Identifikasi Daun Shorea menggunakan KNN berdasarkan Komponen Warna dengan Praproses Discrete Wavelet Transform

IDENTIFIKASI DAUN SHOREA MENGGUNAKAN KNN
BERDASARKAN KOMPONEN WARNA DENGAN
PRAPROSES DISCRETE WAVELET TRANSFORM

SEPTY KURNIAWATI MASYHUD

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Daun
Shorea menggunakan KNN berdasarkan Komponen Warna dengan Praproses
Discrete Wavelet Transform adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2013
Septy Kurniawati Masyhud
NIM G64104070

ABSTRAK
SEPTY KURNIAWATI MASYHUD. Identifikasi Daun Shorea dengan KNN
berdasarkan Komponen Warna dengan Praproses Discrete Wavelet Transform.
Dibimbing oleh AZIZ KUSTIYO.
Shorea adalah salah satu dari famili Dipterocarpacea yang menghasilkan
kayu bernilai ekonomi tinggi. Shorea sulit diidentifikasi karena memiliki kemiripan
dan memiliki banyak jenis. Pada penelitian ini dikembangkan sistem identifikasi daun
Shorea menggunakan K-Nearest Neighbour (KNN) berdasarkan komponen warna
dengan praproses Discrete Wavelet Transform. Setiap komponen G dan V
menghasilkan rata-rata akurasi terbaik sebesar 80% dengan dekomposisi delapan
level.
Kata kunci: Discrete Wavelet Transform, HSV, K-Nearest Neighbour, RGB,
Shorea


ABSTRACT
SEPTY KURNIAWATI MASYHUD. Shorea Leaves Identification using KNN
based on colour components with Discrete Wavelet Transform Preprocessing.
Supervised by AZIZ KUSTIYO.
A member of the Dipterocarpaceae family, Shorea, is the most
commercially valuable timber. Shorea is difficult to be identified because of their
similarity and hundreds of Shorea genus. This research developed a system to
identify Shorea leaves using K-Nearest Neighbour (KNN) based on colour
components. Discrete Wavelet Transform (DWT) is used as the preprocessing
technique. Each component of G and V gave the best average accuracy of 80% by
using eight level decomposition of DWT.
Keywords: Discrete Wavelet Transform, HSV, K-Nearest Neighbour, RGB,
Shorea

IDENTIFIKASI DAUN SHOREA MENGGUNAKAN KNN
BERDASARKAN KOMPONEN WARNA DENGAN
PRAPROSES DISCRETE WAVELET TRANSFORM

SEPTY KURNIAWATI MASYHUD


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Identifikasi Daun Shorea menggunakan KNN berdasarkan
Komponen Warna dengan Praproses Discrete Wavelet Transform
Nama
: Septy Kurniawati Masyhud
NIM
: G64104070

Disetujui oleh


Aziz Kustiyo, SSi, MKom
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Kedua orang tua dan kakak yang telah memberikan dukungan, perhatian,
dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
2 Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom selaku pembimbing yang telah banyak
memberikan saran dan ide.
3 Dosen penguji, Bapak Sony Hartono Wijaya, SKom, MKom dan Bapak

Muhammad Asyhar Agmalaro, SSi, MKom atas saran dan bimbingannya.
4 Pihak Kebun Raya Bogor atas sampel daun Shorea.
5 Pihak Biotrop atas literatur tentang Shorea.
6 Teman-teman satu bimbingan, Erni, Mba Sri, Ayu, Cory, Ilvi, Bang Asep,
dan Bangkit, terima kasih atas kerjasamanya.
7 Teman-teman Alih Jenis Ilkom angkatan 5, atas kerjasamanya selama
penelitian.
8 Teman-teman kos M24 yang telah memberikan dukungan dan perhatian.
9 Semua pihak yang telah membantu yang belum disebutkan di atas.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Maret 2013
Septy Kurniawati Masyhud

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR


xi

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Shorea

2

Analisis Tekstur


3

Discrete Wavelet Transform

3

Wavelet Haar

4

Pengolahan Citra Berwarna Model RGB

5

Pengolahan Citra Berwarna Model HSV

5

K-Fold Cross Validation


6

K-Nearest Neighbour

6

METODE

7

Pengumpulan Data Citra

7

Citra Daun

7

Ekstraksi Warna RGB


7

Ekstraksi Warna HSV

9

Ekstraksi Fitur Wavelet Haar

9

Pembagian Data

10

Klasifikasi K-NN

10

Perhitungan Akurasi


10

Lingkungan Pengembangan

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

11

Percobaan 1: Dekomposisi 3 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 12

Percobaan 2: Dekomposisi 4 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 14
Percobaan 3: Dekomposisi 5 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 15
Percobaan 4: Dekomposisi 6 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 17
Percobaan 5: Dekomposisi 7 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 19
Percobaan 6: Dekomposisi 8 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 20
Percobaan 7: Dekomposisi 9 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V 22
Perbandingan Akurasi antara Citra Berwarna Model RGB dan HSV

24

Analisis Kesalahan pada Citra Berwarna Model RGB

25

Analisis Kesalahan pada Citra Berwarna Model HSV

28

Penggabungan Komponen Warna

31

Perbandingan dengan Penelitian Terkait

31

SIMPULAN DAN SARAN

32

Simpulan

32

Saran

32

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

34

RIWAYAT HIDUP

57

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Bentuk 5-fold cross validation dengan • = data uji, × = data latih
Rancangan percobaan
Ukuran citra hasil dekomposisi untuk masing-masing komponen
warna R, G, B, H, S, dan V
Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 3 level
Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 4 level
Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 5 level
Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 6 level
Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 7 level
Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 8 level
Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 9 level
Hasil akurasi citra model RGB dan HSV di setiap dekomposisi
level
Rata-rata akurasi pada penggabungan komponen warna
dekomposisi 8 level
Perbandingan hasil akurasi dengan penelitian sebelumnya pada
citra model RGB, HSV, dan grayscale

10
11
12
12
14
16
17
19
21
22
25
31
32

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Citra hasil dekomposisi
RGB dalam bentuk koordinat kartesian
Model warna HSV
Metodologi penelitian
(a) Contoh citra asli Shorea seminis, (b) komponen warna R, (c)
komponen warna G, (d) komponen warna B
6 (a) Contoh citra berwarna model HSV, (b) komponen warna H,
(c) komponen warna S, (d) komponen warna V
7 Contoh citra daun Shorea dekomposisi 3 level
8 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 3 level
9 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 3 level
10 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 4 level
11 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 4 level

4
5
6
8
8
9
9
13
13
15
15

12 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 5 level
13 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 5 level
14 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 6 level
15 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 6 level
16 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan
dekomposisi 7 level
17 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 7 level
18 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan
dekomposisi 8 level
19 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 8 level
20 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 9 level
21 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 9 level
22 Hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen R, G, dan B pada
setiap dekomposisi level
23 Hasil rata-rata akurasi tertinggi dari komponen H, S, dan V pada
setiap level dekomposisi
24 (a) marcoptera 5 (b) leprosula 3
25 (a) seminis 5 (b) lepida 1
26 (a) seminis 8 (b) materialis 4
27 Citra materialis yang sering teridentifikasi sebagai javanica (a)
materialis 3, (b) materialis 4, (c) materialis 5, (d) materialis 7,
(e) materialis 8 (f) materialis 9
28 Citra javanica (a) javanica 4, (b) javanica 5, (c) javanica 7, (d)
javanica 8, (e) javanica 9, (f) javanica 10
29 (a) javanica, (b) lepida, (c) platycados
30 (a) johorensis, (b) leprosula, (c) marcoptera, (d) seminis, (d)
materialis, (e) palembanica, (f) pinanga
31 Citra materialis (a) materialis 1, (b) materialis 2, (c) materialis 3,
(d) materialis 4, (e) materialis 5, (f) materialis 6, (g) materialis 7,
(h) materialis 8, (i) materialis 9, (j) materialis 10
32 Citra pinanga (a) pinanga 2, (b) pinanga 3, (c) pinanga 4, (d)
pinanga 7, (e) pinanga 9, (f) pinanga 10
33 Citra johorensis yang sering salah diklasifikasikan (a) johorensis
1, (b) johorensis 2, (c) johorensis 5, (d) johorensis 7, (e)
johorensis 8, (f) johorensis 9, (g) johorensis 10

16
17
18
18
19
20
21
22
23
23
24
24
25
26
26

27
27
28
28

29
29

30

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23

Confusion
nilai k=7
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=7
Confusion
nilai k=3
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=7
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=3
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=3
Confusion
nilai k=7
Confusion
nilai k=3
Confusion
nilai k=7
Confusion
nilai k=3
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=3
Confusion
nilai k=7
Confusion
nilai k=5
Confusion
nilai k=5

matrix pada komponen R dekomposisi 3 level dengan
34
matrix pada komponen G dekomposisi 3 level dengan
34
matrix pada komponen B dekomposisi 3 level dengan
35
matrix pada komponen H dekomposisi 3 level dengan
35
matrix pada komponen S dekomposisi 3 level dengan
35
matrix pada komponen V dekomposisi 3 level dengan
36
matrix pada komponen R dekomposisi 4 level dengan
36
matrix pada komponen G dekomposisi 4 level dengan
36
matrix pada komponen B dekomposisi 4 level dengan
37
matrix pada komponen H dekomposisi 4 level dengan
37
matrix pada komponen S dekomposisi 4 level dengan
37
matrix pada komponen V dekomposisi 4 level dengan
38
matrix pada komponen R dekomposisi 5 level dengan
38
matrix pada komponen G dekomposisi 5 level dengan
38
matrix pada komponen B dekomposisi 5 level dengan
39
matrix pada komponen H dekomposisi 5 level dengan
39
matrix pada komponen S dekomposisi 5 level dengan
39
matrix pada komponen V dekomposisi 5 level dengan
40
matrix pada komponen R dekomposisi 6 level dengan
40
matrix pada komponen G dekomposisi 6 level dengan
40
matrix pada komponen B dekomposisi 6 level dengan
41
matrix pada komponen H dekomposisi 6 level dengan
41
matrix pada komponen S dekomposisi 6 level dengan
41

24 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 6 level
nilai k=3
25 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 7 level
nilai k=5
26 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 7 level
nilai k=3
27 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 7 level
nilai k=5
28 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 7 level
nilai k=3
29 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 7 level
nilai k=7
30 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 7 level
nilai k=5
31 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 8 level
nilai k=3
32 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 8 level
nilai k=3
33 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 8 level
nilai k=5
34 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 8 level
nilai k=3
35 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 8 level
nilai k=7
36 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 8 level
nilai k=3
37 Confusion matrix pada komponen R dekomposisi 9 level
nilai k=3
38 Confusion matrix pada komponen G dekomposisi 9 level
nilai k=5
39 Confusion matrix pada komponen B dekomposisi 9 level
nilai k=3
40 Confusion matrix pada komponen H dekomposisi 9 level
nilai k=5
41 Confusion matrix pada komponen S dekomposisi 9 level
nilai k=3
42 Confusion matrix pada komponen V dekomposisi 9 level
nilai k=5
43 Confusion matrix pada penggabungan komponen R
dekomposisi 8 level dengan nilai k=1
44 Confusion matrix pada penggabungan komponen R
dekomposisi 8 level dengan nilai k=5
45 Confusion matrix pada penggabungan komponen G
dekomposisi 8 level dengan nilai k=7
46 Confusion matrix pada penggabungan komponen H
dekomposisi 8 level dengan nilai k=1
47 Confusion matrix pada penggabungan komponen H
dekomposisi 8 level dengan nilai k=7

dengan
42
dengan
42
dengan
42
dengan
43
dengan
43
dengan
43
dengan
44
dengan
44
dengan
44
dengan
45
dengan
45
dengan
45
dengan
46
dengan
46
dengan
46
dengan
47
dengan
47
dengan
47
dengan
48
dan G
48
dan B
48
dan B
49
dan S
49
dan V
49

48 Confusion matrix pada penggabungan komponen S dan V
dekomposisi 8 level dengan nilai k=1
49 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan
dekomposisi 3 level
50 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan
dekomposisi 4 level
51 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan
dekomposisi 5 level
52 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan
dekomposisi 6 level
53 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan
dekomposisi 7 level
54 Akurasi komponen warna R, G, B, H, S, V di setiap fold dengan
dekomposisi 8 level
55 Akurasi penggabungan komponen warna di setiap fold dengan
dekomposisi 8 level

50
50
51
52
53
54
55
56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dipterocarpaceae merupakan salah satu famili dari keanekaragaman hayati
hutan hujan tropis di Indonesia. Salah satu genus terbesar dalam
Dipterocarpaceae adalah Shorea yang dikenal sebagai Meranti. Daerah tropis
merupakan tempat penyebaran tumbuhan Shorea dan pusat distribusinya adalah
Semenanjung Malaysia, Sumatera, dan Kalimantan. Di Indonesia sebagian besar
Shorea terdapat di Kalimantan sebanyak 140 spesies dan Sumatera sebanyak 53
spesies (Noviany et al. 2003).
Dipterocarpaceae sulit untuk diidentifikasi terutama di Kalimantan yang
memiliki jenis terbanyak. Ketidakmampuan untuk mengenal individu
Dipterocarpaceae di hutan memperbesar terjadinya eksploitasi Dipterocarpaceae
khususnya jenis Shorea (Newman et al. 1999).
Salah satu penyebab terjadinya eksploitasi pada Shorea adalah Shorea
sebagai penghasil kayu yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Untuk
mencegah eksploitasi yang dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pemilihan
kayu yang tidak tepat, akan dilakukan identifikasi Shorea melalui sistem yang
dapat mengidentifikasi Shorea dengan tepat.
Identifikasi tumbuhan biasanya dilakukan menggunakan batang, daun, buah,
dan bunga. Jika menggunakan batang, batang pohon akan cepat berubah warna
atau kedalaman alurnya sejalan dengan bertambahnya umur pohon. Identifikasi
menggunakan buah dan bunga sulit dilakukan karena buah dan bunga tumbuh
secara musiman sehingga sulit untuk didapatkan. Untuk memudahkan identifikasi
Shorea, maka daun dipilih sebagai obyek identifikasi. Daun dipilih karena mudah
digunakan sebagai obyek pengamatan khususnya berupa citra daun dan daun
tersedia sepanjang waktu.
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain
dilakukan oleh Ramadhan (2012) dan Aminudin (2010). Ramadhan (2012) telah
melakukan penelitian menggunakan DWT Haar, histogram warna HSV, dan
Backpropagation Neural Network sebagai teknik klasifikasi yang menghasilkan
akurasi 90%. Aminudin (2010) menggunakan histogram warna HSV dan RGB
dalam ekstraksi pelatihan citra belimbing. Penelitian tersebut menghasilkan
akurasi terbaik sebesar 63.44% untuk histogram R dan 78.87% untuk histogram H.
Pada penelitian ini akan digunakan data citra daun Shorea dengan ekstraksi
tekstur discrete wavelet transform dari komponen warna RGB dan HSV dengan
K-Nearest Neighbour sebagai teknik klasifikasinya.
.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ada pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
1 Bagaimana penerapan metode ekstraksi warna RGB dan HSV dengan
mengambil masing-masing komponen warna dari kedua model warna
tersebut.

2
2
3

Bagaimana penerapan metode ekstraksi tekstur discrete wavelet transform
dari komponen warna RGB dan HSV.
Bagaimana penerapan teknik klasifikasi K-Nearest Neighbour untuk hasil
dari metode ekstraksi tekstur discrete wavelet transform.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menerapkan metode ekstraksi tekstur
menggunakan discrete wavelet transform dari komponen warna RGB dan HSV,
serta teknik klasifikasi menggunakan K-Nearest Neighbour untuk
mengidentifikasi citra daun Shorea.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah membantu identifikasi Shorea
berdasarkan citra daun sehingga mudah untuk mengklasifikasikan jenisnya.

Ruang Lingkup Penelitian
1

2
3
4

Ruang lingkup penelitian ini meliputi:
Data citra daun Shorea yang digunakan 10 spesies Shorea. Setiap spesies
terdiri atas 10 citra daun. Total citra daun yang digunakan sebanyak 100
citra daun. Citra yang digunakan berukuran 2736 × 3648 piksel. Posisi citra
daun melintang (pangkal daun di sebelah kiri dan ujung daun di sebelah
kanan).
Metode ekstraksi warna yang digunakan adalah RGB dan HSV dengan
mengambil masing-masing komponen warnanya.
Metode ekstraksi tekstur yang digunakan adalah discrete wavelet transform
2 dimensi famili Haar.
Teknik klasifikasi yang digunakan adalah K-Nearest Neighbour.

TINJAUAN PUSTAKA
Shorea
Shorea merupakan salah satu jenis dari famili tumbuhan Dipterocarpaceae.
Shorea merupakan tumbuhan hujan hutan tropis dan penghasil kayu terbaik. Di
Indonesia sebagian besar Shorea terdapat di Kalimantan sebanyak 140 spesies dan
Sumatera sebanyak 53 spesies (Noviany et al. 2003).
Ekologi dari pohon Shorea adalah bisa tumbuh dari batas permukaan laut
sampai ketinggian 1750 m. Ciri-ciri diagnostik utama pohon Shorea adalah pohon
sangat besar dengan pepagan dalam berlapis-lapis atau coklat merah gelap. Daun
menjangat, tidak berlipatan, tidak berbentuk perisai, tidak berlukup, berukuran 418 × 2-8 cm, pangkal daun biasanya simetris, permukaan bawah daun ketika

3
kering menjadi pudar, pertulangan sekunder bersirip, 7-25 pasang, terpisah
permanen, pada permukaan bawah daun bila mengering warnanya sama seperti
helai daun, atau lebih gelap pada Shorea javanica (Newman et al. 1999).

Analisis Tekstur
Tekstur adalah gambaran visual dari sebuah permukaan atau bahan. Dalam
computer vision, tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pada citra. Variasi
intensitas dapat disebabkan oleh kekasaran atau perbedaan warna pada suatu
permukaan. Penampilan tekstur dipengaruhi oleh skala dan arah pandangan
lingkungan dan kondisi pencahayaan (Mäenpää 2003).
Tekstur dapat diartikan sebagai sekumpulan koefisien nilai piksel yang
merepresentasikan penskalaan pada citra. Discrete wavelet transform dapat
digunakan untuk menganalisis tekstur karena menghasilkan koefisien-koefisien
wavelet yang dapat digunakan untuk proses penskalaan (Kara dan Watsuji 2003).

Discrete Wavelet Transform
Wavelet diartikan sebagai small wave atau gelombang singkat. Transformasi
wavelet akan mengkonversi suatu sinyal ke dalam sederetan wavelet. Gelombang
singkat tersebut merupakan fungsi basis yang terletak pada waktu berbeda.
Wavelet berasal dari fungsi penskalaan (scaling function). Wavelet disebut juga
mother wavelet karena wavelet yang lainnya lahir dari hasil penskalaan, dilasi, dan
pergeseran mother wavelet (Putra 2010). Fungsi penskalaan
memiliki
persamaan:
t =2

h0 k

(2t-k)

(1)

k

h0 menyatakan koefisien penskalaan atau koefisien dari filter sedangkan k
menyatakan indeks dari koefisien penskalaan. Angka 0 pada h0 hanya
menunjukkan jenis koefisien (filter), yang menyatakan pasangan dari jenis
koefisien (filter) yang lainnya. Pasangan tersebut didefinisikan dalam fungsi
wavelet berikut ini:
(2)
φ t =2
h1 k (2t-k)
k

h0 dan h1 adalah koefisien transformasi yang berpasangan. h0 disebut juga sebagai
low pass filter, sedangkan h1 disebut sebagai high pass filter. h0 berkaitan dengan
proses perataan (averages), sedangkan h1 berkaitan dengan proses pengurangan
(differences).
Perataan dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dua pasang data
dengan persamaan:
x+y
(3)
p=
2

4
sedangkan pengurangan dilakukan dengan persamaan:
x-y
p=
2
Koefisien h0 dan h1dapat ditulis sebagai berikut:
h0 =(h0 0 , h0 1 ) =( 1 2 , 1 2 )

(4)
(5)

(6)
h1 =(h1 0 , h0 (1) )=( 1 2 ,- 1 2 )
Persamaan (5) berkaitan dengan persamaan (3) dan persamaan (6) berkaitan
dengan persamaan (4). Dengan kata lain, h0 adalah koefisien penskalaan karena
menghasilkan skala yang berbeda dari citra aslinya, sedangkan h1 adalah wavelet
yang menyimpan informasi penting untuk proses rekontruksi.
Transformasi wavelet melakukan dekomposisi pada proses pemfilteran.
Proses pemfilteran dibagi menjadi dua, yaitu low pass yang digunakan pada low
frequency berupa komponen aproksimasi dan high pass yang digunakan pada high
frequency berupa koefisien wavelet. Dekomposisi pada wavelet akan
mengekstraksi fitur dan mereduksi ukuran citra menjadi lebih kecil. Citra hasil
dekomposisi discrete wavelet transform 2 dimensi dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Citra hasil dekomposisi

Wavelet Haar
Haar adalah wavelet paling tua dan paling sederhana, diperkenalkan oleh
Alfred Haar pada tahun 1909. Wavelet Haar dilakukan dengan proses perataan
(averages) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi rendah dan
dilakukan proses pengurangan (differences) untuk mendapatkan bagian dari
gambar yang berfrekuensi tinggi (Putra 2010).
Koefisien h0=( h0(0), h0(1))= ( 1 2 , 1 2 ) (low pass filter) dan h1=(h0(0),
h1(1))= ( 1 2 ,- 1 2 ) (high pass filter) merupakan fungsi basis wavelet Haar.
Dekomposisi perataan dan pengurangan sama halnya dengan melakukan
dekomposisi citra dengan wavelet Haar. Kedua filter tersebut bersifat ortogonal
namun tidak ortonormal. Filter Haar yang bersifat ortogonal dan juga ortonormal
adalah:
h0
(7)
,
h1

1





,-1
√2 √2

(8)

5
Fungsi penskalaan Haar diperoleh dari subsitusi h0 ke dalam persamaan (1),
sehingga dihasilkan persamaan sebagai berikut:
t = 2t + (2t-1)
dimana:
1, bila t [0,1)
t
x, untuk kondisi lainnya
Substitusi h1 ke dalam persamaan (2) akan menghasilkan:
φ t = 2t - (2t-1)
yang merupakan fungsi wavelet Haar dengan:
1, bila t [0, 1 2 )
φ t =
-1, bila t [ 1 2 ,1)
0, untuk kondisi lainnya

Pengolahan Citra Berwarna Model RGB
Setiap warna pada model warna RGB memperlihatkan komponen spectral
primary (red, green, dan blue). Model warna ini didasarkan pada sistem koordinat
kartesian (Gonzales dan Woods 2002). Koordinat kartesian terlihat seperti sebuah
kubus yang setiap sudutnya merepresentasikan warna primer dan warna sekunder
hasil kombinasi warna primer. RGB dalam bentuk koordinat kartesian dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 RGB dalam bentuk koordinat kartesian
Citra yang direpresentasikan dalam model warna RGB terdiri atas tiga
komponen citra, masing-masing untuk setiap warna primer (R, G, B). Warna
primer dapat ditambahkan untuk menghasilkan warna sekunder dari cahaya.
Warna sekunder tersebut adalah magenta (merah dengan biru), cyan (hijau dengan
biru), kuning (merah dengan hijau). Warna merah, hijau, dan biru jika
digabungkan akan menjadi warna putih.

Pengolahan Citra Berwarna Model HSV
Model warna HSV terdiri atas hue, saturation, dan value. Hue
merepresentasikan panjang gelombang dominan dalam campuran gelombang
cahaya. Saturation mengindikasikan selang keabuan atau tingkat intensitas dalam

6
ruang warna. Value menunjukkan tingkat kecerahan sehingga HSV juga bisa
disebut hue saturation brightness (HSB) (Georgieva et al. 2005).
Model warna HSV secara konsep dapat digambarkan dalam bentuk kerucut
terbalik. Hue direpresentasikan dalam bentuk sudut dari tiap warna. Bagian
kerucut yang melebar menggambarkan saturation, sedangkan value digambarkan
dengan tinggi kerucut. Model warna HSV dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Model warna HSV
Transformasi RGB menjadi HSV diperoleh menggunakan formula di bawah
ini (Gonzales dan Woods 2002):
θ
if B ≤G
H=
360-θ
if B >G
1

θ= cos-1

S=1-

2

R-G + R-B

R-G 2 + R-G G-B

1
2

3
[ min (R,G,B)]
R+G+B
V=

1
R+G+B
3

K-Fold Cross Validation
Metode k-fold cross validation membagi sebuah himpunan contoh secara
acak menjadi k himpunan bagian lain (subset) yang saling bebas. Metode ini
melakukan perulangan sebanyak k kali untuk pelatihan dan pengujian. Pada setiap
perulangan disisipkan setiap subset untuk pengujian dan subset lainnya untuk
pelatihan (Weis dan Kulikowski 1991 diacu dalam Sarle 2004).

K-Nearest Neighbour
K-Nearest Neighbour adalah salah satu teknik klasifikasi dengan cara
membandingkan data uji yang diberikan dengan data latih yang sama. Setiap data
merepresentasikan sebuah titik dalam kelas. Data latih disimpan dalam kelas yang

7
telah ditentukan. K-NN akan mencari pola sebanyak k data latih yang dekat
dengan data yang belum memiliki kelas jika data yang diberikan tidak diketahui
kelasnya (Han et al. 2011).
Kedekatan biasanya didefinisikan sebagai sebuah fungsi jarak antara dua
data. Fungsi jarak yang umumnya digunakan adalah jarak Euclidean. Misalkan
terdapat dua data X
x11, x12 … x1n menyatakan data uji dan X2 = x21, x22 … x2n
menyatakan data latih, jarak Euclidean-nya sebagai berikut:
dist X1 , X2

n

(x1i -x2i )2
i=1

METODE
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap. Mulai dari pengumpulan
data citra hingga mendapatkan nilai akurasi. Tahapan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 4.

Pengumpulan Data Citra
Data citra daun Shorea diakuisisi menggunakan kamera digital.
Pengambilan citra dilakukan pada siang hari di dalam ruangan. Proses
pengambilan citra dilakukan dengan memberikan latar belakang kertas putih.
Sampel citra daun Shorea diambil dari Kebun Raya Bogor.

Citra Daun
Citra daun yang digunakan pada penelitian ini adalah citra daun Shorea
dengan 10 spesies. Data citra asli daun Shorea berukuran 2736 × 3648 piksel.
Data citra daun Shorea tersebut dijadikan percobaan baik untuk pelatihan atau pun
pengujian.

Ekstraksi Warna RGB
Tahap ekstraksi warna pada penelitian ini adalah dengan memecah
komponen warna pada setiap model citra berwarna. Citra asli daun Shorea
merupakan citra berwarna model RGB yang akan dipecah menjadi komponen
warna R, G, dan B. Setiap komponen warna tersebut akan digunakan untuk
ekstraksi fitur selanjutnya yaitu wavelet Haar. Contoh salah satu jenis Shorea
yang berukuran asli dapat dilihat pada Gambar 5(a). Komponen warna R, G, dan
B dari citra tersebut dapat dilihat pada Gambar 5(b), 5(c), dan 5(d).

8

Gambar 4 Metodologi penelitian

(a)

(b)
(c)
(d)
Gambar 5 (a) Contoh citra asli Shorea seminis, (b) komponen warna R,
(c) komponen warna G, (d) komponen warna B

9
Ekstraksi Warna HSV
Citra berwarna model HSV didapat dengan mentransformasi citra berwarna
model RGB. Citra berwarna model HSV akan dipecah menjadi komponen warna
H, S, dan V. Setiap komponen warna tersebut akan digunakan untuk ekstraksi
fitur selanjutnya, yaitu Wavelet Haar. Salah satu contoh citra berwarna model
HSV dapat dilihat pada Gambar 6(a). Komponen warna H, S, dan V dari citra
tersebut dapat dilihat pada Gambar 6(b), 6(c), dan 6(d).

(a)

(b)
(c)
(d)
Gambar 6 (a) Contoh citra berwarna model HSV, (b) komponen warna H,
(c) komponen warna S, (d) komponen warna V

Ekstraksi Fitur Wavelet Haar
Setiap komponen warna R, G, B, H, S, V akan diekstraksi menggunakan
DWT 2D famili Haar. Proses ini bertujuan menghasilkan koefisien aproksimasi
dan koefisien detail. Koefisien aproksimasi merupakan komponen-komponen
yang mewakili citra asli yang telah difilter menggunakan low pass filter.
Koefisien aproksimasi level 1 akan diproses untuk koefisien aproksimasi level 2
dan seterusnya. Pada penelitian ini, dekomposisi level yang digunakan adalah 3
level hingga 9 level. Hal ini bertujuan memperoleh akurasi yang terbaik pada
setiap dekomposisi level. Salah satu contoh citra daun Shorea dekomposisi 3 level
dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Contoh citra daun Shorea dekomposisi 3 level

10
Pembagian Data
Data citra daun Shorea dibagi menjadi 2 bagian, yaitu data latih dan data uji.
Data latih digunakan untuk melakukan klasifikasi menggunakan K-Nearest
Neighbour, sedangkan data uji digunakan untuk melakukan pengujian klasifikasi.
Penelitian ini menggunakan 10 spesies citra daun Shorea, masing-masing terdiri
atas 10 data citra. Dari total 100 citra daun Shorea, 80 data digunakan sebagai
data latih dan 20 data digunakan sebagai data uji. Setiap kelas terdiri atas 8 citra
data latih dan 2 citra data uji.
Selanjutnya, data latih dan data uji akan disusun menggunakan k-fold cross
validation. Keseratus data yang diperoleh disusun menjadi 5 fold. Bentuk 5-fold
cross validation dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Bentuk 5-fold cross validation dengan • = data uji, × = data latih
Fold
1
2
3
4
5

1

×
×
×
×

2

×
×
×
×

3
×

×
×
×

Citra daun setiap jenis
4
5
6
7
×
×
×
×
×
×
×

×
×


×
×
×

×
×
×
×

8
×
×
×

×

9
×
×
×
×


10
×
×
×
×


Klasifikasi K-NN
Setelah melakukan pembagian data, citra tersebut akan diklasifikasikan
menggunakan K-NN. Konsep dasar dari K-NN adalah mencari jarak terdekat
antara data yang akan dievaluasi dengan k tetangga terdekatnya dalam data
pelatihan.
Berikut algoritme dari K-NN (Song et al. 2007):
1 Menentukan nilai k.
2 Menghitung jarak data uji pada setiap data latih dengan menggunakan
jarak Euclidean .
3 Urutkan jarak tersebut dari yang terkecil hingga yang terbesar.
4 Mendapatkan k data yang memiliki jarak terdekat.
5 Menentukan kelas untuk data uji.

Perhitungan Akurasi
Kinerja K-NN dapat ditentukan dengan menghitung besaran akurasi yang
berhasil diperoleh. Akurasi dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Akurasi=

∑ data uji benar diklasifikasikan
x 100%
∑ data uji

11
Lingkungan Pengembangan
Sistem ini akan dikembangkan dan diimplementasikan
menggunakan perangkat keras dan perangkat lunak sebagai berikut:
1 Perangkat Keras
• Intel(R) Core(TM)2 CPU T5300 @1.73GHz (2CPUs)
• Memori 2 GB
• Harddisk kapasitas 120 GB
2 Perangkat Lunak
• Windows XP Profesional sebagai sistem operasi
• Matlab 7.7 (R2008b)

dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini digunakan 10 spesies citra daun Shorea, yaitu Shorea
javanica, Shorea johorensis, Shorea lepida, Shorea leprosula, Shorea
marcopetra, Shorea materialis, Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea
platycados, dan Shorea seminis. Setiap spesies Shorea memiliki 10 data citra
yang akan dibagi menjadi 8 data latih dan 2 data uji. Total data latih sebanyak 80
data dan data uji sebanyak 20 data.
Penelitian sebelumnya menggunakan data yang sama dilakukan oleh
Ramadhan (2012). Penelitian tersebut menggunakan citra grayscale dan histogram
warna dari citra berwarna model HSV dalam pengklasifikasian jenis Shorea.
Penelitian ini tidak menggunakan citra grayscale dan tidak menggunakan
histogram warna, tetapi menggunakan komponen warna dari citra berwarna model
RGB dan HSV. Citra yang direperesentasikan dalam model warna RGB akan
dipecah menjadi komponen warna R, G, dan B. Citra berwarna model HSV
diperoleh dengan mentransformasi citra RGB sehingga diperoleh komponen
warna H, S, dan V. Setiap komponen warna tersebut dilakukan dekomposisi dari 3
level hingga 9 level.
Penelitian ini terdiri atas 7 percobaan. Pada setiap percobaan dilakukan
terhadap komponen warna R, G, B, H, S, dan V berdasarkan dekomposisi level
yang digunakan. Tabel rancangan percobaan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Rancangan percobaan
Percobaan
1
2
3
4
5
6
7

Dekomposisi
3 level
4 level
5 level
6 level
7 level
8 level
9 level

Komponen Warna
R, G, B, H, S, V
R, G, B, H, S, V
R, G, B, H, S, V
R, G, B, H, S, V
R, G, B, H, S, V
R, G, B, H, S, V
R, G, B, H, S, V

12
Citra awal berukuran 2736 × 3648 piksel. Ukuran citra untuk masingmasing komponen warna R, G, B, H, S, dan V setelah didekomposisi dapat dilihat
pada Tabel 3.
Tabel 3 Ukuran citra hasil dekomposisi untuk masing-masing komponen
warna R, G, B, H, S, dan V
Dekomposisi
3 level
4 level
5 level
6 level
7 level
8 level
9 level

Ukuran citra
Ukuran vektor citra
hasil dekomposisi (piksel)
(piksel)
342 × 456
1 × 155952
171 × 228
1 × 38988
86 × 114
1 × 9804
43 × 57
1 × 2451
22 × 29
1 × 638
11 × 15
1 × 165
6×8
1 × 48

Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah K-NN sehingga
ukuran citra hasil dekomposisi akan dijadikan vektor terlebih dahulu agar dapat
digunakan sebagai masukan pada proses klasifikasi K-NN. Ukuran citra setelah
dijadikan vektor dapat dilihat pada Tabel 3.

Percobaan 1: Dekomposisi 3 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V
Pada percobaan ini, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V
didekomposisi 3 level sehingga setiap komponen warna berukuran 342 × 456
piksel. Tabel 4 menunjukkan rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan
V dengan dekomposisi 3 level. Komponen warna G memiliki rata-rata akurasi
tertinggi dibanding dengan komponen warna R dan B. Rata-rata akurasi tertinggi
pada komponen warna G mencapai 76% dengan nilai k=5. Komponen warna V
memiliki rata-rata akurasi tertinggi dibandingkan komponen warna H dan S. Ratarata akurasi tertinggi pada komponen warna V mencapai 75% dengan nilai k=5.
Tabel 4 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 3 level
Komponen
Warna
R
G
B
H
S
V
Rata-rata

Rata-rata akurasi pada nilai k (%)
1
3
5
7
62.00 67.00 69.00
71.00
72.00 75.00 76.00
67.00
55.00 56.00 63.00
64.00
51.00
48.00 54.00 50.00
66.00 62.00 67.00
66.00
72.00 75.00 75.00
68.00
64.50
62.50 64.83 66.67

Rata-rata (%)
67.25
72.50
59.50
50.75
65.25
72.50

Pada Gambar 8 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen
warna R, G, B dengan dekomposisi 3 level. Shorea yang memiliki akurasi
tertinggi sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B adalah platycados. Selain

13
platycados, Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik oleh ketiga
komponen warna tersebut adalah javanica dan lepida dengan akurasi mencapai
90%.

Gambar 8 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 3 level
Shorea pinanga dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna R
dan B dengan akurasi mencapai 90%. Shorea marcoptera memperoleh akurasi
terendah pada komponen G, yaitu sebesar 40%. Shorea materialis memperoleh
akurasi terendah pada komponen R dan B. Tidak ada satu pun materialis yang
dapat diklasifikasikan dengan benar pada komponen B. Pada komponen R,
materialis hanya memperoleh akurasi 10%. Shorea marcoptera sering
teridentifikasi sebagai leprosula, sedangkan materialis sering teridentifikasi
sebagai javanica. Hal ini disebabkan adanya kemiripan tekstur pada jenis Shorea
tersebut. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dapat dilihat pada
Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.
Gambar 9 menunjukkan bahwa lepida dan platycados dapat diklasifikasikan
dengan baik oleh komponen warna H, S, dan V. Shorea lepida memperoleh
akurasi 100% pada komponen warna H dan 90% pada komponen warna S dan V.
Shorea platycados memperoleh akurasi 90% pada komponen H dan 100% pada
komponen warna S dan V.

Gambar 9 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 3 level

14
Javanica memperoleh akurasi terendah pada komponen H. Tidak ada satu
pun javanica yang dapat diklasifikasikan dengan benar pada komponen H.
Javanica sering teridentifikasi sebagai materialis. Johorensis, marcoptera, dan
seminis memperoleh akurasi terendah pada komponen S, yaitu masing-masing
sebesar 40%. Johorensis sering teridentifikasi sebagai materialis dan pinanga.
Marcoptera sering teridentifikasi sebagai javanica dan pinanga. Seminis sering
teridentifikasi sebagai materialis. Kesalahan identifikasi dapat disebabkan oleh
kemiripan tekstur atau ukuran atau warna. Marcoptera dan materialis
memperoleh akurasi terendah pada komponen V, yaitu masing-masing sebesar
40%. Pada komponen V, marcoptera dan materialis sering teridentifikasi sebagai
leprosula. Confusion matrix pada komponen warna H, S, dan V tersaji pada
Lampiran 4, Lampiran 5, dan Lampiran 6.

Percobaan 2: Dekomposisi 4 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V
Pada percobaan ini, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V
didekomposisi 4 level sehingga setiap komponen warna berukuran 171 × 228
piksel. Tabel 5 menunjukkan bahwa komponen warna G memiliki rata-rata
akurasi paling tinggi dibanding komponen warna R dan B, yaitu sebesar 76%
dengan nilai k=5. Komponen warna V memiliki rata-rata akurasi tertinggi
dibanding komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen
warna V mencapai 75% dengan nilai k=5.
Tabel 5 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 4 level
Komponen
Warna
R
G
B
H
S
V
Rata-rata

Rata-rata akurasi pada nilai k (%)
1
3
5
7
62.00 67.00 70.00
71.00
72.00 76.00 76.00
68.00
60.00 57.00 66.00
65.00
52.00 58.00 54.00
49.00
66.00
66.00 62.00 67.00
72.00 75.00 75.00
68.00
64.50
64.00 65.83 68.00

Rata-rata (%)
67.50
73.00
62.00
53.25
65.25
72.50

Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa javanica, lepida, dan platycados dapat
diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna R, G, dan B. Pada ketiga
komponen warna tersebut, platycados memperoleh akurasi 100%, sedangkan
javanica dan lepida memperoleh akurasi 90%. Hasil akurasi setiap jenis Shorea
pada komponen R dan G di percobaan kedua sama dengan hasil akurasi pada
percobaan pertama.
Materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen B, yaitu
sebesar 0%. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai javanica. Hal ini
disebabkan oleh adanya kemiripan tekstur pada kedua jenis Shorea tersebut.
Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi 4 level
dapat dilihat pada Lampiran 7, Lampiran 8, dan Lampiran 9.

15

Gambar 10 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 4 level
Pada Gambar 11 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H,
S, dan V dengan dekomposisi 4 level. Hasil akurasi setiap jenis Shorea pada
komponen warna S dan V sama dengan hasil pada percobaan pertama. Pada
komponen H, lepida memperoleh akurasi tertinggi sebesar 100%. Shorea
materialis dan platycados dapat diklasifikasikan dengan baik oleh komponen H
dengan akurasi mencapai 90%. Pinanga memperoleh akurasi terendah pada
komponen H. Tidak ada satu pun pinanga yang dapat diklasifikasikan dengan
benar. Confusion matrix pada komponen H, S, dan V dapat dilihat pada Lampiran
10, Lampiran 11, dan Lampiran 12.

Gambar 11 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 4 level

Percobaan 3: Dekomposisi 5 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V
Pada percobaan ini, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan V
didekomposisi 5 level sehingga setiap komponen warna berukuran 86 × 114
piksel. Pada Tabel 6 dapat dilihat rata-rata akurasi pada percobaan ketiga.
Komponen warna G memberikan rata-rata akurasi paling tinggi sebesar 76%
dengan nilai k=3. Komponen warna V memberikan nilai rata-rata akurasi tertinggi
sebesar 75% dengan nilai k=3.

16
Tabel 6 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 5 level
Komponen
Warna
R
G
B
H
S
V
Rata-rata

Rata-rata akurasi pada nilai k (%)
1
3
5
7
63.00 69.00 71.00
70.00
71.00 76.00 75.00
68.00
61.00 59.00 66.00
67.00
54.00 58.00 55.00
52.00
66.00 63.00 68.00
68.00
71.00 75.00 74.00
68.00
65.50
64.33 66.67 68.17

Rata-rata (%)
68.25
72.50
63.25
54.75
66.25
72.00

Gambar 12 menunjukkan akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G,
dan B dengan dekomposisi 5 level. Jenis Shorea yang memperoleh akurasi paling
tinggi pada komponen warna R, G, dan B adalah platycados dengan akurasi
mencapai 100%. Selain platycados, jenis Shorea yang dapat diklasifikasikan
dengan baik adalah javanica dan lepida dengan akurasi mencapai 90%.

Gambar 12 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 5 level
Jenis Shorea yang memiliki akurasi paling rendah di ketiga komponen
tersebut adalah materialis. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai
javanica. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B tersaji pada
Lampiran 13, Lampiran 14, dan Lampiran 15.
Pada Gambar 13 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen
warna H, S, dan V dengan dekomposisi 5 level. Jenis Shorea yang dapat
diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna H, S, dan V adalah lepida dan
platycados. Shorea lepida memperoleh akurasi 100% pada komponen warna H
dan 90% pada komponen warna S dan V. Shorea platycados memperoleh akurasi
100% pada komponen warna S dan V. Platycados memperoleh akurasi sebesar
90% pada komponen warna H.

17

Gambar 13 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 5 level
Pinanga memperoleh akurasi paling rendah pada komponen H, yaitu
sebesar 10%. Pinanga sering teridentifikasi sebagai platycados. Marcoptera dan
seminis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen S, yaitu masingmasing sebesar 40%. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai javanica,
sedangkan seminis sering teridentifikasi sebagai materialis. Materialis
memperoleh akurasi paling rendah pada komponen V, yaitu sebesar 40%.
Confusion matrix pada komponen H, S, dan V dapat dilihat pada Lampiran 16,
Lampiran 17, Lampiran 18.

Percobaan 4: Dekomposisi 6 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V
Percobaan keempat menggunakan masing-masing komponen warna R, G, B,
H, S, dan V yang telah didekomposisi hingga 6 level sehingga ukuran setiap
komponen warna menjadi 43 × 57 piksel. Pada Tabel 7 terlihat bahwa komponen
warna G memiliki rata-rata akurasi paling tinggi dibanding dengan komponen
warna R dan B. Rata-rata akurasi tertinggi komponen warna G mencapai 77%
dengan nilai k=3. Komponen warna V juga memiliki rata-rata akurasi paling
tinggi dibanding komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi komponen
warna V mencapai 75% dengan nilai k=3.
Tabel 7 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 6 level
Komponen
Warna
R
G
B
H
S
V
Rata-rata

Rata-rata akurasi pada nilai k (%)
1
3
5
7
64.00 70.00 71.00
70.00
70.00 77.00 75.00
68.00
67.00
62.00 63.00 67.00
55.00 56.00 56.00
54.00
69.00 66.00 71.00
69.00
68.00
72.00 75.00 74.00
65.33 67.83 69.00
66.00

Rata-rata (%)
68.75
72.50
64.75
55.25
68.75
72.25

18
Gambar 14 menunjukkan akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G,
dan B dengan dekomposisi 6 level. Jenis Shorea yang memperoleh akurasi
tertinggi sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B terdapat pada kelas
platycados. Selain platycados, jenis Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan
baik pada ketiga komponen warna tersebut adalah javanica dan lepida dengan
masing-masing akurasi sebesar 90%. Jenis Shorea yang memiliki akurasi paling
rendah di ketiga komponen tersebut adalah materialis. Selain materialis,
johorensis dan marcoptera memiliki akurasi rendah pada komponen R, G, dan B.
Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai johorensis dan leprosula.
Hal ini disebabkan oleh kemiripan tekstur dan ukuran pada ketiga jenis Shorea
tersebut. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dengan dekomposisi
6 level dapat dilihat pada Lampiran 19, Lampiran 20, dan Lampiran 21. Shorea
pinanga mengalami peningkatan akurasi sebesar 10% pada komponen R sehingga
akurasinya menjadi 90%.

Gambar 14 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G, dan B dengan
dekomposisi 6 level
Pada Gambar 15 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen
warna H, S, dan V dengan dekomposisi 6 level. Jenis Shorea yang dapat
diklasifikasikan dengan baik oleh komponen warna H, S, dan V adalah platycados
dan lepida. Shorea platycados memperoleh akurasi 100% pada komponen warna
H, S, dan V. Shorea lepida memperoleh akurasi 100% pada komponen warna H,
sedangkan pada komponen warna S dan V, lepida memperoleh akurasi sebesar
90%.

Gambar 15 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 6 level

19
Pinanga memperoleh akurasi paling rendah pada komponen warna H, yaitu
sebesar 0%. Pinanga sering teridentifikasi sebagai platycados. Marcoptera dan
materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen S, yaitu masingmasing sebesar 40%. Shorea marcoptera sering teridentifikasi sebagai pinanga
dan javanica. Materialis memperoleh akurasi paling rendah pada komponen V,
yaitu sebesar 40%. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai javanica dan
pinanga. Kesalahan identifikasi pada komponen H, S, dan V dengan dekomposisi
6 level dapat dilihat pada Lampiran 22, Lampiran 23, dan Lampiran 24.

Percobaan 5: Dekomposisi 7 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V
Pada percobaan kelima, masing-masing komponen warna R, G, B, H, S, dan
V didekomposisi 7 level sehingga setiap komponen warna berukuran 22 × 29
piksel. Tabel 8 menunjukkan bahwa komponen warna G memiliki akurasi
tertinggi dibanding dengan komponen R dan B. Rata-rata akurasi tertinggi pada
komponen warna G mencapai 74% dengan nilai k=3. Komponen warna V
memiliki rata-rata akurasi tertinggi dibanding dengan komponen warna H dan S.
Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen V mencapai 75% dengan nilai k=5.
Tabel 8 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 7 level
Komponen
Warna
R
G
B
H
S
V
Rata-rata

Rata-rata akurasi pada nilai k (%)
1
3
5
7
66.00 68.00 72.00
69.00
71.00 74.00 73.00
70.00
64.00 66.00 71.00
66.00
52.00 54.00 52.00
52.00
70.00 70.00 72.00
72.00
69.00
70.00 75.00 75.00
65.50 67.83 69.17
66.33

Rata-rata (%)
68.75
72.00
66.75
52.50
71.00
72.25

Gambar 16 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan
dekomposisi 7 level
Gambar 16 menunjukkan platycados memiliki akurasi paling tinggi sebesar
100% di komponen warna R, G, dan B. Shorea lepida dapat diklasifikasikan

20
dengan baik pada ketiga komponen tersebut dengan akurasi sebesar 90%. Shorea
yang memiliki akurasi paling rendah pada komponen R, G, dan B adalah
materialis. Kesalahan identifikasi pada komponen R, G, dan B dapat dilihat pada
Lampiran 25, Lampiran 26, dan Lampiran 27.

Gambar 17 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen H, S, dan V dengan
dekomposisi 7 level
Pada Gambar 17 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen
warna H, S, dan V dengan dekomposisi 7 level. Shorea yang dapat
diklasifikasikan dengan baik adalah lepida dan platycados. Platycados
memperoleh akurasi paling tinggi pada komponen H, S, dan V, yaitu sebesar
100%. Lepida memperoleh akurasi sebesar 100% pada komponen H dan
memperoleh akurasi 90% pada komponen S dan V. Javanica dapat
diklasifikasikan dengan baik pada komponen warna S dan V. Javanica
memperoleh akurasi sebesar 100% pada komponen S dan 90% pada komponen V.
Pinanga memperoleh akurasi terendah pada komponen H, yaitu sebesar 0%.
Shorea pinanga sering teridentifikasi sebagai platycados. Materialis memperoleh
akurasi terendah pada komponen S, yaitu sebesar 40%. Shorea materialis sering
teridentifikasi sebagai javanica, leprosula, dan pinanga. Marcoptera dan
materialis memperoleh akurasi terendah pada komponen V. Shorea marcoptera
sering teridentifikasi sebagai leprosula. Kesalahan identifikasi pada komponen H,
S, dan V dapat dilihat pada Lampiran 28, Lampiran 29, dan Lampiran 30.

Percobaan 6: Dekomposisi 8 Level pada Komponen Warna R, G, B, H, S, V
Percobaan keenam menggunakan masing-masing komponen warna R, G, B,
H, S, dan V yang telah didekomposisi 8 level sehingga setiap komponen warna
berukuran 11 × 15 piksel. Hasil pada percobaan ini tersaji pada Tabel 9.
Komponen warna G memiliki rata-rata akurasi paling tinggi dibanding dengan
komponen warna R dan B. Komponen warna V memiliki akurasi paling tinggi
dibanding komponen warna H dan S. Rata-rata akurasi tertinggi pada komponen
warna G dan V mencapai 80% dengan nilai k=3.

21
Tabel 9 Rata-rata akurasi komponen warna R, G, B, H, S, dan V dengan
dekomposisi 8 level
Komponen
Warna
R
G
B
H
S
V
Rata-rata

Rata-rata akurasi pada nilai k (%)
1
3
5
7
68.00 71.00 70.00
69.00
73.00 80.00 77.00
73.00
68.00 69.00 69.00
65.00
50.00 54.00 53.00
53.00
71.00 70.00 71.00
74.00
72.00 80.00 77.00
73.00
67.83
67.00 70.67 69.50

Rata-rata (%)
69.50
75.75
67.75
52.50
71.50
75.50

Gambar 18 menunjukkan bahwa platycados memiliki akurasi tertinggi
sebesar 100% di komponen warna R, G, dan B. Shorea javanica, lepida, dan
seminis dapat diklasifikasikan dengan baik di komponen warna R, G, dan B.
Seminis memperoleh akurasi 100% pada komponen warna G dan B dan 90% pada
komponen R. Shorea javanica memiliki akurasi 100% pada komponen warna G
dan 90% pada komponen warna R dan B.

Gambar 18 Akurasi setiap jenis Shorea pada komponen R, G dan B dengan
dekomposisi 8 level
Shorea yang memiliki akurasi paling rendah di komponen warna R dan B
adalah materialis. Shorea materialis memiliki akurasi 10% pada komponen R.
Pada komponen B, tidak ada satu pun materialis yang dapat diklasifikasikan
dengan benar. Marcoptera dan materialis memperoleh akurasi paling rendah pada
komponen G. Kesalahan identifikasi pada komponen warna R, G, dan B dapat
dilihat pada Lampiran 31, Lampiran 32, dan Lampiran 33.
Pada Gambar 19 dapat dilihat akurasi setiap jenis Shorea pada komponen
warna H, S, dan V dengan dekomposisi 8 level. Shorea platycados memperoleh
akurasi paling tinggi sebesar 100% di komponen warna H, S, dan V. Komponen H
dapat mengklasifikasikan lepida dengan baik dengan akurasi mencapai 100%.
Komponen warna S dan V dapat mengklasifikasikan dengan baik jenis Shorea
pada kelas javanica, lepida dan seminis