Economic valuation of Gold Mining Activities and Community Perception of Social Impact in Huta Bargot Subdistrict, North Sumatra
VALUASI EKONOMI KEGIATAN PERTAMBANGAN EMAS
DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP DAMPAK
SOSIAL DI KECAMATAN HUTA BARGOT
SUMATERA UTARA
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Valuasi Ekonomi
Kegiatan Pertambangan Emas dan Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial
di Kecamatan Huta Bargot, Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Muhrina Anggun Sari Hasibuan
NIM P05211034
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN. Valuasi Ekonomi Kegiatan
Pertambangan Emas dan Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial di
Kecamatan Huta Bargot, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan
LAILAN SYAUFINA.
Mandailing Natal merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yang
kaya dengan sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang sudah dikelola adalah
pertambangan emas. Huta Bargot merupakan salah satu kecamatan yang berada di
kabupaten tersebut yang terdapat Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI). Adanya
aktivitas pertambangan emas tanpa izin berpengaruh terhadap sosial ekonomi
masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan baik secara langsung,
maupun tidak langsung. Perubahan tersebut bisa positif maupun negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ekonomi melalui valuasi
ekonomi dengan analisis biaya manfaat, persepsi masyarakat terhadap perubahan
sosial masyarakat akibat pertambangan emas, dan bentuk kearifan masyarakat
terhadap pemanfaatan sumberdaya alam.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder
diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun
dokumen resmi dari instansi terkait. Data primer didapatkan dari pengamatan
langsung pada lokasi penelitian melalui wawancara (mendalam dan terstruktur)
dan observasi. Penentuan responden dalam penelitian menggunakan metode
purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebutuhan
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Responden terdiri dari 30 orang
penambang dan 30 orang bukan penambang, dengan 9 orang key person yang
terdiri dari 3 orang pemuka agama, 3 orang pemuka adat dan 3 kepala desa.
Analisis data valuasi ekonomi menggunakan analisis Net Present Value (NPV)
dan Benefit Cost Rasio (BCR) dengan periode 20 tahun dan suku bunga 8%.
Analisis data persepsi masyarakat menggunakan indeks persepsi. Analisis data
kearifan masyarakat dilakukan secara deskriptif.
Analisis biaya diperoleh dari biaya pertambangan akibat penurunan fungsi
hutan (sebagai penghasil kayu bakar, satwa, tanaman obat, dan pengendali banjir
erosi) sebesar Rp. 1 966 086 740/tahun. Biaya penurunan sumberdaya air
(ketersediaan air dan produksi ikan) sebesar Rp. 275 676 000/tahun. Biaya
penurunan produksi perladangan sebesar Rp. 530 596 800/tahun. Biaya penurunan
kesehatan masyarakat Rp. 19 936 000/tahun. Nilai manfaat diperoleh dari
peningkatan pendapatan sebesar Rp. 128 679 996/tahun. Analisis biaya-manfaat
menghasilkan NPV sebesar Rp. -21 606 438 873 dan BCR sebesar 0.055. Nilai
NPV menunjukkan bahwa konversi lahan dari lahan hutan menjadi lahan
pertambangan mengakibatkan kerugian sebesar Rp. -21 606 438 873, sehingga
pertambangan emas masyarakat tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai BCR
menunjukkan bahwa setiap Rp. 1 000 biaya yang ditanggung oleh masyarakat,
hanya memberi manfaat bagi sekelompok orang dari kegiatan penambangan
sebesar Rp. 55.
Terjadi perubahan sosial masyarakat berupa peningkatan kriminalitas,
kecemburuan sosial dan masyarakat yang semakin konsumtif. Terdapat
ketidaksepakatan persepsi masyarakat penambang dan masyarakat bukan
penambang terhadap dampak sosial berupa peningkatan kriminalitas,
kecemburuan sosial dan masyarakat yang semakin konsumtif, serta pihak yang
seharusnya merehabilitasi lahan pascatambang. Masyarakat mengkhawatirkan
dampak akan terus meningkat karena tidak adanya rehabilitasi lahan.
Bentuk kearifan lokal masyarakat di Huta Bargot adalah pemanfaatan
sumberdaya alam secara arif, serta kesadaran untuk tetap menjaga kuantitas dan
kualitas sumberdaya alam dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam
pertambangan emas, masyarakat menggunakan teknik tertentu dalam penataan
lobang tambang dan penggunaan bambu muda (rintop) dalam proses pemisahan
emas, sebagai pengganti merkuri.
Kata kunci : Pertambangan emas, dampak sosial ekonomi, valuasi ekonomi,
persepsi masyarakat, Huta Bargot
SUMMARY
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN. Economic valuation of Gold Mining
Activities and Community Perception of Social Impact in Huta Bargot Subdistrict, North Sumatra. Supervised by SRI MULATSIH dan LAILAN
SYAUFINA.
Mandailing Natal is one of the regencies in North Sumatra which is rich in
natural resources. The natural resource which has been managed is gold mining.
Huta Bargot is one of the sub-districts in the regency where there is Illegal Gold
Mining (PETI). The existence of this illegal gold mining has socio-economic
impact on the people involved in the mining activities either directly or indirectly,
which can be positive or negative. This study aimed to analyze the economic
impact through economic valuation with cost-benefit analysis, people’s
perceptions of social changes due to the gold mining, and the form of community
wisdom on the utilization of natural resources.
This study used secondary data and primary data. The secondary data was
obtained from written documents either in the form of scientific papers or official
documents from the relevant authorities. The primary data was obtained from
direct observation at the study site and through interviews (in-depth and
structured). The determination of the respondents in the study used purposive
sampling method, which was based on the research need appropriate to the
research objectives. The respondents included 30 miners and 30 non-miners, with
9 key persons consisting of 3 religious leaders, 3 adat leaders and 3 village heads.
The data analysis of economic valuation used Net Present Value (NPV) and
Benefit Cost Ratio (BCR) with a period of 20 years and an interest rate of 8%.
The data analysis of the people’s perceptions used perception index. The data
analysis of local wisdom was conducted descriptively.
The cost analysis obtained from mining costs due to the forest degradation
(as producer firewood, animals, medicinal plants, erosion-flood control) amounted
to Rp. 1 966 086 740 per year. The cost of water resource reduction (water
availability and fish production) was Rp 275,676,000 per year. The cost of ladang
production decline was Rp. 530 596 800 per year. The cost of people’s health
deterioration amounted to Rp. 19 936 000 per year. The benefit value derived
from the increase in revenues was Rp. 128 679 996 per year. Based on the costbenefit analysis, the NPV obtained was Rp. -21 606 438 873 and the BCR was
0.055. The NPV indicated that the land conversion—from the forest land to the
mine land—resulted in a loss of Rp. -21 606 438 873, so that the people’s gold
mining was not feasible to continue. The BCR showed that every Rp 1 000 spent
by the people only brought benefit to a group of people from mining activities
amounting to Rp 55.
Social changes had occurred in the form of increased crime, social jealousy
and an increasingly consumptive community.There was a perception gap between
miners and non-miners on the social impacts in terms of increased crime, social
jealousy, an increasingly consumptive community, and those who should
rehabilitate the post-mining land. The people were concerned about the impacts
which would continue to increase due to the absence of land rehabilitation.
According to the local wisdom in Bargot Huta, people should utilize the
natural resources wisely and they must have the awareness of maintaining the
quantity and quality of natural resources to meet their daily needs. In the gold
mining, the miners used certain techniques in managing their mining pits and they
also used bamboo (rintop) in the process of separating gold, as substitute for
mercury.
Keywords: gold mining, socio-economic impact, economic valuation, people’s
perception, Huta Bargot
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN EMAS
TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI
KECAMATAN HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA.
i
Judul Tesis : Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan Emas dan Persepsi
Masyarakat Terhadap Dampak Sosial di Kecamatan Huta Bargot,
Sumatera Utara
Nama
: Muhrina Anggun Sari Hasibuan
NIM
: P052110344
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 30 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
dampak pertambangan, dengan judul Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan
Emas dan Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial di Kecamatan Huta
Bargot, Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr
dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir.
Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Hariyadi, MS yang telah memberi bimbingan
dan masukan. Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini,
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis (mama dan papa), Rendi Ansyah Hasibuan SH,
Idris Ruli Ansyah Hasibuan, Rifki Arian Hasibuan, dan Sardi Rais Harahap
S.ST.Pel, M.Mar yang telah memberikan limpahan kasih sayang, doa,
motivasi serta dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan pascasarjana.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
3. Kepala Desa Huta Julu, Simalage dan Kumpulan Setia.
4. Dinas Pertambangan, Kehutanan, Kesehatan, dan Perikanan Kabupaten
Mandailing Natal, Sumatera Utara.
5. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, wawasan, pengajaran dan bimbingan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.
6. Masyarakat Kecamatan Huta Bargot atas bantuan dan kerjasamanya selama
penulis melakukan penelitian di lapangan.
7. Seluruh Staf Tata Usaha Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, atas bantuannya selama kuliah dan penyelesaian tesis.
8. Irham Siregar SH, Maryono S.ST.Pi, Rima Yuspita Siregar AmKeb, dan
Aliruddin Nasution S.Sos yang telah membantu saya selama pengumpulan
data di lapangan.
Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah,
penelitian dan penulisan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara
langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan bantuannya.
Masukan, saran, dan bimbingan sangat penulis harapkan untuk menjadi lebih
baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Muhrina Anggun Sari Hasibuan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
2
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan Emas
Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan Emas
Persepsi Masyarakat
Nilai Sumberdaya Hutan
Kearifan Tradisional
5
6
7
8
8
3 VALUASI EKONOMI PERTAMBANGAN EMAS MASYARAKAT DI
KECAMATAN HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
10
10
12
20
4 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL KEGIATAN
PERTAMBANGAN DI HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
Pendahuluan
21
Metode Penelitian
21
Hasil dan Pembahasan
22
Simpulan
27
5 PEMBAHASAN UMUM
28
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
36
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
48
DAFTAR TABEL
1. Penurunan manfaat ekonomi kayu bakar akibat pertambangan
12
2. Penurunan manfaat ekonomi satwa akibat pertambangan
13
3. Penurunan manfaat tumbuhan obat akibat pertambangan
13
4. Penurunan manfaat pengendali banjir dan erosi akibat pertambangan
14
5. Biaya ketersedian air akibat pertambangan
15
6. Penurunan produksi ikan akibat pertambangan
15
7. Penurunan produksi perladangan akibat pertambangan
16
8. Biaya penurunan kesehatan masyarakat akibat pertambangan
18
9. Perbedaan pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah pertambangan
18
10. Analisis biaya manfaat pertambangan emas
19
11. Indeks persepsi responden terhadap keberadaan pertambangan emas
23
12. Indeks persepsi responden terhadap perubahan sosial
23
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran
3
2. Penurunan produksi air akibat erosi
15
3. Galundung berada di tepi sungai
17
4. Peningkatan taraf hidup galunder
19
5. Pandangan masyarakat terhadap lahan pascatambang
24
6. Lobang tambang dulu dan sekarang
25
7. Daun bambu (rintop)
25
8. Peta status kawasan di Kabupaten Mandailing Natal
28
9. Aktivitas Pertambangan di Huta Bargot
30
10. Karungan hasil pertambangan
30
11. Aktivitas menumbuk batuan hasil tambang
30
12. Galundung pengolahan hasil tambang emas
31
13. Sisa cairan merkuri cair yang telah dipisahkan dengan kain
31
14. Ampas cair dan ampas padat dari pengolahan di galundung
32
15. Tahapan penggebosan emas hasil tambang
32
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Data pemanfaatan satwa sebelum pertambangan emas
Data pemanfaatan tumbuhan pangan sebelum pertambangan emas
Data pemanfaatan tumbuhan obat sebelum pertambangan emas
Data produksi ikan sebelum dan sesudah pertambangan emas
Bahan sosialisasi bahaya merkuri
Kuisioner
Hasil laboratorium pengujian kandungan merkuri dalam air
40
40
41
41
42
43
50
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan
pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa
industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja dan bagi kabupaten yang
merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kegiatan pertambangan
merupakan suatu kegiatan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengolahan
pemurnian, pengangkutan mineral dan bahan tambang. Industri pertambangan
selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan terhadap
pengerusakan lingkungan. Yudhistira (2008) menyatakan bahwa banyak kegiatan
penambangan yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya karena dapat
merusak lingkungan.
Menurut Jankins (2008), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kegiatan pertambangan rakyat diantaranya adalah kemiskinan, keterbatasan
lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta keterlibatan pihak lain yang bertindak
sebagai pemodal. Salah satu usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk keluar
dari kemiskinan dan memperoleh pendapatan yang layak adalah dengan
memanfaatkan sumberdaya alam yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi, salah
satunya adalah penambangan emas.
Mandailing Natal merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yang
cukup kaya dengan sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang sudah dikelola
adalah pertambangan emas. Pengelolaan pertambangan emas dilakukan oleh
pemerintah daerah, investor maupun oleh masyarakat. Huta Bargot merupakan
salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Di kecamatan
tersebut, terdapat Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang dilakukan oleh
masyarakat. Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) adalah usaha penambangan
yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok ataupun perusahaan yang dalam
operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah yang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertambangan emas tanpa
izin yang merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena
keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak adanya
pengawasan dari dinas instansi terkait.
Pengelolaan pertambangan emas akan membawa dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positifnya adalah bahwa kesejahteraan masyarakat di
wilayah pertambangan dan telah mampu mendorong dan menggerakkan sendisendi ekonomi masyarakat. Struktur sosial masyarakat mengalami perubahan
yang disebabkan oleh perubahan keadaan ekonomi masyarakat.
Huta Bargot adalah lokasi yang memiliki kandungan emas, secara
tradisional sudah diexploitasi oleh masyarakat dengan cara dan peralatan yang
sederhana. Harga jual emas yang tinggi menyebabkan pertambangan tidak hanya
melibatkan penambang yang berasal dari dalam daerah, tetapi juga penambang
yang berasal dari luar daerah.
2
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal telah berupaya menertibkan
pertambangan emas di Kecamatan Huta Bargot, baik melalui surat peringatan
maupun sosialisasi agar kegiatan pertambangan tersebut dihentikan. Namun
masyarakat tidak menghiraukan larangan pemerintah dan jumlah penambang
semakin bertambah. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang dampak
pertambangan emas terhadap sosial ekonomi masyarakat baik positif maupun
negatif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan sebagai
bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Mandailing Natal maupun
instansi yang terkait dalam menangani masalah PETI di Kecamatan Huta Bargot
berdasarkan dampak sosial ekonomi masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten di Sumatera
Utara yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Sumberdaya
alam tersebut berupa; (1) sumberdaya alam terbarukan (renewable resources)
seperti hutan, lahan pertanian produktif untuk pengembangan pertanian tanaman
pangan dan perkebunan, (2) sumberdaya alam tidak terbarukan (unrenewable
resources) seperti emas.
Potensi sumberdaya alam yang besar tersebut dapat dimanfaatkan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu permasalahan dalam
pemanfaatan sumberdaya alam tersebut adalah trade off pemanfaatan sumberdaya
alam tidak terbarukan yang memiliki nilai ekonomi yang besar dengan
pemanfaatan potensi sumberdaya alam terbarukan yang ada di atasnya. Demikian
juga pemanfaatan sumberdaya alam tambang emas, berpotensi mengurangi nilai
manfaat sumberdaya hutan yang menopang perekonomian sebagian masyarakat di
lokasi tambang.
Lahan yang digunakan sebagai lahan pertambangan emas adalah lahan
hutan. Perubahan fungsi lahan tersebut akan berdampak sosial ekonomi
masyarakat setempat, baik positif maupun negatif. Dampak positif akibat
pertambangan bagi ekonomi masyarakat adalah manfaat peningkatan pendapatan
masyarakat, sedangkan dampak negatifnya adalah biaya yang ditimbulkan oleh
perubahan fungsi hutan dan pencemaran sungai oleh merkuri. Secara lengkap
kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Lahan Hutan
Pertambangan Emas
Dampak Positif
Sosial
PAD
Ekonomi
Masyarakat adat
Dampak Negatif
Sosial
Peningkatan
pendapatan
Langsung
1. Kayu
2. Tanaman obat
3. Satwa
4. Ketersediaan bahan
pangan (sayuran,
buah)
Ekonomi
Perubahan Fungsi
hutan
Pencemaran
sungai
Pencemaran Hg
1. Kesehatan
masyarakat
2. Penurunan
produksi Ikan
Tidak Langsung
1. Ketersediaan air
2. Pengendalian
banjir dan erosi
Gambar 1 Kerangka pemikiran dampak penambangan emas terhadap sosial
ekonomi masyarakat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak positif dan dampak
negatif sosial ekonomi bagi masyarakat terkait dengan Penambangan Emas Tanpa
Ijin (PETI) di Kecamatan Huta Bargot.
1. Menganalisa dampak ekonomi melalui valuasi ekonomi dengan analisis
biaya manfaat.
2. Menganalisa persepsi masyarakat terhadap perubahan sosial masyarakat
akibat pertambangan emas.
3. Menganalisa bentuk kearifan masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya
alam.
4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan
bagi pihak Pemerintah Daerah terutama bagi stakeholder seperti Dinas
Pertambangan dan Energi dan Badan Pengelola ljin Terpadu untuk menilai
dampak penambangan emas terhadap sosial ekonomi masyarakat sehingga
menjadi pertimbangan dalam perencanaan kebijakan pertambangan emas
masyarakat di Kecamatan Huta Bargot.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan Emas
Emas merupakan salah salah satu bahan galian yang menjadi prioritas
sumber penghasilan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil yang
diperoleh dari pertambangan ini salah satunya mempunyai nilai nominal yang
relatif tinggi. Namun demikian dalam pelaksanaannya, penambangan emas yang
dilakukan tanpa ijin menghadapi beberapa persoalan dalam pengelolaannya
(Ngadiran 2002).
Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) adalah usaha penambangan yang
dilakukan oleh perseorangan, kelompok ataupun perusahaan yang dalam
operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah yang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Qomariah (2003)
menyebutkan bahwa kegiatan PETI menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan dan negara, yaitu; (1) terjadinya kerusakan lahan dan sekitarnya pasca
penambangan, (2) terjadi kerusakan prasarana jalan dan kerawanan lalulintas dari
areal penambangan sampai ke pelabuhan tempat pengiriman emas, (3) tidak ada
pemasukan keuangan negara, (4) pendapatan dari usaha pertanian menurun karena
berkurangnya luasan lahan untuk pertanian, karena perubahan lahan menjadi areal
tambang emas dan dampak dari kegiatan pertambangan tersebut terhadap
penurunan kualitas lahan pertanian.
Menurut Jenkins (2008), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kegiatan pertambangan rakyat diantaranya adalah kemiskinan, keterbatasan
lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta keterlibatan pihak lain yang bertindak
sebagai pemodal. Salah satu usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk keluar
dari kemiskinan dan memperoleh pendapatan yang layak adalah dengan
memanfaatkan sumberdaya alam yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi, salah
satunya adalah penambangan emas dan bahan galian lainnya seperti emas, batu
bara dan timah.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terkonsentrasinya pemusatan
pembangunan, mengakibatkan kuatnya arus investasi antar tempat dan ruang serta
bervariasinya laju pertumbuhan ekonomi, hal tersebut telah menyebabkan arus
mobilisasi orang dan jasa menjadi semakin deras. Lapangan pekerjaan disatu sisi
tersedia seiring dengan semakin besarnya penyerapan terhadap tenaga kerja
menurut keahlian dan spesifikasi bidang tertentu. Disisi lain, pencari kerja yang
baru serta yang lama akumulasinya semakin membesar (Baah 2011).
Keberadaan pihak penyandang dana yang memanfaatkan kemiskinan
masyarakat tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan maraknya kegiatan pertambangan oleh rakyat yang
sudah mengarah kepada kegiatan pertambangan tanpa izin (DESM 2000). Pada
umumnya masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan rakyat adalah
berasal dari keluarga miskin dan berpendidikan rendah. Para penambang ini
sering kali menjadi korban dari penyandang dana dengan memberikan pinjaman
modal terlebih dahulu dan dikembalikan dengan cara menjual hasil tambangnya
kepada pemodal tersebut dengan harga yang sangat murah dibandingkan dengan
harga (Santosa 2006).
6
Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan Emas
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan sebagai suatu
perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan.
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi
sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah,
baik kimia, fisik, maupun biologi. Dampak pembangunan terhadap lingkungan
adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang
diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud
termasuk kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan secara umum.
Menurut tim terpadu pusat pertambangan masalah pertambangan tanpa izin
DESM (2000) kegiatan pertambangan yang masuk kepada kategori PETI pada
umumnya tidak memenuhi berbagai kriteria yang dapat diterima baik dari aspek
ekonomi, konservasi, pengelolaan lingkungan, keselamatan dan kesejahteraan
kerja. Hal ini menimbulkan dampak negatif dari kegiatan pertambangan rakyat,
yaitu:
a. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, yaitu terjadinya
penggundulan hutan yang berjumlah ribuan hektar, dan pencemaran air
sungai terutama oleh unsur merkuri yang jauh diatas ambang batas
b. Kecelakaan tambang yang menyebabkan hilangnya nyawa penambang
rakyat
c. Pemborosan sumberdaya mineral, berupa tertinggalnya cadangan berkadar
rendah yang tidak ekonomis lagi untuk ditambang karena pertambangan
rakyat yang hanya menambang cadangan berkadar tinggi dan akibat “
recovery “ pengolahan yang rendah
d. Kerusuhan di wilayah-wilayah pertambangan rakyat menyusul
berkembangnya budaya premanisme, perjudian, prostitusi, dan kemerosotan
moral lainnya.
Disamping dampak negatif tersebut, kegiatan pertambangan rakyat juga
memberikan danpak positif, khususnya bagi masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan pertambangan itu sendiri, yaitu sebagai lapangan pekerjaan dan sumber
pendapatan.
Perubahan sosial ekonomi masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dalam
istilah ilmiah saling berintegrasi antara warga-warganya, adat istiadat, normanorma, hukum dan aturan-aturan khusus yang mengatur seluruh pola tingkah laku
suatu komuditas (Koentjaraningrat 2000).
Menurut Moore (1967) dalam Lauer (1993), perubahan sosial didefinisikan
sebagai perubahan penting dari struktur sosial dalam berupa pola-pola perilaku
dan interaksi sosial. Ekspresi tentang struktur adalah norma, nilai dan fenomena
kultural. Faktor-faktor penyebab timbulnya perubahan sosial budaya menurut
Murdock (1960) dalam Manan (1977) adalah sebagai berikut;
a. pertambahan dan pengurangan jumlah penduduk,
b. perubahan lingkungan geografis,
c. perpindahan kelingkungan baru,
7
d. kontak dengan orang yang berlainan kebudayaan,
e. malapetaka alam dan sosial seperti banjir, dan kegagalan panen.
Suriansyah (2009) mengemukakan bahwa pendapatan perkapita sering
digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi
masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan perkapita yang tinggi, dan
ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan perkapita
yang rendah.
Ada beberapa indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan adalah:
1. Konsumsi rumah tangga.
2. Keadaan tempat tinggal.
3. Fasilitas tempat tinggal.
4. Kesehatan anggota rumah tangga.
5. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatandan medis.
6. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan.
7. Kemudahan mendapatkan fasilitas transfortasi.
8. Kehidupan beragama.
9. Perasaan aman dari tindakan kejahatan.
Hubungan kegiatan pertambangan rakyat dengan perubahan sosial ekonomi
Bebbington (2008) menyatakan bahwa pada kenyataan manusia mampu
mengendalikan perubahan dan memberikan tanggapan pada perkembangan yang
terjadi. Apabila manusia tidak mengendalikan jalannya perkembangan, maka
manusia akan mengalami perubahan ke arah negatif. Chindo (2011)
mengemukakan bahwa untuk menganalisis hubungan suatu pembangunan dengan
perubahan sosial, dimulai dengan pendekatan perubahan, yaitu gagasan mengenai
perubahan menurut garis lurus, yang merupakan salah satu pendekatan utama
untuk memahami perkembangan kebudayaan yang berhubungan dengan
pembangunan.
Barve (2011) menyatakan bahwa suatu upaya untuk mempelajari bagaimana
faktor-faktor dalam suatu situasi tertentu dapat membentuk perkembangan suatu
jenis masyarakat, yang berarti memberikan penekanan bahwa adanya perubahan
budaya yang khas untuk masing-masing masyarakat.
Pada saat perkembangan masyarakat berintegrasi dengan masyarakat
lainnya akan terjadi suatu perubahan yang menuntut peningkatan pemanfaatan
potensi ekonomi (Markussen 1994). Kegiatan pertambangan diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sukanto (1998) menyatakan bahwa
kesejahteraan tidak hanya menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material,
tetapi juga batiniah dan spiritual. Dalam ekonomi mikro, indiator yang digunakan
untuk mengetahui apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah dari
tingkat kepuasannya dalam mengkonsumsi barang maupun jasa.
Persepsi Masyarakat
Persepsi seringkali dimaknakan dengan pendapat, sikap, dan penilaian.
Persepsi selalu melibatkan aktivitas manusia terhadap obyek tertentu, sehingga
persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia terhadap obyek dan
peristiwa yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan tentang obyek tersebut. Presepsi itu tidak akan lepas dari peristiwa, obyek,
8
dan lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat tercapai komunikasi antara manusia
dengan lingkungan (Sarwono 1987).
Persepsi yaang positif dari masyarakat terhadap suatu kegiatan yang akan
tercermin dari respon yang positif terhadap kegiatan pertambangan karena
manfaat yang dirasakan masyarakat. Persepsi masyarakat mengenai lingkungan
sangat tergantung pada dampak langsung atau tidak langsung terhadap aktivitas
dan sarana-sarana yang menunjang kehidupan masyarakat dari suatu kegiatan
yang dilakukan di lingkungan mereka serta faktor sosial ekonomi, budaya dan
tingkat pendidikan (Liana 1994).
Nilai Sumberdaya Hutan
Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu sumberdaya hutan
bagi individu pada tempat dan waktu tertentu. Keragaman nilai sumberdaya hutan
berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai
sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh
masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki
persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan, dan yang dapat
ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut
mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan
tidak menerima manfaat secara langsung (Nurfatriani 2006).
Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa
kelompok. Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasikan nilai berdasarkan cara
penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai
yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang
diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c)
nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun
perwakilan masyarakat.
Nurfatriani (2006) menjelaskan bahwa nilai guna langsung merupakan nilai
dari manfaat yang langsung dapat diambil dari SDH. Manfaat penggunaan sumber
daya hutan sebagai input untuk proses produksi atau sebagai barang konsumsi.
Nilai guna tidak langsung yaitu nilai dari manfaat yang secara tidak langsung
dirasakan manfaatnya, dan dapat berupa hal yang mendukung nilai guna langsung,
seperti berbagai manfaat yang bersifat fungsional yaitu berbagai manfaat ekologis
hutan.
Kearifan Tradisional
Konsep sistem pengetahuan dan kearifan berakar dari sistem pengetahuan
dan pengelolaan lokal dan tradisional. Munculnya pengetahuan dan pengelolaan
tradisional secara arif, telah menjadi kebenaran bahwa sepanjang sejarah manusia
selalu ada kelompok masyarakat yang begitu peduli terhadap penggunaan
sumberdaya alam yang berkelanjutan (Ansaka 2006).
Tradisi dan pengetahuan masyarakat lokal di daerah pedalaman tentang
pemanfaatan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari telah berlangsung
sejak lama. Pengetahuan ini dimulai dengan dicobanya berbagai tumbuhan untuk
memenuhi kebutuhan hidup (Windadri et al 2006).
9
Menurut Pulunggono (1999), masyarakat tradisional dan modern hingga
saat ini masih banyak menggunakan tumbuhan yang bersumber dari alam yang
sebagian besar merupakan tumbuhan potensial. Mengingat pemanfaatannya yang
sangat strategis dalam menunjang pembangunan di masa kini dan masa
mendatang. Masyarakat tradisional Isurolo di Kenya memanfaatkan tumbuhan
sebagai sumber penghasilan dalam pemanfaatan tumbuhan berasas kearifan
masyarakat (Chikamai 1994).
Kearifan tradisional merupakan nilai bukan guna, dimana nilai bukan guna
meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan hutan
di luar nilai guna langsung dan tidak langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai
keberadaan dan nilai warisan. Nilai keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang
akan keberadaan suatu sumberdaya hutan berupa nilai yang diberikan oleh
masyarakat kepada kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika dan kultural.
Sementara nilai warisan adalah nilai yang diberikan masyarakat yang hidup saat
ini terhadap sumberdaya hutan, agar tetap utuh untuk diberikan kepada generasi
akan datang. Nilai-nilai ini tidak terefleksi dalam harga pasar (Bishop 1999).
2 VALUASI EKONOMI KEGIATAN PERTAMBANGAN EMAS
MASYARAKAT DI HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
Pendahuluan
Mandailing Natal merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara
yang cukup kaya dengan sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang sudah
dikelola adalah pertambangan emas, baik oleh pemerintah daerah, investor dari
dalam dan luar negeri maupun oleh masyarakat. Huta Bargot merupakan salah
satu kecamatan yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Di kecamatan
tersebut, terdapat Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang dilakukan oleh
masyarakat. Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) adalah usaha penambangan
yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok ataupun perusahaan yang dalam
operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah, sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengelolaan pertambangan emas tersebut tentunya akan membawa dampak
positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah meningkatnya
kesejahteraan masyarakat di wilayah pertambangan, mendorong dan
menggerakkan sendi-sendi ekonomi masyarakat, mendatangkan devisa dan
menyediakan lapangan kerja. Sebaliknya pertambangan emas rawan terhadap
pengrusakan lingkungan yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya.
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal telah berupaya menertibkan
pertambangan emas di Kecamatan Huta Bargot, baik melalui surat peringatan
maupun sosialisasi agar kegiatan pertambangan tersebut dihentikan. Namun
masyarakat tidak menghiraukan larangan pemerintah dan jumlah penambang
semakin bertambah.
Aktivitas pertambangan emas tanpa izin tersebut sangat berpengaruh
terhadap perekonomian masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan
secara langsung, maupun tidak langsung. Pengaruh tersebut bisa positif maupun
negatif. Aktivitas pertambangan emas tanpa izin berdampak pada ekonomi
masyarakat yang terlibat dalam pertambangan serta masyarakat sekitar yang
terkena dampak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ekonomi
melalui valuasi ekonomi dengan analisis biaya-manfaat.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat di Kecamatan Huta Bargot,
Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan data
dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder
diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun
dokumen resmi dari instansi terkait. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait
yaitu kantor Kecamatan Huta Bargot, Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan dan
Mineral, Dinas Pendapatan Daerah, dan tokoh masyarakat seperti Lurah dan
Kepala Lingkungan, serta dari studi litelatur penelitian sebelumnya. Data primer
didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara dan observasi.
11
1. Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu mengumpulkan data dan
informasi dengan melakukan wawancara secara langsung berdasarkan
pedoman pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Hadi (2005) menyatakan
bahwa pedoman pertanyaan hanya digunakan sebagai panduan, sehingga
jawaban dari responden atau nara sumber bersifat terbuka. Wawancara
terstruktur juga dilakukan dengan panduan kuisioner.
2. Observasi dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala, peristiwa dan aspek-aspek yang diteliti di lokasi penelitian.
Observasi dilakukan untuk memahami pola hubungan antara fenomena yang
ada.
Penentuan responden dalam penelitian menggunakan metode purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebutuhan penelitian yang
disesuaikan dengan tujuan (Sugiyono 2008). Kriteria yang dipertimbangkan
adalah pengetahuan terhadap pertambangan yang sesuai dengan tujuan dan
keterwakilan dari stakeholder (pemuka agama dan pemuka adat). Responden
terdiri dari 30 orang penambang dan 30 orang bukan penambang, dengan 9 orang
key person yang terdiri dari 3 orang pemuka agama, 3 orang pemuka adat dan 3
kepala desa.
Valuasi ekonomi adalah nilai yang terkandung dalam suatu sumberdaya
alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungakan dalam
menyusun kebijakan pengelolaan sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya
dalam ditentukan secara benar dan bermanfaat (Cantlon dan Herman 1999).
Pendekatan yang dilakukan metode valuasi ekonomi ini adalah pendekatan harga
pasar/pendekatan produktivitas yaitu pendekatan yang digunakan dalam analisis
biaya manfaat (Suparmoko 2011). Valuasi ekonomi dilakukan dengan analisis Net
Present Value (NPV) dan Benefit Cost Rasio (BCR) dengan periode 20 tahun dan
suku bunga 8%. Kriteria keputusan sebuah proyek dianggap layak dan efektif
untuk dilakukan dari segi ekonomi jika NPV >0 dan BCR>1, namun jika NPV
DAN PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP DAMPAK
SOSIAL DI KECAMATAN HUTA BARGOT
SUMATERA UTARA
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Valuasi Ekonomi
Kegiatan Pertambangan Emas dan Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial
di Kecamatan Huta Bargot, Sumatera Utara adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Muhrina Anggun Sari Hasibuan
NIM P05211034
* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait
RINGKASAN
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN. Valuasi Ekonomi Kegiatan
Pertambangan Emas dan Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial di
Kecamatan Huta Bargot, Sumatera Utara. Dibimbing oleh SRI MULATSIH dan
LAILAN SYAUFINA.
Mandailing Natal merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yang
kaya dengan sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang sudah dikelola adalah
pertambangan emas. Huta Bargot merupakan salah satu kecamatan yang berada di
kabupaten tersebut yang terdapat Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI). Adanya
aktivitas pertambangan emas tanpa izin berpengaruh terhadap sosial ekonomi
masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan baik secara langsung,
maupun tidak langsung. Perubahan tersebut bisa positif maupun negatif.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ekonomi melalui valuasi
ekonomi dengan analisis biaya manfaat, persepsi masyarakat terhadap perubahan
sosial masyarakat akibat pertambangan emas, dan bentuk kearifan masyarakat
terhadap pemanfaatan sumberdaya alam.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dan data primer. Data sekunder
diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun
dokumen resmi dari instansi terkait. Data primer didapatkan dari pengamatan
langsung pada lokasi penelitian melalui wawancara (mendalam dan terstruktur)
dan observasi. Penentuan responden dalam penelitian menggunakan metode
purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebutuhan
penelitian sesuai dengan tujuan penelitian. Responden terdiri dari 30 orang
penambang dan 30 orang bukan penambang, dengan 9 orang key person yang
terdiri dari 3 orang pemuka agama, 3 orang pemuka adat dan 3 kepala desa.
Analisis data valuasi ekonomi menggunakan analisis Net Present Value (NPV)
dan Benefit Cost Rasio (BCR) dengan periode 20 tahun dan suku bunga 8%.
Analisis data persepsi masyarakat menggunakan indeks persepsi. Analisis data
kearifan masyarakat dilakukan secara deskriptif.
Analisis biaya diperoleh dari biaya pertambangan akibat penurunan fungsi
hutan (sebagai penghasil kayu bakar, satwa, tanaman obat, dan pengendali banjir
erosi) sebesar Rp. 1 966 086 740/tahun. Biaya penurunan sumberdaya air
(ketersediaan air dan produksi ikan) sebesar Rp. 275 676 000/tahun. Biaya
penurunan produksi perladangan sebesar Rp. 530 596 800/tahun. Biaya penurunan
kesehatan masyarakat Rp. 19 936 000/tahun. Nilai manfaat diperoleh dari
peningkatan pendapatan sebesar Rp. 128 679 996/tahun. Analisis biaya-manfaat
menghasilkan NPV sebesar Rp. -21 606 438 873 dan BCR sebesar 0.055. Nilai
NPV menunjukkan bahwa konversi lahan dari lahan hutan menjadi lahan
pertambangan mengakibatkan kerugian sebesar Rp. -21 606 438 873, sehingga
pertambangan emas masyarakat tidak layak untuk dilanjutkan. Nilai BCR
menunjukkan bahwa setiap Rp. 1 000 biaya yang ditanggung oleh masyarakat,
hanya memberi manfaat bagi sekelompok orang dari kegiatan penambangan
sebesar Rp. 55.
Terjadi perubahan sosial masyarakat berupa peningkatan kriminalitas,
kecemburuan sosial dan masyarakat yang semakin konsumtif. Terdapat
ketidaksepakatan persepsi masyarakat penambang dan masyarakat bukan
penambang terhadap dampak sosial berupa peningkatan kriminalitas,
kecemburuan sosial dan masyarakat yang semakin konsumtif, serta pihak yang
seharusnya merehabilitasi lahan pascatambang. Masyarakat mengkhawatirkan
dampak akan terus meningkat karena tidak adanya rehabilitasi lahan.
Bentuk kearifan lokal masyarakat di Huta Bargot adalah pemanfaatan
sumberdaya alam secara arif, serta kesadaran untuk tetap menjaga kuantitas dan
kualitas sumberdaya alam dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam
pertambangan emas, masyarakat menggunakan teknik tertentu dalam penataan
lobang tambang dan penggunaan bambu muda (rintop) dalam proses pemisahan
emas, sebagai pengganti merkuri.
Kata kunci : Pertambangan emas, dampak sosial ekonomi, valuasi ekonomi,
persepsi masyarakat, Huta Bargot
SUMMARY
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN. Economic valuation of Gold Mining
Activities and Community Perception of Social Impact in Huta Bargot Subdistrict, North Sumatra. Supervised by SRI MULATSIH dan LAILAN
SYAUFINA.
Mandailing Natal is one of the regencies in North Sumatra which is rich in
natural resources. The natural resource which has been managed is gold mining.
Huta Bargot is one of the sub-districts in the regency where there is Illegal Gold
Mining (PETI). The existence of this illegal gold mining has socio-economic
impact on the people involved in the mining activities either directly or indirectly,
which can be positive or negative. This study aimed to analyze the economic
impact through economic valuation with cost-benefit analysis, people’s
perceptions of social changes due to the gold mining, and the form of community
wisdom on the utilization of natural resources.
This study used secondary data and primary data. The secondary data was
obtained from written documents either in the form of scientific papers or official
documents from the relevant authorities. The primary data was obtained from
direct observation at the study site and through interviews (in-depth and
structured). The determination of the respondents in the study used purposive
sampling method, which was based on the research need appropriate to the
research objectives. The respondents included 30 miners and 30 non-miners, with
9 key persons consisting of 3 religious leaders, 3 adat leaders and 3 village heads.
The data analysis of economic valuation used Net Present Value (NPV) and
Benefit Cost Ratio (BCR) with a period of 20 years and an interest rate of 8%.
The data analysis of the people’s perceptions used perception index. The data
analysis of local wisdom was conducted descriptively.
The cost analysis obtained from mining costs due to the forest degradation
(as producer firewood, animals, medicinal plants, erosion-flood control) amounted
to Rp. 1 966 086 740 per year. The cost of water resource reduction (water
availability and fish production) was Rp 275,676,000 per year. The cost of ladang
production decline was Rp. 530 596 800 per year. The cost of people’s health
deterioration amounted to Rp. 19 936 000 per year. The benefit value derived
from the increase in revenues was Rp. 128 679 996 per year. Based on the costbenefit analysis, the NPV obtained was Rp. -21 606 438 873 and the BCR was
0.055. The NPV indicated that the land conversion—from the forest land to the
mine land—resulted in a loss of Rp. -21 606 438 873, so that the people’s gold
mining was not feasible to continue. The BCR showed that every Rp 1 000 spent
by the people only brought benefit to a group of people from mining activities
amounting to Rp 55.
Social changes had occurred in the form of increased crime, social jealousy
and an increasingly consumptive community.There was a perception gap between
miners and non-miners on the social impacts in terms of increased crime, social
jealousy, an increasingly consumptive community, and those who should
rehabilitate the post-mining land. The people were concerned about the impacts
which would continue to increase due to the absence of land rehabilitation.
According to the local wisdom in Bargot Huta, people should utilize the
natural resources wisely and they must have the awareness of maintaining the
quantity and quality of natural resources to meet their daily needs. In the gold
mining, the miners used certain techniques in managing their mining pits and they
also used bamboo (rintop) in the process of separating gold, as substitute for
mercury.
Keywords: gold mining, socio-economic impact, economic valuation, people’s
perception, Huta Bargot
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN EMAS
TERHADAP SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI
KECAMATAN HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
MUHRINA ANGGUN SARI HASIBUAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA.
i
Judul Tesis : Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan Emas dan Persepsi
Masyarakat Terhadap Dampak Sosial di Kecamatan Huta Bargot,
Sumatera Utara
Nama
: Muhrina Anggun Sari Hasibuan
NIM
: P052110344
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc
Anggota
Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr
Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr
Tanggal Ujian: 30 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
dampak pertambangan, dengan judul Valuasi Ekonomi Kegiatan Pertambangan
Emas dan Persepsi Masyarakat Terhadap Dampak Sosial di Kecamatan Huta
Bargot, Sumatera Utara.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.Sc.Agr
dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku pembimbing, serta Bapak Prof. Dr. Ir.
Dudung Darusman, MA dan Dr. Ir. Hariyadi, MS yang telah memberi bimbingan
dan masukan. Banyak pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini,
untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua penulis (mama dan papa), Rendi Ansyah Hasibuan SH,
Idris Ruli Ansyah Hasibuan, Rifki Arian Hasibuan, dan Sardi Rais Harahap
S.ST.Pel, M.Mar yang telah memberikan limpahan kasih sayang, doa,
motivasi serta dukungan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan
pendidikan pascasarjana.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Mandailing Natal, Sumatera Utara.
3. Kepala Desa Huta Julu, Simalage dan Kumpulan Setia.
4. Dinas Pertambangan, Kehutanan, Kesehatan, dan Perikanan Kabupaten
Mandailing Natal, Sumatera Utara.
5. Bapak dan Ibu Dosen Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, wawasan, pengajaran dan bimbingan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.
6. Masyarakat Kecamatan Huta Bargot atas bantuan dan kerjasamanya selama
penulis melakukan penelitian di lapangan.
7. Seluruh Staf Tata Usaha Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan, atas bantuannya selama kuliah dan penyelesaian tesis.
8. Irham Siregar SH, Maryono S.ST.Pi, Rima Yuspita Siregar AmKeb, dan
Aliruddin Nasution S.Sos yang telah membantu saya selama pengumpulan
data di lapangan.
Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan kuliah,
penelitian dan penulisan ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang secara
langsung maupun tidak langsung memberikan kontribusi dan bantuannya.
Masukan, saran, dan bimbingan sangat penulis harapkan untuk menjadi lebih
baik. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2013
Muhrina Anggun Sari Hasibuan
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
xiv
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
1
2
3
4
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan Emas
Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan Emas
Persepsi Masyarakat
Nilai Sumberdaya Hutan
Kearifan Tradisional
5
6
7
8
8
3 VALUASI EKONOMI PERTAMBANGAN EMAS MASYARAKAT DI
KECAMATAN HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
10
10
12
20
4 PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP DAMPAK SOSIAL KEGIATAN
PERTAMBANGAN DI HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
Pendahuluan
21
Metode Penelitian
21
Hasil dan Pembahasan
22
Simpulan
27
5 PEMBAHASAN UMUM
28
6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
36
36
DAFTAR PUSTAKA
37
LAMPIRAN
40
RIWAYAT HIDUP
48
DAFTAR TABEL
1. Penurunan manfaat ekonomi kayu bakar akibat pertambangan
12
2. Penurunan manfaat ekonomi satwa akibat pertambangan
13
3. Penurunan manfaat tumbuhan obat akibat pertambangan
13
4. Penurunan manfaat pengendali banjir dan erosi akibat pertambangan
14
5. Biaya ketersedian air akibat pertambangan
15
6. Penurunan produksi ikan akibat pertambangan
15
7. Penurunan produksi perladangan akibat pertambangan
16
8. Biaya penurunan kesehatan masyarakat akibat pertambangan
18
9. Perbedaan pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah pertambangan
18
10. Analisis biaya manfaat pertambangan emas
19
11. Indeks persepsi responden terhadap keberadaan pertambangan emas
23
12. Indeks persepsi responden terhadap perubahan sosial
23
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka pemikiran
3
2. Penurunan produksi air akibat erosi
15
3. Galundung berada di tepi sungai
17
4. Peningkatan taraf hidup galunder
19
5. Pandangan masyarakat terhadap lahan pascatambang
24
6. Lobang tambang dulu dan sekarang
25
7. Daun bambu (rintop)
25
8. Peta status kawasan di Kabupaten Mandailing Natal
28
9. Aktivitas Pertambangan di Huta Bargot
30
10. Karungan hasil pertambangan
30
11. Aktivitas menumbuk batuan hasil tambang
30
12. Galundung pengolahan hasil tambang emas
31
13. Sisa cairan merkuri cair yang telah dipisahkan dengan kain
31
14. Ampas cair dan ampas padat dari pengolahan di galundung
32
15. Tahapan penggebosan emas hasil tambang
32
DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Data pemanfaatan satwa sebelum pertambangan emas
Data pemanfaatan tumbuhan pangan sebelum pertambangan emas
Data pemanfaatan tumbuhan obat sebelum pertambangan emas
Data produksi ikan sebelum dan sesudah pertambangan emas
Bahan sosialisasi bahaya merkuri
Kuisioner
Hasil laboratorium pengujian kandungan merkuri dalam air
40
40
41
41
42
43
50
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri pertambangan merupakan salah satu industri yang diandalkan
pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa. Selain mendatangkan devisa
industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja dan bagi kabupaten yang
merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kegiatan pertambangan
merupakan suatu kegiatan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, pengolahan
pemurnian, pengangkutan mineral dan bahan tambang. Industri pertambangan
selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan terhadap
pengerusakan lingkungan. Yudhistira (2008) menyatakan bahwa banyak kegiatan
penambangan yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya karena dapat
merusak lingkungan.
Menurut Jankins (2008), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kegiatan pertambangan rakyat diantaranya adalah kemiskinan, keterbatasan
lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta keterlibatan pihak lain yang bertindak
sebagai pemodal. Salah satu usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk keluar
dari kemiskinan dan memperoleh pendapatan yang layak adalah dengan
memanfaatkan sumberdaya alam yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi, salah
satunya adalah penambangan emas.
Mandailing Natal merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yang
cukup kaya dengan sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang sudah dikelola
adalah pertambangan emas. Pengelolaan pertambangan emas dilakukan oleh
pemerintah daerah, investor maupun oleh masyarakat. Huta Bargot merupakan
salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Di kecamatan
tersebut, terdapat Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang dilakukan oleh
masyarakat. Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) adalah usaha penambangan
yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok ataupun perusahaan yang dalam
operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah yang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pertambangan emas tanpa
izin yang merusak lingkungan juga membahayakan jiwa penambang karena
keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak adanya
pengawasan dari dinas instansi terkait.
Pengelolaan pertambangan emas akan membawa dampak positif dan
dampak negatif. Dampak positifnya adalah bahwa kesejahteraan masyarakat di
wilayah pertambangan dan telah mampu mendorong dan menggerakkan sendisendi ekonomi masyarakat. Struktur sosial masyarakat mengalami perubahan
yang disebabkan oleh perubahan keadaan ekonomi masyarakat.
Huta Bargot adalah lokasi yang memiliki kandungan emas, secara
tradisional sudah diexploitasi oleh masyarakat dengan cara dan peralatan yang
sederhana. Harga jual emas yang tinggi menyebabkan pertambangan tidak hanya
melibatkan penambang yang berasal dari dalam daerah, tetapi juga penambang
yang berasal dari luar daerah.
2
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal telah berupaya menertibkan
pertambangan emas di Kecamatan Huta Bargot, baik melalui surat peringatan
maupun sosialisasi agar kegiatan pertambangan tersebut dihentikan. Namun
masyarakat tidak menghiraukan larangan pemerintah dan jumlah penambang
semakin bertambah. Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang dampak
pertambangan emas terhadap sosial ekonomi masyarakat baik positif maupun
negatif. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi dan sebagai
bahan masukan bagi pemerintah daerah Kabupaten Mandailing Natal maupun
instansi yang terkait dalam menangani masalah PETI di Kecamatan Huta Bargot
berdasarkan dampak sosial ekonomi masyarakat.
Kerangka Pemikiran
Kabupaten Mandailing Natal merupakan salah satu kabupaten di Sumatera
Utara yang memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar. Sumberdaya
alam tersebut berupa; (1) sumberdaya alam terbarukan (renewable resources)
seperti hutan, lahan pertanian produktif untuk pengembangan pertanian tanaman
pangan dan perkebunan, (2) sumberdaya alam tidak terbarukan (unrenewable
resources) seperti emas.
Potensi sumberdaya alam yang besar tersebut dapat dimanfaatkan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu permasalahan dalam
pemanfaatan sumberdaya alam tersebut adalah trade off pemanfaatan sumberdaya
alam tidak terbarukan yang memiliki nilai ekonomi yang besar dengan
pemanfaatan potensi sumberdaya alam terbarukan yang ada di atasnya. Demikian
juga pemanfaatan sumberdaya alam tambang emas, berpotensi mengurangi nilai
manfaat sumberdaya hutan yang menopang perekonomian sebagian masyarakat di
lokasi tambang.
Lahan yang digunakan sebagai lahan pertambangan emas adalah lahan
hutan. Perubahan fungsi lahan tersebut akan berdampak sosial ekonomi
masyarakat setempat, baik positif maupun negatif. Dampak positif akibat
pertambangan bagi ekonomi masyarakat adalah manfaat peningkatan pendapatan
masyarakat, sedangkan dampak negatifnya adalah biaya yang ditimbulkan oleh
perubahan fungsi hutan dan pencemaran sungai oleh merkuri. Secara lengkap
kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.
3
Lahan Hutan
Pertambangan Emas
Dampak Positif
Sosial
PAD
Ekonomi
Masyarakat adat
Dampak Negatif
Sosial
Peningkatan
pendapatan
Langsung
1. Kayu
2. Tanaman obat
3. Satwa
4. Ketersediaan bahan
pangan (sayuran,
buah)
Ekonomi
Perubahan Fungsi
hutan
Pencemaran
sungai
Pencemaran Hg
1. Kesehatan
masyarakat
2. Penurunan
produksi Ikan
Tidak Langsung
1. Ketersediaan air
2. Pengendalian
banjir dan erosi
Gambar 1 Kerangka pemikiran dampak penambangan emas terhadap sosial
ekonomi masyarakat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak positif dan dampak
negatif sosial ekonomi bagi masyarakat terkait dengan Penambangan Emas Tanpa
Ijin (PETI) di Kecamatan Huta Bargot.
1. Menganalisa dampak ekonomi melalui valuasi ekonomi dengan analisis
biaya manfaat.
2. Menganalisa persepsi masyarakat terhadap perubahan sosial masyarakat
akibat pertambangan emas.
3. Menganalisa bentuk kearifan masyarakat terhadap pemanfaatan sumberdaya
alam.
4
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bahan masukan
bagi pihak Pemerintah Daerah terutama bagi stakeholder seperti Dinas
Pertambangan dan Energi dan Badan Pengelola ljin Terpadu untuk menilai
dampak penambangan emas terhadap sosial ekonomi masyarakat sehingga
menjadi pertimbangan dalam perencanaan kebijakan pertambangan emas
masyarakat di Kecamatan Huta Bargot.
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan Emas
Emas merupakan salah salah satu bahan galian yang menjadi prioritas
sumber penghasilan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil yang
diperoleh dari pertambangan ini salah satunya mempunyai nilai nominal yang
relatif tinggi. Namun demikian dalam pelaksanaannya, penambangan emas yang
dilakukan tanpa ijin menghadapi beberapa persoalan dalam pengelolaannya
(Ngadiran 2002).
Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) adalah usaha penambangan yang
dilakukan oleh perseorangan, kelompok ataupun perusahaan yang dalam
operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah yang
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Qomariah (2003)
menyebutkan bahwa kegiatan PETI menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan dan negara, yaitu; (1) terjadinya kerusakan lahan dan sekitarnya pasca
penambangan, (2) terjadi kerusakan prasarana jalan dan kerawanan lalulintas dari
areal penambangan sampai ke pelabuhan tempat pengiriman emas, (3) tidak ada
pemasukan keuangan negara, (4) pendapatan dari usaha pertanian menurun karena
berkurangnya luasan lahan untuk pertanian, karena perubahan lahan menjadi areal
tambang emas dan dampak dari kegiatan pertambangan tersebut terhadap
penurunan kualitas lahan pertanian.
Menurut Jenkins (2008), faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya
kegiatan pertambangan rakyat diantaranya adalah kemiskinan, keterbatasan
lapangan kerja dan kesempatan usaha, serta keterlibatan pihak lain yang bertindak
sebagai pemodal. Salah satu usaha yang dilakukan oleh masyarakat untuk keluar
dari kemiskinan dan memperoleh pendapatan yang layak adalah dengan
memanfaatkan sumberdaya alam yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi, salah
satunya adalah penambangan emas dan bahan galian lainnya seperti emas, batu
bara dan timah.
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi dan terkonsentrasinya pemusatan
pembangunan, mengakibatkan kuatnya arus investasi antar tempat dan ruang serta
bervariasinya laju pertumbuhan ekonomi, hal tersebut telah menyebabkan arus
mobilisasi orang dan jasa menjadi semakin deras. Lapangan pekerjaan disatu sisi
tersedia seiring dengan semakin besarnya penyerapan terhadap tenaga kerja
menurut keahlian dan spesifikasi bidang tertentu. Disisi lain, pencari kerja yang
baru serta yang lama akumulasinya semakin membesar (Baah 2011).
Keberadaan pihak penyandang dana yang memanfaatkan kemiskinan
masyarakat tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang besar merupakan salah
satu faktor yang menyebabkan maraknya kegiatan pertambangan oleh rakyat yang
sudah mengarah kepada kegiatan pertambangan tanpa izin (DESM 2000). Pada
umumnya masyarakat yang melakukan kegiatan penambangan rakyat adalah
berasal dari keluarga miskin dan berpendidikan rendah. Para penambang ini
sering kali menjadi korban dari penyandang dana dengan memberikan pinjaman
modal terlebih dahulu dan dikembalikan dengan cara menjual hasil tambangnya
kepada pemodal tersebut dengan harga yang sangat murah dibandingkan dengan
harga (Santosa 2006).
6
Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan Emas
Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan sebagai suatu
perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan.
Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi
sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah,
baik kimia, fisik, maupun biologi. Dampak pembangunan terhadap lingkungan
adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang
diperkirakan akan ada setelah ada pembangunan. Pembangunan yang dimaksud
termasuk kegiatan penambangan yang dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan secara umum.
Menurut tim terpadu pusat pertambangan masalah pertambangan tanpa izin
DESM (2000) kegiatan pertambangan yang masuk kepada kategori PETI pada
umumnya tidak memenuhi berbagai kriteria yang dapat diterima baik dari aspek
ekonomi, konservasi, pengelolaan lingkungan, keselamatan dan kesejahteraan
kerja. Hal ini menimbulkan dampak negatif dari kegiatan pertambangan rakyat,
yaitu:
a. Kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, yaitu terjadinya
penggundulan hutan yang berjumlah ribuan hektar, dan pencemaran air
sungai terutama oleh unsur merkuri yang jauh diatas ambang batas
b. Kecelakaan tambang yang menyebabkan hilangnya nyawa penambang
rakyat
c. Pemborosan sumberdaya mineral, berupa tertinggalnya cadangan berkadar
rendah yang tidak ekonomis lagi untuk ditambang karena pertambangan
rakyat yang hanya menambang cadangan berkadar tinggi dan akibat “
recovery “ pengolahan yang rendah
d. Kerusuhan di wilayah-wilayah pertambangan rakyat menyusul
berkembangnya budaya premanisme, perjudian, prostitusi, dan kemerosotan
moral lainnya.
Disamping dampak negatif tersebut, kegiatan pertambangan rakyat juga
memberikan danpak positif, khususnya bagi masyarakat yang terlibat dalam
kegiatan pertambangan itu sendiri, yaitu sebagai lapangan pekerjaan dan sumber
pendapatan.
Perubahan sosial ekonomi masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dalam
istilah ilmiah saling berintegrasi antara warga-warganya, adat istiadat, normanorma, hukum dan aturan-aturan khusus yang mengatur seluruh pola tingkah laku
suatu komuditas (Koentjaraningrat 2000).
Menurut Moore (1967) dalam Lauer (1993), perubahan sosial didefinisikan
sebagai perubahan penting dari struktur sosial dalam berupa pola-pola perilaku
dan interaksi sosial. Ekspresi tentang struktur adalah norma, nilai dan fenomena
kultural. Faktor-faktor penyebab timbulnya perubahan sosial budaya menurut
Murdock (1960) dalam Manan (1977) adalah sebagai berikut;
a. pertambahan dan pengurangan jumlah penduduk,
b. perubahan lingkungan geografis,
c. perpindahan kelingkungan baru,
7
d. kontak dengan orang yang berlainan kebudayaan,
e. malapetaka alam dan sosial seperti banjir, dan kegagalan panen.
Suriansyah (2009) mengemukakan bahwa pendapatan perkapita sering
digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ekonomi
masyarakat yang makmur ditunjukkan oleh pendapatan perkapita yang tinggi, dan
ekonomi masyarakat yang kurang makmur ditunjukkan oleh pendapatan perkapita
yang rendah.
Ada beberapa indikator untuk menilai tingkat kesejahteraan adalah:
1. Konsumsi rumah tangga.
2. Keadaan tempat tinggal.
3. Fasilitas tempat tinggal.
4. Kesehatan anggota rumah tangga.
5. Kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatandan medis.
6. Kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan.
7. Kemudahan mendapatkan fasilitas transfortasi.
8. Kehidupan beragama.
9. Perasaan aman dari tindakan kejahatan.
Hubungan kegiatan pertambangan rakyat dengan perubahan sosial ekonomi
Bebbington (2008) menyatakan bahwa pada kenyataan manusia mampu
mengendalikan perubahan dan memberikan tanggapan pada perkembangan yang
terjadi. Apabila manusia tidak mengendalikan jalannya perkembangan, maka
manusia akan mengalami perubahan ke arah negatif. Chindo (2011)
mengemukakan bahwa untuk menganalisis hubungan suatu pembangunan dengan
perubahan sosial, dimulai dengan pendekatan perubahan, yaitu gagasan mengenai
perubahan menurut garis lurus, yang merupakan salah satu pendekatan utama
untuk memahami perkembangan kebudayaan yang berhubungan dengan
pembangunan.
Barve (2011) menyatakan bahwa suatu upaya untuk mempelajari bagaimana
faktor-faktor dalam suatu situasi tertentu dapat membentuk perkembangan suatu
jenis masyarakat, yang berarti memberikan penekanan bahwa adanya perubahan
budaya yang khas untuk masing-masing masyarakat.
Pada saat perkembangan masyarakat berintegrasi dengan masyarakat
lainnya akan terjadi suatu perubahan yang menuntut peningkatan pemanfaatan
potensi ekonomi (Markussen 1994). Kegiatan pertambangan diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sukanto (1998) menyatakan bahwa
kesejahteraan tidak hanya menyangkut aspek yang bersifat lahiriah atau material,
tetapi juga batiniah dan spiritual. Dalam ekonomi mikro, indiator yang digunakan
untuk mengetahui apakah seseorang itu dikatakan sejahtera atau tidak adalah dari
tingkat kepuasannya dalam mengkonsumsi barang maupun jasa.
Persepsi Masyarakat
Persepsi seringkali dimaknakan dengan pendapat, sikap, dan penilaian.
Persepsi selalu melibatkan aktivitas manusia terhadap obyek tertentu, sehingga
persepsi selalu menggambarkan pengalaman manusia terhadap obyek dan
peristiwa yang diperoleh dengan cara menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan tentang obyek tersebut. Presepsi itu tidak akan lepas dari peristiwa, obyek,
8
dan lingkungan di sekitarnya, sehingga dapat tercapai komunikasi antara manusia
dengan lingkungan (Sarwono 1987).
Persepsi yaang positif dari masyarakat terhadap suatu kegiatan yang akan
tercermin dari respon yang positif terhadap kegiatan pertambangan karena
manfaat yang dirasakan masyarakat. Persepsi masyarakat mengenai lingkungan
sangat tergantung pada dampak langsung atau tidak langsung terhadap aktivitas
dan sarana-sarana yang menunjang kehidupan masyarakat dari suatu kegiatan
yang dilakukan di lingkungan mereka serta faktor sosial ekonomi, budaya dan
tingkat pendidikan (Liana 1994).
Nilai Sumberdaya Hutan
Nilai merupakan persepsi manusia tentang makna suatu sumberdaya hutan
bagi individu pada tempat dan waktu tertentu. Keragaman nilai sumberdaya hutan
berdasarkan pada persepsi dan lokasi masyarakat yang berbeda-beda. Nilai
sumberdaya hutan sendiri bersumber dari berbagai manfaat yang diperoleh
masyarakat. Masyarakat yang menerima manfaat secara langsung akan memiliki
persepsi yang positif terhadap nilai sumberdaya hutan, dan yang dapat
ditunjukkan dengan tingginya nilai sumberdaya hutan tersebut. Hal tersebut
mungkin berbeda dengan persepsi masyarakat yang tinggal jauh dari hutan dan
tidak menerima manfaat secara langsung (Nurfatriani 2006).
Nilai sumberdaya hutan ini dapat diklasifikasi berdasarkan beberapa
kelompok. Davis dan Johnson (1987) mengklasifikasikan nilai berdasarkan cara
penilaian atau penentuan besar nilai dilakukan, yaitu : (a) nilai pasar, yaitu nilai
yang ditetapkan melalui transaksi pasar, (b) nilai kegunaan, yaitu nilai yang
diperoleh dari penggunaan sumberdaya tersebut oleh individu tertentu, dan (c)
nilai sosial, yaitu nilai yang ditetapkan melalui peraturan, hukum, ataupun
perwakilan masyarakat.
Nurfatriani (2006) menjelaskan bahwa nilai guna langsung merupakan nilai
dari manfaat yang langsung dapat diambil dari SDH. Manfaat penggunaan sumber
daya hutan sebagai input untuk proses produksi atau sebagai barang konsumsi.
Nilai guna tidak langsung yaitu nilai dari manfaat yang secara tidak langsung
dirasakan manfaatnya, dan dapat berupa hal yang mendukung nilai guna langsung,
seperti berbagai manfaat yang bersifat fungsional yaitu berbagai manfaat ekologis
hutan.
Kearifan Tradisional
Konsep sistem pengetahuan dan kearifan berakar dari sistem pengetahuan
dan pengelolaan lokal dan tradisional. Munculnya pengetahuan dan pengelolaan
tradisional secara arif, telah menjadi kebenaran bahwa sepanjang sejarah manusia
selalu ada kelompok masyarakat yang begitu peduli terhadap penggunaan
sumberdaya alam yang berkelanjutan (Ansaka 2006).
Tradisi dan pengetahuan masyarakat lokal di daerah pedalaman tentang
pemanfaatan tumbuhan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari telah berlangsung
sejak lama. Pengetahuan ini dimulai dengan dicobanya berbagai tumbuhan untuk
memenuhi kebutuhan hidup (Windadri et al 2006).
9
Menurut Pulunggono (1999), masyarakat tradisional dan modern hingga
saat ini masih banyak menggunakan tumbuhan yang bersumber dari alam yang
sebagian besar merupakan tumbuhan potensial. Mengingat pemanfaatannya yang
sangat strategis dalam menunjang pembangunan di masa kini dan masa
mendatang. Masyarakat tradisional Isurolo di Kenya memanfaatkan tumbuhan
sebagai sumber penghasilan dalam pemanfaatan tumbuhan berasas kearifan
masyarakat (Chikamai 1994).
Kearifan tradisional merupakan nilai bukan guna, dimana nilai bukan guna
meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan hutan
di luar nilai guna langsung dan tidak langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai
keberadaan dan nilai warisan. Nilai keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang
akan keberadaan suatu sumberdaya hutan berupa nilai yang diberikan oleh
masyarakat kepada kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika dan kultural.
Sementara nilai warisan adalah nilai yang diberikan masyarakat yang hidup saat
ini terhadap sumberdaya hutan, agar tetap utuh untuk diberikan kepada generasi
akan datang. Nilai-nilai ini tidak terefleksi dalam harga pasar (Bishop 1999).
2 VALUASI EKONOMI KEGIATAN PERTAMBANGAN EMAS
MASYARAKAT DI HUTA BARGOT, SUMATERA UTARA
Pendahuluan
Mandailing Natal merupakan salah satu Kabupaten di Sumatera Utara
yang cukup kaya dengan sumberdaya alamnya. Sumberdaya alam yang sudah
dikelola adalah pertambangan emas, baik oleh pemerintah daerah, investor dari
dalam dan luar negeri maupun oleh masyarakat. Huta Bargot merupakan salah
satu kecamatan yang berada di Kabupaten Mandailing Natal. Di kecamatan
tersebut, terdapat Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) yang dilakukan oleh
masyarakat. Pertambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) adalah usaha penambangan
yang dilakukan oleh perseorangan, kelompok ataupun perusahaan yang dalam
operasinya tidak memiliki izin dari instansi pemerintah pusat atau daerah, sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pengelolaan pertambangan emas tersebut tentunya akan membawa dampak
positif dan dampak negatif. Dampak positifnya adalah meningkatnya
kesejahteraan masyarakat di wilayah pertambangan, mendorong dan
menggerakkan sendi-sendi ekonomi masyarakat, mendatangkan devisa dan
menyediakan lapangan kerja. Sebaliknya pertambangan emas rawan terhadap
pengrusakan lingkungan yang mengundang sorotan masyarakat sekitarnya.
Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal telah berupaya menertibkan
pertambangan emas di Kecamatan Huta Bargot, baik melalui surat peringatan
maupun sosialisasi agar kegiatan pertambangan tersebut dihentikan. Namun
masyarakat tidak menghiraukan larangan pemerintah dan jumlah penambang
semakin bertambah.
Aktivitas pertambangan emas tanpa izin tersebut sangat berpengaruh
terhadap perekonomian masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pertambangan
secara langsung, maupun tidak langsung. Pengaruh tersebut bisa positif maupun
negatif. Aktivitas pertambangan emas tanpa izin berdampak pada ekonomi
masyarakat yang terlibat dalam pertambangan serta masyarakat sekitar yang
terkena dampak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ekonomi
melalui valuasi ekonomi dengan analisis biaya-manfaat.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan terhadap masyarakat di Kecamatan Huta Bargot,
Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Pengambilan data
dilakukan selama 3 bulan, mulai bulan Maret sampai dengan bulan Mei 2013.
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data sekunder
diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis baik yang berupa tulisan ilmiah ataupun
dokumen resmi dari instansi terkait. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait
yaitu kantor Kecamatan Huta Bargot, Dinas Kehutanan, Dinas Pertambangan dan
Mineral, Dinas Pendapatan Daerah, dan tokoh masyarakat seperti Lurah dan
Kepala Lingkungan, serta dari studi litelatur penelitian sebelumnya. Data primer
didapatkan melalui pengamatan langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan
data dilakukan melalui wawancara dan observasi.
11
1. Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu mengumpulkan data dan
informasi dengan melakukan wawancara secara langsung berdasarkan
pedoman pertanyaan yang telah disusun sebelumnya. Hadi (2005) menyatakan
bahwa pedoman pertanyaan hanya digunakan sebagai panduan, sehingga
jawaban dari responden atau nara sumber bersifat terbuka. Wawancara
terstruktur juga dilakukan dengan panduan kuisioner.
2. Observasi dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis
terhadap gejala, peristiwa dan aspek-aspek yang diteliti di lokasi penelitian.
Observasi dilakukan untuk memahami pola hubungan antara fenomena yang
ada.
Penentuan responden dalam penelitian menggunakan metode purposive
sampling, yaitu teknik penentuan sampel berdasarkan kebutuhan penelitian yang
disesuaikan dengan tujuan (Sugiyono 2008). Kriteria yang dipertimbangkan
adalah pengetahuan terhadap pertambangan yang sesuai dengan tujuan dan
keterwakilan dari stakeholder (pemuka agama dan pemuka adat). Responden
terdiri dari 30 orang penambang dan 30 orang bukan penambang, dengan 9 orang
key person yang terdiri dari 3 orang pemuka agama, 3 orang pemuka adat dan 3
kepala desa.
Valuasi ekonomi adalah nilai yang terkandung dalam suatu sumberdaya
alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungakan dalam
menyusun kebijakan pengelolaan sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya
dalam ditentukan secara benar dan bermanfaat (Cantlon dan Herman 1999).
Pendekatan yang dilakukan metode valuasi ekonomi ini adalah pendekatan harga
pasar/pendekatan produktivitas yaitu pendekatan yang digunakan dalam analisis
biaya manfaat (Suparmoko 2011). Valuasi ekonomi dilakukan dengan analisis Net
Present Value (NPV) dan Benefit Cost Rasio (BCR) dengan periode 20 tahun dan
suku bunga 8%. Kriteria keputusan sebuah proyek dianggap layak dan efektif
untuk dilakukan dari segi ekonomi jika NPV >0 dan BCR>1, namun jika NPV