Kajian Sifat Kimia Tanah Inceptisol Dan Entisol Pada Tanah Sawah Dengan Teknik Budidaya Konvensional Dan Organik Di Kabupaten Deli Serdang

KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL DAN ENTISOL PADA TANAH SAWAH DENGAN TEKNIK BUDIDAYA KONVENSIONAL DAN ORGANIK DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI OLEH: TOMI EKA PUTRA G 050303011 ILMU TANAH
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010
Universitas Sumatera Utara

KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL DAN ENTISOL PADA TANAH SAWAH DENGAN TEKNIK BUDIDAYA KONVENSIONAL DAN ORGANIK DI KABUPATEN DELI SERDANG SKRIPSI OLEH: TOMI EKA PUTRA G 050303011 ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
DEPARTEMEN ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2010
Universitas Sumatera Utara

Judul Penelitian
Nama Nim Jurusan Minat Studi

: KAJIAN SIFAT KIMIA TANAH INCEPTISOL DAN ENTISOL PADA TANAH SAWAH DENGAN TEKNIK BUDIDAYA KONVENSIONAL DAN ORGANIK DI KABUPATEN DELI SERDANG : Tomi Eka Putra G : 050303011 : Ilmu Tanah : Konservasi Tanah dan Air

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

(Ir. Posma Marbun, MP) Ketua
(Ir. Bintang Sitorus, MP) Penguji


(Ir. Razali, MP) Anggota
(Ir. MMB Damanik, MSc) Penyaksi

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang merupakan Kecamatan yang terkenal akan hasil produksi pertanian organiknya meskipun belum seluruh petani di dua kecamatan ini beralih ke teknik pertanian organik. tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik di Kabupaten Deli Serdang, agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari teknik budidaya yang mereka gunakan terhadap tanah dan produksi padi sawah. Adapun metode yang digunakan adalah metode Survey. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada dua kedalaman tanah yaitu pada kedalaman 0-20 cm, dan lapisan bawah pada kedalaman 20-40 cm. yang diambil dengan metode sistematik (sistem zigzag). Setiap satu sampel tanah merupakan perwakilan dari 10 titik sampel tanah yang telah dikompositkan terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 1 kg.
Dari hasil analisis Laboratorium nilai C-organik tertinggi terdapat pada kedalaman 20-40 cm, great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (3.87 %) dan nilai C-oraganik terendah terdapat pada great group Tropaquepts dengan teknik budidaya organik (0.21 %). Nilai N-total tertinggi terdapat pada great group Hydraquents dengan kedalaman 20-40 cm pada teknik budidaya konvensional dan pada great group Fluvaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.15 %. Nilai N-total terendah terdapat pada great group Fluvaquents dan Tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya konvensional yaitu 0.1 %. Nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 10.81 ppm. Nilai P-tersedia terendah terdapat pada great group tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.2 ppm. Nilai Kdd tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.28 me/100 g. Nilai K-dd terendah terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.43 me/100 g. Nilai KTK tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 32.28 me/100 g. Nilai KTK terendah terdapat pada great group Tropaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 15.22 me/100 g.
Kata Kunci : pertanian organik, great group, sifat kimia tanah
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT
District Sub Pantai Labu and District Sub Beringin, Deli Serdang regency is famous for District organic agricultural production although not all farmers in the two districts are switching to an organic farming techniques. purpose of this study was to investigate the chemical properties of soil Entisol and Inceptisol in paddy soils with conventional and organic farming techniques in Deli Serdang district, so that people can know the impact of cultivation techniques they use to land and lowland rice production. The method used is survey method. Soil sampling conducted at two soil depths namely at a depth of 0-20 cm, and the bottom layer at a depth of 20-40 cm, taken with a systematic method (system zig-zag). Every single soil sample is representative of the 10 soil sample points that have been composit first and then taken as many as 1 kg.
From the results of laboratory analysis of organic C-highest value found at a depth of 20-40 cm, great group Fluvaquents with organic farming techniques (3,87%), and the lowest value of C-oraganik Tropaquepts contained in the great group with organic farming techniques (0,21%). N-highest total value contained in the great group with a depth of 20-40 cm Hydraquents on conventional farming techniques and the great group Fluvaquents at a depth of 00-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,15%. Lowest total-N values found in the great group and Tropaquents Fluvaquents at a depth of 0-20 cm with conventional cultivation techniques is 0,1%. The highest available P-value contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquepts with organic agriculture techniques is 10,81 ppm. P-values are the lowest available at the great group tropaquents at a depth of 0-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 1,2 ppm. K-dd values are highest on the great group at a depth of 20-40 cm Fluvaquents with organic agriculture techniques are 1,28 me/100 g. K-dd lowest value contained in the great group Tropaquepts at a depth of 020 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,43 me/100 g. The highest CEC values contained in the great group Fluvaquents at a depth of 20-40 cm with organic agriculture techniques, is 32,28 g. me/100 The lowest CEC values contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquents with organic agriculture techniques, namely 15,22 me/100 g.
Keywords: organic agriculture, great group, soil chemical properties
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP
Tomi Eka Putra G, lahir di Desa Kuta Buluh Kec. Kuta Buluh Kab. Karo Sumatera Utara pada tanggal 16 Mei 1986 sebagai anak ke tiga dari keluarga F. Ginting dan N. Karina br. Kaban Riwayat Pendidikan: 1. Tahun 1992 Sekolah Dasar di SD N. Gedung Johor Kec. Namorambe Kab. Deli
Serdang Sumatera Utara dan lulus tahun 1998. 2. Tahun 1998 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertaman di SLTP N 1 Namorambe dan

lulus tahun 2001. 3. Tahun 2001 Sekolah Menengah Umum di SMU N. 2 Medan dan lulus tahun
2004. 4. Tahun 2005 memasuki Fakultas Pertanian dan memilih jurusan Ilmu Tanah dan
minat studi Konservasi Tanah dan Air USU Medan. Aktivitas Selama Pendidikan: 1. Tahun 2008 menjadi asisten Pengelolaan air FP UMI, Medan. 2. Tahun 2008 menjadi asisten Dasar Ilmu Tanah FP UMI, Medan 3. Tahun 2009 melaksanakan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di PTPN III Kebun
Dusun Hulu Lima Puluh 4. Tahun 2009 menjadi asisten Ilmu Ukur Tanah dan Kartografi FP USU, Medan. 5. Tahun 2009 menjadi asisten Kesuburan Tanah FP UMI, Medan
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha E sa. Karena atas berkat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Adapun judul dari Skripsi ini yaitu “ Kajian Sifat Kimia Tanah Inceptisol dan Entisol Dengan Teknik Budidaya Konvensional dan Organik Di Kabupaten Deli Serdang” Yang merupakan salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Posma Marbun, MP., selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ir. Razali, MP., selaku Anggota Komisi Pembimbing. Dan kepada semua pihak yang telah banyak memberikan masukan.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, maka penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun untuk perbaikan Skripsi ini. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Medan, Mei 2010
Penulis
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI
ABSTRAK............................................................................................................... i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
RIWAYAT HIDUP............................................................................................... iii
KATA PENGANTAR........................................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... ix
PENDAHULUAN Latar Belakang ............................................................................................. 1 Tujuan Penelitian ......................................................................................... 2 Kegunaan Penelitian..................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA Jenis Tanah .................................................................................................. 4 Entisol............................................................................................... 4 Inceptisol .......................................................................................... 6 Tanah Sawah ................................................................................................ 7 Teknik Budidaya .......................................................................................... 9 Pertanian Organik ............................................................................. 9 Pertanian Konvensional ...................................................................14 Teknik Budidaya Padi Sawah di Kabupaten Deli Serdang ...........................16 Teknik Budidaya Organik ................................................................16 Teknik budidaya konvensional .........................................................19 Pengolahan tanah .............................................................................20
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian......................................................................22 Bahan dan alat .............................................................................................22 Metode Penelitian........................................................................................23
Universitas Sumatera Utara

Pelaksaan Penelitian ....................................................................................23 Persiapan.....................................................................................................23 Pelaksanaan.................................................................................................23 Peubah Amatan ...........................................................................................24 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil............................................................................................................25 Analisis Laboratorium .................................................................................25 Pembahasan ................................................................................................31
C-organik.........................................................................................31 N-total .............................................................................................32 P-tersedia .........................................................................................33 K-dd ................................................................................................34 KTK ................................................................................................35 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ......................................................................................37 Saran................................................................................................38 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Nomor

Judul

Halaman


2.1. Sumbangan Bahan Organik Tahunan Dalam Tanah Dari Berbagai Macam Bahan Organik ................................................................................11
2.2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah........................................................... 13
2.3. Laju pertumbuhan luas areal, produksi dan produktivitas tanaman Padi di indonesia 1969-2003...... ............................................................. ....16
2.4. Data Produksi Padi Sawah Pada Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin.................................................................................... 19
4.1. Hasil analisis beberapa sifat kimia lahan sawah kedalaman 0-20 cm dan 20-40 cm................................... ............................................................ 25

Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1. Perubahan Sifat Tanah Yang Disebabkan Pengelolaan Bahan Organik ....... 13 4.1. Histogram c-organik pada Kedalaman 0-20 cm........................................... 26 4.2. Histogram c-organik pada Kedalaman 20-40 cm......................................... 26 4.3. Histogram N-total pada Kedalaman 0-20 cm............................................... 27 4.4. Histogram N-total pada Kedalaman 20-40 cm............................................. 27 4.5. Histogram P-tersedia pada Kedalaman 0-20 cm .......................................... 28 4.6. Histogram P-tersedia pada Kedalaman 20-40 cm ........................................ 28 4.7. Histogram K-dd pada Kedalaman 0-20 cm.................................................. 29 4.8. Histogram K-dd pada Kedalaman 20-40 cm................................................ 29 4.9. Histogram KTK pada Kedalaman 0-20 cm.................................................. 30 4.10. Histogram KTK pada Kedalaman 20-40 cm .............................................. 30

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Judul

Halaman

1. Peta Tanah Sebagian Deli Serdang dan Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara........................................................................................... 41
2. Peta Lokasi Pengambilan Sampel Tanah Kecamatan Pantai Labu dan Beringin Kabupaten Deli Serdang............................................................... 42
3. Foto-foto Pengambilan Sampel Tanah di Lokasi Penelitian......................... 43

Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang merupakan Kecamatan yang terkenal akan hasil produksi pertanian organiknya meskipun belum seluruh petani di dua kecamatan ini beralih ke teknik pertanian organik. tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik di Kabupaten Deli Serdang, agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari teknik budidaya yang mereka gunakan terhadap tanah dan produksi padi sawah. Adapun metode yang digunakan adalah metode Survey. Pengambilan sampel tanah dilakukan pada dua kedalaman tanah yaitu pada kedalaman 0-20 cm, dan lapisan bawah pada kedalaman 20-40 cm. yang diambil dengan metode sistematik (sistem zigzag). Setiap satu sampel tanah merupakan perwakilan dari 10 titik sampel tanah yang telah dikompositkan terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 1 kg.
Dari hasil analisis Laboratorium nilai C-organik tertinggi terdapat pada kedalaman 20-40 cm, great group Fluvaquents dengan teknik budidaya organik (3.87 %) dan nilai C-oraganik terendah terdapat pada great group Tropaquepts dengan teknik budidaya organik (0.21 %). Nilai N-total tertinggi terdapat pada great group Hydraquents dengan kedalaman 20-40 cm pada teknik budidaya konvensional dan pada great group Fluvaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.15 %. Nilai N-total terendah terdapat pada great group Fluvaquents dan Tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya konvensional yaitu 0.1 %. Nilai P-tersedia tertinggi terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 10.81 ppm. Nilai P-tersedia terendah terdapat pada great group tropaquents pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.2 ppm. Nilai Kdd tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 1.28 me/100 g. Nilai K-dd terendah terdapat pada great group Tropaquepts pada kedalaman 0-20 cm dengan teknik budidaya pertanian organik yaitu 0.43 me/100 g. Nilai KTK tertinggi terdapat pada great group Fluvaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 32.28 me/100 g. Nilai KTK terendah terdapat pada great group Tropaquents pada kedalaman 20-40 cm dengan teknik budidaya pertanian organik, yaitu 15.22 me/100 g.
Kata Kunci : pertanian organik, great group, sifat kimia tanah
Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT
District Sub Pantai Labu and District Sub Beringin, Deli Serdang regency is famous for District organic agricultural production although not all farmers in the two districts are switching to an organic farming techniques. purpose of this study was to investigate the chemical properties of soil Entisol and Inceptisol in paddy soils with conventional and organic farming techniques in Deli Serdang district, so that people can know the impact of cultivation techniques they use to land and lowland rice production. The method used is survey method. Soil sampling conducted at two soil depths namely at a depth of 0-20 cm, and the bottom layer at a depth of 20-40 cm, taken with a systematic method (system zig-zag). Every single soil sample is representative of the 10 soil sample points that have been composit first and then taken as many as 1 kg.
From the results of laboratory analysis of organic C-highest value found at a depth of 20-40 cm, great group Fluvaquents with organic farming techniques (3,87%), and the lowest value of C-oraganik Tropaquepts contained in the great group with organic farming techniques (0,21%). N-highest total value contained in the great group with a depth of 20-40 cm Hydraquents on conventional farming techniques and the great group Fluvaquents at a depth of 00-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,15%. Lowest total-N values found in the great group and Tropaquents Fluvaquents at a depth of 0-20 cm with conventional cultivation techniques is 0,1%. The highest available P-value contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquepts with organic agriculture techniques is 10,81 ppm. P-values are the lowest available at the great group tropaquents at a depth of 0-20 cm, with the techniques of organic agriculture is 1,2 ppm. K-dd values are highest on the great group at a depth of 20-40 cm Fluvaquents with organic agriculture techniques are 1,28 me/100 g. K-dd lowest value contained in the great group Tropaquepts at a depth of 020 cm, with the techniques of organic agriculture is 0,43 me/100 g. The highest CEC values contained in the great group Fluvaquents at a depth of 20-40 cm with organic agriculture techniques, is 32,28 g. me/100 The lowest CEC values contained in the great group at a depth of 20-40 cm Tropaquents with organic agriculture techniques, namely 15,22 me/100 g.
Keywords: organic agriculture, great group, soil chemical properties
Universitas Sumatera Utara

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingginya produktivitas tanaman akibat penggunaan benih unggul, pupuk dan terbasminya hama penyakit tanaman adalah berkat kemampuan pestisida menempatkan manusia sebagai pemenang dalam kemampuannya menguasai alam yang sering disebut teknik pertanian konvensional. Mula-mula pupuk kimia digunakan untuk memicu pertumbuhan tanaman padi sebagai tanaman pokok, namun ternyata mempunyai efek merusak tanah, seperti misalnya struktur tanah yang secara alami remah menjadi keras. Dampak negatif dari pengaplikasian pestisida bukan hanya terjadi pada tanaman dan tanah pertanian saja, tetapi juga berdampak pada kesehatan manusia, dimana jenis pestisida kimia yang bersifat karsinogen atau penyebab kanker adalah pembasmi gulma yang biasa digunakan oleh petani (Andoko, 2002).
Teknik pertanian konvensional ini banyak memberikan pengaruh buruk bagi lingkungan dan manusia. Akibat kerugian teknik pertanian tersebut, manusia mulai mengambil tindakan dengan merubah teknik budidaya konvensional menjadi teknik budidaya organik. Perbedaan yang mencolok antara kedua teknik budidaya tersebut adalah terletak pada pemupukan dan pemberantasan hama penyakit.
Kedua teknik budidaya tersebut dapat dijumpai di Kabupaten Deli Serdang. Lahan sawah di Kabupaten Deli Serdang oleh Bappeda (2007) pada tahun 2006 memiliki luas panen 74.236 ha dengan produksi rata-rata 5,16 ton/ha. Luas lahan sawah pada saat ini di Kabupaten Deli Serdang telah jauh mengalami pengurangan namun produksi rata-ratanya meningkat, hal ini dapat dilihat dari luas sawah pada tahun 2001 yang mencapai 145.156 ha dengan produksi rata-rata 4.45 ton. Hal ini
Universitas Sumatera Utara

terjadi akibat pemekaran wilayah Kab. Deli Serdang dan pengalihan fungsi lahan menjadi perumahan dan perkebunan non-padi.
Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Deli Serdang adalah Entisol dan Inceptisol dengan beberapa great group, diantaranya Hydraquents, Tropaquents, Fluvaquents dan Tropaquepts. Great group ini tersebar pada beberapa kecamatan yang diantaranya adalah Kecamatan Pantai Labu, Kecamatan Beringin, Kecamatan Lubuk Pakam dan Kecamatan Pagar Merbau.
Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin, Kabupaten Deli Serdang merupakan Kecamatan yang terkenal akan hasil produksi pertanian organiknya meskipun belum seluruh petani di dua kecamatan ini beralih ke teknik pertanian organik. Hal inilah yang membuat penulis tertarik melakukan kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari teknik budidaya yang mereka gunakan terhadap tanah dan produksi padi sawah mereka.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik di Kabupaten Deli Serdang, agar masyarakat dapat mengetahui dampak dari teknik budidaya yang mereka gunakan terhadap tanah dan produksi padi sawah.
Universitas Sumatera Utara


Kegunaan Penelitian 1. Sebagai bahan informasi tentang kajian sifat kimia tanah Inceptisol dan Entisol
pada tanah sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik di Kabupaten Deli Serdang 2. Sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar sarjana di Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Tanah
Entisol
Entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Walaupun demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk tanah saja tetapi harus sudah terjadi proses pembentukan tanah yang menghasilkan epipedon okhrik. Banyak tanah Entisol yang digunakan untuk usaha pertanian misalnya di daerah endapan sungai atau daerah rawa-rawa pantai. Padi sawah banyak ditanam di daerah-daerah Aluvial ini (Hardjowigeno, 1993).
Di Indonesia tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).
Entisol mempunyai kejenuhan basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai alkalin, KTK juga bervariasi baik untuk horison A maupun C, mempunyai nisbah C/N < 20% di mana tanah yang mempunyai tekstur kasar berkadar bahan organik dan nitrogen lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang lebih rendah dan kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang bertekstur kasar juga penambahan alamiah dari sisa bahan organik kurang daripada tanah yang lebih halus. Meskipun tidak ada pencucian
Universitas Sumatera Utara

hara tanaman dan relatip subur, untuk mendapatkan hasil tanaman yang tinggi

biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K (Munir, 1996).

Entisol dapat juga dibagi berdasarkan great groupnya, beberapa diantaranya

adalah Hydraquent, Tropaquent dan Fluvaquents. Ketiga great group ini merupakann


subordo Aquent yaitu Entisol yang mempunyai bahan sulfidik pada kedalam≤an50

cm dari permukaan tanah mineral atau selalu jenuh air dan pada semua horizon

dibawah 25 cm terdapat hue dominan netral atau biru dari 10 Y dan warna-warna yang

berubah karena teroksidasi oleh udara. Jenuh air selama beberapa waktu setiap tahun

atau didrainase secara buatan (Hardjowigeno, 1993).

Hydraquent adalah great group dari ordo tanah Entisol dengan subordo Aquent

yang pada seluruh horison di antara kedalaman 20 cm dan 50 cm di bawah permukaan

tanah mineral, mempunyai nilai-n sebesar lebih dari 0,7 dan mengandung liat sebesar

8 persen atau lebih pada fraksi tanah halus (Soil survey staff, 1998).

Tropaquent adalah great group dari ordo tanah Entisol dengan subordo Aquent.


Tanah ini dibedakan karena memiliki regim suhu tanah iso (perbedaan suhu musim panas dan dingin kurang dari 50C. Tanah ini terbentuk karena selalu basah atau basah

pada musim tertentu. Jika dilakukan perbaikan drainase akan berwarna kelabu

kebiruan (gley) atau banyak ditemukan karatan

(Hardjowigeno, 1993).

Fluvaquents adalah great group dari ordo tanah Entisol dengan subordo

Aquent yang mengandung karbon organik berumur Holosen sebesar 0,2 persen atau

lebih pada kedalaman 125 cm di bawah permukaan tanah mineral, atau memiliki

penurunan kandungan karbon organik secara tidak teratur dari kedalaman 25 cm

sampai 125 cm atau mencapai kontak densik, litik, atau paralitik apabila lebih dangkal

(Soil survey staff, 1998).


Universitas Sumatera Utara

Inceptisol
Inceptisol adalah tanah yang belum matang (immature) dengan perkembangan profil yang lebih lemah dibanding dengan tanah matang, dan masih banyak menyerupai sifat bahan induknya. Penggunaan Inceptisol untuk pertanian atau nonpertanian adalah beraneka ragam. Daerah-daerah yang berlereng curam atau hutan, rekreasi atau wildlife, yang berdrainase buruk hanya untuk tanaman pertanian setelah drainase diperbaiki (Hardjowigeno, 1993).
Inceptisol yang banyak dijumpai pada tanah sawah memerlukan masukan yang tinggi baik untuk masukan anorganik (pemupukan berimbang N, P, dan K) maupun masukan organik (pencampuran sisa panen kedalam tanah saat pengolahan tanah, pemberian pupuk kandang atau pupuk hijau) terutama bila tanah sawah dipersiapkan untuk tanaman palawija setelah padi. Kisaran kadar C-Organik dan kapasitas tukar kation (KTK) dalam inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tampat, kecuali daerah kering, mulai dari kutub sampai tropika (Munir, 1996).
Inceptisol dapat dibedakan berdasarkan great groupnya. Salah satu great group dari Inceptisol adalah Tropaquepts. Tropaquepts adalah great group dari ordo tanah Inceptisol dengan subordo Aquept yang memiliki regim suhu tanah isomesik atau lebih panas. Aquept merupakan tanah-tanah yang mempunyai rasio natrium dapat tukar (ESP) sebesar 15 persen atau lebih (atau rasio adsorpsi natrium, (SAR) sebesar 13 persen atau lebih pada setengah atau lebih volume tanah di dalam 50 cm dari permukaan tanah mineral, penurunan nilai ESP (atau SAR) mengikuti peningkatan kedalaman yang berada di bawah 50 cm, dan air tanah di dalam 100 cm dari permukaan tanah mineral selama sebagian waktu dalam setahun (Soil survey staff, 1998).
Universitas Sumatera Utara

Tanah Sawah
Bila tanah digenangi, persediaan oksigen menurun sampai mencapai nol dalam waktu kurang dari sehari. Reaksi reduksi akan terjadi pada tanah yang tergenang. Kuatnya proses reduksi bergantung pada jumlah bahan organik yang mudah tereput (substrat jasad renik) dan suhu tanah. Makin tinggi kandungan bahan organik tanahnya makin besar kekuatan reduksinya. Tanpa memperhatikan pH asalnya, hampir semua jenis tanah mencapai pH 6,5 sampai 7,2 dalam 1 bulan setelah penggenangan (Sanchez, 1993).
Profil tanah sawah mempunyai lapisan oksidasi dan lapisan reduksi. Pada lapisan oksidasi ion NH4+ tidak stabil karena ion ini mudah dioksidasi menjadi NO3+ . Oleh karena ion nitrat ini sangat mobil maka ia mudah tercuci ke lapisan reduksi. Di lapisan reduksi inilah nitrat mengalami denetrifikasi sehingga berubah menjadi gas N2. Ion NH4+ stabil pada lapisan reduksi dan dapat dimanfaatkan oleh akar tanaman padi (Hasibuan, 2004).
Pelapukan bahan organik berjalan lambat dalam tanah tergenang ketimbang dalam tanah aerob. Pelapukan anaerob tidak memerlukan banyak energi sehingga kebutuhan akan nitrogen rendah. Akibatnya, pemineralan nitrogen tanah dapat terjadi pada nisbah C:N yang lebih tinggi pada tanah tergenang dibandingkan dengan anaerob (DeDatta and Magnaye, 1969).
Hasil akhir pereputan bahan organik pada tanah tergenang juga berbeda. Keadaan tanah yang normal dan tersalir baik hasil akhirnya terutama adalah CO2, NO3-, SO42- dan bahan menhumus yang mantap. Maka didalam tanah tanah yang tergenang hasil akhirnya adalah CO2, NH4+, metana, amina, H2S dan sisa-sisa yang terhumus sebagian. Pada tanah tergenang hasil ini dan beberapa hasil-antara lainnya
Universitas Sumatera Utara

direduksi lebih lanjut menjadi berbagai alkohol dan asam organik yang akhirnya direduksi menjadi CH4 atau Co2 oleh jasad renik anaerob (Sanchez, 1993).
Dengan penggenangan, kadar fosfor didalam larutan tanah meningkat sekali. Peningkatan ini disebabkan oleh 1) tereduksinya ferifosfat menjadi ferofosfat yang lebih mudah larut, 2) tersediannya senyawa fosfor larut-pereduksi sebagai akibat melarutnya lapisan yang sebelumnya teroksidasi, meningkatnya pemineralan fosfor organik pada tanah asam yang disebabkan karena dinaikannya pH 6 dan 7. (Sanchez, 1993).
Bahan organik dapat merubah sifat kimia tanah, yaitu melalui proses dekomposisi yang dilakukan oleh mikroba yang memang selalu menempel pada bahan organik. Proses dekomposisi akan melepaskan zat-zat hara ke dalam larutan di dalam tanah dan juga menjadikan bahan organik menjadi bentuk yang lebih sederhana dan bersifat kolloid. Kondisi ini akan meningkatkan kemampuan absorbsi tanah yang berkaitan juga dengan kapasitas tukar kation (KTK) tanah karena meningkatnya luas permukaan partikel tanah. Hal ini menjadikan tanah mempunyai kemampuan menyimpan unsur-unsur hara yang semakin baik, mengurangi penguapan Nitrogen, maupun pencucian hara-hara kation lain. Pada saatnya berarti pula meningkatkan kapasitas tanah untuk melepas hara kation bagi kebutuhan tanaman, baik melalui proses pertukaran secara langsung maupun pasif oleh proses difusi (Kusumanto, 2009)
Bahan organik juga mampu mengeliminir bahan-bahan racun, terutama yang dakibatkan oleh kation-kation mikro seperti Co (Cobalt), Cu (Cuprum/ tembaga), B (Boron), dan lain-lain; dengan membentuk ikatan khellat. Ikatan khellat ini bersifat preventif (dari efek meracuni) dan konservatif, karena sewaktu-waktu katio-kation logam yang terjerap dalam ikatan khelat juga masih bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
Universitas Sumatera Utara


Bahkan ada yang mengatakan bahwa terjadinya ikatan khelat ini justru meningkatkan mobilitas banyak kation, karena ikatan ni memang bisa larut sehingga memudahkan tanaman untuk memanfaatkannya (Kusumanto, 2009)
Teknik Budidaya
Pertanian Organik
Pertanian organik atau disebut juga pertanian biologis, pertanian ekologis diartikan sebagai suatu sistem produksi pertanian dengan masukan bahan alami yang berazaskan prinsip daur ulang hara secara hayati dengan sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agro-ekosistem termasuk keragaman hayati, siklus biologi, dan aktivitas biologi tanah demi meningkatkan kualitas kehidupan (IFOAM, 2002).
Pada pertanian non-organik, dosis pemupukan dengan pupuk kimia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Lain dengan penggunaan pupuk organik, dosisnya justru cenderung semakin menurun. Kecenderungan menurunnya penggunaan pupuk kandang tersebut disebabkan oleh sifat dari pupuk organik itu sendiri yang menguntungkan bagi tanah. Semua sifat menguntungkan tersebut dapat meningkatkan kesuburan tanah. Oleh karena itu, dapatdimengerti bahwa kebutuhan pupuknya pun makin berkurang karena struktur tanahnya sudah semakin bagus (Andoko, 2002).
IFOAM (2002), merumuskan prinsip-prinsip pertanian organik atas empat kelompok sebagai berikut : a. Prinsip kesehatan, pertanian organik ditujukan untuk mempertahankan kesehatan
tanah, tanaman, hewan dan manusia sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. b. Prinsip ekologi, pertanian organik memperbaiki kondisi tanah sehingga
Universitas Sumatera Utara

menguntungkan pertumbuhan tanaman, optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani; membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi; membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat serangan organisme pengganggu tanaman dengan melaksanakan usaha preventif melalui pengendalian yang aman, serta memanfaatkan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanaman terpadu. c. Prinsip keseimbangan, pertanian organik harus dibangun dalam kaitannya dengan dasar-dasar keseimbangan terhadap linkungan dan kesempatan hidup. d. Prinsip pemeliharaan, pertanian organik harus dikelola secara bertanggung jawab untuk mempertahankan kesehatan dan kelestarian lingkungan untuk masa kini serta bagi generasi yang akan datang.
Pemberian bahan organik ke dalam tanah adalah membangun kesuburan tanah, mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi tanah , dan yang paling besar adalah dalam kaitannya dengan sifat fisik tanah. Dalam pertanian konvensional penggunaan pupuk kimia (pupuk nitrogen) hanya untuk mendorong kesuburan tanaman, dan tidak menyumbang kepada perbaikan kesuburan tanah (Sukana, dkk, 2006).
Bahan organik tanah tidak sama untuk setiap jenis tanah, tergantung kepada tipe vegetasi, populasi mikroba tanah, keadaan drainase tanah, curah hujan, suhu dan pengelolaan tanah. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi macam dan jumlah bahan organik dalam tanah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bahan organik tanah
Universitas Sumatera Utara

itu merupakan produk dari faktor lingkungan yang seyogyanya dapat dikelola sebaik

mungkin (Adiningsih,2005).

Menurut Sarkar, et al.,(2003) aplikasi pupuk organik selama sembilan tahun,

dapat meningkatkan bahan organik, kestabilan agregat, kapasitas retensi kelembaban dan

kerapatan isi tanah, sedangkan aplikasi pupuk anorganik menurunkan kestabilan agregat

makro dan kapasitas retensi kelembaban tetapi meningkatkan nilai kerapatan isi tanah.

Keuntungan yang diperoleh dengan memanfaatkan pupuk organik adalah

mempengaruhi sifat kimia tanah. Kapasistas tukar kation (KTK) dan ketersediaan hara

meningkat dengan penggunaan bahan organik. Pupuk organik (pupuk kandang)

merupakan bahan pembenah tanah yang paling baik dibanding bahan pembenah lainnya.

Pada umumnya nilai pupuk yang dikandung pupuk organik terutama unsur makro

nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) rendah, tetapi pupuk organik juga mengandung

unsur mikro esesial yang lain (Sutanto, 2002).

Pada Tabel 2.1. disajikan berbagai macam sumber bahan organik, dalam

kaitannya dengan bahan organik tanah yang terbentuk.

Tabel 2.1. Sumbangan Bahan Organik Tahunan Dalam Tanah Dari Berbagai Macam Bahan Organik

Bahan Organik

Bahan Kering (kg/ha)

C (%)

Koefisien Humifika
si

Bahan Organik
Tanah (kg/ha)

A. Pengembalian Alami

Secara

1. Akar Tanaman Padi

2. Akar Tanaman Gandum

3. Daun-daun Kedelai

4. Akar Tanaman. Pupuk Hijau

5. Bonggol Tanaman Padi

B. Pupuk Organik

1. Pupuk Hijau (selain akar)

557 82 59 65
452
300 12
825

46 0,50 37 0,32 44 0,18 47 0,40 43 0,23
49 0,20 43 0,43 43 0,23

211 16 8 21 77
50 3 141

Universitas Sumatera Utara

2. Azolla 3. Jerami Padi 4. Kotoran Babi 5. Urine Babi 6. Kotoran Sapi 7. Urine Sapi Sumber : IRRI, 1984

563 44 0,52 96 37 0,10
596 40 0,58 23 37 0,10

220 6
238 1

Apabila pengelolaan bahan organik yang sepadan dilaksanakan, maka perubahan

sifat fisika, kimia dan biologi yang terjadi ditunjukkan dalam Gambar 2.1. Bahan organik

yang ditambahkan ke dalam tanah akan menjadi sumber energi dan makanan untuk

bermacam-macam mikroorganisme di dalam tanah. Mikroorganisme tanah yang

bermacam-macam menjadi aktif melalui rantai makanan, kemudian mengalami proses

dekomposisi menghasilkan bermacam-macam senyawa organik dan anorganik. Senyawa

organik dan anorganik tersebut diikat oleh partikel lempung yang bermuatan negatif.

Senyawa-senyawa tersebut menguntungkan pertumbuhan tanaman sebagai hara dan

senyawa pengatur pertumbuhan (Mizuno,1996).

Penggunaan Bahan Organik

Agregasi Partikel Tanah
Porositas Tanah
Udara Dan Air Permeabilitas dan Kapasitas Peningkatan Air

Kandungan Bahan Organik Tanah
Aktivitas Dan Pertumbuhan Mikroorganisme Tanah
(Karbon Dalam Bahan Organik Merupakan Sumber Energi Dan Hara Untuk Pertumbuhan Dan
Aktivitas Mikroba)
Asosiasi Mikroba Nisbah B/F Penyakit Dari Tanah
Aktivitas Perkembangan Akar

Kapasitas Pertumbuhan Ion Stabilitas Pasokan Hara
Kumulatif Kesuburan Tanah
Daya Sangga
Senyawa Perangsang Pertumbuhan

Pertumbuhan Dan Kualitas Tanaman
Gambar 2.1. Perubahan Sifat Tanah yang Disebabkan Pengelolaan Bahan Organik Sumber : Mizuno, (1996)

Universitas Sumatera Utara

Menurut Harjowigeno (1996) untuk mengetahui kekurangan unsur hara

dalam tanah dilakukan beberapa cara, salah satunya dengan analisis tanah. Kriteria

penilaian hasil analisis tanah disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah

Sifat Tanah

Sangat Rendah

Rendah Sedang

Tinggi

C -Organik (%)

< 1,00

1,00-2,00

2,013,00

3,01-5,00

Nitrogen (%)

< 0,10

0,10-0,20

0,210,50

0,51-0,75

C/N < 5 5 - 10 11 - 15 16 - 25

P2O5 HCl (mg/100g)

< 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60

P2O5 Bray-1 (ppm)

< 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35

P2O5 Olsen (ppm)

< 10 10 - 25 26 - 45 46 - 60

K2O HCl 25% (mg/100g)

< 10

10 - 20 21 - 40 41 - 60

KTK (me/100g)

5,00
> 0,75 > 25 > 60
> 35
> 60
> 60 > 40
>1,0 >1,0 > 8,0 > 20 > 70 > 60
alkalis > 8,5

Pertanian organik atau budidaya organik dapat diartikan sebagai suatu

sistem produksi pertanaman yang berasaskan daur ulang secara hayati.

Daur

ulang hara dapat melalui sarana limbah pertanaman dan ternak, serta limbah

lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Daur ulang

hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama. Pakar pertanian di

Universitas Sumatera Utara

barat menyebutnya sebagai suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk limbah pertanaman maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman (von Uexkull dan Beaton, 1991). Sistem pertanian atau budidaya organik merupakan salah satu alternatif solusi untuk membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan akibat budidaya kimia (Sutanto, 1992).
Pertanian Konvensional
Penerapan pertanian konvensional di Indonesia dimulai sejak digulirkannya sebuah program untuk meningkatkan produktivitas pertanian dimulai dengan Padi Sentra pada tahun 1959-1962. Kemudian dilanjutkan dengan Program Demonstrasi Massal (Demas) tahun 1963-1964 dengan Swa Sembada Bahan Makanan (SSBM). Program ini dimulai dengan mengenalkan “Panca Usaha Tani” yang meliputi penggunaan bibit unggul, perbaikan cara bercocok tanam, pemupukan yang baik, perbaikan pengairan, dan pengendalian hama dan penyakit. Kemudian program ini diadopsi menjadi bimbingan Massal (Bimas) pada tahun 1964 dengan melengkapi panca usaha tani dengan memasukkan kredit untuk pertanian di dalamnya. Program Intensifikasi Massal (Inmas) menyusul dikenalkan sejak tahun 1969, merupakan program Bimas tetapi tidak ada kredit. Intensifikasi Khusus (Insus) sejak tahun 1980 dilakukan secara berkelompok dalam suatu kelompok hamparan. Pada tahun 1987 Insus dilanjutkan dengan Supra Insus yang merupakan penyempurnaan Insus dengan penggunaan zat perangsang tumbuh serta kerjasama antar kelompok hamparan (Isnaini, 2006).
Dipicu oleh kemampuan pupuk kimia meningkatkan produktivitas tanaman dan dapat mengakhiri kerawanan pangan dalam waktu relatif pendek, maka penggunaan pupuk N, P dan K mengalami kenaikan yang sangat tajam. Seperti
Universitas Sumatera Utara

dikemukakan oleh Wolf (1986) dalam Suhartini (2006) bahwa kenaikan produksi

pangan dunia sejalan dengan penggunaan bahan kimia.

Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan produksi, produktivitas, dan luas

panen padi terus meningkat walaupun relatif kecil. Peningkatan produktivitas padi

dicapai antara lain karena pemakaian pupuk kimia dengan dosis yang semakin besar.

Misalnya, rekomendasi pemakaian pupuk urea pada tahun 1970 sebesar 100-150

kg/ha, meningkat menjadi 200-250 kg/ha,dan pada tahun 1990 menjadi 300-350 kg/ha

(Mulyadi, 2000).

Pencemaran atas tanah dan air tanah yang bersumber dari suatu kegiatan yang

terencana misalnya kegiatan pertanian,yaitu penggunanaan pupuk, pestisida, air irigasi

yang berlebih dan mengandung pupuk, akan merembes ke dalam tanah dan mencemari

tanah. Sumber lain dari kegiatan peternakan dimana pencemar berupa kotoran binatang

yang mengandung zat-zat organik, bakteri dan virus

(Notodarmojo, 2005).

Pada Tabel 2.2 di bawah ini terlihat bahwa laju pertumbuhan produktivitas

paling tinggi terjadi pada periode tahun 1979-1983 yang kemudian menurun.

Tabel 2.3. Laju Pertumbuhan Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Tanaman

Padi di Indonesia Tahun 1969-2003

Periode

Rata-rata per tahun

Laju pertumbuhan

(%/thn)

1969-73(Pelita I)
1974-78 (Pelita II) 1979-83 (Pelita III) 1984-88 (Pelita IV) 1989-93 (Pelita V) 1994-98 (Pelita VI) 1999-03 (Pelita VII)

Areal (000 ha)
8.155 8.533 9.068 9.943 10.686 11.299 11.655

Produksi (000 ton)
19.677 23.443 31.519 39.730 46.203 49.067 51.371

Produktivitas (ton/ha)
2,41 2,75 3,47 4,00 4,33 4,34 4,41

Sumber : Darwanto (1999) dalam Suhartini (2006); BPS, (2005)

Areal (000 ha)
0,66 0,80 0,78 0,78 1,46 1,32 0,98

Produksi (000 ton)
3,62 3,24 7,41 2,06 2,17 0,69 0,64

Produktivitas (ton/ha)
2,95 2,43 6,54 1,26 0,27 0,61 1,65

Universitas Sumatera Utara

Dari data pada Tabel 2.2 di atas, menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimiawi

makin lama semakin tidak efisien dalam arti peningkatan penggunaan pupuk tidak

sebanding dengan kenaikan hasil panen (Rachmawati dan Setyaningsih 2007).

Berikut data produksi yang diperoleh dari hasil wawancara dengan petani di

Kecamatan Pantai Labu dan Beringin :

Tabel 2.4. Data Produksi Padi Sawah Pada Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan

Beringin

Nama Desa

Great Group

Luas Lahan (rante) PO PK

Produksi (Ton/Ha) PO PK

Karang anyar Tropaquepts 12

2 8.25 4

Binjai bakung Fluvaquents 10 6 8.3 6.5

Denai lama Tropaquents 25 2 7.5 6.5

Denai kuala Hydraquents 2 4 7 6.5

Sumber : Hasil Wawancara Petani

Teknik pertanian yang dilakukan pada lokasi penelitian adalah teknik budidaya organik

dan konvensional. Petani pada lokasi penelitian menerapkan sistem penanaman komoditi

2:1, dimana petani menanam dua kali padi sawah dan kemudian ditanami palawija seperti

kacang kedelai.

Pada pertanian organik dibutuhkan waktu dua tahun untuk menyuburkan kembali

lahan pertanian yang semula menggunakan pupuk kimia buatan pabrik. Melalui

pengkombinasian pengunaan pupuk kimia dengan pupuk organik secara bertahap lahan

yang semula terbiasa menerima pupuk kimia lambat laun dapat menyesuaikan dengan

keberadan pupuk organik. Bila dibandingkan dengan pertanian konvensional, lahan

mengandung unsur kimia sintetis oleh pupuk kimia atau pabrikan serta pestisida sintetis,

mengalami olah tanah yang intensif, pengendalian hama dan penyakit dengan pestisida

kimia, dengan tujuan mematikan, bahkan seringkali salah sasaran. “Petani akan terus

tergantung dengan pupuk kimia, akibatnya biaya produksi terus meningkat untuk belanja

pupuk (Anonimous, 2010).

Universitas Sumatera Utara

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada sistem pertanian organik dan pertanian konvensional tanaman padi sawah di Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin Kabupaten Deli Serdang dan di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat + 25 m dpl dari bulan Februari 2010 sampai dengan selesai.
Bahan dan Alat
Bahan Adapun bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah Peta Topografi,
plastik tempat sampel tanah, kertas label untuk tanda sampel, spidol permanen untuk menulis tanda sampel, karet gelang untuk mengikat sampel tanah yang telah dibungkus plastik, bahan kimia untuk analisis, tanah sawah ordo Inceptisol dengan great group Hydraquent, Fluvaquents dan Tropaquent dan tanah sawah ordo Inceptisol dengan great group Tropaquepts. Peta jenis tanah tersebut dapat dilihat pada lampiran. Alat
Adapun alat yang digunakan pada penelitian ini adalah, bor tanah untuk mengebor tanah dan mengambil sampel tanah, ember sebagai tempat mengompositkan tanah, kantong plastik untuk tempat sampel tanah dan GPS (Global Possition System) untuk mengetahui titik koordinat pengambilan sampel tanah.
Universitas Sumatera Utara

Metode Penelitian
Adapun metode yang digunakan adalah metode Survey untuk mengkaji beberapa sifat kimia lahan sawah dengan teknik budidaya konvensional dan organik pada empat jenis great group tanah Entisol dan Inceptisol di Kabupaten Deli Serdang.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan
Tahap persiapan meliputi pengumpulan data dalam bentuk deskripsi mengenai daerah penelitian, pengumpulan tinjauan literatur, dan penentuan lokasi pengambilan contoh tanah.
Pelaksanaan
- Pengambilan sampel tanah dilakukan di dua wilayah teknik budidaya lahan sawah yaitu pertanian organik dan pertanian konvensional.
- Pengambilan sampel tanah dilakukanpada dua kedalaman tanah yaitu pada kedalaman 0-20 cm, dan lapisan bawah pada kedalaman 20-40 cm. yang diambil dengan metode sistematik (sistem zig-zag).
- Setiap satu sampel tanah merupakan perwakilan dari 10 titik sampel tanah yang telah dikompositkan terlebih dahulu kemudian diambil sebanyak 1 kg.
- Sampel tanah diambil diambil berdasarkan perbedaan jenis tanah, great group tanah dan teknik budidaya pertanian pada Kecamatan Pantai Labu dan Kecamatan Beringin.
- Analisis sampel tanah di Laboratorium Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara, berupa N-total, P-tersedia, K-tukar, C-organik dan KTK.
Universitas Sumatera Utara

- Penentuan simbol satuan peta tanah adalah sebagai berikut : - Untuk mewakili pertanian organik diberi simbol O - Untuk mewakili pertanian konvensional diberi simbol K - Untuk mewakili great group Hydraquents diberi sombol H - Untuk mewakili great group Fluvaquents diberi simbol F - Untuk mewakili great group Tropaquents diberi simbol T - Untuk mewakili great group Tropaquepts diberi simbol t Peubah Amatan
- N-total (%) dengan metode Metode Kjeldahl - P-tersedia dengan metode Bray II - K-tukar (me/100g) dengan menggunakan metode NH4OAc pH 7 - KTK (me/100g) dengan menggunakan metode ekstraksi NH4OAc pH 7pH - C-organik (%) dengan metode Walkey and Black
Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Analisis Laboratorium

Data hasil analisis beberapa sifat kimia pada lahan sawah dengan teknik

budidaya organik dan konvensional pada empat jenis great group Entisol dan

Inceptisol di Kabupaten Deli Sredang disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Analisis Beberapa Sifat Kimia Lahan Sawah kedalaman 0-20 dan 2040 cm

Kode Sampel

C-organik (%) N-total (%)

P-tersedia (ppm)

K-dd

KTK

(me/100 g) (me/100 g)

OH1 1.02 0.11 2.26 0.83 24.9

OH2 0.49 0.13 1.27 0.96 20.46

KH1 0.84 0.12 2.12 0.69 26.67

KH2 0.44 0.15 6.91 1.01 20.12

OF1 2.89 0.