POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI JAGUNG SEMI (Baby Corn)

  POTENSI BEBERAPA VARIETAS JAGUNG (Zea mays L.) SEBAGAI JAGUNG SEMI (Baby Corn) The Potential of Some Maize Varieties for Production of Baby Corn (Zea mays L.).

  1

  2

  3 Yudiwanti , Widya Rachmat Sepriliyana , Sri Gajatri Budiarti

  1 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

  2 Alumni Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB

  3 Staf Peneliti Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber

  Daya Genetik Pertanian

  ABSTRACT The aim of the experiment was to get information the potencyl of some corn varieties for production of baby corn. The experiment conducted at Leuwikopo-BAU experimental filed at Darmaga, Bogor from May until July 2009. The genetic material was consisted of 17 collection varieties of BB Biogen they were. five local varieties (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Lokal Oesae and Lokal Srimanganti), seven breeding varieties (Antasena, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa and Wisanggeni), five introduced varieties (EW DMR Pool C6S2, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2 and Phil DMR 6) and one check variety, BISI-2. The experiment was arranged in Randomized Completely Block Design with three replications. Data measured were analyzed with ANOVA followed by t-Dunnett test. The result showed that most of the varieties evaluated were shorter and flowering faster than control variety. However, almost all of the evaluated varieties had lesser number and weight of babycorn ears and number of marketable ears per plant than control variety. Keywords: local varieties, breeding varieties, marketable ears

  PENDAHULUAN

  Jagung merupakan tanaman pangan yang banyak digunakan untuk bahan makanan pokok. Salah satu produk dari tanaman jagung yang mempunyai prospek cerah untuk dikembangkan adalah jagung semi (baby corn), yaitu jagung yang dipanen saat masih muda dan belum membentuk biji. Kendala yang umum timbul dalam memproduksi jagung semi antara lain adalah belum tersedianya varietas unggul jagung yang dirakit khusus sebagai jagung semi. Sebagian besar produksi jagung semi menggunakan varietas jagung pipil yang sudah tersedia di pasar.

  Yodpetch dan Bautista (1983) mengemukakan karakteristik varietas jagung yang dapat digunakan untuk memproduksi jagung semi diantaranya yaitu umur panen pendek, hasil panen tinggi, jumlah tongkol tiap tanaman banyak (prolifik), dan tongkol berkualitas baik dalam hal rasa, ukuran, dan warnanya. Menurut Adisarwanto dan Widyastuti (2002), varietas jagung yang banyak digunakan sebagai benih jagung baby

  corn di Indonesia antara lain adalah jagung hinrida varietas C-1 dan C-2, Pioneer-1, 2, 7, dan 8, CPI-1, Bisi-2 dan Bisi-3, IPB-4, serta Semar-1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9.

  Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober

  Penelitian bertujuan untuk memperoleh informasi potensi beberapa varietas jagung yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi jagung semi (baby corn). Hipotesis yang diajukan adalah terdapat varietas jagung yang menghasilkan jagung semi dengan kuantitas dan kualitas lebih baik dibanding kontrol.

BAHAN DAN METODE

  Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan jenis tanah latosol. Penelitian ini menggunakan 17 genotipe jagung koleksi Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian (BB Biogen) terdiri atas 5 genotipe lokal (Campaloga, Genjah Kodok, Ketip Kuning, Lokal Oesae, Lokal Srimanganti), 7 genotipe hasil pemuliaan (Antasena, Arjuna P18, Bayu, BC 10 MS 15, Nakula, Sadewa, Wisanggeni), dan 5 genotipe introduksi (EW DMR Pool C6S2, EY Pool C4S2, Kiran, Phil DMR Comp. 2, Phil DMR 6) serta BISI-2 sebagai kontrol. Percobaan di lapangan disusun dalam Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) dengan tiga ulangan. Satuan percobaan berupa petakan yang memuat 50 tanaman dengan jarak tanam 70 x 20 cm.

  Pengamatan dilakukan terhadap 10 tanaman contoh yang diambil secara acak tiap genotipe. Peubah yang diamati meliputi: tinggi tanaman, diameter batang, jumlah buku per tanaman, umur berbunga, umur panen, jumlah tongkol per tanaman, bobot tongkol kotor, bobot tongkol bersih, ukuran tongkol (diameter dan panjang tongkol), jumlah dan persentase tongkol layak pasar, jumlah dan persentase tongkol afkir. Terhadap data yang diperoleh dilakukan analisis ragam dilanjutkan dengan pembandingan dengan nilai tengah tiap varietas yang diuji dengan varietas kontrol menggunakan uji t-Dunnet. Pengkelasan tongkol layak pasar dilakukan mengikuti standar CODEX untuk jagung semi

  

yang akan dikalengkan (Brisco, 2000), yaitu kelas A dengan kisaran panjang tongkol 5 - 7 cm,

kelas B dengan kisaran panjang tongkol 7 - 9 cm, dan kelas C dengan kisaran panjang tongkol

9 - 12 cm. Syarat diameter tongkol untuk semua kelas tersebut adalah antara 1 – 2 cm. Tongkol

dengan ukuran di luar kisaran tersebut dinyatakan sebagai tongkol afkir, termasuk tongkol yang

alur bakal biji pada tongkolnya tidak lurus, tongkol yang bengkok, atau tongkol yang diserang

hama atau penyakit.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Semua karakter yang diamati menunjukkan perbedaan nyata antar varietas. Oleh karena itu terhadap semua karakter tersebut dapat dilakukan uji lanjut untuk membandingkan tiap varietas yang diuji terhadap varietas kontrol.

  Sebagaimana telah dikutip sebelumnya, Yodpetch dan Bautista (1983) mengemukakan karakteristik varietas jagung yang dapat digunakan untuk memproduksi jagung semi diantaranya yaitu umur panen pendek, hasil panen tinggi, jumlah tongkol tiap tanaman banyak (prolifik), dan tongkol berkualitas baik dalam hal rasa, ukuran, dan warnanya. Umur tanaman lazim berkorelasi positif dengan tinggi tanaman. Karena varietas untuk jagung semi sebaiknya yang berumur genjah, maka tanamannya tidak perlu terlalu tinggi. Varietas untuk jagung semi idealnya menghasilkan tongkol banyak atau prolifik, oleh karena itu diperlukan jumlah buku yang banyak karena buku merupakan tempat munculnya tongkol.

  Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober

  Tinggi tanaman enam varietas yang diuji nyata lebih rendah dibanding BISI 2 (Tabel 1). Enam varietas tersebut adalah Campaloga, Genjah Kodok, Lokal Srimanganti, BC 10 MS 15, Kiran, dan Phil DMR Comp. 2. Almeida et al. (2005) mengemukakan bahwa varietas untuk jagung semi lebih disukai yang rendah karena penanaman untuk jagung semi dilakukan dengan kepadatan populasi tinggi .

  Sejalan dengan tinggi tanaman yang lebih rendah dibanding kontrol, varietas yang diuji juga memiliki jumlah buku per tanaman yang lebih sedikit dibanding BISI 2 kecuali varietas Antasena, Sadewa, dan EW DMR Pool C6S2 (Tabel 1). Diameter batang varietas yang diuji juga nyata lebih kecil dibanding kontrol, kecuali diameter batang varietas Antasena. Wakhyono (2003) meneliti kelompok varietas yang hampir sama menggunakan varietas BISI 3 sebagai kontrol, melaporkan hasil yang mirip dengan hasil penelitian ini.

  Umur berbunga, yaitu umur 50% populasi tanaman per petak mengeluarkan bunga jantan, 11 varietas yang diuji nyata lebih cepat dibanding BISI 2 (Tabel 2). Varietas lokal Oesae adalah satu-satunya varietas yang umur berbunganya nyata lebih lama dibanding BISI 2. Dari semua varietas yang diuji, hanya varietas Kiran yang nyata menghasilkan tongkol jagung semi per tanaman lebih banyak dibanding varietas BISI 2 (Tabel 2). Varietas yang lain tidak berbeda atau nyata lebih rendah jumlah tongkol jagung semi per tanamannya dibanding BISI 2. Hasil penelitian Sirait (1996) menunjukkan bahwa varietas hasil pemuliaan menghasilkan rata-rata dua tongkol jagung semi per tanaman. Indriati (1999) menguji enam populasi jagung semi pada seleksi daur ulang siklus pertama, hasilnya menunjukkan jumlah tongkol per tanaman berkisar 2.5 – 3.6 tongkol.

  Bobot kotor dan bersih tongkol jagung semi per tanaman dari varietas-varietas yang diuji secara umum lebih rendah dari BISI 2 (Tabel 2). Dua varietas yang bobot tongkol jagung semi kotornya nyata lebih tinggi dari BISI 2 adalah BC 10 MS dan EY Pool C4S2. Meskipun demikian tidak ada satupun varietas yang bobot tongkol bersih jagung seminya lebih tinggi dari BISI 2.

  Yudiwanti et al. (2007) secara khusus melaporkan potensi varietas jagung lokal untuk memproduksi jagung semi. Beberapa varietas lokal yang diteliti sama dengan yang digunakan pada penelitian ini. Dikemukakan bahwa semua varietas lokal yang diteliti berbunga lebih cepat dibanding kontrol, yaitu BISI 3, sehingga panen pertama juga dapat dilakukan lebih cepat. Jumlah tongkol jagung semi per tanaman semua varietas lokal tidak berbeda dari kontrol, yaitu berkisar antara 2.3 – 3.0 pada varietas lokal dan 2.3 pada kontrol. Jumlah tongkol jagung semi per petak pada varietas lokal umumnya lebih banyak dibanding kontrol kecuali varietas lokal Campolaga dan Genjah Kodok. Sebelumnya, Sutjahjo et al. (2005) menyatakan bahwa bobot tongkol kotor tertinggi dimiliki oleh genotipe Lokal Pena Boto, yang tidak berbeda dengan genotipe Lokal Rempek, Lokal Tumbu, Arjuna dan J. Simpang. 

  Mengikuti standar CODEX untuk jagung semi kaleng (Brisco, 2000) yaitu kisaran panjang tongkol 5 – 12 cm untuk semua kelas dengan diameter tongkol 1 – 2 cm, secara umum tongkol-tongkol jagung semi yang dipanen memenuhi kriteria ukuran standar Codex tersebut (Tabel 3). Tongkol jagung semi varietas BISI 2 berdasarkan standar ukuran CODEX termasuk layak pasar. Diameter tongkol jagung semi varietas yang diuji secara umum sama dengan diameter tongkol jagung semi varietas BISI 2, kecuali varietas lokal Sri Manganti, Antasena, dan EY Pool C4S2 yang diameter tongkol jagung seminya nyata lebih besar dibanding BISI 2. Secara umum panjang

  Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober tongkol jagung semi varietas yang diuji sama atau lebih pendek dibanding panjang tongkol jagung semi varietas BISI 2 (Tabel 3).

  Meskipun berdasarkan panjang dan diamater tongkolnya jagung semi yang dipanen secara umum memenuhi standar CODEX, ternyata setelah memperhatikan kriteria layak pasar lainnya, yaitu tongkol memiliki alur lurus, tongkol tidal bengkok, dan tongkol bebas dari gejala hama dan penyakit, rata-rata hanya satu dari semua tongkol jagung semi per tanaman yang layak pasar untuk dikalengkan (Tabel 3). Tidak ada varietas jagung yang diuji yang menghasilkan tongkol jagung semi layak pasar per tanaman lebih banyak dibanding BISI 2 pada penelitian ini.

  Kriteria tidak terukur terlihat lebih menentukan kualitas tongkol pada penelitian ini. Tongkol jagung semi menjadi masuk kategori afkir bila tampilan tongkolnya tidak sebagaimana tampilan tongkol jagung semi pada umumnya (Gambar 1). Data yang diperoleh memperlihatkan bahwa pada semua varietas, rata-rata kurang dari satu dari semua tongkol jagung semi per tanaman yang dipanen yang layak pasar (Tabel 3). Hasil penelitian Sirait (1996) menunjukkan bahwa varietas hasil pemuliaan menghasilkan rata-rata dua tongkol jagung semi per tanaman, tetapi tongkol yang dipetik terakhir memiliki penampilan afkir sehingga menyebabkan rata-rata jagung semi berpenampilan baik kurang dari dua tongkol.

  Hasil penelitian ini semakin memperlihatkan perlunya perakitan secara khusus varietas jagung untuk menghasilkan jagung semi. Melalui perakitan secara khsusus maka akan lebih diperhatikan kriteria kualitatif yang ternyata lebih menentukan layak tidaknya tongkol jagung semi dipasarkan. Terhadap kriteria kualitatif tersebut seleksi dapat dilakukan dari generasi awal. Prolifik menjadi potensi genetik yang harus dimunculkan pada perakitan varietas jagung semi, karena jumlah tongkol per tanaman yang semakin banyak akan semakin mengefisienkan proses produksi. Harris et al., (1976) mengemukakan dugaan bahwa potensi prolifik dikendalikan oleh gen resesif. Dengan asumsi prolifikasi dikendalikan oleh gen resesif maka dengan silang diri (selfing) 5 – 6 kali generasi akan diperoleh galur murni (inbred) yang akan menampakkan karakter prolifik. US Patent (2009) mempublikasikan paten galur murni bertongkol banyak untuk produksi jagung semi yang diajukan oleh tiga peneliti alumni Universitas Wiscounsin. Ide tersebut sangat terbuka untuk dilakukan oleh peneliti jagung di Indonesia dalam merakit varietas jagung untuk produksi jagung semi.

  KESIMPULAN

  Tinggi tanaman varietas Campaloga, Genjah Kodok, Lokal Srimanganti, BC 10 MS 15, Kiran, dan Phil DMR Comp. 2 nyata lebih rendah dibanding BISI 2. Kecuali varietas Antasena, Sadewa, dan EW DMR Pool C6S2, varietas yang diuji memiliki jumlah buku per tanaman yang lebih sedikit dibanding BISI 2. Diameter batang varietas yang diuji nyata lebih kecil dibanding kontrol, kecuali diameter batang varietas Antasena.

  Umur berbunga 11 varietas yang diuji nyata lebih cepat dibanding BISI 2, kecuali varietas lokal Oesae yang umur berbunganya nyata lebih lama dibanding BISI 2. Varietas Kiran menghasilkan tongkol jagung semi per tanaman nyata lebih banyak dibanding varietas BISI 2. Varietas yang lain tidak berbeda atau nyata lebih rendah jumlah tongkol jagung semi per tanamannya dibanding BISI 2.

  Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober

  Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober

  Bobot kotor dan bersih tongkol jagung semi per tanaman dari varietas-varietas yang diuji secara umum lebih rendah dari BISI 2, kecuali varietas BC 10 MS dan EY Pool C4S2 yang bobot tongkol jagung semi kotornya nyata lebih tinggi dari BISI 2. Panjang dan diameter tongkol jagung semi yang dihasilkan semua varietas secara umum memenuhi standar ukuran layak pasar. Meskipun demikian dari tiap varietas rata-rata kurang dari satu tongkol yang layak pasar karena kriteria kualitatif tongkol layak pasar tidak terpenuhi.

  Semua varietas yang diuji tidak ada yang menghasilkan tongkol jagung semi dengan kuantitas dan kualitas lebih baik dari BISI 2.

DAFTAR PUSTAKA

  Adisarwanto, T. dan Y. E. Widyastuti. 2002. Meningkatkan Produksi Jagung. Penebar Swadaya. Jakarta. 86 hal. Almeida, I.P. de C., P.S.L. e Silva, M.Z. de Negreiros, Z. Barbosa. 2005. Baby corn, green ear, and grain yield of corn cultivars. Horticultura Brasileira 23(4). http://www.scielo.br [5 Oktober 2009]

  Brisco, G. 2000. CODEX standard for baby corn. http://cxs.babycorn.com [17 November 2008]. Harris, R. E., R. H. Moll and C. W. Stuber. 1976. Control and inheritance of prolificacy in maize. Crop Sci. 16: 843 – 850. Indriati, I. 1999. Evaluasi Penampilan Enam Populasi Jagung Semi pada Seleksi Daur Ulang Siklus Pertama. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian.

  Institut Pertanian Bogor. Sirait, M. dan S. H. Sutjahjo. 1997. Evaluasi penampilan karakter hortikultura beberapa genotipe jagung dan potensinya untuk dikembangkan sebagai jagung semi (Baby

  Corn ). Bul. Agron 25(2): 1 – 10.

  Sutjahjo, S. H., Hadiatmi dan Meynilivia. 2005. Evaluasi dan seleksi 24 genotipe jagung lokal dan introduksi yang ditanam sebagai jagung semi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian 7 (1): 35-43. United States Patent. 2009. Multiple-eared inbred line of corn for production of baby corn. http://www.patentstorm.us [5 Oktober 2009].

  Wakhyono. 2003. Pendugaan Parameter Genetik Karakter Kuantitatif Beberapa Genotipe Jagung untuk Dikembangkan sebagai Jagung Semi. Skripsi. .Jurusan Budi Daya Pertanian. Faperta IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan).

  Yodpetch, C. and O. K. Bautista. 1983. Young cob corn: suitable varieties, nutritive value and optimum stage of maturity. Phil Agr. p: 232 – 244.

  Yudiwanti, S.G. Budiarti, dan Wakhyono. 2007. Potensi jagung varietas lokal sebagai jagung semi. Prosiding Seminar Nasional Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman, 1-2 Agustus 2006. Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

   Tabel 1. Tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah buku beberapa varietas jagung

  Tinggi tanaman Jumlah buku per Diameter batang Varietas

  (cm) tanaman (mm)

  Lokal

  • (-) * (-) * (-)

  Campaloga 212.81

  9.63

  15.65

  • (-) * (-) * (-)

  Genjah Kodok 190.68

  6.97

  15.17

  tn(-) * (-) * (-)

  Ketip Kuning 226.72

  13.73

  15.80

  tn(-) * (-) * (-)

  Lokal Oesae 230.75

  14.03

  17.21

  • (-) * (-) * (-)

  Lokal Srimanganti 221.58

  13.80

  15.60 Hasil Pemuliaan

  tn(-) tn(-) tn(-)

  Antasena 239.72

  14.70

  19.44

  tn(-) * (-) * (-)

  Arjuna P18 225.01

  13.37

  17.21

  tn(-) * (-) * (-)

  Bayu 245.01

  14.03

  16.27

  • (-) * (-) * (-)

  BC 10 MS 15 218.16

  12.67

  18.60

  tn(-) * (-) * (-)

  Nakula 240.06

  12.80

  17.13

  tn(-) tn(-) * (-)

  Sadewa 242.05

  14.70

  16.71

  tn(-) * (-) * (-)

  Wisanggeni 238.76

  13.57

  14.75 Introduksi

  tn(-) tn(-) * (-)

  EW DMR Pool C6S2 228.63

  14.40

  14.77

  tn(-) * (-) * (-)

  EY Pool C4S2 242.36

  13.17

  17.48

  • (-) * (-) * (-)

  Kiran 197.27

  7.40

  13.55

  • (-) * (-) * (-)

  Phil DMR Comp. 2 213.24

  12.17

  15.32

  tn(-) * (-) *( -)

  Phil DMR 6 229.31

  14.00

  14.76 Kontrol BISI 2 258.57

  15.53

  21.28

  • tn

  Keterangan: : berbeda nyata pada taraf 5 %, : tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

  (-)

  berdasarkan uji t-Dunnett dengan kontrol BISI-2, : kurang dibandingkan

  (+) (=)

  dengan kontrol, : lebih dibandingkan dengan kontrol, : sama dengan kontrol.  

  Tabel 2. Umur berbunga, jumlah tongkol jagung semi, bobot kotor dan bersih tongkol jagung semi semi beberapa varietas jagung Jumlah Bobot tongkol Bobot tongkol

  Umur tongkol jagung semi jagung semi Varietas berbunga jagung semi kotor per bersih per

  (hari) per tanaman tanaman (g) tanaman (g)

  Lokal

  • (-) tn(-) tn(-) * (-)

  Campaloga 42.7

  2.8

  34.91

  4.73

  • (-) tn(-) tn(-) * (-)

  Genjah Kodok

  38.7

  2.4

  29.90

  4.19 Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah

  Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober

  • (-)
  • (+)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (+)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (+)

  • (-)
  • (+)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • : berbeda nyata pada taraf 5 %,
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (+)
  • (-)
  • (+)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)
  • (-)

  0.9

  tn

  1.5

  tn

  Ketip Kuning

  12.29

  tn

  9.02

  tn

  0.8

  tn

  1.4

  tn

  Lokal Oesae

  12.07

  tn

  9.58

  tn

  0.7

  1.1

  Lokal Srimanganti

  14.63

  8.47

  4.50

  11.89

  tn

  Tabel 3. Diameter dan panjang tongkol jagung semi, jumlah tongkol jagung semi layak pasar dan afkir beberapa varietas jagung Varietas

  2.8

  42.93

  9.70 Keterangan:

  tn

  : tidak berbeda nyata pada taraf 5 % berdasarkan uji t-Dunnett dengan kontrol BISI-2,

  (-)

  : kurang dibandingkan dengan kontrol,

  (+)

  : lebih dibandingkan dengan kontrol,

  (=) : sama dengan kontrol.

  Diameter tongkol jagung semi

  Genjah Kodok

  (mm) Panjang tongkol jagung semi(cm)

  Jumlah tongkol jagung semi layak pasar per tanaman

  Jumlah tongkol jagung semi afkir per tanaman

  Lokal

  Campaloga 11.29

  tn

  5.55

  0.8

  tn

  2.0

  tn

  0.8

  1.3

  tn

  1.0

  tn

  0.8

  tn

  1.7

  tn

  Nakula 11.83

  tn

  9.31

  tn

  0.7

  Sadewa 13.56

  tn

  tn

  9.03

  tn

  0.8

  tn

  0.9

  Wisanggeni 11.90

  tn

  7.40

  0.8

  tn

  9.28

  13.60

  tn Hasil Pemuliaan

  tn

  Antasena

  15.11

  9.97

  tn

  0.8

  tn

  1.7

  tn

  Arjuna P18

  12.85

  11.06

  BC 10 MS 15

  tn

  0.9

  tn

  1.2

  tn

  Bayu 13.46

  tn

  7.62

  0.7

  1.5

  tn

  54.0

  BISI 2

  tn(+) Kontrol

  tn(+)

  54.74

  tn(+)

  12.40

  tn(+)

  Arjuna P18

  50.7

  2.1

  50.57

  tn(+)

  11.92

  Bayu 49.0

  2.5

  2.2

  42.59

  tn(-)

  8.20

  tn(-)

  BC 10 MS 15

  53.3

  tn(-)

  2.5

  tn(-)

  tn(-)

  tn(-)

  10.50

  58.0

  Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober

  Ketip Kuning

  51.3

  2.3

  tn(-)

  44.57

  tn(+)

  10.19

  tn(+)

  Lokal Oesae

  1.8

  Antasena 53.3

  38.22

  tn(-)

  8.90

  tn(-)

  Lokal Srimanganti

  51.3

  2.1

  49.33

  tn(+)

  11.02

  tn(+) Hasil Pemuliaan

  66.21

  tn(+)

  10.02

  3.19

  EY Pool C4S2

  55.0

  tn(+)

  1.7

  62.46

  12.32

  tn(+)

  Kiran 38.7

  3.7

  20.03

  Phil DMR Comp. 2

  8.03

  44.3

  3.3

  tn(+)

  36.37

  tn(-)

  3.35

  Phil DMR 6

  49.7

  1.9

  47.64

  tn(+)

  tn(-)

  tn(+)

  Nakula 53.3

  tn(+)

  tn(-)

  1.7

  49.72

  tn(+)

  10.20

  tn(+)

  Sadewa 53.3

  tn(-)

  1.7

  54.39

  10.54

  35.49

  tn(+)

  Wisanggeni 49.7

  2.0

  41.51

  tn(-)

  7.53

  tn(-) Introduksi

  EW DMR Pool C6S2

  50.7

  2.4

  tn(-)

  1.2

  Introduksi tn * (-) *(-) tn

  EW DMR Pool

  12.66

  7.62

  0.7

  1.4 C6S2

  • (+) tn * (-) * (-)

  EY Pool C4S2

  13.65

  9.10

  0.7

  1.0

  tn * (-) tn tn

  Kiran 10.18

  4.46

  0.9

  2.6

  tn * (-) tn tn

  Phil DMR Comp. 2

  10.89

  5.30

  0.9

  2.4

  tn * (-) tn * (-)

  Phil DMR 6

  13.37

  8.42

  0.8

  1.1 Pembanding BISI 2

  11.79

  10.52

  1.0

  2.8

  • tn

  Keterangan: : berbeda nyata pada taraf 5 %, : tidak berbeda nyata pada taraf 5 %

  (-)

  berdasarkan uji t-Dunnett dengan kontrol BISI-2, : kurang dibandingkan

  (+)

  dengan kontrol, : lebih dibandingkan dengan kontrol Gambar 1. Tampilan tongkol jagung semi layak pasar dan afkir

    Publikasi dan Diseminasi Hasil Penelitian Hortikultura di Indonesia. Kumpulan Makalah Seminar Ilmiah Perhimpunan Hortikultura Indonesia (PERHORTI). Bogor, 21-22 Oktober