Formulasi Pelet Berbahan Aktif Trichoderma sp. untuk Pengendalian Penyakit Rebah Kecambah (Pythium sp.) pada Tanaman Mentimun

FORMULASI PELET BERBAHAN AKTIF Trichoderma sp.
untuk PENGENDALIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH
(Pythium sp.) pada TANAMAN MENTIMUN

SUSANTI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRAK

SUSANTI. Formulasi Pelet Berbahan Aktif Trichoderma sp. untuk Pengendalian
Penyakit Rebah Kecambah (Pythium sp.) pada Tanaman Mentimun. Dibimbing
oleh BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO dan SURONO.
Mentimun (Cucumis sativus Linn.) merupakan salah satu komoditas
pertanian yang penting di Indonesia, namun tingkat produksi mentimun masih
rendah. Salah satu penyebab rendahnya produktivitas mentimun adalah gangguan
hama dan penyakit tanaman. Rebah kecambah (damping off) merupakan salah

satu penyakit yang sering menimbulkan kerugian pada tanaman mentimun yang
disebabkan oleh cendawan tular tanah Pythium sp.. Upaya pengendalian telah
dilakukan, salah satu diantaranya pengendalian dengan aplikasi agens hayati
Trichoderma sp.. Meskipun demikian dalam pemanfaatannya tidak praktis
sehingga sulit diaplikasikan di lapang. Formulasi pelet adalah salah satu alternatif
pemanfaatan Trichoderma sp. agar lebih praktis untuk di aplikasikan karena
berukuran kecil. Tujuan penelitian ini adalah pembuatan formulasi pelet berbahan
aktif Trichoderma sp. dari bahan pembawa yang bernutrisi tinggi, murah dan
mudah. Penelitian ini menggunakan 2 pengujian yaitu uji Invitro dan uji Invivo.
Pengujian Invitro menggunakan 6 perlakuan yaitu formulasi pelet DAT, UAT,
TAT, PAT, DDS, dan ATS. Formulasi pelet terbaik pada uji Invitro adalah
formulasi pelet DDS dan UAT karena pada formulasi pelet tersebut pertumbuhan
koloni Trichoderma sp. sangat baik, dan bahan baku yang dibutuhkan murah
harganya dan mudah didapat. Formulasi pelet DDS dan UAT mampu menekan
cendawan patogen Pythium sp. penyebab damping off pada pengujian Invivo.
Kata Kunci: Cucumis sativus, damping off, Pythium sp., agens hayati,
Trichoderma sp.

ABSTARCT
SUSANTI. Pellet Formulation with Active Material of Trichoderma sp. for

Controlling Damping off Desease (Phytium sp.) in Cucumber Plants. Supervised
by BONNY POERNOMO WAHYU SOEKARNO and SURONO.
Cucumber (Cucumis sativus Linn. ) is an important agricultural comodity in
Indonesia, but the production rate of it still low. One of the factors that causes the
low productivity is plant diseases. Damping-off disease often causes the damage
of cucumber plant, early stage of cucumber plant growth. It is caused by Phytium
sp, a fungus that lives in the soil as soilborne disease. The controlling effort of
this disease have been done, for example by using Trichoderma sp. as bio-agent,
but the utilization of the bio-agent still not practical so it is difficult to be applied
in field. The utilization of Trichoderma sp as a pallet formulation is more
effective to be implemented because of the small size and easily moved. The
purpose of this research is to produce the pellet formulation with active material
of Trichoderma sp. with high nutritious, cheap and easy carrier. This research
uses two tests, invitro and invivo. The invitro test uses six different pellet
formulations, DAT, UAT, TAT, PAT, DDS and ATS. The best formulation in
invitro test byare UAT and DDS because Trichoderma sp can grow very well in
these pellet formulation and the raw material of them are cheap and easily
obtained. The DDS and UAT can suppress the attack of pathogenic fungus,
Pythium sp. on the test with invivo
Keywords: Cucumis sativus, damping off, Pythium sp., Biological agents,

Trichoderma sp.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

FORMULASI PELET BERBAHAN AKTIF Trichoderma sp.
untuk PENGENDALIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH
(Pythium sp.) pada TANAMAN MENTIMUN

SUSANTI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar sarjana pertanian
Pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

Formulasi Pelet Berbahan Aktif Trichoderma sp. untuk
Pengendalian Penyakit Rebah Kecambah (Pythium sp.) pada
Tanaman Mentimun
: Susanti

: A34080038
:

Disetujui oleh

Dr. Ir. Bonny P.W.Soekarno, MSi
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen

Tanggal disetujui :

Surono, SP
Pembimbing II

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah

dan karunia-Nya kepada saya sehingga mempermudah penulisan skripsi ini, dan
dapat diselesaikan dengan baik.
Adapun judul skripsi ini adalah “Formulasi Pelet Berbahan Aktif
Trichoderma sp. untuk Pengendalian Penyakit Rebah Kecambah (Pythium sp.)
pada Tanaman Mentimun” yang merupakan syarat untuk mengikuti ujian akhir di
Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut pertanian Bogor.
Pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan Juli 2012 sampai bulan Januari 2013.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Rahmat dan karunia Allah begitu luas diberikan kepada hambanya, tanpa
itu semua keberhasilan skripsi ini tidak akan tercapai. Ucapan terima kasih penulis
sampaikan kepada dosen pembimbing Bapak Dr. Ir. Bonny Poernomo Wahyu
Soekarno, M.Si, dan Bapak Surono SP, yang telah memberikan bimbingan, saran,
dan dukungan terhadap penelitian. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
dosen penguji Prof. Dr. Aunu Rauf, M.Sc atas saran dan dukungan yang
diberikan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Bank BNI yang
telah memberi beasiswa pada penelitian tugas akhir saya. Terima kasih penulis
sampaikan kepada Bapak Ateng yang bersedia memberikan tanah dari lahan yang
ditanami mentimun untuk dijadikan media tumbuh pada penelitian saya, kepada
ibu dan kakak saya yang membantu membuat tepung untuk bahan penelitian, dan

kepada teman saya Rachmat Gumilar yang membantu transportasi dalam
penyediaan bahan-bahan penelitian. Serta ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada teman-teman yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh elemen pendidikan dan
masyarakat sekitar.

Bogor, Juni 2013
Susanti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Biakan Murni Trichoderma sp.
Pembuatan Tepung

Analisis Kandungan Tepung
Komposisi Formulasi Pelet
Pembuatan Formulasi Pelet
Uji Invitro
Uji Invivo
Rancangan Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengujian Formula Pelet secara In-vitro
Pengujian Formula Pelet secara In-vivo
PENUTUP
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

2
vii
1
1

2
2.
3
3
3
3
3
4
4
5
6
7
7
8
8
12
14
14
14
15

16

DAFTAR TABEL
1. Komposisi bahan penyusun formulasi pelet
2. Rata-rata pertumbuhan diameter koloni Trichoderma sp. (cm) pada
beberapa bahan pembawa pelet dengan masa simpan 7 hari
3. Rata-rata pertumbuhan diameter koloni Trichoderma sp. (cm) dari
beberapa bahan pembawa pelet dengan masa simpan 14 hari
4. Jumlah benih mentimun yang tumbuh pada pengujian formulasi pelet
DDS dan UAT dengan masa simpan 7 hari secara Invivo

4
8
9
12

DAFTAR GAMBAR
1. Pengujian investasi Pythium sp. terhadap tanah untuk media tumbuh pada
percobaan Invivo
2. Pertumbuhan koloni Trichoderma sp. dari beberapa bahan pembawa

pelet dengan masa simpan 14 hari pada hari ke-3, a) DAT, b) ATS, c)
DDS, d) TAT, e) UAT, f) PAT

6

10

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Mentimun (Cucumis sativus Linn.) merupakan salah satu sayuran yang
banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia dalam bentuk segar. Selain
dimanfaatkan dalam bentuk buah segar, mentimun juga dapat dimanfaatkan
sebagai bahan industri untuk kosmetik dan obat-obatan (Sumpena 2001).
Penyakit rebah kecambah (damping off) yang disebabkan oleh cendawan tular
tanah Pythium sp., merupakan penyakit yang sering menimbulkan kerugian pada
tanaman mentimun (Imdad dan Nawangsih 1999). Cendawan patogen tersebut
dapat menyerang dan menyebabkan kematian pada benih yang baru ditanam,
bahkan sering menyerang perakaran dan batang yang belum muncul ataupun yang
baru muncul ke permukaan tanah (Agrios 2005). Tingkat serangan cendawan
Pythium sp. akan lebih parah bila didukung oleh kelembaban tanah yang tinggi
(Suleiman dan Emmua 2009).
Upaya untuk mengendalikan penyakit rebah kecambah yang disebabkan
oleh Pythium sp. telah banyak dilakukan, salah satu cara diantaranya adalah
pemanfaatan cendawan Trichoderma sp. sebagai agens hayati. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah banyak dilakukan menunjukkan bahwa Trichoderma sp.
mampu menekan pertumbuhan cendawan patogen Pythium sp. dengan mekanisme
lisis dinding spora atau hifa Pythium sp., mikroparasit dan kompetesi akan
nitrogen dan karbon (Djatnika 2010). Meskipun demikian masih perlu diupayakan
cara aplikasi Trichoderma sp. sebagai agens hayati yang efektif dan praktis.
Trichoderma spp. merupakan cendawan berbentuk filament (benang)
dengan anggota spesies yang banyak digunakan dalam perlindungan tanaman
sebagai cendawan agens hayati. Sebagian besar spesies Trichoderma spp.
bermanfaat dalam perlindungan tanaman terhadap penyakit tanaman yang
disebabkan oleh cendawan patogen (Harman 2006). Trichoderma spp.
mempunyai kemampuan sebagai parasit dan bersifat antibiosis karena
menghasilkan enzim yang secara aktif mampu mendegradasi sel-sel patogen,
sehingga menyebabkan lisisnya sel-sel cendawan patogen dan mengeluarkan
trikotoksin yang dapat mematikan cendawan patogen (Saragih et al. 2006;
Liswarni et al. 2007).
Aplikasi Trichoderma spp. dalam pengendalian penyakit tanaman
diaplikasikan dalam bentuk biakan pada substrat campuran dedak padi + serbuk
gergaji, pasir + tepung kulit sekam, pasir + tepung jagung + kulit sekam, kulit
sekam + serbuk gergaji + jagung manis (Sinaga 1986; Dharmaputra dan Suwandi
1988; Susilo et al. 1994). Aplikasi Trichoderma spp. dalam bentuk substrat
tersebut kurang praktis karena membutuhkan wadah yang cukup banyak, tenaga
kerja banyak, dan sering mengalami kendala untuk dibawa dan diaplikasikan di

2

lapang. Oleh karena itu, perlu dicari formulasi Trichoderma spp. yang lebih
praktis, efektif, dan efisien. Salah satu cara yang dapat dikembangkan adalah
penggunaan substrat tumbuh Trichoderma spp. dalam bentuk formulasi pelet.
Formulasi pelet ini berukuran kecil sehingga lebih praktis untuk dibawa atau
dikirim dan diaplikasikan di lapangan.
Berbagai bahan pembawa yang dapat digunakan dalam formulasi pelet ini
adalah tepung ubi jalar, tepung talas, dedak dan tepung pisang. Bahan-bahan
tersebut kaya akan kandungan karbohidrat yang diperlukan oleh Trichoderma sp.
dan cendawan lain pada umumnya. Selain karbohidrat, cendawan memerlukan
asupan protein untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu, untuk memperkaya
formulasi pelet Trichoderma sp. dapat ditambahkan ampas tahu sebagai sumber
protein bagi Trichoderma sp.. Ampas tahu merupakan hasil samping dari proses
pembuatan tahu, dan dapat dijadikan sumber protein karena kadar protein
ampas tahu cukup tinggi yakni sebesar 26.6% pada kadar air 9% (Direktorat
Gizi dan Kesehatan 1993).

Tujuan Penelitian
Membuat formulasi pelet berbahan aktif Trichoderma sp. dari bahan
pembawa yang bernutrisi tinggi, relatif murah dan mudah.
Manfaat Penelitian
Memberikan
kemudahan
dalam
menyimpan,
membawa,
dan
mengaplikasikan Trichoderma sp. Untuk pengendalia penyakit rebah kecambah
pada tanaman mentimun.

3

BAHAN dan METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi Departemen Proteksi
Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dari bulan Juli 2012 sampai
Januari 2013.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah biakan Trichoderma sp.,
tepung ubi jalar, tepung talas, tepung pisang, tepung bawang putih, dedak, tepung
ampas tahu, molase, aquades, medium Potato Dextrose Agar (PDA), buah
mentimun, benih mentimun, tanah terinfestasi Pythium sp., air steril, alkohol 70%,
dan alumunium foil. Alat yang digunakan antara lain autoklaf, kantong plastik,
cawan petri, lampu bohlam 40 watt, Kipas angin, kardus, baki, sedotan plastik,
penggaris, gunting, mikropipet, tip, tabung reaksi, inkubator, Haemocytometer,
jarum ose, erlenmeyer, lampu bunsen, kertas label, tissue, paralon, gelas aqua,
dan alat tulis.
Biakan Murni Cendawan Trichoderma sp.
Inokulum cendawan Trichoderma sp. diperoleh dari Laboratorium Balai
Penelitian Tanah Cimanggu Bogor kemudian diperbanyak pada media PDA
dalam cawan petri.
Pembuatan Tepung untuk Formulasi Pelet Trichoderma sp.
Cara membuat tepung talas, ubi jalar, pisang, dan bawang putih semua
sama. Hal yang pertama dilakukan adalah mengupas kulitnya, kemudian
mencucinya sampai bersih. Setelah dicuci, tiriskan sekitar 5 menit sampai tidak
ada air yang menetes kemudian potong tipis-tipis seperti akan membuat keripik.
Hal ini dilakukan untuk mempercepat proses pengeringan pada saat dijemur
dibawah sinar matahari. Setelah kering, lakukan penggilingan hingga menjadi
tepung, kemudian saring tepung yang masih kasar tersebut menggunakan saringan
teh agar menjadi tepung yang lebih halus. Untuk pembuatan tepung ampas tahu
lebih sederhana pembuatannya, yaitu hanya dengan menjemur ampas tahu yang
masih basah dan segar hingga kering sampai tidak lengket satu sama lain,
kemudian giling menjadi tepung dan saring hingga menjadi tepung yang halus
menggunakan saringan teh. Penyediaan bahan pembawa dari dedak, tidak melalui
proses pembuatan tepung, hanya menyaring dedak menggunakan saringan teh
hingga menjadi butiran yang lebih halus agar mudah dibuat adonan pelet.
Analisis kandungan C dan N pada tepung
Analisis kandungan C dan N pada tepung dilaksanakan di Laboratorium
Kesuburan Tanah Departemen Menejemen Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor. Analisis kandungan C dan N ini bertujuan untuk
menentukan komposisi pelet yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi yang
dibutuhkan oleh Trichoderma sp..

4

Komposis Formulasi Pelet
Bahan penyusun yang digunakan dalam Formulasi pelet terdiri dari tepung
pisang, ubi jalar, talas, dan dedak yang dicampur dengan tepung ampas tahu,
tepung bawang putih, molase, dan air steril sesuai dengan komposisi sebagai
berikut:
Tabel 1 Komposisi bahan penyusun formulasi pelet
Bahan Penyusun
Formulasi
Tepung(g)

Ampas
Tahu (g)

Bawang
Putih (g)

Molase
(ml)

Air Steril
(ml)

DAT

Dedak

31.0

10.5

1.5

15.0

42.0

UAT

Ubi Jalar 12.0

19.5

1.5

15.0

52.0

TAT

Talas

17.0

24.5

1.5

15.0

42.0

PAT

Pisang

17.0

24.5

1.5

15.0

42.0

DDS

Dedak

41.5

0.0

1.5

15.0

42.0

ATS

-

41.5

1.5

15.0

52.0

a

DAT: dedak + ampas tahu, UAT: tepung ubi jalar + ampas tahu, TAT: tepung talas + ampas tahu,
PAT: tepung pisang + ampas tahu, DDS: dedak saja, ATS: ampas tahu saja

Pembuatan Formulasi Pelet Trichoderma sp.
Masing-masing bahan pembawa (tepung ubi jalar, tepung talas, dedak, dan
tepung pisang) ditimbang sebanyak komposisi yang telah ditentukan. Kemudian
ditambahkan tepung bawang putih (sebagai antibiotik) ke masing-masing bahan
pembawa tersebut sebanyak 1.5 gram dan dibungkus menggunakan alumunium
foil. Kemudian masing-masing bungkusan tersebut disterilisasi menggunakan
autoklaf. Setelah tepung dalam alumunium foil tersebut dingin, masukkan
masing-masing tepung kedalam baki yang sudah disterilisasi menggunakan
alkohol 70%. Isolat Trichoderma sp. yang berumur 7 hari dibuat suspensi dan
diencerkan sampai kerapatan konidia 2.57 x 108 sebanyak 10 ml dimasukkan ke
dalam campuran tersebut, ditambahkan molase sebanyak 15 ml dan air steril
sesuai komposisi masing-masing media kemudian diaduk agar homogen dan
cendawan tersebar merata dalam media. Medium dimasukkan ke dalam sedotan
(Sedotan adalah alat yang biasa digunakan untuk membantu memudahkan dalam
meminum, dan terbuat dari plastik) dengan diameter 1 cm dan panjang 1 cm yang
sudah disterilisasi kemudian dipadatkan. Butiran pelet dalam sedotan tersebut
kemudian dikeringkan dibawah lampu bohlam 40 watt di dalam kardus dengan
aerasi dari kipas angin selama 7 hari.

5

Setelah 7 hari, formulasi Pelet Trichoderma sp. dikeluarkan dari sedotan dan
dimasukkan kedalam kantong plastik kemudian diikat. Proses pembuatan pelet
dilakukan didalam ruang laminar secara aseptik.
Uji Pertumbuhan Trichoderma sp. dalam Formulasi Pelet dari Beberapa
Bahan Pembawa dengan Lama Penyimpanan 7 dan 14 Hari secara Invitro
Pengujian Pertumbuhan Trichoderma sp. dalam formulasi pelet yang
dilakukan secara Invitro tersebut terdiri dari 6 perlakuan yaitu:
a. Formulasi pelet dedak + ampas tahu (DAT)
b. Formulasi pelet tepung ubi jalar + ampas tahu (UAT)
c. Formulasi pelet tepung talas + ampas tahu (TAT)
d. Formulasi pelet tepung pisang + ampas tahu (PAT)
e. Formulasi pelet dedak saja (DDS)
f. Formulasi pelet tepung ampas tahu saja (ATS)
Sebutir pelet dari setiap formulasi pelet diletakkan pada media PDA
didalam cawan petri secara aseptik, kemudian diinkubasi selama 7 hari pada suhu
ruang dan kelembaban udara ruang. Setiap formulasi pelet diulang sebanyak 5
kali. Pengamatan dilakukan dengan mengukur pertumbuhan diameter koloni
Trichoderma sp. tiap hari.
Penyiapan Tanah sebagai Media Tumbuh pada Percobaan invivo
Tanah untuk media tanam mentimun pada pengujian Invivo berasal dari
lahan pertanaman mentimun di Kampung Ciletuh girang, Kecamatan Cigombong,
Kabupaten Bogor. Sebelum digunakan, terlebih dahulu dilakukan pengujian
infestasi Pythium sp. cendawan patogen penyebab rebah kecambah pada tanah
yang berasal dari pertanaman mentimun tersebut. Pengujian dilakukan sebagai
berikut: buah mentimun dipotong melintang menjadi 2 bagian , kemudian
mentimun disterilisasi permukaan dengan alkohol 70%. Selanjutnya tiap potongan
buah mentimun diletakkan pada permukaan tanah di dalam gelas plastik. Posisi
buah mentimun yang berada dipermukaan tanah adalah bagian yang dipotong.
Kemudian potongan buah mentimun di inkubasi pada suhu dan kelembaban ruang
selama 4 hari, dan tiap hari dilakukan pengamatan terhadap miselium dan koloni
cendawan yang tumbuh pada permukaan buah mentimun dengan menggunakan
mikroskop, selanjutnya dilakukan pengamatan mikroskopis terhadap miselium
dan koloni cendawan untuk memastikan infestasi Pythium sp. pada tanah tersebut.

6

Gambar 1 Pengujian investasi Pythium sp. terhadap tanah untuk media tumbuh
pada percobaan Invivo
Uji Formulasi Pelet Trichoderma sp. secara Invivo
Berdasarkan pengujian secara Invitro, dipilih 2 formulasi pelet yaitu DDS
dan UAT karena menunjukkan pertumbuhan koloni Trichoderma sp. paling cepat.
Hasil pengujian tersebut menunjukkan formulasi pelet DDS dan UAT merupakan
formulasi yang paling baik sebagai substrat pembawa Trichoderma sp. dan akan
diuji secara Invivo. Pengujian Pertumbuhan Trichoderma sp. dalam formulasi
pelet yang dilakukan secara Invivo tersebut terdiri dari 7 perlakuan yaitu:
a) Kontrol positif yaitu tanah steril dari tanah endemik
b) Kontrol negatif yaitu tanah yang terinfestasi Pythium sp.
c) Tanah terinfestasi Pythium sp. + kompos
d) Tanah terinfestasi Pythium sp. + pelet UAT
e) Tanah terinfestasi Pythium sp. + kompos + pelet UAT
f) Tanah terinfestasi Pythium sp. + pelet DDS
g) Tanah terinfestasi Pythium sp. + kompos + pelet DDS
Formulasi pelet ditanam pada media tanah yang telah dicampur dengan
kompos dan media tanah yang tidak dicampur dengan kompos, kemudian media
tumbuh tersebut diinkubasi selama 7 hari, demikian juga pada perlakuan media
tanah yang dicampur dengan kompos saja tanpa formulasi pelet diinkubasi selama
7 hari. Sebanyak 50 g media tanam(tanah yang dicampur dengan kompos dan
tanah saja) dimasukkan ke dalam pipa paralon berukuran panjang 10 cm dan
diameter 4 cm. Selanjutnya sebanyak 3 butir pelet DDS (+ 0.5 g) dan 4 butir pelet
UAT (+ 0.5 g) ditanam kedalam media tumbuh tersebut. Sedangkan pada kontrol
tidak ditanami formulasi pelet tersebut. Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 5 kali, dan tiap ulangan terdiri dari 5 paralon ditanami 1 butir benih
mentimun. Perbandingan formulasi pelet Trichoderma sp. yang diaplikasikan
untuk media seberat 50 g adalah 0.5 g. Formulasi pelet UAT mempunyai berat
0.148 g/butir. Sehingga formulasi pelet UAT yang diaplikasikan sebanyak 4
butir/paralon dengan total berat yaitu 0.592 g. Sedangkan formulasi pelet DDS
yang diaplikasikan sebanyak 3 butir/paralon, karena 1 butir formulasi pelet DDS
mempunyai bobot lebih berat daripada 1 butir formulasi pelet UAT. Formulasi
pelet DDS mempunyai berat 0.195 g/butir, sehingga hanya digunakan 3 butir
formulasi pelet DDS yaitu seberat 0.585 g.

7

Rancangan Percobaan
Penelitian ini terdiri dari dua pengujian, yaitu uji invitro dan uji invivo. Uji
invitro terdapat 6 perlakuan dengan 5 ulangan. Parameter yang diamati adalah
pertumbuhan Trichoderma sp. pada formulasi pelet yang diinkubasi pada cawan
petri. Uji invivo terdapat 7 perlakuan dengan 5 ulangan. Parameter yang diamati
adalah jumlah benih yang tumbuh. Kedua pengujian tersebut disusun dalam
rancangan acak lengkap (RAL).
Analisis Data
Data hasil pertumbuhan Trichoderma sp. pada uji invitro dan jumlah benih
yang tumbuh pada uji invivo dianalisis menggunakan Statistical Analisis System
(SAS) dan pembandingan nilai tengah dengan selang berganda duncan pada taraf
nyata 5%.

8

HASIL dan PEMBAHASAN
Pengujian Formula Pelet secara Invitro
Berdasarkan hasil penelitian, pertumbuhan koloni Trichoderma sp. pada
beberapa formulasi pelet yang disimpan selama 7 hari dan 14 hari, berbeda nyata
dengan kontrol. Pertumbuhan diameter koloni Trichoderma sp. pada pengujian
formulasi pelet secara Invitro disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata pertumbuhan diameter koloni Trichoderma sp. (cm) pada
beberapa bahan pembawa pelet dengan masa simpan 7 hari
Rata-rata diameter koloni Trichoderma sp. (cm)
pada hari ke-

Perlakuan
1

2

3

4

5

6

7

DAT

0.24b

4.36a

7.30a

9.00a

9.00a

9.00a

9.00a

UAT

0.00b

1.31b

6.32bc

8.75bc

8.99a

9.00a

9.00a

TAT

0.00b

1.12b

6.37bc

8.93ab

9.00a

9.00a

9.00a

PAT

0.00b

0.00c

5.85c

8.70c

9.00a

9.00a

9.00a

DDS

1.41a

4.98a

6.70ab

8.95a

9.00a

9.00a

9.00a

ATS

0.00b

2.07b

4.11d

7.49d

8.63b

9.00a

9.00a

Kontrol

0.00b

0.00c

0.00e

0.00e

0.00c

0.00b

0.00b

a

DAT: dedak + ampas tahu, UAT: tepung ubi jalar + ampas tahu, TAT: tepung talas + ampas tahu,
PAT: tepung pisang + ampas tahu, DDS: dedak saja, ATS: ampas tahu saja.

b

Rerata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
selang berganda Duncan pada taraf 5%.

9

Tabel 3

Rata-rata pertumbuhan diameter koloni Trichoderma sp. (cm) dari
beberapa bahan pembawa pelet dengan masa simpan 14 hari
Rata-rata diameter koloni Trichoderma sp. (cm)
pada hari ke-

Perlakuan
1

2

3

4

5

6

7

DAT

0.00a

0.00b

2.77c

6.46c

9.00a

9.00a

9.00a

UAT

0.00a

0.00b

3.34bc

7.01b

9.00a

9.00a

9.00a

TAT

0.00a

0.00b

3.82b

7.31b

9.00a

9.00a

9.00a

PAT

0.00a

0.00b

2.81c

6.25c

9.00a

9.00a

9.00a

DDS

0.33a

3.00a

6.31a

9.00a

9.00a

9.00a

9.00a

ATS

0.00a

0.00b

3.08c

6.44c

8.52b

9.00a

9.00a

Kontrol

0.00a

0.00b

0.00d

0.00d

0.00c

0.00b

0.00b

a

DAT: dedak + ampas tahu, UAT: tepung ubi jalar + ampas tahu, TAT: tepung talas + ampas tahu,
PAT: tepung pisang + ampas tahu, DDS: dedak saja, ATS: ampas tahu saja.

b

Rerata pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji
selang berganda Duncan pada taraf 5%.

Trichoderma sp. merupakan agens hayati yang sudah banyak digunakan
dalam perlindungan tanaman, baik sebagai pupuk hayati ataupun sebagai agen
pengendali penyakit. Namun dalam pemanfaatannya kurang praktis jika
diaplikasikan di lapang, karena membutuhkan wadah yang cukup banyak dan
tenaga kerja banyak. Penggunaan cendawan antagonis sebagai agens hayati harus
dalam bentuk formulasi yang tepat dengan bahan yang mudah tersedia (Lewis dan
Papavizas 1991). Oleh karena itu dikembangkan formulasi Trichoderma sp. dalam
bentuk pelet dari beberapa bahan pembawa yang cocok untuk substrat
Trichoderma sp.. Formulasi pelet ini berukuran kecil sehingga lebih praktis untuk
dibawa atau dikirim dan diaplikasikan di lapangan. Hasil penelitian secara Invitro
menunjukkan bahwa, pada formulasi pelet dengan masa simpan 7 hari,
pertumbuhan koloni Trichoderma sp. yang paling cepat berturut-turut yaitu pada
formulasi pelet DAT, DDS, TAT, UAT, PAT, dan ATS. Sedangkan formulasi
pelet yang masih tumbuh dengan baik pada penyimpanan 14 hari berturut-turut
yaitu DDS, TAT, UAT, DAT, PAT, dan ATS. Berdasarkan pada pengujian
formulasi pelet dengan masa simpan 7 hari dan 14 hari, komposisi bahan
pembawa yang paling baik untuk dijadikan substrat formulasi pelet Trichoderma
sp. adalah pada perlakuan formulasi pelet DDS. Hal ini didasarkan pada kecepatan
pertumbuhan koloni Trichoderma sp. beberapa formulasi pelet dengan masa
simpan 14 hari selama 7 hari pengamatan (Tabel 3). Urutan formulasi pelet dari
yang paling baik untuk dijadikan substrat menurut hasil penelitian berturut-turut
yaitu formulasi pelet DDS, TAT, UAT, DAT, dan PAT.

10

a

b

c

d

e

f

Gambar 2 Pertumbuhan koloni Trichoderma sp. dari beberapa bahan pembawa
pelet dengan masa simpan 14 hari pada hari ke-3, a) DAT, b) ATS, c)
DDS, d) TAT, e) UAT, f) PAT
Keefektifan masing-masing formulasi pelet dipengaruhi oleh kandungan
C/N dan faktor lain pada masing-masing bahan pembawa. Dalam penyimpanan
inokulum cendawan, perlu diperhatikan kondisi lingkungannya agar cendawan
dapat tumbuh dengan optimal dan spora dapat bertahan lama. Faktor-faktor
lingkungan yang memengaruhi umur penyimpanan cendawan dibedakan menjadi
2 yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri dari jumlah
C/N media, struktur biologis bahan baku dan kandungan air. Faktor ekstrinsik
meliputi pH, suhu inkubasi, kelembaban, potensi terjadinya oksidasi reduksi,
ketersediaan oksigen serta aerasi (Arbianto 1980). Penentuan komposisi formulasi
pelet didasarkan atas kebutuhan C/N untuk pupuk hayati. Berdasarkan syarat
mutu yang ditetapkan dalam Permentan No 70/Permentan/ SR.140/2011 tentang
persyaratan teknis minimal pupuk organik atau pupuk hayati, indikator yang
digunakan adalah pH, kandungan C-organik, N-total , C/N rasio, unsur makro dan
mikro. C/N rasio yang dipersyaratkan yakni