PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.) PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

ABSTRAK

PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP
KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.)
PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

Oleh
Eka Wahyu Ningsih

Salah satu kendala utama dalam budidaya tanaman tembakau adalah penyakit
rebah kecambah yang disebabkan oleh jamur Pythium sp. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma spp. dan jerami padi terhadap
keterjadian penyakit rebah kecambah pada tembakau. Penelitian ini dilaksanakan
dari bulan Juli 2011 hingga Januari 2012 di laboratorium Penyakit Tumbuhan
Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Perlakuan
dalam penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Lengkap dengan empat
ulangan. Perlakuan terdiri atas kontrol (Ko), aplikasi jerami padi (J), aplikasi T.
viride dengan jerami padi (Tv.J), aplikasi T. viride (Tv), aplikasi T. harzianum
dengan jerami padi (Th.J), dan aplikasi T. harzianum (Th). Peubah yang diamati
adalah persentase kemunculan dan keterjadian penyakit. Pengamatan dilakukan
setiap tiga hari sekali selama tiga minggu. Data yang diperoleh diolah dengan

menggunakan sidik ragam dan Uji Beda Nilai Tengah. Hasil penelitian yaitu
perlakuan T.harzianum dengan jerami padi (Th. J) pada 19, 22, 25, dan 28 hss
dapat menekan keterjadian penyakit rebah kecambah.
Kata kunci : Penyakit rebah kecambah, Pythium sp., Trichoderma spp, jerami
padi, keterjadian penyakit

ABSTRACT

EFFECT OF Trichoderma spp. AND RICE STRAW ON INCIDENCE
OF DAMPING-OFF DISEASE (Pythium sp.)
ON TOBACCO (Nicotiana tabacum L.)

By
Eka Wahyu Ningsih

Damping-off is one of important problem in growing of tobacco cause by Pythium
sp. This research was aimed to know the influence application of Trichoderma
spp. and rice straw on incidence of damping-off disease on tobacco. The research
was done during July 2011 until Januari 2012 at laboratory of plant disease
Departement of Plant Protection, Agriculture Faculty, University of Lampung.

The treatment in this study arranged into completely randomized design with four
replication. The treatment are control (Ko), application of rice straw (J),
application of T.viride with rice straw (Tv.J), application of T.viride (Tv),
application of T.harzianum with rice straw (Th.J), and application of T.harzianum
(Th). Observable variable is the emergence percentage and disease incidence.
Observation was done every three times for three weeks. All the data were
analyzed with analysis of variance and Least Significant Different. The results
from this research showed that T. harzianum with rice straw (Th.J) on
observations 19, 22, 25, and 28 day after spread decreaced the incidence of
damping-off disease.
Key words: Damping-off disease, Pythium sp., Trichoderma spp., rice straw,
Disease incidence

PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP
KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.)
PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

(Skripsi)

Oleh

EKA WAHYU NINGSIH

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012

PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI PADI TERHADAP
KETERJADIAN PENYAKIT REBAH KECAMBAH (Pythium sp.)
PADA TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

Oleh
EKA WAHYU NINGSIH

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua

: Ir. Joko Prasetyo, M.P.

Sekretaris

: Ir. Muhammad Nurdin, M.Si.

Penguji
Bukan Pembimbing


: Ir. Efri, M.S.

2. Dekan Fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S.
NIP. 1961082619787021001

Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 23 April 2012

Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kemampuannya
(QS. Al-Baqarah : 286)

Berusahalah untuk tidak menjadi manusia yang berhasil
tapi berusahalah menjadi manusia yang berguna
(Einstein)

Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan
(QS.Insyirah : 6)


Hanya mereka yang giat berjuang yang berhak untuk
bicara Aku punya cita - cita
(Teddy Wijaya)

Judul Skripsi

: PENGARUH Trichoderma spp. DAN JERAMI
PADI TERHADAP KETERJADIAN
PENYAKIT REBAH KECAMBAH
(Pythium sp.) PADA TEMBAKAU
(Nicotiana tabacum L.)

Nama Mahasiswa

: EKA WAHYU NINGSIH

Nomor Pokok Mahasiswa

: 0714041004


Program Studi

: Agroteknologi

Fakultas

: Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Ir. Joko Prasetyo, M.P.
NIP : 195902141989021001

Ir. Muhammad Nurdin, M.Si.
NIP : 196107201986031001

2. Program Studi


Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P.
NIP. 196411181989021002

Sebagai wujud ungkapan rasa cinta, kasih dan sayang
serta bakti yang tulus,
Kupersembahkan karya kecil ini teruntuk:
Bapak dan Ibuku Tercinta
Kakak & Adikku Tersayang

Serta

Almamater Tercinta

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 Juli 1989 di Rumbia, Lampung Tengah,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Suharli dan Ibu
Muslikah.


Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negri 1 Reno Basuki
kecamatan Rumbia pada tahun 2001, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negri 1
Rumbia pada tahun 2004, dan Madrasah Aliyah (MA) Negri 1 Metro pada tahun
2007.

Pada Tahun 2007, penulis diterima menjadi Mahasiswa Jurusan Proteksi Tanaman
Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur PKAB (Penelusuran
Kemampuan Akademik dan Bakat). Pada tahun 2008, penulis diintegrasikan pada
Program Studi Agroteknologi. Dan pada tahun 2010, penulis melaksanakan
Praktik Umum (PU) di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (Balittro)
Bogor-Jawa Barat.

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan taufik dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh
Trichoderma spp. dan Jerami Padi Terhadap Keterjadian Penyakit Rebah
Kecambah (Pythium sp.) Pada Tembakau (Nicotiana tabacum L.)”. Penelitian
pada skripsi ini merupakan proyek kerja sama antara PT. Export Leaf Indonesia
dengan Klinik Tanaman Universitas Lampung, dan mahasiswa selaku peneliti.


Dalam penyusunan skripsi ini telah melibatkan berbagai pihak, Penulis
mengucapkan terima kasih kepada :
1.

Bapak Ir. Joko Prasetyo, M.P. selaku Pembimbing I yang telah banyak
membantu menulis skripsi saran serta pengarahan dalam penyusunan skripsi i

2.

Bapak Ir. Muhammad Nurdin, M.Si. selaku Pembimbing II yang telah
memberikan saran dan ilmu kepada penulis selama penyusunan skripsi.

3.

Bapak Ir, Efri, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan kritik dan saran
serta pengarahan kepada penulis selama penulis menyelesaikan skripsi.

4.

Bapak Ir. Agus M. Hariri, M.S. selaku pembimbing akademik yang telah

memberikan nasihat, saran dan motivasi selama penulis menjadi mahasiswa.

5.

Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas hidayat, M.P. selaku Ketua Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Seluruh dosen Jurusan Proteksi Tanaman dan Agroteknologi, atas ilmu dan
pengetahuan yang telah diberikan selama ini.
7.

Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.

8.

Bapak, ibu dan adikku (Dwi Kartika Sari dan Triani Yulita Sari) tersayang
atas segala doa, kasih sayang dan dukungannya selama ini.

9.

Mbak Uum, bapak Paryadi, mas Rahmat, dan mas Iwan atas bantuannya

10. Sahabat-sahabat seperjuanganku Riki Martina Ningsih, S.P.,
Meri Lusiana,S.P., dan Selvi Helina, S.P. terimakasih atas kebersamaannya.
11. Nungki Purnomo, S.Pi. terima kasih atas doa dan kasih sayangnya selama ini.
12. Teman-teman HPT 07’Ovy Erfandari, S.P., Uswatun hasanah, S.P, Siti
Juariyah, S.P, Yani Kurniawati S.P, Fazri Firdaus, S.P, A.Bazawi Alwie, S.P,
Aftecia Agnitary, S.P, Stenia Ruski Yusticia, S.P, Wika Tri Widiyanti
Pertiwi, S.P., M. Jaya Saputra, S.P., M. Furqon, S.P., Suharyanto, S.P., Alex.
Parman, Rani, Badrus, , M. Edi Shabara, S.P., Lilis Nurhayati, S.P., bang
Juki, Leo, Yanti, Ovy A, Mpeb, Juwita, kakak-kakak tingkat 06’ mba Agis,
Kak Slamet, Kak Arif.

Semoga Allah swt memberikan keberkahan kepada mereka semua, kepada
penulis. Semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat untuk orang lain

Bandar Lampung, 2012
Penulis

EKA WAHYU NINGSIH

iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Halaman

1.

Tanaman Tembakau yang Mengalami Rebah Kecambah. .........

24

2.

a. Akar Tanaman Tembakau Sakit. .............................................

25

b. Akar Tanaman Tembakau Sehat. ............................................

25

a. Koloni Jamur Pythium sp. pada Media PDA. ..........................

25

b. Sporangium dan Hifa Pythium sp. ...........................................

25

4.

Grafik Kemunculan Benih Tembakau. ........................................

27

5.

Grafik Keterjadian Penyakit Rebah Kecambah. ..........................

29

6.

Koloni Jamur Trichoderma viride (umur 7 hari). ........................

48

7.

Koloni Jamur Trichoderma harzianum (umur 7 hari). ................

48

8.

Media Apel untuk Isolasi Jamur (Pythium sp.). ...........................

49

9.

Media Tanam Tembakau. .............................................................

49

10.

Aplikasi Trichoderma pada MediaTanam. ...................................

50

11.

Media Tanam yang Ditutup dengan Plastik Warp. .......................

50

12.

Biji Tanaman Tembakau. ..............................................................

51

13.

Penyebaran Benih Tembakau. .......................................................

51

3.

DAFTAR ISI
Halaman
xii
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

xiv

I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah .........................................................

1

1.2. Tujuan Penelitian ...........................................................................

4

1.3. Kerangka Pemikiran ......................................................................

4

1.4. Hipotesis ........................................................................................

5

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tembakau (Nicotiana tabacum L.) ...............................................

6

2.1.1. Morfologi Tanaman Tembakau .............................................

6

2.1.1.1.
2.1.1.2.
2.1.1.3.
2.1.1.4.
2.1.1.5.

Akar .................................................................................
Batang .............................................................................
Daun ................................................................................
Bunga ..............................................................................
Biji ...................................................................................

6
6
7
8
9

2.1.2. Syarat Tumbuh ........................................................................

9

2.2. Jamur Pythium ................................................................................

10

2.2.1. Penyebab ........ .........................................................................

10

2.2.2. Gejala Kerusakan ....................................................................

11

2.2.3. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit .....................

12

2.2.4. Pengendalian ...........................................................................

13

2.3. Jamur Trichoderma viride Person ..................................................

14

2.3.1. Morfologi ................................................................................ ..... 14
2.3.2. Biologi ........ ............................................................................

15

2.3.3. Sifat Antagonis Trichoderma viride Person ...........................

16

2.4. Jamur Trichoderma Trichoderma harzianum Rifai .......................

17

2.4.1. Morfologi .................................................................................

17

2.4.2. Biologi .....................................................................................

18

ii

2.4.3. Sifat Antagonis Trichoderma harzianum Rifai .......................

18

2.5. Jerami Padi ......................................................................................

18

III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................

19

3.2. Alat dan Bahan .................................................................................

19

3.3. Metode Penelitian .............................................................................

20

3.4. Pelaksanaan Penelitian .....................................................................

20

3.4.1. Penyiapan Media Tanam ..........................................................

20

3.4.2. Isolasi dan Aplikasi Jamur Trichoderma spp ............................

20

3.4.2.1. Perbanyakan Biakan Trichoderma spp .............................
3.4.2.2. Penyiapan Suspensi Trichoderma spp ..............................
3.4.2.3. Aplikasi Trichoderma spp .................................................

20
21
21

3.4.3. Isolasi dan Inokulasi Jamur Pythium sp ...................................

21

3.4.3.1. Isolasi Jamur Pythium sp ..................................................
3.4.3.2. Penyiapan Suspensi Pythium sp ........................................
3.4.3.3. Inokulasi Jamur Pythium sp ..............................................

21
22
22

3.4.4. Penanaman Biji Tembakau .......................................................

22

3.4.5. Pengamatan dan Pengumpulan Data ........................................

22

3.4.5.1. Persentase Kemunculan ....................................................
3.4.5.2. Keterjadian Penyakit .........................................................

23
23

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan ..............................................................................

24

4.1.1. Gejala Penyakit ..........................................................................

24

4.1.2. Kemunculan Benih Tembakau ..................................................

26

4.1.3. Keterjadian Penyakit Rebah Kecambah ....................................

28

4.2. Pembahasan .......................................................................................

30

4.2.1. Gejala Penyakit ..........................................................................

30

4.2.2. Kemunculan Benih Tembakau ..................................................

30

4.2.3. Keterjadian Penyakit Rebah Kecambah ....................................

32

V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan ........................................................................................

34

5.2. Saran ................. .................................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

35

LAMPIRAN ..................................................................................................

40

iii

35

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah dan Soedarmanto. 1998. Budidaya Tembakau. Jakarta. CV Yasaguna.
36 hlm
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. 5th edition. Academic Press. Florida.
Diterjemahkan oleh Munzir Busnia. 1996. Ilmu penyakit tumbuhan,
Press. Yogyakarta. 713 hlm. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
713p.
Alexopoulos, C. J. and C. W. Mims. I979. Introductory Mycology. John Willey
and Sons. New York. 386 pp.
Andayaningsih,P. 2000. Pengaruh Takaran Molase Terhadap Perkembangan
Azotobacter Indigenous Podsolik Merah Kuning Asal Subang pada Media
Gambut. Jurnal Bionatura. 2:66-74.
Anonim. 2010. http://blogs.unpad.ac.id/christ/tembakau/. Diakses 15 Agustus
2011.
Bains, S.S. and H.S. Dhaliwal. 1994. Downy Mildews of Maize. Pages: 212 –
234, in U.S. Singh, U.N. Mukhopadhyay, J. Kumar, & H.S. Chaube (eds.).
Plant Diseases of International Impartance. Vol 1 : Disease of Cereals and
Pulses. Prentice Hall, Englewood Cliffs, NJ. Diakses 16 Agustus 2011.
Barnet, H. L. and B. B. Hunter. 1972. The Fungal Host – Parasite Relationship.
Ann. Rev. Phytopathologi. 126pp. Diakses 16 Agustus 2011.
Barnet, H. L. and B. B. Hunter. 1987. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Me
Millan Publishing Company. New York.Edisi IV, 70p. Diakses 16 Agustus
2011.
Brian, P. W. and J. C. McGowan. 1945. Viridin A Highly Fungistatic Substance
Produced by Trichoderma viride.144 hlm. Diakses 13 Maret 2011.
Cahyono,B. 1998. Tembakau, Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Yogyakarta.
Kanisius. 71 hlm.
Coughlan, M. P. 1989. Enzyme System for Lignocellulose Degradation. Elsevier
Applied Science. London and New York. 231pp. Diakses 3 Maret 2011.

36

Dalmadiyo, G., S. Rahayuningsih, dan Supriyono. 2000. Penyakit tembakau
Temanggung dan pengendaliannya. Monograf balittas (5). Malang. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 26 hlm. Diakses 4 Maret 2011.
Dalmadiyo, G. 2001. Peranaan dan Tantangan Tembakau Cerutu Besuki. Balai
Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (Ballittas). Malang. 1-26 hal.
Dalmadiyo, G. 2004. Kajian interaksi infeksi nematoda puru akar (Meloidogyne
incognita) dengan bakteri Ralstonia solanacearum pada tembakau
Temanggung. Disertasi. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. 102 hal.
Diakses 20 April 2011.
Dennis, C. and J. Webster. 1971. Antagonistic Properties of Species Group of
Trichoderma Production of non Volatile Antibiotic. Trans. Br, Mycol.
SOC. 57:25-39 pp. Diakses 1 April 2011.
Deptan. 2011. Tembakau. http://ditjenbun.deptan.go.id/budtansim/images/pdf/
tembakau Diakses 20 Maret 2011
Duble, R. L. 2000. Pythium Blight. http://aggiehorticulture.tamu.edu//PythBlight.
Diakses 10 Januari 2012.
Enari, T. M. 1983.Microbial Enzimatic and Biotechnology. W. M. Fogarty (ed).
Applied Science Published London. Diakses 9 Maret 2011.
Erwin. 2000. Hama dan Penyakit Tembakau Deli. Balai Penelitian Tembakau Deli
PTP. Nusantara II. Medan. Hlm. 52-54. Diakses 10 Maret 2011.
Gahara. 1989. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik Dedek Padi Pada
Antagonisme Trichoderma viride Pers Terhadap Rhizoctonia solani Keuhn
dan Timbulnya Penyakit Rebah Kecambah Pada Tanaman Kapas. Skripsi.
Bogor. 50 hlm. Diakses 15 Agustus 2011.
Gilbert, I. G., and G. T. Tsao. 1983.Interaction Between Solia Substrat and
Cellulase Enzyme in Cellulose Hydrolysis. 6: 323-358. Diakses 22 Juni
2011.
Gultom, M. 2008. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis dengan
Berbagai Tingkat Konsentrasi untuk Menekan Perkembangan Jamur
Pythium sp. Penyebab Rebah Kecambah pada Tanaman Tembakan
(Nicotiana tabacum L.). Skripsi Unsu. 55 hlm. Diakses 20 Januari 2012.
Hard, H. 1990. Kimia Organik. Edisi keenam. Jakarta. Erlangga. 257 hal.
Hardaningsih, S. 1995. Efektivitas Gliocladium roseum untuk Mengendalikan
Penyakit Terbawa Benih pada Tanaman Kacang-Kacangan. Prosiding
Kongres Nasional XII dan Seminar Nasional PFI, Mataram. Hlm. 188.
Diakses 22 Februari 2011.

37

Harman, G. E. Hadar, and A. G. Taylor. 1984. Evaluation of Trichoderma
koningii and T. harzianum from New York soil for biological control of
seedrot caused by Phytium spp. or Rhizoctonia solani. Phytopatology.
70:1167-1172 hlm. Diakses 20 Januari 2012.
Harman, G. E. 2000. Changes inPerceptions Derived from Research on
Trichoderma harzianum T-22. Phytopatology. 70 : 1167-1172 hlm.
Diakses 7 Juni 2011.
Hidayah, N dan Djajadi. 2009. Sifat-Sifat Tanah yang Mempengaruhi
Perkembangan Patogen Tular Tanah pada Tanaman Tembakau. Perspektif
Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. 8 (2) : 74 – 83.
Howell, C. R., DeVay, J. E., Garber, R. H. dan Batson, W. E. 1997. Field Control
of cottonseedling deseases with Trichoderna virens in combination with
fungicide seedtreatments. Journal of cotton science 1 : 15-20. Diakses 15
Agustus 2011.
Ikhsan, D., Mohammad Endy dan Hartati, I. 2010. Pengembangan Bioreaktor
Hidrolis Enzimatis Untuk Produksi Bioetanol Dari Biomassa Jerami Padi.
Dalam . Diakses 25 Februari2011.
Ismujiwanto, S. B., Aeny, T.N., Ginting, C. 1996. Pengaruh Cendawan
Antagonis Trichoderma viride dan Kompos Terhadap Intensitas
Serangan Fusarium oxysporum Schl. F. Sp. Vanillae (TUCKER) Gordon
Penyebab Penyakit Busuk Batang pada Tanaman Panili (Vanilla plafolia
Andrews). JPP. Vol. VIII. No 8 Agustus, hal 85-90
Isroi. 2008. Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pupuk Kimia. Dalam
http://isroi.wordpress.com/2008/02/26/pupuk-organik-pupuk-hayati-danpupuk-kimia. Diakses 11 Juni 2011.
Istikorini, Y. 2002. Pengendalian Penyakit Tumbuhan Secara Hayati yang
Ekologis dan Berkelanjutan.
http;\://tumoutou.net/702_05123/yunik_istikorini.htm Diakses 10/1/2012.
Larry, R. 1977. Food and Beverage Mycology. Department of Food Science
Agricultural Experiment Station. University of Georgia. Diakses 6
September 2011.
Lewis, J. A. and G. C. Papavizas. 1980. Integrated Control of Rhizoctonia Fruit
rot of Cucumber. Phytopathology. 70:85-89 pp. Diakses 10 Februari 2012.
Mandels, M. 1970. Cellulases. In. G.T.Tsao (ed) Annual Report on Fermentation
Processes. Vol 5. Academic Press. New York. 174 pp. Diakses 15 Agustus
2011.
Murdan dan Thoyibah, K. 1997. Pengaruh Aplikasi Trichoderma harzianum

38

Terhadap Populasi Rhizoctonia solani Pada Padi Gogo. Prosiding Kongres
XIV dan Seminar Nasional. Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Hlm.
261-265. Diakses 3 Maret 2012.
Niken. 2009. Mengenal Lebih Jelas Trichoderma viride. 17 Januari 2009. Dalam
http://ayyaa.multiply.com/journal/item/27. Diakses 11 Juni 2011.
Nurbailis. 2008. Karakterisasi mekanisme Trichoderma spp indigenous rizosfir
pisang untuk pengendalian Fusarium oxysporum f. sp. cubense penyebab
penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang. Disertasi. Program
Pascasarjana Universitas Andalas Padang. 83 hal. Diakses 20 Agustus
2011.
Papavizas, G. C. 1985. Trichoderma and Gliocladium: Biology, Ecology, and
Potential for Biocontrol. Annual Reviews Inc. Phytophal. Marylanf.
23:23-54 pp. Diakses 15 Agustus 2011.
Pelczar, M. J., and R. D. Reid. 1974. Microbiology. McGrow Hill Book
Company. New York. Diakses 20 Agustus 2011.
Rachmawaty, A., Ambarwati, H. T. dan Toekidjo, M. 1995. Kajian Pengendalian
Penyakit Busuk Batang Vanili dengan Tricoderma viride. Prosiding
Kongres Nasional XIII dan Seminar Ilmiah PFI, Mataram. Hlm. 207-210.
Diakses 19 April 2011.
Rifai, M. A. 1996. A Revision of Genus Trichoderma. Mycological Papers.
Commenwealth Mycological Institute. Kewsurrey, England. 56 hlm.
Diakses 21 Februari 2011.
Riyanti. 1994. Pengaruh Konsentrasi Trichoderma viridae Pers. Terhadap
Serangan Pythium sp. Pada Kedelai. Skripsi Unila. Bandar Lampung. 34
hlm.
Robert, D. A and Boothroyd. 1984. Fundamentals of Plant Pathology, second
edition. W.H. Freeman and Company. Newyork. 432 Pp. Diakses 15
Agustus 2011.
Rosmini, R. 1990. Pengaruh Antagonis Chaetomium globosum Kunze ex Fr
Terhadap Pythium sp. Penyebab Penyakit Rebah Kecambah Mentimun.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor:26 hlm.
Diakses 3 Maret 2012.
Santoso. E. Maman, T dan Simon, T. N. 1999. Studi Antagonis Trichoderma
harzianum Rifai terhadap Pythium sp. Penyebab Penyakit Lodoh Pada
Semai Sengon (Paraserianthes falcataria (L) Nielsen). Prosiding Kongres
Nasional XV dan Seminar Ilmiah PFI, Purwokerto. Hlm. 553-558. Diakses
3 Maret 2012.
Semangun, H. 1993. Konsep dan azas dasar pengelolaan penyakit tumbuhan

39

terpadu. Makalah Simposium Pendidikan Fitopatologi dan Pengendalian
Hayati. Kongres Nasional XII dan Seminar Ilmiah Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia 6 9 September 1993. Yogyakarta.
Semangun, H. 2000. Penyakit-Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia. UGM
Press. Yogyakarta. 825 hal.
Steenis, C. G. G. J. 1997. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. 485 hal.
Sukamto, S., Qithfirul, A. dan Supandi. 1994. Teknik Perbanyakan dan Aplikasi
Jamur Trichoderma spp. Pusat Penelitian Kopi dan kakau Indonesia.
Jember. P. 7. Diakses 15 Agustus 2011.
Sundheium, L dan A. Tromsmo. 1988. Hyperparasities in Biological Control, In
KG. Mukerji and K.L Garg (eds). Pp. 53-70. Diakses 1 Desember 2011.
Suwahyono, U dan P. Wahyudi. 2005. Penggunaan Biofungisida pada Usaha
Perkebunan. Direktorat Teknologi Bioindustri-BPPTP.
http://www.iptek.net.id/ind/terapan. Diakses 2 Januari 2012.
Tim penulis Penebar Swadaya. 1993. Pembudidayaan, pengolahan, dan
pemasaran tembakau. Penebar Swadaya. Jakarta. 55 hlm.
Utami, L. S. 1983. Pengaruh Bahan Organik untuk Pengendalian Pythium sp.
Skripsi IPB. Bogor. 43 hlm. Diakses 8 Januari 2012.
Utami, M. W. 2001. Pengaruh Penanaman Bersama Tapak Liman, Temu Hitam,
Serai Wangi dan Lada Terhadap Intensitas Penyakit Busuk Pangkal
Batang Lada (Piper nigrum L.) Di Lapang. Skripsi Unila. Bandar
Lampung. 36 hlm.
Widyastuti, S.M., Sumardi dan N.Hidayat.1998. Kemampuan Trichoderma spp.
untuk pengendalian hayati jamur akar putih pada Acasia mangium secara
in vitro. Buletin Kehutanan. Fak.Kehutanan, UGM.Yogyakarta.No.36,
hal.25-38. Diakses 19 Oktober 2011.
Winarsih, B. dan Syafrudin. 2001 Pengaruh Pemberian Trichoderma dan Sekam
Padi Terhadap Penyakit Rebah Kecambah di Persemaian Cabai. Jurnal
Ilmu Pertanian Indonesia dalam Http:// bdpunib.org/ jipi/ artikel41/ 2001/
49.p05. Diakses 5 Maret 2011.
Windham, M. T. Y. Elad and R. Baker. 1985. A Mechanism for Increase Plant
Growth Induced by Trichoderma spp. Phytopathology. 76: 518-521 hlm.
Diakses 26 Agustus 2011.

I.

1.1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tembakau (Nicotiana tabacum L.) merupakan jenis tanaman yang dipanen
daunnya dan merupakan bahan baku utama dalam industri rokok. Tanaman ini
merupakan salah satu komoditas pertanian andalan yang dapat memberikan
kesempatan kerja dan memberikan penghasilan bagi masyarakat. Selain itu,
tembakau menunjang pembangunan nasional berupa pajak dan devisa Negara
(Cahyono, 1998). Penerimaan negara dari tembakau sangat besar yaitu dari cukai
yang setiap tahun terus meningkat pada tahun 2007 sebesar 42 trilyun, tahun 2008
sebesar 50,2 trilyun (Deptan, 2011). Namun nikotin yang terkandung dalam
tembakau memiliki dampak negatif bagi kesehatan, diantaranya dapat
menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan
janin.

Dalam industri, kualitas dari daun tembakau merupakan hal utama yang
dipertimbangkan oleh produsen. Salah satu faktor penentu kualitas tembakau
adalah ada atau tidaknya serangan patogen. Selain itu, infeksi patogen melalui
tanah menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal sehingga menurunkan
produktivitas (Hidayah dan Djajadi, 2009). Patogen tular tanah yang telah
diidentifikasi menyerang tanaman tembakau adalah dari jenis jamur, bakteri, dan

2

nematoda (Dalmadiyo, et al., 2000; Dalmadiyo, 2004). Patogen-patogen tersebut
menyerang tanaman pada berbagai stadia tumbuh dengan menimbulkan gejala
yang berbeda - beda pada masing - masing tanaman. Kerugian yang ditimbulkan
juga beragam dari tidak terlalu merugikan sampai mengakibatkan tanaman tidak
dapat berproduksi.

Menurut Semangun (2000) salah satu kendala utama dalam usaha budidaya
tanaman tembakau adalah penyakit rebah kecambah atau damping-off. Penyakit
ini sering terjadi pada saat persemaian sehingga disebut juga penyakit semai.

Penyakit rebah kecambah merupakan penyakit yang telah tersebar di seluruh
negara, termasuk di Indonesia. Beberapa genus jamur yang dapat menyebabkan
rebah kecambah antara lain Pythium, Phytophthora, Rhizoctonia, dan Fusarium
(Tarr, 1972 dalam Rosmini, 1990).

Penyakit rebah kecambah pada tanaman tembakau disebabkan oleh jamur tanah
(soil-inhabitant), yaitu Pythium sp. (Semangun, 2000). Serangan Pythium sp.
pada umumnya terjadi sebelum benih berkecambah (pre-emergence damping-off)
sehingga benih gagal berkecambah atau saat benih berkecambah, tetapi kecambah
belum muncul di permukaan tanah. Serangan Pythium sp. dapat juga terjadi
setelah kecambah muncul pada permukaan tanah (post-emergence damping-off)
pada bagian akar atau pada bagian hipokotil. Serangan tersebut menyebabkan
hipokotil menjadi lunak, mengecil dan tidak kuat menyangga bagian atas yang
masih sehat sehingga kecambah rebah dan akhirnya mati (Agrios, 2005).

3

Penyakit ini penting untuk diperhatikan karena dapat menyebabkan kerugian pada
usaha budidaya tembakau. Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan
pergiliran tanaman, membersihkan sisa - sisa tembakau, penanaman varietas tahan
serta pemakaian fungisida sintetik baik di pembibitan maupun di pertanaman
(Semangun, 2000). Jenis fungisida sintetik yang umum digunakan untuk
pengendalian penyakit ini adalah fungisida dengan bahan aktif mankozeb. Bains
dan Dhaliwal (1994) melaporkan bahwa dalam jangka panjang, penggunaan
fungisida sintetik dapat menimbulkan strain tahan. Oleh karena itu, diperlukan
alternatif pengendalian yang efektif dan ramah lingkungan. Salah satu metode
pengendalian yang aman dan ramah lingkungan adalah pengendalian hayati
dengan jamur antagonis.

Menurut Agrios (2005), salah satu mikroorganisme antagonis yang berpotensi
dalam pengendalian hayati adalah jamur Trichoderma spp. Jamur ini diketahui
dapat digunakan untuk mengendalikan patogen tanaman terutama patogen tanah
dan beberapa patogen udara (Papavizas, 1985 dalam Sukamto, et al., 1994).
Penggunaan Trichoderma spp. sebagai agen hayati telah banyak dilaporkan,
antara lain untuk pengendalian busuk akar Phytophthora spp. pada tanaman apel,
pengendalian Rhizoctonia solani pada tanaman kentang dan masih banyak lagi
(Sundheium dan Tromsmo, 1988).

Sedangkan menurut Hidayah dan Djajadi (2009), di antara faktor utama yang
berpengaruh sangat besar terhadap strategi pengendalian patogen tular tanah pada
tanaman tembakau adalah dengan meningkatkan kadar bahan organik tanah.
Peningkatan kadar bahan organik dapat dilakukan melalui penambahan pupuk

4

kandang dan pembenaman serasah atau sisa-sisa tanaman. Jerami padi merupakan
salah satu sumber bahan organik yang potensial, relatif murah dan mudah didapat.
Jerami yang telah didekomposisi oleh Trichoderma dapat berperan sebagai
sumber bahan organik, sedangkan Trichoderma dapat menekan sejumlah patogen
tular tanah, menginduksi ketahanan tanaman terhadap berbagai penyakit serta
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman (Anonim, 2010). Oleh karena itu
dianggap perlu dilakukan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan
Trichoderma spp. dan jerami padi dalam menekan keterjadian penyakit rebah
kecambah pada tembakau.

1.2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma spp.
dan jerami padi terhadap keterjadian penyakit rebah kecambah pada tembakau.

1.3

Kerangka Pemikiran

Trichoderma spp. adalah salah satu jamur antagonis yang dapat dimanfaatkan
sebagai agensia hayati (Dennis dan Webster, 1971). Jamur ini telah dilaporkan
mempunyai efek meningkatkan pertumbuhan tanaman (Windham, et al., 1985).
Keberhasilan penggunaan jamur ini untuk pengendalian penyakit tanaman baik di
rumah kaca, pada pembibitan maupun di lapangan telah banyak dilaporkan
(Howell, et al.,1997; Harman, 2000; Nurbailis, 2008), diantaranya untuk
mengendalikan penyakit akar putih Rigidoporus micropus di perkebunan karet
(Basuki, 1985 dalam Widyastuti, et al., 1998) serta perkebunan teh (Rayat, et al.,

5

1993 dalam Widyastuti, et al, 1998). Mekanisme penekanan patogen oleh
Trichoderma spp. menurut Patrich dan Tousson (1970) dalam Widyastuti, et al.
(1998), terjadi melalui proses kompetisi, parasitisme, antibiosis, atau mekanisme
lain yang merugikan bagi patogen. Selain itu, jamur ini mempunyai sifat - sifat
mudah didapat, penyebarannya luas, toleran terhadap zat penghambat
pertumbuhan, tumbuh cepat, kompetitif dan menghasilkan spora yang berlimpah,
sehingga mempermudah penyediaan jamur sebagai bahan pengendali hayati
(Alfian, 1990 dalam Andayaningsih, 2002).

Trichoderma spp. memerlukan selulosa sebagai sumber karbon dan energi untuk
kebutuhan hidupnya (Martin, 1997 dalam Winarsih dan Syafrudin, 2001).
Selulosa ini mendukung peningkatan jumlah dan kepadatan propagula
Trichoderma spp. Selulosa merupakan salah satu contoh dari polisakarida dan
merupakan polimer tidak bercabang dari glukosa yang dihubungkan melalui
ikatan 1,4-β-glikoserida (Hard, 1990). Jerami padi mengandung komponen utama
seperti selulosa (34,2 %), hemiselulosa (24,5%) dan lignin (23,4%) (Ikhsan, et al.,
2010). Oleh sebab itu, selulosa yang terkandung dalam jerami yang diaplikasikan
dapat mempengaruhi perkembangan Trichoderma spp. dan mendukung
peningkatan jumlah dan kepadatan propagula jamur tersebut.

1.4

Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah aplikasi Trichoderma spp.
dan jerami padi dapat menekan keterjadian penyakit rebah kecambah pada
tembakau.

6

II.

2.1

TINJAUAN PUSTAKA

Tembakau (Nicotiana tabacum L. )

Menurut Steenis (1997), tanaman tembakau diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom
Divisi
Sub Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

2.1.1

: Plantae
: Spermatophyta
: Angiospermae
: Dicotyledoneae
: Solanales
: Solanaceae
: Nicotiana
: Nicotiana tabacum L.

Morfologi tanaman tembakau

2.1.1.1 Akar

Tanaman tembakau merupakan tanaman berakar tunggang yang tumbuh tegak ke
pusat bumi. Akar tunggangnya dapat menembus tanah kedalaman 50 - 75 cm,
sedangkan rambut akarnya menyebar ke samping. Selain itu, tanaman tembakau
juga memiliki bulu - bulu akar. Perakaran akan berkembang baik jika tanahnya
gembur, mudah menyerap air, dan subur (Tim Penulis PS, 1993).

2.1.1.2 Batang

Tanaman tembakau memiliki bentuk batang agak bulat, sedikit lunak tetapi kuat,
makin ke ujung, makin kecil. Batangnya berwarna hijau dan hampir seluruhnya

7

ditumbuhi bulu - bulu halus berwarna putih. Di sekitar bulu - bulu tersebut
terdapat kelenjar - kelenjar yang mengeluarkan zat pekat dengan bau yang
menyengat. Ruas - ruas batang mengalami penebalan yang ditumbuhi daun,
batang tanaman bercabang atau sedikit bercabang. Pada setiap ruas batang selain
ditumbuhi daun, juga ditumbuhi tunas ketiak daun, diameter batang sekitar 5 cm
dengan tinggi sekitar 2,5 m. Namun pada kondisi syarat tumbuhnya baik,
tanaman ini bisa mencapai tinggi sekitar 4 m. Sedangkan pada kondisi syarat
tumbuh yang jelek biasanya lebih pendek, yaitu sekitar 1 m (Tim Penulis PS,
1993).

2.1.1.3 Daun

Daun tanaman tembakau berbentuk bulat lonjong (oval) atau bulat, tergantung
pada varietasnya. Daun yang berbentuk bulat lonjong ujungnya meruncing,
sedangkan yang berbentuk bulat, ujungnya tumpul. Daun memiliki tulang tulang menyirip, bagian tepi daun agak bergelombang dan licin. Lapisan atas
daun terdiri atas lapisan palisade parenchyma dan spongy parenchyma pada
bagian bawah dan seluruhnya diliputi oleh lapisan sel - sel epidermis dengan
mulut - mulut daunnya (stomata) yang tersebar merata. Ketebalan kutikula,
dinding sel parenkim, dan luas ruangan interseluler berbeda - beda tergantung
pada keadaan lingkungan tumbuhnya. Jumlah daun dalam satu tanaman sekitar
28 - 32 helai (Tim Penulis PS, 1993).

Antara daun dan batang tembakau dihubungkan oleh tangkai daun yang pendek
atau tidak bertangkai sama sekali. Ukuran daun cukup bervariasi menurut
keadaan tempat tumbuh dan jenis tembakau yang ditanam. Sedangkan ketebalan

8

dan kehalusan daun antara lain dipengaruhi oleh keadaan kering dan banyaknya
curah hujan. Proses penuaan (pematangan) daun biasanya dimulai dari bagian
ujungnya kemudian bagian bawahnya, hal ini diperlihatkan oleh perubahan warna
daun dari hijau-kuning-cokelat pada bagian ujungnya kemudian bagian bawahnya
(Tim Penulis PS, 1993).

2.1.1.4 Bunga

Bunga tembakau termasuk bunga majemuk yang berbentuk malai, masing masing seperti terompet dan mempunyai bagian - bagian sebagai berikut:
1.

Kelopak bunga berlekuk, mempunyai lima buah pancung.

2.

Mahkota bunga berbentuk seperti terompet, berlekuk lima dan berwarna
merah jambu atau merah tua yang merekah di bagian atasnya, sedangkan
bagian bawahnya berwarna putih, sebuah bunga biasanya memiliki lima
buah benang sari yang melekat pada mahkota bunganya, yang satu lebih
pendek daripada yang lainnya.

3.

Bakal buah terletak di atas dasar bunga dan mempunyai dua ruang yang
membesar. Setiap ruang mengandung bakal biji anatrop yang banyak
sekali. Bakal buah ini dihubungkan oleh sebatang tangkai putik dengan
sebuah kepala putik di atasnya.

4.

Kepala putik terletak pada tabung bunga yang berdekatan dengan kepala
sarinya. Tinggi kepala putik dan kepala sari hampir sama. Keadaan ini
menyebabkan tanaman tembakau lebih banyak melakukan penyerbukan
sendiri,tetapi tidak tertutup kemungkinan terjadinya penyerbukan silang
(Tim Penulis PS, 1993).

9

2.1.1.5 Biji
Biji tembakau sangat kecil sehingga dalam 1 cm3 dengan berat kurang lebih 0,5
gram berisi sekitar 6000 butir biji. Setiap batang tembakau dapat menghasilkan
rata - rata 25 gram biji. Sekitar 3 minggu setelah pembuahan, buah tembakau
telah masak. Biji buah tembakau yang baru dipungut belum dapat berkecambah
bila disemaikan sebab masih perlu mengalami masa istirahat (dormansi). Biji
tembakau ini perlu waktu kurang lebih 2 - 3 minggu untuk dapat berkecambah.
Jika bijinya dipetik dalam keadaaan matang dan dikeringkan secara perlahan
dengan suhu yang tidak terlalu tinggi, maka setelah 5 hari dikecambahkan paling
sedikit mempunyai daya kecambah 95%. Daya kecambahnya dapat tahan
bertahun - tahun apabila cara penyimpanannya baik dan dalam keadaan kering
(Tim Penulis PS, 1993).

2.1.2

Syarat Tumbuh

Tanaman tembakau pada umumnya tidak menghendaki iklim yang kering ataupun
iklim yang sangat basah. Angin kencang yang sering melanda lokasi tanaman
tembakau dapat merusak tanaman (tanaman roboh) dan juga berpengaruh terhadap
mengering dan mengerasnya tanah sehingga menyebabkan berkurangnya
kandungan oksigen di dalam tanah. Untuk tanaman tembakau dataran rendah,
curah hujan rata - rata 2,000 mm/tahun, sedangkan untuk tembakau dataran tinggi,
curah hujan rata - rata 1,500 - 3,500 mm/tahun. Penyinaran cahaya matahari yang
kurang dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman kurang baik sehingga
produktivitasnya rendah. Lokasi untuk tanaman tembakau sebaiknya dipilih di
tempat terbuka dan waktu tanam disesuaikan dengan jenisnya. Suhu udara yang

10

cocok untuk pertumbuhan tanaman tembakau berkisar antara 21 - 32,30oC.

Tanaman tembakau dapat tumbuh pada dataran rendah ataupun di dataran tinggi
bergantung pada varietasnya. Ketinggian tempat yang paling cocok untuk
pertumbuhan tanaman tembakau adalah 0 - 900 mdpl, pH antara 5 - 6, tanah
gembur, remah, mudah mengikat air, memiliki tata air dan udara yang baik
sehingga dapat meningkatkan drainase (Tim Penulis PS, 1993).

2.2

Penyakit Rebah Kecamabah (Damping – off)

2.2.1

Penyebab

Penyakit damping - off disebabkan umumnya oleh jamur Pythium sp.
Menurut Alexopoulos dan Mims (1979), klasifikasi jamur Pythium sebagai
berikut:
Kingdom
Divisi
Sub Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus

: Mycetae
: Eumycota
: Mastigomycotina
: Oomycetes
: Perenosporales
: Pythiaceae
: Pythium

Pythium sp. mempunyai miselium berwarna putih, berbentuk ramping dengan
percabangan yang banyak dan berkembangbiak dengan cepat. Sporangium
berbentuk bulat (Agrios, 2005). Miselium Pythium sp. biasanya tidak bersepta
tetapi kadang – kadang dapat bersepta pada biakan media tua. Miselium Pythium
sp. terdiri dari hifa senositik yang berdinding sel dari selulosa yang
pertumbuhannya dalam jaringan inang secara interselular atau intraselular dan
tidak menghasilkan haustorium (Alexopoulos dan Mims, 1979).

11

Pythium sp. berkembangbiak secara aseksual dan seksual. Menurut Agrios
(2005), pada perkembangbiakan aseksual dapat terjadi dengan dua cara yaitu
secara langsung dan tidak langsung dengan sporangia. Secara langsung
sporangium Pythium sp. akan membentuk satu atau lebih tabung kecambah,
sedangkan secara tidak langsung Pythium sp. akan membentuk gelembung
(vesicle) yang di dalamnya terdapat zoospora dalam jumlah banyak. Zoospora
yang terlepas dari vesikel akan berkelompok dalam air selama beberapa menit,
kemudian berkecambah dengan membentuk tabung kecambah, tabung kecambah
tersebut biasanya dapat menghasilkan vesikel lain sebagai tempat pembentukan
zoospora sekunder. Menurut Semangun (2000), Pythium sp. sering membentuk
sporangium yang bentuknya tidak teratur dan sering disebut presporangium.

Pada perkembangbiakan seksual menghasilkan oospora yang berasal dari
pembuahan yang terjadi di oogonium (gametangium betina) setelah dibuahi oleh
antheridium (gametangium jantan). Perkecambahan oospora dipengaruhi oleh
temperatur. Pada temperatur diatas 10oC akan membentuk tabung kecambah
sedangkan pada temperatur 10 – 18oC akan terbentuk zoospora (Agrios, 2005).
2.2.2

Gejala Kerusakan

Pythium sp. dapat menyebabkan tanaman mengalami rebah pada saat
berkecambah (damping – off) atau mati sebelum benih berkecambah. Gejala
serangan Pythium sp. yang ditimbulkan tergantung pada umur dan tingkat
perkembangan tanaman. Penyakit rebah kecambah dapat terjadi secara dua fase
yaitu benih terserang sebelum berkecambah atau benih terserang setelah
berkecambah tapi belum muncul ke permukaan tanah (Pre-emergence damping-

12

off) dan benih terserang setelah kecambah muncul pada permukaan tanah (Postemergence damping-off) (Semangun, 2000).

Pada benih yang belum berkecambah, serangan Pythium sp. akan menyebabkan
benih menjadi busuk dengan warna kecoklatan dan mengkerut. Menurut
Mehrotra (1980) dalam Riyanti (1994) serangan Pythium sp. yang terjadi pada
benih yang belum muncul ke permukaan tanah terjadi pada bagian radikel dan
plumula yang mengakibatkan pembusukan pada bagian tersebut. Pada kecambah
yang belum muncul di permukaan tanah awal infeksi pada bagian terserang
ditandai dengan perubahan warna menjadi pucat dan bercak berair. Bagian
terserang akan meluas dengan cepat, sel – sel yang terserang menjadi hancur,
kemudian jamur akan menutupi permukaan kecambah dan selanjutnya mati.

Pada kecambah yang telah muncul di atas permukaan tanah, serangan biasanya
terjadi pada bagian akar atau hipokotil. Serangan menyebabkan hipokotil menjadi
lunak, mengecil dan tidak kuat menyangga bagian atas yang masih sehat sehingga
kecambah rebah dan akhirnya mati (Agrios, 2005).

2.2.3

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Penyakit

Menurut Semangun (2000), jamur Pythium sp. dapat bertahan lama dalam tanah
dengan hidup sebagai saprofit pada bahan – bahan organik dalam tanah.
Penyebaran umumnya terjadi karena terbawa tanah (soil borne) atau bahan
organik yang terbawa aliran air. Pythium sp. banyak tumbuh pada daerah
perakaran tanaman (rhizosphere). Pada daerah tersebut terdapat banyak eksudat
akar tanaman yang merupakan karbon organik nutrisi dalam tanah. Propagul

13

Pythium sp. bergantung pada nutrisi tanah untuk berkembangbiak dan
menginfeksi tanaman inang dengan baik (Utami, 1983).

Eksudat akar tanaman sangat berperan dalam proses perkembangan penyakit yang
disebabkan oleh Pythium sp. Menurut Agrios (2005) tabung kecambah atau
miselium jamur akan bersentuhan dengan benih atau jaringan kecambah tanaman
inang akibat rangsangan eksudat tanaman. Eksudat tanaman tersebut
mempengaruhi zoospora atau miselium jamur untuk datang mendekat dan
kemudian jamur mempenetrasi dan masuk ke dalam jaringan inang.

Perkembangan penyakit rebah kecambah banyak ditentukan oleh faktor
lingkungan terutama kelembaban tanah yang tinggi. Menurut Robert dan
Boothroyt (1984), Pythium sp. berkembangbiak dengan baik pada tanah yang
kandungan air sekurang – kurangnya 50% dari kemampuan menahan air.
Kelembaban tanah akan menyebabkan tanaman menjadi lebih sukulen dan mudah
terserang patogen. Selain itu kelembaban tanah akan merangsang perkecambahan
spora dan penetrasi jamur ke dalam jaringan tanaman.

2.2.4

Pengendalian

Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengendalikan penyakit Pythium sp.
sebagai berikut :
1. Untuk media pembibitan diusahakan tanah yang mudah menyerap air, agar
kelembaban tanah tidak terlalu tinggi, terutama pada musim hujan.
2. Sanitasi, dengan membuang bibit yang sakit untuk menghindari penularan lebih
lanjut, dan membuang bibit disekitar pembibitan yang sakit dengan radius 1 m

14

atau lebih.
3. Jarak tanam bibit agar tidak terlalu rapat untuk mengurangi kelembaban di
pembibitan.
4. Penyemprotan dengan fungisida terutama yang mengandung bahan aktif
mankozeb (Erwin, 2000).
Untuk mengurangi busuk batang di kebun - kebun yang selalu mendapat serangan,
di Deli dianjurkan untuk menanam bibit yang agak berkayu. Bibit ditanam dalam
lubang - lubang, hanya akar dan leher akar saja yang ditutup dengan tanah, karena
bagian ini lebih rentan terhadap infeksi. Lubang baru diisi penuh dengan tanah
lebih kurang 7 hari sesudah penanaman. Cara ini juga dilakukan pada
penyulaman tanaman yang mati (Semangun, 2000).

2.3

Jamur Trichoderma viride Person.

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979) jamur T. viride diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom
Divisi
Sub Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

2.3.1

: Fungi
: Amastigomycota
: Deuteromycotina
: Deuteromycetes
: Moniliales
: Moniliaceae
: Trichoderma
: Trichoderma viride Person.

Morfologi

Koloni dari jamur Trichoderma berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua
(Alexopoulos dan Mims, 1979). Dijelaskan lebih lanjut oleh Pelczar dan Reid

15

(1974), bahwa kultur jamur T. viride pada skala laboratorium berwarna hijau, hal
ini disebabkan oleh adanya kumpulan konidia pada ujung hifa jamur tersebut.
Susunan sel Trichoderma berderet membentuk benang halus yang disebut dengan
hifa. Hifa pada jamur ini berbentuk pipih, bersekat, dan bercabang - cabang
membentuk anyaman yang disebut miselium. T. viride. memiliki miselium yang
bersepta dan bercabang banyak, fialid berbentuk seperti botol yang terdapat pada
ujung konidiofor, konidia hialin, terdiri atas satu sel, berbentuk bulat hingga oval
dan berkumpul pada ujung fialid (Alexopoulos dan Mims, 1979). Miseliumnya
dapat tumbuh dengan cepat dan dapat memproduksi berjuta - juta spora, karena
sifatnya inilah Trichoderma dikatakan memiliki daya kompetitif yang tinggi
(Alexopoulos dan Mims, 1979). Pada umumnya jamur T.viride memiliki
fiolospora berwarna hijau dan berukuran (4,0 - 4,8) x (3,5 - 4,0) µm. Berdiameter
3,6 - 4,5 µm, berbentuk globose atau ovoid yang pendek (Rifai, 1996). Dalam
pertumbuhannya, bagian permukaan akan terlihat putih bersih, dan bermiselium
kusam. Setelah dewasa, miselium memiliki warna hijau kekuningan (Larry,1977).

2.3.2

Biologi

Jamur Trichoderma viride Person. dapat tumbuh pada perakaran tanaman. Jamur
ini dapat tumbuh dan berkembang biak dengan baik dengan menumpang pada
akar yang sehat, sehingga jamur tersebut dapat membuat berbagai macam
mekanisme untuk menyerang jamur lain sekaligus memperbaiki pertumbuhan
akar tanaman (Harman, et al., 1984). Jamur ini tersebar luas di dunia, yaitu pada
tanah dan habitat alam terutama yang mengandung bahan organik (Papavizas,
1985). Menurut Dennis dan Webster (1971), T. viride mudah ditemukan, mudah

16

diisolasi, dan dibiakan. Umumnya T. viride bersifat saprofit dalam tanah dan
mempunyai daya antagonis terhadap jamur parasit (Semangun, 2000).

2.3.3

Sifat Antagonis Trichoderma viride Person

T. viride dapat menghasilkan enzim ekstraseluler β (1.3) glukanase dan kitinase
yang dapat melarutkan dinding sel jamur parasit. Adanya aktifitas metabolisme
hifa yang tinggi pada bahan organik, membuat jamur tersebut mampu menyerang
dan menghancurkan propagul patogen yang ada disekitarnya (Papavizas, 1985).
Jamur ini mempunyai kemampuan sebagai jamur antagonis pada beberapa jamur
lain karena mampu menghasilkan antibiotik viridin dan gliotoksin yang dapat
berperan sebagai fungistatik (Brian dan Mc Gowan, 1945).

Menurut Kotaric, et al. (1980) dalam Niken (2009), T. viride adalah penghasil
enzim selulolitik yang sangat efisien, terutama enzim yang mampu menghidrolisis
kristal selulosa. Dijelakan oleh Gilbert dan Tsao (1983), selulase yang dihasilkan
oleh T. viride mengandung komponen terbesar berupa selobiase dan β-1,4-glukanselobiohidrolase (C1), sementara β-1,4-glukan-selobiohidrolase (Cx) terdapat
dalam jumlah kecil. Selulase yang diproduksi mengandung asam-asam amino
tertentu, yaitu :
a. Golongan asam amino yang bersifat asam : aspartat dan glutamat.
b. Golongan asam amino polar : serin, treonin, dan glisin.
c. Sebagian kecil asam amino dasar.
d. Sebagian kecil golongan asam amino sulfur.
Semua enzim ini bersifat hidrolitik dan bekerja baik secara berturut - turut atau
bersamaan. Selobiohidrolase adalah enzim yang mempunyai afinitas terhadap

17

selulosa tingkat tinggi yang mampu memecah selulosa kristal. Sedangkan
endoglukanase bekerja pada selulosa amorf (Coughlan, 1989). Selanjutnya
selobiohidrolase memecah selulosa melalui pemotongan ikatan hidrogen yang
menyebabkan rantai - rantai glukosa mudah untuk dihidrolisis lebih lanjut.
Hidrolisa selanjutnya dilakukan oleh enzim β-glukonase dan β-glukosidase
sehingga diperoleh selobiosa dan akhirnya glukosa.

2.4

Jamur Trichoderma harzianum Rifai.

Menurut Alexopoulos dan Mims (1979) jamur T. viride diklasifikasikan sebagai
berikut:
Kingdom
Divisi
Sub Divisi
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies

2.4.1

: Fungi
: Amastigomycota
: Deuteromycotina
: Deuteromycetes
: Moniliales
: Moniliaceae
: Trichoderma
: Trichoderma harzianum Rifai.

Morfologi

T. harzianum memiliki hifa bersepta, dindingnya licin, ukurannya 1,5 - 12 µm,
percabangan hifa membentuk sudut siku - siku pada cabang utama (Rifai, 1996).
Konidiofor hialin, tegak dan bercabang banyak, konidia terdiri atas satu sel,
berbentuk oval dan berkumpul pada bagian ujung fialid, memiliki sterigma atau
berkelompok. Dalam medium buatan koloninya dapat tumbuh dengan cepat dan
membentuk daerah melingkar berwarna hijau terang sampai gelap (Barnett dan
Hunter, 1972).

18

2.4.2

Biologi

T. harzianum dapat tumbuh pada tanah dan perakaran tanaman. Jamur ini tumbuh
baik pada suhu 25 – 30oC, dan pH 4,5. Pertumbuhannya akan lambat pada pH 2
sampai pH 8 (Harman, et al., 1984).

2.4.3

Sifat Antagonis Trichoderma harzianum Rifai

Jamur ini menghasilkan toksin yaitu trichodermin bila hidup pada sisa tanaman,
bahan organik atau produk - produk yang tersimpan di gudang (Smith dan Moss,
1985 dalam Gahara, 1989). Selama pertumbuhannya T. harzianum menghasilkan
sejumlah besar enzim ekstraseluler β (1,3)-glukanase dan k

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Tembakau (Nicotiana tabacum L.) Terhadap Pemberian Debu Vulkanik Gunung Sinabung Dan Dosis Pupuk Kompos

0 32 97

Potensi Bakteri Endofit Asal Akar Tanaman Nilam untuk Mengendalikan Nematoda Puru Akar (Meloidogyne spp.) pada Tanaman Tembakau

3 40 94

Tanggap Pertumbuhan dan Produksi Tembakau Deli (Nicotiana tabacum L.) terhadap Pemberian Vermikompos pada Beberapa Tingkat Pemberian Air

1 39 90

Uji Efektifitas Jamur Antagonis Trichoderma sp. dan Gliocladium sp. dalam Mengendalikan Penyakit Rebah Semai (Phytium spp.) pada Tanaman Tembakau deli (Nicotiana tabaccum L.) di Pembibitan

1 84 59

Pengendalian Hama dan Penyakit pada Persemaian Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana tobaccum L.) dengan Pemanfaatan Zat Ekstraktif Daun Mindi (Melia azedarach Linn.)

1 47 77

Implementasi Jaringan Saraf Tiruan untuk Mendeteksi Penyakit Tembakau (Nicotiana tabacum L) dengan Metode Backpropagation

7 63 85

Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis Dengan Berbagai Tingkat Konsentrasi Untuk Menekan Perkembangan Jamur Pythium sp. Penyebab Rebah Kecambah Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum L.)

0 51 55

PENGARUH APLIKASI Trichoderma spp. TERHADAP KEPARAHAN PENYAKIT PATIK (Cercospora nicotianae Ell. et Ev.,) PADA TANAMAN TEMBAKAU (Nicotiana tabacum L.)

3 28 39

Formulasi Pelet Berbahan Aktif Trichoderma sp. untuk Pengendalian Penyakit Rebah Kecambah (Pythium sp.) pada Tanaman Mentimun

0 2 32

Pengendalian Biologi Penyakit Rebah kecambah (Pythium sp.) pada Tanaman Mentimun dengan Bakteri Endofit

14 60 16