Analisis Hubungan Perilaku Makan dengan

TUGAS MATA KULIAH ANALISIS
EPIDEMIOLOGI
“Analisis Hubungan Perilaku Makan dengan Obesitas
pada Mahasiswa FKM UNDIP Tahun 2016”

PENYUSUN:
Tuti Yuinatun
Nurlaila
Zuyyinatul Mualifah
Deni Lestari
Zahrotul Mahmudati
Miranti Puspasari
Yunita Amilia

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI DAN PENYAKIT TROPIK
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2016

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebiasaan makan adalah ekspresi setiap individu dalam memilih makanan
yang akan membentuk pola perilaku makan. Oleh karena itu, ekspresi
setiap individu dalam memilih makanan akan berbeda satu dengan yang
lain. Menurut Hadi (2003) ketidakseimbangan asupan energy (energy
intake) yang melebihi energi yang digunakan (energy expenditure) dapat
menyebabkan obesitas. Perubahan pola makan ini dipercepat oleh
kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Perbaikan tingkat
ekonomi juga menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik masyarakat
tertentu. Perubahan pola makan dan aktivitas fisik ini berakibat kepada
semakin banyaknya penduduk yang mengalami masalah overweight dan
obesitas.
Obesitas merupakan penyakit kelebihan lemak dalam tubuh yang
terakumulasi dan dapat memperburuk status kesehatan individu serta
penampilan fisik seseorang. Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti
banyak sekali faktor yang menyebabkan obesitas terjadi. Beberapa faktor
yang menyebabkan terjadinya obesitas seperti faktor lingkungan, genetik,
psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik. Faktor
lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti, lingkungan

ini termasuk pengaruh gaya hidup dan bagaimana pola makan seseorang.
Badan kesehatan dunia World of Health Organitation (WHO)
mengindikasikan, bahwa ada 1,6 miliar orang di dunia (usia di atas 15
tahun) yang memiliki berat badan berlebihan. Obesitas atau kegemukan
menyebabkan 10,3 persen dari angka kematian di dunia, angka tersebut
menempati peringkat kelima penyebab utama kematian di dunia. WHO
telah memprediksikan bahwa pada tahun 2015, sekitar 2,3 miliar juta
orang di dunia memiliki berat badan berlebih dan lebih dari 700 juta orang
tergolong obesitas. Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus bertampah
dari tahun ke tahun. Ketua Umum Persatuan Ahli Gizi Indonesia
(PERSAGI), Prof Dr Herdinsyah MS, saat ini jumlah penderita obesitas di
Indonesia untuk populasi remaja dewasa sudah mencapai angka 18 persen.
Angka ini bahkan lebih tinggi lagi di kelompok dewasa, yaitu bisa
mencapai 25 persen dari total populasi seluruh Indonesia (Albiner, 2009)
Obesitas pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang
mengalami obesitas 80% berpeluang untuk mengalami obesitas pula
pada saat dewasa. Selain itu, terjadi peningkatan remaja obesitas yang
didiagnosis dengan kondisi penyakit yang biasa dialami orang dewasa.
Disisi lain hal yang menyebabkan obesitas pada remaja adalah salah
satunya karena mereka sering tidak memperhatikan pola makan secara

baik. Oleh karena itu kami mengambil judul penelitian yaitu “Analisis

Hubunga Perilaku Makan dengan Obesitas pada Mahasiswa FKM Undip
Angkatan 2015”

B. Rumusan Masalah
WHO telah memprediksikan bahwa pada tahun 2015, sekitar 2,3 miliar
juta orang di dunia memiliki berat badan berlebih dan lebih dari 700 juta
orang tergolong obesitas. Jumlah penderita obesitas di Indonesia terus
bertampah dari tahun ke tahun. Mahasiswa FKM Undip Angatan 2015
masih tergolong remaja sehingga berpotensi untuk terkena obesitas.
Remaja juga sering tidak memperhatikan pola makan secara baik. Obesitas
pada remaja penting untuk diperhatikan karena remaja yang mengalami
obesitas 80%

berpeluang untuk mengalami obesitas pula pada saat

dewasa.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum

Menganalisis hubungan perilaku makan dengan obesitas pada
mahasiswa FKM Undip angkatan 2015
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi mahasiswa FKM Undip angkatan 2015
yang mengalami obesitas
b. Menggambarkan perilaku makan mahasiswa FKM Undip
angkatan 2015
c. Menganalisis hubungan perilaku makan dengan obesitas
pada mahasiswa FKM Undip angkatan 2015
D. Manfaat
1. Bagi Pemerintah
Informasi dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai salah satu acuan data untuk program-program pemerintah
serta penelitian-penelitian berikutnya.

2. Bagi Masyarakat
Meningkatkan tingkat pengetahuan masyarakat mengenai obesitas
dan resikonya dan pentingnya pengetahuan tersebut untuk
mencapai status gizi yang baik.
3. Bagi Peneliti

Memberikan pengalaman langsung dalam pelaksanaan penelitian,
penulisan hasil serta menambah wawasan ilmiah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. OBESITAS
1. Definisi
Obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadinya penumpukan lemak
yang berlebihan dalam tubuh. (Bandini, -). Obesitas adalah kelebihan
lemak dalam tubuh, yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan
(bawah kulit), sekitar organ tubuh dan kadang terjadi perluasan ke
dalam jaringan organnya (Misnadierly, 2007). Obesitas merupakan
keadaan yang menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat
badan akibat jaringan lemak dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan
berat badan yang melampaui ukuran ideal (Sumanto, 2009). Penyebab
utama terjadinya obesitas adalah adanya ketidaksimbangan antara
asupan energi dengan pengeluaran energi dari dalam tubuh. (Betty,
2004).
2. Etiologi
Penyebab obesitas sangatlah kompleks. Meskipun gen berperan penting
dalam menentukan asupan makanan dan metabolisme energi, gaya

hidup dan faktor lingkungan dapat berperan dominan pada banyak
orang dengan obesitas. Diduga bahwa sebagian besar obesitas
disebabkan oleh karena interaksi antara faktor genetik dan faktor
lingkungan, antara lain aktifitas, perilaku makan, gaya hidup, sosial
ekonomi dan nutrisional (Guyton, 2007).
a. Genetik

Obesitas jelas menurun dalam keluarga. Namun peran genetik
yang pasti untuk menimbulkan obesitas masih sulit ditentukan,
karena anggota keluarga umumnya memiliki kebiasaan makan
dan pola aktivitas fisik yang sama. Akan tetapi, bukti terkini
menunjukkan bahwa 20-25% kasus obesitas dapat disebabkan
faktor genetik. Gen dapat berperan dalam obesitas dengan
menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur
pusat makan dan pengeluaran energi serta penyimpanan lemak.
Penyebab monogenik (gen tunggal) dari obesitas adalah mutasi
MCR-4, yaitu penyebab monogenik tersering untuk obesitas
yang ditemukan sejauh ini, defisiensi leptin kongenital, yang
diakibatkan mutasi gen, yang sangat jarang dijumpai dan mutasi
reseptor leptin, yang juga jarang ditemui. Semua bentuk

penyebab monogenik tersebut hanya terjadi pada sejumlah kecil
persentase dari seluruh kasus obesitas. Banyak variasi gen
sepertinya berinterakasi dengan faktor lingkungan untuk
mempengaruhi jumlah dan distribusi lemak. (Guyton, 2007).
1) Aktivitas fisik
Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab
utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan
latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan
mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik
yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa
otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang
obesitas, peningkatan aktivitas

fisik dipercaya dapat

meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan,
yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap
pengendalian berat tubuh. Pengeluaran energi tergantung
dari dua faktor: 1) tingkat aktivitas dan olahraga secara

umum; 2) angka metabolisme basal atau tingkat energi yang
dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh.
Dari kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki
tanggung jawab duapertiga dari pengeluaran energi orang
normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi sepertiga

pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi
orang yang memiliki kelebihan berat badan aktivitas fisik
memiliki peran yang sangat penting.
Pada saat berolahraga kalori terbakar, makin banyak
berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori
secara tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme
basal. Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami
penurunan metabolisme basal tubuhnya kekurangan aktifitas
gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas
membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang
dapat dinikmati dan kurangnya olahraga secara tidak
langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal
tubuh orang tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam
penurunan berat badan tidak saja karena dapat membakar

kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur
berfungsinya metabolisme normal (Guyton, 2007).
2) Perilaku makan
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang
tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh
beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan
sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi
obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan
perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana
perilaku makan yang buruk seperti mengkonsumsi junk food
dan fast food yang mengandung banyak baham kimia
(pengawet) agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran
stress. Perilaku makan yang tidak baik tersebut telah
berangsung sejak masa kanak-kanak sehingga terjadi
kelebihan nutrisi yang baik maupun tidak baik

juga

memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan
karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru

terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan,
dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar
pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-

kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya
nanti (Guyton, 2007).
3) Neurogenik
Telah dibuktikan bahwa lesi di nukleus ventromedial
hipotalamus dapat menyebabkan seekor binatang makan
secara berlebihan dan menjadi obesitas. Orang dengan tumor
hipofisis yang menginvasi hipotalamus seringkali mengalami
obesitas yang progresif. Hal ini memperlihatkan bahwa,
obesitas pada manusia juga dapat timbul akibat kerusakan
pada

hipotalamus.

Dua

bagian


hipotalamus

yang

mempengaruhi penyerapan makan yaitu hipotalamus lateral
(HL) yang menggerakkan nafsu makan (awal atau pusat
makan) dan hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas
menintangi

nafsu

makan

(pemberhentian

atau

pusat

kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL
rusak/hancur maka individu menolak untuk makan atau
minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan dan
minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi pada
bagian HVM, maka seseorang akan menjadi rakus dan
kegemukan. Dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian
ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan
secara berlebihan dan obesitas, serta terjadi perubahan yang
nyata

pada

neurotransmiter

di

hipotalamus

berupa

peningkatan oreksigenik seperti NPY dan penurunan
pembentukan zat anoreksigenik. seperti leptin dan α-MSH
pada hewan obesitas yang dibatasi makannya (Guyton,
2007).
4) Hormonal
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan
peptida usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai
polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja
melalui aktivasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan
mengakibatkan

penurunan

jumlah

makanan

yang

dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin

diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan
penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah
glukokortikoid yang bekerja dalam mobilisasi asam lemak
yang tersimpan pada trigliserida, hepatic glukoneogenesis,
dan proteolisis (Wilborn et al, 2005).
5) Dampak penyakit lain
Faktor

terakhir

penyebab

obesitas

adalah

karena

dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang
dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing
syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma
dan gangguan lain pada hipotalamus. Beberapa anggapan
menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik
oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan
anggapan itu maka sedikit saja kekacauan pada regulasi ini
akan mempunyai efek pada berat badan (Flier et al, 2005).
3. Indikator Pengukuran Obesitas
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis
untuk mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada
orang dewasa. Untuk pengukurannya sendiri digunakan indeks
Quetelet, yaitu berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam
meter kuadrat (m2). Karena IMT menggunakan ukuran tinggi badan,
maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti. Hubungan antara
lemak tubuh dan IMT ditentukan oleh bentuk tubuh dan proporsi tubuh,
sehingga dengan demikian IMT belum tentu memberikan kegemukan
yang sama bagi semua populasi (Sudoyo, 2009).
Tabel dibawah ini merupakan klasifikasi berat badan berlebih dan
obesitas pada orang dewasa berdasarkan IMT menurut Kriteria Asia
Pasifik :

Sumber : WHO WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pasific Perspective:
Redefinig Obesity and its Treatment (2006).
Indeks massa tubuh (IMT) adalah ukuran yang menyatakan komposisi
tubuh, perimbangan antara berat badan dengan tinggi badan. IMT
digunakan untuk mengukur kegemukan, sebagai dampak dari
perubahan pola hidup, kebiasaan mengkonsumsi makanan siap saji
yang tinggi lemak dan protein, serta rendah karbohidrat. IMT tidak
Klasifikasi

IMT (kg/m2)

Berat badan kurang

< 18,5

Kisaran normal

18,5 - 22,9

Berat badan lebih

≥ 23,0

Berisiko

23,0 – 24,9

Obesitas I

25,0 – 29,9

Obesitas II

≥ 30,0

dapat membedakan otot dengan lemak, selain itu pula tidak
memberikan distribusi lemak di dalam tubuh yang merupakan faktor
penentu utama risiko gangguan metabolisme yang dikaitkan dengan
kelebihan berat badan. Pola penyebaran lemak tubuh tersebut dapat
ditentukan oleh rasio lingkar pinggang dan pinggul atau mengukur
lingkar pinggang. Pinggang diukur pada titik yang tersempit, sedangkan
pinggul diukur pada titik yang terlebar, lalu ukuran pinggang dibagi
dengan ukuran pinggul (Arora et al, 2007).

4. Penentuan Jenis Obesitas
Jaringan adiposa tidak terisolasi pada area tertentu di tubuh, melainkan
tersebar menyeluruh. Pada wanita 18% berat badan adalah lemak
sedangkan pada pria 16% berat badan adalah lemak. Pada tubuh
manusia, lemak didistribusikan menjadi 2 kategori yaitu disimpan pada

area panggul dan kaki (“pear-shaped” – obesitas perifer) atau disimpan
terpusat disekitar abdomen (“apple-shaped” – obesitas sentral) (WHO,
2008). Rasio Lingkar Perut (LPe) dan Lingkar Panggul (LPa)
merupakan cara sederhana untuk membedakan obesitas bagian bawah
tubuh (panggul) dan bagian atas tubuh (pinggang dan perut). Jika rasio
antara lingkar pinggang dan lingkar panggul untuk perempuan diatas
0.85 dan untuk laki-laki diatas 0.95 maka berkaitan dengan obesitas
sentral / apple-shaped obesity dan memiliki faktor resiko stroke, DM,
dan penyakit jantung koroner. Sebaliknya jika rasio lingkar pinggang
dan lingkar panggul untuk perempuan dibawah 0,85 dan untuk laki-laki
dibawah 0,95 maka disebut obesitas perifer / pear-shaped obesity
(WHO, 2008).

B. MAHASISWA
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu
ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu
bentuk perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah
tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan sebagai
orang yang belajar di Perguruan Tinggi (Kamus Bahasa Indonesia Online,
kbbi.web.id)

Menurut Siswoyo (2007) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai individu
yang sedang menuntut ilmu ditingkat perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.
Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan
dalam berpikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan
bertindak dengan cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat
pada diri setiap mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling
melengkapi.
Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang usianya
18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir
sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas
perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup
(Yusuf, 2012).
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa mahasiswa ialah
seorang peserta didik berusia 18 sampai 25 tahun yang terdaftar dan
menjalani pendidikannnya di perguruan tinggi baik dari akademik,
politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas.
Pada usia dewasa unsur gizi merupakan faktor kualitas SDM yang pokok,
gizi tidak hanya sekedar mempengaruhi derajat kesehatan dan ketahanan
fisik, tetapi juga menentukan kualitas kecerdasan intelektual bagi manusia
Hidayat (1997) dalam Indrawagita (2009).
Menurut Guthrie & Picciano (1995), pada usia dewasa terjadi perubahan
pola makan, mereka menjadi tidak tergantung pada pola makan orang tua,
lebih banyak

makan dan jajan di luar rumah. Pola makan pada usia

dewasa merupakan permulaan seseorang dalam mengadopsi perilaku pola
makan yang cenderung akan menetap pada masa dewasa (Brown, 2005).
C. DIET DAN POLA MAKAN
1. Pengertian Pola Makan
Menurut Harper (1986), pola makan (dietary pattern) adalah cara yang
ditempuh seseorang atau sekelompok untuk memilih makanan dan
mengkonsumsinya sebagai
psikologis, budaya dan sosial.

reaksi terhadap pengaruh fisiologis,
Menu seimbang adalah menu yang

terdiri dari beraneka ragam makanan dalam jumlah dan proporsi yang

sesuai,

sehingga

memenuhi

kebutuhan

gizi

seseorang

guna

pemeliharaan dan perbaikan sel-sel tubuh dan proses kehidupan serta
pertumbuhan

dan

perkembangan

(Almatsier,

2004).

Ilmuwan

memperkirakan 75% kanker bisa dicegah melalui diet yang lebih baik.
Konsumsi makanan yang salah dapat membuat tubuh kekurangan
nutrisi-nutrisi vital yang diperlukan agar tubuh dapat bekerja dengan
baik. Kunci menuju kesehatan yang baik adalah diet yang seimbang dan
bervariasi (Weekes, 2008).
2. Pengertian Perilaku Diet
Diet berasal dari bahasa Yunani, yaitu diaita yang berarti cara hidup.
Definisi diet menurut tim kedokteran EGC tahun 1994 (dalam
Hartantri,1998) adalah kebiasaan yang diperbolehkan dalam hal
makanan dan minuman yang dimakan oleh seseorang dari hari ke hari,
terutama yang khusus dirancang untuk mencapai tujuan dan
memasukkan atau mengeluarkan bahan makanan tertentu.
Manurung (dalam Wulandari, 2000) mengemukakan bahwa perubahan
perilaku adalah hal pertama yang harus dilakukan bagi mereka yang
ingin menurunkan berat badannya. Langkah selanjutnya dapat berupa
aktivitas fisik (olahraga) dan diet yang sehat, yaitu diet yang
menyeimbangkan antara kebutuhan hidrat arang, protein, vitamin, air
dan mineral.
Masukan makanan harus selalu cukup untuk mensuplai kebutuhan
metabolisme

tubuh

dan

tidak

cukup

menimbulkan

obesitas

(kegemukan) karena makanan yang beragam mengandung berbagai
bagian protein-karbohidrat dan

lemak. Keseimbangan metabolisme

tubuh dapat disuplai dengan bahan yang dibutuhkan (Guyton, 1992).
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan perilaku diet
merupakan bagian dari pola makan. Pola makan disini adalah pola
makan pada tiap individu jelas berbeda. Perilaku ini merupakan salah
satu penentu tingkat kesehatan seseorang.
Perilaku diet adalah perilaku yang membatasi asupan makanan dan
minuman yang jumlahnya diperhitungkan untuk tujuan tertentu.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Konsumsi Pada
Remaja
Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior) merupakan respon
seseorang terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
Perilaku ini meliputi

pengetahuan, persepsi, sikap dan praktek

terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung didalamnya (zat
gizi), pengelolaan makanan, dan sebagainya sehubungan kebutuhan
tubuh kita (Notoatmodjo, 2003). Masa remaja merupakan masa transisi
atau peralihan dari masa anak menuju masa dewasa. Pada masa ini,
individu mengalami berbagai pertumbuhan baik fisik maupun psikis
(Agustiani, 2006). Para remaja memerlukan makanan bernutrisi tinggi
karena tubuh mereka sedang mengalami perubahan besar (Weekes,
2008).
Pada usia remaja, fisik seseorang terus berkembang, demikian pula
aspek sosial maupun psikologisnya. Perubahan ini membuat seorang
remaja mengalami banyak ragam gaya hidup, perilaku, tidak terkecuali
pengalaman dalam menentukan makanan apa yang akan dikonsumsi,
yang pada akhirnya akan mempengaruhi keadaan gizi seorang remaja.
4. Jumlah Bahan Makanan
Pola makan orang akan menentukan jumlah zat-zat gizi yang diperoleh
untuk pertumbuhan dan perkembanganya jumlah makanan yang cukup
sesuai dengan kebutuhan akan menyediakan zat-zat gizi yang cukup
untuk dewasa, guna menjalankan kegiatan fisik yang akan dilakukanya,
apabila

asupan tersebut kurang maka akan berdampak pada

pertumbuhan dan perkembanganya serta prestasinya (Baliwati, 2004).
Tiap-tiap jenis makanan mempunyai cita rasa, tekstur, bau, campuran
zat gizi dan daya cerna masing-masing. Oleh sebab itu tiap-tiap jenis
makanan dapat memberikan sumbangan zat gizi yang unik. Pola makan
yang baik akan mempengaruhi konsumsi makan seseorang dan zat-zat
gizi dalam tubuh juga terpenuhi dengan baik. Makanan lengkap harus
dipenuhi karena akan mempengaruhi kondisi kesehatan dan status gizi
seseorang, pola makan yang baik dicerminkan oleh konsumsi makanan

yang mengandung zat gizi dengan jenis yang beragam dan jumlah yang
seimbang serta dapat memenuhi kebutuhan individu (Suhardjo, 1989).
Angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan

adalah banyaknya

masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan
mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat
gizi. Zat gizi makro merupakan komponen terbesar dari susunan diet
serta berfungsi menyuplai energi dan zat-zat gizi esensial yang berguna
untuk keperluan pertumbuhan sel atau jaringan, fungsi pemeliharaan
maupun aktivitas tubuh (Paath, Rumdasih & Heryati, 2005).
Angka kecukupan gizi (energi dan protein) rata-rata yang dianjurkan
untuk dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel Angka Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan
Kelompok

Energi

Umur

(Kkal)

Protein (g)

Lemak (g)

Pria
16-18

2600

60

650

19-29

2550

65

638

16-18

2200

50

550

19-29

1900

50

475

Wanita

Sumber : WNPG VIII (2004)
Genetik

D. KERANGKA TEORI

Sulit mengendalikan
makan

Aktivitas
Fisik

Makan dalam jumlah
besar ketika tidak
lapar

Perilaku
Makan

Makan dalam jumlah
besar ketika malam
hari karena tidak
bisa tidur

Status
Obesita
s

Makan sendirian
karena malu dilihat
makan dalam
jumlah banyak

Dampak
Penyakit
Lain

Melakukan diet

Neurogeni
k

Hormonal

: Terdiri dari
: Mempengaruhi

BAB III
METODE PENELITIAN
A. Kerangka Konsep

Variabel
Bebas

Variabel
Confounding

Variabel
Terikat

Sulit
mengendalikan
makan
Makan dalam
jumlah besar
ketika tidak lapar
Makan dalam
jumlah besar
ketika malam hari
karena tidak bisa
tidur

Perilaku
Makan

Obesitas

Makan sendirian
karena malu
dilihat makan
dalam jumlah
banyak
Melakukan diet

Umur

Jenis Kelamin

Golongan
Darah

B. Hipotesis
1. Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara perilaku makan dengan
obesitas pada mahasiswa FKM UNDIP
2. Hipotesis Alpha (Ha) : Ada hubungan antara perilaku makan dengan

obesitas pada mahasiswa FKM UNDID
C. Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif
analitik dengan menggunakan pendekatan studi cross sectional. Studi
cross sectional dalam penelitian bertujuan agar analisis lebih cepat, praktis,
dan efisien serta data yang telah ada dapat dimanfaatkan. Penelitian ini
adalah penelitian yang mengambil sampel dalam suatu populasi dan
pengambilan data dilakukan hanya satu kali dalam periode waktu tertentu.
D. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2015
2. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Diponegoro, Semarang.
E. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FKM UNDIP.
Sampel yang akan diambil dalam penelitian ini adalah 174 mahasiswa
FKM UNDIP yang terdiri dari semester 1,3,5, dan 7.
F. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas atau variabel independen merupakan variabel yang apabila
nilainya berubah akan mempengaruhi variabel lain. Dalam penelitian ini,
yang menjadi variabel bebas adalah sulit mengendalikan makan, makan
dalam jumlah besar ketika tidak lapar, makan dalam jumlah besar pada
malam hari karena tidak bisa tidur, makan sendirian karena malu dilihat
makan dalam jumlah banyak, dan melakukan diet.Variabel terikat adalah
variabel yang dipengaruhi olehvariabel bebas. Dalam penelitian ini, yang
menjadi variabel terikat adalah status obesitas. Variabel confounding
dalam penelitian ini adalah umur, jenis kelamin, dan golongan darah
G. Definisi Operasional
Definisi operasional bertujuan untuk menyamakan persepsi dalam suatu
penelitian sehingga istilah yang terdapat dalam penelitian tersebut bersifat
lebih spesifik dan tidak terlalu meluas.

Dalam penelitian ini, variabel penelitiannya adalah :
Tabel 1. Defniii peraii nal

No. Variabel Definisi Operasional
1

Umur

Lama

waktu

Alat Ukur

Skala

hidup Kuesioner

Nominal

penggolongan Kuesioner

Nominal

sejak dilahirkan
2

Jenis

Jenis

Kelamin manusia

berdasarkan

jenis kelamin, laki-laki
dan perempuan
3

Obesitas orang yang mengalami Antropometri

Nominal

kelebihan berat badan
dan telah dinyatakan
obesitas

berdasarkan

perhitungan

IMT,

lingkar pinggang, dan
lingkar pinggul.
4

Berat

bobot

badan

diukur

tubuh

yang Timbangan berat Nominal
dengan badan

timbangan berat badan
digital dalam ukuran
kilogram
5

Tinggi

panjang

badan

diukur

tubuh
dari

yang Microtoise

Nominal

telapak

kaki sampai ubun-ubun
pada

posisi

tegak,

berdiri

kepala

lurus

kedepan.
6

IMT

nilai

yang

(Indeks

berdasarkan

dihitung Menghitung
dengan

Nominal
cara

Massa

perbandingan

berat pembagian (berat

Tubuh)

badan dalam kilogram badan

dalam

terhadap kuadrat tinggi kilogram/kuadrat
badan

dalam

satuan tinggi

meter

badan

dalam meter)

H. Alat, Bahan, dan Cara Penelitian
1. Alat dan bahan penelitian
Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Kuesioner
b. Timbangan berat badan
c. Pengukur tinggi badan/ microtoise
d. Alat tulis
2. Cara pengambilan data
Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari
responden sebagai berikut:
a. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. Responden

diminta untuk mengisi angket/kuesioner
b. Pengukuran tinggi badan, berat badan, IMT, lingkar pinggang,
kadar lemak tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik.
c. Pencatatan hasil pengukuran pada formulir lembar penelitian.

I. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah
kedalam bentuk tabel - tabel, kemudian data diolah menggunakan
program SPSS 21.0. Kemudian, proses pengolahan data menggunakan
program komputer ini terdiri beberapa langkah:

a. Coding,

untuk

mengkonversikan

(menerjemahkan)

data

yangdikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang
cocok untuk keperluan analisis.
b. Data entry, memasukkan data kedalam komputer.
c. Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual
terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.
d. Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer
kemudian dicetak.
2. Analisis statistik
Analisis

statistik

untuk

mengolah

data

yang diperoleh

akan

menggunakan program SPSS 21.0 dimana akan dilakukan 2 macam
analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.
a. Analisa Univariat
Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi
variabel bebas dan variabel terkait.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat adalah analisis yang digunakan untuk
mengetahui hubungan anatara variabel bebas dengan variabel
terikat dengan menggunakan uji statististik.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Analisis Univariat
Tabel 1. Karakteriitik Reip nden

Variabel

Kategori

Total sampel
n (%)
n = 174 (100)

Usia
Jenis
Kelamin
Golongan
darah

Mean (SD)
Laki-laki
Perempuan
A
B
O
AB

19,55 (2,43)
37
(21,3)
137 (78,7)
38
(23,6)
35
(21,7)
73
(45,3)
15
(9,3)

Status Obesitas
Ya ,%
Tidak, %
n=144
n=30 (17,2)
(82,8)
27,0
14,6
21,1
14,3
13,7
13,3

73,0
85,4
78,9
85,7
86,7
86,7

P value

0,076

0,761

Tabel 1 terdiri dari karakteristik responden pada keseluruhan sampel dan status obesiatas
pada mahasiswa FKM Undip 2015. Rata-rata (SD) usia responden yaitu 19,55 (2,43)
tahun. Secara keseluruhan, 21,3% responden adalah laki-laki, 23,6% bergolongan darah
A, 21,7% bergolongan darah B, dan 45,3% bergolongan darah O. Sebanyak 17,2%
responden dilaporkan obesitas. Analisis tes Chi-square menyatakan perbedaan sebanding
dalam jenis kelamin (P= 0,076) dan golongan darah (0,761).
2. Analisis Bivariat
Tabel 2. Hubungan Perilaku Sulit Mengendalikan Makan dengan Obesitas
Sulit
mengendalikan
makan
Tidak
Kadang
Selalu
Total

Status Obesitas
Ya
Tidak
f
%
f
%
8
19
3
30

12,3
22,4
13,0
17,2

57
66
20
144

87,7
77,6
87,0
82,8

Total
f

%

65
85
23
174

100,0
100,0
100,0
100,0

P value
0,368

Dari tabel silang tersebut, terlihat bahwa dari 23 mahasiswa yang selalu sulit
mengendalikan makan, terdapat 3 mahasiswa (13,0%) yang mengalami obesitas. Dari 65
mahasiswa yang tidak sulit mengendalikan makan, hanya 8 mahasiswa (12,3%) yang
mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai P-value = 0,368 ≥ 0,05
berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku sulit mengendalikan
makan dengan obesitas.
Tabel 3. Hubungan Perilaku Makan dalam Jumlah Besar ketika Tidak Lapar
dengan Obesitas
Makan dalam Jumlah
Besar ketika Tidak Lapar
Tidak
Kadang
Selalu
Total

f
19
9
2
30

Status Obesitas
Ya
Tidak
%
f
%
17,9
87
82,1
16,1
47
83,9
16,7
10
83,3
17,2 144 82,8

Total
f
106
56
12
174

%
100,0
100,0
100,0
100,0

P
0,955

Tabel 3 menunjukkan bahwa 16,7% mahasiswa yang selalu makan dalam jumlah besar
ketika tidak lapar mengalami obesitas, dan 82,1% mahasiswa yang tidak makan dalam
jumlah besar ketika tidak lapar, tidak mengalami obesitas. Hasil analisis statistik
menunjukkan nilai P-value = 0,955 ≥ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan antara perilaku makan dalam jumlah besar ketika tidak lapar dengan obesitas.

Tabel 4. Hubungan Perilaku Makan dalam Jumlah Besar pada Malam Hari Karena
Tidak Bisa Tidur dengan Obesitas
Makan dalam Jumlah
Besar pada Malam Hari
Karena Tidak Bisa Tidur
Tidak
Kadang
Selalu
Total

Status Obesitas
Ya
Tidak
f
%
f
%
20
10
0
30

19,4
14,5
0%
17,2

83
59
2
144

80,6
85,5
100,0
82,8

Total
F

%

103
69
2
174

100,0
100,0
100,0
100,0

P
0,570

Tabel 4 menunjukkan bahwa sebanyak 19,4% mahasiswa yang tidak makan dalam jumlah
besar pada malam hari karena tidak bisa tidur mengalami obesitas. Dari 69 mahasiswa

yang kadang makan dalam jumlah besar pada malam hari karena tidak bisa tidur, 10
mahasiswa (14,5%) mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai Pvalue = 0,570 ≥ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara perilaku
makan dalam jumlah besar pada malam hari karena tidak bisa tidur dengan obesitas.
Tabel 5. Hubungan Perilaku Makan Sendirian karena Malu Dilihat Makan dalam
Jumlah Banyak dengan Obesitas
Makan Sendirian karena
Malu Dilihat Makan
dalam Jumlah Banyak
Tidak
Kadang
Selalu
Total

Status Obesitas
Ya
Tidak
f
%
f
%
27
2
1
30

16,8
18,2
50,0
17,2

134
9
1
144

83,2
81,8
50,0
82,8

Total
F

%

161
11
2
174

100,0
100,0
100,0
100,0

P
0,464

Tabel 5 menunjukkan bahwa sebanyak 18,2% mahasiswa yang kadang makan sendirian
karena malu dilihat makan dalam jumlah banyak mengalami obesitas, sedangkan
mahasiswa yang selalu makan sendirian karena malu dilihat makan dalamjumlah banyak
masing-masing sebanyak 50% mengalami dan tidak mengalami obesitas. Hasil analisis
statistik menunjukkan nilai P-value = 0,464 ≥ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa tidak
ada hubungan antara perilaku makan sendirian karena malu dilihat makan dalam jumlah
banyak dengan obesitas.

Tabel 6. Hubungan Perilaku Melakukan Diit dengan Obesitas

Melakukan Diit
Ya
Tidak
Total

f
14
16
30

Status Obesitas
Ya
Tidak
%
f
%
31,1
31
68,9
12,4 113 87,6
17,2 144 82,8

Total
f
45
129
174

%
100,0
100,0
100,0

P
0,004

Tabel 6 menunjukkan bahwa dari 45 mahasiswa yang melakukan diit, 31,1% mengalami
obesitas. Dari 129 mahasiswa yang tidak melakukan diit, sebanyak 113 mahasiswa
(87,6%) tidak mengalami obesitas. Hasil analisis statistik menunjukkan nilai P-value =
0,004 ≤ 0,05 berarti dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara perilaku melakukan
diit dengan obesitas.
B. Pembahasan
Penyebab obesitas sangat kompleks dalam arti banyak sekali faktor yang menyebabkan
obesitas terjadi. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya obesitas seperti faktor
lingkungan, genetik, psikis, kesehatan, obat-obatan, perkembangan dan aktivitas fisik.
Faktor lingkungan seseorang memegang peranan yang cukup berarti, lingkungan ini
termasuk engaruh gaya hidup dan bagaimana pola makan seseorang (Kemenkes, 2013).
Pola makan yang berlebih dapat menjadi faktor terjadinya obesitas. Obesitas terjadi jika
seseorang mengonsumsi kalori melebihi jumlah kalori yang dibakar. Pada hakikatnya,
tubuh memerlukan asupan kalori untuk kelangsungan hidup dan aktivitas fisik, namun
untuk menjaga berat badan perlu adanya keseimbangan antara energi yang masuk dengan
energi yang keluar. Keseimbangan energi yang terjadi dapat mengarah pada kelebihan
berat badan dan obesitas (Ayu R dan Sartika D, 2011).
Penelitian ini memusatkan pada hubungan antara perilaku makan dengan obesitas. Pada
penelitian kami, kami menemukan hubungan antara melakukan diit dengan obesitas,
sedangkan pada variabel lain tidak ditemukan hubungan.
BAB V
PENUTUP
A.

Simpulan
1. Persentase mahasiswa yang mengalami obesitas yaitu 17,2 %
2. Perilaku yang tidak memiliki hubungan bermakna dengan kejadian obesitas:
 Perilaku sulit mengendalikan makan
 Perilaku makan dalam jumlah yang besar ketika tidak lapar
 Perilaku makan dalam jumlah besar pada malam hari karena tidak bisa tidur
 Perilaku makan sendirian karena malu dilihat makan dalam jumlah banyak

3. Perilaku yang memiliki hubungan bermakna dengan obesitas:

B.

Perilaku melakukaan diit

Saran
Sebagai seorang remaja yang berpotensi mengalami obesitas disarankan untuk menjaga
pola makan dengan baik yaitu dengan mengkonsumsi asupan kalori sesuai dengan yang
dibutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA
Agustiani, H. 2006. Psikologi perkembangan pendekatan ekologi kaitannya dengan konsep
diri. Bandung : PT.Refika Aditama.
Almatsier, S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum.
Arora, M., Koley, S., Gupta, S., et al, 2007. A Study on Lipid Profile And BodyFat in Patients
with Diabetes Melitus. Anthropologist, 9(4):295-8.

Ayu R, Sartika D. Faktor Risiko Obesitas pada Anak 5-15 Tahun di Indonesia. Makara
Kesehatan. 2011;15(1):37-43.
Baliwati, Y. F. 2004. Pengantar Pangan dan Gizi, Cetakan I. Jakarta: Penerbit Swadaya.
Bandini L. Overnutrition. Dalam Nutrition and Metabolism. Michael J. Gibney, Ian A.
Macdonald, Helen M. Roche. Australia. Blackwell Science. p: 324
Betty L. Lucas. Nutrition in Childhood. In: Mahan LK, Stump SE. Krause’s Food, Nutrition,
& Diet Therapi 11th Ed. United States of America : Elsevier. 2004. p 276.
Brown, J.E., et.al. 2005. Nutrition Through the Life Cycle 2nd edition. United States of
America: Thomson Wadsworth.
Flier, JS., Flier EM., 2005. Obesity. In: Kasper, DL., Braunwald, E., Fauci, AS., Hauser, SL.,
Longo, DL., Jameson, JL., ed. Harrison’s Principles of Internal Medicine 6th ed.
McGraw-Hill.
Guthrie, Helen Andrews and Picciano. 1995. Human Nutrition. St. Louis, Missouri: MosbyYear Book. Inc.
Guyton, A., 1992. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Guyton, A.C., Hall, JE. 2007. Keseimbangan Diet; Aturan Pemberian Makanan; Obesitas
dan Kelaparan; Vitamin dan Mineral. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC,
917-8.
Harper, L. J. et al., 1986. Pangan, Gizi dan Pertanian. Penerjemah Suhardjo. Jakarta: UIPress.
Hartaji, Damar A. 2012. Motivasi Berprestasi Pada Mahasiswa yang Berkuliah Dengan
Jurusan Pilihan Orangtua. Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. (tidak
diterbitkan).
Hartantri. 1998. Penyesuaian Diri Menuju Remaja (Online), (http://www.bpkpenaburbdg.sch.id/psikologi.html, di akses pada 20 Maret 2016).
Indrawagita, Larasati. 2009. Hubungan Status Gizi, Aktivitas Fisik dan Asupan Gizi Dengan
Kebugaran Mahasiswi Program Studi Gizi FKMUI. Skripsi. FKMUI
Kamus Bahasa Indonesia Online, (http://kbbi.web.id, diakses 20 Maret 2016)

Kemenkes. Laporan Riskesdas 2013. Jakarta: Kementrian Kesehatan; 2013.
Misnadierly. 2007. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Berbagai penyakit. Jakarta : Pustaka
Obor Populer.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Siswoyo, Dwi. 2007. Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press
Sudoyo A.W., Setiyohadi, B., Alwi I., et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V.
Jilid III. Jakarta: EGC. 1973-81.
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB.
Sumanto, Agus. 2000. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta : PT. Agro
Media Pustaka.
Weekes, I. 2008. Sehat dan Bugar untuk Remaja : dari Diet hingga Bahaya Narkoba.
Bandung: Penerbit Nuansa.
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Jakarta 17-19 Mei 2004. Ketahanan Pangan Dan
Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta. LIPI
Wilborn, C., et al. 2005. Obesity: Prevalence, Theories, Medical Consequences,
Management, and Research Directions. Journal of the International Society of Sports
Nutrition. 2(2): 4-31.
World Health Organization. 2006. Obesity. The Asia-Pasific Perspective:Redefinig Obesity
and its Treatment. Geneva, Switzerland.
World Health Organization. 2008. Waist Circumference and Waist-Hip Ratio. Report of a
WHO Expert Consultation. Geneva.
Wulandari. Y. 2007. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Status Gizi Mahasiswa
Universitas Indonesia Program S1-Reguler Angkatan 2006. Skripsi FKMUI Depok.
Yusuf, Syamsu. 2012. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.