Pengelolaan Persaingan Elit Lokal di Koto Lamo: Kepemilikan Modal dan Strategi Elit dalam Arena Kekuasaan.

1
 

PENGELOLAAN PERSAINGAN ELIT LOKAL DI KOTO LAMO:
Kepemilikan Modal dan Strategi Elit dalam Arena Kekuasaan

RANDY ILYAS

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI
DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


 

3
 


PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Persaingan Elit
Lokal di Koto Lamo: Kepemilikan Modal dan Strategi Elit dalam Arena Kekuasaan
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Randy Ilyas
NIM I34090038


 

ABSTRAK
RANDY ILYAS. Pengelolaan Persaingan Elit Lokal di Koto Lamo: Kepemilikan

Modal dan Strategi Elit dalam Arena Kekuasaan. Dibimbing oleh SOFYAN SJAF.
Pemerintahan nagari tidak lepas dari pengaruh elit lokal. Studi ini menunjukkan
ada dua kekuatan elit di Koto Lamo. Kekuatan ini berdasarkan posisi elit dalam
distribusi kekuasaan. Mereka adalah elit yang sedang berkuasa dan elit yang sedang
tidak berkuasa. Studi ini memperlihatkan perbedaan kepemilikan modal pada dua
kekuatan elit tersebut. Elit yang berkuasa memiliki modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya, dan modal simbolik yang sangat kuat dan ini berdampak terhadap pilihan
strategi elit. Elit ini bisa melakukan strategi edukasi, strategi invansi ekonomi, strategi
investasi simbolik, dan strategi investasi jaringan relasi, tapi tanpa strategi reproduksi
simbolik. Sedangkan elit yang sedang tidak berkuasa hanya sangat kuat pada modal
budaya dan modal simbolik, namun lemah pada modal ekonomi dan kuat pada modal
sosial. Hal ini berdampak pada pilihan strateginya yang terbatas. Elit ini hanya bisa
mengoptimalkan strategi reproduksi simbolik dan strategi investasi simbolik.
Persaingan antara sesama elit lokal ini perlu dikelola dengan baik agar tidak terjadi
perpecahan masyarakat, tidak teroptimalkannya sumberdaya alam, dan tidak terjadi
kerusakan lingkungan.
Kata kunci: elit lokal, posisi elit, kepemilikan modal, strategi, pengelolaan persaingan

ABSTRACT
RANDY ILYAS. Competition Management of Local Elite in Koto Lamo: Capital

Ownership and Strategy in Power Arena. Supervised by SOFYAN SJAF.
Governance of a nagari must not be separated from local elite influence. This
study indicated that there are two elite’s strengths in Koto Lamo. This strength based on
elite position in power distribution. They are a governing elite and a non governing
elite. This study showed the difference of elite capital ownership. Governing elite have
the super strong power of economic capital, social capital, cultural capital, and symbolic
capital. This matter have an effect to used strategy choices. Governing elite can do
educative strategy, economi invansion strategy, symbolic investment strategy,
networking relationship investment strategy, and this elite did not choose symbolic
reproduction strategy. Non governing elite is just super strong at cultural capital and
symbolic capital, but this elite is weak at economic capital and strong for social capital.
So the non governing elite only optimalized symbolic investment strategy and symbolic
reproduction strategy. Management of local elites competition is required to avoiding
the society dissolution, not optimalize nature resources, and environmental damage.

Keywords : local elite, elite’s position, capital ownership, strategy, management of
competition

5
 


PENGELOLAAN PERSAINGAN ELIT LOKAL DI KOTO LAMO:
Kepemilikan Modal dan Strategi Elit dalam Arena Kekuasaan

RANDY ILYAS

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
 



 

rudul Skripsi
セ。ュ@

セim@

Pengelolaan Persaingan Elit Lokal di Koto Lamo: Kepemilikan
Modal dan Strategi Elit dalam Arena Kekuasaan.
Randy Ilyas
134090038

Disetujui oleh

Dr Sofyan Sjaf
.Pembimbing

MS


Tanggal Lulus:

1 B JUL 2013

7
 

Judul Skripsi

:

Nama
NIM

:
:

Pengelolaan Persaingan Elit Lokal di Koto Lamo: Kepemilikan
Modal dan Strategi Elit dalam Arena Kekuasaan.
Randy Ilyas

I34090038

Disetujui oleh

Dr Sofyan Sjaf
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


 

PRAKATA

Segala Puji bagi Allah SWT atas rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya

sehingga skripsi ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Skripsi berjudul
“Pengelolaan Persaingan Elit Lokal di Koto Lamo: Kepemilikan Modal dan Strategi Elit
dalam Arena Kekuasaan” ini dengan baik. Skripsi ini ditujukan untuk melengkapi
kewajiban dalam menempuh tugas belajar pada program Sarjana Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini disusun penulis untuk dapat memperluas wawasan mengenai kondisi
yang umum yang terjadi di pedesaan, tipologi elit, jenis-jenis modal, dan pilihan strategi
dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu skripsi ini juga berguna
untuk memperkaya kazanah penelitian tentang politik lokal pada masa sekarang ini.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Sofyan Sjaf selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, informasi, dan curahan
waktu dan pikiran dalam pembuatan skripsi ini. Semoga skripsil ini dapat bermanfaat
bagi pihak-pihak yang membutuhkannya.
Kritik dan saran sangat diharapkakan dari semua pihak sehingga dapat
membangun ke arah yang lebih baik.

Bogor, Juli 2013

Randy Ilyas

NIM. I34090038
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

9
 

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN


vii
vii
vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

1
1
2
3
3

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Interaksi Sosial

Konsep Elit

5
5
5
5
6
8
9
10
11
11

Konsep Modal 

Konsep Kekuasaan
Konsep Strategi
Kerangka Pemikiran

Hipotesis 

Definisi Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

17
17
17
19

GAMBARAN UMUM
Sejarah Nagari Koto Lamo
Awal Mula Koto Lamo
Struktur Masyarakat di Nagari Koto Lamo
Sejarah Pemerintahan Nagari Koto Lamo
Karaterisitik Responden
Gambaran Umum Nagari Koto Lamo

21
21
21
23
25
27
27

PROFIL DAN MODAL ELIT NAGARI KOTO LAMO
Profil Elit Nagari Koto Lamo
Profil Elit JT
Profil Elit NN
Modal Elit Nagari Koto Lamo
Modal Ekonomi
Modal Sosial
Modal Budaya
Modal Simbolik
Akumulasi Modal Elit

33
33
33
34
36
36
36
38
38
40

10 
 

PENGARUH KEPEMILIKAN MODAL TERHADAP PILIHAN
STRATEGI ELIT
Pengaruh Kepemilikan Modal pada Strategi Edukatif
Pengaruh Kepemilikan Modal pada Strategi Invansi Ekonomi
Pengaruh Kepemilikan Modal pada Strategi Investasi Simbolik
Pengaruh Kepemilikan Modal pada Strategi Reproduksi Simbolik
Pengaruh Kepemilikan Modal pada Strategi Investasi Jaringan Relasi
Pengelolaan Persaingan Elit Lokal di Koto Lamo
Mengoptimalkan Fungsi Elit Lokal
Menguatkan Fungsi Kelembagaan Adat
Membangkitkan Kembali Semangat Bernagari

41

PENUTUP
Kesimpulan
Saran

51
51
52

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

53
55

 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

  
 
 
 
 

41
42
43
44
46
47
48
48
49

11
 

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

18

Data dan penelitian
Nama-nama Penghulu/Datuk di JorongTanjung Bungo
Nama-nama Penghulu/Datuk di Jorong Koto Tuo
Nama-nama Penghulu/Datuk di Jorong Koto Tangah
Keadaan kependudukan di Nagari Koto Lamo
Keadaan kepala keluarga di Nagari Koto Lamo
Keadaan pendidikan di Nagari Koto Lamo
Mata pencarian di Nagari Koto Lamo
Nilai indeks modal ekonomi pada masing-masing elit lokal
Nilai indeks modal sosial pada masing-masing elit lokal
Nilai indeks modal budaya pada masing-masing elit lokal
Nilai indeks modal simbolik pada masing-masing elit lokal
Akumulasi Modal Elit
Hasil rank spearman, hubungan modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya, dan modal simbolik elit lokal dengan strategi edukatif
Hasil rank spearman, hubungan modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya, dan modal simbolik elit lokal dengan strategi invansi ekonomi
Hasil rank spearman, hubungan modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya, dan modal simbolik elit lokal dengan strategi investasi simbolik
Hasil rank spearman,hubungan modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya, dan modal simbolik elit lokal dengan strategi reproduksi
simbolik
Hasil rank spearman, hubungan modal ekonomi, modal sosial, modal
budaya, dan modal simbolik elit lokal dengan strategi investasi jaringan
relasi

18
22
23
23
28
29
29
30
36
37
38
39
40
41
42
43
45

46

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Kerangka pemikiran dari persaingan elit di Koto Lamo
Bagan pemilihan responden dalam penelitian
Kondisi jalan tanah di Nagari Koto Lamo

10
17
31

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Lokasi penelitian
Matriks sumber data
Tabel jadwal penelitian
Panduan pertanyaan wawancara mendalam
Kuesioner penelitian
Tabel responden di Nagari Koto Lamo
Tabel jumlah (nilai dan persentase) jawaban responden
Tabel tabulasi silang modal terhadap strategi
Tabel hubungan pengaruh modal terhadap strategi

55
56
56
57
58
63
65
66
71

12 
 

1
 

PENDAHULUAN
 
 

Latar Belakang
Politik lokal Indonesia semakin meriah menyusul datangnya arus ganda
desentralisasi dan demokratisasi. Disatu sisi, desentralisasi menghadirkan wewenang
pemerintahan tertinggi daerah kepada pemimpin daerah itu sendiri dan pemilihan kepala
daerah dilakukan secara demokrasi lewat pemilihan umum. Di sisi lain, terbukanya
keran desentralisasi dan demokrasi memicu para elit lokal untuk bersaing menjadi raja
di daerahnya sendiri yang secara tidak langsung mengusung nama putra daerah dan
menyingkirkan orang luar daerah untuk berkuasa di daerah mereka (Hamid 2010).
Terkait dengan ulasan di atas, persaingan para elit lokal untuk berkuasa dimulai
dari perebutan pengaruh sebelum terjadi pemilihan daerah, saat kampanye, dan bahkan
pada saat selesai pemilihan daerah pun tetap terjadi persaingan dalam bentuk protes atau
pemakzulan kepala daerah yang terpilih secara sah1. Pertarungan elit ini tidak saja
mengatasnamakan pribadi atau keluarga, tetapi juga membawa etnis ke dalam arena
perebutan kekuasaan. Hal ini dapat dilihat dengan apa yang terjadi di Morowali dimana
dua etnis antara etnis Bungku dengan etnis Mori yang memperebutkan letak ibukota
Kabupaten Morowali (Darwis 2011).
Beranjak dari ulasan di atas, penelitian ini mencoba memfokuskan dampak dari
desentralisasi dan demokrasi pada persaingan elit, yaitu persaingan antara elit yang
berkuasa dengan elit yang sedang tidak berkuasa. Para elit baik yang tidak berkuasa
dengan elit yang berkuasa sama-sama memiliki kekuatan untuk mempengaruhi,
merebut, dan mempertahankan kekuasaan. Untuk mempraktekan tujuan tersebut,
masing-masing elit mempersiapkan strategi dan memiliki modal untuk mendukung
jalannya keinginan mereka. Meski demikian, strategi dan modal yang dimiliki elit tidak
selalu sama. Dimana masing-masing elit memiliki perbedaan kepemilikkan dan
perbedaan keunggulan dalam kepemilikan modal.
Terkait dengan kepemilikan modal, Bordieu (1986) menyatakan bahwa modal
sebagai logika yang mengatur bagaimana sebuah tujuan dapat dicapai. Menurutnya,
definisi modal sangat luas dan mencakup hal-hal material (yang dapat memiliki nilai
simbolik) dan berbagai atribut yang tak tersentuh, namun dengan signifikasi secara
kultural, misalnya prestis, status, dan otoritas (yang dirujuk sebagai modal simbolik),
serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera bernilai budaya dan pola-pola
konsumsi). Selain itu, Bourdieu (1990) juga merumuskan bahwa suatu sistem
pertukaran, dan istilah ini diperluas pada segala bentuk barang baik materil maupun
simbol, tampa perbedaan yang mempresentasikan dirinya sebagai suatu yang jarang dan
layak untuk dicari dalam sebuah informasi tertentu. Bentuk-bentuk modal tersebut tiada
lain adalah modal ekonomi, modal sosial, modal budaya, dan modal simbolik. Selain
modal elit juga membutuhkan strategi dalam memenangkan persaingan, strategi yang
biasa digunakan elit adalah investasi biologis, suksesif, edukatif, invansi ekonomi,
investasi simbolik, reproduksi simbolik, dan investasi jaringan-relasi.
Senada dengan uraian di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian terkait
posisi elit, modal elit, dan strategi elit di Nagari Koto Lamo, Kecamatan Kapur IX,
Sumatera Barat. Nagari Koto Lamo memiliki struktur masyarakat yang bertingkat baik
secara formal dan nonformal. Masyarakat Koto Lamo masih menerapkan
                                                            
1

 

 fakta ini dapat dilihat pada penelitian Abbas (2011), Irtanto (2006), dan Permana (2012) 


 

kepemimpinan Datuk (untuk selanjutnya disingkat menjadi Dt) sebagai pemimpin kaum
suatu suku dan juga mengadaptasi sistem demokrasi dalam pemilihan Badan
Musyawarah Nagari (Bamus Nagari) dan walinagari. Bentuk-bentuk dari struktur
tersebut melahirkan para elit nagari yang berpengaruh, baik di sektor formal maupun
non formal. Walaupun terdapat banyak elit di Koto Lamo, namun secara distribusi
kekuasaan dan pengaruh para elit dapat dikategorikan menjadi elit yang sedang
berkuasa dan elit yang sedang tidak berkuasa. Perbedaan posisi elit dalam distribusi
pengaruh dan kekuasaan akan berdampak kepada kepemilikan modal yang dimiliki.
Kekuatan modal yang berbeda juga akan berdampak kepada strategi yang digunakan
elit. Perbedaan dan pengaruh dari posisi, modal, dan strategi inilah yang akan dijelaskan
dalam tulisan skripsi ini.
Persaingan antara sesama elit di Nagari Koto Lamo tentu berdampak terhadap
pengembangan nagari. Nagari Koto Lamo yang terkenal sebagai produsen tanaman
gambir sampai saat ini masih belum juga memiliki manajemen atau teknologi
pengelolan getah gambir menjadi produk jadi. Selain sektor perkebunan gambir,
pengeksplorasian produk tambang (batu bara) di Nagari Koto Lamo juga jauh dari
kejelasan dan kepastian. Elit nagari terlalu sibuk untuk merebut dan menjaga
kekuasaannya sehingga kurang optimal dalam mengembangkan potensi nagarinya.
Dengan meneliti persaingan elit lokal di Nagari Koto Lamo, maka diharapkan nanti
ditemukan manajemen persaingan yang sesuai untuk menyelamatkan Koto Lamo dari
perpecahan dan keterbelakangan dalam mengoptimalkan sumberdaya alam serta
menjaga kelestarian lingkungannya.

Rumusan Masalah
Hubungan antara elit yang berkuasa dengan elit yang sedang tidak berkuasa
adalah konflik dan persaingan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Elit
yang sedang berkuasa cenderung untuk mempertahankan kekuasaan yang dimilikinya,
sedangkan elit yang sedang tidak berkuasa selalu mencoba untuk merebut kekuasaan
yang dimiliki oleh elit berkuasa. Masing-masing elit yang bersaing memiliki modal
yang menjadi sumber kekuatan untuk menggalang dan mendapatkan pengaruh. Modal
yang dimaksud di sini adalah modal menurut Bourdieu (1990) yang terdiri dari modal
ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik.
Selain modal, elit juga membutuhkan strategi dalam memenangkan persaingan.
Adapun strategi yang biasa digunakan adalah investasi biologis, suksesif, edukatif,
invansi ekonomi, investasi simbolik, reproduksi simbolik, dan investasi jaringan-relasi.
Atas latar belakang sebelumnya, maka diketahui bahwa penelitian ini dirumuskan untuk
mengetahui pengaruh kepemilikan modal elit terhadap pilihan strategi dalam persaingan
di arena kekuasaan. Secara spesifik, penelitian ini memusatkan perhatian pada
permasalahan siapa saja elit yang bertarung dalam arena kekuasaan? Seberapa besar
pengaruh posisi elit dalam akumulasi kepemilikan modal? Adakah pengaruh antara
kepemilikan modal dengan strategi yang digunakan elit dalam pertarungan merebut dan
mempertahankan kekuasaan? Bagaimana pengelolaan persaingan yang cocok elit lokal
yang bersaing di Koto Lamo?

3
 

Tujuan Penelitian
Atas dasar perumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka
tujuan penelitian ini:
1. Mengetahui elit yang bertarung dalam arena kekuasaan;
2. Mengetahui pengaruh posisi elit dalam akumulasi kepemilikan modal; dan
3. Mengetahui pengaruh kepemilikan modal elit terhadap pilihan pada strategi
kekuasaan.
4. Mengetahui pengelolaan persaingan yang cocok untuk persaingan elit lokal di Nagari
Koto Lamo.

 
 

Kegunaan Penelitian 
 

Penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan manfaat bagi mahasiswa selaku
akademisi, perguruan tinggi, dan masyarakat. Manfaat yang diperoleh dari penelitian
persaingan elit di Nagari Koto Lamo diantara lain yaitu:
1. Bagi mahasiswa
Penelitian ini bermanfaat untuk menjadi tambahan literatur penelitian mengenai
pengaruh kepemilikan modal elit lokal dalam dinamika perebutan kekuasaan pada
masa desentralisasi sehingga kedepannya dapat menganalisisa topik mengenai
pengaruh kepemilikan modal elit lokal untuk penelitian selanjutnya.
2. Bagi perguruan tinggi
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan wawasan pengetahuan dan menjadi
sumber rujukan dalam topik persaingan kekuasaan pada masa desentralisasi dan
demokrasi, khususnya menganalisisa peran modal yang dimiliki elit terhadap
strategi dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan sehingga secara tidak
langsung dapat meningkatkan kualitas perguruan tinggi.
3. Bagi masyarakat
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan penambahan penalaran atau
mempertajam logika masyarakat terhadap pilihan strategi elit dalam arena
kekuasaan sehingga masyarakat tidak lagi menjadi kendaraan tanpa paham kemana
arah dan tujuan politik elit dan masyarakat juga mampu menjadi pengawas dan
pengontrol yang kritis terhadap pemerintahan dan elit lokal.


 

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Konsep Interaksi Sosial
Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut
hubungan antar orang perorangan, antar kelompok-kelompok manusia dan antar orang
dengan kelompok-kelompok masyarakat. Interaksi terjadi apabila dua orang atau
kelompok saling bertemu dan pertemuan antara individu dengan kelompok dimana
komunikas terjadi diantara kedua belah pihak (Yulianti2003). Interaksi sosial adalah
kunci dari semua kehidupan sosial oleh karena itu tanpa adanya interaksi sosial tidak
akan mungkin ada kehidupan bersama. Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh
timbal balik antar individu dengan golongan didalam usaha mereka untuk memecahkan
persoalan yang diharapkan dan dalam usaha mereka untuk mencapai tujuannya (Ahmadi
2004).
Bentuk- bentuk interaksi sosial adalah Asosiatif dan Disasosiatif (Soekanto
2010). Asosiatif terdiri dari kerjasama (cooperation), akomodasi (accomodation).
Kerjasama disini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan
atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Akomodasi
merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak
lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya. Disasosiatif terdiri dari
persaingan (competition), dan kontravensi (contravention), dan pertentangan (conflict).
Persaingan diartikan sebagai suatu proses sosial di mana individu atau kelompokkelompok manusia yang bersaing mencari keuntungan melalui bidang-bidang
kehidupan yang pada suatu masa tertentu menjadi pusat perhatian umum (baik
perseorangan maupun kelompok manusia) dengan cara menarik perhatian publik atau
dengan mempertajam prasangka yang telah ada tanpa mempergunakan ancaman atau
kekerasan. Kontravensi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orangorang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan suatu golongan tertentu. Pertentangan
merupakan suatu proses sosial dimana individu atau kelompok berusaha untuk
memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang sering disertai dengan
ancaman dan/atau kekerasan.
Konsep Elit
Menurut Pareto (1915) dalam Bottomore (2006), yang disebut dengan kelompok
elit adalah sekelompok kecil individu yang memiliki kualitas-kualitas terbaik, yang
dapat menjangkau pusat kekuasaan sosial politik. Sementara Mosca (1939)
menyebutkan bahwa di setiap masyarakat yang berbentuk apapun senantiasa muncul
dua kelas, yaitu kelas yang memerintah dan kelas yang diperintah. Mosca, juga percaya
dengan pergantian elit, apabila elit tidak lagi mampu menjalankan kekuasaannya dan
atau kehilangan kecakapan di hadapan kelas yang dikuasai, maka terbuka kesempatan
menggeser kelas penguasa dari kelas yang dikuasai.
Baik Pareto (1915) dalam Bottomore (2006) maupun Mosca (1939) lebih
memusatkan perhatiannya kepada elit yang memerintah. Konsep pergantian atau
sirkulasi elit juga diperhatikan oleh Pareto, yang baginya elit yang berkuasa bisa saja
kehilangan kekuasaannya akibat gangguan terhadap keseimbangan masyarakat.
 


 

Gangguan ini bisa melahirkan pergantian elit yang terjadi pada dua dimensi: pertama
pergantian diantara elit itu sendiri dan yang kedua dari penduduk biasa menjadi elit.
Sejalan dengan pendapat di atas penulis menempatkan posisi bahwa elit memang
merupakan kelompok masyarakat yang memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan
masyarakat lainnya. Elit pun masih terbagi lagi ke dalam dua kelompok yang berbeda,
yaitu elite governing dan elite non governing. Pada arena kekuasaan elite governing
akan selalu berupaya untuk mempertahankan kekuasaannya dan elite non governing
yang akan selalu berupaya untuk merebut kekuasaan.Elit memiliki kelebihan akumulasi
modal dalam mempengaruhi dan memerintah masyarakat. Kemampuan tersebut juga
membutuhkan dukungan masyarakat terhadap posisi elit. Akumulasi modal dan dan
dukungan masyarakatnya membuat elit saling bersaing dalam memperebutkan
kekuasaan terhadap suatu daerah.
Konsep Modal
Menurut Bordieu dalam bukupengantar paling komprehensif kepada pemikiran
Pierre Bourdieu (1990) bahwa modal memiliki definisi yang sangat luas dan mencakup
hal-hal material (yang dapat memiliki nilai simbolik) dan berbagai atribut yang tak
tersentuh, namun signifikan secara kultural, misalnya prestis, status, dan otoritas (yang
dirujuk sebagai modal simbolik), serta modal budaya (yang didefinisikan sebagai selera
bernilai budaya dan pola-pola konsumsi).
Selain itu, Bordieu (1990) juga menambahkan bahwa modal berperan sebagai
sebuah relasi sosial yang terdapat di dalam suatu sistem pertukaran, dan istilah ini
diperluas pada segala bentuk barangbaik materil maupun simbol, tanpa perbedaan yang
mempresentasikan dirinya sebagai sesuatu yang jarang dan layak untuk dicari dalam
sebuah formasi tertentu. Berdasarkan pengertian di atas, Bourdieu (1990) membagi
modal kedalam empat pembagian, yaitu :
a) Modal Ekonomi
Modal Ekonomi didefinisikan dalam bentuk uang dan properti. Modal ekonomi
banyak ditunjukkan pada kemampuan seseorang untuk mendapatkan akses terhadap
sumber-sumber kehidupan khususnya yang berasal dari produksi material, uang, dan
material yang dihasilkan seseorang.Modal ekonomi berasal dari produksi material dan
petukaran atau perdagangan, uang, atau materi yang dihasilkan seseorang, baik dagang
dan produksi sendiri (Bourdieu 1986). Modal ekonomi juga meliputi faktor produksi,
seperti kepemilikan tanah, teknologi, dan modal dalam arti uang. Secara umum yang
ditonjolkan adalah seberapa kuat dukungan finansial atau kekayaan yang dimiliki
kandidat atau pemimpin lokal.
b) Modal Sosial
Modal sosial, merupakan jaringan sosial yang memudahkan elit untuk
menghimpun modal-modal lainnya. Modal ini juga merupakan relasi-relasi sosial yang
mengatur hubungan antar individu atau kelompok (elit). Atau secara sederhana, modal
sosial didefinisiskan suatu posisi atau relasi dalam suatu kelompok serta jaringanjaringan sosial. Untuk itu, Bourdieu (1990) menegaskan modal sosial sangat tergantung
pada luasnya jaringan koneksi yang dapat dimobilisasi dengan efektif dan jumlah
kapital (ekonomi, kultural, dan simbolik) yang dimiliki suatu masyarakat.
Bourdieu (1990) mendefinisikan modal sosialsebagai kumpulan dari sumber
daya aktual yang terkait dengan kepemilikan jaringan yang berlangsung lama yang
kurang lebih dilembagakan dari kenalan bersama atau pengakuan. Modal Sosial

 


 

biasanya dilihat dari tiga hal yaitu dukungan grup kolektif, jaringan, dan reputasi.
Dukungan grup kolektif biasanya diukur dari angka statistik yang diterima oleh
kandidat (jika dalam pemilihan umum), dalam kasus ini adalah dukungan yang
diberikan oleh masyarakat setempat. Jaringan berasal dari kelompok sosial dimana sang
kandidat turut terlibat, dan reputasi adalah seberapa diketahuinya pemimpin lokal oleh
masyarakat.
Umumnya jaringan lebih banyak dimiliki oleh pemimpin lokal dibandingkan
dukungan grup kolektif dan reputasi, walaupun bukan berarti kedua hal tersebut sama
sekali tidak dimiliki oleh pemimpin lokal. Hal ini dikarenakan jaringan yang semakin
luas membuat pemimpin lokal lebih banyak memiliki informasi sehingga memudahkan
pemimpin lokal dalam mengakses banyak hal maupun mempengaruhi sesuatu
keputusan karena dianggap sebagai pihak yang lebih mengerti dibandingkan yang lain
(Permana 2012).
Senada dengan yang telah diungkapkan pada kasus pemilihan kepala daerah di
Maluku Utara, pertarungan dua periode pemilihan gubernur antara Thaib Armayin, elit
lokal yang tumbuh berkembang Maluku Utara dengan Abdul Gaffur, elit lokal yang
karir politiknya berkembang di Jakarta (Abbas 2011). Thaib dengan modal sosial yang
lebih kuat di ranah lokal dibandingkan Abdul memenangkan Pilkada periode pertama.
Pada periode yang kedua, dua elit ini kembali bersaing dalam perebutan kursi gubernur
Maluku Utara. Pada periode ini pun Thaib kembali keluar sebagai pemenang karena
selain modal sosial yang lebih kuat daripada Abdul Gaffur di ranah lokal, ternyata Thaib
berhasil memiliki hubungan relasi yang baik dengan presiden selama menjabat sebagai
gubernur pada periode pertama.
c) Modal Budaya
Modal budaya, adalah kepemilikan elit atas benda-benda materil yang dianggap
memiliki pretis tinggi, pengetahuan dan ketrampilan yang diakui otoritas resmi, dan
kebiasaan (gaya pakaian, cara berbicara, selera makan, gerak-gerik tubuh yang khas,
dan sebagainya) yang merupakan wujud dari posisi obyektif agen. Atau dengan kata
lain, modal budaya merupakan kualifikasi-kualifiaksi intelektual hasil sistem
pendidikan, atau diturunkan melalui konsep, seperti: latar belakang keluarga, kelas
sosial, investasi-investasi, dan komitmen pada pendidikan. Adapun bentuknya berupa
barang-barang seni, pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa (Bourdieu 1986).
Bourdieu (1990) mendefinisikan modal budaya sebagai selera bernilai budaya
dan pola-pola konsumsi yang mencakup pada rentangan luas properti,seperti seni,
pendidikan, dan bentuk-bentuk bahasa. Modal budaya merupakan hasil dari praktek
sosial dan pengembangan sosial dari beberapa simbol dan arti yang termasuk kelas yang
lebih tinggi untuk melakukan kultur dominan mereka dalam siklus pengembangan
kultur.
Merujuk pada hal tersebut hasil penelitian yang dilakukan oleh Permana (2012)
terlihat bahwa hal-hal yang tidak biasa terjadi pada suatu daerah dan dicoba melakukan
hal-hal baru untuk memberikan sentuhan lain seperti kenaikan harga tarif rekalame di
kota Surabaya berdampak pada aksi yang dilakukan oleh elit non-governing untuk
menuntut pemakzulan Walikota terpilih. Hal yang sama terjadi pada penelitian Irtanto
(2006), untuk pertama kalinya Banyuwangi dipimpin oleh bupati perempuan membuat
kyai-kyai di Banyuwangi dengan mudah digerakkan oleh elit non-governing untuk
menuntut mundur Bupati terpilih.

 


 

d) Modal Simbolik
Modal simbolik, yakni simbol-simbol kebudayaan yang dapat memperkuat
kedudukan agen di antara agen-agen lainnya. Atau dapat juga sebagai penghargaan yang
dimiliki oleh seseorang atau kelompok sosial dalam kehidupan sosialnya sebagai elit
(Bourdieu 1986). Modal simbolik merupakan hasil dari praktek sosial. Bordieu (1990)
mengemukakan
bahwa
modal
simbolik
merupakan
simbol
yang
melegitimasi/membuktikan dominasi melalui strata sosial atau pembeda terhadap orang
lain, sehingga hal simbolik dapat memenuhi fungsi politik. Modal Simbolik dapat
dilihat dari dua hal yaitu prestis yang dibawa serta gelar. Modal Simbolik juga
dispesifikasikan ke dalam prestis, status, dan otoritas. Selain itu modal simbolik juga
terkait dengan bentuk-bentuk kultur dan simbolik. Modal Simbolik sangat bergantung
pada masyarakatnya.
Pemaparan tersebut ditemukan dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh
Irtanto (2006) yang menggambarkan bahwa bupati terpilih Banyuwangi menggunakan
modal simboliknya sebagai pemimpin daerah yang sah untuk meredam mobilisasi oleh
bawahannya sendiri dalam aksi menurunkannya dari jabatan bupati dengan cara
memberikan sanksi/ancaman mutasi terhadap pegawai pemerintahan yang terlibat.
Konsep Kekuasaan
Max Weber (1910) dalam Poloma (1994) mendefinisikan kekuasaan sebagai
kesempatan yang ada pada seseorang atau sejumlah orang untuk melaksanakan
kemauannya sendiri dalam suatu tindakan sosial, meskipun mendapat tantangan dari
orang lain yang terlibat dalam tindakan itu. Kesempatan (chance atau probability)
merupakan satu konsep yang sangat inti dalam definisi Weber. Dalam definisi di muka,
kesempatan dapat dihubungkan dengan ekonomi, kehormatan, partai politik atau dengan
apa saja yang merupakan sumber kekuasaan bagi seseorang. Kesempatan seorang
pejabat untuk melaksanakan kemauannya tentu lebih besar dibanding kesempatan
seorang petani. Kekuasaan tidak selamanya berjalan lancar, karena dalam masyarakat
pasti ada orang yang tidak setuju atau melakukan perlawanan, baik secara terbuka atau
terselubung, terhadap kekuasaan. Bahkan menurut Amitai Etzioni (1989) dalam
Poloma(1994), kekuasaan adalah kemampuan untuk mengatasi sebagian atau semua
perlawanan, untuk mengadakan perubahan-perubahan pada pihak yang memberikan
oposisi.
Temuan di atas bisa dilihat dari adanya perbedaan pandangan antara Weber
dengan Etzioni. Definisi Weber (1910) dalam Poloma (1994) nampaknya lebih netral,
sedangkan Etzioni (1989) dalam Poloma (1994) memperlihatkan hubungan yang agak
negatif dan kurang diinginkan, karena mereka yang dikuasai merasa kehilangan
kebebasan. Aset/milik/modal yang ada pada seseorang (misal uang, benda berharga,
kekuatan fisik, dan pengetahuan) dapat dipergunakan oleh pemiliknya untuk menunjang
kekuasaan. Aset sering juga disebut kekuasaan potensial atau sumber kekuasaan. Hal ini
untuk membedakan dengan kekuasaan aktif yaitu kekuasaan yang sudah dituang dalam
bentuk tindakan.
Aset bersifat kurang lebih stabil, sedangkan kekuasaan bersifat dinamik atau
prosesual. Gejala kekuasaan adalah menterjemahkan aset-aset ini ke dalam kekuasaan.
Menterjemahkan aset-aset ini ke dalam kekuasaan akan menghasilkan berbagai sanksi,
imbalan, dan alat-alat (instrumen) untuk menghukum mereka yang menghalangi dan
memberikan fasilitas kepada mereka yang mengikuti kemauannya. Sanksi, imbalan dan
alat-alat ini dapat bersifat fisik, materil atau simbolik (Poloma 1994). Secara teroritis
sumber-sumber kekuasaan yang terbatas akan terus menjadi rebutan, walaupun

 


 

memerlukan biaya yang mahal, dan memungkinkan akan memunculkan konflik.
Kekuasaan menjadi perhatian utama para elit politik. Untuk merebutnya seringkali
harus menaruhkan segalah-galanya. Oleh karena itu mendapatkan kekuasaan sebagai
kepala daerah mereka harus rela mengorbankan harta benda yang tidak kurang
jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, jika kepala daerah yang berkuasa dengan segala
daya akan berusaha untuk mempertahankan kekuasaannya.
Konsep Strategi
Suatu arena selalu menjadi ajang konflik atau kompetisi antar individu dan antar
kelompok yang berusaha mempertahankan atau mengubah distribusi bentuk-bentuk
kapital tertentu.Menurut Bourdieu (1990) strategi yang dipakai oleh pelaku tergantung
pada jumlah modal yang dimiliki dan struktur modal dalam posisinya di ruang sosial.
Jika mereka dalam posisi dominan maka strateginya diarahkan pada usaha melestarikan
dan mempertahankan status quo, sedangkan mereka yang terdominasi berusaha
mengubah distribusi modal, aturan main, dan posisi-posisinya sehingga terjadi kenaikan
jenjang sosial. Dalam konsepnya juga, Bourdieu (1990) menyatakan bahwa meski
strategi merupakan sesuatu yang mengarah pada tindakan, tetapi ia bukanlah sematamata hasil dari suatu perencanaan yang sadar dan terkontrol oleh si pelaku atau
sebaliknya ia semata-mata hasil dari sesuatu yang mekanis di luar kesadaran individu
atau kelompok.
Strategi berperan sebagai manuver para pelaku untuk meningkatkan posisi
mereka dalam suatu arena pertarungan.Perjuangan mendapatkan pengakuan, otoritas,
modal, dan akses atas posisi-posisi kekuasaan. Terkait dengan strategi, Bourdieu (1990)
menggolongkan strategi dalam beberapa jenis: pertama, strategi investasi biologis.
Strategi ini memiliki kaitan erat dengan pelestarian keturunan dan jaminan atas
pewarisan modal bagi generasi yang selanjutnya dengan tujuan mempersiapkan generasi
berikutnya yang lebih baik lagi dengan cara membatasi jumlah keturunan untuk
menjamin transmisi modal, kemudian mempertahankan keturunan dan pemeliharaan
fisik. Kedua, strategi suksesif.Strategi ini bermaksud menjamin pengalihan harta
warisan antar generasi dengan pemborosan seminimal mungkin. Ketiga, strategi
edukatif. Strategi ini berupaya menghasilkan pelaku sosial yang layak dan mampu
menerima warisan kelompok sosial, serta mampu memperbaiki jenjang hierarki. Hal ini
ditempuh lewat jalur pendidikan, baik secara formal maupun informal. Keempat,
strategi invansi ekonomi. Strategi ini berorientasi pada pelestarian atau peningkatan
modal ekonomi yang sudah dimiliki sebelumnya. Kelima, strategi investasi simbolik.
Strategi ini merupakan upaya melestarikan dan meningkatkan pengakuan sosial,
legitimasi, atau kehormatan melalui reproduksi skema-skema persepsi dan apersepsi
yang paling cocok dengan properti mereka, dan menghasilkan tindakan-tindakan yang
peka untuk diapresiasi sesuai dengan kategori masing-masing.
Selain lima strategi yang dirumuskan Bourdieu (1990), juga terdapat dua strategi
lain yang perlu untuk dianalisis dalam penelitian ini. Strategi pertama ditarik dari hasil
disertasi Sjaf (2012), yakni strategi reproduksi simbolik. Strategi ini merupakan proses
pemeliharaan atau pelestarian symbolic power (berisi tentang konflik antar etnik atau
suku). Kemudian strategi kedua, yaitu strategi investasi jaringan-relasi, strategi ini
penulis rumuskan berdasarkan penelitian Permana (2012), Abbas (2011), dan Irtanto
(2006). Strategi ini merupakan suatu cara pelaku untuk mempertahankan atau merebut
kekuasaan dengan acara memperkuat dan memperluas jajaringan-relasi yang telah
dimiliki sebelumnya.

 

10 
 

Kerangka Pemikiran
Masa desentralisasi yang meyerahkan wewenang dari pusat kepada daerah untuk
mengatur dan menginisiasi wilayahnya masing-masing memberikan angin segar bagi
para elit lokal untuk memimpin daerah. Para elit lokal kemudian saling berlomba-lomba
untuk menancapkan pengaruhnya di masyarakat. Persaingan antara sesama elit lokal
pun dimulai pada era ini. Dengan adanya pemilihan umum dalam menentukan siapa
pemimpin daerah akan mempolarisasi elit lokal yang sebelumnya setara pada masa
Orde Baru menjadi golongan elit yang berkuasa (pemenang pemilu) dan elit yang tidak
berkuasa (yang kalah dalam pemilu).
Selanjutnya, hubungan antara elit yang berkuasa dengan elit yang sedang tidak
berkuasa adalah konflik dan persaingan untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan.
Elit yang sedang berkuasa cenderung untuk mempertahankan kekuasaan yang
dimilikinya selama yang bisa dipertahankan oleh golongannya, sedangkan elit yang
sedang tidak berkuasa selalu mencoba untuk merebut kekuasaan yang dimiliki oleh elit
berkuasa. Masing-masing elit yang bersaing memiliki akumulasi modal yang menjadi
sumber kekuatan untuk menggalang dan mendapatkan pengaruh dalam masyarakat.
Modal yang dimaksud di sini adalah modal menurut Bourdieu yang terdiri dari modal
ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik.Selain modal elit juga membutuhkan strategi
dalam memenangkan persaingan, strategi yang biasa digunakan elit adalah edukatif,
invansi ekonomi, investasi simbolik, reproduksi simbolik, dan investasi jaringan-relasi.

Kepemilikan Modal
Ekonomi
Dukungan materi
Sosial
Dukungan internal
Dukungan eksternal
Budaya
Tingkat kompetensi
Tingkat kesesuian budaya
Simbolik
Tingkat prestis
Tingkat otoritas

Posisi Elit
Elit penguasa
Elit yang sedang tidak
berkuasa
Strategi
Edukatif
Tingkat pendidikan - formal
Tingkat pendidikan- non formal
Invansi ekonomi
Tingkat finansial
Tingkat properti
Tingkat faktor- produksi
Investasi simbolik
Tingkat gelar
Tingkat jabatan
Reproduksi simbolik
Tingkat pertentangan
Investasi jaringan-relasi
Luas jaringan
Kekuatan jaringan

Gambar 1 Kerangka pemikiran persaingan elit di Koto Lamo.
mempengaruhi diukur
dengan kualitatif.
mempengaruhi diukur dengan kuantitatif.

 

11 
 

Tipologi elit sangat berpengaruh terhadap pilihan strategi yang akan digunakan
dalam persaingan di arena kekuasaan. Adapun keterkaitan antara hubungan variabelvariabel tersebut, dapat dilihat pada Gambar 1.

Hipotesis Penelitian
Modal yang dimiliki oleh elit dalam persaingan di arena kekuasaan cenderung
memiliki pengaruh terhadap pilihan strategi. Oleh karena itu, perlu dilihat sejauh mana
hubungan keterkaitan antara kepemilikan modal elit dengan pilihan strategi yang
diambil. Berdasarkan analisis yang telah penulis laukan, terdapat dua hipotesis,
diataranya adalah:
a) Posisi elit menentukan akumulasi kepemilikan modal.
b) Kepemilikan modal oleh elit menentukan pilihan strategi yang digunakan dalam
merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Defenisi Operasional
a. Kepemilikan Modal
a.1. Modal Ekonomi
Modal ekonomi dapat diukur dengan melihat dukungan materi berupa seberapa
besar dukungan keuangan, usaha, tanah, properti, dan teknologi yang dimiliki oleh elit
tersebut dalam menghidupi biaya kesehariannya dan mendukung aktivitas finansialnya.

Sangat Kuat
Kuat
Cukup Kuat
Kurang Kuat
Tidak Kuat

Indeks Kepemilikan Modal
Elit Menurut Casey
+2
+1
0
-1
-2

Pengaruh Kepemilikan
Modal Elit
5
4
3
2
1

Kategori modal ekonomi yang diukur dengan mengakumulasikan dengan tiga
indeks modal dan juga pengaruh modal sehingga didapatkan
Sangat Kuat
=1X>0
Cukup Mendukung
=0
Kurang Mendukung
= 0 > X ≥ -2
Tidak Mendukung
= -4 ≤ X < -2
a.3. Modal Budaya
1) Modal budaya juga bisa dilhat pada kemampuan yang dimiliki oleh elit baik itu
secara pendidikan, kepemimpinan, pengalaman, dan pengetahuan.

Sangat Kompeten
Kompeten
Cukup Kompeten
Kurang Kompeten
Tidak Kompeten

 

Indeks Kepemilikan Modal
Elit Menurut Casey
+2
+1
0
-1
-2

Pengaruh Kepemilikan
Modal Elit
5
4
3
2
1

13 
 

2) Modal budaya dapat diukur dengan melihat kesesuaian nilai budaya yang dimiliki elit
dengan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam komunitas tempat responden
berada serta tingkat pendidikan elit.

Sangat Sesuai
Sesuai
Cukup Sesuai
Kurang Sesuai
Tidak Sesuai

Indeks Kepemilikan Modal
Elit Menurut Casey
+2
+1
0
-1
-2

Pengaruh Kepemilikan
Modal Elit
5
4
3
2
1

Kategori modal budaya yang diukur dengan mengkamulasikan dengan dua indeks
kepemilikan dan juga pengaruh modal sehingga didapatkan:
Sangat Berpengaruh
=4≥X≥2
Berpengaruh
=2>X>0
Cukup Berpengaruh
=0
Kurang Berpengaruh
= 0 > X ≥ -2
Tidak Berpengaruh
= -4 ≤ X < -2
a.4. Modal Simbolik
Kepemilikan modal simbolik pada pemimpin dapat diukur dengan melihat:
1) Prestise adalah wibawa dan kehormatan yang dimiliki oleh elit internal tersebut
dalam mempengaruhi masyarakat.

Sangat Terhormat
Terhormat
Cukup Terhormat
Kurang Terhormat
Tidak Terhormat

Indeks Kepemilikan Modal
Elit Menurut Casey
+2
+1
0
-1
-2

Pengaruh Kepemilikan
Modal Elit
5
4
3
2
1

2) Otoritas kebijakan adalah sejauh mana pengaruh dari otoritas yang dimiliki oleh
elit tersebut dalam mempengaruhi masyarakat.

Sangat Berpengaruh
Berpengaruh
Cukup Berpengaruh
Kurang Berpengaruh
Tidak Berpengaruh

Indeks Kepemilikan Modal
Elit Menurut Casey
+2
+1
0
-1
-2

Pengaruh Kepemilikan
Modal Elit
5
4
3
2
1

Kategori modal simbolik yang diukur dengan mengakumulasikan jumlah skor dari
otoritas kebijakan dan prestise dengan kategori modal simbolik sebagai berikut:
Sangat Berpengaruh
=4≥X≥2
Berpengaruh
=2>X>0
Cukup Berpengaruh
=0
 

14 
 

Kurang Berpengaruh
Tidak Berpengaruh

= 0 > X ≥ -2
= -4 ≤ X < -2

Kekuatan akumulasi modal elit bisa dilihat dengan mengakumulasikan nilai-nilai indeks
dari modal ekonomi, modal sosial, modal budaya, dan modal simbolik. Sehingga
pengaruh elit lokal bisa dilihat dari pengkategorian di bawah ini:
Sangat Berpengaruh
= X ≥ 10
Berpengaruh
= 0 ≤ X < 10
Cukup Berpengaruh
=0
Kurang Berpengaruh
= -10 ≤ X < 0
Tidak Berpengaruh
= X< -10
b. Strategi dalam Arena Kekuasaan
b.1. Strategi Edukatif
Strategi ini dapat dilihat dari pendidikan yang didapat pelaku sosial baru dari segi
pendidikan baik formal maupun informal
1) Pendidikan formal dapat dilihat dari tingkat pendidikan pelaku sosial baru
Sangat Tinggi (S2 dan S3)
=5
Tinggi (S1)
=4
Sedang (SMA)
=3
Rendah (SMP)
=2
Sangat Rendah (SD)
=1
2) Pendidikan informal dapat dilihat dari tingkat wilayah keikutsertaan pelaku sosial
dalam organisasi
Tingkat Provinsi
=5
Tingkat Kabupaten/Kota
=4
Tingkat Kecamatan
=3
Tingkat Nagari
=2
Tingkat Jorong
=1
3) Pendidikan informal dapat dilihat dari tingkat keaktivan pelaku sosial dalam
organisasi seperti menjadi BPH, kepala bidang, aktif memberikan ide, konstribusi penuh
untuk organisasi.
Sangat aktif
=5
Aktif
=4
Cukup Aktif
=3
Kurang Aktif
=2
Tidak Aktif
=1
b.2. Strategi Invansi Ekonomi
Strategi ini dapat dilihat dengan seberapa besar upaya elit untuk mempertahankan dan
meningkatkan modal ekonomi yang dimiliki.
1) Strategi ini bisa diukur dari peningkatan jumlah property, peningkatan keuangan,
faktor produksi elit
Sangat Meningkat
=5
Meningkat
=4
Tetap
=3
Berkurang
=2
Sangat Berkurang
=1

 

15 
 

b.3. Strategi Investasi Simbolik
Strategi ini terkait dengan semua tindakan yang melestarikan dan meningkatkan modal
pengakuan, legitimasi, kehormatan, dan pengaruh jabatan atau gelar.
Sangat Berpengaruh
=5
Berpengaruh
=4
Cukup Berpengaruh
=3
Kurang Berpengaruh
=2
Tidak Berpengaruh
=1
b.4. Strategi Reproduksi Simbolik
Strategi ini bisa dilihat bagaimana pelaku/elit menciptakan atau menjaga sentimen
konflik antara dua kubu. Strategi ini dapat diukur dengan melihat upaya elit yang
menciptakan, mempertahankan, dan mengingatkan kembali, Diberi nilai:
Sangat Berpengaruh
=5
Berpengaruh
=4
Cukup Berpengaruh
=3
Kurang Berpengaruh
=2
Tidak Berpengaruh
=1
b.5. Strategi Investasi Jaringan-Relasi
Strategi ini bisa dilihat dengan usaha elit untuk menambah atau meningkatkan jaringanrelasinya.
Sangat Kuat
=5
Kuat
=4
Cukup Kuat
=3
Kurang Kuat
=2
Tidak Kuat
=1

 

16 
 

 

17 
 

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian pengaruh kepemilikan modal elit terhadap strategi dalam arena
kekuasaan dilaksanakan di Nagari Koto Lamo, Kecamatan Kapur IX, Kabupaten 50
Kota (peta lihat di lampiran 1). Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja
(purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa wilayah tersebut pernah terjadi usaha oleh
elit yang sedang tidak memerintah untuk menurunkan walinagari terpilih saat itu,
sehingga menarik untuk meneliti modal dan strategi yang digunakan elit dalam usaha
merebut dan mempertahankan kekuasaan di nagari tersebut. Lebih tepatnya Nagari Koto
Lamo dipilih karena lokasi ini bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian.
Kemudian pengumpulan data primer dilaksanakan selama empat minggu, dari
pertengahan bulan Maret sampai minggu kedua bulan April 2013. Dalam kurun waktu
tersebut, peneliti akan mengumpulkan data dan informasi yang dibutuhkan dari berbagai
sumber (matriks lihat di lampiran 2) yang kemudian diakhiri dengan penyusunan
laporan skripsi dan sidang penelitian yang dilakukan pada bulan Mei 2013 (tabel lihat di
lampiran 3).

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Metode yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan
kuantitatif. Dengan demikian penelitian ini merupakan penelitian explanatory dimana
mengetahui sejauh mana pengaruh kepemilikan modal terhadap pilihan strategi. Metode
kualitatif dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam dengan informan yang
dipilih. Wawancara mendalam diarahkan dengan panduan pertanyaan wawancara
mendalam (lihat di lampiran 4). Sedangkan metode kuantitatif yang digunakan adalah
mencari kaitan antara variable pengaruh dan variable yang terpengaruhi serta
melakukan pengujian hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan
Effendi 2008).
Populasi Kepala Rumah
Tangga di Nagari Koto
Lamo (762 KK)

Populasi Rumah Tangga Nagari
Koto Lamo yang Mengetahui
Elit
(762 KK)

20 KK Responden
Jorong Koto Tuo

20 KK Responden
Jorong Koto Tangah

20 KK Responden
Jorong Tanjung Bungo

Gambar 2 Bagan pemilihan responden dalam penelitian

 

18 
 

Pendekatan yang dilakukan terhadap responden adalah dengan menggunakan
kuesioner (lihat di lampiran 5) sebagai cara untuk mengetahui tingkat modal yang
dimiliki elit terhadap pilihan strategi dalam arena kekuasaan. Sedangkan pendekatan
pada elit dengan metode Life History digunakan untuk mengetahui tiga aspek pada elit,
yaitu: 1) kepemilikan modal elit; 2) latar belakang elit; 3) pilihan strategi yang dipilih
menurut pandangan elit.

Data
Primer

Sekunder

Tabel 1 Tabel data dalam penelitian
Item
Output
Kuantitatif
Mendapatkan informasi terkait
Melalui wawancara panduan kekuatan modal ekonomi, sosial,
kuesioner terhadap 60
budaya, dan sosial elit.
responden di Nagari Koto
Mendapatkan informasi terkait
Lamo
strategi edukatif, invansi ekonomi,
investasi simbolik, reproduksi
simbolik, dan investasi jaringan
relasi.
Kualitatif
Mendapatkan informasi mengenai
Melalui wawancara panduan
sejarah nagari, elit-elit nagari,
pertanyaan wawancara
struktur nagari, profil nagari, dan
mendalam terhadap 13
profil elit.
informan
Informasi perihal teori-teori yang
Studi Pustaka.
digunakan dalam penelitian dan
Data studi pustaka didapat
studi-studi kasus yang menduku
dari pencarian dari berbagai
teori-teori tersebut.
sumber. Jurnal elektronik
yang didapat dari searching di
internet dan meminta kepada
kolega. Jurnal cetak, buku,
tesis, dan disertasi dari LSI
IPB, Dokish SKPM,
Perputakaan UI, meminjam
dari dosen pembimbing,
kakak kelas, dan teman atau
kolega.
Data/Dokumen/Arsip tentang Informasi perihal lokasi penelitian,
tempat penelitian.
profil, dan peta lokasi penelitian.
Didapat dari internet, kantor
bupati, kantor camat, dan
kantor walinagari.

Pengumpulan data kuantitatif dilakukan melalui wawancara dengan kuesioner
kepada responden (lihat lampiran 6) yang sebelumnya telah dipilih secara sengaja
melalui teknik pengambilan cluster purposive sampling. Sebelumnya peneliti
melakukan observasi dan survai untuk memastikan bahwa semua KK di Koto Lamo
mengetahui perihal elit. Kemudian, masyarakat nagari yang terbagi atas tiga jorong,
masing-masing jorong dipilih duapuluh warga yang mengetahui elit secara sengaja
untuk menjadi responden. Landasan membagi responden per jorong dengan jumlah 20
responden tersebut supaya responden menjadi gambaran respresentatif semua KK di

 

19 
 

Nagari Koto Lamo. Sementara untuk pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui
observasi, serta wawancara mendalam diarahkan dengan panduan pertanyaan
mendalam.
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data
sekunder. Data primer berupa data kuantitatif dan kualitatif yang diperoleh dari
wawancara kuesioner, wawancara mendalam, serta observasi langsung ke Nagari Koto
Lamo. Sedangkan data sekunder sebagai data pendukung diperoleh melalui literatatur
berupa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan topik penelitian.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data primer yang berhasil dikumpulkan secara kuantitatif terlebih dahulu diolah
dengan menggunakan indeks pengukuran Casey (2008). Adapun rumus dalam indeks
Casey ini dapat dilihat sebagai berikut:
Mte = Me + Mso + Mby + Msi
Keterangan:
Mte : Modal Total Elit
Me
: Modal Ekonomi
Mso : Modal Sosial
Mby : Modal Budaya
Msi : Modal Simbolik

Sementara itu untuk melihat hubungan antara modal yang dimiliki oleh
komunitas dengan pilihan strategi, digunakan analisa Rank Spearman. Pengolahan data
masing-masing variable diproses dengan menggunakan software SPSS 11.5 dan
Microsoft Excel 2007. Sedangkan analisa kualitatif dilakukan dengan mendeskripsikan
dan menginterpretasikan fenomena yang ada di lapang setelah adanya penghitungan
secara kualitatif. Selain itu peneliti juga mengumpulkan data-data kualitatif dari
pertanyaan wawancara mendalam dari informan yang dipilih. Hasil data ini kemudian
direduksi dan dijadikan fakta-fakta lapang untuk mendukung data-data kuantitatif.

 

20 
 

 

21

GAMBARAN UMUM

Sejarah Nagari Koto Lamo
Awal Mula Nagari Koto Lamo
Berda