
Kata
diperselisihkan bukan saja tentang siapa dua buah bukit, dia mendapati di hadapan
mereka, tetapi juga tentang pengertian kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak
kebahasaannya. Sementara ulama berpen-
dapat bahwa kata itu berasal dari kata Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan
mengerti pembicaraan . 31 Mereka berkata: “hai
(al-aujah) yakni kebercampuran. Ada Ma’juj 32 itu orang-orang yang membuat
juga yang berpendapat dari kata (al- kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami
auj ) yakni kecepatan berlari. Penamaan itu memberikan sesuatu pembayaran kepadamu,
lahir karena mereka adalah suku yang supaya kamu membuat dinding antara kami
bercampur baur. Jika demikian, nama itu dan mereka?” (QS. Al-Kahfi (18): 93-94).
adalah terjemahan bahasa Arab dari satu kata yang digunakan oleh suku penyerang
Selanjutnya Dzulqarnain melanjutkan itu. Ada juga yang berpendapat bahwa kata perjalanannya, hingga apabila dia telah
tersebut asli dari bahasa Cina yang berubah sampai dalam perjalanan ketiga ini di antara
pengucapannya dalam bahasa Arab. dua buah gunung yang sangat tinggi yang
Thabathaba’i menulis bahwa dalam menyulitkan orang yang di belakangnya
bahasa Cina kata tersebut adalah Munkuk dapat melampauinya, dia yakni Dzul-
atau Muncuk. Mereka adalah putra Adam, qarnain mendapati di keduanya, yakni di
yakni Yafist, leluhur orang Turki. Demkian belakang atau di dekat kedua gunung itu
satu pendapat. Ada juga yang berpendapat dari arah kedatangan Dzulqarnain – dia
mereka adalah orang-orang Mongol. Salah mendapati – suatu kaum yang hampir tidak
seorang penganut paham ini adalah mengerti pembicaraan kecuali dengan susah
Thabathaba’i. Sedang Thahir Ibn ‘Asyur payah karena bahasanya asing, atau dan
cenderung memahami Ya’juj dan Ma’juj kecerdasannya rendah. Mereka berkata
adalah aneka suku, atau satu bangsa yang melalui penerjemah atau dengan bahasa
memiliki dua suku besar yaitu Tatar dan isyarat, “Hai Dzulqarnain, kami sedang
Mongol. Atau asal mereka adalah Ma’juj terancam dan menderita oleh sekolompok
lalu suku-sukunya disebut dengan berbagai
31 Maksudnya: mereka mereka tidak bisa memahami bahasa orang lain, karena bahasa mereka Amat jauh bedanya dari bahasa yang lain, dan merekapun tidak dapat menerangkan maksud mereka
dengan jelas karena kekurangan kecerdasan mereka. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (QS. Al-Kahfi (18): 93).
32 Ya’juj dan Ma’juj ialah dua bangsa yang membuat kerusakan di muka bumi, sebagai yang telah dilakukan oleh bangsa Tartar dan Mongol. Lihat Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan
Terjemahannya,(QS. Al-Kahfi (18): 94). 33 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah ..., hlm. 121.
PROFETIKA, Jurnal Studi Islam, Vol. 15, No. 2, Desember 2014: 138-159
nama, antara lain Ya’juj, Tatar, Turkuman dan Turki. Demikian sedikit dari banyak
pendapat tentang mereka. 34 Menurut hemat penulis, ayat-ayat tersebut secara gramatikal memiliki su-
sunan yang indah yang dapat dipahami secara hakiki dan dapat pula secara majazi.
Lebih lanjut disebutkan dalam ayat-ayat
tersebut ada suatu kaum/kelompok yang
hampir tidak tahu lagi bagaimana me- nyampaikan berbagai macam keluhannya
karena diteror dan ditindas oleh dua go- longan perusak yang kejam (Ya’juj & Ma’juj) yang disertai dengan bahasa isyarat mengungkapkan keinginannya untuk me-
Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah minta bantuan kepada Dzulqarnain agar
dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadap- dibantu menyelesaikan masalahnya ter-
nya adalah lebih baik, maka tolonglah aku sebut. Secara psikologis dari ayat-ayat ter-
dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar sebut menunjukkan bahwa Allah telah
aku membuatkan dinding antara kamu dan memberikan suatu pelajaran berharga bagi
mereka.Berilah aku potongan-potongan besi”. kita dari kisah ayat-ayat tersebut, bagai-
hingga apabila besi itu telah sama rata dengan mana cara kita menyelesaikan suatu masa-
kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzul- lah jika kita tidak mampu untuk menye-
karnain: “Tiuplah (api itu)”. hingga apabila lesaikannya sendiri.
besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, Lebih lanjut jika ditelaah dari sisi
diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang historis-humanistik, bahwasanya arah teks
mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi ini mengindikasikan bagaimana sikap bijak
panas itu”.Maka mereka tidak bisa mendakinya yang diambil oleh Dzulqarnain dalam
dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya . melerai sengketa dan permusuhan serta