PENGARUH PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU DAN KONSENTRASI NATRIUM BISULFIT (NaHSO3 ) PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN

  

PENGARUH PERBEDAAN UKURAN PARTIKEL DARI

AMPAS TEBU DAN KONSENTRASI NATRIUM BISULFIT

(NaHSO ) PADA PROSES PEMBUATAN SURFAKTAN

3 Trievita Anna Furi, Pamilia Coniwanti*

  Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jln. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Inderalaya Ogan Ilir (OI) 30662

  

Abstrak

  Surfaktan adalah zat yang ditambahkan pada cairan untuk meningkatkan sifat pembasahan dengan menurunkan tegangan permukaan air. Banyak industri menggunakan surfaktan antara lain sebagai detergent, hair conditioner dan corrosion inhibitor. Proses pembuatan surfaktan dilakukan dengan cara mereaksikan ampas tebu dengan larutan NaHSO sehingga terjadi reaksi sulfonasi lignin. Penelitian ini

  3

  bertujuan untuk mengetahui pengaruh perbedaan ukuran partikel dari ampas tebu dan konsentrasi larutan NaHSO terhadap yield surfaktan. Filtrat yang mengandung surfaktan hasil reaksi dianalisa dengan

  3

  metode spektrofotometri UV-Visible. Dari penelitian diperoleh bahwa semakin besar konsentrasi larutan NaHSO maka yield surfaktan juga semakin besar dan semakin kecil ukuran partikel ampas tebu,

  3

  surfaktan yang dihasilkan akan semakin besar. Kondisi optimum terjadi pada ukuran ampas tebu -0,63

  • 0,355 mm (lolos pada ayakan 0,63 mm dan tertahan pada ayakan 0,355 mm) dengan konsentrasi pelarut Natrium Bisulfit (NaHSO ) 25 % menghasilkan yield 2,9313 %.

3 Kata kunci : lignin, sulfonasi, surfaktan

  

Abstract

  Surfactants is a added substance to the liquid to improve the wetting by lowering the surface tension of water. Many industries used surfactants such as, detergent, hair conditioner and corrosion inhibitors. Surfactants manufacturing process done by reacting with a baggase and NaHSO solution so that the

  3

  reaction occurs lignin sulfonation. This research aims to determine the influence of differences in particle size from the baggase and concentration of aqueous solution of surfactants NaHSO yield. Filtrate results

  3

  in surfactant-containing reaction analysed by the method of UV-Visible spectrophotometry. Obtained from research that the greater the concentration of a NaHSO solution of surfactants are also then yield

  3 the larger and the smaller the particle size, the baggase produced surfactants will be even greater.

  Optimum conditions occur on the size of the baggase is -0.63 + 0.355 mm (undersize in 0.63 mm and oversize in 0.355 mm) with 25% concentration of solvent Natrium Bisulfit (NaHSO ) and the yield is

  3 2.9313%.

  Keywords : lignin, sulfonation, surfactant 1.

  ampas tebu juga banyak digunakan sebagai

   PENDAHULUAN

  pakan ternak atau pupuk organik (Indriani dan Tebu merupakan bahan baku yang Sumiarsih, 1992) digunakan pada pabrik gula. Pada proses Ampas tebu atau lazimnya disebut pembuatan gula akan dihasilkan limbah berupa bagasse, adalah hasil samping dari proses ampas tebu. Pada umumnya, pabrik gula di ekstraksi (pemerahan) cairan tebu. Dari satu Indonesia hanya memanfaatkan ampas tebu pabrik dihasilkan ampas tebu sekitar 35

  • – 40% sebagai bahan bakar bagi pabrik yang dari berat tebu yang digiling (Indriani dan bersangkutan. Disamping untuk bahan bakar, Sumiarsih, 1992). Husin (2007) menambahkan,
berdasarkan data dari Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) ampas tebu yang dihasilkan sebanyak 32% dari berat tebu giling. Pada musim giling 2006 lalu, data yang diperoleh dari Ikatan Ahli Gula Indonesia (Ikagi) menunjukkan bahwa jumlah tebu yang digiling oleh 57 pabrik gula di Indonesia mencapai sekitar 30 juta ton (Anonim, 2007), sehingga ampas tebu yang dihasilkan diperkirakan mencapai 9.640.000 ton. Namun, sebanyak 60% dari ampas tebu tersebut dimanfaatkan oleh pabrik gula sebagai bahan bakar, bahan baku untuk kertas, bahan baku industri kanvas rem, industri jamur dan lain-lain. Oleh karena itu diperkirakan sebanyak 45 % dari ampas tebu tersebut belum dimanfaatkan. Saat ini ampas tebu merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk pembuatan surfaktan karena kandungan ligninnya yang cukup besar. (Husin, 2007).

  Pada penelitian ini akan dilakukan proses ampas tebu. Ampas tebu ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku surfaktan yang ramah lingkungan karena dapat terdegradasi oleh mikroorganisme sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara maksimal. Oleh karena itu dilakukan penelitian dengan melihat pengaruh konsentrasi larutan perebus dan ukuran partikel bahan baku terhadap % yield surfaktan yang dihasilkan dari ampas tebu. Dari penelitian sebelumnya, dapat diketahui bahwa semakin besar konsentrasi larutan NaHSO3, maka yield surfaktan yang dihasilkan semakin besar dan semakin kecil ukuran partikel ampas tebu, surfaktan yang dihasilkan juga akan semakin besar (Hepi Ari P dkk, 2005)

  • – 6% dan serat 44- 48%.

  Surfaktan (surface active agent) atau bahan aktif permukaan merupakan suatu zat yang ditambahkan pada cairan untuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan dengan menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air. Surfaktan banyak digunakan dalam industri antara lain sebagai corrosion inhibitor, detergent, emulgator, dan hair conditioner. Surfaktan mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus lyophobic dan lyophilic. Gugus lyophobic sedikit tertarik pada pelarut sedangkan gugus lyophilic tertarik kuat pada pelarut. Struktur molekul ini biasanya disebut dengan amphiphatic (Othmer,1981).

  Saat ini kebutuhan surfaktan di indonesia semakin meningkat seiring dengan perkembangan industri deterjen, menurut seorang peneliti dari Puslit Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dr. Wuryaningsih data kebutuhan akan penggunaan surfaktan di Indonesia sekitar 95000 ton per tahun, sedangkan kapasitas produksi dalam negeri sekitar 55000 ton per tahun dan 44500 ton masih diimpor yang itupun diproduksi dari Petroleum yang tak ramah lingkungan dan tidak ramah untuk manusia. Selain itu seperti yang kita ketahui bahwa cadangan minyak bumi didunia saat ini sudah mulai menipis. Oleh karena itu untuk memenuhi kebutuhan surfaktan di Indonesia, perlu dipelajari pemanfaatan ampas tebu sebagai bahan baku pembuatan surfaktan. Pada tahun 2006 telah dilakukan penelitian surfaktan berbahan baku tempurung kelapa dengan konsentrasi surfaktan sekitar 2,5%. Untuk pembuatan surfaktan ini digunakan proses sulfonasi dengan Natrium Bisulfit sebagai pelarut.

  Tebu (Saccharum officinarum)

  Tebu (Saccharum officinarum) adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku pabrik gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra (Anonim, 2012a).

  Ampas Tebu

  Ampas tebu (bagasse) tebu merupakan hasil samping dari proses ekstraksi cairan tebu. Dari suatu pabrik dapat dihasilkan sekitar 35- 40% dari berat tebu digiling. Tanaman tebu umumnya menghasilkan 24-36% bagasse tergantung pada kondisi dan macamnya. Bagasse mengandung air 48-52%, gula 2,5

  Lignin adalah senyawa organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan selain selulosa. Lignin merupakan suatu phenolic polimer yang menyebabkan kekuatan dan rigidity pada dinding sel tanaman berkayu. (Othmer, 1981).

  Surfaktan

  Surfaktan (Surface Active Agent) adalah zat seperti deterjen yang ditambahkan pada cairan untuk meningkatkan sifat penyebaran atau pembasahan dengan menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air. Surfaktan mempunyai struktur molekul yang terdiri dari gugus lyophobic dan lyophilic. Gugus lyophobic sedikit tertarik pada solven sedangkan gugus lyophilic tertarik kuat pada solven. Beberapa keunggulan surfaktan yang menggunakan bahan alami (Oleokimia) adalah lebih mudah terdegradasi, biaya produksi lebih rendah, kebutuhan energi lebih rendah, dan bebas kontaminan. (Othmer, 1981).

  • lignin-OH lignin-SO
  • H

  Mekanisme terbentuknya surfaktan diawali dengan mekanisme terbentuknya lignosulfonate yang terjadi melalui dua reaksi, yaitu hidrolisis dan sulfonasi. Hidrolisis merupakan reaksi pemecahan molekul lignin/lignosulfonat menjadi molekul yang lebih kecil. Sulfonasi merupakan reaksi antara ion bisulfite dengan molekul lignin. Reaksi yang terjadi pada proses sulfonasi lignin ini termasuk reaksi ireversibel dan bersifat endotermis. Suhu dan pH merupakan faktor yang paling berpengaruh pada reaksi pembentukan lignosulfonate ini. Semakin tinggi tingkat keasamannya maka laju hidrolisis akan semakin meningkat dan semakin tinggi temperatur laju reaksi akan semakin besar (Ari, 2008). Pembentukan surfaktan (lignosulfonate) terjadi melalui reaksi sulfonasi molekul lignin dengan bisulfite. (Martin, 2005). HSO

  Istilah sulfonasi terutama digunakan untuk menyatakan reaksi-reaksi yang menggunakan pereaksi sulfonasi yang umum seperti asam sulfat pekat, oleum, dan pereaksi lainnya yang mengandung sulfur trioksida. Sulfonasi adalah reaksi kimia yang melibatkan penggabungan gugus asam sulfonat, HSO

  Sulfonasi

  Surfaktan sangat banyak kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam rumah tangga maupun di industri. Surfaktan banyak digunakan dalam industri antara lain sebagai emulsifier, corrosion inhibition, foaming, detergency, dan hair conditioning. Surfaktan digunakan sebagai bahan pencuci yang bersih karena mengandung sifat antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah sakit.

  Kegunaan surfaktan

  memiliki karakteristik tertentu. Beberapa karakteristik penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1) pH 2) Warna 3) Bau 4) Kelarutan dalam air

  2 O Gambar 1. Reaksi lignin dengan bisulfite (Kirk and Othmer, 1981). Karakteristik Kulaitas Surfaktan

  3-

  3-

  Mekanisme Pembentukan Surfaktan

  Larutan surfaktan dalam air menunjukkan perubahan sifat fisik yang mendadak pada daerah konsentrasi yang tertentu. Perubahan yang mendadak ini disebabkan oleh pembentukan agregat atau penggumpalan dari beberapa molekul surfaktan menjadi satu, yaitu pada konsentrasi kritik misel (CMC). Dengan terbentuknya misel sifat larutan akan berubah secara mendadak, seperti tegangan permukaan, viskositas, daya hantar listrik dan lain-lain (Ibnu Hayyan, 2008).

  Sifat Larutan Yang Mengandung Surfaktan

  Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air dengan mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Hal ini dilakukan dengan menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor-ekor hidrofobiknya terentang menjauhi permukaan air. Surfaktan dapat membentuk misel (micelles), suatu molekul surfaktan mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. bersifat hidrofobik dan larut dalam zat-zat non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul surfaktan secara keseluruhan tidaklah benar-benar larut dalam air, tetapi dengan mudah akan tersuspensi di dalam air.

  Mekanisme Kerja Surfaktan

  2. Surfaktan yang larut dalam pelarut air

  1. Surfaktan yang larut dalam minyak

  Penggunaan surfaktan terbagi atas tiga golongan, yaitu sebagai bahan pembasah (wetting agent), bahan pengemulsi (emulsifying agent) dan bahan pelarut (solubilizing agent). Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut dalam air.

  Penggolongan Surfaktan

  • , ke dalam suatu molekul ataupun ion, termasuk reaksi-reaksi yang melibatkan gugus sulfonil halida ataupun garam-garam yang berasal dari gugus asam sulfonat. Reaksi sulfonasi merupakan reaksi yang melibatkan pemasukan gugus sulfonat ke dalam lignin. Proses sulfonasi pada lignin bertujuan untuk mengubah sifat hidrofilitas dari lignin yang tidak larut dalam air

  3 dengan memasukkan gugus sulfonat yang lebih Indikator PP, CHCl pekat, Alkil Benzen

  3 polar dari gugus hidroksil, sehingga akan Sulfonat dan Parafin.

  meningkatkan sifat hidrofilitasnya dan menjadikan lignosulfonat. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian dapat dinyatakan

  Lignosulfonat dalam bentuk diagram percobaan di bawah ini:

  Lignosulfonat bisa juga disebut lignin sulfonat atau sulphite lignin merupakan suatu surfaktan yang dihasilkan dari proses sulfite pulping pada kayu. Pada proses sulphite pulping, lignin dibuat larut dalam dalam solven polar (air) melalui proses sulfonasi dan hidrolisis. (Kirk Othmer 1981). Reaksi yang terjadi adalah: HSO - + lignin-OH lignin-SO - + H O

  3

  3

2 Spektrofotometri UV-Vis

  Spektrofotometri merupakan salah satu metode dalam kimia analisis yang digunakan untuk menentukan komposisi suatu sampel baik secara kuantitatif dan kualitatif yang didasarkan pada interaksi antara materi dengan cahaya. spektrofotometri disebut spektrofotometer. Cahaya yang dimaksud dapat berupa cahaya visibel, UV dan inframerah, sedangkan materi dapat berupa atom dan molekul namun yang lebih berperan adalah elektron valensi.

2. METODOLOGI

  Tahapan yang dipilih dalam penelitian ini antara lain :

  1. Persiapan sampel Ampas Tebu melalui proses grinding dan screening

  2. Sulfonasi (Mereaksikan ampas tebu dengan larutan Natrium Bisulfit (NaHSO3)

  3. Filtrasi (Penyaringan hasil proses sulfonasi antara filtrat dan residu)

  4. Analisa kadar lignosulfonat dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis berdasarkan standar SNI M - 45 -1990

  • – 03

  Alat Gambar 2. Rangkaian Alat Proses Sulfonasi

  Labu leher tiga, Kondenser, Termometer, Motor Pengaduk, Kertas pH Universal, Penangas Minyak, Gelas kimia 500ml Gelas ukur 100 mL, Spatula dan pengaduk, Neraca analitik, Water Keterangan :

  1. Labu leher tiga Cooler, Kaca arloji, Pipet ukur dan bola karet, Pipet tetes, Vibrating Screening,

  2. Motor pengaduk

  3. Termometer spektrofotometer UV/Vis, Corong pisah 250 ml, Corong buchner

  4. Kondenser

  5. Penangas minyak

  Bahan

  6. Saklar

  7. Statif Bahan-bahan terdiri atas ampas tebu, NaHSO ,

3 Aquadest, H SO

  1 N, NaOH 1 N, Metilen biru,

  8. Penyangga

  2

  4

  • 0,63 mm (lolos pada ayakan 1 mm dan tertahan pada ayakan 0,63 mm) dan -0,63
  • 0,355 mm (lolos pada ayakan 0,63 mm dan tertahan pada ayakan 0,355 mm)

  3

  Pembuatan Larutan Standar

  Melarutkan 0,1 gr ABS dengan 50 mL aquadest kedalam gelas kimia setelah itu memasukkan larutan tersebut kedalam labu ukur dan menambahkan aquadest hinggat tanda batas.

  Pembuatan Larutan Induk

  9. Menambahkan Klorofom kedalam larutan tersebut hingga tepat pada tanda tera.

  8. Membiarkan sampai terjadi pemisahan fase dan menggoyangkannya perlahan-lahan kemudian mengeluarkan lapisan bawah dan memasukkannya kedalam labu ukur.

  7. Menambahkan 50 mL aquadest kedalam larutan ekstrak Klorofom gabungan dan mengocoknya kuat-kuat selama 30 detik.

  6. Mengulangi ektraksi seperti pada langkah kedua dan ketiga sebanyak dua kali.

  Pembuatan Surfaktan

  Pembuatan Kurva Kalibrasi

  1. Mengoptimalkan alat spektrofotometer sesuai dengan petunjuk pemakaian alat.

  2. Memipet larutan baku masing-masing 100 mL kedalam corong pisah 250 mL.

  3. Menambahkan larutan Metilen biru sebanyak 25 mL.

  4. Menambahkan 10 mL CHCl

  , mengocoknya kuat-kuat selama 30 detik dan membuka tutup corong sesekali.

  2. Menambahkan aquadest sampai tepat pada tanda batas, sehinga diperoleh kadar ABS 10, 15, 20, 25, 30 mg/L.

  5. Membiarkan hingga terjadi pemisahan fase, menggoyang-goyangkan corong perlahan- lahan dan menambahkan sedikit Isopropil Alkohol bila terjadi pembentukan emulsi, lalu mengeluarkan lapisan bawah dan menampungnya dalam corong pemisah yang lain.

  1 N tetes demi tetes.

  4

  2. Menambahkan 3-5 tetes indikator pp dan larutan NaOH 1 N tetes demi tetes kedalam sampel sampai timbul warna merah muda, kemudian menghilangkan warna tersebut dengan menggunakan H

  1. Mengukur sampel sebanyak 100 mL dan memasukkan sampel kedalam corong pisah 250 mL.

  Analisis Kandungan Lignosulfonat dengan Spektrofotometer UV/Vis (SNI M-45-1990-03) Persiapan Sampel

  Mengulangi langkah diatas untuk setiap variabel Menyaring larutan hasil reaksi sehingga didapatkan residu dan filtrat, setelah itu menganalisis filtrat yang mengandung Lignosulfonat dengan metode spektrofotometri UV-Visible.

  C selama 30 menit dalam reaktor labu leher tiga. 3)

  o

  Natrium Bisulfit sesuai variabel (pada konsentrasi 5 %, 10%, 15%, 20%, 25%), pH diatur 4 menggunakan Asam Sulfat pekat, kemudian merebusnya pada suhu 105

  2) Selanjutnya mereaksikan serbuk ampas tebu sebanyak 7 gram dengan larutan

  Melakukan pengayakan untuk mengambil serbuknya yang lolos ayakan dengan ukuran -1,4 +1 mm (lolos pada ayakan 1,4 mm dan tertahan pada ayakan 1 mm), -1

  1) Memberikan perlakuan awal pada ampas tebu yaitu penghalusan.

  1. Mengambil 5, 10, 15, 20, 25 mL larutan induk dengan menggunakan pipet ukur dan 100 mL.

2 SO

  3

  5. Membiarkan terjadi pemisahan fase, menggoyangkan perlahan-lahan, menambahkan sedikit Isopropil Alkohol bila terbentuk emulsi, setelah itu mengeluarkan lapisan bawah yang mengandung CHCl

  , mengocok kuat-kuat larutan tersebut selama 30 detik sambil membuka tutup corong pisah sesekali.

  3

  4. Menambahkan 10 mL CHCl

  , berarti kadar sulfonat tinggi sekali, maka larutan sampel harus diganti kemudian menyiapkan sampel baru

  3

  3. Menambahkan larutan Metilen biru sebanyak 25 mL, jika warna biru menghilang atau menjadi pucat sekali selama ekstraksi dengan menggunakan CHCl

  6. Memasukkan larutan ekstrak kedalam labu ukur 100 mL dan menambahkan Klorofom tepat pada tanda tera.

  Analisis Karakteristik Larutan Surfaktan (Lignosulfonat) Pencirian Warna dan Bau

  Pencirian warna dan bau dari larutan Lignosulfonat dilakukan secara visual.

  dan menampungnya dalam corong pisah yang lain.

  Uji Kelarutan dalam Air

  1. Memipet 5 ml larutan Lignosulfonat dengan menggunakan pipet ukur dan dimasukan ke dalam gelas ukur 100 mL.

  2. Menambahkan aquadest mulai dari 10 mL sampai 50 mL.

  3. Mengamati apakah larutan Lignosulfonat dapat larut dalam aquadest.

  Uji pH Larutan Lignosulfonat

  1. Mengambil 5 mL larutan Lignosulfonat dengan menggunakan pipet ukur

  2. Melarutkannya ke dalam 10 mL di dalam gelas kimia 100 mL, kemudian menentukan pH nya menggunakan kertas pH universal.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

  Penelitian dilakukan dengan ukuran ampas tebu yaitu -1,4 +1 mm; -1 +0,63 mm; -0,63 +0,355 mm dan dengan variasi konsentrasi pelarut NaHSO3 yaitu 5 %, 10 %, 15 %, 20 %, dan 25%. Hasil dari proses reaksi untuk sampel ampas tebu memiliki variasi, sesuai dengan hasil yang didapatkan sebagai pengaruh perbedaan ukuran partikel ampas tebu dan konsentrasi pelarut Natrium Bisulfit (NaHSO3) terhadap kadar lignosulfonat dan % yield yang dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Hasil dari proses reaksi ampas tebu tiap variabel dilakukan analisa karakteristik lignosulfonatnya untuk mengetahui perbedaan dari tiap variabel. Karakteristik Lignosulfonat seperti warna, pH, Kelarutan dalam air density dan volume dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Perbandingan Surfaktan Lignosulfonat yang terbuat dari ampas tebu dengan Surfaktan Sintetis (ABS) yang dijual di pasaran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

  Lignosulfonat bisa juga disebut lignin sulfonat atau sulphite lignin merupakan suatu surfaktan yang dihasilkan dari proses sulfite pulping pada kayu. Mekanisme terbentuknya lignosulfonat ini terjadi melalui proses hidrolisis dan sulfonasi. Hidrolisis merupakan reaksi pemecahan molekul lignin/lignosulfonat (polimer) menjadi molekul yang lebih kecil. Dengan pemecahan molekul ini maka lignosulfonat dapat larut di dalam air. Sulfonasi merupakan reaksi antara ion bisulfit dengan molekul lignin. Gugus sulfonat pada lignosulfonat merupakan gugus hidrofilik sedangkan lignin memiliki gugus hidrophobic

  Tabel 1. Pengaruh ukuran partikel ampas tebu dan NaHSO3 terhadap kadar lignosulfonat Tabel 2. Karakteristik Larutan Lignosulfonat

  Tabel 3. Perbandingan Surfaktan Lignosulfonat dengan surfaktan sintetis (ABS)

  (surfaktan). Berikut ini adalah reaksi pembentukan surfaktan lignosulfonat : lignin-OH + HSO

  3-

  lignin-SO

  3-

  • H

2 O

  Pengaruh Ukuran Partikel Ampas Tebu terhadap Kadar Lignosulfonat Gambar 3. Pengaruh Ukuran Partikel Ampas

  Tebu Terhadap Kadar Lignosulfonat Pada Berbagai Konsentrasi Natrium Bisulfit

  Dari Gambar 3 diketahui bahwa kadar Lignosulfonat (Surfaktan) pada ukuran -0,63

  Gambar 4. Pengaruh Ukuran Partikel Ampas

  Tebu Terhadap %Yield Lignosulfonat pada berbagai konsentrasi Natrium Bisulfit Dari penelitian dan analisa yang telah dilakukan diketahui bahwa variabel yang optimum pada proses pembuatan surfaktan (Lignosulfonat) adalah ukuran partikel ampas tebu sebesar -0,63 +0,355 mm (lolos pada ayakan 0,63 mm dan tertahan pada ayakan 0,355 mm) dan kadar NaHSO3 sebesar 25 %. Kadar lignosulfonat yang diperoleh tiap variabel diperlihatkan dalam bentuk % yieldnya, dimana % yield yang meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi dan semakin kecilnya ukuran partikel ampas tebu yang direaksikan. Persentase yield tertinggi adalah sebesar 2,9313 % dengan kadar lignosulfonat sebesar 1578,3784 ppm. Pada ukuran partikel -1,4 +1 mm dan -1,0

  • 0,355 mm (lolos pada ayakan 0,63 mm dan tertahan pada ayakan 0,355 mm) lebih besar bila dibandingkan dengan ukuran partikel ampas tebu
    • 1,4+1 mm (lolos pada ayakan 1,4 mm dan tertahan pada ayakan 1 mm) dan -1 +0,63 mm (lolos pada ayakan 1 mm dan tertahan pada ayakan 0,63 mm. Kadar lignosulfonat yang dihasilkan pada ukuran partikel -0,63 +0,355 mm yaitu sebesar 1578,3784 ppm. Hal ini disebabkan oleh reaksi sulfonasi Lignin yang terjadi anatara ampas tebu dan larutan natrium bisulfite (NaHSO3) termasuk reaksi heterogen.Reaksi Heterogen merupakan reaksi kimia yang berlangsung anatara dua buah fase yang berbeda. Lignin yang berasal dari ampas tebu merupakan padatan/ solid, sedangkan NaHSO3 merupakan larutan/cairan. Oleh karena itu proses difusi ion

  • 0,63 mm dapat dikatakan bahwa % yieldnya stabil berkisar pada harga 0,1% - 2, %, namun pada ukuran partikel ampas tebu -0,63 +0,355 mm terlihat peningkatan yang cukup jauh untuk setiap kenaikan konsentrasi pelarutnya yaitu untuk harga 2,4450 % sampai 2,9313 % yang merupakan % yield tertinggi. Namun % yield yang dihasilkan sangatlah kecil. Hal ini bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor pada saat proses reaksi berlangsung Reaksi yang terjadi pada sulfonasi lignin ini termasuk reaksi irreversibel dan bersifat endotermis. Senyawa lignin yang bereaksi dengan natrium bisulfit sangatlah kecil oleh sebab itu perlu dilakukan isolasi lignin terlebih dahulu. Selain itu Suhu dan pH merupakan faktor yang berpengaruh pada reaksi pembentukan lignosulfonat ini. Semakin
    • –SO¬¬3- dari larutan ke padatan juga merupakan faktor yang berpengaruh. Ukuran partikel yang lebih kecil menyebabkan luas permukaan kontak menjadi lebih besar. Luas permukaan yang besar ini mengakibatkan perpindahan massa/ difusi ion
    • –SO¬¬3- menjadi semakin banyak, sehingga kadar Lignosulfonat yang dihasilkan juga lebih besar. Pada penelitian ini juga dapat dilihat grafik antara ukuran partikel ampas tebu VS %Yield lignosulfonat adalah sebagai berikut
    tinggi tingkat keasaman nya (pH rendah) maka laju hidrolisis akan semingkat dan semakin tinggi temperatur maka laju reaksi juga akan besar. Namun pada penelitian pembuatan surfaktan dengan menggunakan ampas tebu memiliki kadar lignosulfonat 2,9313% yang lebih tinggi dibandingkan dari penelitian sebelumnya. Hal ini dapat dilihat pada proses pembuatan surfaktan dengan menggunakan bahan baku yakni tempurung kelapa memiliki kandungan surfaktan (lignosulfonat) yakni sebesar 2,5% (Apris Kurniawan,2010). Dari penelitian ini maka ampas tebu memiliki potensi yang cukup besar untuk dijadikan sebagai bahan baku proses pembuatan surfaktan (lignosulfonat)

  Pengaruh Konsentrasi NaHSO3 terhadap Kadar Lignosulfonat

  Dari penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa konsentrasi NaHSO3 optimum ini adalah sebesar 25 % yang ditunjukkan pada kurva warna hijau muda yang memiliki kadar lignosulfonat yang lebih besar dari konsentrasi NaHSO3 lainnya. Pengaruh konsentrasi pelarut terhadap kadar Lignosulfonat ditunjukkan pada Gambar 4.3

  Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi NaHSO3

  Terhadap Kadar Lignosulfonat Pada Berbagai Ukuran Partikel Ampas Tebu

  Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa semakin besar konsentrasi NaHSO3 yang digunakan maka kadar Lignosulfonat yang diperoleh juga semakin besar. Pada gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai konsentrasi optimum pada proses pembuatan surfaktan yaitu pada konsentrasi 25% dengan kadar lignosulfonat sebesar 1578,3784 ppm dan dengan % yield sebesar 2,9313%. Hal ini disebabkan oleh reaksi antara Lignin dengan Bisulfit bersifat irreversible (Reaksi kimia yang bersifat searah/ tidak bolak balik). Oleh karena itu, jika kadar NaHSO3 diperbesar, maka produk yang dihasilkan juga semakin besar. Konsentrasi produk yang semakin besar ini tidak akan menggeser keseimbangan kearah reaktan karena bersifat searah. Laju reaksi pada proses sulfonasi lignin sebanding dengan jumlah ion sulfit (-SO3). Oleh karena itu, pada konsentrasi NaHSO3 yang tinggi, maka laju reaksi sulfonasi akan tinggi sehingga kadar Lignosulfonat yang dihasilkan juga semakin besar.

  Karakteristik Kualitas Surfaktan Yang Dihasilkan Dari Ampas Tebu Dengan Surfaktan Yang Terbuat Secara Sintetis

  Kualitas surfaktan yang dihasilkan dari ampas tebu maupun yang terbuat secara sintetis dari hasil penelitian didapatkan bahwa memiliki karakteristik yang sama. Beberapa karakteristik penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

  1) pH

  Pada proses pembuatan surfaktan pH mempengaruhi proses terbentuknya surfaktan (lignosulfonat). Pada proses pembuatan surfaktan pH yang diperlukan agar proses pembuatan surfaktan dapat berjalan baik yakni pada pH 4, karna pada kondisi pH tersebut lignin akan bereaksi dengan natrium bisulfit yang akan membentuk lignosulfonat melalui proses sulfonasi. Dari hasil analisis karakteristik pH surfaktan yang dihasilkan baik dari ampas tebu maupun yang dibuat secara sintetis memiliki pH 5 atau pH asam.

  2) Warna

  Karakteristik warna juga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi proses terbentuknya lignosulfonat (surfaktan). Berdasarkan hasil analisa warna dari larutan lignosulfonat hasil sulfonasi dapat diketahui bahwa warna larutan tersebut adalah kuning kecoklatan dan coklat kehitaman. Hal ini menunjukkan adanya perubahan warna larutan yang semula bening menjadi kuning kecoklatan dan ada juga yang berwarna kehitaman. Perubahan warna tersebut menunjukkan adanya penambahan gugus -SO3- pada struktur Lignosulfonat berupa ikatan rangkap.

  3) Bau

  Hasil analisa karakteristik bau larutan lignosulfonat hasil sulfonasi menunjukkan adanya bau yang agak asam dan sedikit berbau sulfur, dimana bau ini disebabkan oleh adanya pengaruh penambahan Asam Sulfat yang menyebabkan larutan berbau agak asam dan karena adanya penambahan gugus -SO3- yang menyebabkan adanya bau belerang, sehingga bau ini dapat dijadikan indikasi adanya kandungan surfaktan di dalam larutan hasil sulfonasi tersebut, sebab larutan standar surfaktan anionik

  4. KESIMPULAN

  yang menjadi pembanding dalam penelitian ini juga memiliki bau yang sama dengan larutan Berdasarkan hasil penelitian yang telah surfaktan hasil sulfonisasi. dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai

4) Kelarutan dalam air berikut :

  Kelarutan dalam air merupakan suatu

  1.Dari segi ukuran partikel : Semakin kecil karakteristik yang harus dimiliki oleh suatu ukuran partikel ampas tebu, maka kadar surfaktan sebab surfaktan biasanya dilarutkan lignosulfonat yang dihasilkan akan semakin dengan menggunakan air. Hasil analisa besar dan % yield juga akan semakin menunjukkan larutan Lignosulfonat hasil meningkat. sulfonasi mampu larut sempurna didalam air

  2.Dari segi konsentrasi pelarut : Semakin besar begitu juga dengan surfaktan sintetis yang konsentrasi NaHSO3 yang digunakan maka digunakan sebagai pembanding. Surfaktan dapat kadar Lignosulfonat yang diperoleh juga larut sempurna didalam air dikarenakan senyawa semakin besar. Lignosulfonat yang terbentuk bersifat polar

  3.Kualitas surfaktan lignosulfonat dari ampas karena mengandung gugus tebu hampir sama dengan kualitas Surfaktan

  • –SO3- dan juga adanya gusgu hidrofilik yang terdapat pada Sintetis (ABS), yang membedakannya hanya lignosulfonat yang memiliki sifat suka pada air, pada ketersediaan bahan baku pembuatan sehingga surfaktan yang dihasilkan dapat larut maupun dampak terhadap lingkungan. sempurna didalam air. Hal ini juga menunjukkan

  4.Kondisi optimum untuk menghasilkan kadar bahwa proses sulfonasi terhadap Lignin menjadi lignosulfonat yang tinggi yaitu pada ukuran Pada penelitian ini kondisi optimum pada pada ayakan 0,63 mm dan tertahan pada proses pembuatan surfaktan yakni pada ukuran ayakan 0,355 mm), dengan konsentrasi pelarut partikel -0,63 +0,355 ( lolos pada ayakan 0,63 Natrium Bisulfit (NaHSO3) sebesar 25 % yang mm dan tertahan pada ayakan 0,355 mm) dan menghasilkan % yield sebesar 2,9313%. pada konsentrasi Natrium Bisulfit yakni 25% dengan % yield lignosulfonat sebesar 2,9313%. Kualitas surfaktan yang dihasilkan hampir sama DAFTAR PUSTAKA seperti yang terdapat di pasaran yakni memilki karakteristik yang sama baik dari pH, Warna, Adamsons, Arthur W. 1982. Physical Chemistry Bau dan Kelarutan di dalam air. Yang of Surface . A wiley-Interscience membedakan surfaktan yang terbuat dari ampas Publication, United State of America. tebu maupun yang dijual di pasaran yaitu bahan baku yang digunakan dan dampak terhadap Anonim.2012a. tebu. http://www wikipedia.com/ lingkungan, pada surfaktan sintetis bahan baku tebu (diakses 12 Januari 2012) yang digunakan adalah alkil benzen sulfonat (ABS) yang merupakan salah satu turunan dari Anonim.2012b. Hasil Giling 57 Pabrik Gula minyak bumi, dimana minyak bumi merupakan Capai 1,43 Juta Ton sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui com/cybernews/ harian/ 0709/17/ nas22 sehingga lama kelamaan nantinya akan habis, .htm. Diakses Tanggal 10 januari 2012. oleh sebab itu pada penelitian ini menggunakan bahan baku yang dapat diperbaharui dan mudah Anonim.2012c. lignin . http://www.lignin.org di dapat yakni ampas tebu. Ampas Tebu (diakses 15 Januari 2012) memiliki potensi yang cukup besar sebagai bahan baku pada proses pembuatan surfaktan. Anonim.2012d. lignosulfonat . Selain itu yang membedakan surfaktan yang lignosulfonat.org (diakses 15 Januari terbuat dari ampas tebu maupun yang dijual di 2012) pasaran yaitu dampak terhadap lingkungan. Surfaktan sintetis yang bersifat anorganik sukar Anonim.2012e. surfaktan anionik. http://www. terdegradasi (terurai) di dalam tanah akibatnya surfaktan anionik.com (diakses

  20 akan merusak struktur tanah ataupun februari 2012) mikroorganisme yang hidup di dalam tanah, sedangkan surfaktan yang terbuat dari ampas Apris Kurniawan dkk. (2006). Kajian awal tebu bersifat organik sehingga mudah pembuatan surfaktan dari tempurung terdegradasi (terurai) di dalam tanah dan tidak kelapa . Universitas Diponegoro: merusak kehidupan mikroorganisme di dalam Semarang. (diakses 30 Januari 2012) tanah. Ari P, Heri dkk. (2008). Studi Awal Mengenai Pembuatan Surfaktan dari Ampas Tebu .

  Universitas Diponegoro: Semarang. (www.research (FORMAT_BARU).Pdf) di akses Januari 2012

  SNI.(1990). Analisis kandungan lignosulfonat

  John Willey and Sons, Inc.,Publication:New York

  Rusdianasari. (2009). Petunjuk Praktikum Kimia

  Analitik Instrumen . Politeknik Negeri Sriwijaya : Palembang.

  Sjostrom,E.(1995). Kimia Kayu Dasar – Dasar

  dan Penggunaan . UGM Press.Yogyakarta

  Slamet.(2004).Tebu (saccharum Officanarum) bunan/warintek/merintisbisnis/progreso.ht m (diakses pada tanggal 20 januari 2012)

  dengan spektrofotometer Uv-Vis SNI-M- 45-1990-03 . Balai riset dan standarisasi

  Volume 15. (diakses 9 Januari 2012) Rosen, Milton J.(2004). Surfactants and

  industri : Palembang Tim Penulis .(2000). Pembudidayaan Tebu di

  Lahan Sawah dan Tegalan . Penebar

  Swadaya : Jakarta Widodo HS. (2004). Permintaan surfaktan

  Indonesia Sebesar 11,82 Juta Ton Per Tahun dan pertumbuhan permintaan surfaktan rata-rata 3 persen per tahun .

  Media Indonesia. Wuryaningsih.2006. Kebutuhan akan

  penggunaan surfaktan di Indonesia . Puslit

  Interfacial phenomena . Third edition,

  of Chemical Technology . Fourth Edition,

  Fengel,D.(1995).Kayu:Kimia, Ultrastruktur,

  New York (diakses 9 Januari 2012) Hayyan, Ibnu. (2008). Pengertian

  Reaksi-reaksi .UGM Press.Yogyakarta

  Fengel, D. and G. Wegener. (1995). Wood: Chemistry, ultrastructure, reactions .

  Walter de Gruyter & Co: Berlin. Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S. (1982).

  Kimia Organik jilid 2. Jakarta : Erlangga

  Gervasio GC. (1996). Detergency. Di dalam: Bailey’s Industrial Oil and Fat Products.

  New York: J Wiley. Othmer, D.P. (1981). Encyclopedia of Chemical

  Surfaktan/Emulsi . Diakses dari

  Kirk, R.E., and Othmer, D.P. 1981. Encyclopedia

  http://ibnuhayyan.wordpress.com (20 Januari 2012). Hulupi, Mentik dkk. (1996). Petunjuk praktikum

  Kimia Fisika untuk Mahasiswa Teknik Kimia : Pusat pengembangan pendidikan

  politeknik.Bandung Husin, A. A. (2007). Pemanfaatan Limbah Untuk Bahan Bangunan . http://www.

  kimpraswil . go.id/balitbang/

  puskim/Homepage% 20Modul%202003/ modulc1/ MAKALAH%20C1_3.pdf (diakses pada tanggal 10 januari 2012) Indriani, Y. H. dan E. Sumiarsih. (1992).

  Pembudidayaan Tebu di Lahan Sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya . Jakarta

  Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta