Studi Pengaruh Intervensi Tempe Untuk Mempercepat Penyembuhan Diare Pada Anak Balita

(1)

ANTON VIVALDY

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

Diarrhea among Children Under Five Years. Supervised by M. RIZAL M. DAMANIK and MIRA DEWI.

Diarrhea is a major health problem in many developing countries resulting in the deaths of about 3 million people every year. Tempe is one of diet that could be use in treatment of diarrhea. The objective of this study was to investigate the effect of tempe intervention in the treatment of diarrhea in children under five years of age. The design of this study was experimental study. The number of study participant was 30 children with diarrhea symptoms. Study participants were divided into three treatments group: a) 25 gram, receiving tempe 25 gram for two days; b) 50 gram, receiving tempe 50 gram for two days; c) control, receiving no tempe during five days study period. During the study period, defecation and food habit of the study participants were observed. The result of the study showed that there was no correlation between characteristic of family, eating habit, sanitation and higiene with diarrhea symptoms (P>0,05). However, there was correlation between nutritional status of children with diarrhea symptoms (P<0,05). The duncan test results showed that the average frequency of defecation during five days of study period in children who consumed 50 grams tempe significantly lower (α = 0.05) than the control group. This implies that consumption of tempe have positive effect on the treatment of diarrhea. Keywords: effect, tempe, diarrhea, children


(3)

Penyembuhan Diare pada Anak Balita. Dibimbing oleh M. Rizal M. Damanik dan

Mira Dewi

Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair. Pengobatan diare yang paling tepat pada anak balita adalah dengan menggantikan cairan yang hilang dan tidak menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya. Salah satu makanan yang telah diketahui mudah dicerna walaupun oleh orang yang menderita penyakit pada saluran pencernaannya adalah tempe. Dengan berbagai keunggulannya, tempe dapat digunakan sebagai alternatif dalam manajemen penanganan penyakit diare secara tiba-tiba pada anak balita. Sehingga perlu dilakukan uji klinis dari tempe yang berpengaruh terhadap kesembuhan diare pada anak balita.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh intervensi tempe untuk mempercepat penyembuhan diare pada anak balita. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Menjelaskan karekteristik anak dan keluarga anak, 2) Menjelaskan status gizi dan konsumsi anak, 3) Menjelaskan kebiasaan makan anak, 4) Menjelaskan sanitasi lingkungan anak, 5) Menjelaskan perilaku higiene anak, 6) Analisis hubungan karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi, higiene dan pengaruhnya terhadap diare anak, 7) Analisis pengaruh intervensi tempe terhadap diare anak.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial design karena adanya intervensi yang diberikan.  Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari bulan Mei 2010 – Juli 2010 di Puskesmas Kampung Manggis, Kecamatan Dramaga dan di Puskesmas Ciampea, Kecamatan Ciampea yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor.

Pengambilan anak secara purposive dibagi ke dalam tiga kelompok masing-masing 10 orang. Kelompok kontrol tanpa intervensi tempe, sedangkan dua kelompok lainnya mendapat perlakuan tempe 25 gram/hari dan 50 gram/hari, sehingga anak yang digunakan yaitu sebesar 30 orang. Orang tua anak diberikan tempe mentah (25 gram atau 50 gram) dan diminta memberikan tempe tersebut kepada anak dengan diare selama dua hari. Selain itu, orang tua anak diminta mengisi kuisioner perkembangan penyakit dan konsumsi anak selama 5 hari pengamatan.

Analisis data berdasarkan analisis normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Variabel yang terdistribusi normal (Umur ibu, status gizi, konsumsi energi dan protein, kebiasaan makan, sanitasi, dan higiene) menggunakan uji beda ANOVA. Sedangkan variabel yang tidak terdistribusi normal (besar keluarga, pendapatan dan lama diare) menggunakan uji beda Mann-Whitney. Analisis data yang dilakukan untuk menghubungkan antara variabel karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, higiene anak dengan frekuensi BAB menggunakan korelasi Rank Spearman. Analisis pengaruh pemberian tempe terhadap diare menggunakan uji duncan yang merupakan hasil lanjut dari uji ANOVA.

Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebagian besar (80%) termasuk dalam katagori status gizi normal.


(4)

konsumsi protein anak tergolong baik sebanyak 73% dari tingkat kecukupan. Berdasarkan uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata z-skor status gizi menurut indeks BB/TB tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram, dan tempe 50 gram (P>0,05). Sedangkan berdasarkan uji beda ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi energi dan protein anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram, dan tempe 50 gram (P>0,05). 

Pada penelitian ini sebesar 83% kebiasaan makan anak dalam katagori cukup baik. Sanitasi lingkungan keluarga anak secara umum dalam katagori cukup baik (90%). Sedangkan higiene anak secara umum termasuk dalam katagori cukup baik (100%). Hasil uji beda ANOVA menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan nyata pada kebiasaan makan, sanitasi lingkungan dan higiene antara ketiga kelompok perlakuan (P>0,05).

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa besar keluarga, pendapatan, dan umur ibu tidak berpengaruh terhadap frekuensi BAB anak (P>0,05). Status gizi menurut pengukuran antropometri (BB/TB) berhubungan dengan frekuensi BAB anak (P<0,05), sedangkan status gizi menurut konsumsi energi dan protein tidak berhubungan dengan frekuensi BAB pada diare anak balita (P>0,05).

Hasil uji korelasi Rank Spearman menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, dan perilaku higiene dengan frekuensi BAB anak (P>0,05). Hal ini dapat disebabkan karena kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, dan perilaku higiene sebagian besar dalam katagori cukup baik.  

Hasil uji korelasi Rank Spearman memaparkan bahwa ada hubungan negatif antara kebiasaan konsumsi sayuran dengan frekuensi BAB anak (Rs=-0,407,P=0,026). Semakin baik kebiasaan konsumsi sayuran, semakin rendah frekuensi BAB anak.

Hasil uji korelasi Rank Spearman memaparkan bahwa ada hubungan antara jarak sumber air dengan pembuangan limbah/selokan terhadap lama diare anak (P<0,05). Dalam hal ini semakin dekat jarak sumber air dengan pembungan limbah/selokan akan memudahkan kontaminasi sumber air sehingga penyakit diare akan lebih lama terjadi.

Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram lebih rendah secara nyata (α = 0,05) daripada frekuensi BAB anak pada perlakuan kontrol. Namun rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram (P=0,383). Demikian pula rata-rata frekuensi BAB pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram tidak berbeda nyata dengan rata-rata frekuensi BAB pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol (P=0,195). Rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 50 gram sebanyak 8,80 kali. Rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang mengkonsumsi tempe 25 gram sebanyak 10,40 kali. Sedangkan rata-rata frekuensi BAB selama lima hari pada anak yang diperlakukan sebagai kontrol sebanyak 12,80 kali. Pemberian dosis tempe 50 gram per hari lebih banyak menurunkan frekuensi BAB anak daripada dosis 25 gram. Hal ini menunjukkan bahwa tempe berpengaruh positif terhadap penyembuhan diare.


(5)

ANTON VIVALDY

Skripsi:

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(6)

Judul Skripsi : Studi Pengaruh Intervensi untuk Mempercepat Penyembuhan Diare pada Anak Balita

Nama : Anton Vivaldy NIM : I14060670

Disetujui: Dosen Pembimbing I

drh.M.Rizal M. Damanik, MRepSc,PhD NIP. 19640731 199003 1 001

Dosen Pembimbing II

dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si NIP. 19761116 200501 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001


(7)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Studi Pengaruh Intervensi Tempe untuk Mempercepat Kesembuhan Diare Anak Balita”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Gizi pada departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. drh. M. Rizal M. Damanik, MRepSc, PhD dan dr. Mira Dewi, S.Ked, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, saran, arahan, dan dukungan kepada penulis 2. Ir. Eddy S. Mudjadjanto sebagai dosen pembimbing akademik selama

penulis menjalankan aktivitas perkuliahan di kampus yang telah memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis

3. Prof. Dr. Ir. Dadang Sukandar MSc sebagai dosen pemandu seminar dan dosen penguji yang telah mengevaluasi hasil penelitian penulis dan memberikan saran dalam penulisan skripsi ini

4. Keluarga saya yang telah memberikan doa, dukungan, semangat dan kasih sayang yang tidak terkira kepada penulis

5. dr. Yoseph, dr. Budi dan dr. Anna Mei sebagai dokter puskesmas yang telah membantu dalam mencari responden untuk penelitian ini

6. Mr. Leonard Joannes Bijnens sebagai orang tua asuh yang telah memberikan beasiswa, dukungan dan semangat selama kuliah sehingga skripsi ini selesai

7. Nur Faizah, Sri Nur Amalia, Novita Sari, Daniel Furqon dan Wulandari yang telah membantu selama proses penelitian penulis

8. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 43 yang telah memberikan keceriaan, pengalaman dan persahabatan yang tak terlupakan

9. Seluruh pihak terkait yang tidak bisa disebutkan satu per satu

Dan akhirnya semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak.

Bogor, Mei 2011


(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dengan nama lengkap Anton Vivaldy dilahirkan pada tanggal 25 Mei 1988 di Jakarta. Penulis merupakan anak ke-2 dari empat bersaudara dari pasangan Suaib Senen dan Delwati. Penulis mengawali pendidikan di TK Al-Islam di Depok tahun 1994. Sekolah dasar tamatan SDN 007 Tj. Pinang, Kepulauan Riau tahun 2000, sekolah menengah pertama tamatan SLTP Negeri 3 Depok tahun 2003, sekolah menengah atas tamatan SMA Negeri 2 Depok jurusan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) tahun 2006. Penulis melanjutkan pendidikan Perguruan Tinggi di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006 melalui jalur USMI.

Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama, tahun 2007 penulis diterima di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjalankan program studi penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan Himpunan Profesi, tahun 2008 penulis aktif sebagai anggota organoleptik di Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) dan tahun 2009 penulis aktif sebagai ketua divisi kewirausahaan di HIMAGIZI. Selain itu penulis juga aktif dalam kegiatan kampus seperti Program Kreativitas Mahasiswa dengan tema PKM Kewirausahaan dan PKM Pengabdian Masyarakat (2007- 2009) dan Program Pelatihan Kewirausahaan Mahasiswa IPB (2008). Penulis mengikuti Program Intership Dietetik di RS. Marzoeki Mahdi Bogor (2010) dan menjadi asisten praktikum Analisis Zat Gizi Makro (2010). Selama melaksanakan studi di Institut Pertanian Bogor, penulis memperoleh beasiswa dari Direktorat Pendidikan Tinggi program PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) tahun 2006, Yayasan Supersemar (2007), dan Yayasan Karya Salemba Empat (2008 – 2009).


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Karakteristik Keluarga ... 4

Tempe ... 5

Diare ... 9

Status Gizi Balita ... 11

Kebiasaan Makan ... 13

Higiene dan Sanitasi ... 14

KERANGKA PEMIKIRAN ... 16

METODOLOGI ... 17

Desain, Waktu dan Tempat ... 17

Jumlah dan Cara Pemilihan Anak ... 17

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 19

Definisi Operasional ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

Keadaan Umum Lokasi ... 23

Karakteristik Keluarga ... 24

Karakteristik Anak ... 28

Status Gizi Anak ... 30

Kebiasaan Makan ... 36

Sanitasi Lingkungan ... 38

Higiene Anak ... 40

Penyakit Diare Anak ... 42

Analisis Hubungan Karakteristik Keluarga, Status Gizi, Kebiasaan Ma kan, Sanitasi Lingkungan, dan Higiene dengan Penyakit Diare Anak .. 43


(10)

KESIMPULAN DAN SARAN ... 52 DAFTAR PUSTAKA ... 55 LAMPIRAN ... 59


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering ... 6

2. Komposisi dan nilai gizi kedelai dan tempe (per 100 gram) ... 7

3. Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks antropometri ... 13

4. Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U, BB/TB standar ba ku antropometri WHO-NCHS ... 13

5. Variabel dan cara pengumpulan data penelitian ... 19

6. Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS ... 20

7. Sebaran besar keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan ... 25

8. Sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan ... 26

9. Sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan ... 28

10. Sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan ... 29

11. Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan ... 30

12. Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok umur ... 30

13. Sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan ... 31

14. Sebaran status gizi anak (BB/U) berdasarkan kelompok perlakuan ... 32

15. Sebaran status gizi anak (TB/U) berdasarkan kelompok perlakuan ... 32

16. Sebaran konsumsi energi berdasarkan kelompok perlakuan ... 35

17. Sebaran konsumsi protein berdasarkan kelompok perlakuan ... 36

18. Sebaran kebiasaan makan berdasarkan kelompok perlakuan ... 37

19. Sebaran anak berdasarkan kebiasaan makan ... 37

20. Sebaran sanitasi lingkungan berdasarkan kelompok perlakuan ... 39

21. Sebaran anak berdasarkan sanitasi lingkungan ... 39

22. Sebaran higiene berdasarkan kelompok perlakuan ... 41

23. Sebaran anak berdasarkan higiene ... 41


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Sebaran anak berdasarkan besar keluarga ... 24

2. Sebaran anak berdasarkan pendapatan ... 26

3. Sebaran anak berdasarkan umur ibu ... 27

4. Sebaran anak berdasarkan kelompok umur ... 29

5. Sebaran konsumsi energi anak berdasarkan kelompok umur ... 34

6. Sebaran konsumsi protein anak berdasarkan kelompok umur ... 35


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuisioner penelitian ... 60

2. Sebaran anak berdasarkan variabel penelitian ... 67

3. Hasil uji Kolmogorov-Smirnov Z ... 68

4. Hasil uji One-Way ANOVA ... 68

5. Hasil uji Mann-Whitney ... 69

6. Hasil uji deskriptif variabel ... 69

7. Hasil uji Duncan... 70

8. Hasil uji korelasi rank spearman antar variabel ... 71

9. Hasil uji korelasi rank spearman pada kebiasaan makan ... 72

10. Hasil uji korelasi rank spearman pada higiene ... 73


(14)

Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair (Suharyono 1986). Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat atau tanpa disertai lendir dan darah (Zein et al 2004). Sebagian besar diare terjadi karena infeksi virus, bakteri, dan parasit. Kejadian diare dipengaruhi beberapa faktor misalnya faktor gizi, makanan, kebiasaan atau perilaku, lingkungan dan sebagainya.

Diare sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan, tidak hanya di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu singkat. Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1 dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella sp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC) (Zein et al 2004).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk setiap tahun. Angka kejadian diare di sebagian besar wilayah

Indonesia hingga saat ini masih tinggi. Setiap anak di Indonesia mengalami episode diare sebanyak 1,6 – 2 kali per tahun. Hal tersebut, terutama disebabkan rendahnya ketersediaan air bersih, sanitasi buruk dan perilaku hidup tidak sehat (Anonim 2009). Menurut Riskesdas (2007), penyebab kematian anak balita terbesar di Indonesia adalah diare dengan proporsi 25,2%.

Pengobatan diare yang paling tepat pada anak balita adalah dengan menggantikan cairan yang hilang dan tidak menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya. Salah satu makanan yang telah diketahui mudah dicerna walaupun oleh orang yang menderita penyakit pada saluran pencernaannya adalah tempe (Astawan 2009).

Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang jenis Rhizopus sp melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang


(15)

terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia maupun mikrobiologi, yang semuanya berdampak sangat menguntungkan terhadap gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan kesehatan. Tempe memiliki kandungan protein yang tinggi dan memberikan 8 asam amino esensial. Tempe juga sebagai sumber vitamin B12 dan rendah lemak jenuh serta kolesterol. Tempe mudah dicerna dan diserap serta memilik zat anti-bakteri sehingga mampu menyembuhkan diare terutama pada anak balita (Sudigbia 2001).

Bahan makanan campuran yang menggunakan tempe sebagai komponennya terbukti bermanfaat bagi penanggulangan diare kronis pada hewan dan diare kronis yang disertai gizi kurang pada anak. Menurut Mahmud (1987) anak balita penderita diare kronik yang disertai KKP, setelah mendapat makanan bayi formula tempe, tidak menjadi lebih parah bahkan diare berhenti lebih cepat. Pada penelitian lain oleh Sibarini (1991) memaparkan bahwa mengkonsumsi tempe dapat mencegah diare dengan meningkatkan bioavaibilitas Fe dan Zn serta meningkatkan berat badan pada kelinci. Sedangkan menurut Sudigbia (1985) tempe berpotensi besar untuk digunakan sebagai salah satu bahan makanan dalam manajemen diit anak penderita diare kronis.

Dengan berbagai keunggulannya, tempe dapat digunakan sebagai alternatif dalam manajemen penanganan penyakit diare yang terjadi secara tiba-tiba pada anak balita. Sehingga perlu dilakukan uji klinis dari tempe yang berpengaruh terhadap kesembuhan diare pada anak balita.

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan pengaruh intervensi tempe untuk mempercepat penyembuhan diare pada anak balita.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menjelaskan karekteristik balita dan keluarga balita

2. Menjelaskan status gizi dan konsumsi balita 3. Menjelaskan kebiasaan makan balita


(16)

5. Menjelaskan perilaku higiene balita

6. Analisis hubungan karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi, higiene dan pengaruhnya terhadap diare balita

7. Analisis pengaruh intervensi tempe terhadap diare balita

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membantu mengurangi morbiditas dan mortalitas pada anak yang menderita diare. Selain itu juga meningkatkan nilai tempe sebagai bahan pangan yang memiliki khasiat kesehatan.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Keluarga Besar keluarga

Besar keluarga akan mempengaruhi status kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi zat gizi anggota keluarga dan mempengaruhi luas per penghuni di dalam suatu bangunan rumah yang berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang banyak menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri (Sukarni 1994).

Menurut Suhardjo (1989), hubungan antara laju kelahiran yang tinggi dan kurang gizi sangat nyata pada masing-masing keluarga. Terutama pada keluarga yang sangat miskin, pemenuhan kebutuhan makanan akan lebih mudah jika yang harus diberi makan jumlahnya sedikit. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Jumlah anak yang lebih sedikit dalam suatu keluarga akan mengurangi resiko ibu-ibu terhadap terjadinya gizi kurang.

Pendapatan keluarga

Pendapatan merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini menyangkut daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makan (Rokhana 2005). Menurut Suhardjo 1989, faktor penghasilan merupakan faktor kedua yang juga dominan dalam menentukan gaya hidup keluarga maupun masyarakat suatu wilayah. Dalam rangka penganekaragaman pola konsumsi pangan ialah bahwa daya beli harus sanggup membeli bahan makanan yang mencukupi, baik kuantitas maupun kualitasnya, terutama bila konsumsi dengan pangan itu banyak tergantung pada apa yang dibelinya. Keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan, dan semakin tinggi penghasilan itu, semakin menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan. Penghasilan keluarga terendah yang dibawah tingkat tidak mungkin membeli jumlah makanan dan bahan makanan yang cukup untuk kesehatan seluruh keluarga disebut garis kemiskinan.

  Dengan meningkatnya pendapatan perorangan terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan. Akan tetapi pengeluaran uang yang lebih banyak untuk pangan tidak menjamin lebih beragamnya konsumsi pangan.


(18)

Kadang-kadang perubahan utama yang terjadi dalam kebiasaan makanan ialah pangan yang dimakan lebih mahal (Suhardjo 1989).

Umur ibu

Umur orang tua terutama ibu yang relatif masih muda cenderung memiliki sedikit sekali pengetahuan tentang gizi dan pengalaman dalam mengasuh anak. Umumnya mereka mengasuh anak berdasarkan pengalaman orang tuanya dahulu. Ibu yang masih berusia muda cenderung untuk mendahulukan kepentingannya sendiri, sehingga waktu pengasuhan menjadi sangat singkat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya sebagai ibu, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak (Hurlock 1998).

Tempe

Tempe merupakan produk olahan kedelai yang terbentuk atas jasa kapang jenis Rhizopus sp melalui proses fermentasi. Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia maupun mikrobiologi, yang semuanya berdampak sangat menguntungkan terhadap sumbangan gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan sehat (Astawan 2009).

Terdapat beberapa jenis tempe di Indonesia, antara lain: tempe gembus (dibuat dari ampas tahu), tempe lamtoro (dari biji lamtoro), tempe benguk (dari biji koro benguk), tempe koro (dari biji koro), tempe bongkrek (dari ampas kelapa), tempe gude (dari kacang gude), tempe bungkil (dari ampas pembuatan minyak kapang) dan tempe kedelai (dibuat dari biji kedelai). Dari berbagai jenis tempe tersebut, yang paling banyak dikonsumsi dan digemari masyarakat adalah tempe kedelai (Astawan 2009).

Proses pembuatan tempe umumnya masih dilakukan secara tradisional dalam skala industri kecil. Secara garis besar, tahap-tahapan penting dalam pembuatan tempe adalah: pembersihan biji kedelai, perebusan/pengukusan dan fermentasi. Proses fermentasi adalah tahap terpenting pada pembuatan tempe, dimana pada tahap ini dilakukan pemeraman kedelai selama beberapa hari (umumnya 36 – 48 jam) menggunakan laru (kapang tempe). Selama proses fermentasi tempe terdapat tendensi adanya peningkatan derajat ketidakjenuhan terhadap lemak, sehingga asam lemak tidak jenuh majemuk (Polyunsaturated


(19)

fatty acids=PUFA) meningkat jumlahnya. Asam palmitat dan asam linoleat sedikit mengalami penurunan, sedangkan kenaikkan terjadi pada asam lemak oleat dan linolenat (Astawan 2009).

Dibandingkan kedelai, kadar protein, lemak dan karbohidrat tempe tidak banyak berubah. Akan tetapi, karena adanya enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh kapang tempe, protein, lemak, dan karbohidrat pada tempe menjadi lebih mudah dicerna di dalam tubuh dibandingkan yang terdapat dalam kedelai. Dua kelompok vitamin yang terdapat pada tempe, yaitu vitamin larut air (vitamin B kompleks) dan vitamin larut lemak (vitamin A, D, E, dan K).

Tempe merupakan sumber vitamin B yang sangat potensial. Jenis vitamin yang terkadung dalam tempe antara lain; vitamin B1 (thiamin), vitamin B2

(riboflavin), asam pantotenat, asam nikotinat (niasin), vitamin B6 (piridoksin) dan

vitamin B12 (sianokobalamin). Vitamin B12 aktivitasnya meningkat sampai 33 kali

selama fermentasi, riboflavin naik sekitar 8-47 kali, piridoksin 4-14 kali, niasin 2-5 kali, asam folat 4-5 kali, dan asam pantotenat meningkat 2 kali lipat (Astawan 2009). Tabel 1 di bawah ini menunjukkan komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering.

Tabel 1 Komposisi zat gizi kedelai dan tempe dalam 100 gram bahan kering

Zat Gizi Kedelai Tempe

Abu (g) Protein (g) Lemak (g) Karbohidrat (g) Serat (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Besi (mg) Vitamin B1 (mg) Riboflavin (mg) Niasin (mg)

Asam pantotenat (mkg) Piridoksin (mkg)

Vitamin B12 (mkg)

Biotin (mkg)

Asam amino esensial (g)

6,1 46,2 19,1 28,2 3,7 254 781 11 0,48 0,15 0,67 430 180 0,2 35 17,7 3,6 46,5 19,7 30,2 7,2 347 724 9 0,28 0,65 2,52 520 100 3,9 53 18,9 Sumber: Hermana et al (1996) diacu dalam Astawan (2009)

Dibandingkan kedelai, terjadi beberapa hal yang menguntungkan pada tempe. Secara kimiawi hal ini bisa dilihat dari meningkatnya kadar padatan


(20)

terlarut, nitrogen terlarut, asam amino bebas, asam lemak bebas, nilai cerna, nilai efisiensi protein serta skor proteinnya.

Tabel 2 Komposisi dan nilai gizi kedelai dan tempe (per 100 gram)

Faktor Mutu Gizi Kedelai rebus Tempe

Padatan terlarut (%) Nitrogen terlarut (%) Asam amino bebas (%) Asam lemak bebas (%) Nilai cerna (%)

Nilai efisiensi protein Skor kimia 14 6,5 0,5 0,5 75 1,6 75 34 39 7,3-12 21 83 2,1 78 Sumber: Hermana et al (1996) diacu dalam Astawan (2009)

Selain zat-zat di atas, kedelai dan tempe sebagai hasil olahannya juga mengandung senyawa aktif dari golongan isoflavon. Isoflavon utama yang ditemukan di dalam kedelai dan produk fermentasinya diantaranya daidzein (7,4’-dihidroksi isoflavon), genistein trihidroksi isoflavon) dan faktor II (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) (Brata-Arbai 2001).

Selama proses fermentasi terjadi sintesa antioksidan di tempe yang diketahui sebagai faktor II (5,7,4’-trihidroksi isoflavon) (Brata-Arbai 2001). Selama fermentasi juga terjadi peningkatan kandungan mineral tempe, seperti meningkatnya kandungan kalsium dan zink. Selain mengandung mineral, tempe sebagai bahan makanan yang dapat menurunkan kolesterol juga mengandung alpha dan gamma tocopherol (vitamin E) sebagai antioksidan yang menjaga sel dari kerusakan akibat proses oksidasi. Antioksidan dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda, mencegah dan memperlambat proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi oksidasi oleh radikal bebas dalam oksidasi lipid (Kochhar & Rossell 1990).

Antioksidan yang telah berhasil diisolasi dari kedelai dan olahannya salah satunya adalah isoflavon dari senyawa flavonoid. Isoflavon lain dari kedelai adalah trihidroksi isoflavon yang hanya terdapat pada produk kedelai terfermentasi (Pratt 1992). Selain isoflavon, kedelai dan produk olahannya merupakan sumber berbagai macam senyawa antioksidan yang termasuk kedalam golongan dari turunan asam sianat, fosfolipida, tokoferol, asam amino dan peptida (Shahidi & Naczk 1995). Isoflavon adalah senyawa bioaktif, banyak ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada kedelai sampai 3099 mikrogram/g


(21)

(Klump et al 2001). Isoflavon yang berasal dari tempe diketahui bersifat hipolipidemik, antidiare dan anti infeksi terhadap E.Coli (Karyadi 2000).

Aktivitas antibakterial untuk pertama kali dikemukakan oleh Wang et al (1969) diacu dalam Karyadi (1985). Beberapa jenis bakteri gram positif seperti Staphylococcus aureus, Streptococcus cremoris, Bacillus subtilis, Clostridium perfringens, dan Clostridium sporogenes terhambat pertumbuhannya. Mahmud et al (1982) diacu dalam Karyadi (1985) mengamati aktivitas antibakterial dalam beberapa jenis tempe. Dalam tempe yang dibuat dengan biakan murni Rhizopus oligosporus terdapat aktivitas antibakterial yang menghambat pertumbuhan Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Salmonella typhii dan Shigella flexneri.

Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa zat gizi tempe lebih mudah dicerna, diserap dan dimanfaatkan tubuh dibandingkan yang ada dalam kedelai. Ini telah dibuktikan pada bayi dan anak balita penderita gizi buruk dan diare kronis. Dengan pemberian tempe, pertumbuhan berat badan penderita gizi buruk akan meningkat dan diare menjadi sembuh dalam waktu singkat. Pengolahan kedelai menjadi tempe akan menurunkan kadar reffinosa dan stakiosa, yaitu senyawa penyebab timbulnya gejala flatulensi (Astawan 2009).

Manfaat tempe terhadap daya tahan tubuh, pertama kali dinyatakan oleh Van Veen (1950), berdasarkan hasil pengamatannya terhadap tahanan perang perang dunia II di Pulau Jawa. Mereka yang setiap hari makan tempe, ternyata tidak terkena disentri ketika wabah disentri berkecamuk. Dari pengamatan tersebut dapat disimpulkan bahwa pemakan tempe mempunyai kemampuan lebih tinggi dalam menolak infeksi amuba dibandingkan mereka yang bukan pemakan tempe.

Selama fermentasi, kapang tempe juga mampu memproduksi senyawa antibiotika yang bermanfaat untuk menghambat atau memperkecil kejadian infeksi. Kasus diare di Indonesia merupakan penyebab utama kematian bayi (1 – 11 bulan), yaitu mencapai 36,9%, yang kemudian diikuti oleh kematian akibat radang pada saluran pernapasan sebesar 28,8%. Penyebab terjadinya diare adalah air yang tercemar dan melalui makanan yang diolah tidak higienis. Bakteri penyebab diare adalah Eschericia coli, Vibrio cholerae, Shigella sp, dan Entamoeba histolyca.

Pengobatan diare yang paling tepat adalah dengan mengganti cairan yang hilang dan tidak menghentikan pemberian ASI maupun makanan lainnya. Makanan yang diberikan harus mudah dicerna dan cepat diserap zat-zat gizinya.


(22)

Salah satu makanan yang telah diketahui mudah dicerna walaupun oleh orang yang menderita penyakit saluran pencernaannya adalah tempe. Kemampuan tempe dalam menyembuhkan diare disebabkan oleh dua hal, yaitu akibat zat anti diare dan akibat sifat protein tempe yang mudah tercerna dan diserap, walupun oleh usus yang terluka (Astawan 2009).

Diare

Menurut Latifah et al (2002), diare adalah suatu kondisi buang air besar dengan konsistensi yang lembek sampai encer, bahkan dapat berupa air saja, yang tejadi lebih sering dari biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari. Penyebab diare diantaranya yaitu virus, bakteri, parasit (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia, alergi terhadap susu, kurang gizi dan daya tahan tubuh rendah (Saroso 2007).

Diare ada dua jenis yaitu diare akut dan diare kronis. Diare kronis adalah diare yang berlangsung lebih dari tiga minggu yang disebabkan oleh makanan tercemar atau penyebab lainnya. Sedangkan diare akut adalah diare yang timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari. Diare akut lebih sering terjadi pada anak bayi dan anak kecil daripada anak yang lebih besar (Suharyono 1986).

Menurut Suharyono (1986) penyebab prevalensi yang tinggi dari penyakit diare di negara yang sedang berkembang yaitu kombinasi dari sumber air yang tercemar dan defisiensi zat gizi yang menyebabkan turunnya daya tahan tubuh. Kuman yang paling sering menjadi penyebab diare akut pada anak yaitu rotavirus (30,4 – 36,6%), E.Coli (20 – 30%), salmonella (5 – 18%), Vibro cholera (5%), dan Shigella (2 – 5%). Kuman-kuman tersebut ditularkan secara faecal – oral melalui makanan dan minuman yang tercemar. Ditinjau dari sudut patofisiologi, penyebab diare akut yaitu:

1. Diare sekresi (Secretory diarrhea) yang disebabkan oleh: - Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen

- Hiperperistaltik usus yang dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, makanan yang terlalu asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan syaraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.


(23)

- Defisiensi imun terutama Sig A (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan terjadinya pelipatgandaan bakteri atau flora usus dan jamur terutama Candida.

2. Diare osmotic (Osmotic diarrhea) yang disebabkan oleh: - Malabsorpsi makanan

- Kekurangan kalori protein dan mineral - BBLR dan bayi baru lahir

Bahaya utama diare adalah kematian yang disebabkan karena tubuh banyak kehilangan air dan garam yang terlarut yang disebut dengan dehidrasi. Kematian lebih mudah terjadi pada anak yang mengalami gizi buruk, karena gizi yang buruk menyebabkan penderita tidak merasa lapar dan orang tuanya tidak segera memberikan makanan untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang (Harianto 2004 diacu dalam Ulfah 2008). Kematian diare akibat dehidrasi (kehilangan banyak cairan tubuh) dapat dicegah dengan Oral Rehydration Therapy (ORT). ORT dapat dilakukan dengan memberikan cairan (air) melalui mulut selama anak mengalami diare (Santrock 2002).

Pada dasarnya diare terjadi bila terdapat gangguan transpor terhadap air dan elektrolit pada saluran cerna. Meknisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan:

1. Osmolaritas intraluminar yang meninggi, disebut diare osmotik. 2. Sekresi cairan dan elektrolit meninggi, disebut diare sekretorik. 3. Absorbsi elektrolit berkurang.

4. Motilitas usus yang meninggi/hiper-peristalsis, atau waktu transit yang pendek.

5. Sekresi eksudat disebut diare eksudatif.

Gejala klinik diare pada umumnya dibagi menjadi 3 fase yaitu fase prodromal, fase diare, dan fase penyembuhan. Fase prodromal yang dapat juga disebut sebagai sindrom pradiare dengan gejala perut terasa penuh, mual bisa sampai muntah, keringat dingin, dan pusing. Fase diare dengan gejala dehidrasi, asidosis, syok, mules, dapat sampai kejang, dengan atau tanpa panas dan pusing. Fase penyembuhan ditandai dengan gejala diare makin jarang, mules berkurang dan penderita rasa lemas dan lesu (Daldiyono 1990).

Menurut Daldiyono (1990), sebagian besar diare di Indonesia disebabkan oleh bakteri dan parasit. Etiologi diare akut oleh bakteri dan parasit sebagai berikut:


(24)

• Bakteri penyebab diare akut: Shigella dysentriae, Shigella Flexneri, Salmonella typhi dan Salmonella para typhi A, B, C.

Vibro cholera, Vibro eltor, Vibro parahemolitikus, Escherechia coli, Campilobacter dan Yersinia intestinal.

• Keracunan makanan: Staphylococcus dan Clostridium perfringens.

• Diare akut oleh parasit: Entamuba histolytica, Giardia lamblia, dan Trichomonas intestinalis/hominis.

Menurut Sudigbia (2001), konsep dasar untuk manajemen diare adalah rehidrasi awal, yang harus dimulai saat dirumah dan dilanjutkan dengan perbaikan gizi. Oral-rehidrasi dilakukan berdasarkan keadaan berikut:

1. Mengganti cairan yang hilang

2. Fakta bahwa mukosa intestin masih mampu menyerap air dan elektrolit 3. Afinitas antara ion natrium dan glukosa dapat membantu penyerapan

elektrolit. Pada oral rehidrasi, larutan yang dibutuhkan mengandung natrium klorida, kalium klorida, natrium bikarbonat, dan glukosa dengan total konsentrasi natrium 90 – 110 meq/l dalam 4% larutan glukosa.

Awal pemberian makan dengan makanan yang ditambahkan zat gizi seperti asam amino esensial untuk fortifikasi formula rehidrasi secara oral menjadi lebih baik, dan ini bisa disebut larutan ‘super oralit’. Asam amino glisin dan lisin telah ditambahkan dalam membuat larutan ‘super oralit’ secara fortifikasi, tetapi pada level komunitas tertentu tidak mungkin ditambahkan asam amino murni karena biaya yang sangat mahal. Sebagai alternatif, tempe dengan asam amino esensial diberikan sebagai subtitusi yang baik (Sudigbia 2001).

Status Gizi Balita

Masa balita merupakan proses pertumbuhan yang pesat dimana anak memerlukan perhatian dan kasih sayang dari orang tua dan lingkungannya. Disamping itu, anak balita membutuhkan zat gizi yang seimbang agar proses pertumbuhan tidak terhambat, karena balita merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (Santoso & Lies 2004).

Status gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya manusia dan kualitas hidup. Riyadi (2001) mendefinisikan status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion) dan penggunaan (utilization) zat gizi. Pada dasarnya, status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitori dari pertumbuhan fisik anak.


(25)

Santoso dan Lies (2004) mengungkapkan bahwa keadaan gizi kurang pada anak-anak mempunyai dampak pada kelambatan pertumbuhan dan perkembangannya yang sulit disembuhkan. Anak-anak yang mengalami kurang gizi akan menderita diare selama 3 hari, batuk selama 4 hari dan demam selama 3 hari setiap bulan, sehingga dalam sebulan anak akan sakit selama 10 hari. Kurang gizi pada anak balita berhubungan dengan peningkatan 10 – 45 % kejadian diare dan 30 – 35 % persen lamanya diare (McGuire & Austin 1987, diacu dalam Ariefiani 2009).

Komponen penilaian status gizi meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri, serta data psikososial. Pengukuran antropometri erat kaitannya dengan status gizi seseorang, terutama pada masa pertumbuhan (Briawan & Herawati 2005). Indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi, antara lain berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).

Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh (tulang, otot dan lemak) dan merupakan indikator yang sangat labil. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau berkurangnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur (Supariasa et al 2002).

Indeks BB/U menggambarkan status gizi masa kini. Indeks ini dapat digunakan untuk mendeteksi underweight dan overweight. Indeks TB/U menggambarkan status gizi masa lalu. Defisit TB/U menunjukkan ketidakcukupan gizi dan kesehatan secara komulatif dalam jangka panjang (Riyadi 2001). Berat badan memiliki hubungan yang linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini biasanya digunakan bila umur sulit diperoleh (Supariasa et al 2002). Status gizi berdasarkan indeks antropometri dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.


(26)

Tabel 3 Klasifikasi status gizi berdasarkan indeks antropometri

Status gizi Indeks

BB/U TB/U BB/TB

Gizi baik > 80% > 90% > 90%

Gizi sedang 71 % - 80 % 81 % - 90 % 81 % - 90 % Gizi kurang 61 % - 70 % 71 % - 80 % 71 % - 80 %

Gizi buruk < 60 % < 70 % < 70%

Sumber: Supariasa et al 2002

Penilaian status gizi balita berdasarkan standard baku WHO-NCHS dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Penilaian status gizi berdasarkan indeks BB/U,TB/U, BB/TB standar baku antropometeri WHO-NCHS

Indeks yang dipakai Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi

BB/U < -3 SD Gizi buruk

- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang - 2 s/d +2 SD Gizi baik > +2 SD Gizi lebih

TB/U < -3 SD Sangat Pendek

- 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Tinggi

BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

- 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Gemuk

Sumber : Depkes RI 2008.

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai “affective” yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) di mana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Demikian juga halnya dengan kepercayaan (belief) terhadap makanan, hanya saja wilayah kejiwaannya adalah nilai-nilai “cognitive” yang berkaitan dengan kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Dan pemilihan adalah proses “psychomotor” untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya.

Kebiasaan makan dalam kelompok memberikan dampak pada distribusi makanan antar anggota kelompok. Dan mutu serta jumlah bagian tiap anggota hampir selalu didasarkan pada status hubungan antar anggota, bukan atas dasar pertimbangan-pertimbangan gizi (Khumaidi 1989).


(27)

Koentjaraningrat (1984) diacu dalam Khumaidi (1989) mengembangkan model untuk mempelajari faktor-faktor sosial dan budaya yang mempengaruhi kebiasaan makan dan pola konsumsi makanan keluarga.

Kebiasaan makan individu, keluarga dan mesyarakat dipengaruhi oleh: 1. Faktor budaya, termasuk faktor ini adalah: cara-cara seseorang

berfikir/berpengetahuan, berperasaan dan berpandangan tentang makanan. Apa yang ada dalam fikiran, perasaan dan pandangan itu kemudian dinyatakan dalam bentuk tindakan makan dan memilih makanan. Jika mekanisme ini terjadi berulang-ulang maka tindakan (perilaku konsumsi) itu menjadi kebiasaan makan yang dapat di ukur dengan ‘pola konsumsi’ yang dapat diamati dan diukur.

2. Faktor lingkungan sosial, segi kependudukan dengan susunan, strata dan sifat-sifatnya.

3. Faktor lingkungan ekonomi, daya beli, ketersediaan uang kontan dan sebagainya.

4. Lingkungan ekologi, kondisi tanah, iklim, lingkungan biologi, sistem usaha tani, sistem pasar, dsb.

5. Faktor ketersediaan bahan makanan, dipengaruhi oleh kondisi-kondisi yang bersifat hasil karya manusia (man-made) seperti sistem pertanian, sarana dan prasarana kehidupan, perundang-undangan dan pelayanan pemerintah.

6. Faktor perkembangan teknologi.

Higiene dan Sanitasi

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002) kesehatan masyarakat dibagi menjadi dua yaitu kesehatan kuratif (penyembuhan penyakit) dan preventif (pencegahan penyakit). Usaha higiene sanitasi adalah usaha preventif (mencegah supaya tidak sakit). Usaha kesehatan preventif dibagi menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Usaha pengebalan atau imunisasi, diberikan saat balita (BCG, MMR, hepatitis dan folio) untuk mencegah datangnya penyakit.

2. Usaha kesehatan perorangan (personal Hygiene) yaitu mandi minimal 2 kali sehari, menyikat gigi, pakaian bersih, olahraga dan lain-lain.


(28)

3. Usaha kesehatan lingkungan hidup (lingkungan tempat tinggal atau lingkungan kerja). Cara menjaga lingkungan hidup yang sehat yaitu dengan cara tidak membuang sampah sembarangan, menjaga saluran air agar tidak mampet, menjaga kerja bakti dengan masyarakat setempat untuk membersihkan lingkungan.

Higiene dan sanitasi lingkungan merupakan pengawasan lingkungan fisik, biologi, sosial dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan lingkungan yang merugikan diperbaiki atau dihilangkan (Entjang 1985).

Sanitasi lingkungan sangat terkait dengan ketersediaan air bersih, ketersediaan jamban, jenis lantai rumah serta kebersihan peralatan makan pada setiap keluarga. Makin tersedia air bersih untuk kebutuhan sehari-hari, makin kecil risiko anak terkena penyakit kurang gizi (Soekirman 2000).

Menurut Yulianti (2002), praktek-praktek personal higiene dapat dilakukan dengan cara:

• Pencucian tangan

Tangan merupakan bagian tubuh yang paling utama bersinggungan dengan makanan, untuk itu kebersihannya perlu dijaga. Pencucian tangan dengan sabun dan diikuti dengan pembilasan akan menghilangkan banyak mikroba yang terdapat pada tangan.

• Perilaku

Pada umumnya para food handler tahu prinsip higiene dan sanitasi, tetapi dalam mempraktekannya mereka merasa kurang nyaman karena tidak terbiasa. Beberapa kebiasaan yang harus dilakukan pada saat mengolah makanan antara lain: penggunaan sarung tangan plastik, penggunaan pakaian kerja dan tidak menggunakan perhiasan

• Kebersihan diri

Mandi, menggosok gigi, menjaga kebersihan rambut merupakan cara membersihkan diri dari kotoran yang menempel di badan sehingga mencegah kontaminasi pada makanan

• Kesehatan

Food handler makanan harus sehat dan tidak membawa bibit penyakit. Penyakit tersebut dapat dipindahkan kepada orang lain melalui makanan yang diolah atau disajikan oleh orang yang menderitanya.


(29)

KERANGKA PEMIKIRAN

Perilaku hidup bersih seperti kebiasaan mencuci tangan sebelum makan dan sesudah buang air besar juga ikut mempengaruhi penularan atau penyebaran penyakit diare (Suririnah 2007). Selain itu, menurut Dinkes (2003) penyakit diare juga dapat ditularkan melalui beberapa cara diantaranya pemakaian botol susu yang tidak bersih, menggunakan sumber air yang tercemar, buang air besar bukan pada tempatnya dan pencemaran makanan oleh serangga (kecoa, lalat) atau oleh tangan yang kotor.

Menurut Saroso (2007) penyebab diare diantaranya yaitu virus, bakteri, parasit (jamur, cacing, protozoa), keracunan makanan atau minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia, alergi terhadap susu, kurang gizi dan daya tahan tubuh rendah. Menurut Suharyono (1986) faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare seperti; faktor gizi, faktor makanan yang terkontaminasi pada masa sapih, faktor sosial-ekonomi dan faktor lingkungan.

Kesembuhan penyakit diare pada anak dapat dilakukan dengan pengobatan (rehidrasi dan antibiotik) dan penatalaksanaan diet yang baik. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat kesembuhan diare adalah dengan pemberian tempe.

Variabel tidak diteliti Hubungan yang tidak dianalisis Variabel yang diteliti Hubungan yang dianalisis

Diare Pada Anak Virus,bakteri, parasit

Status Gizi

Daya tahan tubuh Higiene

Pengobatan Intervensi Tempe

Sanitasi Lingkungan

Kebiasaan makan Faktor sosial-ekonomi


(30)

Orang tua dan anak yang berkunjung ke Puskesmas Kampung Manggis dan Puskesmas Ciampea yang masuk kriteria inklusi diberikan kesempatan untuk ikut berpartisipasi dalam penelitian dan dijelaskan. Setelah mendapat penjelasan tentang penelitian dan orang tua anak menandatangani informed consent, maka anak diikutsertakan sebagai unit percobaan penelitian. Penentuan jumlah anak minimal dilakukan dengan menggunakan minimum sample size for estimating difference mean between groups (Lameshow et al. 1997). Dengan rumus sebagai berikut:

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian utama oleh Dewi et al (2010) yang berjudul “Intervensi Bubuk Susu Tempe untuk Mempercepat Penyembuhan Penderita Diare”. Populasi dalam penelitian ini adalah anak usia 2 – 5 tahun yang menderita penyakit diare. Sedangkan anak penelitian adalah anak usia 2 – 5 tahun yang datang ke Puskesmas Kampung Manggis dan Puskesmas Ciampea yang ditentukan dalam kurun waktu penelitian dan dipilih dengan kriteria inklusi: 1) laki-laki atau perempuan usia 2 – 5 tahun; 2) didiagnosa menderita diare oleh dokter yang memeriksa; 3) orang tua anak bersedia ikut penelitian dan menandatangani informed consent. Adapun kriteria eksklusinya adalah 1) balita menderita penyakit berat dan dalam kondisi dehidrasi berat menurut pemeriksaan dokter; 2) orang tua tidak bersedia mengikuti penelitian; 3) pengisian kuisioner yang tidak lengkap.

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah experimental study yaitu percobaan lapang (field experiment) dengan menggunakan rancangan randomized treatment trial design karena adanya intervensi yang diberikan. Disain penelitian tersebut digunakan untuk melihat pengaruh pemberian tempe terhadap gejala klinis diare pada anak balita. Penelitian dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai dari bulan Mei 2010 – Juli 2010 di Puskesmas Kampung Manggis, Kecamatan Dramaga dan di Puskesmas Ciampea, Kecamatan Ciampea yang terletak di wilayah Kabupaten Bogor.

Jumlah dan Cara Pemilihan Anak Desain, Waktu dan Tempat

n = 2 (σ2) (Zα + Zβ)

METODOLOGI


(31)

Keterangan:

α = salah jenis pertama

β = salah jenis kedua

Zα = nilai peubah acak normal baku sehingga P(Z> Zα) = α Zβ = nilai peubah acak normal baku sehingga P(Z> Zβ) = β

σ2 = ragam dari frekuensi BAB

Jika menggunakan α = 0,05, power test = 1 – β = 0,8, diasumsikan σ = 1,75 dan δ = 3, maka diperoleh nilai n = 10 artinya jumlah anak minimal untuk setiap perlakuan adalah sebanyak 10 orang. Dalam penelitian ini dilakukan tiga pelakuan yaitu perlakuan intervensi tempe (25 gram), intervensi tempe (50 gram) dan kontrol, sehingga anak yang digunakan yaitu sebesar 30 orang.

Pada penelitian ini anak balita diberikan intervensi berupa tempe mentah oleh peneliti dan diolah sesuai keadaan selera anak. Tempe yang diberikan sebanyak 25 gram/potong dan 50 gram/potong setiap kelompok. Penentuan dosis ditentukan berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sudigbia (2001), bahwa formula makanan yang menggunakan tempe kedelai sebanyak 40-50 gram, lebih efektif mempercepat penyembuhan diare. Sementara itu, pada penelitian utama yang ditetapkan bubuk tempe maksimum digunakan 25 gram dan setengah dari dosis maksimum. Sehingga dosis yang ditentukan adalah 25 gram tempe dan 50 gram tempe.

Pengambilan anak secara purposive dibagi ke dalam tiga perlakuan masing-masing 10 orang. Perlakuan kontrol tanpa intervensi tempe, sedangkan dua perlakuan lainnya mendapatkan tempe 25 gram/hari dan 50 gram/hari yang diberikan selama 2 hari, sehingga jumlah tempe yang diberikan menjadi 50 gram dan 100 gram kepada masing-masing kelompok perlakuan. Ketiga kelompok perlakuan tersebut mendapatkan pengobatan rawat jalan standar untuk diare. Orang tua anak diberikan tempe mentah (25 gram atau 50 gram) yang diperoleh dari Agromart, Kelurahan Dramaga, Kabupaten Bogor dan diminta memberikan tempe tersebut kepada anak dengan diare selama dua hari yang diolah sesuai selera anak. Hari pertama tempe diberikan di puskesmas dan hari kedua tempe diberikan di rumah pasien. Selain itu, pada hari pertama orang tua anak diberikan dan diminta mengisi kuisioner perkembangan penyakit dan food record yang harus diisi setiap hari selama 5 hari pengamatan sampai gejala klinis berkurang atau sembuh. Pemberian tempe dan pengisian kuisioner diawasi


(32)

selama 2 kali, pada hari ke-2 pemberian tempe dan hari ke-6 setelah 5 hari pengamatan. Pada hari ke-6 dilakukan wawancara dengan orang tua pasien.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis-jenis data yang pada penelitian ini diantaranya data karakteristik anak dan keluarga, status gizi, pola konsumsi, kebiasaan makanan, sanitasi lingkungan, higiene anak. Cara pengumpulan data dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Variabel dan cara pengumpulan data penelitian

No Data Cara Pengumpulan Data

1 Karakteristik anak (umur dan jenis kelamin) dan keluarga anak (besar keluarga, pendapatan, umur ibu)

Wawancara dengan anak atau orang tua anak

2 Status Gizi (BB/TB, BB/U, TB/U) Pemeriksaan fisik (TB, BB, dan Umur) oleh peneliti

3 Konsumsi pangan anak (Energi dan protein)

Pengisian formulir food record oleh orang tua pasien

4 Kebiasaan makanan Wawancara dengan anak atau orang tua anak

5 Sanitasi lingkungan Wawancara dengan anak atau orang tua anak dan observasi langsung

6 Higiene anak Wawancara dengan sampel atau

orang tua sampel 7 Perkembangan diare anak (Lama

diare dan frekuensi BAB)

Pengisian formulir oleh orang tua pasien

Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data primer dilakukan dengan beberapa tahapan meliputi entry data, editing dan coding untuk mengecek konsistensi informasi. Data yang telah diverifikasi diolah menggunakan software Microsoft Excell dan dianalisis dengan menggunakan software SPSS v.16.0 for Windows.

Besar kelurga dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5 – 7 orang) dan keluarga besar (≥ 8 orang) (Hurlock 1998).

Pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita keluarga dikategorikan menjadi dua yaitu keluarga miskin dan tidak miskin berdasarkan garis kemiskinan Jawa Barat tahun 2009 yaitu Rp 191.985,00 (BPS 2009).

Umur Ibu dikelompokkan menjadi remaja (<20 tahun), dewasa awal (20 – 40 tahun), dewasa tengah (41 – 65 tahun) dan dewasa akhir (≥ 65 tahun) (Papalia & Old 1986).

Umur anak yang berpartisipasi dalam penelitian ini berumur 2 – 5 tahun. Umur anak dikelompokkan menjadi 2 – 3 tahun dan 4 – 5 tahun berdasarkan


(33)

kelompok umur dalam penggolongan umur pada angka kecukupan gizi yaitu 1 – 3 tahun dan 4 – 6 tahun.

Status gizi anak. Status gizi anak dinilai berdasarkan indeks berat badan terhadap tinggi badan (BB/TB), tinggi badan terhadap umur (TB/U) dan berat badan terhadap umur (BB/U) dengan menggunakan software antropometri 2005. Status gizi anak berdasarkan indeks BB/TB, TB/U dan BB/U dikategorikan menjadi empat menurut standar baku Depkes RI 2008, yaitu:

Tabel 6 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO-NCHS

Indeks yang dipakai Batas Pengelompokan Sebutan Status Gizi

BB/U < -3 SD Gizi buruk

- 3 s/d <-2 SD Gizi kurang

- 2 s/d +2 SD Gizi baik

> +2 SD Gizi lebih

TB/U < -3 SD Sangat Pendek

- 3 s/d <-2 SD Pendek - 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Tinggi

BB/TB < -3 SD Sangat Kurus

- 3 s/d <-2 SD Kurus - 2 s/d +2 SD Normal

> +2 SD Gemuk

Sumber : Depkes RI 2008

Konsumsi energi dan protein dibandingkan dengan angka kecukupan rata-rata yang dianjurkan oleh Departemen Kesehatan tahun 2004 untuk orang indonesia. Angka kecukupan energi dan protein anak umur 1 – 3 tahun yaitu 1000 Kal dan 25 gram, sedangkan angka kecukupan energi dan protein anak umur 4 – 6 tahun yaitu 1550 Kal dan 39 gram. Menurut Gibson (1993) konsumsi energi digolongkan kedalam empat katagori, yaitu; lebih (≥ 100% kecukupan), baik (85% - 100% kecukupan), cukup (70% - 84,9% kecukupan) dan kurang (<70% kecukupan). Sedangkan tingkat konsumsi protein digolongkan menjadi dua katagori, yaitu; baik (≥ 75% kecukupan) dan kurang (<75% kecukupan).

Kebiasaan makan. Data kebiasaan makan diukur berdasarkan skor jawaban, kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu; baik (> 80%), cukup (60% - 80%) dan kurang (<60%) berdasarkan total skor maksimum dari 9 pertanyaan.

Sanitasi lingkungan. Data sanitasi lingkungan diukur berdasarkan skor jawaban, kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu; baik (> 80%),


(34)

cukup (60% - 80%) dan kurang (<60%) berdasarkan total skor maksimum dari 18 pertanyaan.

Higiene. Data higiene diukur berdasarkan skor jawaban, kemudian diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu; baik (> 80%), cukup (60% - 80%) dan kurang (<60%) berdasarkan total skor maksimum dari 5 pertanyaan.

Penentuan analisis data berdasarkan analisis normalitas data menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Variabel yang terdistribusi normal (Umur ibu, status gizi, konsumsi energi dan protein, kebiasaan makan, sanitasi, dan higiene) menggunakan uji beda One-Way ANOVA. Sedangkan variabel yang tidak terdistribusi normal (besar keluarga, pendapatan dan lama diare) menggunakan uji beda Mann-Whitney. Analisis data yang dilakukan untuk menghubungkan antara variabel karakteristik keluarga, status gizi, kebiasaan makan, sanitasi lingkungan, higiene anak dengan frekuensi BAB menggunakan korelasi Rank Spearman. Analisis pengaruh pemberian tempe terhadap diare menggunakan uji duncan yang merupakan hasil lanjut dari uji ANOVA.

Definisi Operasional Tempe adalah pangan olahan kedelai yang difermentasi

Anak adalah anak usia 2–5 tahun yang memenuhi kriteria inklusi yang berpartisipasi dalam penelitian

Besar keluarga adalah banyaknya orang yang hidup dalam satu bangunan rumah dan makan pendapatan yang sama. Besar keluarga diklasifikasikan menjadi tiga kategori: yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang)

Pendapatan keluarga adalah jumlah penerimaan perkapita perbulan yang diperoleh ayah, ibu, atau anggota keluarga lain yang dinilai dalam bentuk uang (rupiah) setiap satu bulan

Diare adalah kondisi buang air besar dengan konsistensi yang lembek sampai encer, bahkan dapat berupa air saja, yang terjadi lebih sering dari biasanya

Penyakit diare anak adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat) dan konsistensi yang lebih lembek atau cair

Lama diare adalah periode diare anak sebelum melakukan pemeriksaan ke puskesmas

Frekuensi BAB anak adalah rata-rata intensitas buang air besar anak selama lima hari pengamatan


(35)

Status gizi anak adalah tingkat kesehatan balita yang diukur dengan menggunakan BB/TB, BB/U, dan TB/U

Tingkat konsumsi energi dan protein adalah perbandingan antara konsumsi energi dan protein rata-rata selama 5 hari dengan kecukupan yang dianjurkan dan dinyatakan dalam bentuk persentase

Kebiasaan makan anak adalah tingkah laku anak dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang melalui sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan

Sanitasi lingkungan adalah pengamatan tentang kondisi yang berkenaan dengan sumber air minum, tempat buang air besar, sampah rumah tangga dan jarak sumber air dengan tempat pembuangan limbah

Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada kesehatan perorangan meliputi kebiasaan mencuci tangan, membersihkan diri (mandi, sikat gigi, potong kuku) dan kebersihan pakaian.


(36)

Kecamatan Ciampea merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Kecamatan ini memiliki luas wilayah seluas 53,6 kilometer persegi. Kecamatan Ciampea terbagi menjadi 13 desa seperti: Bojong Jengkol, Bojong Rangkas, Benteng, Ciampea Udik, Ciampea, Cibadak, Cibanteng, Cibuntu, Cicadas, Cihideung Ilir, Cihideung Udik, Cinangka dan Tegal Waru. Sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Ranca Bungur dan Kemang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Tenjolaya, sebelah barat berbatasan dengan kecamatan Cibungbulang dan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Dramaga.

Kecamatan Dramaga memiliki 10 desa yaitu Babakan, Ciherang, Cikarawang, Dramaga, Neglasari, Petir, Purwasari, Sinar Sari, Suka Damai dan Sukawening dengan jumlah keluarga sebesar 22.143 KK atau 310 Rukun Tetangga. Berdasarkan karakteristik wilayah desa, desa dibagi menjadi kota dan desa. Kecamatan Dramaga memiliki perbandingan desa dan kota yang sama yaitu 5 desa termasuk kota dan 5 desa yang termasuk desa. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Kampung Manggis yang terletak di desa Dramaga.

Kecamatan Dramaga merupakan sebuah kecamatan di Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 2.437.636 ha. Sebagian besar tanah yaitu 972 ha digunakan untuk sawah, 1.145 ha untuk lahan kering (pemukiman, pekarangan, kebun), 49,79 ha lahan basah (rawa, danau, tambak, situ), 20,30 ha lapangan olahraga dan pemakaman umum. Kecamatan Dramaga mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan dengan Kecamatan Tamansari/Ciomas, sebelah barat dengan Kecamatan Ciampea dan sebelah timur dengan Kecamatan Bogor Barat. Curah hujan di Kecamatan Dramaga 1000 – 1500 mm/tahun, dengan ketinggian 500 m dari permukaan laut. Jarak Kecamatan Dramaga dari ibukota Kabupaten Bogor adalah 12 km, dari ibukota Propinsi Jawa Barat adalah 180 km. Jumlah penduduk sebanyak 100.652 jiwa dengan jumlah laki-laki sebesar 50.995 jiwa dan perempuan 49.657 jiwa (BPS 2010).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi

Kecamatan Ciampea terletak sekitar 300 meter diatas permukaan laut (dpl) dengan kontur tanah berupa dataran dan perbukitan, perbukitan di kecamatan Ciampea sekitar 55% dari keseluruhan luas wilayah. Dengan suhu udara sekitar 20 – 30 derajat celsius dan curah hujan mencapai 22 hari per


(37)

Besar keluarga dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-7 orang) dan keluarga besar (≥8 orang) (Hurlock 1998). Sebanyak 63% anak termasuk dalam kelompok keluarga kecil (≤4 orang). Sedangkan hanya 3% anak termasuk dalam keluarga besar (≥8 orang). Jumlah anggota keluarga secara langsung dan tidak langsung sangat mempengaruhi status gizi balita. Karena jumlah keluarga ini akan mempengaruhi seberapa banyak pembagian bahan makanan dalam satu keluarga apalagi bagi keluarga dengan pendapatan orang tua yang rendah. Gambar 1 di bawah ini menggambarkan sebaran anak berdasarkan besar keluarga.

Besar Keluarga

tahun. Jumlah penduduk total berdasarkan Laporan Kependudukan Kecamatan Ciampea tahun 2010 adalah 146.608 jiwa dengan laki-laki sebanyak 75.527 jiwa dan perempuan 71.081 jiwa (BPS 2010). Kecamatan Ciampea memiliki sarana dan prasarana kesehatan sebanyak 145 sarana dan prasarana meliputi puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu, apotek dan toko obat serta balai pengobatan. Selain itu kecamatan Ciampea memiliki tenaga pelayanan kesehatan sebanyak 54 orang yang terdiri dari dokter umum, bidan desa, bidan praktek dan dukun bayi.

Gambar 1 Sebaran anak berdasarkan besar keluarga


(38)

Sebesar 70% anak pada kelompok tempe (25 gram) termasuk keluarga kecil (≤4 orang). Sedangkan 10% anak pada kelompok tempe (25 gram) termasuk keluarga besar (≥8 orang). Pada kelompok tempe (50 gram) dan kelompok kontrol, sebanyak 60% termasuk keluarga kecil dan sisanya termasuk keluarga sedang (40%). Tabel 7 di bawah ini menggambarkan sebaran keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabe 7 Sebaran besar keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan

Besar Keluarga Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n %

Keluarga kecil 7 70 6 60 6 60 19 63

Keluarga sedang 2 20 4 40 4 40 10 33

Keluarga besar 1 10 0 0 0 0 1 3

Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Besarnya keluarga dapat mempengaruhi kepatuhan orang tua anak dalam berpartisipasi pada penelitian ini. Anak yang termasuk keluarga kecil (≤4 orang) memungkinkan orang tua dapat melaksanakan kegiatan yang disarankan peneliti untuk memperhatikan makanan dan perkembangan penyakit diare pada anak. Selain itu menurut Sukarni (1994) menyatakan bahwa besar keluarga akan mempengaruhi status kesehatan seseorang atau keluarga. Besar keluarga akan berpengaruh terhadap pola konsumsi zat gizi anggota keluarga dan mempengaruhi luas per penghuni didalam suatu bangunan rumah yang berpengaruh pada kesehatan anak-anak dan kesehatan ibu. Jumlah anggota keluarga yang banyak, menyebabkan perhatian ibu terhadap anak-anaknya dan anggota keluarga yang lain berkurang, demikian pula dengan perhatian ibu terhadap dirinya sendiri.

Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa rata-rata besar keluarga antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram tidak berbeda nyata (P>0,05). Hal ini bisa terjadi karena sebaran besar keluarga antar kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan.

Pendapatan per kapita keluarga

Pendapatan per kapita perbulan keluarga digunakan sebagai pendekatan terhadap pengeluaran per kapita keluarga anak. Digunakan garis kemiskinan Propinsi Jawa Barat tahun 2009 sebagai acuan yaitu sebesar Rp 191.985,00 perkapita per bulan. Dalam penelitian ini sebanyak 50% keluarga anak memiliki


(39)

pendapatan per kapita diatas garis kemiskinan dengan pendapatan per kapita terendah keluarga anak sebesar Rp 100.000,00 dan pendapatan per kapita tertinggi keluarga anak sebesar Rp 1.000.000,00. Sedangkan rata-rata pendapatan per kapita keluarga anak sebesar Rp 294.000,00 dengan standar deviasi sebesar Rp 212.779,89. Gambar 2 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan pendapatan per kapita keluarga.

Gambar 2 Sebaran anak berdasarkan pendapatan

Berdasarkan kelompok perlakuan, sebanyak 50% keluarga anak pada kelompok perlakuan tempe 25 gram, tempe 50 gram dan kontrol yang memiliki pendapatan perkapita dalam katagori miskin maupun tidak miskin. Tabel 8 di bawah menggambarkan sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 8 Sebaran pendapatan keluarga anak berdasarkan kelompok perlakuan

Pendapatan Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n %

Miskin 5 50 5 50 5 50 15 50

Tidak miskin 5 50 5 50 5 50 15 50

Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Sebanyak 50% jumlah pendapatan keluarga di atas garis kemiskinan sehingga keluarga anak yang berpartisipasi pada penelitian ini dalam kondisi tidak miskin. Menurut Rokhana (2005) memaparkan bahwa pendapatan


(40)

Pengelompokan umur ibu berdasarkan pada pengkategorian menurut Papalia & Old (1986). Umur ibu dikategorikan menjadi kategori umur remaja (<20 tahun), dewasa awal (20-40 tahun), dewasa tengah (41-65 tahun) dan dewasa akhir (≥65 tahun). Pada penelitian ini diketahui bahwa umur ibu minimum yaitu 20 tahun dan umur ibu maksimum yaitu 44 tahun. Sedangkan rata-rata umur ibu yaitu 28,8 tahun dengan standar deviasi 7,15. Berdasarkan umur ibu yang diketahui, umur ibu anak dikatagorikan menjadi 20 - 40 tahun dan 41 - 65 tahun. Sebesar 97% umur ibu anak berkisar 20 - 40 tahun, dengan demikian hampir semua ibu yang berpartisipasi dalam penelitian ini merupakan ibu-ibu yang termasuk dalam katagori dewasa awal. Gambar 3 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan umur ibu.

Umur Ibu

Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa besar pendapatan keluarga anak tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini dapat terjadi karena sebaran pendapatan keluarga anak tidak berbeda signifikan antara kelompok perlakuan.

merupakan salah satu unsur yang dapat mempengaruhi status gizi. Hal ini menyangkut daya beli keluarga untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makan. Sedangkan menurut Suhardjo (1989) menyebutkan bahwa keluarga dan masyarakat yang penghasilannya rendah, mempergunakan sebagian besar dari keuangannya untuk membeli makanan dan bahan makanan, dan semakin tinggi penghasilan itu, semakin menurun bagian penghasilan yang dipakai untuk membeli makanan. Dengan meningkatnya pendapatan perorangan, terjadilah perubahan-perubahan dalam susunan makanan.


(41)

Berdasarkan kelompok perlakuan, umur ibu yang termasuk katagori umur 41-65 tahun hanya terdapat pada kelompok perlakuan tempe 50 gram yaitu sebesar 10% dari jumlah ibu anak pada kelompok perlakuan tempe 50 gram. Tabel 9 di bawah ini menggambarkan sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 9 Sebaran umur ibu anak berdasarkan kelompok perlakuan

Umur Ibu anak Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n %

20-40 tahun 10 100 9 90 10 100 29 97

41-65 tahun 0 0 1 10 0 0 1 3

Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Berdasarkan data umur ibu anak termasuk kedalam katagori dewasa awal yang dapat dikatakan telah cukup dan siap dalam mengasuh anak. Menurut Hurlock (1998) ibu yang masih berusia muda cenderung untuk mendahulukan kepentingannya sendiri, sehingga waktu pengasuhan menjadi sangat singkat dan tidak menyenangkan. Sebaliknya pada ibu yang lebih berumur cenderung akan menerima dengan senang hati tugasnya sebagai ibu, sehingga akan mempengaruhi pula terhadap kuantitas dan kualitas pengasuhan anak.

Hasil uji ANOVA menunjukkan bahwa rata-rata umur ibu tidak berbeda nyata antara kelompok perlakuan kontrol, tempe 25 gram dan tempe 50 gram (P>0,05). Hal ini bisa disebabkan oleh sebaran umur ibu anak pada setiap kelompok perlakuan tidak berbeda signifikan.

Karakteristik Anak Umur Anak

Pada penelitian ini umur anak minimum 2 tahun dan maksimum 5 tahun. Rata-rata usia anak sebesar 3,1 tahun dengan standar deviasi sebesar 0,92. Berdasarkan nilai angka kecukupan gizi anak balita 1-6 tahun di golongkan menjadi 1-3 tahun dan 4-6 tahun, maka pada penelitian ini umur anak dikelompokkan menjadi 2-3 tahun dan 4-5 tahun. Sebesar 73% anak memiliki umur 2-3 tahun dan 27% anak memiliki umur 4-5 tahun. Gambar 4 di bawah menggambarkan sebaran anak berdasarkan kelompok umur.


(42)

Gambar 4 Sebaran anak berdasarkan kelompok umur

Berdasarkan kelompok perlakuan, sebesar 60% anak kelompok perlakuan tempe 25 gram memiliki umur 2 - 3 tahun dan 80% anak kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol. Sebesar 40% anak kelompok perlakuan tempe 25 gram memiliki umur 4 – 5 tahun. Sedangkan kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol masing-masing sebesar 20% yang memiliki umur 4 – 5 tahun. Sebagian besar anak memiliki umur 2 - 3 tahun sebesar 73% dan sekitar 27% anak memiliki umur 4 – 5 tahun. Tabel 10 di bawah menggambarkan sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 10 Sebaran umur anak berdasarkan kelompok perlakuan

Umur anak Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n %

2-3 tahun 6 60 8 80 8 80 22 73

4-5 tahun 4 40 2 20 2 20 8 27

Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Pada penelitian ini diikuti oleh anak laki-laki dan perempuan dalam jumlah yang sama yaitu masing-masing sebesar 50%. Berdasarkan perlakuan anak, kelompok perlakuan tempe 50 gram dan kontrol diikuti oleh 40% anak laki-laki dan 60% anak perempuan, sedangkan kelompok perlakuan tempe 25 gram


(43)

diikuti 70% anak laki-laki dan 30% anak perempuan. Tabel 11 di bawah ini menggambarkan sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 11 Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok perlakuan

Jenis kelamin Tempe (25 gram) Tempe (50 gram) Kontrol Total

n % n % n % n %

Laki-laki 7 70 4 40 4 40 15 50

Peremuan 3 30 6 60 6 60 15 50

Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Berdasarkan kelompok umur, anak laki-laki sebesar 55% berumur 2 - 3 tahun dan 38% berumur 4 - 5 tahun. Sedangkan anak perempuan sebesar 45% berumur 2 - 3 tahun dan 63% berumur 4 - 5 tahun. Anak umur 2 - 3 tahun sebagian besar berjenis kelamin laki-laki, sedangkan anak umur 4 - 5 tahun berjenis kelamin perempuan. Tabel 12 di bawah ini menggambarkan sebaran jenis kelamin berdasarkan kelompok umur anak.

Tabel 12 Sebaran jenis kelamin anak berdasarkan kelompok umur anak

Jenis kelamin 2-3 tahun 4-5 tahun Total

n % n % n %

Laki-laki 12 55 3 38 15 50

Perempuan 10 45 5 63 15 50

Total 22 100 8 100 30 100

Status Gizi Anak

Komponen penilaian status gizi meliputi konsumsi pangan, pemeriksaan biokimia, pemeriksaan klinis dan riwayat kesehatan, pemeriksaan antropometri serta data psikososial. Status gizi sebagai keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbtion) dan penggunaan (utilization) zat gizi. Pada dasarnya, status gizi merupakan refleksi dari makanan yang dikonsumsi dan dimonitori dari pertumbuhan fisik anak (Riyadi 2001). Pada penelitian ini penilaian status gizi menggunakan pemeriksaan antropometri berdasarkan indeks BB/TB, BB/U, dan TB/U dan menilai konsumsi energi dan protein anak.

Pemeriksaan antropometri

Pada penelitian ini status gizi balita diukur dengan pemeriksaan antropometri menggunakan metode z-skor WHO-NCHS berdasarkan indeks


(44)

antropometri BB/TB, BB/U dan TB/U. Indikator BB/U menunjukan secara sensitif status gizi saat ini namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator TB/U menggambarkan status gizi masa lalu, sedangkan Indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini biasanya digunakan bila umur sulit diperoleh (Supariasa et al 2002).

Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) sebanyak (80%) termasuk dalam katagori status gizi normal. Pada kelompok tempe 25 gram dan kelompok kontrol sekitar 10% memilik status gizi gemuk dan 20% memiliki status gizi kurus. Sedangkan pada kelompok perlakuan tempe 50 gram sebesar 100% dalam katagori normal. Tabel 13 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan.

Tabel 13 Sebaran status gizi anak (BB/TB) berdasarkan kelompok perlakuan

Status gizi (BB/TB) Tempe(25gram) Tempe(50gram) Kontrol Total

n % n % n % n %

Gemuk 1 10 0 0 1 10 2 7

Kurus 2 20 0 0 2 20 4 13

Normal 7 70 10 100 7 70 24 80

Total 10 100 10 100 10 100 30 100

Pada pengukuran status gizi berdasarkan indeks BB/TB diatas menggunakan metode zskor memperlihatkan nilai zskor minimum sebesar 2,28 dan nilai zskor maksimum sebesar 3,47. Ratarata nilai zskor sebesar -0,52 dengan standar deviasi sebesar 1,43. Dari nilai minimum dapat dikatakan bahwa status gizi minimum anak yaitu kurus (nilai z-skor terletak antara -3 SD s/d <-2 SD). Sedangkan nilai maksimum menggambarkan status gizi maksimum anak yaitu gemuk (nilai z-skor >2 SD).

Status gizi anak berdasarkan indeks berat badan menurut umur (BB/U) sebagian besar anak berstatus gizi baik sebesar 70%. Pada kelompok perlakuan tempe 25 gram memilik status gizi baik dan gizi kurang masing-masing 50%. Sedangkan pada kelompok tempe 50 gram dan kontrol yang memilik status gizi baik masing-masing sebesar 80%.

Tabel 14 di bawah menggambarkan sebaran status gizi anak (BB/U) berdasarkan kelompok perlakuan.


(1)

Lampiran 5 Hasil uji Mann-Whitney

Nilai sig (2-tailed)

No Variabel

Kontrol/Tempe

25 gram

Kontrol/Tempe

50 gram

Tempe 25

gr/Tempe 50 gr

1 Besar

keluarga

0,707

0,478

0,282

2 Pendapatan

0,677

0,850

0,940

3 Lama

diare

0,287

0,158

0,912

*signifikan pada

α

=0,05

Lampiran 6 Hasil uji deskriptif variabel

Variabel

n Minimum Maximum Mean Std.

Deviation

ZskorBBTB

30

-2,28

3,47

-0,5243 1,43717

ZskorBBU

30

-3,09

0,23

-1,6353 0,92211

ZskorTBU

30

-7,36

-0,15

-2,25 1,54875

BesarKeluarga

30

3

8

4,2 1,448

pendapatanKapita

30

100000

1000000

294000 212772,899

UmurIbu

30

20

44

28,8 7,155

UmurAnak

30

2

5

3,1 0,923

Jeniskelamin

30

1

2

1,5 0,509

Energi

30

519

1602

1046,27 313,43

Protein

30

14

47

28,93 9,051

KebMakan

30

40,74

88,89

72,963 10,88121

Sanitasi

30

55,56

94,44

71,4823 10,18335

Higiene

30

60

93,33

78,8897 8,22796

FBAB

30

4

21

10,67 4,237


(2)

Lampiran 7 Hasil uji Duncan

Tabel deskriptif frekuensi BAB

n Mean Std.

Deviation

Std.

Error

95%

Minimum Maximum

Lower

Bound

Upper

Bound

Kontrol

10 12,8

4,962

1,569

9,25

16,35

6

21

Tempe(25 gram) 10 10,4

4,061

1,284

7,5

13,3

5

17

Tempe(50 gram) 10 8,8 2,781

0,879

6,81

10,79

4

14

Total

30 10,67

4,237

0,774

9,08

12,25

4

21

Tabel homogenitas data frekuensi BAB

Levene Statistic

df1

df2

Sig.

2,433 2

27

0,107

Tabel ANOVA frekuensi BAB

Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between Groups

81,067

2

40,533

2,49 0,102

Within Groups

439,6

27

16,281

Total

520,667

29

Tabel hasil uji Duncan frekuensi BAB

Kelompok n

Subset for alpha

= 0.05

1 2

Tempe(50 gram)

10 8,8

Tempe(25 gram)

10 10,4 10,4

Kontrol

10 12,8


(3)

Lampiran 8 Hasil uji korelasi Rank Spearman antar variabel

Variabel BesarKeluarga Pendapatan UmurIbu UmurAnak Jeniskelamin ZskorBBTB ZskorBBU ZskorTBU Energi Protein KebMakan Sanitasi Higiene FBAB LamaDiare BesarKeluarga

Rs 1,000 -0.525** 0.677** -0,080 -0,065 -0,049 -0,250 -0,215 0,209 0,150 -0,173 -0,066 0,150 0,054 0,005

P 0,003 0,000 0,675 0,731 0,797 0,182 0,254 0,268 0,430 0,361 0,729 0,429 0,777 0,980 Pendapatan

Rs 1,000 -0,342 0,079 -0,058 -0,136 -0,024 0,115 -0,275 -0,130 0,091 0,295 0,318 0,213 -0,075

P 0,064 0,680 0,761 0,472 0,900 0,545 0,141 0,493 0,633 0,114 0,087 0,258 0,695 UmurIbu

Rs 1,000 0,042 -0,124 -0,144 -0,233 -0,032 0.432* 0,248 -0,157 0,067 0,171 -0,019 0,004

P 0,827 0,515 0,447 0,215 0,868 0,017 0,187 0,407 0,724 0,367 0,920 0,985

UmurAnak

Rs 1,000 0,062 -0,254 -0,054 0,213 -0,101 -0,079 -0,096 -0,007 0,216 -0,110 -0,097

P 0,746 0,176 0,778 0,258 0,595 0,678 0,615 0,970 0,252 0,563 0,612

Jeniskelamin

Rs 1,000 -0,196 0,262 0.597** -0,142 0,050 -0,004 -0,024 0,072 0,000 0,121

P 0,298 0,161 0,000 0,453 0,792 0,984 0,902 0,707 1,000 0,523

ZskorBBTB

Rs 1,000 0.609** -0,271 0,067 0,140 -0,188 0,107 0,030 0.428* 0,098

P 0,000 0,147 0,725 0,460 0,321 0,574 0,876 0,018 0,605

ZskorBBU

Rs 1,000 0.538** -0,002 0,233 -0,026 0,071 0,218 0,238 -0,046

P 0,002 0,990 0,216 0,890 0,710 0,248 0,206 0,808

ZskorTBU

Rs 1,000 -0,028 0,121 0,173 0,089 0,225 -0,116 -0,108

P 0,882 0,524 0,362 0,639 0,232 0,542 0,571

Energi

Rs 1,000 0.812** 0,058 0,223 -0,022 -0,089 0,266

P 0,000 0,759 0,236 0,908 0,640 0,156

Protein

Rs 1,000 0,087 0.405* 0,137 -0,088 0,235

P 0,647 0,027 0,470 0,644 0,211

KebMakan

Rs 1,000 0,157 -0,029 -0,262 -0,114

P 0,407 0,880 0,162 0,549

Sanitasi

Rs 1,000 0,144 -0,093 0,119

P 0,448 0,626 0,533

Higiene

Rs 1,000 0,332 -0,096

P 0,073 0,615

FBAB

Rs 1,000 0,230

P 0,222

LamaDiare

Rs 1,000

P


(4)

Lampiran 9 Hasil uji korelasi Rank Spearman pada kebiasaan makan

*signifikan pada α=0,05 ** signifikan pada α=0,01

makan1 makan2 makan3 makan4 makan5 makan6 makan7 makan8 makan9 frekuensiBAB lamaDiare

makan1 Rs 1,000 .425* 0,318 -0,069 0,331 0,207 -0,006 0,169 0,075 0,100 -0,107

P 0,019 0,087 0,717 0,074 0,272 0,974 0,371 0,696 0,599 0,574

makan2 Rs 1,000 0,160 0,114 .737** 0,000 0,125 0,347 -0,095 -0,305 -0,071

P 0,398 0,549 0,000 1,000 0,510 0,060 0,616 0,102 0,711

makan3 Rs 1,000 0,328 0,359 0,188 0,080 0,173 0,119 -0,151 -0,204

P 0,077 0,051 0,319 0,675 0,362 0,531 0,427 0,280

makan4 Rs 1,000 0,091 0,039 0,264 0,262 -0,211 -0,296 0,307

P 0,634 0,837 0,159 0,161 0,262 0,112 0,099

makan5 Rs 1,000 0,084 -0,035 0,334 -0,045 -.407* -0,326

P 0,661 0,854 0,071 0,812 0,026 0,079

makan6 Rs 1,000 0,312 0,136 0,153 -0,159 -0,207

P 0,094 0,473 0,421 0,402 0,273

makan7 Rs 1,000 -0,055 -0,144 -0,068 0,326

P 0,774 0,447 0,721 0,079

makan8 Rs 1,000 -0,164 0,027 -0,024

P 0,387 0,889 0,900

makan9 Rs 1,000 -0,031 -0,175

P 0,871 0,355

frekuensiBAB Rs 1,000 0,230

P 0,222

lamaDiare Rs 1,000


(5)

Lampiran 10 Hasil uji korelasi Rank Spearman pada Higiene

*signifikan pada α=0,05 ** signifikan pada α=0,01

Variabel

Higiene1

higiene2

higiene3

higiene4

higiene5

frekuensiBAB

lamaDiare

Higiene1 Rs

1,000

0,081

-0,009

-0,211

0,253

0,352

0,181

P

0,672

0,961

0,262

0,178

0,056

0,337

higiene2 Rs

1,000

-0,039

0,089

-0,091

-0,084

-0,222

P

0,838

0,640

0,632

0,660

0,238

higiene3 Rs

1,000

.394*

-0,062

0,150

-0,029

P

0,031

0,746

0,429

0,879

higiene4 Rs

1,000

-0,159

0,023

0,032

P

0,400

0,903

0,865

higiene5 Rs

1,000

0,032

-0,289

P

0,867

0,121

frekuensiBAB Rs

1,000

0,230

P

0,222

lamaDiare Rs

1,000


(6)

San1 Rs 1,000 -0,196 -0,276 0,224 -0,354 -0,093 -0,068 0,167 0,167 -0,294 -0,238 -0,075 -0,079 0,167 0,075 0,033 -0,134 0,208 -0,010 -0,101 P 0,299 0,140 0,235 0,055 0,626 0,721 0,379 0,379 0,115 0,205 0,692 0,679 0,379 0,692 0,861 0,481 0,271 0,960 0,595 san2 Rs 1,000 -0,216 -0,175 -0,277 -0,073 0,080 -.850** -.850** 0,154 -0,120 0,015 0,015 0,131 0,207 0,026 -0,105 -0,109 0,074 0,053 P 0,251 0,354 0,138 0,702 0,674 0,000 0,000 0,417 0,527 0,938 0,935 0,491 0,272 0,891 0,581 0,568 0,698 0,779 san3 Rs 1,000 0,176 .446* -0,102 0,032 0,184 0,184 -0,015 0,032 0,154 -0,118 0,184 -0,154 -0,200 -0,147 0,256 0,037 0.502** P 0,352 0,014 0,590 0,866 0,331 0,331 0,935 0,866 0,415 0,535 0,331 0,415 0,289 0,437 0,172 0,848 0,005 san4 Rs 1,000 0,253 -0,083 .365* 0,149 0,149 -0,351 0,000 -0,135 0,176 -0,149 -0,067 -0,239 0,239 -0,031 -0,057 0,060 P 0,177 0,663 0,047 0,432 0,432 0,057 1,000 0,477 0,352 0,432 0,723 0,203 0,203 0,871 0,765 0,754 san5 Rs 1,000 0,263 0,000 0,236 0,236 0,069 0,144 0,267 -0,223 0,000 -.426* -0,236 0,094 -0,049 -0,090 0,064 P 0,161 1,000 0,210 0,210 0,716 0,447 0,155 0,236 1,000 0,019 0,209 0,619 0,797 0,635 0,736 san6 Rs 1,000 -0,152 0,062 0,062 0,073 -0,152 0,112 -0,102 0,062 -0,112 -0,174 -0,050 0,141 -0,172 -0,326 P 0,424 0,745 0,745 0,702 0,424 0,556 0,590 0,745 0,556 0,359 0,795 0,456 0,362 0,078 san7 Rs 1,000 -0,181 -0,181 -0,080 -0,111 0,031 0,193 -0,181 -0,185 0,191 0,055 -.367* 0,158 0,041 P 0,337 0,337 0,674 0,559 0,872 0,307 0,337 0,329 0,312 0,775 0,046 0,405 0,829 san8 Rs 1,000 1.000** -0,131 0,272 -0,201 0,184 -0,111 -0,302 0,089 0,089 0,208 -0,058 -0,081 P . 0,491 0,146 0,287 0,331 0,559 0,105 0,640 0,640 0,271 0,761 0,671 san9 Rs 1,000 -0,131 0,272 -0,201 0,184 -0,111 -0,302 0,089 0,089 0,208 -0,058 -0,081 P 0,491 0,146 0,287 0,331 0,559 0,105 0,640 0,640 0,271 0,761 0,671 san10 Rs 1,000 -0,080 .650** -.479** 0,196 -0,207 -0,223 -0,288 -0,095 -0,097 0,291 P 0,674 0,000 0,007 0,299 0,272 0,237 0,122 0,618 0,611 0,118 san11 Rs 1,000 -0,277 .515** -.408* -0,185 0,055 0,055 0,056 0,028 0,029 P 0,138 0,004 0,025 0,329 0,775 0,775 0,767 0,885 0,880 san12 Rs 1,000 -.737** .553** -0,318 -0,191 -0,141 -0,146 -0,039 0,087 P 0,000 0,002 0,087 0,311 0,457 0,441 0,836 0,648 san13 Rs 1,000 -.604** 0,024 0,274 0,169 0,256 0,091 -0,076 P 0,000 0,901 0,143 0,373 0,172 0,631 0,688 san14 Rs 1,000 -0,050 -0,134 -0,356 -0,023 -0,174 -0,074 P 0,792 0,481 0,053 0,904 0,358 0,697 san15 Rs 1,000 -.413* -0,161 -0,010 -0,227 0,110 P 0,023 0,395 0,956 0,227 0,564 san16 Rs 1,000 0,286 0,018 0,333 -0,271 P 0,126 0,923 0,072 0,147 san17 Rs 1,000 -0,074 0,000 -0,348

P 0,698 1,000 0,059

san18 Rs 1,000 -0,233 0,151