Fiqih muamalah jual beli kredit (1)

1

FIQIH MUAMALAH
JUAL BELI DENGAN SISTEM KREDIT
Makalah ini disusun guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Fiqih Muamalah
Dosen Pengampu: Imam Mustofa, S.H.I., M.S.I.

DisusunOleh :
Aldi Bagus Kusuma ( 1502100151 )

Kelas A
PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH
JURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JURAI SIWO
2016

2

A. PENDAHULUAN
Hukum-hukum mengenai muamalah telah dijelaskan oleh Allah di

dalam Al-Qur’an dan dijelaskan pula oleh Rasulullah dalam As-Sunnah
yang suci. Adanya penjelasan itu perlu, karena manusia memang sangat
membutuhkan keterangan tentang masalah tersebut dari kedua sumber
utama hukum Islam. Juga karena manusia memang membutuhkan
makanan untuk memperkuat kondisi tubuh, membutuhkan pakaian,
tempat tinggal, kendaraan dan lainnya yang digolongkan sebagai manusia
dalam hidupnya. Jual beli menurut pandangan Al-Qur’an, As-Sunnah,
ijma, dan qiyas adalah boleh. Allah berfirman: “Allah menghalalkan jual
beli”. (Al-Baqarah:275).
Dalam syariah ada yang dinamakan dengan jual beli taqshid atau jual
beli kredit yang akan coba saya bahas. Jual beli sistem kredit datang
menyeruak diantara segala sistem bisnis yang ada. Sistem ini mulai
diminati banyak kalangan, karena rata-rata manusia itu kalangan
menengah ke bawah, yang mana kadang-kadang mereka terdesak untuk
membeli barang tertentu yang tidak bisa dia beli dengan kontan, maka
kredit adalah pilihan yang mungkin dirasa tepat. Namun ada sebuah
pertanyaan besar yang muncul, yaitu apa hukum jual beli kredit secara
islam, halalkah atau haram? Dan pemakalah juga akan mencoba
membahas arti dari jual beli dan syarat-syaratnya dan pengertian kredit.


3

B. DEFINISI JUAL BELI DENGAN SISTEM KREDIT
Jual beli dengan sistem kredit adalah jual beli yang dilakukan tidak
secara kontan di mana pembeli sudah menerima barang sebagai
objek jual beli, namun belum membayar harga, baik keseluruhan
maupun sebagian. Pembayaran dilakukan secara angsur sesuai
dengan kesepakatan. Sulaiman bin Turki mendefinisikan jual beli
kredit:
Jual beli kredit yaitu di mana barang diserah terimakan terlebih
dahulu, sementara pembayaran dilakukan beberapa waktu kemudian
berdasarkan kesepakatan.
Ulama dari empat mazhab, Syafi'iyah, Hanafiyah, Malikiyah,
Hanbaliyah, Zaid bin Ali dan mayoritas ulama membolehkan jual beli
dengan sistem ini, baik harga barang yang menjadi objek transaksi
sama dengan harga cash maupun lebih tinggi. Namun demikian
mereka mensyaratkan kejelasan akad, yaitu adanya kesepahaman
antara penjual dan pembeli bahwa jual beli itu memang dengan sistem
kredit. Dalam transaksi semacam ini biasanya si penjual menyebutkan
dua harga, yaitu harga cash dan harga kredit. Si pembeli harus jelas

hendak membeli dengan cash atau kredit.1
Sebagai deskripsi untuk memperjelas, Aldy hendak menjual
motornya,ia menawarkannya kepada Aji “Aji belilah motorku ini kalau
cash 50 juta kalau kredit selama satu tahun 65 juta.” Kemudian aji
menjawab ”Oke, Aku beli dengan sistem kredit 65 juta dalam satu
tahun maka transaksi semacam ini di bolehkan.2
Berbeda jika terjadi tawar menawar atau transaksi yang tidak jelas.
Misalnya Andi menawarkan “Kiki belilah motorku ini, kalau cash 50
juta kalau kredit selama satu tahun 65 juta.” Kemudian Kiki menjawab
“Oke, Aku beli.” Tanpa ada kejelasan, apakah Kiki membeli secara
cash atau kredit, maka transaksi semacam ini batal, sementara
1
2

Imam Mustofa,Fiiqih Mu’amalah Kontemporer (Jakarta:Rajawali Pers,2016), h. 49.
Ibid.,h.50

4

menurut Hanafiyah adalah fasid, transaksi yang mengandung 2 akad

sekaligus dan di larang berdasarkan dalam hadis nabi:

‫ﻟر َﺑﺎ‬
ُ ‫َو ِﻷَﺑِﻲ‬
‫ أَ ْو اَ ﱢ‬,‫ﺳ ُﮭ َﻣﺎ‬
ُ ‫ﺎع َﺑ ْﯾ َﻌ َﺗ ْﯾ ِن ﻓِﻲ َﺑ ْﯾ َﻌ ٍﺔ َﻓﻠَ ُﮫ أَ َو َﻛ‬
َ ‫ َﻣنْ َﺑ‬: َ‫دَاود‬
Menurut riwayat Abu Dawud: Barang siapa melakukan dua jual-beli dalam
satu transaksi, maka baginya harga yang murah atau ia termasuk riba. 3
Jual beli dengan cara mengangsur pembayaran harga barang dalam
kurun waktu tertentu dan jumlah nominal tertentu belum ada pada zaman
Rasul. Jual beli kredit dalam istilah fikih mu‟amalah kontemporer disebut
al-bai bittaqsith. Model jual beli masyarakat Arab abad VII M, baru
mengenal jual beli tangguh bayar (al-bai‟ ila ajalin), belum sampai pada
cara mengangsur. Pada masa itu telah dikenal banyak model jual beli
dengan pembayaran tangguh, seperti jual beli inah. Model ini dilakukan
untuk menghindari riba. Seseorang membutuhkan modal seolah-olah
menjual barang miliknya kepada orang lain dan membeli kembali barang
tersebut dengan harga lebih tinggi dibanding saat menjual, karena
pembayarannya tunda. Persoalan Akademis yang muncul dari praktek jual

beli bayar tangguh masa itu adalah status harga yang lebih mahal dari
harga saat dibayar cash dan munculnya praktek dua akad dalam satu
transaksi. Akad tersebut dilarang oleh Nabi. Ada pertentangan praktek
tersebut dengan norma hukum Islam, yang menjadi panduan hidup
muslim. Hukum Islam bidang muamalah digali dari nash; al-Qur‟an, hadis
dan akal budi.4
C. DASAR HUKUM JUAL BELI DENGAN SISTEM KREDIT
Secara umum, jual beli dengan sistem kredit diperbolehkan oleh
syariat. Hal ini berdasarkan pada beberapa dalil, di antaranya adalah:

3

Sultan Remy Sjahdeini, Perbankan Syariah Produk-Produk Dan Aspek-Aspek
Hukumnya (Jakarta:PT.Adhitya Andhrebina Agung,2014), h. 185
4
Ahmad Fadlan Lubis, “Analisis Perilaku Masyarakat Muslim Terhadap Transaksi Jual
Beli”, Dalam Junal Ekonomi dan Keuangan, Vol. 1, No.1, Desember 2012, h.25

5


Hai orang-orang
orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya
menuliskannya. (QS.
Al Baqarah : 282)5
Telah terjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama tentang hukum
jual beli dengan cara kredit. Penyebab dari perbedaan pendapat ulama’
tersebut adalah
h terletak pada adanya penambahan harga sebagai
konsekwensi dari ditundanya pembayaran apakah ia masuk tidak kepada
larangan hadits yang berbunyi : “Dari Abu Hurairah dari Rasulullah SAW,
bahwasannya beliau melarang dua transaksi jual beli dalam satu transaksi
jual beli.” (HR. Tirmidzi, Nasa’I dan lainnya) .ada dua anggapan yang
menyatakan bahwa jual beli kredit itu haram dan jual beli kredit di
bolehkan :
1. Jual beli kredit di haramkan.
Diantara yang berpendapat demikian dari kalangan ulama’
kontemporer adalah Al Albani yang beliau cantumkan dalam banyak
kitabnya, diantaranya Silsilah Ahadits Ash Shohihah. Juga Syaikh Salim Al
Hilali dalam kitab Mausu’ah Al Manahi Asy Syar’iyah dan juga lainnya.

Mereka berpendapat bahwa jual beli secara kredit adalah masuk kedalam
larangan jual beli dua transaksi dalam satu transaksi sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits.

5

Muhammad Shir Shur,Bai’ al-Murrabahah lil Amir bi al-Syira,(Digital
Syira,(Digital Library al
al-Maktabah alsyamilah al-Isdar al-sani,2005),
sani,2005), I/81

6

Mereka menafsirkan hadits “Dua transaksi jual beli daam satu transaksi”
adalah seperti ucapan seorang penjual atau pembeli : “Barang ini kalau
tunai harganya segini sedangkan kalau kredit maka harganya segitu.”
Dari sini, pendapat ini menyimpulkan bahwa ucapan seseorang : “Saya
jual barang ini padamu kalau kontan harganya sekian dan kalau ditunda
pembayarannya harganya sekian.” Adalah sistem jual beli yang saat ini
dikenal dengan nama jual beli kredit dan haram hukumnya.

2. Jual beli kredit diperbolehkan.
Kementrian Waqaf dan Urusan Agama Islam Kuwait semua
sepakat bahwa tidak ada larangan bagi penjual menentukan harga secara
kredit lebih tinggi dari pada ketentuan harga kontan. Penjual boleh saja
mengambil keuntungan dari penjualan secara kredit dengan ketentuan
dan perhitungan yang jelas.
Dalil-dalil yang digunakan oleh pendapat ini diantaranya adalah :
a)

Dalil-dalil yang memperbolehkan jual beli dengan pembayaran tertunda.

ْ ‫َﻓ‬
‫ْن إِﻟَﻰ أَ َﺟ ٍل ﻣ َُﺳ ًّﻣﻰ‬
َ ‫ﺎﻛ ُﺗﺑُوهُ َﯾﺎ أَ ﱡﯾ َﮭﺎ اﻟﱠذ‬
ٍ ‫ِﯾن آ َﻣ ُﻧوا إِ َذا َﺗدَ ا َﯾ ْﻧ ُﺗ ْم ِﺑدَ ﯾ‬
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.(QS.
Al Baqarah : 282)6
Ayat di atas adalah dalil bolehnya akad hutang-piutang, sedangkan
akad kredit merupakan salah satu bentuk hutang, sehingga keumuman

ayat di atas bisa menjadi dasar bolehnya akad kredit dengan syarat
penjual dan pembeli sepakat dengan ketentuan dan si pembeli ridho
dengan kesepakatan menambah harga dalam jangka waktu yang telah di
tentukan saat akan melakukan transaksi dengan memusyawarahkan
kenaikan harga jika akan di bayar dengan di ansur ( bertahab dalam
pembayaran dengan kenaikan harga yang telah di tentukan dan waktu
jatuh tempo yang di sepakati bersama )
6

Ibid,.h.81

7

D. RUKUN DAN SYARAT JUAL BELI DENGAN SISTEM KREDIT
a) Rukun jual beli dengan sistem kredit
Oleh karena jual beli ini merupakan suatu perbuatan hukum yang
mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang
dari pihak penjual kepada pembeli, maka dengan sendirinya dalam
perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.
Mengenai rukun dan syarat jual beli hanya ijab dan qabul saja,

menurut mereka yang menjadi rukun dalam jual beli hanyalah kerelaan
antara

kedua

belah

pihak.

Namun

karena

ada

unsur

kerelaan

berhubungan dengan hati yang tidak kelihatan, maka diperlukan indikator

(qarinah) yang menunjukkan kerelaan yaitu dalam bentuk ijab qabul.
Dalam fiqih terkenal dengan istilah (ba’iul muatto) menurut Jumhur ulama’
rukun jual beli ada empat antara lain:
a. Orang yang berakad (penjual dan pembeli).
b. Sigat (lafal ijab dan qabul).
c. Ada barang yang dibeli.
d. Ada nilai tukar pengganti barang
Ijab qabul adalah salah satu bentuk indikasi yang meyakinkan tentang
adanya rasa suka sama suka. Bila pada waktu ini kita dapat menemukan
cara lain yang dapat ditempatkan sebagai indikasi seperti saling
mengangguk atau saling menanda tangani sebuah dokumen, maka yang
demikian telah memenuhi unsur suatu transaksi. Misalnya: Andi membeli
motor dengan kredit seharga 30 juta dan harga jika di beli dengan cash
yaitu 25 juta, sebelum Andi membayar separuh harga motor andi sudah
mengetahui jumlah kenaikan harga jika di beli secara kredit, sebelumnya
Andi sudah bermusyawarah dengan penjual berapa harga jika di beli
dengan kredit,berapa lama jatuh tempo dan berapa uang yang harus di
setor setiap bulannya, ketentuan tersebut sudah di sepakati bersama
dengan menuliskan ketentuan-ketentuan dan di tandatangani bersama di

8

atras matrai dengan penuh keridhoan.
keridhoan. Hal tersebut menurut saya sah
sah-sah
saja dan tidak di haramkan hukumnya karena tidak merugikan kedua
belah pihak.7
b) Syarat jual beli dengan sistem kredit
a) Berakal, agar dia tidak terkicuh, orang yang gila atau bodoh
tidak sah jual belinya. Adapun yang dimaksud berakal, yaitu
dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik bagi
dirinya, dan apabila salah satu pihak tidak berakal maka jual
beli yang diadakan tidak sah karena jika salah satu atau si
pembeli tidak tau men
menau
au akan kenaikan harga jika di bayar
bertahap maka jual beli tersebut tidak sah atau hukumnya di
haramkan.
b) Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa), bahwa dalam
melakukan perbuatan jual beli tersebut salah satu pihak
tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan kepada pihak
lainnya,sehingga pihak yang lain tersebut melakukan
perbuatan jual beli bukan lagi disebabkan kemauannya
sendiri, tapi disebabkan adanya unsur paksaan, jual beli
yang dilakukan bukan atas dasar “kehendaknya sendiri”
adalah tidak sah. Adapun yang menjadi dasar bahwa suatu
jual beli harus dilakukan atas dasar kehendak sendiri para
pihak, dapat dilihat dalam ketentuan Al- Qur’an surat An
AnNisa’ ayat 29

Yang artinya: Hai orang
orang-orang
ang yang beriman, janganlah
kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan
7

Sulaiman Rasyit,Fikih Islam (Jakarta:Attahiriyah,2005),
(Jakarta:
h. 270.

9

suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh

dirimu

sesungguhnya

Allah

adalah

Maha

Penyayang kepadamu.8
E. Ketentuan jual beli dengan sistem kredit
a) Ketentuan jual beli dengan sistem kredit dalam fiqih
Di dalam ilmu fikih, akad jual beli kredit lebih familiar dengan
istilah jual beli taqsith, Secara bahasa, taqsith itu sendiri berarti
membagi atau menjadikan sesuatu beberapa bagian.
Meskipun sistem ini adalah sistem klasik, namun terbukti hingga kini
masih menjadi trik yang sangat jitu untuk menjaring pasar, bahkan sistem
ini terus-menerus dikembangkan dengan berbagai modifikasi.
Dalam fikih ada aturan, jual beli termasuk akad yang tidak boleh
dibatasi masanya. Misalnya seseorang berkata, ”Saya jual rumah saya
untuk satu bulan dengan harga Rp 1.000.000,-“. Pernyataan seseorang
tersebut bukanlah jual beli, tetapi sewa. Hukum yang harus diterapkan
adalah sewa bukan jual beli. Jual beli membawa konsekwensi
perpindahan kepemilikan untuk selamanya. Mengenai pemilihan kata
dalam akad tidak merubah substansi aturan transaksi. Pendapat-pendapat
ulama fikih tentang jual beli dengan sistem kredit di antaranya yaitu :
 Fiqh Hanafiyah

Harga bisa dinaikkan karena penundaan waktu. Penjualan kontan
dengan kredit tidak bisa disamakan. Karena yang ada pada saat ini lebih
bernilai dari pada yang belum ada. Pembayaran kontan lebih baik dari
pada pembayaran berjangka
 Fiqh Malikiyah

Imam Asy Syathibi :
Penundaan salah satu alat tukar bisa menyebabkan pertambahan
harga.
Imam Az Zarqoni menegaskan :
8

Dja’far Amir,Ilmu Fiqih(Sholo:Ramadhani,1991), h.161

10

Karena perputaran waktu memang memiliki bagian nilai, sedikit
atau banyak, tentu berbeda pula nilainya.
 Fiqh Syafi’iyah
Imam Asy Syirozi berkata :
Kalau seseorang membeli sesuatu dengan pembayaran tertunda,
tidak perlu diberitahu harga kontannya, karena penundaan
pembayaran memang memiliki nilai tersendiri.
 Fiqh Hanbali
Imam Ibnu Taimiyah berkata :
Putaran waktu memang memiliki jatah harga.

F. Jual beli kredit lewat pihak ketiga (leasing)
Jual beli secara

kredit

asalnya

boleh selama

tidak

melakukan hal yang terlarang. Namun perlu diperhatikan bahwa
kebolehan jual beli kredit harus melihat beberapa kriteria. Jika
tidak diperhatikan, seseorang bisa terjatuh dalam jurang riba.
 Kriteria pertama, barang yang dikreditkan sudah menjadi milik
penjual (bank). Kita contohkan kredit mobil. Dalam kondisi
semacam ini, si pembeli boleh membeli mobil tadi secara kredit
dengan harga yang sudah ditentukan tanpa adanya denda jika
mengalami

keterlambatan.

Antara

pembeli

dan

penjual

bersepakat kapan melakukan pembayaran, apakah setiap bulan
atau semacam itu. Dalam hal ini ada angsuran di muka dan
sisanya dibayarkan di belakang.
 Kriteria kedua, barang tersebut bukan menjadi milik si penjual
(bank), namun menjadi milik pihak ketiga. Si pembeli meminta
bank untuk membelikan barang tersebut. Lalu si pembeli
melakukan kesepakatan dengan pihak bank bahwa ia akan
membeli barang tersebut dari bank. Namun dengan syarat,
kepemilikan barang sudah berada pada bank, bukan lagi pada
pihak ketiga. Sehingga yang menjamin kerusakan dan lainnya

11

adalah bank, bukan lagi pihak ketiga. Pada saat ini, si pembeli
boleh melakukan membeli barang tersebut dari bank dengan
kesepakatan harga. Namun sekali lagi, jual beli bentuk ini harus
memenuhi dua syarat:
1. harganya jelas di antara kedua pihak, walau ada tambahan
dari harga beli bank dari pihak ketiga.
2. tidak ada denda jika ada keterlambatan angsuran.

Jika salah satu dari dua syarat di atas tidak bisa dipenuhi, maka akan
terjerumus pada pelanggaran. Pertama, boleh jadi membeli sesuatu yang
belum diserahterimakan secara sempurna, artinya belum menjadi milik
bank, namun sudah dijual pada pembeli. Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu
‘anhuma,Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
yang artinya : barang siapa yang membeli bahan makanan, maka
janganlah ia menjualnya kembali hingga ia selesai menerimanya.” Ibnu
‘Abbas mengatakan, “Aku berpendapat bahwa segala sesuatu hukumnya
sama dengan bahan makanan.” (HR. Bukhari no. 2136 dan Muslim no.
1525)
Jika menjualnya sebelum selesai pembayaran maka bisa jadi
terjerumus dalam riba karena bentuknya sama dengan mengutangkan
mobil pada pembeli, lalu mengeruk keuntungan dari utang. Padahal para
ulama berijma’ (bersepakat) akan haramnnya keuntungan bersyarat yang
diambil dari utang piutang.

12

G. PENUTUP
1) KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas, bisa ditarik garis kesimpulan
sebagai berikut :
 Kredit adalah Pembayaran secara tertunda dan dalam

bentuk cicilan dalam waktu-waktu yang ditentukan.
 Para ulama berbeda pendapat mengenai masalah ini, ada
yang mengharamkan dan ada yang membolehkan. Dan yang
paling umum adalah dibolehkannya jual beli kredit dengan
beberapa

syarat

mengharamkan

dan

adalah

ketentuan.
jika

Sedangkan

transaksi

tersebut

yang
tidak

mengandung kejelasan.
2) SARAN
Sebagai masyarakat, baik yang berpendidikan maupun yang
tidak, hendaknya jika mempunyai uang, yang mana uang tersebut
hendak digunakan untuk membeli barang semisal sepeda motor
maka pembeliannya dilakukan secara kontan, walaupun dealer itu
menyarankan membeli dengan kredit. Karena kita harus ikhtiat
(berhati-hati) dalam bermualah.

13

DAFTAR PUSTAKA

Imam Mustora,Fiqih Mu’amalah Kontemporer,Rajawali Pers,Jakarta,2016
Sultan Remy Sjahdeini,Perbankan Syariahproduk-Produk Dan AspekAspek Hukumnya,Adhitya Andhrebina Agung,Jakarta,2014
Ahmad Fadlan Lubis,Analisis Prilaku Masyarakat Muslim Terhadap
Tansaksi Jual Beli, Dalam Jurnal Ekonomi Dan Keuangan,Desember Vol.
1,No.1,2012
Muhammad Shir Shur,Ba’i Al-Murabahah Lil Amir Bi Al-Syira,Digital
Library Al-Maktabah Al-Syamilah Al-Isdar Al-Sani,2005
Sulaiman Rasyit,Fiqih Islam,Attahiriyah,Jakarta,2005
Dja’far Amir,Ilmu Fiqih,Ramadhani,1991
Hasbi Ash Shiddieqy,Pengantar Fiqih Muamalah,Bulan
Bintang,Jakarta,1997
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi Ntentang Teori Akad
Dalam Fiqih Muamalat,Raja Grafindo Persada,Jakarta,2007
Hendi Suhendi,Fiqih Muamalah,Raja Grafindo Persada,Jakarta,2002