PEMILU DAN PROBLEM KONSEPSI KEPEMINPINAN DAN KEKUASAAN

PEMILU

PEMILU 2014 : DEKONSENTRASI
KEKUASAAN

PEMILU DI MATA
MASYARAKAT

SINERGI

www.tebingtinggikota.go.id

ISSN 1978 - 8080 | NOMOR 135 TAHUN 2014 | TAHUN XII

REFERENSI TEBING TINGGI DELI

PEMILU DAN PROBLEM
KONSEPSI KEPEMINPINAN
DAN KEKUASAAN
00135


9 771979

800885

MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI
SINERGI|MARET 2014

ESA HILANG
DUA TERBILANG

DA R I R E DA K S I
ESA HILANG
DUA TERBILANG

cara beradab dengan menghilangkan nilai-nilai
kekerasan yang umumnya dipraktekkan di masa lalu.
Dalam rentang sejarah kemerdekaan kita, rakyat Indonesia sudah melaksanakan Pemilu selama beberapa
kali, dimulai pada 1955 yang dikenal sebagai Pemilu
terbaik dan dengan tingkat partisipasi yang tinggi dari
masyrakat. Kita berharap Pemilu 2014 akan mampu

menjadi salah satu Pemilu terbaik di Indonesia, sehingga mendapat apresiasi dunia. Sudah saatnya, kita
menghilangkan mentalitas menerabas dalam dunia
politik dengan cara menjauhi praktek politik uang.
Politik uang hanya akan memperpanjang daftar buruk praktek demokrasi yang kita jalankan. Karena
dengan model itu, akan lahir wakil rakyat dan calon
pemimpin yang tidak akan pernah memikirkan nasib rakyat. Model pemimpin binatang buas ini harus
ditentang, karena tidak sesuai dengan harkat kita sebagai manusia beradab sesuai Sila ke 2 Pancasila.

Pembaca terhormat..

Drs. Bambang Sudar yono

T

anpa terasa suatu kekuasaan itu berjalan hingga di titik akhirnya. Dalam
bulan-bulan ini kita dihadapkan pada
situasi, di mana perhelatan akbar
demokrasi bakal kembali dilaksanakan anak negeri berkekuatan sekira
248 juta jiwa ini. Pemilihan Umum Legislatif sudah
dipersiapkan secara matang oleh lembaga yang diberi

wewenang untuk itu. Tugas rakyat adalah, menyukseskan Pemilu 2014 dan memastikan bahwa kegiatan besar itu akan menjadi contoh betapa demokrasi
di negeri ini tumbuh dan berkembang secara sehat.
Dalam berbagai pandangan, Pemilu merupakan sarana untuk alih kekuasaan yang berlangsung secara damai dan penuh dengan harmonisasi. Jika
selama ini, kekuasaan selalu dialiri oleh darah
dan kebencian, maka demokrasi menghapus semua itu. Alih kekuasaan harus dilakukan se-

2

Edisi Sinergi kali ini mencoba memotret bagaimana
Pemilu 2014 bisa berlangsung sukses. Kami menyuguhkan dua tulisan dari pakar politik di negeri ini guna memberikan pemahaman yang apik
soal kerangka utuh demokrasi. Tulisan itu diharapkan memberikan nuansa baru, bagaimana harusnya demoerasi dan Pemilu itu dilihat secara sehat
dengan menggunakan ruang berpikr yang komplit.
Beberapa tulisan lain juga menghiasi majalah kesayangan kita ini. Misalnya, kian banyaknya kasuskasus kemanusiaan yang melibatkan Balita. Ada
Balita yang ditinggalkan begitu saja hingga hamper mati. Da juga bayi yang mengalami kurang gizi
meski negeri ini sudah puluhan tahun merdeka.
Beberapa reporter tamu juga mengirimkan tulisan
untuk pemuatan kali ini. Ada laporan soal dampak kebakaran hutan bagi masyarakat. Ada juga
tulisan soal partisipasi perempuan dalam Pemilu 2014 apakah meningkat atau justru sebaliknya. Demikian pula dengan tulisan seorang penggubah lagu di masa mudanya yang bisa jadi bahan
pelajaran dan renungan mengarung hidup ini.
Pada akhirnya, laporan ini ditutup dengan sebuah laporan perjalanan melihat Barus dan Singkil yang eksotis, sebagai upaya mencari perbandingan bagaimana negeri orang dibandingkan dengan

negeri kita sendiri. Dari meja redaksi kami haturkan smeoga terus membaca majalah ini. Salam.

SINERGI|MARET 2014

DAFTAR

ISI

EDISI 135 | MARET 2014

2.
4.
6.

SINERGI
REFERENSI TEBING TINGGI DELI

SALAM REDAKSI
MOMENTUM
SINERGITAS

Pemilu

TERBIT SEJAK 16 Juli 2002
SK WALIKOTA TEBING TINGGI
NO.480.05/286 TAHUN 2002

7.

UTAMA
Pemilu Dan Problem Konsepsi Kepemimpinan Dan Kekuasaan
Dekonsentrasi Kekuasaan
Partisipasi Perempuan Dalam Pemilu 2014

KETUA PENGARAH
Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM
( WaliKota Tebing Tinggi )

13.

WAKIL KETUA PENGARAH


PENDIDIKAN
Masjid Keling’ Berusia 94 Tahun Kembali Dipugar

H. Irham Taufik, SH, M.AP
(Wakil WaliKota Tebing Tinggi )

14.

PENGENDALI
H. Johan Samose Harahap, SH, MSP
(Sekdako Tebing Tinggi Deli )

EKONOMI
Arah Pembangunan 2015, Pengembangan Kegiatan
Ekonomi Kreatif

PENANGGUNG JAWAB

16.


Ir. H. Zainul Halim
(Asisten Administrasi Umum )

KESEHATAN
Kisah Pilu Para Bayi Tebing Tinggi

PIMPINAN REDAKSI

20.
22.
26.
27.
32.
39.
40.
43.
44.
45.
47.

48.
53.
58.
59.

Drs. Bambang Sudaryono
(Kabag Adm. Humas PP)

WAKIL PIMPINAN REDAKSI
Maslina Dalimunthe.SE
(Kasubag Adm. Humas PP)

BENDAHARA :
Jafet Candra Saragih

KOORDINATOR LIPUTAN
Drs Abdul Khalik, MAP

SEKRETARIS REDAKSI
Dian Astuti

REDAKSI
Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda,
Ulfa Andriani,S.Sos

LAYOUT DESAIN GRAFIS
Aswin Nasution, ST

FOTOGRAFER :
Sulaiman Tejo, Tomy Erlangga,
Agung Purnomo

LINGKUNGAN HIDUP
WANITA
HUKUM
LENSA PEMKO
PEMKO KITA
PARLEMTARIA
AGAMA
OLAH RAGA
PROFIL

SOSIAL
CERPEN
OPINI
RAGAM PLURALIS
INFO NASIONAL

TEPIAN

KOORDINATOR DISTRIBUSI
Edi Suardi, S.Sos
Ridwan
ESA HILANG
DUA TERBILANG

LIPUTAN DAN REPORTER

JAJARAN REDAKSI
TA H U N 2 0 1 4

Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi

Redaksi menerima tulis,photo juga surat berisi
saran penyempurnaan dari pembaca dengan
melampirkan tanda pengenal (KTP, SIM, Paspor)
dan Redaksi berhak mengubah tulisan sepanjang
tidak mengubah isi dan maknanya.
Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan
Protokol Sekreariat Daerah Kota Tebing Tinggi
Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi Deli Deli
Eimail : sinergi@tebingtinggikota.go.id
Facebook : majalah_sinergi@tebingtinggikota.go.id

Koordinator Liputan
Pimpinan Redaksi
Wakil Pimpinan Redaksi
Drs.BAMBANG SUDARYONO MASLINA DALIMUNTHE,SE Drs.ABDUL KHALIK,MAP

Redaksi
RIZAL SYAM

SINERGI|MARET 2014

Redaksi
ULFA ANDRIANI,S.Sos

Layout Desain Grafis
ASWIN NAST,ST

Sekretaris Redaksi
DIAN ASTUTI

Koordinator Distributor
EDI SUARDI

Bendahara
JAFET CHANDRA SARAGIH

Distributor
RIDWAN

Foto Grafer Sinergi
AGUNG PURNOMO

Redaksi
JUANDA

Foto Grafer Sinergi
SULAIMAN

Redaksi
KHARUL HAKIM

Foto Grafer Sinergi
TOMY ERLANGGA

3

Momentum

SINERGI|MARET 2014

SINERGI|MARET 2014

S

inergitas

Pe m i l u
Di Indonesia, sistem pemerintahan silih berganti mengiringi sistem pemilu.
Dalam masa-masa itu pula pemilu berlangsung secara demokratis.
Berikut ini sistem pemerintahan yang pernah dialami Indonesi:
Satu, Demokrasi Parlementer (1945-1959).
Pada masa ini pemilu diselenggarakan oleh
Kabinet BH-Baharuddin Harahap (tahun 1955). Pada
pemilu ini pemungutan suara dilaksanakan 2 kali yaitu
yang pertama untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat pada bulan September dan yang kedua untuk
memilih anggota Konstituante pada bulan Desember.
Sistem yang diterapkan pada pemilu ini adalah sistem pemilu proporsional. Pelaksanaan pemilu pertama ini berlangsung dengan demokratis dan representatif. Tidak ada pembatasan partai politik dan tidak
ada upaya dari pemerintah mengadakan intervensi
atau campur tangan terhadap partai politik. Pemilu
ini diikuti 27 partai dan satu perorangan. Akan tetapi
stabilitas politik yang begitu diharapkan dari pemilu
tidak tercapai. Kabinet Ali (I dan II) yang terdiri atas
koalisi tiga besar: NU, PNI dan Masyumi terbukti
tidak sejalan dalam menghadapi beberapa masalah
terutama yang berkaitan dengan konsepsi Presiden
Soekarno zaman Demokrasi Parlementer berakhir.
Kedua, Demokrasi Terpimpin (1959-1965). Setelah
pencabutan Maklumat Pemerintah pada November
1945 tentang keleluasaan untuk mendirikan partai
politik, Presiden Soekarno mengurangi jumlah partai
politik menjadi 10 parpol. Pada periode Demokrasi
Terpimpin tidak diselanggarakan pemilihan umum.
Ketiga, Demokrasi Pancasila (1965-1998). Setelah
turunnya era Demokrasi Terpimpin yang semi-otoriter, rakyat berharap bisa merasakan sebuah sistem politik yang demokratis dan stabil. Upaya yang ditempuh
untuk mencapai keinginan tersebut diantaranya melakukan berbagai forum diskusi yang membicarakan
tentang sistem distrik yang terdengan baru di telinga
bangsa Indonesia. Pendapat yang dihasilkan dari forum diskusi ini menyatakan bahwa sistem distrik dapat
menekan jumlah partai politik secara alamiah tanpa
paksaan, dengan tujuan partai-partai kecil akan merasa
berkepentingan untuk bekerjasama dalam upaya meraih
kursi dalam sebuah distrik. Berkurangnya jumlah partai
politik diharapkan akan menciptakan stabilitas politik
dan pemerintah akan lebih kuat dalam melaksanakan
program-programnya, terutama di bidang ekonomi.

6

Karena gagal menyederhanakan jumlah partai politik lewat sistem pemilihan umum, Presiden Soeharto melakukan beberapa tindakan untuk menguasai kehidupan kepartaian. Tindakan pertama yang
dijalankan adalah mengadakan fusi atau penggabungan diantara partai politik, mengelompokkan
partai-partai menjadi tiga golongan yakni Golongan Karya (Golkar), Golongan Nasional (PDI), dan
Golongan Spiritual (PPP). Pemilu tahun1977 diadakan dengan menyertakan tiga partai, dan hasilnya
perolehan suara terbanyak selalu diraih Golkar.
Keempat, Masa Reformasi (1998- Sekarang). Pada
masa Reformasi 1998, terjadilah liberasasi di segala aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Politik Indonesia merasakan dampak serupa dengan diberikannya
ruang bagi masyarakat untuk merepresentasikan politik
mereka dengan memiliki hak mendirikan partai politik.
Banyak sekali parpol yang berdiri di era awal reformasi.
Pada pemilu 1999 partai politik yang lolos verifikasi
dan berhak mengikuti pemilu ada 48 partai. Jumlah
ini tentu sangat jauh berbeda dengan era orba. Pada
tahun 2004 peserta pemilu berkurang dari 48 menjadi
24 parpol saja. Ini disebabkan telah diberlakukannya ambang batas (Electroral Threshold) sesuai UU
no 3/1999 tentang PEMILU yang mengatur bahwa
partai politik yang berhak mengikuti pemilu selanjutnya adalah parpol yang meraih sekurang-kurangnya
2% dari jumlah kursi DPR. Partai politikyang tidak
mencapai ambang batas boleh mengikuti pemilu selanjutnya dengan cara bergabung dengan partai lainnya dan mendirikan parpol baru. Persentase electoral threshold dapat dinaikkan jika dirasa perlu
seperti persentasi electoral thresold 2009 menjadi 3% setelah sebelumnya pemilu 2004 hanya 2%.
Sekarang kita tengah menghadapi pemilu 2014.
Siapa pun dari kita mesti bersiap menyukseskannya. Semua upaya dari pemerintah telah dikeluarkan
demi pemilu terlaksananya pemilu, termasuk dana
yang besar. Sekarang giliran kita, sebagai rakyat,
turut berkontribusi untuk pemilu yang demokratis.
Mari kita sukseskan pemilu itu! (khairul hakim)

SINERGI|MARET 2014

U

tama

Pemilu Dan Problem Konsepsi Kepemimpinan
Dan Kekuasaan
Oleh: Azeza Ibrahim Rizki, Pengamat Budaya Komunikasi

B

E L A K A N G A N marak
beredar berita bahwa orangorang yang Golput (golongan putih/tidak memilih) pada pemilihan umum 9 April mendatang
akan diancam dengan pasal pidana.
Ironisnya, ancaman pasal pidana
bagi Golput ini sempat diserukan
oleh salah satu anggota DPR, yang
statusnya “dipilih” oleh masyarakat.
Besarnya jumlah masyarakat yang
Golput pada pemilu 2014 nanti bagi
kebanyakan orang dilihat sebagai sebuah ancaman demokrasi semata. Sementara yang lainnya melihat Golput
sebagai bentuk gerakan massa untuk
“menghukum” partai politik yang
gagal menampung aspirasi mereka.
Padahal jika kita telisik lebih jauh,
tingginya animo masyarakat untuk

Golput dalam pemilu kali ini adalah konsekuensi wajar dari sistem
politik transaksional yang kita pelihara bersama-sama selama kurang
lebih satu dasawarsa kebelakang.
Dikotomi
antara
Politik, Demokrasi, dan Pemilu
Dalam tataran teori, absurd jika
mengatakan adanya dikotomi antara politik, demokrasi, dan pemilu
(pemilihan umum). Tapi jika melihat pada data-data faktual dilapangan, hal yang absurd secara teori
dengan mudah dipupus kenyataan.
Secara teori, demokrasi adalah sebuah bentuk sistem politik yang menjadikan pemilihan umum sebagai
legitimasi berdirinya sebuah pemerintahan yang sah. Dengan menggunakan suara rakyat yang paling besar,

SINERGI|MARET 2014

pemerintah yang diangkat diharapkan dapat menjalankan peran politik dan kekuasaannya secara efisien
sehingga dapat memberi kemakmuran bagi masyarakat seluruhnya.
Tapi, ibarat pepatah jauh panggang dari api, teori-teori politik,
nilai-nilai demokrasi, serta pemilu
yang dijalani oleh rakyat Indonesia seolah berjalan sendiri-sendiri.
Di lapangan dapat kita lihat dengan jelas, betapa banyak anggota
legislative dari berbagai tingkat
yang mendatangi konstituennya
hanya pada saat menjelang pemilu. Sementara masyarakat hanya
mengenal figure sang Caleg saat
pemilu tanpa punya kemampuan
yang jelas untuk mengontrol kinerja mereka selama masa menjabat.

7

U

tama

Sementara saat para Caleg itu bertemu mereka ditempatkan dalam
gelanggang persaingan untuk memperebutkan kekuasaan lewat “suara
terbanyak”. Kondisi yang demikian
membuat para Caleg, Capres, Cagub,
dan calon-calon lainnya menyampaikan visi dan misi mereka dengan
cara yang mirip dengan para sales
lapangan untuk merayu konsumen.
Pemilu menjadi sebuah pasar besar
dimana legislator dan para pemimpin
lainnya melakukan jual beli putus
dengan para kosntituen dan pemilihnya. Sedangkan yang diperjual belikan adalah produk bernama kekuasaan politik. Dan sekarang bisa kita
rasakan bersama efek dari transaksi
jual beli putus ini, efek yang pasti
adalah bahwa masyarakat kecewa
karena transaksi yang mereka lakukan dengan para perwakilan mereka bukanlah transaksi yang jujur.
Ketidak jujuran dalam transaksi politik ini dapat kita lihat dari
maraknya kasus penyelewengan
kekuasaan. Mulai dari politik dinasti, korupsi, kongkalingkong
antar pengusaha dan penguasa, serta
manuver-manuver politik kotor para
politisi. Lucunya, ketika masyarakat
meninggalkan
pasar
politik
demokrasi yang bertempat dalam
pemilu itu, para penjaja demokrasi
seolah kebakaran jenggot dan meminta masyarakat yang kecewa untuk
tetap bertransaksi dengan mereka.

Sebab jika kita hanya berbicara
penggamabaran tokoh semata,
sangat besar kemungkinan tokohtokoh tersebut memiliki konsepsi
kepemimpinan yang bertentangan satu dengan yang lainnya.
Kegagalan masyarakat kita untuk dapat mengungkapkan konsep kepemimpinan dan kekuasaan,
serta hanya mampu menggambarkan tokoh ideal adalah satu
dari sekian efek buruk demokrasi
yang dibesarkan lewat pop kultur.
Dalam cara pandang pop kultur,
pola fikir seorang tokoh tidaklah
terlalu penting, karena yang paling penting adalah popularitas,
kemasyhuran, dan ketenaran tokoh tersebut ditengah masyarakat.

Problem Utama: Rusaknya Konsep Kepemimpinan dan Kekuasaan
Walau masyarakat Indonesia mungkin mayoritasnya dilanda semangat
Golput, tapi tidak lantas mereka
kehilangan gambaran akan sosok
pemimpin dan penguasa yang ideal.
Sayangnya walau mampu menggambarkan sosok pemimpin yang
ideal, kebanyakan dari kita gagal untuk menjelaskan apa itu konsep dasar
dari kekuasaan dan kepeimimpinan.

produk semata.

8

Jadi kita tidak usah merasa sebal
dengan spanduk, flyer, baliho, serta
iklan-iklan dari partai atau tokoh
politik tertentu. Sebab partai dan
para tokoh politik ini merasa bahwa
kesuksesan band-band K-Pop yang
tenar lewat berbagai media massa
pantas untuk ditiru.
Politik transaksional yang diasuh
bersama demokrasi dan pop kultur
ini menjadikan kekuasaan serta
kepemimpinan layaknya sebuah

Ia diserahkan dari masyarakat kepada para perwakilannya, entah itu
lembaga legislative atau eksekutif.
Konsekuensi sebagai sebuah produk,
kekuasaan dan kepemimpinan dapat diperebutkan dan dipergunakan
sesuai dengan kehendak sang pemilik. Tidak heran jika kemudian ban-

yak kita temui para pemimpin kita
yang menyalah gunakan wewenang
kekuasaannya. Mereka yang menyalah gunakan wewenang tersebut
tidak merasa memiliki beban moral bahwa kekuasaan dalah sebuah
tanggung jawab. Karena menurut
mereka, mereka berhak menggunakan kekuasaan sesuai keinginan mereka karena kekuasaan itu
mereka raih lewat jalur kompetisi.
Kekuasaan dan kepemimpinan yang
dianggap tak lebih dari sekedar
produk ini sudah kehilangan nilainilai kesakralannya. Nilai amanah
yang sudah tercerabut dari konsep
kepemimpinan dan kekuasaan hanya akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang justru merusak rakyat
yang dipimpinnya. Inilah warisan
nyata dari Sekularisme yang kita
adposi baik secara sadar ataupun
tidak sadar dari peradaban Barat.
Kepemimpinan
dan
Kekuasaan dalam Framework Islam
Berbeda secara nyata dengan agamaagama lainnya di dunia, Islam sebagai agama menawarkan konsep yang
jelas dalam seluruh aspek kehidupan
manusia. Mulai dari yang terkecil
seperti bersuci dan membersihkan
diri, sampai pada tatanan memahami kekuasaan dan kepemimpinan.
“Katakanlah (Muhammad) “Wahai
Tuhan pemilik kekuasaan, Engkau
berikan kekuasaan kepada siapapun yang Engkau kehendaki, dan
Engkau cabut kekuasaan dari siapapun yang Engkau kehendaki”.”
-Surat Ali Imron: 26
Cara pandang Islam terhadap konsep
kepemimpinan dan kekuasaan sama
halnya dengan konsep kehidupan
lainnya. Dari Allah SWT dan kembali pula kepadaNya. Kekuasaan dan
kepemimpinan tidak diperoleh dari
proses transaksi politik yang jauh
dari nilai-nilai kesakralan. Sebagaimana hidup itu sendiri, kekuasaan
dan kepemimpinan adalah amanah

SINERGI|MARET 2014

U
Jika dalam demokrasi politik transaksional pennyalah gunaan kekuasaan adalah pengkhianatan terhadap rakyat, maka Islam melihat
bahwa para penyeleweng kekuasaan adalah pengkhianat yang
langsung mengkhianati amanah
dari Pencipta langit dan bumi.
Maka tidaklah heran jika kita melihat sejarah para Shahabat Nabi,
betapa kekuasaan dipahami sebagai sebuah cobaan yang sangat
berat. Umar ibn Khattab ra. pun
sampai menangis ketika jabatan
Amiirul
Mu’miniindiamanatkan
kepadanya paska wafatnya Abu
Bakar. Desakralisasi atau perusakan terhadap kesakralan kekuasaan
dan kepemimpinan telah meletakkan umat Islam pada kondisi yang

merugikan dan membingungkan.
Di satu sisi umat Islam dihadapkan
pada kebutuhan nyata untuk hidup
dalam dalam naungan kepemimpinan yang Islami, namun disisi lain,
hegemoni konstelasi demokrasi dengan politik transaksionalnya betulbetul mengekang umat dari segala
arah. Lantas apakah kita harus melakukan pemberontakan untuk meraih kemenangan, atau ikut terjun
dalam arus politik transaksional ini?
Jawabannya dapat kita temui dalam
sejarah bangsa ini. Ketika Partai
Masyumi dengan dasar Islam dipaksa untuk membubarkan diri oleh
Soekarno, Masyumi tidak lantas melawan dengan mengadakan pemberontakan atau justru berganti platform
menjadi partai dengan dasar pan-

tama

casila. Alih-alih, para tokoh Masyumi mendirikan Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia dimana darinya
lahir para da’i yang menyebarkan
syi’ar Islam ke seluruh Indonesia.
Dari contoh ini kita bisa melihat, bahwa perbaikan konsep kepemimpinan
dan kekuasaan kita dapat lahir dari
ranah diluar kekuasaan. Ranah harapan itu adalah ranah ilmu dan pendidikan. Sebab dengan menginvestasikan pemuda serta anak-anak kita
dengan ilmu dan pendidikan akan
dasar-dasar nilai keislaman yang
baik dan benar, maka kita telah mempersiapkan generasi pemimpin masa
depan yang siap menerima kekuasaan sebagai amanah dari Allah SWT
(Khalik, dari internet)

Pemilu 2014 : Dekonsentrasi Kekuasaan
Oleh : Andi Mallarangeng
Selalu saja ada drama dalam pemilu. Semua politisi berharap-harap cemas. Kali ini rakyat yang
berkuasa. Rakyat telah menentukan siapa yang menjadi pemenang dan siapa yang kalah, siapa
yang bertahan, siapa yang harus angkat kaki dari parlemen. Drama itu bergulir begitu cepat
dengan adanya metode hitung cepat (quick count), sehingga pada hari itu juga kita sudah
bisa mendapat gambaran hasilnya. Belum resmi memang, namun kira-kira angkanya
tidak berbeda jauh dengan hasil yang sebenarnya dari KPU.

D

ari hasil hitung cepat terlihat
dramanya tidaklah sesederhana sekedar siapa menang
dan siapa kalah. Ternyata Pemilu
2014 menghasilkan partai pemenang
yang tidak terlalu senang dengan
kemenangannya yang hanya berada
pada kisaran 18-19 persen. Maklum,
harapannya menang dengan angka
27-35 persen. Ada juga yang melejit,
tetapi hanya sampai kisaran 11-12
persen, tidak akan cukup untuk mengusung sendiri calon presiden. Ada
juga partai yang mampu bertahan di
posisi ke-2 walau digempur dengan
berbagai isu, dan kini harus merumus-

kan kembali langkahnya ke depan.
Selain itu, ada juga partai yang jelasjelas jatuh, terpotong hingga kurang
dari separuh perolehan pemilu sebelumnya, tetapi dalam hati tetap bersyukur masih mendapat suara pada
kisaran 9-10 persen. Ada lagi partai
yang bermimpi mengusung capres
dan cawapresnya sendiri, tetapi
ternyata hanya mampu lolos tipis
dari ambang batas minimal, berada
di urutan terakhir, sehingga mimpi
indah tadi terpaksa harus dilupakan. Tentu saja ada pula partai yang
benar-benar bergembira karena berhasil memperoleh dukungan yang di

SINERGI|MARET 2014

luar dugaan, masuk kelompok 5 besar, walaupun sebenarnya perolehannya tidak lebih dari kisaran 8 persen.
Semua drama ini terjadi karena
dalam pemilu 2014 rakyat memutuskan untuk membagi kekuasaan
secara hampir merata pada partaipartai peserta pemilu. Tidak ada
satu pun partai yang diberi mandat
kekuasaan yang jauh lebih besar dari
yang lainnya. PDIP yang selama ini
beroposisi sekarang diberi kesempatan untuk berkuasa, tetapi tidak
dengan kekuasaan yang dominan,
malah lebih kecil dari kemenangan
Partai Demokrat pada pemilu 2009.

9

U

tama

Bahkan, jika di ukur dari 3 pemenang teratas, total suara mereka pada
pemilu 2014 juga lebih kecil dari total suara 3 partai terbesar pada
pemilu 2009. Pada pemilu kali ini, total suara PDIP, Golkar dan Gerindra hanya mencapai 45,84 persen, seperti yang terlihat pada hasil
akhir quick count SMRC (Saiful Mujani Research Consulting). Sementara total suara Partai Demokrat, Golkar dan PDIP sebagai pemuncak perolehan suara pada pemilu 2009 justru mencapai 49,27 persen.
Singkatnya,
puncak
gunung
dalam
pemilu
2014
lebih rendah daripada puncak gunung hasil pemilu 2009.
Ada lagi hal menarik lainnya. Jika diukur dari 3 partai terbawah (PPP,
Nasdem, Hanura), total suara yang berhasil diraup adalah sekitar 18 persen. Pada Pemilu 2009 jumlah ini hanya berada pada kisaran 13 persen.
Jadi kalau puncak gunung tadi cenderung merendah, maka kaki gunungnya justru cenderung meninggi. Itulah potret Pemilu Legilatif
2014. Puncak gunungnya lebih rendah dan kaki gunungnya lebih
tinggi. Otomatis, dengan begitu, perut gunungnya lebih lebar. Artinya, partai-partai menengah mendapatkan hasil yang lebih besar
dibandingkan dengan pemilu sebelumnya. Gunung yang persis dengan pengandaian seperti itu terdapat di Sulawesi Selatan, namanya Gunung Lompo Battang, secara literal artinya “gunung berperut besar.”
Apa makna semua itu? Bagi saya, fenomena tersebut dapat disebut sebagai dekonsentrasi kekuasaan. Bukan penggumpalan, tetapi “pelebaran” dukungan yang relatif merata ke banyak partai. Saat ini, rakyat
rupanya lebih suka untuk membagi suara mereka secara meluas kepada partai-partai kontestan pemilu. Tidak ada satu pun yang diberikan mandat secara dominan untuk berkuasa. Barangkali rakyat saat
ini kuatir, jika mandat terlalu besar diberikan kepada salah satu partai, resiko penyalahgunaan kewenangan akan menjadi terlalu tinggi.
Jadi mungkin bisa disimpulkan, setidaknya untuk sementara ini,
bahwa fenomena dekonsentrasi tadi adalah cerminan peningkatan
ketidakpercayaan rakyat terhadap politik dan sistem kepartaian kita.
Selain itu, ada lagi fenomena lainnya yang juga menarik untuk dipelajari.
Jumlah partai yang lolos dari threshold bertambah, dari 9 menjadi 10
partai. Artinya, parlemen akan tambah semarak. Hal ini adalah salah satu
keunikan Pileg 2014: ambang batas dinaikkan, dari 2,5 menjadi 3,5 persen, namun jumlah partai justru bertambah, bukan berkurang sebagaimana
yang diharapkan semula. Apakah hal ini adalah cerminan dari gagalnya
gagasan penyederhanaan sistem kepartaian kita? Mudah-mudahan tidak.
Dengan semua itu, saat ini bisa dibayangkan bahwa dunia politik dan
panggung pengambilan keputusan di DPR RI akan sangat cair dan dinamis. Partai-partai di papan tengah, seperti Partai Demokrat dan PKB,
serta partai-partai di papan bawah seperti Nasdem dan Hanura, akan
menjadi penyeimbang yang menentukan. Sejauh mereka dapat memainkan porsinya dengan kreatif, maka peran mereka akan vital dalam
pengambilan berbagai keputusan strategis dalam lima tahun ke depan.
Kuncinya adalah kepandaian membangun koalisi dan kerjasama lintas partai. Tak ada partai yang bisa jalan sendiri. Kompromi dan moderasi akan mewarnai berbagai kebijakan. Ilmu Kungfu politik benar-benar harus dimainkan oleh para politisi kita.

10

Barangkali proses politik dan pengambilan kebijakan akan lebih lama, lebih
ruwet, lebih berkelok-kelok. Suka atau
tidak, itulah harga yang harus dibayar.
Rakyat sudah memutuskan, and now
we have to live with the consequences.
Rumitnya pemerintahan mendatang
akan berlipat lagi jika kita juga memikirkan hubungan antara lembaga legislatif dan lembaga eksekutif. Presiden
baru kita, siapapun dia, boleh saja terpilih oleh lebih dari 50 persen pemilih,
tetapi dalam pemerintahan sehari-hari
dia harus tetap bekerjasama dengan
parlemen yang kekuasaanya terdekonsentrasi. Presiden RI ke-7 nanti harus
bisa membangun koalisi yang cukup besar dan memeliharanya agar bisa menjalankan pemerintahan secara efektif.
Jika tidak, pengambilan keputusan akan banyak bertemu dengan
jalan
buntu,
deadlock.

SINERGI|MARET 2014

U

tama

penyederhanaan partai tetap harus dilanjutkan, walaupun sekarang jelas bahwa upaya ini bertemu dengan kenyataan pahit.
Sistem pemilu proporsional tertutup maupun terbuka terbukti tidak kondusif untuk menyederhanakan sistem pemilihan sebagaimana yang kita harapkan. Walaupun sistem proporsional telah di lengkapi dengan ambang batas
yang cukup tinggi (yaitu 3,5 persen) untuk mengeliminasi partai-partai gurem, tetapi ia terbukti tidak efektif.
Selain itu, sistem proporsional terbuka ini ternyata juga
sangat menyulitkan dan membingungkan rakyat. Hal ini
tercermin dari begitu tingginya tingkat suara rusak, yang
diperkirakan mencapai angka 7-9 persen. Artinya, sekitar
10 juta suara warga negara harus dinyatakan sebagai suara
yang tidak sah, sebagian besar karena bingung dalam penentuan antara partai dan kandidat di dapil masing-masing.
Semua itu masih ditambah lagi dengan tingginya angka
golput pada pemilu kali ini, yang diperkirakan mencapai angka di kisaran 30 persen, atau sekitar 60 juta orang.
Belum lagi kalau kita lihat juga sebuah akibat yang menyedihkan: kompetisi internal partai ternyata lebih tajam
ketimbang kompetisi antar-partai. Kawan separtai harus
bertarung dan sikut menyikut untuk memperebutkan kursi di dapil yang sama, terkadang dengan cara-cara yang
jauh dari terpuji. Semua ini bukannya memperkuat sistem kepartaian kita, tetapi justru melemahkannya dari
Di Amerika Serikat, gejala ini kerap dis- dalam. Partai menjadi semakin rapuh, semakin personal,
ebut sebagai demosclerosis, sebuah penyak- serta semakin tercerai-berai di dalam tubuhnya sendiri.
it dalam sistem demokrasi yang menghalangi upaya peningkatan kesejahteraan rakyat. Saya kira semua itu jauh dari cita-cita kita pada awal era
reformasi sekian tahun silam. Kita ingin memperkuat sistem
Singkatnya, dinamika hubungan antara pres- kepartaian, bukan melemahkannya, agar demokrasi Indoiden dan parlemen kemungkinan akan menjadi nesia dapat ditopang oleh pilar-pilar yang kokoh dan stabil.
lebih kompleks dengan suhu yang lebih tinggi.
Bisa dikatakan bahwa tantangan bagi Presiden Sistem pemilihan proporsional terbuka sebenarnya digaRI yang baru nanti akan lebih tinggi ketimbang gas dengan niat yang cukup mulia, yaitu untuk mendekatpresiden sebelumnya, setidaknya secara politik.
kan kaum politisi di parlemen dengan pemilihnya. NaTentu saja, sebagai warga negara yang baik, kita semua
mun ternyata hasil yang diperoleh jauh dari itu. Rakyat
mendoakan dan berharap bahwa tokoh yang terpilih
menjadi bingung, apatis, dan kaum politisi berkompetisi
nanti akan berhasil melaksanakan tugas-tugasnya
tanpa arah dan ukuran yang jelas. Intinya, what we got
dengan baik. Jokowi, Prabowo, ARB, atau tokoh lainnya: siapapun yang pada akhirnya berhasil melewati is the worst, not the best, sides of many possibilities.
garis finish, kita harapkan akan menjadi pemimpin
yang piawai, tokoh yang amanah, serta sosok yang Karena itu, kita harus mulai memikirkan secara serius unmumpuni. Indonesia harus tetap melangkah maju, tuk beralih ke sistem pemilu distrik, dengan mekanisme
betapapun terjal jalan yang terbentang di depan kita. first past the post, dengan satu kursi untuk satu dapil. HanTerlepas dari semua itu, kita juga perlu memetik pelaja- ya sistem seperti ini yang bisa menjamin proses penyeran dari Pileg 2014. Saya tetap berpendapat bahwa upaya derhanaan sistem kepartaian secara berkesinambungan.

SINERGI|MARET 2014

11

U

tama

Sistem distrik juga akan memunculkan wakil-wakil rakyat dengan
tingkat responsibilitas yang tinggi.
Dan dengan jumlah partai yang
lebih sedikit di parlemen, sekitar tiga atau paling banyak empat
partai, pembentukan koalisi dan
pengambilan keputusan akan lebih
sederhana dan cepat. Presiden pun
akan bisa menjalankan pemerintahan dengan lebih tenang serta
dengan kebijakan-kebijakan yang
lebih tertata dan dapat diandalkan.
Tentu saja, peralihan dari sistem
proporsional ke sistem distrik tidak
akan mudah. Kader-kader partai
yang termasuk “pemimpin jenggot”,

Pendidikan

yaitu kader yang berakar ke atas tetapi tidak berakar ke bawah, akan kesulitan bersaing dalam sistem distrik,
dan karena itu akan menentangnya.
Tapi ada satu harapan kita: Pemilu
2014, dan pemilu sebelumnya, telah melatih sebagian politisi kita di
berbagai partai untuk berhubungan
langsung dan membangun jaringan
yang riil di kalangan pemilih. Saya
yakin bahwa kader partai semacam
ini kini jumlahnya sudah cukup
memadai. Karena itu, partai-partai
besar yang ada, seperti Partai Golkar, PDIP, dan partai lainnya, pasti
sudah mampu mengidentifikasi
kader-kadernya yang potensial untuk bersaing dalam sistem distrik.

Pertanyaannya, maukah dan beranikah kita beralih ke sistem baru
ini? Kalau tidak, bersiap-siaplah
untuk menjalani begitu banyak
konsekuensi yang muncul dari sistem kepartaian yang terlalu kompleks yang di barengi dengan
kekuasaan yang terdekonsentrasi.
Saya berharap, di tahun-tahun
mendatang, akal sehat kita akan
kembali berada di depan. Kita
harus
membangun
konsensus
baru, agar demokrasi Indonesia
menjadi lebih baik lagi. Setuju?
(Khalik, Dikutip dari
www.vivanews.com/analisis).

Masjid Keling’ Berusia 94 Tahun Kembali Dipugar

Ada salah satu masjid tua di kota Tebing Tinggi yang sering luput dari perhatian. Masjid itu
dulunya merupakan rumah ibadah atau pura umat Hindu. Dibangun oleh warga India
yang dulu bekerja sebagai buruh kontrak di berbagai perkebunan sekitar Tebing Tinggi
pada era Kolonialisme Belanda.

D

iperkirakan pembangunan
pura Hindu itu seusia dengan rumah ibadah Sikh,
yakni Sikh Gurdwara yang terletak
di Jalan Imam Bonjol. Pura Hindu
itu, tepat berada di persimpangan
tiga antara Jalan A. Yani dengan
Jalan Sakti Lubis. Umat Islam dulunya menamakan rumah ibadah
yang belakangan diberikan kepada
warga Islam keturunan Malabar
itu dengan nama ‘Masjid Keling.’
Penerima hibah pura itu adalah
Haji Muhammad Bava atau dikenal dengan panggilan Tuan Bawa.
Pengusaha berasal dari Malabar
ini, kemudian merenovasi pura itu
menjadi masjid. Anak langsung
Tuan Bawa, Muhammad Iqbal,
saat dikonfiramsi, tidak ingat kapan
alih fungsi pura itu menjadi masjid. Namun yang pasti peralihan
pura menjadi masjid itu berlang-

12

sung pada era kemerdekaan. Renovasi terhadap pura itu utamanya
terletak pada mihrab tempat imam.
Seingat penulis, Masjid Keling itu
dulunya berbentuk unik. Karena seluruh bangunanya dari dasar pondasi hingga ke atas, terlihat tertutup. Hanya ada lubang angin di atas
bangunan berdekatan dengan atap.
Bangunan itu dulunya bercat putih,
sehingga kesannya penuh nuansa
sakral. Tak banyak umat Islam yang
beribadah di sana, karena umumnya
hanya diperuntukkan bagi umat Islam yang berada di sekitar masjid
saja, yakni Jalan Rao. Namun belakangan, masjid itu mengalami renovasi sekira 1980 an, ketika seorang
dermawan muslim bernama Haji
Khalid menyanggupi biaya renovasi
itu. Ketika masjid itu usai direnovasi, nama masjid kemudian dirubah
menjadi ‘Masjid Al Mukhlis’ yang

berarti masjid ‘orang yang ikhas.’
Kini, masjid itu kembau direnovasi, mengingat kian banyaknya
masyarakat, khususnya pengguna
kenderaan bermotor antar daerah
yang singgah di masjid itu. Anak
dan cucu Tuan Bawa, kemudian
sepakat meranovasi kembali masjid
itu. Rencananya, masjid itu bertingkat dua. Lantai satu akan digunakan
sebagai pusat kegiatan keagamaan,
sedangkan lantai dua akan dijadikan
sebagai tempat sholat. Wakil Walikota Tebing Tinggi H Irham Taufik
SH didampingi Wakapolres Tebing
Tinggi Kompol Zahrie, Ketua Kadin
HM Daniel Sultan SE dan Kakan
Kemenag Kota Tebing Tinggi Drs
HM Hasbie melakukan peletakan
batu pertama pembangunan Masjid
Al-Mukhlis, Jumat (7/3) di Jalan
Ahmad Yani Kelurahan Pasar Baru
Kecamatan Tebing Tinggi Kota.

SINERGI|MARET 2014

P
Acara peletakan batu pertama Masjid Al-Mukhlis atau yang lebih dikenal dengan ‘Mesjid Keling’ itu berlangsung cukup sederhana namun
penuh khidmat diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al Quran oleh
Al Ustadz Drs Zulkarnain (Kepala
KUA Kecamatan Rambutan) serta
penyampaian sejarah singkat seputar keberadaan Mesjid yang penuh
histori oleh Ketua BKM Al Mukhlis
Muhammad Iqbal dan Ketua Panitia
Pembangunan Muhammad Abbas.
Disebutkan bahwa Mesjid Al Mukhlis yang usianya hampir satu abad
itu pertama kali diwakafkan tahun
1920 dari Bapak Kuti Kaka yang
merupakan warga Indonesia keturunan India Muslim dan disponsori
oleh ‘Kapitan Keling’ untuk dipergunakan seluruh masyarakat dan
jemaah warga sekitarnya. “Pada tahun 1950 mesjid yang biasa disebut

dengan panggilan Mesjid Keling
ini secara resmi menjadi ‘Mesjid
Al Mukhlis’ dan dipugar oleh Muhammad Bava yang duduk sebagai
nazir beserta warga keturunan India
Muslim dan Arab, sedangkan Lurah Rahmad waktu itu merangkap
sebagai Imam mesjid”, papar Iqbal.
Ditambahkan Ketua Panitia Pembangunan Mesjid Al Mukhlis Muhammad Abbas, bahwa pelaksanaan
renovasi total pembangunan mesjid
diatas areal lahan seluas 310 meter
persegi itu rencananya akan menghabiskan dana sekitar Rp 1,5 miliar
yang diharapkan berasal dari para
donator kaum muslimin dan muslimat serta para pengusaha India Muslim dan Arab. “Untuk dana awal telah
terkumpul sekitar Rp 350 juta, Insya
Allah pembangunannya akan berjalan lancar”, ujar Abbas, pengusaha
Restoran India di kota Tebing Tinggi.

endidikan

Sebelumnya, Wakil Walikota Tebing
Tinggi H Irham Taufik mengatakan, Pemko Tebing Tinggi sangat
mendukung pembangunan Mesjid Al Mukhlis dalam meningkatkan keimanan dan ketaqwaan
masyarakat. “Usai pembangunan
nanti diharapkan program mengaji
usai sholat maghrib yang merupakan program Walikota Tebing
Tinggi diaktifkan kembali karena
sangat bermanfaat bagi anak muda
dan generasi penerus kita”, katanya.
Irham Taufik juga berharap agar
pembangunan mesjid nantinya juga
dibarengi dengan membangun rohani
kaum muslimin, “Usai pembangunan
nanti, mari kita makmurkan mesjid
ini, jangan hanya imam muazin dan
makmum saja yang sholat didalamnya. Jangan mesjid cantik tapi sunyi
dari jemaah”, pesan Irham Taufik.
Khalik

Foto : WAKIL Wali Kota (Alm) H. Irham Taufik meletakkan batu pertama pemugaran Masjid Keling alias Al Mukhlis
yang berusia 94 tahun. SINERGI/Ist.

SINERGI|MARET 2014

13

E

konomi

Walikota Tebing Tinggi ” Arah Pembangunan 2015,
Pengembangan Kegiatan Ekonomi Kreatif ”

P

embangunan Kota Tebing Tinggi sebagai kota jasa yang mengutamakan promosi kegiatan
perdagangan dan jasa, wisata budaya
dan wisata kuliner serta percepatan
pertumbuhan pusat-pusat pelayanan akan diarahkan pada pengembangan kegiatan ekonomi kreatif.
“Pembangunan tahun 2015 terutama diarahkan untuk mewujdkan
Kota Tebing Tinggi sebagai kota
jasa dengan memanfaatkan potensi
lokasi sebagai titik sentral wisata
Danau Toba dan Ibukota Provinsi
Sumut, meningkatkan dan memantapkan keterkaitan perdagangan dan
jasa secara regional dan nasional
dalam mengembangkan kegiatan
ekonomi kreatif yang melibatkan
koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), pengembangan
pusat seni dan budaya serta mengembangkan pusat wisata kuliner”.
Hal itu disampaikan Walikota
Tebing Tinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM saat membuka
Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(Musrenbang)
Kota
Tebing Tinggi Tahun 2014 di Gedung Balai Pertemuan Kartini
Kota Tebing Tinggi , Rabu (19/3).
Musyawarah Rencana Pembangunan Kota Tebing Tinggi Tahun 2014
yang turut dihadiri Wakil Ketua
DPRD H Chairil Mukmin Tambunan
dan H Amril Harahap, Sekdako Johan Samose Harahap, Kepala Bappeda Tebing Tinggi Gul Bahri Siregar SIP MSi, Wakapolres Kompol
Zahrie, Danramil 13 Tebing Tinggi
Kapt Inf Budiono serta pimpinan
SKPD itu ditandai dengan pemukulan gong oleh Walikota Tebing
Tinggi
beserta unsur muspida.
Menurut Walikota, forum Musrenbang ini bertujuan untuk penajaman,
penyelarasan dan membuat kesepakatan Rencana Kerja Pembangunan
daerah (RKPD) Kota Tebing Tinggi
Tahun 2015. “Saya harapkan Musrembang ini betul-betul sebagai wadah musyawarah bagi segenap stakeholder dalam rangka mendiskusikan
berbagai isu kebijakan dan program

14

prioritas yang akan di implementasikan tahun 2015”, jelas walikota.
Pada kesempatan itu, Walikota
Tebing Tinggi juga memaparkan
berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan Pemko Tebing Tinggi untuk tahun anggaran 2013 antara lain,
pembangunan Mesjid Agung, pembangungan pasar ekonomi kreatif,
pembangunan jembatan Iskandar
Muda, pembangunan fondasi jembatan Sungai Padang III, peningkatan jalan AMD, pembuatan bangunan pengaman Sungai Padang
dan pembangunan dinding penahan
tanah Jalan AMD dalam mengatasi banjir, pembangunan gedung
eks Akbid menjadi gedung rawat
inap dan gedung kantor RSU Dr
H Kumpulan Pane, pembangunan
kantor dinas pendidikan serta pembangunan kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
“Sedangkan untuk tahun anggaran
2014 ini, ada beberapa program yang
merupakan lanjutan dari program
tahun lalu dan beberapa program
baru yakni, pembangunan saluran
drainase, pembangunan pondasi

jembatan Sungai Padang III, pengadaan tempat pembuangan akhir
sampah, pembangunan saran prasarana meterology legal dan pembangunan bendung gerak Bajayu
sebagai antisipasi terhadap banjir
di Kota Tebing Tinggi ,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD
Kota Tebing Tinggi H. Chairil Mukmin Tambunan, SE mengatakan, berbagai harapan dari masyarakat sudah
disampaikan saat Musrembang di
tingkat keluarahan dan kecamatan.
Meskipun tidak semua bisa dilaksanakan dikarenakan keterbatasan
terutama menyangkut tentang anggaran, namun sebisanya dibuat skala
prioritas pembangunan di Tebing
Tinggi yang pada prinsipnya berpihak pada kepentingan masyarakat.
“Saat ini warga masyarakat semakin
kritis, untuk itulah pembangunan
kedepan harus transparan. Melalui Musrembang ini nantinya KotaTebing Tinggi pembangunan akan
lebih baik di segala bidang dan keberpihakannya terhadap masyarakat
semakin
nyata”,
harapnya.
(Juanda)

Keterangan gambar :
PUKUL GONG “Musrenbang Tahun 2014 di Kota Tebing Tinggi ditandai dengan
pemukulan gong oleh Walikota Tebing Tinggi Ir.H.Umar Zunaidi Hasibuan,MM beserta
unsur muspida”

SINERGI|MARET 2014

E

konomi

Produksi Sampah T.Tinggi Capai 117,67 Ton/Hari

P

roduksi
sampah
kota
Tebing Tinggi per hari,
saat ini mencapai 117,67
ton. Sedangkan Dinas Kebersihan dan Pertamanan
hanya mampu mengangkut sampah
masyarakat itu sekira 77,94 ton saja.
Itu berarti ada sekira 39 ton sampah
yang berserakan setiap harinya. Diperluan peran masyarakat, bagaimana
mengelola sampah yang berserak itu
menjadi bermanfaat secara ekonomis.
Hal itu disampaikan Wakil Wali Kota
Tebing Tinggi (Alm) H. Irham Taufik,
SH, MAP, di acara pembukaan ‘Pelatihan Pengelolaan Sampah’ di aula kantor
BPMK Jalan Gn. Leuser, Selasa Maret lalu.
“Peran masyarakat sangat pentng,
selain sebagai produsen sampah,
masyarakat juga harus menjadikan
sampah itu bernilai ekonomis, sehingga
tidak terbuang percuma dan merusak
lingkungan,” ujar Wakil Wali Kota.
Diterangkan, di antara sampah yang
memiliki nilai ekonomis tinggi adalah
sampah non organic. Sampah jenis itu
tidak bisa melebur dengan tanah dalam
waktu cepat, seperti plastik, sterplon,
besi aluminium, kaleng dan bahan

lainnya. Jenis sampah ini bisa bernilai
ekonomis jika pemanfaatannya dilakukan dengan kreatif. Demikian pula dengan sampah organic, jika dimanfaatkan
dengan pengetahuan yang ada, sampah
jenis ini bisa menjadi pupuk kompos
dan penyubr tanah dan tanaman. “Jelas
sampah bisa menambah pendapatan jika
diperlakukan secara kreatif,” ujar Irham.
Kadis Kebersihan dan Pertamanan Hj.
Rusmiaty Harahap, ST, disela kegiatan,
mengatakan pelatihan pemanfaatan
sampah ini sebagai bentuk kepedulian
Pemko Tebing Tinggi menambah pengetahuan masyarakat. Jika selama ini,
ujar Rusmiaty, sampah sering menghuni sungai, selokan, rawa-rawa serta
tanah lekuk tempat tampungan air, diharapkan nantinya tidak lagi terjadi jika
budaya memanfaatkan sampah muncul.
“Tentu saja upaya ini sebagai salah satu
cara agar kota Tebing Tinggi bisa memperoleh Adipura nantinya,” harap dia.
Hadir dalam pelaksanaan pelatihan
pengelolaan sampah, Yayasan Bank
Sampah Mutiara Medan Drs Effendi
Agus, Komunitas Peduli Adipura Medan, Marwan Ashari Harahap dan Yayasan
Hayati Indonesia Medan Abdul Muid

SINERGI|MARET 2014

serta 150 orang peserta dari tiga puluh
lima kelurahan yang ada di Kota Tebing
Tinggi yang tergabung dalam PKK.
Narasumber, Abdul Muid dari Yayasan
Hayati Indonesia mengharapkan bahwa peningkatan kesadaran masyarakat
dalam pengelolaan sampah sehingga
sampah dapat dimamfaatkan kembali
oleh masyarakat dan melatih masyarakat
dalam pengelolaan sampah serta membangun kreativitas masyarakat dalam
rangka pengelolaan sampah organik
dan non organik. Hal Ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor:03/PRT/M/2013 tentang penyelenggaraan prasarana dan
sarana persampahan dalam penanganan sampah rumah tangga dan
sampah sejenis sampah rumah tangga.
“Setelah pemahaman dan pengetahuan
masyarakat Kota Tebing Tinggi tentang
pengelolaan sampah yang berwawasan
lingkungan dan berperan aktif dalam
pengelolaan sampah rumah tangga.
Masyarakat Kota Tebing Tinggi akan sehat serta diharapkan adanya penurunan
kuantitas sampah yang diangkut ke TPA
sehingga bisa memperpanjang umur
tempat pembuangan sampah,”jelasnya.
Pemko Tebing Tinggi melalui Dinas
Kebersihan dan Pertamanan, sejak
lama terus melakukan berbagai pembaruan dalam pengelolaan sampah agar
sampah yang selama ini terbuang dan
merusak lingkungan bisa dimanfaatkan. Beberapa terobosan yang telah dilakukan, misalnya pembentukan koperasi sampah untuk pemulung di TPA.
Juga melakukan langkah terobosan
dengan melakukan pemilahan terhadap sampah organic dan non-organic.
Diharapkan, dalam jangka waktu ke
depan, pengelolaan sampah terpadu
akan mendapat respon masyarakat.
Salah satunya yang diharapkan adalah
pembentukan komunitas bank sampah.
**Khalik

15

K

esehatan

Kisah Pilu Para Bayi Tebing Tinggi

Bayi penderita kelainan jantung yang dirujuk ke Jakarta

D

alam beberapa bulan belakangan ini, kota Tebing
Tinggi kebanjiran kisah pilu para bayi. Ada kisah
tentang bayi yang dibuang dan berhasil diselamatkan. Ada juga kisah bayi yang harus berjuang hidup
hingga ke Jakarta, karena kemurahan para donator. Ada juga kisah bayi yang diculik. Atau ada bayi
yang berkelamin ganda (hermafrodit) serta anak yang
dilarikan orang tuanya sendiri, karena konflik rumah tangga.
Semua kisah itu merupakan cermin betapa kota ini masih harus membenahi lingkungannya, agar menjadi kota yang ramah pada anak dan balita. Kota ramah anak seperti yang dicanangkan Pemko Tebing Tinggi harus
mampu memberikan solusi yang nyaman kepada keluarga, jika suatu saat
si anak mengalami masalah. Tulisan ini, mencoba merekam sejumlah cerita pilu anak-anak di kota Tebing Tinggi ini agar bisa jadi renungan bersama.
Si Yatim Usia 8 Bulan Berjuang Untuk Hidup Hingga Ke Jakarta
Aisyah Hairani namanya. Usianya pun masih delapan bulan. Tapi
dalam usia yang masih singkat itu, dia telah yatim, karena saat melahirkannya,
sang
ibu
harus
menghembuskan
nafas
terakhirnya, meninggalkan si bayi bersama suami tercinta Hermansyah, 38.
Tak hanya predikat yatim yang harus disandangnya. Bayi yang diberi orang tuanya
nama awal yang mengambil nama istri Rasulullah SAW itu, sejak awal kelahiran,
telah pula divonis dokter mengalami kelainan jantung. Tapi, ayahnya Hermansyah,
warga Kel. Bagelen, Kec. Padang Hilir, kota Tebing Tinggi tak bisa berbuat apa-apa
atas penyakit bawaan anak semata wayangnya itu. “Apalah daya aku cuma buruh
bangunan, dari mana uang mengobati anakku,” ujar Herman, Sabtu pekan lalu.
Hanya pasrah, dia membawa anaknya pulang dan merawat Aisyah seadanya. Kondisi itu membuat kelainan jantung bawaan yang diidap bayi mungil

16

itu, ternyata kian parah. Herman
pun segera membawanya ke RSUD
dr.H.Kumpulan
Pane
menggunakan
fasilitas Jamkesda, sejak Januari 2014.
Perobatan seadanya yang diberikan pihak
rumah sakit, ternyata tak membuat perubahan banyak terhadap penyakit kelainan
jantung Aisyah. Bahkan, terakhir bayi
mungil itu justru telah divonis mengidap penyakit jnautng bocor. Tak ada lagi
harapan untuk bisa menyembuhkan sakit
di bayi, pikir Hermansyah. Hanya saja,
pria yang dikala mudanya aktif membina remaja masjid itu tak putus asa.Dia,
menyampaikan permohonan kepada
kepala RSUD dr. H. Kumpulan Pane, dr.
H. Nanang F Aulia, SpPK agar menolong
kehidupan buah hatinya itu. Sebagai warga sekampung (Bagelen), dr. Nanang pun
tergerak hatinya untuk berusaha mengobati penyakit Aisyah. Kepala RSUD itu,
merujuk Aisyah berobat ke RSU Adam
Malik di Medan. “Di sini belum mampu
mengobati penyakit ini, kita terpaksa rujuk ke Medan,” kata Nanang, suatu kali.
Tapi, pihak RSU H. Adam Malik juga
angkat tangan. Rumah sakit besar di
Medan itu mengaku belum memiliki alat
yang lengkap untuk menangani bayi delapan bulan bernama Aisyah Hairani itu.
Tak mau menyerah, Nanang pun melapor ke Wal Kota Tebing Tinggi untuk
segera membawa Aisyah menuju Jakarta,
tepatnya ke RSU Harapan Kita. Laporan itu mendapat dukungan Ir.H.Umar
Zunadi Hasibuan, MM, dan melakukan
langkah-langkah yang diperlukan. Kepala
RSUD kota Tebing Tinggi itu, langsung
mengontak pihak RSU Harapan Kita dan
Kementerian Sosial guna mendapatkan
bantuan penyelamatan Aisyah. “Kedua
lembaga itu respek dan kita segera membawa Aisyah ke Jakarta,” tegas Nanang
didampingi beberapa bawahannya.Tim
untuk membawa Aisyah Hairani berobat ke Jakarta sudah dibentuk dan tengah melakukan usaha memuluskan perobatan bayi berusia delapan bulan itu.
“Segala sesuatuanya telah kita lakukan.
Tolong doakan agar Aisyah bisa sembuh,”
harap dokter spesialis patologis klinis itu.

SINERGI|MARET 2014

K
Ketika hal itu disampaikan kepada Hermansyah, terlihat mata pria ringkih itu
berkaca-kaca, tapi rona wajahnya terlihat cerah. Seakan mengisyaratkan harapan yang besar, mudah-mudahan Gusti
Allah mengabulkan doa yang selalu
dilantunkannya saat sholat agar Aisyah
Hairani bisa terus hidup menemani hariharinya hingga tua kelak. “Sampaikan
terima kasihku kepada banyak donator
yang telah menolongku selama ini,”
pesan Herman, menutup pembicaraan.

Balita Hermafrodit Ditemukan
Fenomena manusia berkelamin ganda atau dikenal dengan istilah hermafrodit, kembali ditemukan. Sosok
balita berusia 3,5 tahun itu bernama
Rafa Andika Nasution (foto), anak pasangan A.Hamid Nasution, 25, dan
Misni, 24, warga Link.02, Kel. Padang
Merbau, Kec. Padang Hulu. Atas bantuan pihak kelurahan, Jum’at (21/3),
balita berkelamin ganda itu dirujuk
ke RSUD dr.H.kumpulan Pane untuk mendapatkan penanganan medis.
Namun, kasus dikategorikan langka
ini tidak dapat ditangani pihak RSUD
kota Tebing Tinggi, maka dalam waktu
dekat Rafa akan dirujuk ke Medan guna
mendapatkan penanganan lebih jauh.
“Dokter sudah melakukan pemeriksaan
dan benar ditemukan dua alat kelamin
di kemaluan Rafa,” ujar Drektur RSUD
melalui Kabid Pelayanan dr. Jhonly.
Diterangkan, dari hasil pemeriksaan,
ditemukan dua alat kelamin pada
Rafa, yakni kelamin perempuan dan
pria, di mana masing-masing kelamin
itu punya lubang hingga ke dalam tubuh balita itu. “Kita belum memiliki
alat khusus untuk melakukan operasi terhadap Rafa, jadi kita rujuk di
Medan, setelah keluarga setuju,” ujar
dr. Jhonly. Hasil pemeriksaan ahli medis di Medan, baru bsa disimpulkan
Rafa berkelamin ganda atau bukan.
Rafa sendiri, diakui kedua orang tuanya, memiliki sifat keperempuan-perempuanan dalam kesehariannya. Selain itu,

Rafa juga mengalami penyakit terdapat
lubang di langit-langit mulutnya. Selama
ini, aku Misni, keluarga tidak bisa berbuat apa-apa, karena mereka merupakan
keluarga tidak mampu. “Ya kami biarkan saja lah macam mana lagi, kami tak
mampu membawanya berobat,” terang
Misni. Diakui, kondisi Rafa itu membuat keluarga tertekan, sehingga kondisi
itu lebih cenderung didiamkan keluarga
Akibatnya, hingga berusia 3,5 tahun,
Rafa Andika Nasution belum memiliki
akte kelahiran. “Kami terpaksa menunda membuat akte kelahiran Rafa, karena
bingung mau dibikin laki-laki atau perempuan,” terang Misni. Selain dana untuk membiayai itu tak ada, karena ayah
Rafa hanya seorang kuli pacul yang
mengambil upahan d lading masyarakat.
Syukur kondisi Rafa dan keluarga
diketahui Lurah Kel. Padang Merbau M. Hafril Fadly, S.ST yang
segera mengurus segala sesuatunya
untuk dirujuk ke RSUD kota Tebing
Tinggi. “Kita sekarang sedang mengurus segala hal terkait administrasinya untuk pengobatan,” ujar Fadly.

esehatan

Fenomena hermafrodit pada manusia
sudah terjadi lama. Tradisi syariat Islam
menyebut manusia hermafrodit sebagai
khuntsa, atau dalam istilah modern disebut interseks. Fenomena ini muncul dari
kisah-kisah Yunani, akinbat perkawinan
sedarah atau incest. Dikisahkan, bahwa
manusia yang pertama kali turun ke
bumi adalah manusia hermafrodit. Seiring waktu kemudian eduanya terpisah.
Namun, fenomena hermafrodit itu,
tidak hanya khas m