PENGARUH VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH KAYU PELAWAN (CYANOMETRA CAULIFLORA)

PENGARUH VARIABEL WAKTU DAN TEMPERATUR
TERHADAP PEMBUATAN ASAP CAIR DARI LIMBAH
KAYU PELAWAN (CYANOMETRA CAULIFLORA)
Awhu Akbar*, Rio Paindoman, Pamilia Coniwanti
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662
Email: Anthem_akbar@yahoo.com

Abstrak
Ketersediaan limbah kayu pelawan sangat potensial untuk diolah menjadi asap cair. Asap cair diperoleh
dari pengembunan asap hasil penguraian senyawa senyawa organik yang terdapat di dalam kayu pada
proses pirolosis. Pada penelitian ini dilakukan penyelidikan pengaruh variasi temperatur dan waktu
pemanasan terhadap proses pirolisa kayu pelawan menjadi asap cair, dengan variasi kondisi operasi yang
dilakukan adalah suhu pemanasan sebesar 150 oC; 200 oC; 250 oC; 300 oC, 350 °C dengan waktu
pemasan selama 10 menit; 20 menit; 30 menit. Parameter-parameter yang diukur untuk menentukan
kualitas asap cair adalah massa jenis, pH, konsentrasi asam asetat dan konsentrasi fenol. Dari hasil
penelitian diperoleh kualitas asap cair terbaik pada pemanasan pada suhu 150 oC selama 20 menit, dimana
asap cair yang diperoleh memiliki pH 2,09, kadar asam 36 mg/ml dan kadar fenol 0,057 mg/ml.melalui
penelitian ini diketahui bahwa pembuatan asap cair dari limbah kayu pelawan memiliki efiktifitas yang
tinggi.
Kata kunci: Asap cair, pirolisa, kayu pelawan


Abstract
Pelawan wood is the potential wood that can be processed into liquid smoke. Liquid smoke obtained from
the condensation of smoke compounds due to decomposition of organic compounds present in the wood
during pyrolisis. The effects of heating time and temperature were investigated in this research.The
operating conditions in this research are heating temperature at 150 oC; 200 oC; 250 oC; 300 oC, 350 °C
for 10 , 20,and 30 mins. The measured parameters that determine the quality of liquid smoke are density,
pH, acetic acid and phenol content. The best liquid smoke quality were found at 150 oC of heating
temperature for 20 mins, with pH, acetic acid and phenol content are 2.09, 36 and t 0,057 mg/ml
respectively. The research, it is known that pelawan wood has a high effectivity
Keywords: Liquid smoke, pyrolisis, Pelawan wood

1. PENDAHULUAN
Tumbuhan merupakan kekayaan alam
yang memegang peranan penting dalam
kehidupan manusia. Hal ini terlihat dari
banyaknya spesies tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan pangan, keperluan
sandang, papan, obat-obatan, dan lain
sebagainya. Salah satunya spesies tumbuhan

yang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia,
khususnya di Pulau Bangka adalah pohon
pelawan (Cyanometra cauliflora). C.cauliflora
ini dimanfaatkan sebagai bahan bangunan,

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

rangka kapal, kayu api, dan tajar pada
perkebunan lada oleh penduduk setempat,
sedangkan limbah dari kayu pelawan itu sendiri
banyak tidak dimanfaatkan oleh warga sekitar C.
cauliflora merupakan salah satu spesies dari
famili fabaceae C. cauliflora tidak tersebar
secara merata sebagaimana layaknya penyebaran
anggota fabaceae lainnya. C.cauliflora memiliki
wilayah sebaran di selatan Myanmar, selatan
Thailand, Malaysia, Sumatera, Kepulauan Riau,
kepulauan Bangka Belitung, Jawa Barat, dan
Kalimantan (Sosef & Prawirohatmodjo 1998)


Page 1

Dengan adanya ilmu pengetahuan dan
teknologi maka beberapa hasil samping pertanian
dapat diolah menjadi produk yang memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, seperti kayu pelawan yang
sangat potensial untuk diolah menjadi asap.
Dengan meningkatnya produksi asap cair yang
menggunakan bahan dasar kayu pelawan maka
akan mengurangi terjadinya pencemaran udara
karena adanya penguraian senyawa-senyawa
kimia dari proses pembuatan lateks, dll.
Dengan melihat potensi asap cair sebagai
penghilang bau lateks yang memberikan hasil
lebih baik jika di bandingkan dengan asam
formiat, ditambah lagi meningkatkan nilai
ekonomis asap cair yang dapat di buat dari kayu
Pelawan maka penulis merasa perlu di adakan
penelitian lebih lanjut mengenai asap cair
.Penelitian ilmiah sebelum nya pembuatan asap

cair menggunakan serbuk gergaji kayu meranti .
Untuk itu pada penelitian ini akan di buat asap
cair dari kayu pelawan akan diteliti kandungan
asam asetat dan fenol pada setiap variabel suhu
dan waktu pirolisis.
Tujuan Penelitian ini adalah: Mengetahui
pengolahan limbah kayu pelawan menjadi asap
cair, meningkatkan nilai ekonomi limbah kayu
pelawan dan mengetahui pengaruh temperatur
dan waktu pirolisis terhadap kandungan asam
asetat dan fenol pada asap cair yang akan
dihasilkan.
Kayu pelawan merupakan bagian keras pada
komponen yang terdapat pada pohon pelawan.
Saat ini pemanfaatan kayu pelawan belum begitu
maksimal. Ditinjau dari karakteristik bahan baku,
jika dibandingkan dengan tempurung kelapa,
tempurung kelapa sawit memiliki banyak
perbedaan. Perbedaan yang mencolok yaitu pada
kadar abu (ash content) yang biasanya

mempengaruhi kualitas produk yang dihasilkan
oleh tempurung kelapa lebih tinggi dari pada
kayu pelawan.
Apabila limbah kayu pelawan dibakar pada
temperatur tinggi dalam ruangan yang tidak
berhubungan dengan udara maka akan terjadi
rangkaian proses peruraian penyusun kayu
tersebut dan akan menghasilkan arang selain
destilat, tar dan gas (Anonim, 1983). Destilat ini
merupakan komponen yang sering disebut
sebagai asap cair. Kayu pelawan termasuk
golongan kayu keras dengan kadar air sekitar
sembilan sampai tiga belas persen (dihitung
berdasar berat kering), dan terutama tersusun
dari lignin, selulosa dan hemiselulosa. Tanaman
Pelawan termasuk dalam ordo fabales dan famili
Fabaceae.
Pirolisis adalah proses pemanasan suatu
zat tanpa adanya oksigen sehingga terjadi
penguraian komponen-komponen penyusun kayu


keras. Istilah lain dari pirolisis adalah penguraian
yang tidak teratur dari bahan-bahan organik yang
disebabkan oleh adanya pemanasan tanpa
berhubungan dengan udara luar. Hal tersebut
mengandung
pengertian
bahwa
apabila
tempurung dan cangkang dipanaskan tanpa
berhubungan dengan udara dan diberi suhu yang
cukup tinggi, maka akan terjadi reaksi
penguraian dari senyawa-senyawa kompleks
yang menyusun kayu keras dan menghasilkan zat
dalam tiga bentuk yaitu padatan, cairan dan gas
(Widjaya, 1982).
Pembakaran tidak sempurna pada kayu
pelawan, tempurung kelapa, sabut, serta
cangkang sawit menyebabkan senyawa karbon
kompleks tidak teroksidasi menjadi karbon

dioksida dan peristiwa tersebut disebut sebagai
pirolisis. Pada saat pirolisis, energi panas
mendorong terjadinya oksidasi sehingga molekul
karbon yang kompleks terurai, sebagian besar
menjadi karbon atau arang. Istilah lain dari
pirolisis adalah “destructive distillation” atau
destilasi kering, dimana merupakan proses
penguraian yang tidak teratur dari bahan-bahan
organik yang disebabkan oleh adanya pemanasan
tanpa berhubungan dengan udara luar. Hal
tersebut mengandung pengertian bahwa apabila
tempurung dipanaskan tanpa berhubungan
dengan udara dan diberi suhu yang cukup tinggi
maka akan terjadi rangkaian reaksi penguraian
dari senyawa-senyawa kompleks yang menyusun
tempurung dan menghasilkan zat dalam tiga
bentuk yaitu padatan, cairan dan gas (Anonim,
1983).
Tempurung kelapa dan kayu keras
memiliki komponen-komponen yang hampir

sama. Kandungan selulosa, hemiselulosa dan
lignin dalam kayu berbeda-beda tergantung dari
jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung
dua bagian selulosa, satu bagian hemiselulosa
serta satu bagian lignin. Girard (1992)
menyatakan bahwa produk dekomposisi termal
yang dihasilkan melalui reaksi pirolisis
komponen-komponen kayu adalah sebanding
dengan jumlah komponen-komponen tersebut
dalam kayu.
Menurut Maga (1987) asap cair
merupakan suatu campuran larutan dan dispersi
koloid dari asap kayu dalam air yang dapat
diperoleh dari hasil pirolisis kayu. Asap cair
merupakan campuran larutan dari dispersi asap
kayu dengan mengkondensasikan asap cair hasil
pirolisis kayu yang merupakan proses
dekomposisi
dari
komponen-komponen

penyusun kayu seperti lignin, selulosa dan
hemiselulosa akibat panas tanpa adanya oksigen
(Tahir, 1992).

Page 2

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

Menurut Tahir (1992), pada proses
pirolisis dihasilkan tiga macam penggolongan
produk yaitu :
1. Gas-gas yang dikeluarkan pada proses
karbonisasi ini sebagian besar berupa gas
CO2 dan sebagian lagi berupa gas-gas yang
mudah terbakar seperti CO, CH4, H2 dan
hidrokarbon tingkat rendah lain.
2. Destilat berupa asap cair dan tar : Komposisi
utama dari produk yang tertampung adalah
metanol dan asam asetat. Bagian lainnya
merupakan komponen minor yaitu fenol,

metil asetat, asam format, asam butirat dan
lain-lain.
3. Residu (karbon) : kayu mempunyai
komponen-komponen yang hampir sama.
Kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin
dalam kayu berbeda-beda tergantung dari
jenis kayu. Pada umumnya kayu mengandung
dua bagian selulosa dan satu bagian
hemiselulosa, serta satu bagian lignin.
Adapun pada proses pirolisis terjadi
dekomposisi senyawa-senyawa penyusunnya
Asap cair mengandung berbagai senyawa
yang terbentuk karena terjadinya pirolisis tiga
komponen kayu yaitu selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Lebih dari 400 senyawa kimia dalam asap
telah
berhasil
diidentifikasi
Komponenkomponen tersebut meliputi asam yang dapat
mempengaruhi citarasa, pH dan umur simpan

produk asapan; karbonil yang bereaksi dengan
protein dan membentuk pewarnaan coklat dan
fenol yang merupakan pembentuk utama aroma
dan menunjukkan aktivitas antioksidan (Astuti,
2000).
Diketahui pula bahwa temperatur
pembuatan asap merupakan faktor yang paling
menentukan kualitas asap yang dihasilkan.
Darmadji dkk (1999) menyatakan bahwa
kandungan maksimum senyawa-senyawa fenol,
karbonil, dan asam dicapai pada temperatur
pirolisis 600oC. Tetapi produk yang diberikan
asap cair yang dihasilkan pada temperatur 400oC
dinilai mempunyai kualitas organoleptik yang
terbaik dibandingkan dengan asap cair yang
dihasilkan pada temperatur pirolisis yang lebih
tinggi.
Adapun komponen-komponen penyusun asap
cair meliputi:
1. Fenol
Fenol (C6H6OH) memiliki berat
molekul (BM) sekitar 94,11 dengan titik didih
181,2oC. Senyawa fenol diduga berperan sebagai
antioksidan sehingga dapat memperpanjang masa
simpan produk asapan, disamping itu fenol
memberikan cita rasa dan warna yang khas pada

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

produk olahan.
2. Formaldehid
Senyawa kimia formaldehida (juga
disebut metanal, atau formalin), merupakan
aldehida dengan rumus kimia H2CO, yang
berbentuknya gas, atau cair yang dikenal sebagai
formalin, atau padatan yang dikenal sebagai
paraformaldehyde atau trioxane.
Pada umumnya, formaldehida terbentuk akibat
reasi oksidasi katalitik pada metanol. Oleh sebab
itu, formaldehida bisa dihasilkan dari
pembakaran bahan yang mengandung karbon
dan terkandung dalam asap pada kebakaran
hutan, knalpot mobil, dan asap tembakau.
Asam Organik
Asam organik adalah senyawa organik
yang mempunyai derajat keasaman (bahasa
Inggris: acidic properties). Asam organik yang
paling umum adalah asam alkanoat yang
memiliki derajat keasaman dengan gugus
karboksil -COOH, dan asam sulfonat dengan
gugus -SO2OH mempunyai derajat keasaman
yang relatif lebih kuat. Stabilitas pada gugus
asam sangat penting dan menentukan derajat
keasaman sebuah senyawa organik.
Asam asetat merupakan salah satu asam
karboksilat paling sederhana, setelah asam
format. Larutan asam asetat dalam air merupakan
sebuah asam lemah, artinya hanya terdisosiasi
sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Dalam
industri makanan, asam asetat digunakan sebagai
pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam
asetat encer juga sering digunakan sebagai
pelunak air. Dalam setahun, kebutuhan dunia
akan asam asetat mencapai 6,5 juta ton per tahun.
1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur
ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia
maupun dari sumber hayati.
Asam yang telah diidentifikasi dalam kondensat.
1. Alkohol dan Ester
Terdapat 25 macam yang telah diidentifikasi
dalam kondensat.
2. Hidrokarbon Alifatik
Terdapat 1 macam yang telah diidentifikasi
dalam kondensat dan 20 macam dalam
produk asap.
3. Lakton
Terdapat 13 macam yang telah diidentifikasi
dalam kondensat.
4. Senyawa Hidrokarbon Polisiklis Aromatis
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (HPA)
dapat terbentuk pada proses pirolisis. Terdapat
47 macam teridentifikasi dalam kondensat dan
20 macam dalam produk asap. Darmadji (1992)
menyatakan bahwa pembentukan berbagai
senyawa HPA selama pembuatan asap

Page 3

tergantung dari beberapa hal seperti temperatur
pirolisis, waktu, dan kelembaban udara pada saat
proses pembuatan asp serta kandungan udara
dalam kayu. senyawa utama dalam asap cair
yang mempunyai efek terhadap bakteri adalah
fenol dan asam-asam organik. Dalam bentuk
kombinasi, kedua senyawa tersebut bekerja
secara efektif untuk mengontrol pertumbuhan
mikroba.
Menurut Girrard (1992), senyawasenyawa dalam asap cair seperti fenol,
formaldehid serta senyawa asam organik bersifat
mampu membunuh bakteri sehingga berpengaruh
terhadap daya simpan produk asapan. Asap cair
memiliki banyak manfaat dan telah digunakan
pada berbagai industri, antara lain :
1. Industri pangan
Asap cair ini mempunyai kegunaan yang
sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma
yang spesifik juga sebagai pengawet karena
sifat anti mikrobia dan antioksidannya.
Dengan tersedianya asap cair maka proses
pengasapan tradisional dengan menggunakan
asap secara langsung yang mengandung
banyak kelemahan seperti pencemaran
lingkungan, proses tidak dapat
dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten
serta timbulnya bahaya kebakaran, yang
semuanya tersebut dapat dihindari.
2. Industri perkebunan
Asap cair dapt digunakan sebagai koagulan
lateks dengan sifat fungsional asap cair
seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan
tersebut dapat memperbaiki kualitas produk
karet yang dihasilkan.
3. Industri kayu
Kayu yang diolesi dengan asap cair
mempunyai ketahanan terhadap serangan
rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap
cair (Darmadji, 1999)

Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian sebagai berikut, :
Tempat Pengambilan Contoh
Sampel di ambil di sekitar perkebunan di
Palembang
Analisa Kadar Air Kayu Pelawan
1. timbang cawan kosong yang akan digunakan
sebagai wadah kayu (berat C). Ambil
potongan kayu beberapa gram kemudian
timbang beserta cawannya (berat A)
2. Potongan kayu dikeringkan dalam oven pada
temperatur 100c selama 1 jam
3. Potongan kayu yang telah dikeringkan
didinginkan di dalam desikator
4. Potongan kayu yang sudah di dinginkan di
timbang (berat B).
Kadar air kayu (%) =
Berat (A – C ) – Berat (B – C) x 100%
Berat (A-C)
Proses Pembuatan Asap Cair
1. Siapkan 1 unit kondensor
2. Timbang potongan kayu sebanyak 100 gram
3. Masukkan potongan kayu ke reaktor
4. Hubungkan corong asap dengan kondensor
menggunakan selang dan sambungkan
termokopel ke reaktor .
5. Nyalakan kompor , tunggu sampai suhu yang
di khendaki tercapai dan jaga suhu agar tetap
konstan.
6. Hasil kondensasi di tampung di erlenmeyer
dan lakukan proses kondensasi sesuai dengan
lama pembakaran
7. Catat volume asap cair yang didapat dan
timbang arang yang terbentuk

2. METODOLOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
Alat yang di butuhkan :
1. Reaktor (tempat pembakaran potongan kayu)
2. Unit kondensor
3. Neraca Analitik
4. Spektrofotometer
5. Termokopel digital
6. Bahan yang di butuhkan adalah :Kayu
pelawan, Media pendingin, Aquadest
7. Bahan Kimia: Inidikator PP, NaOH, H3PO4,
NH4Cl, NH4OH, Amino Antipirin, Kalium
Fersianida, CHCl3, Natrium Sulfat Anhidrat,
CuSO4.

Page 4

Gambar 1. Blok Diagram Pembuatan Asap Cair

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

Analisa Kandungan Asam Asetat dengan
Cara Titrasi
1. Ambil beberapa 0,2 ml hasil asap cair yang
di dapatkan lalu tambahkan aquadest Sampai
volumenya 100 ml.
2. Tambahkan 3 tetes indikator phenolptalin
3. Titrasi dengan NaOH 0,1 N.
4. Catat volume NaOH yang digunakan untuk
titrasi
5. Hitung kandungan asam asetat dalam asap
cair.

3.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pembuatan Asap Cair
Hasil pembuatan asap cair dari kayu
pelawan pada berbagai variabel waktu dan suhu
pirolisis dapat dilihat pada tabel berikut ini:
60
volume asap cair (ml)

Pengukuran pH Asap Cair
Pengukuran pH asap cair dengan
menggunakan pH meter, sebelum di lakukan
pengukuran pH meter terlebih dahulu di kalibrasi
dengan larutan buffer.

50
40
30
20
10
0
50 100 150 200 250 300 350
Temperatur asap cair (°C)

Kadar Asam (mg/ml) =
ml titran x N NaOH x BM Asam Asetat
Volume Asap Cair (ml)
Dimana,
ml titran
= vol NaOH yang terpakai
N NaOH
= Normalitas larutan
BM Asam Asetat = 60 gr/mol
Analisa Kandungan Fenol
1. Ambil beberapa ml asap cair lalu ditambah
dengan aquadest sampai volume nya 100
ml
2. Tambahkan H3PO4 sebanyak 1 ml dan
CuSO4 sebanyak 1 ml.
3. Destilasi sampai di dapat destilat sekitar 80
ml.
4. Tambah 30 ml air aquadest, lanjutkan
destilasi sampai jumlah destilat 100 ml.
5. Destilat di tambah dengan 2 ml NH4Cl, dan
NH4OH sebanyak 1 ml
6. Tambahkan 0,5 ml larutan amino
antipirin,kocok.
7.

Tambahkan 0,5 ml larutan kalium
ferisianida kocok dan diamkan.
8. Ekstrak dengan chloroform 5 ml.
9. Saring ekstrak melalui kertas saring yang di
beri zat 1 gr natrium sulfat anhidridat.
10. Hasil saringan segera di ukur dengan
spektofotometer pada panjang gelombang
480 nm.

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

Gambar 2 – Pengaruh Waktu dan Temperatur Pemanasan
terhadap Volume Asap Cair

Dari data hasil percobaan dan grafik pengaruh
waktu dan temperatur pirolisis terhadap volume
asap cair di atas, terlihat bahwa volume produk
asap cair terus meningkat bersamaan dengan
meningkatnya temperatur dan waktu pirolisis.
Semakin tinggi waktu pirolisis kayu pelawan
maka produk semakin banyak, hal ini dapat
dilihat semakin banyaknya arang yang terbentuk.
Dengan demikian jumlah asap yang akan
dikondensasikan menjadi asap cair pun akan
semakin banyak.
Selama proses pirolisis berlangsung
proses dekomposisi yang melibatkan proses
pemutusan dan pembentukan ikatan yang baru.
Temperatur pirolisis berpengaruh terhadap
pemutusan rantai hidrokarbon dari polimer pada
kayu pelawan sehingga jumlah asap cair yang
dihasilkan pun akan berbeda pada setiap
kenaikan temperatur. Meningkatnya temperatur
pirolisis menyebabkan semakin besar
pula
unsur- unsur dalam kayu pelawan yang terurai
dan terkondensasikan menjadi asap cair. Asap
cair yang diperoleh dari kayu pelawan ini
mengandung banyak senyawa kimia diantaranya
asam asetat, fenol, formaldehid, alkohol dan
ester.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya
oleh bakkara (2007) juga mendapatkan hubungan
antara waktu dan temperatur pirolisis terhadap
produk asap cair sama dengan yang didapatkan
pada penelitian ini. Pada proses pirolisis yang
dilakukan bakkara terhadap serbuk gergaji dan
kayu meranti, kondensasi pada penelitian ini
terjadi dengan baik. Proses kondensasi yang
berjalan baik ini menyebabkan semua asap yang

Page 5

Hasil Pengukuran pH Asap Cair

10 menit
20 menit
30 menit
150

200

250

300

350

Gambar 4. Pengaruh waktu dan temperatur pirolisis
terhadap kandungan Asam Asetat (mg/ml)

35
PH asap cair 

40
35
30
25
20
15
10
5
0

Temperatur pirolisis (°C)

40
30
25
20
15

10 menit
20 menit
30 menit

10
5
0
150

200

250

300

350

Temperatur asap cair °C
Gambar 3 – Pengaruh Waktu dan Temperatur
Terhadap pH Asap Cair

Grafik hasil pengukuran pH asap cair di
atas menunjukan bahwa harga pH asap cair
sekitar 2-2,7. Harga pH tersebut menyimpulkan
bahwa produk asap cair tersebut bersifat asam.
harga pH akan semakin menurun dengan
semakin meningkatnya temperatur dan waktu
pirolisis. Hal ini di karenakan semakin
banyaknya unsur-unsur dalam kayu pelawan dan
yang terurai dan membentuk senyawa - senyawa
kimia yang bersifat asam. Harga pH terendah
terdapat pada asap cair dari hasil pirolisis pada
suhu 3500C sewaktu 30 menit yaitu sebesar 2,08
ini berarti pada kondisi operasi ini banyak
senyawa – senyawa kimia yang bersifat asam.
Kandungan Asam Asetat pada Asap Cair
Pada penelitian ini dapat diketahui bahwa
asap cair yang diperoleh dari kayu pelawan
mengandung asam asetat. Kandungan asam
asetat yang terdapat dalam asap cair berbeda
pada setiap variable temperatur dan waktu
pirolisa. Kandungan asam asetat pada asap cair
pada berbagai kondisi operasi dapat dilihat pada
grafik berikut ini.

Page 6

Kandungan asam asetat (mg/ml

terbentuk dan yang terkonversi menjadi asap
cair.
Pada penelitian ini didapat asap cair
dengan volume tertinggi pada temperatur
pirolisis masing-masing sampai 350oC selama 30
menit. Hal ini dikarenakan kayu pelawan dan
mendapatkan jumlah panas terbanyak dengan
waktu paling lama sehinnga unsur-unsur dalam
kayu pelawan dan akan semakin banyak yang
terurai dan terkondensasi menjadi asap cair.

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa
semakin lama waktu dan tinggi temperatur
pirolisis kayu pelawan dan maka kandungan
asam asetat pada asap cair pun akan semakin
tinggi. Tingginya temperatur pirolisis dan waktu
pirolisis, menyebabkan semakin tinggi panas
pada kayu pelawan dan untuk menguraikan
hemiselulosa dan selulosa menjadi komponenkomponen senyawa kimia yang bersifat asam
terutama asam asetat. Banyaknya asam asetat
yang dihasilkan dari pirolisa kayu pelawan ,
dapat dilihat pada tabel 3.
Dari table tersebut dapat diketahui
bahwa setiap gram kayu pelawan dan
menghasilkan asam asetat yang bervariasi pada
setiap temperatur dan waktu pirolisa. Asam
asetat terendah didapat dari pirolisa kayu
pelawan dan pada temperature 150oC selama 10
menit yaitu sebesar 19,4 mg/ml, dan tertinggi
pada temperatur 300oC selama 20 menit yaitu
sebesar 36 mg/ml asap cair.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya
pada pirolisa kayu tembesu juga mendapatkan
hubungan antara waktu dan temperatur pirolisis
terhadap kandungan asam asetat yang sama
dengan penelitian ini. Pada penelitian ini
kandungan asam asetat yang didapat lebih sedikit
dari pada kandungan asam asetat pada asap cair
dari kayu tembesu. Hal ini dikarenakan
kandungan selulosa pada kayu tembesu lebih
besar dari pada kayu pelawan.
Kandungan Fenol pada Asap Cair
Fenol merupakan senyawa anti oksidan
yang terdapat pada asap cair. Kandungan fenol
pada asap cair diukur dengan menggunakan
spektofotometer. Kandungan fenol pada asap cair
hasil pirolisis pada berbagai temperatur dan
waktu pirolisis dapat dilihat pada grafik berikut
ini.

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

Kandungan fenol (mg/ml)

3
2,5
2
1,5
1
0,5
0
150 200 250 300 350
Temperatur pirolisis (°C)

Gambar 5 – Pengaruh Waktu dan Temperatur Pemanasan
terhadap kandungan Fenol (mg/ml)

Dari grafik diatas dapat diketahui
bahwa semakin tinggi temperature pirolisis maka
kandungan fenol pun akan semakin meningkat.
Pada suhu 150oC kandungan fenol sangat kecil,
hal ini dikarenakan lignin yang terdapat pada
cangkang sawit dan tempurung kelapa belum
terurai karena kurangnya panas yang dihasilkan
dari pirolisis. Kandungan fenol meningkat tajam
pada suhu 300°C dan 350oC, hal ini dikarenakan
lignin yang merupakan senyawa pembentuk
fenol pada asap cair telah terurai lebih optimal.
Kandungan fenol terbesar terdapat pada asap cair
hasil pirolisis pada temperatur 350oC dengan
waktu pirolisis 10 menit,yaitu sebesar 2,4 mg/ml.
Kandungan fenol ini sangat sedikit bila
dibandingkan dengan kandungan asam asetat.
Hal ini dapat dikarenakan degrasi lignin lebih
sulit dari pada degrasi selulosa, walaupun
kandungan lignin dan selulosa tidak jauh
berbeda.
Kandungan fenol pada asap cair
menurut peneliti sebelumnya (sebesar 0,2-2,9 %.
Kandungan fenol yang didapat dari penelitian ini
jauh lebih kecil dari yang didapat pada kayu
tembesu. Hal ini dapat disebabkan oleh banyak
faktor. Salah satu faktor penyebabnya adalah
kandungan lignin yang terkandung lebih sedikit.
Faktor lainnya adalah kurang optimalnya
temperatur pirolisis kayu pelawan dan sehingga
kandungan lignin pada kayu pelawan belum
efektif terurai sempurna.
Aplikasi Asap Cair sebagai Penghilang Bau
Lateks
Pada penelitian ini asap cair yang
dihasilkan digunakan sebagai penghilang bau
lateks. Dalam pengolahannya lateks biasanya
diangin-anginkan untuk memperoleh karet alam
yang bermutu baik, Hal ini menimbulkan

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013

masalah karena menghasilkan bau di daerah
sekitar. Untuk itu asap cair dapat ditambahkan
pada lateks untuk menghilangkan bau busuk
yang ditimbulkan dari aktifitas yang ada di
dalam lateks.
Asap cair yang digunakan sebanyak 10
ml
ternyata
dapat
digunakan
untuk
menghilangkan bau lateks sebanyak 25 gram.
Lateks yang sudah padat disiram dengan asap
cair dan bau busuknya pun bisa berkurang
bahkan tidak tercium lagi. Bau busuk pada lateks
berubah menjadi bau asap. Hilangnya bau busuk
itu karena adanya kandungan fenol didalam asap
cair. Senyawa fenol dapat membunuh bakteri
pembusuk yang mendegradasi protein menjadi
asam-asam amino, sehingga tidak menimbulkan
bau busuk. Hal ini dikarenakan fenol yang
terdapat dalam asap cair memiliki sifat bakteris
statis yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri
tidak berkembang biak, dan bersifat fungisidal
sehingga jamur tidak dapat tumbuh. Dengan
demikian karet yang dihasilkan lebih berkualitas
serta udara di sekitar pun jauh lebih baik dengan
penggunaan asap cair ini.
Kandungan asam dalam asap cair juga
berpengaruh terhadap hilangnya bau busuk pada
lateks. Hal ini dikarenakan molekul asam lemah
yang terdisosiasi (menghasilkan ion H+ dan
anion) menyebabkan penurunan pH lingkungan
dan dapat kontak dengan dinding sel bakteri,
membrane sel, permukaan luar sitoplasma,
sehingga menyebabkan efek kerusakan pada sel
bakteri. Pada pH lingkungan yang sangat rendah,
asam asetat dapat menyebabkan denaturasi
enzim dan
ketidakstabilan
permeabilitas
membrane sel bakteri sehingga menghambat
pertumbuhan dan menurunkan daya hidup
bakteri atau mikroba lainnya yang ada didalam
lateks.
4.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Semakin tinggi temperatur dan waktu operasi
maka semakin banyak volume asap cair yang
dihasilkan dari proses pirolisis..
2) Pada proses pembuatan asap cair, asap cair
dari hasil penelitian yang didapatkan bersifat
asam.
3) Berdasarkan hasil analisa asam asetat di lab
terhadap asap cair hasil penelitian, didapat
dari grafik kandungan asam asetat (mg/ml)
bahwa semakin besar waktu dan temperatur
pirolisa maka kandungan asam asetat di
dalam asap cair semakin besar. pembuatan
asap cair dari kayu pelawan ini dinilai cukup
layak.

Page 7

DAFTAR PUSTAKA
Anonim.1983.proses
peruraian
penyusun
kayu.Laporan Penelitian, Yogyakarta
Astuti, 2000. Pembuatan Asap Cair dari
Tempurung Kelapa.Laporan Penelitian,
Jakarta.
Bakkara, Lastri. Karakteristik Cuka Kayu Hasil
Pirolisa Limbah Serbuk Gergajian Kayu
Karet pada Kondisi Vakum. Skripsi,
Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas
Sriwijaya: Indralaya
Bakkara.2007.Pembuatan Asap Cair dari
Tempurung Kelapa.Laporan Penelitian:
Jakarta.
Darmadji .1992. Temperatur Pembuatan Asap
Merupakan
Faktor
yang
Paling
Menentukan
Kualitas
Asap
yang
Dihasilkan. Laporan Penelitian, Surabaya.
Darmadji, P. 2002. Optimasi Pemurnian Asap
Cair dengan Metode Redistilasi. Jurnal
Teknologi dan Industri Pangan 13(3),
267-271.
Dewi, Rista Utami, Hengky, & Tuti Indah Sari.
2008. Pembuatan Asap Cair dari Limbah
Serbuk Gergajian Kayu Meranti Sebagai
Penghilang
Bau
Lateks.
Laporan
Penelitian, Jurusan Teknik Kimia,
Fakultas Teknik, Universitas Sriwijaya:
Indralaya.
Doni, Marian, Rigel Andoine, dan Subriyer
Nasir. 2008. Pengaruh Kondisi Operasi
pada Pembuatan Asap Cair dari Ampas
Tebu dan Serbuk Gergaji Kayu Kulim.
Laporan Penelitian, Jurusan Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas
Sriwijaya. Indralaya.

Fengel, Wegener. 1984. Kayu: Kimia,
Ultrastruktur, Reaksi-Reaksi. Cetakan
pertama.
Sastrohamidjojo,
H
(penerjemah). Universitas Gadjah Mada:
Yogyakarta
Girrard, J.P. 1992. Smoking in Technology of
Meat Products. Clermont Ferrand. Ellis
Horwood, New York pp: 165:205
Girrard.1992.Komposisi
Kandungan
Kayu.Laporan Penelitian,Jakarta.

Pada

HP, Danawati, Trisna Dhaniswara Kumala dan
Agnes Selamat Pratiwi. 2009. Pabrik Bio
Oil dari Eceng Gondok dengan Metode
Pirolisis Cepat. Tugas Akhir, Jurusan
Teknik Kimia, Fakultas Teknik Industri,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember:
Surabaya
Kollman, F. P. And Cote, W.A. 1984. Principles
of Wood Science and Technology.
Sprenger Verlag, New York
Kurniati, Rahmawati. 2007. Pembuatan Asap
Cair dan Pemurnian. Laporan Penelitian,
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik,
Universitas Sriwijaya: Palembang
Pszczola, D.E. 1995. Tour Highlights Production
and Uses of Smoke Base Flavors. Food
Tech. (49): 70-74
Solichin, H.M. 2002. The Use of Liquid Smoke
for Natural Rubber Processing. Balai
Penelitian Sembawa: Palembang.
Sosef & Prawirohatmodjo. 1998. Letak Kayu
Pelawan
di
Indonesia.
Laporan
Penelitian, Jakarta.
Tahir .1992. Tiga macam penggolongan produk
yang dihasilkan dari proses pirolisis
Jurnal Teknologi

Erro, Sjostrom.1995.Kimia Kayu: Dasar-dasar
dan Penggunaan. Cetakan kedua.
Sastrohamidjojo,
H
(penerjemah).
Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta

Page 8

Jurnal Teknik Kimia No. 1, Vol. 19, Januari 2013