Analisis pengaruh dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi - Perbanas Institutional Repository

ANALISIS PENGARUH DIMENSI FRAUD TRIANGLE, SELF-EFFICACY, DAN RELIGIUSITAS TERHADAP TERJADINYA KECURANGAN AKADEMIK MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI ARTIKEL ILMIAH

  Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Sarjana

  Program Studi Akuntansi Oleh :

  IRENE NIA MELATI 2014310314 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI PERBANAS S U R A B A Y A 2018

  

ANALISIS PENGARUH DIMENSI FRAUD TRIANGLE, SELF-EFFICACY, DAN

RELIGIUSITAS TERHADAP TERJADINYA KECURANGAN AKADEMIK

MAHASISWA JURUSAN AKUNTANSI

Irene Nia Melati

  STIE Perbanas Surabaya Email: ireneniamelati20@gmail.com

  

ABSTRACT

Academic dishonesty is a bad habit which commonly did by the student, moreover the college

students. This bad habits are including cheating, open the answer key while the test is still

running, or had a teamwork on an individual home work. This academic dishonesty occured

because of some factors that influenced it. This research’s aim is to analyse the factors that

may influenced the academic dishonesty such as: fraud triangle dimension (pressure,

opportunity, and rationalization), self-efficacy, and religiousity. Respondents of this research

are the Accounting college students in STIE Perbanas Surabaya. Respondents are collected

by using Convenience Sampling method. This research is a quantitative research which using

a multiple regression method. This research shows that pressure and rationalization are

influence the academic dishonesty, while the pressure, self-efficacy, and religousity are not.

  

Keyword: Academic dishonesty, Fraud Triangle Dimension, Self-Efficacy, and Religiousity.

  PENDAHULUAN

  Kecurangan merupakan masalah yang sering kali ditemui di sekitar kita, baik berskala kecil maupun berskala besar seperti halnya korupsi. Hampir setiap hari media masa selalu menyajikan berita terkait dengan kecurangan seperti korupsi,

  money loundering (pencucian uang), gratifikasi, penyuapan, dan sebagainya.

  Semakin hari kecurangan di Indonesia semakin membudaya dan semakin rumit untuk diatasi. Hal tersebut dikarenakan para pelaku kecurangan merupakan orang yang berpendidikan dan telah berpengalaman, selain itu penelitian membuktikan bahwa lebih dari 70% pelaku korupsi berasal dari jenjang pendidikan Sarjana (Wilopo 2016 : 37).

  Pendidikan berperan penting dalam pembentukan karekter bangsa dan pengedukasian terhadap pencegahan korupsi. Pendidikan yang baik adalah yang mampu memberikan edukasi terhadap para siswanya. Namun sayangnya, dunia pendidikan di Indonesia telah lama diwarnai dengan ketidakjujuran yang dilakukan oleh para siswanya, tak luput di Perguruan Tinggi yang biasa dikenal dengan kecurangan akademik. Tren ketidakjujuran ini menimbulkan berbagai ancaman dalam dunia bisnis, sehingga para akademisi ditantang untuk menghindari ketidakjujuran ini dan diharapkan mampu menghargai etika pendidikan dan pengembangan moral pendidikan sarjana (Deliana, dkk, 2017).

  Fenomena kecurangan akademik yang terjadi di Perguruan Tinggi salah satunya di STIE Perbanas Surabaya khususnya pada mahasiswa Akuntansi beragam, mulai dari kecurangan saat ujian seperti mencontek dan membuka jawaban saat ujian melalui handphone , hingga pelanggaran berat seperti menititipkan tanda tangan sebagai bukti hadir perkuliahan, memalsukan surat ijin sakit, memalsukan tanda tangan orang tua bahkan dosen. Hal tersebut terbukti dengan adanya pemberitahuan pempublikasian wajah, identitas pelaku, maupun papan mading kampus. Konsekuensi yang harus mereka terima sebenarnya dapat dikatakan sepadan yakni digugurkannya mata kuliah yang terbukti telah dicurangi, bahkan skorsing. Namun, nyatanya sanksi tersebut tidak memberikan efek takut pada mahasiswa lainnya, justru mereka masih berani untuk berbuat curang demi mendapatkan yang mereka inginkan.

  Kecurangan akademik khususnya pada saat Ujian Tengah Semester (UTS) maupun Ujian Akhir Semester (UAS) di setiap semester, hal ini dibuktikan dengan data rekap mahasiswa yang melakukan ketidakjujuran berupa mencontek, membuka catatan, dan lain-lain mulai dari periode Gasal 2013/2014 hingga Genap 2017/2018 yang representasikan pada Gambar 1 dan Gambar 2.

GENAP GASAL

  

Gambar 1

Grafik Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi STIE Perbanas

Surabaya per Semester

  2

  5

  4

  6

  10

  7

  10

  15

  5

  1

2013 2014 2015 2016 2017

Kecurangan Akademik

  

Kecurangan Akademik

UTS UAS

  2

  2

  Gambar 2 Kecurangan Akademik Mahasiswa Akuntansi STIE Perbanas Surabaya per UTS/UAS

  3

  GENAP 17/18 GASAL 17/18

  GENAP 16/17 GASAL 16/17

  GENAP 15/16 GASAL 15/16

  GENAP 14/15 GASAL 14/15

  1 GENAP 13/14 GASAL 13/14

  10

  4

  1

  13

  3

  8

  3

  4

  2

  3

  2

  2

  2 Gambar 1 menunjukkan bahwa kecurangan akademik mahasiswa jurusan Akuntansi sering terjadi di periode Genap. Total kecurangan selama periode Gasal sebanyak 38 mahasiswa selama kurun terjadi pada periode Gasal 2015/2016 yakni 15 mahasiswa. Selain itu, Gambar 1.2 berikut akan menyajikan penjabaran kecurangan akademik jika ditinjau dari sesi UTS maupun UAS.

  Gambar 2 menyajikan data bahwa kecurangan akademik cenderung lebih tinggi disaat UAS dari pada UTS. Hal ini terbukti dari lebih besarnya angka kecurangan saat UAS dari pada UTS di setiap semesternya. Kecurangan tertinggi terjadi pada UAS semester Gasal 2015/2016 sebanyak 13 mahasiswa, Genap 2017/2018 sebanyak 10 mahasiswa, dan Gasal 2014/2015 sebanyak 8 mahasiswa, sedangkan kecurangan terendah terjadi pada UTS semester Genap 2013/2014 dan 2017/2018, serta Gasal 2017/2016.

  Ketidakjujuran dalam dunia pendidikan yang selanjutnya disebut dengan kecurangan akademik (academic

  fraud maupun academic dishonesty) dapat

  diartikan sebagai tindakan curang yang dilakukan oleh mahasiswa yang meliputi mencontek dalam bentuk kertas kecil atau melalui ponsel, copy paste dari internet, bekerjasama dengan teman saat ujian, dan masih banyak lagi (Santoso dan Yanti, 2015). Academic fraud dapat didefinisikan sebagai suatu cara dan tindakan yang dilakukan dengan unsur kesengajaan untuk mencapai suatu tujuan (hasil yang baik) yang berasal dari perilaku tidak jujur. Kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa menurut Fitriana dan Baridwan (2012) adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu secara tidak jujur.

  Kecurangan akademik yang dilakukan pelajar maupun mahasiswa dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan sengaja, seperti halnya pelanggaran terhadap peraturan, ketidakadilan dalam penyelesaian tugas dan ujian, melakukan

  copy paste terhadap tugas rekannya dan

  sebagainya. Ketidakjujuran akademik yang dilakukan mahasiswa disebabkan diantaranya adanya tekanan, peluang dan pembenaran perilaku yang diteliti oleh Apriani, dkk (2017), Artani dan Wetra Irianto (2016), Fitriana dan Baridwan (2012), dan Becker, et al., (2006) Selain itu, ada beberapa faktor lainnya seperti

  self-efficacy yang diteliti oleh Artani dan

  Wetra (2017), Purnamasari (2013), Pudjiastuti (2012), Kushartanti (2009), dan Bolin (2004) Selain itu, religiusitas oleh Herlyana, dkk (2017), Pamungkas (2014), dan Purnamasari (2013).

  Tujuan Penelitian

  Berdasarkan hasil dari fenomena dan perumusan masalah di atas, maka tujuan pentlitian ini adalah untuk mengembangkan penelitian yang sebelumnya dan untuk menguji serta menganalisis pengaruh dimensi segitiga kecurangan (Fraud Triangle Dimension), self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa Akuntansi.

  RERANGKA TEORITIS YANG DIPAKAI DAN HIPOTESIS Kecurangan Akademik

  Kecurangan akademik merupakan perilaku tidak jujur yang dilakukan oleh peserta didik, baik pelajar maupun mahasiswa guna mendapatkan hasil yang mereka inginkan (Artani dan Wetra, 2017). Hal ini ini juga dijelaskan oleh Albrecht et

  al., (2009) bahwa kecurangan bisa saja

  terjadi karena adanya tiga hal, yaitu: tekanan (pressure), peluang (opportunity), dan pembenaran (rationalization), atau disebut dengan fraud triangle. Hal tersebut tentunya bisa diterapkan tidak hanya dalam skema kecurangan akuntansi, namun kecurangan akademik. Selanjutmya Purnamasari (2013) mendefinisikan perilaku curang sebagai perbuatan yang dilakukan oleh siswa atau mahasiswa untuk menipu, mengaburkan atau mengecoh pengajar hingga pengajar berpikir bahwa pekerjaan atau tugas yang dikumpulkan adalah tugas hasil pekerjaan mahasiswa tersebut.

  Kecurangan akademik menurut (Purnamasari, 2013). McCabe & Trevino seperti: mencontek pekerjaan teman bagaimanapun caranya, membuka buku catatan tanpa sepengetahuan pengawas ujian, tugas dikerjakan oleh rekan lain, menyalin jawaban rekan lain saat ujian berlangsung, dan sebagainya.

  Tekanan

  Tekanan merupakan kondisi dimana pelaku kejahatan seketika berada kondisi terdesak sehingga mau tidak mau mereka terpaksa melakukannya guna menutupi kebutuhannya (Tuanakotta, 2010 : 208). Tekanan dapat dikatakan sebagai dorongan atau motivasi dalam diri seseorang (faktor internal) maupun dari lingkungan sekitar (eksternal) yang menyebabkan seseorang tersebut harus melakukan suatu tindakan (Apriani,dkk, 2017). Seseorang yang memilik tekanan akan cendrung untuk melakukan tindakan curang, begitu juga sebaliknya. Hal tersebut sengaja dilakukan untuk dapat merealisasikan sesuatu yang diinginkannya.

  Tekanan dalam kaitannya dengan kecurangan akademik yang dirasakan oleh mahasiswa beragam, diataranya tekanan dari orang tua, teman sebaya, perguruan tinggi tempat ia menuntut ilmu, atau tuntutan perusahaan yang memberikan standar IPK tinggi untuk bisa menjadi karyawan (Murdiansyah, dkk, 2017). Selain itu, dengan melakukan ketidakjujuran akademik, mahasiswa berharap akan dilihat sebagai orang yang sukses, patut dipercaya dan dapat mempengaruhi rekan lainnya (Artani dan Wetra, 2017). Jika mahasiswa merasakan banyak tekanan dalam dirinya, maka akan muncul kemungkinan bahwa ia akan melakukan suatu tindakan curang (Becker

  et al ., 2006).

  Tekanan menurut Becker et al., (2006) diantaranya: tugas dan ujian sulit dikerjakan oleh mahasiswa, adanya standar kelulusan yang ditetapkan, dan ketidakcakapan untuk memanajemen waktu.

  Peluang didefinisisikan sebagai suatu situasi yang mendasari seseorang untuk berbuat curang. Peluang atau kesempatan umumnya ada sebelum terjadinya kecurangan. Hal tersebut didapat pelaku dari mengamati situasi yang ada di sekitarnya (Tuanakotta, 2010 : 211).

  Peluang merupakan elemen kedua dalam fraud triangle. Seseorang bisa saja merahasiakan segala tekanan kepada siapa saja atas apa yang mereka rasakan, namun apabila para pelaku kecurangan mempunyai presepsi bahwa mereka memiliki peluang untuk melakukan kecurangan, maka mereka akan segera melakukan kecurangan tersebut tanpa diketahui orang lain (Tuanakotta, 2010 : 211). Contoh sederhana dari peluang adalah mahasiswa dapat menentukan waktu yang tepat untuk membuka kunci jawaban yang mereka miliki dengan cara memperhatikan lingkungan sekitar terutama dosen atau pengawas ujian. ketika pengawas ujian lengah atua tidak memperhatikan situasi ruang kelas, maka pada saat itulah mahasiswa yang curang tersebut akan bertindak.

  Pembenaran

  Pembenaran biasanya dilakukan sebelum melakukan kejahatan, bukan sesudahnya. Mencari pembenaran merupakan bagian yang harus ada dalam kejahatan itu sendiri, bukan bagian dari motivasi untuk melakukan kejahatan (Tuanakotta, 2010 : 212). (Nursani dan Irianto, 2016). Pembenaran umumnya berupa alasan, seperti: “tidak ada orang lain y ang dirugikan atas tindakan ini”, “hal ini saya lakukan untuk tujuan baik”, atau “ada yang menderita karena hal ini, yaitu integritas dan reputasi saya” (Wilopo, 2016 : 283-284). Setelah kejahatan dilakukan,

  rationalization ini ditinggalkan dan tidak

  diperlukan lagi. Pada awalnya pelaku merasa bersalah karena telah melawan aturan yang ada, namun ketika mengulangi atau seterusnya, mereka akan merasa mudah dan akhirnya menjadi biasa (Tuanakotta, 2010 : 212). Pembenran menurut Apriani, et al., (2017) diantaranya seperti: (1) mencontek adalah hal yang wajar, (2) mencontek untuk mendapatkan nilai tinggi, (3) mencontek menaikkan harga diri, (4) mencontek adalah cara

  instant untuk mendapatkan nilai yang diinginkan.

  Self-Effiacy Self-efficacy merupakan sebuah

  ekspektasi dalam diri manusia yang menentukan seberapa banyak usaha dan seberapa lama seseorang akan berusaha bertahan dalam menghadapi permasalahan dan pengalaman yang tidak menyenangkan (Bandura, 1997) dalam Pudjiastuti (2012). Menurut Bandura (1997) dalam Ghufron dan Risnawita (2011 : 75) menyatakan bahwa efikasi diri merupakan hasil dari suatu proses kognitif berupa keputusan, keyakinan, atau pengharapan tentang sejauh mana individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas, atau sebuah tindakan tertentu yang dibutuhkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Dalam kehidupan sehari-hari, efikasi diri memimpin kita untuk menentukan cita-cita yang menantang dan tetap bertahan dalam menghadapi kesulitan. Bandura (1997) dalam Ghufron dan Risnawita (2011 : 78) menjelaskan bahwa efikasi diri seseorang bersumber dari empat hal, diantaranya: pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, persuasi verbal, dan kondisi fisiologi.

  Religiusitas

  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, religi merupakan sebuah kepercayaan kepada Tuhan, kepercyaan kepada pencipta alam semesta. Sedangkan religiusitas diartikan sebagai tingkat religi yang dimiliki manusia atau secara sederhana adalah tingkat kepercayaan manusia terhadap Tuhannya.

  Religiusitas diwujudkan dengan tidak ritual (beribadah saja), tetapi juga saat melakukan perbuatan baik yang didorong oleh kekuatan lahir maupun batin. Religiusitas menuntun seseorang untuk dapat terhindar dari perbuatan yang tidak benar. Hampir semua agama mengajarkan kebaikan dalam berperilaku. Religiusitas berpengaruh negatif terhadap kecurangan akademik (Purnamasari, 2013), hal tersbut memiliki makna bahwa seseorang yang memiliki religiusitas tinggi akan merasa takut akan Tuhannya dimana ia akan percaya adanya Karma atau balasan atas setiap perbuatan di dunia ini. Indikator pengukuran religiusitas seseorang menurut Glock dan Stark dalam Ghufron dan Risnawita (2011 : 170) dapat dilihat dari dimensi berikut: dimensi iman, dimensi ibadah, dimensi ihsan dan penghayatan, dimensi pengetahuan agama, dan dimensi pengamalan dan konsekuensi.

  Pengaruh Tekanan (Pressure) Terhadap Terjadinya Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi

  Tekanan-tekanan terbesar yang dialami oleh siswa antara lain keseharusan atau pemaksaan untuk lulus, kompetensi yang dimiliki siswa untuk mendaptkan nilai tinggi, beban tugas yang begitu banyak dan waktu belajar yang tidak cukup. Terlalu banyak tekanan yang dirasakan oleh mahasiwa, maka ia akan merasa terbebani dalam melakukan segala hal. Masalah ini sering terjadi pada mahasiwa yang merasa belum menemukan kecocokan atas sesuatu yang ia senangi dengan yang ia tekuni. Jika tekanan yang ada di dalam diri mahasiswa semakin banyak, bisa dipastikan ia akan mengalami

  stress

  atau depresi karena tidak terpenuhinya target-target yang telah ia tetapkan. Bisa saja karena ingin memenuhi target yang telah ia buat, seorang mahasiswa terkadang melegalkan segala cara agar sedikit demi sedikit tekanan tersebut hilang. Sehingga, semakin tinggi tekanan yang dirasakan oleh mahasiswa, maka mahasiswa tersebut akan cenderung Hipotesis 1 : Tekanan berpengaruh terhadap kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  Pengaruh Peluang (Opportunity) Terhadap Terjadinya Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi

  Peluang bisa saja terjadi karena adanya celah yang dimanfaatkan secara tidak benar atau dapat dikarenakan lemahnya pengawaasan. Peluang terjadinya kecurangan akademik di kalangan mahasiswa antara lain mencontek, membuka kertas jawaban saat ujian (ngrepek), membuka handphone di dalam ruang ujian, mencari jawaban dari rekan yang berada di luar kelas, dan sebagainya.

  Penelitian yang dilakukan oleh Deliana, dkk (2017), Nursani dan Irianto (2016), Fitriana dan Baridwan (2012) dan Becker et al.,(2006) menujukkan bahwa variabel peluang (opportunity) berpengaruh terhadap terjadinya kecurangan akademik. Sebagai contoh, penelitian yang dilakukan oleh Nursani dan Irianto (2016) menemukan bahwa peluang yang dilihat oleh mahasiswa berasal dari sumber lain salah satunya teknologi internet, kondisi kelas, dan koneksi dengan kakak tingkat. Hal ini menjelaskan bahwa peluang dapat terjadi saat dosen meninggalkan ruang ujian, lemahnya pengawasasn saat ujian, mahasiswa berada pada lingkungan yang sering melakukan kecurangan, atau posisi mahasiswa strategis untuk melakukan kecurangan, maka hal-hal tersebut akan semakin mendorong mahasiswa untuk berbuat curang saat ujian.

  Hipotesis 2 : Peluang berpengaruh terhadap kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  Terhadap Terjadinya Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi

  Pembenaran (raionalization) menurut Padmayanti, dkk (2017) menyatakan bahwa rasionalisasi adalah proses atau cara untuk menjadikan sesuatu yang tidak rasional menjadi rasional atau dapat diterima dengan akal sehat. Pembenaran umumnya berupa alasan, seperti: “tidak ada orang lain yang dirugikan atas tindakan ini”, “hal ini saya lakukan untuk tujuan baik” (Wilopo, 2016 : 283).

  Penelitian terhadap variabel pembenaran dalam kaitannya dengan terjadinya kecurangan akademik salah satunya dilakukan oleh oleh Padmayanti, dkk (2017) dimana dari sepuluh pernyataan, terdapat tiga indikator dengan skor tertinggi yaitu: 1) jika soal ujian yang diberikan dosen mudah, maka saya bisa mendapatkan nilai bagus tanpa harus berbuat curang, 2) saya sering melihat rekan saya melakukan kecurangan, hal ini memotivasi saya untuk turut berbuat curang, 3) saya melakukan kecurangan hanya saat saya terdesak. Tiga indikator tersebut menujukkan bahwa mahasiswa membenarkan segala alasan untuk dapat menyelamatkan dirinya. Mereka terkadang memikirkan bahwa tindakan mereka benar tanpa memikirkan jangka panjang dari perilaku terebut. Sehingga, jika mahasiswa memiliki berbagai pembenaran atas perilakunya yang menyimpnag, maka mereka akan berikir bahwa melakukan kecurangan adalah hal yang wajar. Hipotesis 3 : Pembenaran berpengaruh terhadap kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  Pengaruh Self-Efficacy Terhadap Terjadinya Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi Self-efficacy banyak didefinisikan sama dengan kepercayaan diri seseorang.

  kemampuan seseorang untuk mengatur dan melakukan serangkaian tindakan yang diperlukan dalam mencapai keinginannya (Ghufron dan Risnawita 2011 : 73). Efikasi diri dalam kaitannya dengan bidang akademik dapat dipahami sebagai keyakinan mahasiswa terhadap keamampuan dirinya untuk mengerjakan sesuatu. Orang yang memiliki efikasi diri tinggi, berarti ia memiliki keyakinan diri yang tinggi bahwa ia akan dapat meyelesaikan tugasnya dengan baik. Begitu juga sebaliknya, jika mahasiswa memiliki slef-efficacy rendah, maka mahasiswa tersebut akan mempresepsikan bahwa kemampuan yang dimiliknya belum tentu dapat membuatnya berhasil melalui ujian atau suatu permasalahan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semain tinggi

  self-efficacy yang dimiliki mahasiswa,

  maka ia akan cenderung untuk mempercayai kemampuan dirinya dan menghindari perliaku mencontek.

  Hipotesis 4 : Self-efficacy berpengaruh terhadap kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  Pengaruh Religiusitas Terhadap Terjadinya Kecurangan Akademik Mahasiswa Jurusan Akuntansi

  Religiusitas merupakan tingkatan kepercayaan seseorang terhadap adanya Tuhan. Kepercayaan seseorang tersebut nantinya akan membantu dalam menentukan apakah perbuatan yang dilakukan baik atau tidak. Seseorang dengan religiusitas tinggi akan cenderung menghindari perbuatan yang dirasa akan merugikan kehidupannya di waktu yang akan datang, mereka juga mempertimbangkan terkait adanya karma atau balasan atas perbuatan tidak baik yang pernah mereka lakukan. Dengan demikian, mereka akan senantiasai berhati-hati dalam berbuat dan lebih memilih cara yang baik.

  Sehingga, apabila religiusitas akademik yang dilakukan mahasiswa akan rendah. Begitu juga sebaliknya, jika religiusitas mahasiswa rendah, maka motivasi untuk melakukan kecurangan akademik akan meningkat. Penelitian ini mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh Herlyana, dkk (2017), Zamzam, dkk (2014), dan Purnamasari (2013). Hipotesis 5 : Religiusitas berpengaruh terhadap kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi.

  Kerangka Pemikiran

  Berdasarkan hasil dari penjelasan hubungan antar variabel yang telah dikemukakan, maka dapat dibuat sebuah kerangka pemikiran mengenai pengaruh dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas terhadap terjadinya kecurangan akademik mahasiswa jurusan akuntansi. Adapun kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut:

  Gambar 3 Kerangka Pemikiran

  METODE PENELITIAN Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel

  Populasi dalam penelitan ini adalah seluruh mahasiswa STIE Perbanas adalah mahasiswa jurusan S1 Akuntansi. Pemilihan mahasiswa Akuntansi sebagai sampel karena diharapkan nantinya mahsiswa S1 Akuntansi ketika bekerja sebagai akuntan dapat menjadi seorang akuntan yang menjunjung baik kode etik profesi dan integritas.

  Penentuan ukuran sampel menggunakan rumus Slovin. Pengukuran jumlah sampel dengan menggunakan rumus Slovin berfungi untuk mengetahui berapa jumlah minimum sampel yang harus diambil dari total populasi. Sampel diambil dari mahasiswa aktif S1 Akuntansi STIE Perbanas Surabaya periode Genap 2017/2018 yang berjumlah 1.169 mahasiswa. Dimana Mahasiswa akan berada pada semester dua, empat, enam, dan delapan atau lebih dari semester delapan. Dengan menggunakan rumus Slovin yang diatur tingkat toleransi kesalahan 10%, maka akan ada 97,6 atau dibulatkan menjadi 98 mahasiswa yang nantinya akan dijadikan sampel. Nilai sebesar 98 tersebut merupakan nilai minimal untuk pengambilan sampel, sehingga harus lebih dari 98 mahasiswa yang dijadikan sampel agar dapat mengcover kuesioner yang tidak layak uji. Sampel penelitian ini mengambil 130 mahasiswa Akuntansi STIE Perbanas Surabaya, dimana mahasiswa pada semester dua, empat, enam, dan delapan masing-masing akan terwakili sebanyak 30 mahasiswa, sedangkan mahasiswa yang berada di atas semeseter delapan akan terwakili sebanyak 10 mahasiswa.

  Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non

  propability sampling , dengan teknik Convenience Sampling

  . Dengan teknik ini sampel didapatkan dari anggota populasi yang dapat ditemui dengan mudah untuk memberikan informasi kepada peneliti.

  Data dan Metode Pengumpulan Data

  Penelitian ini berbentuk penelitan kuantitatif, yang mana data dari penelitian ini didapat dari kuesioner yang dibagikan kepada mahasiswa jurusan Akuntansi di disebar berjumlah 130 kuesioner dimana semester 2, 4, 6, dan 8 akan terwakili sebanyak 30 sampel, sedangkan mahasiswa yang berada pada semester lebih dari semester 8 akan terwakili sebanyak 10 sampel. Data dari kuesioner tesebut akan diolah jika kuesioner telah terisi secara lengkap.

  Variabel Penelitian

  Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel dependen; kecurangan akademik, dan variabel independen yaitu dimensi fraud triangle, self-efficacy, dan religiusitas.

  Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Kecurangan Akademik

  kecurangan akademik adalah tindakan yang dilakukan oleh mahasiswa secara sengaja, menyalahi aturan yang berlaku dan dengan cara yang tidak jujur dan tidak etis. Tindakan curang yang biasanya dilakukan mahasiswa antara lain seperti mencontek saat ujian, membuka jawaban yang telah dibawa dari rumah, membuka jawaban yang tertera pada

  handphone , menyalin jawaban teman,

  membantu teman berbuat curang, memalsukan sumber tugas teman, melakukan kerjasama untuk meyelesaikan tugas, meminta orang lain untuk menggantikan dirinya saat ujian berlangsung, dan sebagainya.

  Pengukuran variabel kecurangan akademik didasarkan oleh penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Nursani dan Irianto (2016), Purnamasari (2013), Fitriana & Baridwan (2012) dengan mengacu pada indikator pengukuran yang dikemukakan oleh McCabe & Trevino (1997) yang tertuang dalam Bolin (2004) sebagai berikut: (1) berusaha mencontek pekerjaan teman bagaimanapun caranya, (2) menggunakan buku catatan tanpa sepengetahuan pengawas, (3) tugas dikerjakan oleh tekan lain, (4) menyalin jawaban rekan lain, (5) membantu rekain lain berbuat curang, (7) mengutip tanpa menyantumkan sumber,

  (8) mempelajari model soal dan jawaban dari kelas sebelah, (9) mengakui pekerjaan rekan lain sebagai pekerjaan kita. Kesembilan indikator tersebut akan diukur dengan manggunakan skala Likert 1-5. an “Sangat Tidak

  Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat Setuju”.

  Tekanan

  Tekanan dapat definisikan sebagai kondisi dimana seseorang perlu untuk melakukan suatu hal. Tekanan yang dirasakan mahasiswa baik yang berasal dari dalam dirinya atau dari eksternal akan mendorong niatnya untuk berbuat curang. Tekanan yang sering dirasakan oleh mahasiswa antara lain tekanan karena tuntutan akademis di kampus, tuntutan rekan sebaya, dan tuntutan dari orang tua. Pada variabel ini peneliti mengacu pada pengukuran variabel yang dilakukan oleh Becker et al., (2006), dimana indikator variabel tekanan akan diukur dengan: (1) tugas terlalu banyak dan sulit dikerjakan mahasiswa, (2) ujian yang diberikan terlalu sulit untuk djawab, (3) mahasiswa kesulitan untuk memenuhi standar kelulusan mata kuliah tertentu, (4) mahasiswa tidak bisa mengatur waktunya dengan baik.

  Keempat indikator tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi 10 item pernyataan, yang mana kesepuluh item tersebut akan diukur dengan menggunakan skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan “Sangat Tidak Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin tinggi angka penilaian yang diberikan, maka mahasiswa akan cenderung berbuat curang.

  Peluang

  Peluang terjadinya kecurangan akademik oleh mahasiswa didasarkan terdapatnya situasi yang dimana mahasiswa teresbut merasa memiliki kondisi yang tepat dan memungkinkan untuk bertindak curang. Peluang yang sering terlihat oleh mahasiswa adalah terkait dengan pengamatan yang ia lakukan pada lingkungan sekitarnya. Pengukuran variabel Peluang didasarkan oleh penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Deliana, dkk (2017), Apriani, dkk (2017), Nursani dan Irianto (2016) yang mengacu pada indikator pengukuran variabel yang dikemukakan oleh Becker et

  al ., (2006) sebagai berikut: (1) pengajar

  tidak melakukan pengecekan tindakan

  plagiarism mahasiswa, (2) pengajar tidak

  mengubah pola soal dan ujian, (3) mahasiswa sering mengamati lingkungan sekitarnya, (4) pengajar tidak melakukan pencegahan saat mahasiswa curang.

  Keempat indikator tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi 10 item pernyataan, yang mana kesepuluh item tersebut akan diukur dengan menggunakan skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan “Sangat Tidak Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin tinggi angka penilaian yang diberikan, maka mahasiswa akan cenderung berbuat curang.

  Pembenaran

  Rasionalisasi atau pembenaran didefinisikan sebagai pembenaran itu sendiri, maksudnya adalah tindakan yang didasari oleh alasan yang benar namun dilakukan dengan tindakan yang salah dan tidak etis. Pembenaran sering kali menjadi alasan mahasiswa melakukan kecurangan karena mereka memiliki alasan yang kuat dan “benar” menurut sudut pandang mereka, namun salah di mata orang lain.

  Hal tersebut biasanya berasal dari adanya konflik internal dari diri mahasiswa sebagai dasar untuk melegalkan fraud yang dia lakukan (Nursani dan Irianto, 2016). Pengukuran variabel Peluang didasarkan oleh penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Apriani, dkk (2017) dengan indikator yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Becker, et al., (2006) sebagai berikut: (1) pengajar tidak memberikan penjelasan atas perilaku tidak mahasiswa yang berbuat curang, (3) fakultas tidak mendeteksi kecurangan, (4) sanksi yang diberikan tidak sepadan.

  Keempat indikator tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi 10 item pernyataan, yang mana kesepuluh item tersebut akan diukur dengan menggunakan skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan “Sangat Tidak Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin tinggi angka penilaian yang diberikan, maka mahasiswa akan cenderung berbuat curang.

  Self-Efficacy Self-Efficacy atau afikasi diri

  merupakan kepercayaan diri atau kemampuan diri dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan guna mencapai hasil suatu usaha. Efikasi diri merupakan keyakinan tentang apa yang mampu dilakukan oeh seseorang. Efikasi diri pada mahasiswa dapat membantu mahasiswa untuk tidak bertindak curang. Efikasi diri dalam bidang akademik memiliki pengukuran salah satunya berdasarkan proses kognitif masing- masing individu. Pernyataan tersebut didasarkan atas penelitian yang dilakukan oleh Albert Bandura (1997) dalam Ghufron dan Risnawita (2011 : 80-81) yang diukur berdasarkan beberapa faktor, diantaranya: (1) pengalaman keberhasilan, (2) pengalaman orang lain, (3) persuasi verbal, (4) kondisi fisiologis.

  Keempat indikator tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi 8 item pernyataan, yang mana kedelapan item tersebut akan diukur dengan menggunakan skala Likert 1-5. Poin 1 menunjukkan “Sangat Tidak Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin tinggi angka penilaian yang diberikan, maka mahasiswa akan cenderung tidak berbuat curang.

  Religiusitas

  Religiusitas dapat didefinisikan terhadap agamanya. Religiusitas juga dapat diartikan sebagai tingkat kedalaman seseorang untuk meyakini suatu agama yang diimbangi dengan pengetahuan dan pengalaman yang pernah dirasakan oleh individu tersebut dengan cara mengamalkan nilai-nilai agama berupa mematuhi peraturan yang telah ditetapkan- Nya, dan melakukan segala kewajiban agama dengan keikhlasan hati dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu aspek dalam variabel religiusitas yang nantinya akan diteliti adalah cara seseorang berperilaku yang selanjutnya pengukuran akhlak tersebut menggunakan indikator yang diungkapkan oleh Glock and Stark dalam Ghufron dan Risnawita (2011 : 170) sebagai berikut: (1) dimensi iman, (2) dimensi ibadah, (3) dimensi ihsan dan penghayatan, (4) dimensi pengetahuan agama, (5) dimensi pengamalan dan konsedkuensi.

  Kelima indikator tersebut nantinya akan dikembangkan menjadi 7 item pernyataan, yang mana ketujuh item tersebut akan diukur dengan menggunakan skala Likert 1-

  5. Poin 1 menunjukkan “Sangat Tidak Setuju” dan poin 5 menunjukkan “Sangat Setuju”. Semakin tinggi angka penilaian yang diberikan, maka mahasiswa akan cenderung tidak berbuat curang.

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Deskriptif

  Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran mengenai varaibel- varaiabel dalam penelitian ini yaitu variabel tekanan, peluang, pembenaran,

  self-efficacy , dan religiusitas. Analisis

  variabel tersebut dijabarkan dalam Tabel 1 berikut:

  Tabel 2 di atas menunjukkan rekapitulasi jawaban responden yang dikelompokkan menurut tahun angkatan. Jika ditinjau dari nilai rata-rata variabel kecurangan akademik (Y) yang tertinggi, angktan tahun 2014 menempati urutan nomor 1 yang kemudian kedua adalah tahun angkatan 2013 dan 2012, dan ketiga; 2015. Ketiganya memang berada pada interval tidak setuju, namun tahun 2014 dalah yang tertinggi.

  Sumber: Hasil olah data SPSS.

  Tabel 1 Analisis Jawaban responden

  Mean Keterangan X1 3,41 Setuju X2 2,74 Ragu-Ragu X3 2,35 Tidak Setuju X4 3,50 Setuju X5 2,87 Setuju Y 2,42 Tidak Setuju Sumber: Hasil olah data SPSS.

  Tabel 1 tersebut merupakan rekapitulasi jawaban 130 responden. Penganalisisan menurut dimensi fraud

  triangle (tekanan, peluang, pembenaran)

  menunjukkan bahwa nilai tertinggi ada pada variabel X1 (tekanan). Dalam hal ini responden merasa memiliki tekanan akademik. Tekanan tersebut bisa berupa ingin mendapat IPK tinggi, mendapatkan nilai yang memuaskan dan kewajiban lulus di mata kuliah tertentu. Hal ini dibuktikan dengan tingginya nilai rata-rata X1 (tekanan) sebesar 3,41. Tak hanya itu, nilai X2 (peluang) berada pada interval ragu- ragu, dan X3 (pembenaran) berada pada interval tidak setuju. Meskipun demikian, nilai variabel pembenaran mendekati kategori ragu-ragu.

  IPK Nilai Mean

  Tabel 3 Rekapitulasi Jawaban Menurut IPK

  Kecurangan akademik yang terjadi pada mahasiswa di tahun angkatan 2014 bisa disebabkan oleh beberapa faktor seperti adanya rasa tertekan untuk segera lulus, atau mereka telah sangat paham mengenai lingkungan kampus mereka sehingga mampu menemukan celah untuk berbuat curang, dan bahkan memiliki alasan logis menurut versi mereka sendiri untuk membenarkan tindakan menyalahi aturan tersebut.

  3.28 2.96 2.67 3.70 3.70

  2.57 2013

X1 X2

  • – 2.75, dan terendah pada mahasiswa dengna

  X5 Y 2014 3,47 2.83 2.52 3.40 3.75 2.61 2015 3.44 2.70 2.44 3.52 3.83 2.54 2016 3.22 2.72 2.39 3.48 3.33 2.40 2017 3.45 2.63 1.95 3.47 3.47 2.06 2012

  Tabel 2 Rekapitulasi Jawaban Menurut Tahun Angkatan Tahun Nilai Mean

  Jika ditinjau dari data yang disajikan, variabel Y (kecurangan akademik) berada pada internval tidak setuju, artinya mahasiswa tidak sependapat dengan tindakan kecurangan akademik. Namun, tidak menutup kemungkinan bahwa mahasiswa akan tetap berbuat curang. Hal ini dikarenakan mahasiswa masih memiliki beberapa faktor lain yang dapat menguatkan niat mereka untuk berlaku tidak jujur seperti adanya rasa tertekan, meilhat peluang, dan memiliki alasan untuk pembenaran tindakan yang menyalahi aturan.

  X5 Y <2.00

  • – 2.75 3.48 2.86 2.78 3.48 3.70 2.65 2.76 –

  3.50 3.45 2.69 2.30 3.51 3.92 2.44 >

  3.50 3.26 2.81 2.36 3.53 3.81

  2.53 Sumber: Hasil olah data SPSS.

  Tabel 3 yang disajikan di atas adalah rekapitulasi jawaban yang dikelompokkan berdasarkan IPK. Kecurangan akademik dengan nilai rata-rata tertinggi berasal dari mahasiswa yang memiliki IPK < 2.00

  IPK > 3.50. Mahasiswa yang memiliki

  IPK yang lebih rendah cenderung untuk melakukan kecurangan, hal ini bisa diakarenakan kurangnya pengasahan potensi diri dan rendahnya self-efficacy atau efikasi diri mereka, atau ada faktor lain yang lebih dominan seperti rasa tertekan saat kuliah, melihat peluang yang

X1 X2

  mengntungkan, atau memiliki alasan untuk membenarkan tindakan yang salah.

  Mahasiswa yang memiliki IPK tinggi cenderung untuk tidak melakukan ketidakjujuran saat ujian maupun saat mereka telah berupaya untuk meningkatkan kemampuan dan potensi mereka serta memiliki cara untuk mengatasi situasi sulit dalam pribadi mereka. Hal ini terkadang berbalik dengan kondisi mahasiswa yang memiliki IPK yang lebih rendah. Meskipun demikian, bukan berarti mahasiswa yang memiliki nilai IPK rendah memiliki kekurangan atas segalanya, namun bisa saja dikarenakan terdapat faktor lain yang membuat kinerja akademik mereka manjadi kurang maksimal.

  Tabel 4 Rekap Jawaban Menurut Tahu Tidaknya Istilah Kecuranagan Akademik Nilai Mean

  X5 Y Ya 3.41 2.73 2.33 3.51 3.86

  2.41 Tidak 3.54 2.76 2.40 3.47 3.88

  2.44 Sumber: Hasil olah data SPSS.

  Hasil rekapitulasi jawaban responden pada Tabel 4 menunjukkan bahwa terdapat selisih nilai rata-rata sebesar 0.03 pada variabel Y (kecurangan akademik) yang berasal dari mahasiswa yang tidak atau belum mengetahui istilah kecurangan akademik. Meskipun bernilai kecil dan keduanya masih berada pada interval tidak setuju, namun dengan adanya selisih tersebut menandakan masih berbuat curang. Jika ditelaah kembali, hal ini dikarenakan tingginya nilai rata-rata pada variabel X1(tekanan), X2 (peluang) dan X3 (pembenaran) pada mahasiswa yang tidak mengetahui istilah tersebut. Sehingga, ketiga faktor ini juga dapat mempengaruhi mahasiswa untuk berbuat tidak adil saat mengerjakan tugas maupun ujian.

  Uji Validitas danReliabilitas

  Uji validitas digunakan untuk menguji sah atau validnya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut (Ghozali, 2016b : 52). Sedangkan Uji reliabilitas digunakan sebagai alat untuk mengukur suatu kuesioner, yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk, apakah kuesioner tersebut dikatakan reliabel (handal) atau tidak (Ghozali, 2016b : 47). Pada Tabel 5 berikut akan menampilan ringkasan uji validitas dan reliabilitas pada penelitian ini.

X1 X2

  

Tabel 5

Ringkasan Uji Validitas dan Reliabilitas

X1 X2

  X5 Y

Validitas Valid Valid Valid Valid Valid Valid

Reliabilitas Reliabel Reliabel* Reliabel Reliabel* Reliabel* Reliabel

Sumber: Hasil olah data SPSS.

  Syarat penelitian dengan menggunakan data primer yang baik adalah pertama; indikator pernyataan harus valid dan reliabel. Pada penelitian ini, kelima variabel dan setiap indikakor pengukuran yang dimunculkan semuanya telah valid. Selain itu, uji validitas ini juga menandakan bahwa variabel yang diujikan mampu terukur secara baik melalui indikator atau item pernyataan yang ditampilkan.

  Penelitian ini menggunakan 55 item pernyataan sebagai indikator pengukuran keenam variabel. Pada Tabel 5 di atas terdapat tiga variabel dengan tanda bintang “*”, hal ini dikarenakan pada awal pengujian reliabilitas, indikator pernyataan ketiga variabel tersebut masih belum dikatakan reliabel. Cara yang dapat

  0,05 maka tidak terjadi heteroskedastisitas dan jika nilai signifikansi < 0,05 maka terjadi heteroskedastisitas. Hasil uji heteroskedastisitas dapat dilihat pada Tabel 8 berikut ini:

  Factor (VIF), ketika nilai VIF <10 atau

  Dilakukannya uji heteroskedastisitas adalah untuk menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan varian dari suatu pengamatan dengan pengamatan yang lain. Dikatakan nilai signifikansi ≥

  Uji Heteroskedastisitas

  VIF masing-masing variabel berada dibawah nilai 10, sehingga kelima variabel independen tidak memiliki gejala multikolinaritas

  Secara keseluruhan, nilai

  Multikolinieritas Sumber: Hasil olah data SPSS.

  Non Multikolinieritas Religiusitas 1,512 Non

  Non Multikolinieritas Self-Efficacy 1,233

  Peluang 1,930 Non Multikolinieritas Pembenaran 2,112

  VIF Tekanan 1,360 Non Multikolinieritas

  Coliniarity Statistic Keterangan

  Tabel 7 Uji Multikolinearitas Variabel independen

  sebesar 0.1, maka tidak terjadi multikoliearitas. Namun, apabila nilai VIF sebesar > 10, maka variabel data mengalami multikolinearitas (Ghozali, 2016b : 103). Hasil uji multikolinieritas dapat dilihat pada Tabel 7 berikut:

  Uji Multikolienearitas bertujuan untuk menguji dalam model regresi terdapat hubungan antara satu atau seluruh variabel independen. Alat yang digunakan untuk dengan menggunakan Variance Inflation

  ditempuh yakni dengan menghapus beberapa item pernyataan hingga nilai

  Uji Multikolinearitas

  0,200 dimana nilai tersebut lebih besar dari 0,05.

Tabel 4.21 di atas yang menunjukkan bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar

  Model regresi pada penelitian ini dapat dinyatakan memiliki data yang terdistribusi secara normal. Hal tersebut dapat disimpulkan berdasarkan hasil pada

  0,059 Asymp – Sig (2-tailed) 0,200 Sumber: Hasil olah data SPSS.

  Kolmogorov

  Tabel 6 Uji Normalitas Keterangan Unstandarized Residual N 130

  Uji Normalitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Alat statistik yang digunakan untuk menguji normalitas data adalah Kolmogorov-smirnov dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Persamaan regresi dapat dinyatakan normal apabila nilai signifikan ≥ 0,05 Ghozali (2016b : 157). Hasil uji normalitas dapat dilihat pada Tabel 6 berikut ini:

  Uji Normalitas

  Uji asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi variabel independen dan variabel dependen atau keduanya memiliki distribusi normal atau tidak. Selain itu, uji asumsi klasik juga digunakan untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi antar variabel independen dalam model regresi. Hasil uji asumsi klasik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  Uji Asumsi Klasik

  Sehingga keseluruhan item pernyataan yang reliabel berjumlah 49 item item pernyataan yang masih tersisa tetap dapat mencerminkan indikator masing- masing variabel secara baik.

  Cronbach’ Alpha nya lebih dari 0.6.

  • – Smirnov Z
menunjukkan angka 0,447 atau 44,7 persen sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen mampu menjelaskan variabel dependen yaitu kecurangan akademik sebesar 44,7 persen, sedangkan sisanya (100% - 44,7% = 55,3%) dijelaskan oleh variabel lain diluar model penelitian ini. Kemudian, hasl uji F yang ditunjukkan oleh tabel F hitung sebesar 21,848 dengan probabilitas signifikansi yaitu sebesar 0,000 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa H1

  2

  Durbin Upper (d U ), tetapi lebih kecil dari

  Tabel di atas menunjukkan bahwa dari kelima variabel, variabel tekanan dan pambenaran lah yang berpengaruh (karena nilai signifikansi dibawah 0.05), sedangkan variabel peluang, self-efficacy, dan religiusitas tidak berpengaruh. Selain itu, nilai Adjusted R

  Sumber: Hasil olah data SPSS.

  F Hitung 21.848 Sig. F 0.000