SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN KELOMPOK PEMILIHAN LOKASI RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN METODE AHP DAN TOPSIS

  

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN KELOMPOK PEMILIHAN

LOKASI RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN

METODE AHP DAN TOPSIS

Mulyanto

  

Jurusan Teknologi Informasi Politeknik Negeri Samarinda

Emailom

Abstrak

  Ketersediaan lokasi ruang terbuka hijau pada daerah perkotaan menjadi isu penting saat ini. Tujuan disediakannya lokasi ruang terbuka hijau ada daerah perkotaan adalah untuk membangun sebuah lokasi perkotaan yang nyaman. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah sistem pendukung keputusan kelompok (GDSS) untuk membantu pemerintah kotamadya dalam menentukan pengaturan lokasi yang dipilih dari sejumlah lokasi yang cocok dengan kriteria.

  GDSS yang dibangun dalam penelitian ini menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP), Technique

  

for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS), dan internal aggregation geometric mean untuk

menentukan keputusan kelompok. AHP digunakan untuk menentukan bobot parameter pengambil keputusan.

  Metode TOPSIS digunakan untuk menentukan rangking alternatif, berdasarkan konsep pilihan alternatif terbaik, tidak hanya yang memiliki jarak terpendek dari solusi ideal positif, tetapi juga jarak terpanjang dari solusi ideal negatif. Lokasi yang paling cocok untuk ruang terbuka hijau diindikasikan dengan nilai tertinggi dari koefisien terdekat alternatif.

  Hasil dari penelitian ini berupa sebuah sistem yang dapat menyediakan pengaturan lokasi alternatif yang dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk pengambil keputusan untuk memilih lokasi ruang terbuka hijau. Kata kunci: GDSS, AHP, TOPSIS, lokasi ruang terbuka hijau 1.

   PENDAHULUAN

  Seiring perkembangan wilayah perkotaan dan pertumbuhan penduduk, pembangunan seringkali menimbulkan masalah dalam pengelolaan lahan, seperti kepadatan penduduk tinggi dan tidak merata, berkurangnya pasokan air bersih, penyediaan sarana transportasi, meningkatnya sampah kota, dan berkurangnya ruang publik serta daerah resapan air. Hal tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan mengakibatkan konflik lahan yang semakin parah serta menimbulkan masalah lingkungan yang dapat merusak keseimbangan kehidupan ekologi dan mengancam keseimbangan alam [2].

  Untuk mengatasi permasalahan lingkungan yang timbul maka perlu dilakukan pengelolaan lingkungan fisik perkotaan sesuai dengan daya dukung dan kebutuhan kota [9]. Bentuk pengelolaan dapat berupa pemanfaatan ruang yang diperuntukkan bagi penghijauan kota. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi kerusakan lingkungan perkotaan adalah dengan pengadaan ruang terbuka hijau (RTH) yang tepat dan sesuai fungsinya [1].

  Di dalam Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa dalam perencanaan tata ruang wilayah kota dibutuhkan rencana penyediaan dan pemanfaatan RTH, jenis dan persentase keberadaan RTH, serta penyebarannya. RTH terdiri dari RTH publik dan RTH privat. RTH publik dimiliki dan dikelola oleh pemerintah daerah kota/kabupaten yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Sedangkan RTH privat merupakan milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% RTH publik dan 10% RTH privat. Distribusi RTH publik disesuaikan dengan sebaran penduduk dan hirarki pelayanan dengan memperhatikan rencana struktur dan pola tata ruang.

  Untuk memilih lokasi RTH yang sesuai, terdapat beberapa parameter penilaian yang harus dipertimbangkan. Parameter penilaian ini ada yang bersifat obyektif dan ada juga yang bersifat subyektif. Parameter penilaian untuk pemilihan lokasi fasilitas secara umum dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: parameter yang bersifat kritis, parameter yang bersifat obyektif, dan parameter yang bersifat subyektif [3].

  Pemilihan lokasi RTH terbaik seringkali melibatkan lebih dari satu instansi. Hal ini terkait dengan tugas dan fungsi, serta tanggung jawab masing-masing instansi. Untuk itu diperlukan sebuah sistem pendukung keputusan kelompok atau Group

  Decision Support System (GDSS) dalam perencanaan

  dan penataan wilayah khususnya dalam memilih lokasi RTH. Penggunaan GDSS juga dapat meningkatkan kualitas keputusan sehingga penilaian yang dilakukan lebih obyektif [6]. JUST TI, Volume 9 Nomor 1, Januari 2017: 33 - 39 Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian elemen pendukung, menyusun elemen secara ini menggunakan metode Analytical Hierarchy hierarki, dan menggabungkannya.

  Process (AHP) dan Technique for Order Preference by Similarity to Ideal Solution (TOPSIS) sebagai

  b.

  Penilaian parameter dan alternatif dengan model untuk pengambilan keputusan secara perbandingan berpasangan. kelompok. Penggabungan kedua metode ini bertujuan Penilaian elemen matriks perbandingan untuk meningkatkan performansi dari metode berpasangan A ditunjukkan pada persamaan 1. TOPSIS. Metode TOPSIS memerlukan bobot awal (bobot parameter) untuk pengolahan data selanjutnya.

  1 …

  12

  1 Pada metode TOPSIS klasik, nilai bobot pada setiap

  1 ⋯

  21

  2 A = (1)

  [ ] parameter ditentukan secara subyektif sesuai dengan ⋮ ⋮ ⋱ ⋮ preferensi dari pembuat keputusan. Pada

  ⋯

  1

  1

  2

  penggabungan metode AHP dan TOPSIS, pembobotan parameter menggunakan metode AHP di mana a ij merupakan penilaian kepentingan melalui perbandingan berpasangan dan pemeriksaan parameter ke-i dibandingkan dengan parameter ke-j. konsistensi, dan selanjutnya menggunakan metode TOPSIS untuk perangkingan alternatif. Hasil Untuk berbagai persoalan, skala 1 s.d. 9 adalah penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah skala terbaik untuk mengekspresikan pendapat kota dalam memilih lokasi RTH terbaik dari beberapa [5], seperti ditunjukkan pada Tabel 1. alternatif lokasi yang tersedia .

  c.

  Bobot parameter, menggunakan metode yang didasarkan pada

  logaritmic least square 2.

   Metode Penelitian

  rata-rata geometrik, dengan cara yaitu :

2.1 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)

  1) Menghitung rata-rata geometrik per baris

  AHP merupakan suatu model pendukung matriks perbandingan menggunakan keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. persamaan 2. Saaty. AHP menguraikan masalah multikriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki. Hirarki merupakan

  (2) ̅

  = √∏

  =1

  suatu representasi dari sebuah permasalahan yang di mana merupakan rata-rata geometrik kompleks dalam suatu struktur multilevel, dimana ̅ baris ke-i. level pertama adalah tujuan, yang diikuti level faktor,

  2) kriteria, subkriteria, dan seterusnya hingga level Menghitung bobot parameter (w) yang merupakan hasil normalisasi terhadap rata- terakhir alternatif. Dengan hirarki, suatu masalah yang kompleks dapat diuraikan ke dalam kelompok- rata geometrik, menggunakan persamaan 3.

  ̅

  kelompoknya yang kemudian diatur menjadi suatu (3)

  =

  ∑ ̅ =1

  bentuk hirarki sehingga permasalahan akan tampak lebih terstruktur dan sistematis [5].

  d.

  Pemeriksaan konsistensi Prosedur dasar AHP terdiri dari beberapa

  Dalam pembuatan keputusan, penting untuk langkah berikut: mengetahui seberapa baik konsistensi yang ada, a. Membuat hierarki; sistem yang kompleks bisa karena tidak diinginkan keputusan berdasarkan dipahami dengan memecahnya menjadi elemen- pertimbangan dengan konsistensi yang rendah.

  Tabel 1. Skala Penilaian Perbandingan Berpasangan

  Intensitas Keterangan Kepentingan

  Kedua elemen sama penting

  1

  3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya

  5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya

  Elemen yang satu jauh lebih penting daripada elemen lainnya

  7

  9 Elemen yang satu mutlak lebih penting daripada elemen lainnya 2, 4, 6, 8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan Kebalikan Jika untuk parameter i mendapat satu angka dibandingkan dengan parameter j, maka j

  mempunyai nilai kebalikannya dibanding dengan i

  (PIS) dan negatif S

  23

  Tahap 3. Menentukan solusi ideal positif S k +

  ⋯ ] (9)

  3

  2

  1

  ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮

  2

  ⋯

  22

  k -

  21

  1

  ⋯

  13

  12

  11

  = [

  2 =1 (8)

2.2 Metode TOPSIS

  TOPSIS merupakan salah satu metode pengambilan keputusan multi kriteria yang diperkenalkan oleh Hwan dan Yoon. Metode ini didasarkan pada prinsip bahwa alternatif yang terpilih harus mempunyai jarak terdekat dari solusi ideal positif dan terjauh dari solusi ideal negatif.

  =

  maks

  Untuk evaluator k, nilai PIS dan NIS dirumuskan pada persamaan 10.

  (NIS), untuk setiap evaluator k = 1, …, K. Penentuan solusi ideal dipengaruhi oleh sifat parameter, apakah bersifat keuntungan (benefit) atau biaya (cost). Parameter yang bersifat benefit adalah parameter yang apabila penilaiannya semakin tinggi maka semakin bagus. Sedangkan parameter yang bersifat cost adalah parameter yang apabila penilaiannya semakin tinggi maka semakin jelek.

  Mulyanto, Sistem Pendukung Keputusan Kelompok Pemilihan Lokasi Ruang Terbuka Hijau

  Menggunakan Metode Ahp Dan Topsis

  Hal-hal yang dilakukan dalam langkah ini adalah: 1)

  Menghitung lambda maks (

  maks )

  \Nilai 

  dapat diperoleh dengan menggunakan persamaan 4. = ∑ ∑

  Namun jika nilainya lebih dari 0,10 maka penilaian parameter harus diperbaiki.

  =1 =1

  (4) 2)

  Menghitung consistency index (CI) menggunakan persamaan 5 =

  − −1

  (5) 3)

  Menghitung dan memeriksa Consistency Ratio (CR) menggunakan persamaan 6.

  = (6) di mana RI = random index.

  Apabila nilai CR  0,10 maka dapat dikatakan matriks perbandingan berpasangan yang dibuat sudah konsisten.

  √∑ ( )

  • = {(max | ∈ ) , (min | ∈ )}

  1

  , untuk alternatif i, i = 1, …, m

  , k = 1, …, K, untuk setiap evaluator

  Tahap 1. Membangun matriks keputusan X k

  Setelah memperoleh bobot parameter dan penilaian kinerja alternatif, selanjutnya dilakukan perangkingan alternatif dengan menggunakan metode TOPSIS. Secara umum prosedur TOPSIS [4] mengikuti langkah-langkah berikut :

  −

  = {(min | ∈ ) , (max | ∈ )} dimana B berasosiasi dengan parameter yang bersifat benefit dan C berasosiasi dengan parameter yang bersifat cost; i

  = 1, …, m; j = 1, …, n; dan k = 1, …, K.

  Tahap 4. Menghitung jarak alternatif dengan PIS

  • ) dan NIS (

  (

  − ) secara individual.

  Perhitungan jarak alternatif dengan PIS dan NIS untuk evaluator k, menggunakan rumus jarak Euclidean yang telah dimodifikasi [6], seperti ditunjukkan pada persamaan 11.

  2 =1

  −

  1

  = √∑ ( −

  −

  )

  2 =1

  , untuk alternatif i, i = 1, …, m dimana merupakan bobot parameter j untuk evaluator k.

  Tahap 5. Menghitung jarak alternatif dengan PIS

  (

  −

  ̅̅̅̅) secara kelompok Perhitungan jarak aternatif dengan PIS dan

  NIS secara kelompok menggunakan rata-rata geometrik. ditunjukkan pada persamaan 12.

  (10)

  Struktur matriks keputusan diekspresikan sebagaimana ditunjukkan pada persamaan 7. =

  2

  • = √∑ ( −
  • )

  2

  ⋯

  3

  ⋯ ] (7) dimana, A i menunjukkan alternatif ke-i, i = 1, …,

  m ; C j

  merepresentasikan parameter penilaian atau kriteria j, j = 1, …, n. merupakan rating kinerja alternatif A

  i

  j

  oleh evaluator k, k = 1, …, K, dan adalah elemen dari matriks keputusan X

  k .

  Tahap 2. Normalisasi matriks keputusan R k

  , k = 1, …, K, untuk masing-masing evaluator. Normalisasi matriks keputusan bertujuan agar terjadi kesamaan skala pengukuran terhadap sejumlah parameter. Setiap elemen matriks keputusan dihitung dengan menggunakan rumus normalisasi vektor, sebagaimana ditunjukkan persamaan 8 dan akan membentuk matriks keputusan ternormalisasi R pada persamaan 9.

  ⋮ ⋮ ⋮ ⋱ ⋮

  2

  23

  3

  22

  21

  1

  ⋯

  13

  12

  11

  ⋮ [

  2

  1

  ⋯

  berdasarkan penilaian parameter C

  • ̅̅̅̅) dan NIS (
  • ̅̅̅̅ = (∏

  • =1

  =

  Penilaian parameter subyektif dilakukan oleh masing-masing evaluator didasarkan pada penilaian atau persepsi masing-masing evaluator terhadap alternatif. Selanjutnya dilakukan perangkingan alternatif menggunakan metode TOPSIS. Agregasi penilaian individual menjadi penilaian kelompok dilakukan pada proses perhitungan jarak alternatif ke solusi ideal positif dan solusi ideal negatif kelompok. Secara umum, rancangan sistem dapat dilihat pada Gambar 1.

  JUST TI, Volume 9 Nomor 1, Januari 2017: 33 - 39

1 Tahap 6. Menghitung closeness coefficient

  (13) (13)

  ̅̅̅̅

  − ̅̅̅̅ − ̅̅̅̅+ +

  Tahap terakhir dari metode TOPSIS, adalah menghitung CC terhadap solusi ideal dan melakaukan perangkingan alternatif. CC merupakan koefisien kedekatan relatif alternatif terhadap solusi ideal, di mana alternatif dengan nilai CC terbesar merupakan solusi yang dipilih. Rumus perhitungan CC ditunjukkan pada persamaan 13.

  Pada studi kasus ini, akan dibahas perhitungan model keputusan pemilihan lokasi RTH di Kota Samarinda. Di sini terdapat tiga evaluator yang merupakan instansi di Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda sebagai pengambil keputusan, yaitu: Dinas Cipta Karya dan Tata Kota (Disciptakot), Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan Dinas Kebersihan dan Pertamaan (DKP). Adapun alternatif lokasi yang diajukan adalah: eks lokasi Pelabuhan (A

  )

  − =1

  ̅̅̅̅ = (∏

  −

  (12)

  1

  )

  3. Hasil dan Pembahasan

2.3 Rancangan Sistem

  1 ), kawasan pergudangan Sutami (A 2 ),

  6 ), kerawanan

  Rancangan proses sistem pada penelitian ini adalah mengolah data input menjadi informasi yang berguna bagi pengambil keputusan. Proses diawali dengan administrator memasukkan data master berupa: parameter penilaian, alternatif lokasi RTH, data atribut lokasi yang merupakan penilaian obyektif dari lokasi, dan pengguna sistem. Selanjutnya, evaluator melakukan perbandingan berpasangan parameter, dan dengan menggunakan metode AHP diperoleh bobot parameter.

  

Gambar 1. Rancangan sistem

  10 ).

  ) dan pencemaran lingkungan (C

  9

  ), sebaran RTH (C

  8

  ), aksesibilitas (C

  7

  bencana(C

  ). Sedangkan parameter subyektif, meliputi: kondisi fisik lahan (C

  eks Bandara Temindung (A

  5

  ke pusat kota(C

  3 ), jarak ke pemukiman (C 4 ), dan jarak

  ), kepadatan penduduk (C

  2

  ), harga lahan (C

  1

  Parameter yang digunakan sebagai kriteria penilaian, terdiri dari parameter obyektif dan parameter subyektif. Parameter obyektif meliputi: luas lahan (C

  4 ).

  Rating kinerja alternatif merupakan penilaian dari evaluator terhadap alternatif berdasarkan parameter yang diberikan. Parameter pada sistem ini dibagi menjadi dua, yaitu parameter obyektif dan parameter subyektif. Parameter obyektif diperoleh dari data atribut terkait lokasi yang nilainya akan sama untuk semua evaluator.

  3

  ), Lamin Indah (A Mulyanto, Sistem Pendukung Keputusan Kelompok Pemilihan Lokasi Ruang Terbuka Hijau

  Menggunakan Metode Ahp Dan Topsis

3.1 Penentuan Bobot Parameter dengan Metode

  Tahap 3. Pemeriksaan konsistensi AHP

Tahap 1. Perbandingan berpasangan AHP Pemeriksaan konsistensi matriks dilakukan

Evaluator diminta untuk memasukkan menggunakan persamaan (4), (5) dan (6).

  perbandingan tingkat kepentingan antar parameter Berdasarkan hasil pemeriksaan, diperoleh nilai CR pada matriks perbandingan berpasangan. Tabel 2 < 0,10 sehingga dikatakan perbandingan menunjukkan contoh perhitungan AHP untuk berpasangan yang dilakukan sudah konsisten. evaluator Disciptakot.

  Selanjutnya dengan cara yang sama dilakukan

  3.2 Perangkingan Alternatif dengan TOPSIS

  perhitungan AHP untuk evaluator yang lain (BLH Data penilaian alternatif berdasarkan dan DKP). parameter penilaian obyektif ditunjukkan pada Tabel 4, dan bernilai sama untuk seluruh evaluator.

  Tahap 2. Perhitungan Bobot parameter

  Sementara data penilaian alternatif berdasarkan Setelah dilakukan proses perbandingan penilaian berpasangan untuk masing-masing evaluator, subyektif ditunjukkan pada Tabel 5, yang selanjutnya dilakukan perhitungan bobot parameter nilainya untuk masing-masing evaluator bisa menggunakan persamaan (2) dan (3), diperoleh berbeda. bobot parameter sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3. Bobot parameter merupakan nilai eigen

  vector dari proses perhitungan AHP Tabel 2.

  Hasil perhitungan AHP untuk evaluator Disciptakot

  Kriteria C 1 C 2 C 3 C 4 C 5 C 6 C 7 C 8 C 9 C 10 Perkalian n akar Eigen per baris pangkat vector

  C 1 2

  1

  3

  2

  3

  3

  5

  6

  4

  3 7 136080 3,261 0,249

  C 1/3

  1 1/3 1/3 1/3

  3

  3

  2

  1 5 1,111 1,011 0,077

  C 3 1/2

  3

  1

  3

  3

  3

  5

  3

  2 6 7290 2,434 0,186

  C 5 4 1/3

  3 1/3

  1

  3

  3

  5

  3

  3 5 675 1,918 0,146

  C 1/3

  3 1/3 1/3

  1

  3

  3

  3

  3

  5 45 1,463 0,112

  C 7 6 1/5 1/3 1/3 1/3 1/3

  1

  3

  4

  3 6 0,533 0,939 0,072

  C 1/6 1/3 1/5 1/5 1/3 1/3

  1 1 1/3 3 0,000 0,436 0,033

  C 9 8 1/4 1/2 1/3 1/3 1/3 1/4

  1 1 1/3 5 0,002 0,535 0,041

  C 1/3

  1 1/2 1/3 1/3 1/3

  3

  3

  1 5 0,278 0,880 0,067

  C 10 1/7 1/5 1/6 1/5 1/5 1/6 1/3 1/5 1/5

  1 0,000 0,230 0,018 Jumlah 3,59 15,37 5,53 9,07 11,87 19,08 30,33 24,20 16,87 48,00 13,107 1,000

   maks 11,098 CI 0,122 RI 1,49

  CR 0,082 Konsisten

  Tabel 3 Bobot Parameter

  Parameter Bobot Parameter

  Disciptakot BLH DKP 1 Tabel 4.

  C 0,249 0,252 0,185 Matriks keputusan

  • – obyektif

  C 2 0,077 0,060 0,041 3 Parameter Alternatif C 0,186 0,165 0,267 1 2 3 4 C 4 0,146 0,060 0,102 A A A A C 6 5 0,112 0,044 0,090 C 2 7.000 2.000 4.000 5.500 1 44.300 72.000 115.000 43.500 C 0,072 0,074 0,059 C 7 3 C 0,033 0,123 0,035 C 8.700 2.000 9.850 16.600 C 9 8 0,041 0,064 0,051 C 5 500 6.500 2.800 2.100 4 300 950 200 300 C 0,067 0,129 0,154 C

  C 10 0,018 0,029 0,017 JUST TI, Volume 9 Nomor 1, Januari 2017: 33 - 39

  (a) Disciptakot 0,30 0,70 0,41 0,28 0,07 0,30 0,45 0,64 0,46 0,54 Tabel 5 0,48 0,20 0,09 0,90 0,88 0,50 0,30 0,26 0,77 0,41 Matriks keputusan

  • – subyektif [

  ] 0,77 0,40 0,46 0,19 0,38 0,45 0,60 0,51 0,31 0,68 0,29 0,55 0,78 0,28 0,28 0,60 0,60 0,51 0,31 0,27

  Parameter Evaluator Alternatif 1 2 3 4 (b) BLH

  A A A A C 6 Disciptakot

  1

  3

  4

  5

  0,30 0,70 0,41 0,28 0,07 0,30 0,18 0,70 0,17 0,66 0,48 0,20 0,09 0,90 0,88 0,45 0,73 0,14 0,68 0,44

  BLH

  2

  4

  3

  4

  [ ] 0,77 0,40 0,46 0,19 0,38 0,60 0,37 0,42 0,51 0,44

  DKP

  2

  3

  4

  4

  0,29 0,55 0,78 0,28 0,28 0,60 0,55 0,56 0,51 0,44 C 7 Disciptakot

  2

  3

  4

  5 (c) DKP

  BLH

  3

  2

  4

  4 DKP

  1

  4

  2

  3 8

  3.2.2 Menentukan matriks solusi ideal positif dan C Disciptakot

  5

  1

  4

  3

  solusi ideal negatif

  BLH

  5

  2

  4

  4 Penentuan solusi ideal positif dan solusi ideal DKP

  5

  1

  3

  4 9 Disciptakot negatif didasarkan pada nilai maksimum dan nilai

  2

  5

  4

  2 C minimum matriks keputusan ternormalisasi serta

  BLH

  3

  5

  2

  2 sifat benefit dan cost parameter penilaian, DKP

  1

  4

  3

  3 10 Disciptakot menggunakan persamaan 10. Adapun parameter

  4

  2

  3

  1 C yang bersifat cost adalah (C

  2 ), (C 4 ) dan (C 5 ),

  BLH

  4

  3

  5

  2 sementara parameter yang lain bersifat benefit. DKP

  3

  2

  2

  2 Matriks solusi ideal positif dan negatif untuk masing-masing evaluator ditunjukkan pada Tabel 7.

3.2.1 Matriks keputusan ternormalisasi

  Kalkulasi terhadap data lokasi RTH akan

  3.2.3 Menentukan jarak alternatif dengan solusi

  membentuk perbandingan berpasangan setiap

  ideal dan CC

  alternatif di setiap parameter. Nilai ini selanjutnya Jarak alternatif dengan solusi ideal positif dan dinormalisasikan ke dalam suatu skala yang dapat negatif dihitung untuk masing-masing evaluator dibandingkan, menggunakan persamaan 8. Hasil menggunakan persamaan 11. Selanjutnya dilakukan matriks keputusan ternormalisasi untuk masing- agregasi menggunakan rata-rata geometrik masing evaluator ditunjukkan pada Tabel 6. menggunakan persamaan 12 untuk memperoleh jarak kelompok. Berdasarkan jarak kelompok yang

  Tabel 6. Matriks keputusan ternormalisasi diperoleh, dilakukan perhitungan CC menggunakan persamaan 13 dan perangkingan alternatif,

  0,30 0,70 0,41 0,28 0,07 0,14 0,27 0,70 0,29 0,73 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 8. 0,48 0,20 0,09 0,90 0,88 0,42 0,41 0,14 0,71 0,36 [

  

]

0,77 0,40 0,46 0,19 0,39 0,56 0,54 0,56 0,57 0,55 0,29 0,55 0,78 0,28 0,28 0,70 0,68 0,42 0,29 0,18 Tabel 7.

  Matriks solusi ideal positif dan negatif

  Evaluator Pos/ Parameter Neg

  C 1 C 2 C 3 C

4 C

5 C 6 C 7 C
  • + 8 C
  • 9 C 10 - Disciptakot S 0,771 0,201 0,781 0,189 0,068 0,700 0,680 0,700 0,714 0,730 +

      S 0,292 0,703 0,094 0,897 0,878 0,140 0,272 0,140 0,286 0,183 S 0,771 0,201 0,781 0,189 0,068 0,596 0,596 0,640 0,772 0,680

    • - BLH +

      S 0,292 0,703 0,094 0,897 0,878 0,298 0,298 0,256 0,309 0,272 - DKP S 0,771 0,201 0,781 0,189 0,068 0,596 0,730 0,700 0,676 0,655

      0,292 0,703 0,094 0,897 0,878 0,298 0,183 0,140 0,169 0,436

      S Tabel 8 Jarak alternatif dengan solusi ideal positif dan negatif dan CC

      Alternatif Disciptakot BLH DKP Kelompok

    • + - + - + + - -
    • 1 D D D D D D D D CC Peringkat A 0,378 0,406 0,342 0,292 0,381 0,375 0,366 0,354 0,492

        3 A 2 0,527 0,218 0,424 0,243 0,519 0,261 0,488 0,240 0,330

        4 A 4 3 0,193 0,470 0,232 0,385 0,226 0,429 0,216 0,427 0,664

        1 A 0,307 0,464 0,319 0,372 0,245 0,483 0,288 0,437 0,603

        2 Mulyanto, Sistem Pendukung Keputusan Kelompok Pemilihan Lokasi Ruang Terbuka Hijau

        Menggunakan Metode Ahp Dan Topsis Making for Facility Location Selection with

        .3 Pengujian Sistem Objective/Subjective Attributes, European Journal of

        Pengujian sistem dilakukan dengan menelusuri Operational Research , 189, pp.132-145. aturan pemodelan AHP dan TOPSIS serta

        [4] Hwang, C.L., dan Yoon, K., 1981, Multiple Attribute , Springer-Verlag, Berlin.

        mengevaluasi hasil yang diberikan sistem sesuai Decision Making

        [5] Saaty, T.L., 1993, Pengambilan Keputusan bagi para

        dengan yang diharapkan. Jika hasilnya tidak sesuai

        Pemimpin, Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan

        maka perlu dilakukan perbaikan. Hasil pengujian

        Keputusan dalam Situasi yang Kompleks , Pustaka Binama

        menunjukan perhitungan yang diberikan oleh Pressindo, Jakarta. sistem menghasilkan nilai yang serupa dengan [6] Turban, E., Aronson, J.E., dan Liang, T.P., 2005, Decision

        Support System and Intelligent System 7th Ed (Sistem proses perhitungan secara manual. Pendukung Keputusan dan Sistem Cerdas Jilid 1) , Dwi Prabantini, Andi Offset, Yogyakarta.

      4. Kesimpulan

        Penerapan metode AHP dan TOPSIS pada sistem pendukung keputusan kelompok untuk pemilihan lokasi ruang terbuka hijau, menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: a.

        GDSS yang dibangun dengan metode AHP dan TOPSIS sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan yaitu dapat membantu Pemkot Samarinda memilih lokasi ruang terbuka hijau dari beberapa alternatif lokasi yang tersedia.

        b.

        Terdapat perbedaan urutan alternatif antara penilaian yang menggunakan metode AHP- TOPSIS dan penilaian yang dilakukan oleh Pemkot disebabkan penggunaan metode penilaian yang berbeda. Data parameter, data alternatif, dan penilaian pada sistem ini bersifat dinamis, dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengguna sistem.

      5. Saran

        Saran yang diberikan dalam upaya pengembangan sistem pendukung keputusan kelompok pemilihan lokasi ruang terbuka hijau adalah: a.

        Sistem yang dibuat dapat digunakan untuk kasus lain atau pada instansi lain, tetapi memerlukan evaluasi lebih lanjut pada parameter penilaian yang akan digunakan.

        b.

        Penelitian terkait perencanaan tata ruang kota ini dapat dikembangkan dengan memanfaatkan metode-metode keputusan lainnya, misalnya menggunakan metode ANP untuk menangani keterkaitan antar parameter, dan menambahkan fasilitas GIS sebagai alat bantu visualisasi data geografis.

        REFERENSI [1] Anonim, 2007, Undang-Undang RI No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang , Arsip Sekretariat Negara, Jakarta.

        [2] Agus, F., 2014, Integrasi Model Analisis Keputusan dengan Sistem Informasi Geografi Partisipatif untuk Manajemen Ruang Wilayah Perkotaan, Disertasi, Fakultas Kehutanan Unmul, Samarinda. [3] Chou, S.Y., Chang, Y.H., dan Shen, C.Y., 2008, A Fuzzy Simple Additive Weighting System Under Group Decision-