Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform

IDENTIFIKASI DAUN SHOREA MENGGUNAKAN VOTING
FEATURE INTERVAL 5 DENGAN DISCRETE WAVELET
TRANSFORM

ILVI NURRIZKI UTAMI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Daun
Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet
Transform adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Ilvi Nurrizki Utami
NIM G64104066

ABSTRAK
ILVI NURRIZKI UTAMI. Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting
Feature Interval 5 dengan Discrete Wavelet Transform. Dibimbing oleh AZIZ
KUSTIYO.
Shorea tergolong ke dalam famili Dipterocarpaceae. Shorea merupakan
pohon penghasil kayu terbaik dan memiliki nilai komersial yang tinggi dalam
dunia perdagangan untuk bahan baku perindustrian kayu. Namun,
keanekaragaman Shorea yang tinggi menjadi tantangan dalam identifikasi species
Shorea. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan sistem identifikasi Shorea
dengan menggunakan daun, karena lebih praktis, mudah didapat, tersedia
sepanjang waktu dan cocok untuk pengamatan berupa citra. Sistem identifikasi
daun Shorea dikembangkan menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan
Discreate Wavelet Transform. Species Shorea yang diidentifikasi berjumlah
sepuluh species. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akurasi terbaik yang

diperoleh adalah sebesar 71%.
Kata kunci: Discreate Wavelet Transform, Shorea, Voting Feature Interval 5

ABSTRACT
ILVI NURRIZKI UTAMI. Shorea Leaves Identification using Voting Feature
Interval 5 based on Discrete Wavelet Transform. Supervised by AZIZ KUSTIYO.
Shorea belongs to the Dipterocarpaceae family. Shorea wood is the best
timber and has high commercial value in wood industrial trading. However, the
large variety of Shorea becomes the main challenge for its identification. This
research aimed at developing Shorea’s identification system using its leaves, by
considering that leaf is more practical to identify, easily obtained, available all the
time and is suitable for observations in the form of image. The system was
developed by using Voting Feature Interval 5 based on Discreate Wavelet
Transform. Ten species of Shorea were identified. It was revealed that the best
accuracy was 71%.
Keywords: Discreate Wavelet Transform, Shorea, Voting Feature Interval 5

IDENTIFIKASI DAUN SHOREA MENGGUNAKAN VOTING
FEATURE INTERVAL 5 DENGAN DISCRETE WAVELET
TRANSFORM


ILVI NURRIZKI UTAMI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji:
1 Endang Purnama Giri, Skom, Mkom
2 Toto Haryanto, SKom, MSi

Judul Skripsi : Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval

5 dengan Discrete Wavelet Transform
Nama
: Ilvi Nurrizki Utami
NIM
: G64104066

Disetujui oleh

Aziz Kustiyo, SSi, MKom
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi, MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Alhamdulilahirobbil’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan
judul Identifikasi Daun Shorea menggunakan Voting Feature Interval 5 dengan
Discrete Wavelet Transform berhasil diselesaikan.
Adapun penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1 Ayahanda Hudri Supardi, SE dan Ibunda Dedeh Kusmiati, SPdI serta seluruh
keluarga yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan doa sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.
2 Bapak Aziz Kustiyo, SSi, MKom selaku pembimbing yang telah banyak
memberi saran, bimbingan dan dukungan kepada penulis.
3 Dosen penguji, Bapak Endang Purnama Giri, Skom, MKom dan Bapak Toto
Haryanto, SKom, MSi atas saran dan bimbingannya.
4 Pihak Kebun Raya Bogor atas sampel daun Shorea.
5 Eka Nugraha atas semangat, doa, perhatian dan dukungannya.
6 Teman-teman satu bimbingan Ayu, Septy, Erni, Mbak Sri, Cory, Bang Asep,
dan Bangkit, terima kasih atas kerjasamanya.
7 Teman-teman kostan atas kebersamaan dan dukungannya.
8 Teman-teman Alih Jenis ILKOM angkatan 5, atas kerjasamanya selama
penelitian.
9 Semua pihak yang telah memberikan bantuan selama pengerjaan penelitian
ini yang tidak dapat penulis tuliskan satu per satu.

Semoga penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, November 2013
Ilvi Nurrizki Utami

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN


1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA


2

Shorea

2

Analisis Tekstur

7

Discrete Wavelet Transform

7

Wavelet Haar

8

K-Fold Cross Validation


9

Voting Feature Interval 5 (VFI 5)

9

Confusion Matrix
METODE

10
11

Citra Daun

11

Praproses

12


Ekstraksi Fitur Wavelet Haar

12

Data Latih dan Data Uji

13

Klasifikasi VFI 5

13

Perhitungan Akurasi

13

Lingkungan Pengembangan

14


HASIL DAN PEMBAHASAN

14

Percobaan 1 : Discrete Wavelete Transform Komponen CA (Citra Aproksimasi) 15
Percobaan 2 : Discrete Wavelete Transform Komponen CH (Citra Horizontal)

16

Percobaan 3 : Discrete Wavelete Transform Komponen CV (Citra Vertikal) 18
Percobaan 4 : Discrete Wavelete Transform Komponen CD (Citra Diagonal) 19
Perbandingan Percobaan 1 – Percobaan 4

21

Perbandingan dengan Penelitian Terkait
SIMPULAN DAN SARAN

23
24

Simpulan

24

Saran

24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

26

RIWAYAT HIDUP

36

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Confusion Matrix
Bentuk 5-fold cross validation
Rancangan percobaan
Hasil dekomposisi Wavelet Haar dan jumlah fitur VFI 5
Hasil klasifikasi Wavelet komponen CA
Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CA
Hasil klasifikasi Wavelet komponen CH
Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CH
Hasil klasifikasi Wavelet komponen CV
Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CV
Hasil klasifikasi Wavelet komponen CD
Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CD
Perbandingan akurasi dengan penelitian Shorea sebelumnya

10
13
14
15
15
16
16
17
18
18
19
20
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Daun Shorea
Dekomposisi Wavelet
Algoritma Piramida Mallat
Metode Penelitian
Contoh citra Shorea hasil grayscale
Contoh daun Shorea
Kemiripan (a) Shorea leprosula
Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea marcoptera
Kemiripan (a) Shorea materialis
Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea lepida
Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea javanica (c) Shorea
Kemiripan (a) Shorea palembanica
Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea javanica (c) Shorea
Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea
Rata-rata akurasi setiap komponen
Kemiripan (a) Shorea leprosula
Kemiripan (a) Shorea materialis
(a) Shorea lepida dan (b) Shorea

3
3
4
4
4
5
5
6
6
6
8
9
11
12
12
16
17
17
19
19
19
20
21
21
22
22
22

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Deskripsi citra dekomposisi
Pseudocode algoritma training
Pseudocode algoritma klasifikasi
Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CA
Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CH
Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CV
Confusion matrix pada dekomposisi 6 level komponen CD
Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CA
Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CH
Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CV
Confusion matrix pada dekomposisi 7 level komponen CD
Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CA
Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CH
Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CV
Confusion matrix pada dekomposisi 8 level komponen CD
Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CA
Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CH
Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CV
Confusion matrix pada dekomposisi 9 level komponen CD
Confusion matrix percobaan 1 - percobaan 4
Hasil identifikasi species Shorea percobaan 1 - percobaan 4

26
28
28
29
29
29
30
30
30
31
31
31
32
32
32
33
33
33
34
34
35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara beriklim tropis. Kawasan beriklim
tropis ini memungkinkan berbagai jenis flora dapat tumbuh dengan baik. Salah
satunya adalah flora penghasil kayu yaitu Shorea. Shorea tergolong ke dalam
famili Dipterocarpaceae yang tersebar di antaranya di pulau Kalimantan dan
Sumatera dan terdiri sekitar 194 spesies. (Newman et al. 1999).
Shorea merupakan pohon penghasil kayu terbaik dan memiliki nilai
komersial yang tinggi dalam dunia perdagangan untuk bahan baku perindustrian
kayu. Keanekaragaman Shorea menyebabkan kesulitan untuk mengidentifikasi
species Shorea, hanya orang yang berpengalaman yang mampu melakukannya
dengan baik dan apabila dilakukan identifikasi secara manual membutuhkan
waktu yang cukup lama. Maka dari itu perlu dikembangkan suatu sistem
identifikasi daun Shorea. Identifikasi jenis pohon penghasil kayu yang tidak
akurat akan menyebabkan kesalahan identifikasi sehingga menyebabkan
pemilihan kayu yang tidak tepat.
Identifikasi Shorea dapat dilakukan berdasarkan buah, bunga, batang, atau
daunnya. Identifikasi pohon Shorea ini lebih diutamakan pada identifikasi bagian
daun Shorea, karena dengan mengidentifikasi daunnya lebih praktis, mudah
didapatkan, tersedia sepanjang waktu dan cocok untuk pengamatan berupa citra.
Apabila menggunakan buah, bunga dan batangnya cukup sulit dilakukan karena
buah dan bunga tumbuh secara musiman sedangkan apabila menggunakan
batangnya hal tersebut tidak praktis dilakukan karena berat dan mahal.
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini antara lain
dilakukan oleh Ramadhan (2012), Yusniar (2013) dan Masyhud (2013).
Ramadhan (2012) melakukan identifikasi Shorea menggunakan Backpropagation
Neural Network ekstraksi fitur Discrete Wavelet Transform dan ekstraksi warna
HSV menghasilkan akurasi sebesar 90%. Yusniar (2013) melakukan identifikasi
Shorea dengan KNN dan ektraksi fitur 2 Dimensional Principal Component
Analysis menghasilkan akurasi sebesar 75%. Masyhud (2013) melakukan
identifikasi Shorea menggunakan KNN berdasarkan komponen warna dengan
praproses Discrete Wavelet Transform menghasilkan akurasi 80%.
Berdasarkan penelitian tersebut maka pada penelitian ini akan dilakukan
identifikasi Shorea dengan praproses ekstraksi fitur Wavelet dan klasifikasi
menggunakan algoritma Voting Feature Interval 5.

Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang ada pada penelitian ini dapat diuraikan sebagai
berikut:
1 Bagaimana menerapkan Discreate Wavelet Transform sebagai ekstraksi tekstur
untuk identifikasi daun Shorea.
2 Bagaimana menerapkan pengklasifikasian Voting Feature Interval 5 untuk
permasalahan identifikasi daun Shorea.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengimplementasikan teknik ekstraksi fitur
menggunakan Wavelet Transform dan teknik klasifikasi Voting Feature Interval 5
untuk pengenalan citra daun Shorea.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat membantu identifikasi Shorea berdasarkan
citra daunnya, sehingga memudahkan untuk mengklasifikasikan speciesnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini yaitu:
1 Data citra daun Shorea yang digunakan 10 species Shorea. Masing-masing
species memiliki 10 citra daun sehingga total data citra daun berjumlah 100
citra daun.
2 Teknik ekstraksi Discrete Wavelet Transform yang digunakan adalah Wavelet
Haar.
3 Metode klasifikasi yang digunakan adalah Voting Feature Interval 5.

TINJAUAN PUSTAKA
Shorea
Shorea merupakan kelompok famili Dipterocarpacea, sekelompok
tumbuhan hutan hujan tropis yang dimanfaatkan dalam bidang perkayuan. Shorea
memiliki sekitar 194 jenis. Persebarannya meliputi 1 jenis di Jawa, 1 atau 2 jenis
di Sulawesi, 3 jenis di Maluku dan sisanya menyebar ke arah timur sampai
Maluku (Indonesia) dan tidak meluas ke Cina bagian selatan (Newman et al.
1999).
Pohon Shorea dapat tumbuh dari batas permukaan laut sampai ketinggian
1750 m. Beberapa jenis Shorea yang berupa pohon penjulang di hutan hujan dari
kawasan Paparan Sunda, dapat tumbuh hingga ketinggian 500 m (Newman et al.
1999).
Shorea bermanfaat untuk pembuatan interior rumah. Kulit kayu dari jenis
tertentu bisa digunakan sebagai dinding rumah dan keranjang. Selain manfaat dari
kayunya yaitu sebagai penghasil damar dan biji tengkawang. Biji tengkawang
merupakan penghasil minyak tengkawang yang dapat dimanfaatkan untuk
memasak, dan ramuan obat-obatan.
Ciri utama pohon Shorea yaitu pohon sangat besar berwarna cokelat merah
gelap. Tangkai daun berukuran sekitar 0.5-2.5 cm. Daun berukuran panjang 4-18
cm dan lebar 2-8 cm, pangkal daun simetris dan permukaan bawah daun diraba
licin, pertulangan sekunder bersisip berjumlah 7-25 pasang (Newman et al. 1999).
Penelitian ini menggunakan 10 species Shorea yaitu:

3
1. Shorea javanica
Shorea javanica merupakan kelompok meranti putih. Ciri-ciri diagnostik
utama tangkai daun panjang berukuran 1.4 – 2.4 cm, kadang-kadang lokos (tanpa
bulu atau sisik. Daun lonjong, jorong atau bundar telur 6.5 – 15 × 3.5 – 8 cm,
memanjang, ujung daun luncip pendek, pangkal daun membundar atau rompong.
Pertulangan sekunder 19 – 25, semula lurus, melengkung hanya di dekat tepi,
menonjol tetapi lampai. Petulangan tersier hampir tidak terlihat, berbentuk tangga.
Shorea javanica umumnya ditanam di Jawa dan Kalimantan (Muara Taweh)
untuk diambil damarnya. Contoh daun Shorea javanica dapat dilihat pada Gambar
1.

Gambar 1 Daun Shorea
javanica
2. Shorea johorensis
Shorea johorensis termasuk dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri
diagnostik utama biasanya pohon besar, batang berbentuk silinder dan berbanir.
Tata letak daun berseling, komposisi daun tunggal, tangkai daun pendek. Ciri khas
daun adalah berlubang-lubang di waktu kering atau berwarna coklat kekuningan
dan apabila diremas akan hancur. Ujung daun meruncing, pangkal daun bulat,
tulang daun menyirip, bentuk daun oblong dan tepi daun rata. Shorea johorensis
umumnya ditanam di Sumatera. Contoh daun Shorea johorensis dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2 Daun Shorea
johorensis
3. Shorea lepida
Shorea lepida merupakan kelompok meranti merah. Ciri-ciri diagnostik
utama pohon dewasa memiliki pepagan berlekah dalam. Daun lonjong, jorong
atau bundar telur sungsang, 7.5 – 14 × 3.2 – 5.6 cm, agak tipis hingga agak
menjangat, ujung luncip pendek atau luncip panjang, pangkal membundar atau
rompong. Permukaan atas bila mengering berwarna cokelat agak tembayung,
cokelat kuning atau cokelat keemasan pada tulang tengah. Pertulangan sekunder
10 – 16, mula-mula lurus, melengkung hanya di dekat tepi daun atau melengkung

4
di seluruh panjangnya. Pertulangan tersier hampir tidak kelihatan, berbentuk tegak
lurus. Kisaran persebaran di semenanjung Malaysia dan Sumatera. Contoh daun
Shorea lepida dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Daun Shorea
lepida
4. Shorea leprosula
Shorea leprosula termasuk dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri
diagnostik utama pohon besar, tinggi mencapai 60 m. Daun lonjong, jorong atau
bundar telur sungsang, 5.9 – 14.5 × 3.5 – 7.3 cm, ujung lancip, luncip pendek
atau tumpul, pangkal berbentuk pasak atau membundar. Petulangan sekunder 10
– 16, mula-mula lurus, melengkung hanya di dekat tepi daun. Pertulangan tersier
hampir tidak kelihatan atau kelihatan jelas, tegak lurus atau diagonal. Contoh daun
Shorea leprosula dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Daun Shorea
leprosula
5. Shorea marcoptera
Shorea marcoptera merupakan species Shorea yang termasuk ke dalam
kelompok meranti merah. Ciri-ciri diagnostik utama pohon besar dan berbanir
besar. Batang merekah atau bersisik, pada umumnya berdamar. Daun bulat telur
lonjong dan kasar. Bila daun mengering berwarna cokelat kuning kusam. Tumbuh
di hutan daratan rendah yang berdrainase baik. Kisaran persebaran di Malaya,
Sumatera dan Kalimantan Barat. Contoh daun Shorea marcoptera dapat dilihat
pada Gambar 5.

Gambar 5 Daun Shorea

5
marcoptera
6. Shorea materialis
Shorea materialis merupakan kelompok meranti balau. Ciri-ciri diagnostik
utama pohon besar dan mempunyai daun kasar. Tumbuh di dataran rendah.
Sebagai penghasil damar dan biji tengkawang, menghasilkan kayu yang keras dan
berat. Kisaran persebaran di Brunei Darussalam, Sumatera, dan Malaysia. Contoh
daun Shorea materialis dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Daun Shorea
materialis
7. Shorea palembanica
Shorea palembanica termasuk ke dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri
diagnostik utama habitat di tepi sungai, perawakan berbonggol. Daun jorong atau
bundar telur sungsang, 10 – 25 × 4.6 – 10.8 cm, mengertas, ujung luncip pendek
atau luncip panjang, pangkal berbentuk pasak, membundar atau rompong (seolaholah terpotong pada bagian ujung). Pertulangan sekunder 12 – 17, mula-mula
lurus, melengkung hanya dekat tepi daun atau melengkung di seluruh panjangnya.
Pertulangan tersier hampir tidak kelihatan, tegak lurus atau diagonal, domatia
tidak ada. Shorea palembanica salah satu species yang membingungkan dalam
identifikasi. Contoh daun Shorea palembanica dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Daun Shorea
palembanica
8. Shorea pinanga
Shorea pinanga merupakan ke dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri
diagnostik utama licin, pepagan bertanda lingkaran, bersisik pada pohon-pohon
tua. Daun jorong, 11.5 – 21 × 4.9 – 9.1 cm, menjangat, ujung luncip pendek atau
panjang, pangkal berbentuk pasak, membundar atau agak berbentuk jantung.
Pertulangan sekunder 10 – 16, melengkung di seluruh panjangnya. Pertulangan
tersier kelihatan jelas, tegak lurus, domatia tidak ada. Shorea pinanga salah satu
species yang membingungkan dalam identifikasi. Contoh dari daun Shorea
pinanga dapat dilihat pada Gambar 8.

6

Gambar 8 Daun Shorea
pinanga
9. Shorea platycados
Shorea platycados termasuk ke dalam kelompok meranti merah. Ciri-ciri
diagnostik utama anak-anak cabang memipih dan licin. Daun berbentuk lanset, 6,1
– 13.1 × 2.2 – 4 cm, menjangat, ujung luncip atau luncip panjang, pangkal
berbentuk pasak atau membundar. Petulangan sekunder 12 – 25, mula-mula lurus,
melengkung hanya di dekat tepi daun atau melengkung di seluruh panjangnya.
Pertulangan tersier hampir tidak kelihatan, tegak lurus, diagonal, domatia tidak
ada. Contoh daun Shorea platycados dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Daun Shorea
platycados
10. Shorea seminis
Shorea seminis merupakan kelompok meranti balau atau selang batu. Ciriciri diagnostik utama pohon yang tumbuh di tepi sungai. Tangkai daun bila
mengering hitam, agak pendek. Daun lanset atau jorong atau berbentuk bundar
telur, menjangat, 9 – 18 × 2,5 – 8 cm, ujung luncip panjang, pangkal berbentuk
pasak atau membundar, simetris. Pertulangan sekunder 9 – 17, mula-mula lurus,
kemudian melengkung di seluruh panjangnya, menonjol tapi lampai. Petulangan
tersier tidak kelihatan atau hampir kelihatan, berbentuk tangga, domatia jika ada
di ketiak. Contoh daun Shorea seminis dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Daun Shorea
seminis

7
Analisis Tekstur
Tekstur adalah gambaran visual dari sebuah permukaan atau bahan. Dalam
computer vision, tekstur dicirikan dengan variasi intensitas pada citra. Variasi
intensitas dapat disebabkan oleh kekasaran atau pada perbedaan warna pada suatu
permukaan. Penampilan tekstur dipengaruhi oleh skala dan arah pandangan
lingkungan dan kondisi pencahayaan (Mäenpää 2003).
Tekstur dapat diartikan sebagai sekumpulan koefisien nilai piksel yang
merepresentasikan penskalaan pada citra. Discrete wavelet transform dapat
digunakan untuk menganalisis tekstur karena menghasilkan koefisien-koefisien
Wavelet yang dapat digunakan untuk proses penskalaan (Kara dan Watsuji 2003).
Discrete Wavelet Transform
Wavelet adalah sebuah small wave atau gelombang singkat yang energinya
terkonsentrasi pada waktu atau titik tertentu (Burrus, Guo 1998). Wavelet
merupakan sebuah basis, basis Wavelet berasal dari sebuah fungsi penskalaan.
Wavelet ini disebut dengan Mother Wavelet karena Wavelet lainnya lahir dari hasil
penskalaan, dilasi dan pergeseran Mother Wavelet (Putra 2010).
Fungsi penskalaan memiliki persamaan:
t

∑ h

t-

∑ h

t-

(1)

h0 menyatakan koefisien penskalaan atau koefisien dari filter, sedangkan k
menyatakan indeks dari koefisien penskalaan. Angka 0 pada h0 hanya
menunjukkan jenis koefisien filter, yang menyatakan pasangan dari jenis koefisien
(filter) lainnya. Pasangan tersebut didefinisikan dalam fungsi Wavelet berikut ini:
t

(2)

h0 dan h1 adalah koefisien transformasi berpasangan. h0 disebut juga sebagai low
pass filter, sedangkan h1 disebut sebagai high pass filter. h0 berkaitan dengan
proses perataan (averages) sedangkan h1 berkaitan dengan proses pengurangan
(differences).
Perataan dilakukan dengan menghitung nilai rata-rata dua pasang data
dengan persamaan:
p

y

(3)

Sedangkan pengurangan dilakukan dengan persamaan:
p

-y

(4)

Koefisien-koefisien h0 dan h1 dapat ditulis sebagai berikut:
h0 = (h0(0),h0(1)) = (½ , ½) yang berkaitan dengan persamaan (3)
h1 = (h1(0),h1(1)) = (½ , - ½) yang berkaitan dengan persamaan (4)

8

Gambar 11 Dekomposisi Wavelet
level 3
Dengan kata lain, h0 adalah koefisien penskalaan karena menghasilkan skala
yang berbeda dari citra aslinya, sedangkan h1 adalah Wavelet yang menyimpan
informasi penting untuk proses rekonstruksi.
Transformasi Wavelet melakukan dekomposisi pada proses pemfilteran.
Proses pemfilteran dibagi dua, yaitu low-pass dan high-pass. Low-pass digunakan
pada low-frequency berupa koefisien scaling atau aproksimasi, sedangkan highpass pada high-frequency berupa koefisien Wavelet.
Wavelet akan membagi citra ke dalam sejumlah komponen yang dinotasikan
dengan CA, CH, CV, dan CD. Komponen CA (low-low pass filter) menunjukkan
koefisien aproksimasi citra asli, komponen CH (low-high pass filter)
menunjukkan perubahan citra pada arah horizontal dan CV (high-low pass filter)
menunjukkan perubahan citra pada arah vertikal, dan komponen CD (high-high
pass filter) menunjukkan perubahan citra pada arah diagonal.
Semakin tinggi level dekomposisi, maka ukuran piksel citra hasil
dekomposisi akan semakin kecil, panjang dan lebar akan menjadi setengah dari
sebelumnya, sehingga ukuran citra menjadi seperempat dari sebelumnya. Gambar
11 memperlihatkan proses transformasi Wavelet diskret.

Wavelet Haar
Wavelet Haar menjadi transformasi wavelet yang paling sederhana dan
merupakan langkah awal yang baik untuk tahap proses berikutnya (McAndrew
2004).
Wavelet Haar dilakukan dengan proses perataan (averages) untuk
mendapatkan bagian dari gambar yang berfrekuensi rendah dan dilakukan proses
pengurangan (differences) untuk mendapatkan bagian dari gambar yang
berfrekuensi tinggi (Putra 2010).
Proses dekomposisi Haar menerapkan bank filter dengan h
h
/√
sebagai koefisien low-pass yang menghasil an citra pende atan dan g
/√ ,
g(1) = - /√ sebagai oefisien high-pass yang menghasilkan citra detail.
Yang kemudian Stephane Mallat memperkenalkan dengan cara mudah untuk
menghitung dekomposisi Wavelet dengan piramida mallat.

9

Gambar 12 Algoritma Piramida Mallat
Mallat memberi h0=h1= 1/2 sebagai koefisien low-pass yang menghasilkan
citra pendekatan dan g0=1/2, g1= -1/2 sebagai koefisien high-pass yang
menghasilkan citra detail. Algoritma piramida mallat dapat dilihat pada Gambar
12 (Stollnitz et al. 1995), variable Cj merupakan citra pendekatan, Dj merupakan
citra detail, Aj filter low-pass, dan Bj filter high-pass.
Inti dari piramida Mallat untuk dekomposisi level 1 adalah nilai Cj diperoleh
s s
dengan rumus j i i , dan nilai Dj diperoleh dengan rumus Dj=si-Cj. Si adalah
piksel citra yang diambil perkolom, kemudian hasil dari dekomposisi kolom
didekomposisi per baris.

K-Fold Cross Validation
K-Fold Cross Validation merupakan metode membagi data menjadi k subset
yang ukurannya hampir sama satu dengan yang lainnya. Himpunan subset yang
dihasilkan yaitu s1, s2,..., sk yang digunakan sebagai data latih dan data uji. Dalam
metode ini dilakukan perulangan sebanyak k kali dimana salah satu subset
dijadikan data uji dan k-1 subset lainnya dijadikan data latih (Stone 1974 diacu
dalam Fu 1994).

Voting Feature Interval 5 (VFI 5)
Algoritma klasifikasi VFI 5 merepresentasikan deskripsi sebuah konsep
oleh sekumpulan interval nilai-nilai feature atau atribut. Pengklasifikasian
instance baru berdasarkan voting pada klasifikasi yang dibuat oleh nilai tiap-tiap
fitur secara terpisah. Keunggulan algoritma VFI 5 adalah algoritma ini cukup
kokoh (robust) terhadap fitur yang tidak relevan. Algoritma VFI 5 mampu
menghilangkan pengaruh kurang menguntungkan dari fitur yang tidak relevan
dengan mekanisme voting-nya (Guvenir et al. 1998).
Tahap-tahap dalam algoritma VFI 5 yaitu:
1. Pelatihan (Training)
Tahap pertama proses pelatihan adalah menemukan nilai end point suatu
feature. End point untuk fitur linier adalah nilai minimum dan maksimum dari
suatu fitur. Sedangkan end point untuk struktur nominal adalah semua nilai yang
berbeda yang ada pada fitur kelas yang diamati.
Jika fitur adalah fitur linear maka akan dibentuk dua interval yaitu point
interval yang terdiri dari semua nilai end point yang diperoleh dan range interval
yang terdiri dari nilai-nilai diantara dua end point yang berdekatan dan tidak
termasuk end point tersebut. Jika fitur adalah fitur nominal maka akan dibentuk
point interval saja.

10
Batas bawah pada range interval (ujung paling kiri) adalah - sedangkan
batas atas range interval (ujung paling kanan) adalah + . Jika interval i
merupakan point interval dan nilai ef sama dengan nilai batas bawah atau batas
atas, jumlah kelas instance tersebut (ef) pada interval i ditambah satu. Jika
interval i merupakan range interval dan nilai ef jatuh pada interval tersebut,
jumlah kelas instance ef pada interval i ditambah satu. Hasil proses tersebut
merupakan jumlah vote kelas c pada interval i. Algoritma training dapat dilihat
melalui pseudocode pada Lampiran 2.
2. Klasifikasi
Tahap ini diawali dengan inisialisasi vote untuk setiap kelas dengan nilai nol.
Untuk setiap fitur f dicari interval i dimana ef jatuh.. Jika nilai ef tidak diketahui
(hilang) maka fitur tersebut tidak diikutsertakan dalam proses klasifikasi. Oleh
karena itu, fitur yang memiliki nilai tidak diketahui maka diabaikan.
Jika ef diketahui maka interval tersebut ditemukan. Interval tersebut dapat
menyimpan instances pelatihan dari beberapa kelas. Kelas-kelas dalam sebuah
interval direpresentasikan oleh vote kelas-kelas tersebut pada interval tersebut.
Setiap fitur f mengumpulkan vote-nya dalam vector, kemudian dijumlahkan
untuk memperoleh total vote. Kelas dengan jumlah vote paling tinggi akan
diprediksi sebagai kelas dari instance kelas (Guvenir et al. 1998). Algoritma
klasifikasi dapat dilihat melalui pseudocode pada Lampiran 3.
Confusion Matrix
Confusion matrix merupakan sebuah tabel yang terdiri dari banyaknya baris
data uji yang diprediksi benar dan tidak benar oleh model klasifikasi. Tabel ini
diperlukan untuk menentukan kinerja suatu model klasifikasi (Tan et al. 2006).
Contoh tabel confusion matrix dapat dilihat pada Tabel 1.
 a adalah jumlah contoh kelas 1 yang berhasil diprediksi dengan benar sebagai
kelas 1,
 b adalah jumlah contoh kelas 1 yang tidak berhasil diprediksi dengan benar
sebagai kelas 1,
 c adalah jumlah contoh kelas 2 yang tidak berhasil diprediksi dengan benar
sebagai kelas 2, dan
 d adalah jumlah contoh kelas 2 yang berhasil diprediksi dengan benar sebagai
kelas 2.
Tabel 1 Confusion Matrix
Data
Aktual Kelas 1
Kelas 2

Prediksi
Kelas 1
Kelas 2
a
b
c
d

11
METODE
Beberapa tahapan dilakukan pada penelitian ini. Tahapan tersebut dilakukan
untuk mengetahui tingkat akurasi yang diperoleh menggunakan algoritma Voting
Feature Interval 5. Tahap-tahap yang dilakukan pada penelitian ini diilustrasikan
pada Gambar 13.
Mulai

Citra Daun

Praproses

Ekstraksi Wavelet
Transform

K-fold Cross Validation

Data Latih

Pelatihan

Data Uji

VFI5

Klasifikasi

Perhitungan Akurasi

Selesai

Gambar 13 Metode Penelitian

Citra Daun
Citra daun yang digunakan pada penelitian ini didapat dari penelitian
sebelumnya yaitu skripsi Ramadhan (2012). Citra yang digunakan adalah citra
daun Shorea yang sampelnya diambil dari Kebun Raya Bogor.
Dalam pengambilan citra, daun Shorea dipilah-pilah dan diambil yang
kualitas daunnya terlihat baik dalam hal bentuk daun yang utuh dan struktur daun
yang jelas. Pada proses pengambilan citra dilakukan dengan menggunakan
kamera digital. Citra Shorea yang digunakan dalam penelitian ini diambil pada
siang hari di dalam ruangan. Citra daun tersebut diberikan latar belakang kertas
putih untuk dijadikan citra percobaan baik untuk pelatihan atau pun pengujian.
Citra daun Shorea yang digunakan terdiri dari 10 species. Satu species
diwakili dengan 10 citra, sehingga total citra ada sebanyak 100 citra. Citra daun
Shorea berukuran 2736 x 3648 piksel.

12
Praproses Data
Pada tahapan ini, citra yang digunakan diubah terlebih dahulu arah daunnya
menjadi searah.

Gambar 14 Contoh citra Shorea hasil grayscale
Citra diambil dengan kamera digital yaitu citra RGB diubah menjadi citra
grayscale menggunakan rumus 0.2989R + 0.5870G + 0.1140B. Perubahan citra
dapat dilihat pada Gambar 14. Grayscale digunakan untuk menyederhanakan
model citra agar nilai yang dihasilkan tidak beragam dan untuk mempermudah
proses selanjutnya yaitu ekstraksi tekstur menggunakan Wavelet Transform.

Ekstraksi Fitur Wavelet Haar
Citra dianalisis berdasarkan tekstur. Tekstur dapat mencirikan variasi
intensitas yang disebabkan oleh kekasaran atau perbedaan warna pada suatu
permukaan, sehingga cocok digunakan untuk menganalisis citra daun. Daun
Shorea memiliki kemiripan bentuk sedangkan fitur warna sudah diteliti oleh
Ramadhan (2012).
Discrete wavelet transform dapat digunakan untuk menganalisis tekstur
karena menghasilkan koefisien-koefisien wavelet yang dapat digunakan untuk
proses penskalaan. Citra daun dilakukan proses ekstraksi menggunakan discrete
wavelet transform 2D famili Haar. Proses ini bertujuan untuk menghasilkan
koefisien aproksimasi (CA) dan koefisien detail (CH, CV, CD).
Koefisien aproksimasi merupakan komponen-komponen yang mewakili
citra asli yang telah difilter menggunakan low pass filter. Koefisien detail difilter
menggunakan high pass filter. Koefisien aproksimasi dan koefisien detail level 1
akan diproses untuk koefisien aproksimasi level 2 dan seterusnya.
Dekomposisi level yang digunakan pada penelitian ini adalah 6 level hingga
9 level pada setiap komponen dekomposisi. Hal ini bertujuan memperoleh akurasi
yang terbaik pada setiap dekomposisi level. Contoh citra daun Shorea
dekomposisi 3 level Wavelet Haar dalam bentuk citra aproksimasi (Gambar 15).

Gambar 15 Contoh daun Shorea
dekomposisi 3 level

13
Data Latih dan Data Uji
Data citra dibagi ke dalam dua bagian, yaitu data latih dan data uji. Citra
daun yang digunakan adalah daun Shorea dengan 10 species.
Tabel 2 Bentuk 5-fold cross validation
Fold

1

2

3

Citra daun setiap jenis
4
5
6
7
8

9

10

Fold 1
Fold 2
Fold 3
Fold 4
Fold 5
: Data Latih
: Data Uji

Satu species diwakili dengan 10 citra, sehingga total citra ada sebanyak 100
citra. Setiap 10 citra daun tersebut akan diambil 8 citra untuk data latih dan 2 citra
untuk data uji. Pada pembagian data menggunakan k-fold cross-validation.
Berdasarkan jumlah data, terdapat 10 citra untuk setiap species maka dibuat 5-fold
cross validation.

Klasifikasi VFI 5
Citra diklasifikasikan menggunakan algoritma VFI 5 setelah dilakukan
pembagian data. Tahap-tahap dalam algoritma VFI 5 yaitu:
1. Pelatihan
Tahap pelatihan merupakan tahapan pertama dalam algoritma VFI 5. Pada
tahapan ini, data hasil ekstraksi fitur akan ditentukan nilai end point pada setiap
fitur. Kemudian end point tersebut dibentuk interval dari setiap fitur yang ada.
Interval terbentuk, kemudian hitung jumlah instance setiap kelas yang ada pada
interval tersebut dan lakukan normalisasi. Model dari VFI 5 yaitu hasil yang
diperoleh pada setiap tahap pelatihan yang berupa interval.
2. Klasifikasi
Tahap klasifikasi merupakan tahapan kedua dalam algoritma VFI 5 . Pada
tahapan ini setiap nilai fitur dari instance citra uji diperiksa letak interval nilai
fitur tersebut. Vote-vote setiap kelas untuk setiap fitur pada setiap interval yang
bersesuaian diambil dan kemudian dijumlahkan. Kelas yang memiliki nilai total
vote tertinggi menjadi kelas prediksi instance tersebut.

Perhitungan Akurasi
Hasil percobaan akan di analisis kesalahan klasifikasi dengan menggunakan
confusion matriks kemudian dihitung akurasi secara keseluruhan. Akurasi

14
diperoleh dengan merata-ratakan confusion matriks dari semua percobaan untuk
setiap model. Akurasi dapat dihitung dengan persamaan berikut :



Lingkungan Pengembangan

Sistem ini dikembangkan dan diimplementasikan dengan menggunakan
perangkat keras dan perangkat lunak sebagai berikut :
1 Perangkat Keras:
 Processor Intel® Core™ Duo
 Memory 2 GB
 Harddisk kapasitas 80 GB
2 Perangkat Lunak:
 Sistem operasi Microsoft Windows 7 Ultimate
 Matlab 7.7 (R2008b)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dilakukan terhadap 10 species Shorea yaitu Shorea javanica,
Shorea johorensis, Shorea lepida, Shorea leprosula, Shorea marcoptera, Shorea
materialis, Shorea palembanica, Shorea pinanga, Shorea platycados, Shorea
seminis. Masing-masing 10 species Shorea tersebut memiliki 10 data citra, 8 citra
sebagai data latih dan 2 citra sebagai data uji. Sehingga total data latih sebanyak
80 citra dan 20 citra sebagai data uji.
Ada 4 percobaan pada penelitian ini. Citra didekomposisi dari wavelet 6
level sampai dengan 9 level. Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa ukuran citra
mempengaruhi jumlah fitur. Jumlah fitur tersebut menurun secara drastis mulai
dari level 6 yaitu hanya berjumlah 2451 fitur. Pada level 5 jumlah fitur mencapai
9804 fitur. Pelatihan algoritma VFI 5 dengan fitur lebih dari 9804 fitur
memerlukan waktu yang cukup lama karena pada tahap pelatihan tersebut
dibentuk interval fitur sebanyak lebih dari 9804 fitur. Tabel rancangan percobaan
dapat dilihat pada Tabel 3.
Citra awal berukuran 2736 × 3648 piksel, setelah dilakukan dekomposisi
beberapa level maka citra yang dihasilkan akan semakin kecil dibandingkan
dengan citra aslinya. Untuk mengetahui deskripsi citra hasil dekomposisi dapat
dilihat pada Lampiran 1. Hasil dekomposisi wavelet beserta jumlah fitur VFI 5
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 3 Rancangan percobaan
Percobaan
1
2
3
4

Komponen
CA
CH
CV
CD

Dekomposisi
6 level – 9 level
6 level – 9 level
6 level – 9 level
6 level – 9 level

15
Tabel 4 Hasil dekomposisi Wavelet Haar dan jumlah fitur VFI 5
Dekomposisi Level
Citra Input
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Ukuran Citra
2736 × 3648
1368 × 1824
684 × 912
342 × 456
171 × 228
86 × 114
43 × 57
22 × 29
11 × 15
6×8

Jumlah Fitur
9980928
2495232
623808
155952
38988
9804
2451
638
165
48

Klasifikasi yang digunakan pada penelitian ini adalah VFI 5 sehingga
ukuran citra hasil dekomposisi akan dijadikan vektor terlebih dahulu agar dapat
digunakan sebagai masukan pada proses klasifikasi VFI 5.
Percobaan 1 : Discrete Wavelete Transform Komponen CA (Citra
Aproksimasi)
Citra awal sebagai masukan berukuran 2736 × 3648 piksel kemudian
dilakukan ekstraksi fitur Discrete Wavelet Transform famili Haar. Citra yang
sudah diekstraksi selanjutnya dilakukan klasifikasi menggunakan VFI 5. Pada
percobaan 1 citra daun yang telah dilakukan praproses kemudian diekstrasi
Wavelet pada komponen CA (citra aproksimasi). Tabel 5 menunjukkan rata-rata
akurasi pada setiap dekomposisi level.
Akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat
pada tabel 5. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 66%
pada dekomposisi 8 level. Terjadi penurunan akurasi pada level 7 (14%) dan level
9 (11%), sedangkan pada level 8 terjadi peningkatan akurasi sebesar 15%.
Masing-masing hal tersebut dikarenakan menurunnya akurasi Shorea
palembanica pada level 7, menurunnya akurasi Shorea pinanga pada level 9 dan
meningkatnya akurasi Shorea materialis, Shorea pinanga dan Shorea seminis
pada level 8. Identifikasi setiap species Shorea diperoleh dari tabel confusion
matrix. Identifikasi dianggap benar apabila kelas asal dan kelas prediksi terletak
pada indeks baris dan kolom yang sama. Tabel confusion matrix dekomposisi 8
level pada komponen CA (citra aproksimasi) dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CA
Akurasi Setiap Species Shorea (%)

Dekomposisi
Level

java

joho

lepid

lepro

marco

mate

palem

pinan

platy

semin

Ratarata

6
7
8
9

80
80
80
80

60
60
50
30

100
100
100
80

10
20
10
0

80
80
80
70

70
70
80
60

40
30
30
40

70
70
80
50

100
100
100
100

40
40
50
40

65
51
66
55

16
Tabel 6 Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CA

Kelas Asal

Shorea
java
joho
lepid
lepro
marco
mate
palem
pinan
platy
semin

Kelas Prediksi
java

joho

lepid

lepro

marco

mate

palem

pinan

platy

semin

8
0
0
1
0
2
1
0
0
0

0
5
0
0
0
0
0
0
0
1

0
1
10
2
1
0
2
0
0
1

0
0
0
1
1
0
0
0
0
2

0
3
0
1
8
0
0
1
0
0

2
0
0
0
0
8
2
0
0
1

0
0
0
1
0
0
3
1
0
0

0
1
0
3
0
0
0
8
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
10
0

0
0
0
1
0
0
2
0
0
5

(a)
(b)
Gambar 16 Kemiripan (a) Shorea leprosula
(b) Shorea pinanga
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa species Shorea yang dapat diklasifikasikan
dengan baik dan memiliki akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shorea
platycados. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula.
Shorea leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea pinanga. Hal ini
dikarenakan adanya kemiripan tekstur, ukuran, dan bentuk daun pada kedua
species Shorea tersebut, dapat dilihat pada Gambar 16.
Percobaan 2 : Discrete Wavelete Transform Komponen CH (Citra Horizontal)
Discrete Wavelet Transform selain akan membagi citra ke dalam CA (lowlow pass filter) juga akan membagi citra ke dalam komponen CH (low-high pass
filter) yang menunjukkan perubahan citra pada arah horizontal. Hasil klasifikasi
Wavelet citra pada arah horizontal dapat dilihat pada tabel 7. Akurasi setiap
species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat pada tabel 7.
Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 71% pada
dekomposisi level 6.
Tabel 7 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CH
Akurasi Setiap Species Shorea (%)

Dekomposisi
Level

java

joho

lepid

lepro

marco

mate

palem

pinan

platy

semin

Ratarata

6
7
8
9

70
70
40
40

50
60
60
30

100
100
100
100

30
50
50
40

80
80
80
80

40
30
30
30

70
70
60
30

80
80
40
30

100
100
70
60

90
60
40
40

71
70
57
48

17
Tabel 8 Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CH

Kelas Asal

Shorea
java
joho
lepid
lepro
marco
mate
palem
pinan
platy
semin

Kelas Prediksi
java

joho

lepid

lepro

marco

mate

palem

pinan

platy

semin

7
0
0
0
0
2
0
0
0
0

0
5
0
0
0
0
0
0
0
0

0
2
10
1
1
0
1
0
0
1

0
0
0
3
0
0
0
0
0
0

0
3
0
2
8
0
0
1
0
0

1
0
0
0
1
4
0
1
0
0

0
0
0
2
0
0
7
0
0
0

2
0
0
1
0
4
0
8
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
10
0

0
0
0
1
0
0
2
0
0
9

Terjadi penurunan akurasi pada level 7 (1%), level 8 (11%) dan level 9 (9%).
Penurunan tersebut dikarenakan menurunnya akurasi Shorea seminis pada level 7,
menurunnya akurasi Shorea javanica, Shorea pinanga dan Shorea platycados
pada level 8, serta menurunnya akurasi Shorea johorensis dan Shorea
palembanica pada level 9. Tabel confusion matrix dekomposisi 6 level pada
komponen CH (citra horizontal) dapat dilihat pada Tabel 8.
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa species Shorea yang dapat diklasifikasikan
dengan baik dan memiliki akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shorea
platycados. Shorea yang memiliki akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula
dan Shorea materialis. Shorea leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea
marcoptera dan Shorea palembanica, hal ini disebabkan karena adanya kemiripan
tekstur, ukuran dan bentuk daun. Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 17.
Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea pinanga,
dikarenakan adanya kemiripan tekstur, bentuk daun dan struktur tulang daun pada
species Shorea tersebut. Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 18.

(a)

(b)

(c)

Gambar 17 Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea marcoptera
(c) Shorea palembanica

(a)

(b)

Gambar 18 Kemiripan (a) Shorea materialis
(b) Shorea pinanga

18
Percobaan 3 : Discrete Wavelete Transform Komponen CV (Citra Vertikal)
Komponen yang ketiga selain CA dan CH yaitu CV (high-low pass filter)
menunjukkan perubahan citra pada arah vertikal. Tabel 9 menunjukkan hasil
klasifikasi Wavelet citra pada arah vertikal.
Akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat
pada tabel 9. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 67%
pada dekomposisi level 6. Terjadi penurunan akurasi pada level 7 (6%), level 8
(7%) dan level 9 (5%). Masing-masing hal tersebut dikarenakan menurunnya
akurasi Shorea seminis pada level 7, menurunnya akurasi Shorea javanica pada
level 8, serta menurunnya akurasi Shorea pinanga pada level 9. Tabel confusion
matrix dekomposisi 6 level pada komponen CV (citra vertikal) dapat dilihat pada
Tabel 10.
Species Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik dan memiliki
akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados. Shorea yang memiliki
akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula, Shorea materialis, dan Shorea
palembanica. Shorea leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea lepida dan
Shorea seminis. Hal ini disebabkan kemiripan bentuk daun lonjong, menyempit ke
arah ujung daun. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea javanica,
Shorea pinanga¸ dan Shorea platycados, disebabkan adanya kemiripan bentuk
daun yang lonjong dan struktur daun selain itu dapat disebabkan adanya pengaruh
background dan bayangan pada citra daun tersebut. Shorea palembanica sering
teridentifikasi sebagai Shorea platycados. Hal ini dikarenakan adanya kemiripan
tekstur dan bentuk daun ujung lancip pada species Shorea tersebut. Kemiripan
daun dapat dilihat pada Gambar 19, Gambar 20 dan Gambar 21.
Tabel 9 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CV
Akurasi Setiap Species Shorea (%)

Dekomposisi
Level

java

joho

lepid

lepro

marco

mate

palem

pinan

platy

semin

Rata-rata

6

50

50

100

40

80

40

40

90

100

80

67

7

70

50

90

40

80

20

40

70

100

50

61

8
9

50
30

40
60

90
80

40
30

80
90

10
0

20
30

60
20

100
100

50
50

54
49

pinan
1
0
0
0
0
2
0
9
0
0

platy
0
0
0
0
1
2
3
0
10
0

semin
0
0
0
2
0
0
1
0
0
8

Tabel 10 Confusion matrix dekomposisi 6 level komponen CV

Kelas Asal

Shorea
java
joho
lepid
lepro
marco
mate
palem
pinan
platy
semin

java
5
0
0
0
0
2
1
0
0
0

joho
0
5
0
0
0
0
0
0
0
0

lepid
0
0
10
2
1
0
1
0
0
2

lepro
0
1
0
4
0
0
0
0
0
0

Kelas Prediksi
marco mate palem
0
4
0
4
0
0
0
0
0
1
0
1
8
0
0
0
4
0
0
0
4
1
0
0
0
0
0
0
0
0

19

(a)

(b)

(c)

Gambar 19 Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea lepida
(c) Shorea seminis

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 20 Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea javanica (c) Shorea
pinanga (d) Shorea platycados

(a)

(b)

Gambar 21 Kemiripan (a) Shorea palembanica
(b) Shorea platycados
Percobaan 4 : Discrete Wavelete Transform Komponen CD (Citra Diagonal)
Komponen yang keempat selain CA, CH dan CV yaitu yaitu komponen CD
(high-high pass filter) menunjukkan perubahan citra pada arah diagonal. Pada
tabel 11 dapat dilihat akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi.
Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 66% pada
dekomposisi level 8.
Tabel 11 Hasil klasifikasi Wavelet komponen CD
Dekomposisi
Level
java
6
7
8
9

60
100
90
30

Akurasi Setiap Species Shorea (%)
joho

lepid

lepro

marco

mate

palem

pinan

platy

semin

Ratarata

40
50
50
50

100
100
100
90

0
20
30
30

80
70
80
70

40
10
30
0

30
40
40
40

30
50
70
10

100
90
100
70

80
90
70
20

56
62
66
41

20
Tabel 12 Confusion matrix dekomposisi 8 level komponen CD

Kelas Asal

Shorea
java
joho
lepid
lepro
marco
mate
palem
pinan
platy
semin

java
9
0
0
2
0
4
1
0
0
0

joho
0
5
0
1
0
0
0
0
0
0

lepid
0
0
10
1
1
0
1
0
0
1

lepro
0
0
0
3
0
0
0
0
0
1

Kelas Prediksi
marco mate palem
0
0
0
4
0
0
0
0
0
2
0
1
8
1
0
0
3
0
0
0
4
1
2
0
0
0
0
0
1
0

pinan
1
1
0
0
0
3
0
7
0
0

platy
0
0
0
0
0
0
3
0
10
0

semin
0
0
0
0
0
0
1
0
0
7

Akurasi setiap species Shorea pada semua level dekomposisi dapat dilihat
pada tabel 11. Percobaan ini menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi sebesar 66%
pada dekomposisi level 8. Terjadi peningkatan akurasi pada level 7 (6%) dan level
8 (4%), sedangkan pada level 9 terjadi penurunan akurasi sebesar 25%. Masingmasing hal tersebut dikarenakan meningkatnya akurasi Shorea javanica pada level
7, meningkatnya akurasi Shorea pinanga dan Shorea platycados pada level 8 serta
menurunnya akurasi Shorea materialis dan Shorea pinanga pada level 9.Tabel
confusion matrix dekomposisi 6 level pada komponen CV (citra vertikal) dapat
dilihat pada Tabel 12.
Species Shorea yang dapat diklasifikasikan dengan baik dan memiliki
akurasi 100% yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados. Shorea yang memiliki
akurasi paling rendah yaitu Shorea leprosula dan Shorea materialis. Shorea
leprosula sering teridentifikasi sebagai Shorea javanica dan Shorea marcoptera,
disebabkan adanya kemiripan ukuran, bentuk daun bundar telur serta teksturnya
yang kasar. Shorea materialis sering teridentifikasi sebagai Shorea javanica. Hal
ini dikarenakan adanya kemiripan bentuk, tekstur yang kasar juga struktur tulang
daun pada species Shorea tersebut, dapat dilihat pada Gambar 22 dan Gambar 23.

(a)

(b)

(c)

Gambar 22 Kemiripan (a) Shorea leprosula (b) Shorea javanica (c) Shorea
marcoptera

21

(a)

(b)

Gambar 23 Kemiripan (a) Shorea materialis (b) Shorea
javanica
Perbandingan Percobaan 1 – Percobaan 4
Percobaan 1 komponen CA didapatkan akurasi tertinggi pada dekomposisi
level 8 sebesar 66%, percobaan 2 komponen CH akurasi tertinggi pada
dekomposisi level 6 sebesar 71%, percobaan 3 komponen CV akurasi tertinggi
pada dekomposisi level 6 sebesar 67% dan pada percobaan 4 komponen CD
akurasi tertinggi pada dekomposisi level 8 sebesar 66%.
Grafik akurasi tertinggi dapat dilihat pada Gambar 25. Grafik tersebut
menunjukkan bahwa pada komponen CA dan komponen CD akurasi cenderung
naik turun, terjadi kenaikan akurasi pada level dekomposisi 8. Pada komponen
CH dan komponen CV terjadi penurunan akurasi pada tiap level dekomposisi,
dikarenakan semakin tinggi level dekomposisi maka citra yang dihasilkan akan
semakin kecil dari citra aslinya.
Percobaan 1 – 4 dapat disimpulkan bahwa komponen CH merupakan
komponen yang paling berpengaruh dalam menghasilkan akurasi tertinggi. Hal ini
dikarenakan pada komponen CH, citra yang dihasilkan lebih terlihat bentuk
daunnya.
80
70
60

Akurasi

50

CA
40
CH
30

CV

20

CD

10
0
6

7
8
Level Dekomposisi

9

Gambar 24 Rata-rata akurasi setiap komponen

22
Dari hasil percobaan setiap level dekomposisi dan setiap komponen Wavelet,
kesalahan identifikasi cenderung sama. Species Shorea yang sering salah
teridentifikasi yaitu Shorea leprosula dan Shorea materialis. Untuk lebih jelasnya
lihat pada Lampiran 21.
Shorea leprosula salah teridentifikasi sebagai Shorea marcoptera.
Kemiripan daun dapat dilihat pada Gambar 25. Kesalahan identifikasi disebabkan
adanya kemiripan bentuk daun lonjong dengan bagian terlebar di tengah-tengah,
sisinya sejajar, kemiripan ukuran dan tekstur pada kedua daun tersebut.
Shorea materialis salah teridentifikasi sebagai Shorea pinanga. Kemiripan
daun dapat dilihat pada Gambar 26. Kesalahan identifikasi disebabkan adanya
kemiripan ukuran, bentuk daun ujung lancip pendek dan selain kemiripan,
pengaruh background dan bayangan
pada kedua daun tersebut dapat
menyebabkan kesalahan identifikasi.
Species Shorea yang tepat diklasifikasikan pada setiap level dan komponen
yaitu Shorea lepida dan Shorea platycados. Hal ini dikarena bentuk dan ukuran
daun Shorea lepida dan Shorea platycados cenderung lebih kecil dibandingkan
dengan species lainnya, sehingga mudah untuk teridentifikasi. Dapat dilihat pada
Gambar 27.

(a)
(b)
Gambar 25 Kemiripan (a) Shorea leprosula
dan (b) Shorea marcoptera

(a)
(b)
Gambar 26 Kemiripan (a) Shorea materialis
dan (b) Shorea pinanga
.

(a)
(b)
Gambar 27 (a) Shorea lepida dan (b) Shorea
platycados

23
Perbandingan dengan Penelitian Terkait
Penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian ini adalah adalah
penelitian yang dilakukan oleh Ramadhan (2012), Yusniar (2013) dan Masyhud
(2013). Penelitian Ramadhan (2012) menggunakan data yang sama yaitu citra
daun Shorea dengan penggabungan fitur Wavelet dan histogram warna HSV serta
citra grayscale untuk melakukan klasifikasi citra daun Shorea. Species Shorea
yang teridentifikasi dengan baik yaitu Shorea javanica. Species Shorea yang
menghasilkan akurasi terendah atau sering teridentifikasi salah yaitu Shorea
palembanica.
Penelitian Yusniar (2013) menggunakan komponen warna pada citra
model RGB dan grayscale. Hasil dari penelitian tersebut yaitu komponen G
menghasilkan akurasi paling tinggi dibandingan dengan komponen R dan B.
Species Shorea yang teridentifikasi dengan baik yaitu Shorea platycados dan
Shorea lepida dan Shorea javanica. Species Shorea yang menghasilkan akurasi
terendah atau sering teridentifikasi salah yaitu Shorea materialis dan Shorea
johorensis.
Penelitian Masyhud (2013) dengan data yang sama menggunakan
komponen warna pada citra model RGB dan HSV. Akurasi tertinggi terdapat pada
komponen G dan komponen V. Species Shorea yang teridentifikasi dengan baik
yaitu Shorea platycados dan Shorea lepida. Species Shorea yang