1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis pengaruh dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi - Perbanas Institutional Repository

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

  Kecurangan merupakan masalah yang sering kali ditemui di sekitar kita, baik berskala kecil maupun berskala besar seperti halnya korupsi. Hampir setiap hari media masa selalu menyajikan berita terkait dengan kecurangan seperti korupsi, money loundering (pencucian uang), gratifikasi, penyuapan, dan sebagainya. Semakin hari kecurangan di Indonesia semakin membudaya dan semakin rumit untuk diatasi. Hal tersebut dikarenakan para pelaku kecurangan merupakan orang yang berpendidikan dan telah berpengalaman, sehingga mereka dapat dengan mudah menentukan celah dan jalan keluar apabila terjerat dalam suatu skandal. Berbagai skandal kecurangan tersebut umumnya tidak memandang siapa mereka, apa jabatan yang sedang diembannya, dan apa latar pendidikan mereka. Tak hanya itu, para pelaku kecurangan umumnya berasal dari berbagai golongan profesi, salah satunya adalah akuntan.

  Gallup (2005) dalam Wilopo (2016) melakukan penelitian untuk membuat peringkat bagi standar kejujuran dan etika dari dua puluh satu (21) profesi di USA. Survei ini di lakukan di USA dengan masyarakat USA sendiri sebagai sampel penelitiannya dengan mengajukan berbagai pertanyaan tentang perilaku kedua puluh satu profesi ini. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya enam profesi aja yang memiliki peringkat standar tinggi dan sangat tinggi dalam Keenam profesi tersebut diantaranya; profesi yang menduduki peringkat nomer satu adalah perawat, kemudian selanjutnya adalah apoteker, dokter, guru, polisi, dan rohaniawan.

  Profesi akuntan berada pada peringkat ke-sembilan. Sedangkan peringkat terbawah diduduki oleh profesi salesman dan telemarketer. Gallup (2005) menyatakan bahwa peringkat akuntan semakin menurun dikarenakan skandal keuangan yang terjadi di awal abad 20-an seperti kasus Enron, dan Wolrdcom yang melibatkan Kantor Akuntan Publik Arthur Anderson. Berbagai skandal korupsi yang sering diberitakan di media masa saat ini dilakukan oleh berbagai golongan profesi, tak luput salah satunya adalah akuntan. Keterlibatan akuntan dalam kasus kecurangan atau korupsi menyebabkan integritas akuntan semakin diragukan dan menjadi sorotan publik. Selain itu, bukti lain menunjukkan bahwa berdasarkan laporan Mahkamah Agung atas keputusan tindak pidana korupsi dari 2003 hingga 2012, ternyata lebih dari 70% pelaku korupsi berasal dari jenjang pendidikan Sarjana (Wilopo 2016 : 37).

  Pendidikan berperan penting dalam pembentukan karekter bangsa dan pengedukasian terhadap pencegahan korupsi. Pendidikan yang baik adalah yang mampu memberikan edukasi terhadap para siswanya. Namun sayangnya, dunia pendidikan di Indonesia telah lama diwarnai dengan ketidakjujuran yang dilakukan oleh para siswanya, tak luput di Perguruan Tinggi yang biasa dikenal dengan kecurangan akademik. Tren ketidakjujuran ini menimbulkan berbagai ancaman dalam dunia bisnis, sehingga para akademisi ditantang untuk menghindari ketidakjujuran ini dan diharapkan mampu menghargai etika pendidikan dan pengembangan moral pendidikan sarjana (Deliana, dkk, 2017).

  Fenomena kecurangan akademik yang terjadi di Perguruan Tinggi salah satunya di STIE Perbanas Surabaya khususnya pada mahasiswa Akuntansi beragam, mulai dari kecurangan saat ujian seperti mencontek dan membuka jawaban saat ujian melalui handphone, hingga pelanggaran berat seperti menititipkan tanda tangan sebagai bukti hadir perkuliahan, memalsukan surat ijin sakit, memalsukan tanda tangan orang tua bahkan dosen. Hal tersebut terbukti dengan adanya pemberitahuan pempublikasian wajah, identitas pelaku, maupun pernyataan tertulis pelaku kecurangan di papan mading kampus. Konsekuensi yang harus mereka terima juga dapat dikatakan sepadan yakni digugurkannya mata kuliah yang terbukti telah dicurangi, bahkan skorsing. Namun, nyatanya sanksi tersebut tidak memberikan efek takut pada mahasiswa lainnya, justru mereka masih berani untuk berbuat curang demi mendapatkan yang mereka inginkan.

  Pengawasan di setiap sudut ruangan, termasuk ruang kelas pun terbilang ketat. Pihak STIE Perbanas Surabaya telah memasang kamera CCTV untuk mengawasi proses perkuliahan di dalamnya. Namun, sebagian besar tindak kecurangan ditemukan bukan dari kamera CCTV, namun oleh pengawas ujian atau dosen yang mengawasi jalannya ujian. Padahal, pendidikan di STIE Perbanas Surabaya telah banyak membekali para mahasiswanya dengan penerapan dan pengasahan softskill maupun hardskill. Softskill telah banyak diterapkan dalam kegiatan kegiatan Super Softskill Mentoring (SSM) yang diadakan di Semester Genap tiap tahunnya. Harapannya, dengan diadakannya kegiatan tersebut akan timbul kesadaran diri, sikap proaktif , mental yang sehat, dan kejujuran dari mahasiswa. Namun sepertinya tidak semua mahasiswa menerapkan softskillnya dalam kegiatan perkuliahan sehari-hari. Alhasil, masih saja ada mahasiswa yang terbukti melakukan kecurangan.

  Kecurangan akademik khususnya pada saat Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS) di STIE Perbanas Surabaya selalu terjadi di setiap semester, hal ini dibuktikan dengan data rekap mahasiswa yang melakukan ketidakjujuran berupa mencontek, membuka catatan, dan lain-lain mulai dari periode Gasal 2013/2014 hingga Genap 2017/2018 sebagai berikut:

Tabel 1.1 Data Mahasiswa Yang Melakukan Kecurangan Akademik

TAHUN SEMESTER JUMLAH PER SEMESTER PER TAHUN

  2

  15 UAS

  65

  1 JUMLAH KESELURUHAN

  1 UAS

  10 GASAL 2017/2018 UTS

  11 UAS

  10

  2 2017 GENAP 2017/2018 UTS

  5 UAS

  3

  4 GASAL 2016/2017 UTS

  11 UAS

  6

  2

  13 2016 GENAP 2016/2017 UTS

  2

  9 UAS

  15 UAS

  2 GASAL 2013/2014 UTS

  3

  7 UAS

  4 2014 GENAP 2014/2015 UTS

  2

  5

  3 GASAL 2014/2015 UTS

  3 GASAL 2015/2016 UTS

  2

  10 UAS

  8 2015 GENAP 2015/2016 UTS

  1

  4

  2013 GENAP 2013/2014 UTS

  19 UAS

  

Kecurangan Akademik

GENAP GASAL

  15

  10

  10

  7

  6

  5

  5

  4

  2 1

2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 1.1 Grafik Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIE

  

Perbanas Surabaya per Semester

Kecurangan Akademik

UTS UAS

  13

  10

  8

  4

  4

  3

  3

  3

  3

  2

  2

  2

  2

  2

  2

  1

  1 GENAP GASAL GENAP GASAL GENAP GASAL GENAP GASAL GENAP GASAL

13/14 13/14 14/15 14/15 15/16 15/16 16/17 16/17 17/18 17/18

Gambar 1.2 Kecurangan Akademik Mahasiswa Akuntansi STIE Perbanas Surabaya per UTS/UASTabel 1.1 maupun Gambar 1.2 menyajikan data bahwa kecurangan akademik cenderung lebih tinggi disaat UAS dari pada UTS. Hal ini terbukti dari lebih

  besarnya angka kecurangan saat UAS dari pada UTS di setiap semesternya. Kecurangan tertinggi terjadi pada UAS semester Gasal 2015/2016 sebanyak 13 sebanyak 8 mahasiswa, sedangkan kecurangan terendah terjadi pada UTS semester Genap 2013/2014 dan 2017/2018, serta Gasal 2017/2016, dimana tidak terdapat mahasiswa yang tercatat telah mencontek. Jika ditelusuri lebih lanjut, umumnya mahasiswa cenderung merasa mata kuliah di periode UAS (Setelah UTS hingga menjelang UAS) lebih sulit jika dibandingkan dengan periode UTS (setelah awal masuk hingga menjelang minggu UTS). Hal ini dikarenakan pada silabus perkuliahan memberikan perkenalan materi di awal minggu dan semakin bertambah tingkat kesulitan dan kompleksitasnya di minggu-minggu berikutnya. Jika ditinjau secara keseluruhan semester, kecurangan akademik tertinggi berada pada periode 2015/2016 yang berjumlah 19 mahasiswa. Lalu, jika dilihat tren kecurangan ini cenderung masih berfluktuatif setiap periodenya.

  Ketidakjujuran dalam dunia pendidikan yang selanjutnya disebut dengan kecurangan akademik (academic fraud maupun academic dishonesty) dapat diartikan sebagai tindakan curang yang dilakukan oleh mahasiswa yang meliputi mencontek dalam bentuk kertas kecil atau melalui ponsel, copy paste dari internet, bekerjasama dengan teman saat ujian, dan masih banyak lagi (Santoso dan Yanti, 2015). Academic fraud dapat didefinisikan sebagai suatu cara dan tindakan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk mencapai suatu tujuan (hasil yang baik) yang berasal dari perilaku tidak jujur. Kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa menurut Fitriana dan Baridwan (2012) adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu secara tidak jujur. Kecurangan akademik yang dilakukan pelajar maupun mahasiswa dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dalam penyelesaian tugas dan ujian, melakukan copy paste terhadap tugas rekannya dan sebagainya. Ketidakjujuran akademik yang dilakukan mahasiswa disebabkan diantaranya adanya tekanan, peluang dan pembenaran perilaku yang diteliti oleh Apriani, dkk (2017), Artani dan Wetra (2017), Deliana dkk (2017), Nursani dan Irianto (2016), Fitriana dan Baridwan (2012), dan Becker, et al., (2006) Selain itu, ada beberapa faktor lainnya seperti self-efficacy yang diteliti oleh Artani dan Wetra (2017), Purnamasari (2013), Pudjiastuti (2012), Kushartanti (2009), dan Bolin (2004), dan juga religiusitas oleh Herlyana, dkk (2017), Pamungkas (2014), dan Purnamasari (2013).

  Pertama, tekanan. Tekanan adalah situasi yang menghimpit seseorang yang mengakibatkan mereka seketika memiliki kebutuhan yang sangat mendesak yang terkadang tidak dapat diceritakan kepada orang lain. (Tuanakotta, 2010 : 207). Tekanan yang dirasakan mahasiswa pun bermacam-macam, diantaranya; mereka ingin mendapatkan IPK baik pada masa studinya, tekanan dari dirinya, lingkungan dan orang tua. Semakin banyak tekanan yang dirasakan oleh mahasiswa, semakin besar pula niat untuk melakukan kecurangan akademik (Fitriana & Baridwan, 2012). Tekanan menyebabkan mereka dituntut untuk memenuhi target dalam diri mereka. Tak hanya berasal dari internal, faktor tekanan eksternal juga dirasa akan memberatkan mahasiswa. Tak hanya berujung pada tindak kecurangan terhadap pendidikannya, apabila mahasiswa merasa dirinya terlalu tertekan, maka tidak menutup kemungkinan dia akan berbuat kriminal. Penelitian yang dilakukan oleh Apriani, dkk (2017) memberikan hasil bahwa tekanan berpengaruh terhadap oleh, Zamzam, dkk (2017), dan Deliana, dkk (2017) dan Fitriana dan Baridwan (2012). Namun, penelitian oleh Artani dan Wetra (2017) dan Nursani (2016), memberikan hasil yang sedikit berbeda, bahwa tekanan yang dirasakan oleh mahasiswa tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan.

  Kedua, peluang. Peluang didefinisikan sebagai elemen kedua dalam Fraud

  

Triangle , dikarenakan tekanan saja tidak akan membuat seseorang melakukan

  ketidakjujuran, namun jika seseorang melihat peluang dan terhimpit tekanan, maka ia akan semakin termotivasi untuk bertindak curang (Tuanakotta, 2010 : 211). Peluang untuk melakukan tindak kecurangan yang biasanya dilihat oleh mahasiswa STIE Perbanas Surabaya adalah mereka sering kali menganalisis situasi ruang kelas ketika mereka sedang melakukan ujian. Mereka sering kali memperhatikan baik dosen ataupun pengawas ujian. Ketika pengawas ujian terlihat lengah, mahasiswa akan seketika memikirkan cara untuk membuka jawaban yang dibawanya dan berusaha berhati-hati agar tidak terlihat. Tak hanya peluang terkait pengawas, peluang yang menguntungkan mahasiswa adalah posisi duduk yang “tepat”. Tepat memiliki maksud yakni mereka terhalangi oleh rekan yang lain sehingga mereka tidak terlihat oleh pengawas. Dari kesempatan inilah mereka akan senantiasa bebas untuk membuka jawaban yang telah mereka persiapkan. Keterkaitan antara peluang dengan tindak terjadinya kecurangan telah banyak diteliti. Diantaranya diteliti oleh Deliana, dkk (2017), Nursani dan Irianto (2016), Fitriana dan Baridwan (2012), dan Bolin (2004) yang memberikan hasil bahwa peluang berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik. dan Wetra (2017) menujukkan bahwa peluang yang dirasakan oleh mahasiswa tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik.

  Ketiga, pembenaran. Pembenaran biasanya terjadi sebelum seseorang melakukan kecurangan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran merupakan bagian yang harus ada dalam kejahatan itu sendiri, bukan sebuah motivasi untuk melakukan kejahatan. Pembenaran diperlukan agar pelaku dapat mencerna perilakunya yang berlawanan dengan hukum untuk tetap mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya (Tuanakotta, 2010 : 212). Pembenaran yang mendasari mahasiswa untuk melakukan tindak kecurangan adalah karena mereka memiliki alasan yang sebenarnya dikatakan baik, seperti agar dapat lulus dalam mata kuliah tertentu, agar IPK tinggi, dan sebagainya, namun tindakan yang mereka lakukan salah. Pembenaran bertentangan antara niat dengan perilaku.

  Pembenaran hanya berada di sudut pandang individu tersebut tapi dapat dilihat orang lain sebagai tindakan yang salah. Penelitian untuk membuktikan keterkaitan antara pembenaran dengan tindak kecurangan akademik pernah dilakukan oleh Apriyani, dkk (2017), Nursani (2016), dan Fitriana dan Baridwan (2012) secara bersama-sama memberikan hasil bahwa pembenaran berpengaruh terhadap kecurangan akademik. Namun, berbeda dengan peneliti oleh Deliana, dkk (2017) Artani dan Wetra (2017), dan Zamzam, dkk (2017) yang menemukan bahwa pembenaran tidak berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik.

  Self-efficacy banyak didefinisikan sama dengan kepercayaan diri seseorang.

  Efikasi diri merupakan keyakinan pada kemampuan seseorang untuk mengatur keinginannya (Ghufron dan Risnawita 2011 : 73). Dalam diri mahasiswa pastinya memiliki pengukuran tersendiri terhadap kemampuannya dalam menanggapi berbagai macam situasi dam masalah. Ketika efikasi diri seseorang meningkat, maka ia akan merasakan bahwa ia akan sangat mampu untuk menyelesaikan masalah dengan segenap kemampuannya, begitu juga sebaliknya. Mahasiswa yang melakukan kecurangan akademik dapat dikategorikan sebagai mereka yang memiliki efikasi diri rendah. Hal itu dikarenakan mereka tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup terhadap kemampuan yang mereka miliki. Padahal ketika menghadapi ujian seperti kuis, UTS, UAS, mahasiswa tidak akan belajar terlalu banyak. Hal ini dikarenakan sistem ujian di STIE Perbanas Surabaya yang memiliki cut-off di setiap tiga kali pertemuan. Seharusnya, tiga sub-bab yang mereka pelajari selama tiga minggu tersebut telah dipahami, bukan justru bertindak curang. Penelitian terkait efikasi diri dengan terjadinya kecurangan pernah diteliti oleh Purnamasari (2013), Pudjiastuti (2012) dan Kushartanti (2009) menunjukkan bahwa Self-Efficacy berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik. Sedangkan penelitian oleh Artani dan Wetra (2017), Bolin (2004) menjelaskan bahwa Self-Efficacy tidak berpengaruh terhadap kecurangan akademik.

  Hal berikutnya adalah religiusitas. Religi menurut Glock and Stark dalam Ghufron dan Risnawita (2011 : 167) adalah tingkat keterkaitan individu dengan agamanya yang dimana telah dihayati dan sehingga berpengaruh kepada segala aspek kehidupannya. Hal ini didasari oleh kepercayaan dan pengalaman spiritual akademik pernah dilakukan oleh Herlyana, dkk (2017) dan Purnamasari (2013) yang memberikan hasil bahwa religiusitas berpengaruh terhadap kecurangan akademik.

  Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa STIE Perbanas Surabaya jurusan Akuntansi dikarenakan STIE Perbanas Surabaya merupakan salah satu Perguruan Tinggi unggulan yang menghasilkan lulusan yang mampu terjun di bidang bisnis dan perbankan yang berwawasan global sehingga diharapkan para mahasiswanya mampu meningkatkan dan menjunjung visi misi STIE Perbanas Surabaya sebagai mahasiswa yang berkompeten dan memiliki daya saing. Dikarenakan menurut Becker et al., (2006), mahasiswa yang menempuh pendidikan berbasis bisnis lebih banyak melakukan kecurangan (seperti mencontek, dan sebagainya) dikarenakan mereka memiliki mental yang lemah. Hal ini tentunya tidak diiginkan oleh Perguruan Tinggi manapun terkait dengan mental atau kualitas mahasiswa mereka yang rendah. Selain itu, diharapkan juga para mahasiswa Akuntansi Perbanas yang nantinya akan menjadi seorang profesional, mampu menjunjung kode etik dan keprofesionalannya.

  Berdasarkan paparan fenomena di atas dan terdapatnya research gap pada penelitian terdahulu menjadikan peneliti tertarik untuk menyusun penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh Dimensi Fraud Triangle, Self-Efficacy, dan

  

Religiusitas Terhadap Terjadinya Kecurangan Akademik Mahasiswa

Jurusan Akuntansi”.

  1.2 Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka munculah beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1.

  Bagaimana pengaruh tekanan (pressure) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

  2. Bagaimana pengaruh peluang (opportunity) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

  3. Bagaimana pengaruh pembenaran (rationalization) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

  4. Bagaimana pengaruh self-efficacy terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

  5. Bagaimana pengaruh religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi?

  1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

  1. Untuk menganalisis pengaruh tekanan (pressure) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  2. Untuk menganalisis pengaruh peluang (opportunity) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  3. Untuk menganalisis pengaruh pembenaran (rationalization) terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  4. Untuk menganalisis pengaruh self-efficacy terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  5. Untuk menganalisis pengaruh religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

1.4 Manfaat Penelitian a.

  Bagi Mahasiswa Penelitian ini selain dapat digunakan untuk menambah ilmu pengetahuan baru, juga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran diri mahasiswa untuk dapat berpasrtisipasi aktif dalam meningkatkan kejujuran dan ketikutsertaan secara positif dalam peraturan lingkungan Perguruan Tingginya.

  b.

  Bagi Akademisi Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi terkait dengan faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan keinginan untuk berbuat curang, sehingga lembaga pendidikan dapat dengan mudah mencari langkah antisipasi atau langkah memperbaiki agar dapat menghalangi adanya celah untuk melakukan kecurangan.

  c.

  Bagi Pemerintah Tidak hanya ditujukan kepada tiga pihak di atas, pemerintahpun dapat memberi masukan kepada pemerintah mengenai bagaimana tata kelola yang baik, serta untuk membuat peraturan mengenai penerapan Standard

  Operating Procedure (SOP) yang harus dimiliki oleh seluruh instansi pendidikan di Indonesia.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

  Untuk memberikan penjelasan mengenai objek dan pembahasan yang lebih rinci, maka dibuatlah sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN Pendahuluan ini terdiri atas beberapa subbab, diantaranya uraian Latar Belakang masalah, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini menjelaskan tentang Penelitian Terdahulu, Landasan Teori yang digunakan untuk meneliti, Kerangka Pemikiran dan Hipotesis. Dalam Kerangka Pemikiran diharapkan mampu menjelaskan hubugan keterkaitan antar variabel yang diteliti. BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menguraikan tentang prosedur dan tata cara untuk

  megetahui sesuatu dalam penelitian ini dengan mengungkapkan langkah-langkah yang sistematis. Isi dari bab ini meliputi Rancangan Penelitian, Batasan Penelitian, Identifiksi Variabel, dan Teknik Pengambilan Sampel, Data dan Metode Pengumpulan Data, Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian, dan Teknik Analisis Data.

  

BAB IV GAMBARAN SUBJEK PENELITIAN DAN ANALISIS

DATA Bab ini menjelaskan tentang gambaran subjek penelitian, analisis data dan pembahasan hasil penelitian. BAB V PENUTUP Bab ini berisikan tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya.

Dokumen yang terkait

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh good corporate governance terhadap Nilai perusahaan food and beverages - Perbanas Institutional Repository

0 0 8

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh risk perception, representativeness dan Familiarity terhadap pengambilan keputusan Investasi saham di surabaya - Perbanas Institutional Repository

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis pergerakan bursa internasional dan pengaruhnya terhadap pergerakan bei - Perbanas Institutional Repository

0 0 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh pemahaman akuntansi dan perpajakan serta demografi terhadap kepatuhan wajib pajak usahawan - Perbanas Institutional Repository

0 1 9

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh kontrol diri dan literasi keuangan terhadap perilaku pengelolaan utang - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh status ekonomi orang tua, ipk dan pembelajaran di perguruan tinggi terhadap literasi keuangan mahasiswa - Perbanas Institutional Repository

0 1 8

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Pengaruh locus of control, orientasi etika, dan gender terhadap sensitivitas etis mahasiswa - Perbanas Institutional Repository

0 0 9

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Analisis pengaruh struktur kepemilikan, komposisi dewan dan corporate social responsibility terhadap nilai perusahaan perbankan di asia tenggara - Perbanas Institutional Repository

0 0 10

Analisis pengaruh dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi - Perbanas Institutional Repository

0 1 22

Analisis pengaruh dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi - Perbanas Institutional Repository

0 1 20