Latar Belakang Penelitan S BIO 1106567 Chapter 1

Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitan

Saat ini dalam dunia pendidikan, keberadaan laboratorium menjadi hal yang sangat penting. Laboratorium merupakan tempat belajar mengajar melalui metode praktikum. Kegiatan laboratorium memberikan pengalaman belajar kepada siswa, sehingga bisa berinteraksi dengan alat dan bahan yang digunakan. Menurut Ravichandran Saravanakumar 2013 bahwa dalam pembelajaran sains yang baik, tidak hanya memberikan teori dan eksperimen, tetapi juga mengintegrasikan dua aspek penting ini untuk saling melengkapi proses belajar mengajar. Salah satu pembelajaran sains modern adalah interaksi dengan kegiatan pembelajaran laboratorium. Pembelajaran dengan adanya laboratorium dapat membantu siswa dalam melatih kognitif, afektif serta psikomotor dengan objek atau fenomena sehingga pembelajaran menjadi bermakna Karamustafaoglu, 2011. Dengan demikian pembelajaran yang melibatkan kegiatan laboratorium merupakan salah satu alternatif untuk bisa mengembangkan kemampuan siswa dari berbagai keterampilan. Ravichandran Saravanakumar 2013 mengungkapkan bahwa, praktik dalam laboratorium umumnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam observasi dan pemanfaatan peralatan saat melakukan percobaan. Kegiatan pembelajaran seharusnya dapat mengoptimalkan pemahaman siswa dengan menyeimbangkan kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut Rustaman 2009, masalah serius yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri kognitif dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan afektif, empati, dan rasa. Proses belajar mengajar merupakan interaksi antara guru, siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar Rustaman et al., 2003. Dalam arti lain belajar tidak hanya transfer ilmu dari guru ke siswa melainkan ada interasksi didalamnya sehingga untuk menciptakan pembelajaran dengan situasi yang edukatif maka membutuhkan penyelesaian masalah, pengamatan, percobaan, analisis, berfikir dan menyimpulkan. Banyak fakta pendidikan selama ini yang Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu dirasakan adalah sebuah ilmu yang dikemas dalam bentuk konsep-konsep utuh yang bisa diterima, namun, mirisnya pendidikan saat ini memberikan sedikit atau tidak ada informasi tentang bagaimana suatu konsep itu diperoleh Wenning, 2005. Dengan kata lain pendidikan sekarang hanya memperoleh konsep yang sudah jadi dari sebuah penelitian dan diinformasikan kepada siswa tanpa menerapkan keterampilan siswa dalam ber- inquiry yang merupakan salah satu tujuan utama pembelajaran sains. Inquiry lab merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan laboratorium. Menurut Wenning 2006 dalam pembelajaran inquiry lab siswa dapat mengintegrasikan aktivitas-aktivitas laboratorium, dimana terdapat aktivitas awal sebelum dilakukan pembelajaran yaitu melakukan identifikasi masalah penyelidikan, menentukan tujuan dari sebuah penyelidikan, melakukan penyelidikan sesuai dengan masalah yang dibuat dan membuat sebuah pertanyaan ilmiah. Inquiry lab merupakan aspek yang sangat diperlukan dalam pengajaran sains karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam proses investigasi dan penyelidikan serta dapat memberikan pemahaman tentang sifat sains, khususnya pelajaran biologi. Inquiry lab umumnya memberikan pemahaman kepada siswa agar lebih mandiri dalam mengembangkan, melaksanakan rencana eksperimen dan mengumpulkan data yang sesuai dengan hasil yang diperoleh. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menemukan hubungan yang tepat antara variabel. Siswa yang terlibat dalam inquiry lab lebih mandiri dalam merumuskan dan melakukan percobaan dalam sebuah tingkat penyelidikan Wenning, 2006. Inquiry lab dapat mengukur keterampilan proses sains membuat rumusan dan hipotesis, mengidentifikasi variabel, melakukan percobaan, menginterpretasi data, mengobservasi, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengomunikasikan dan menyimpulkan Wenning, 2011. Memang tidak diragukan lagi bahwa, pembelajaran inquiry lab memberikan pengalaman belajar yang membuat siswa harus aktif dalam sebuah penyelidikan ilmiah scientific inquiry . Menurut Linden Modison, 2005, dalam kegiatan scientific teaching, pembelajaran berbasis inquiry lab diperlukan untuk meminta siswa dalam mengatasi tantangan, memecahkan masalah, menguji hipotesis, Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu menjelaskan fenomena, atau menjawab pertanyaan yang merupakan metode seorang ilmuan. Pembelajaran berbasis inquiry lab diperlukan untuk membantu siswa terlibat dalam penyelidikan ilmiah. Kurikulum yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013 menuntut adanya kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, yang di dalamnya terdapat kerja ilmiah dalam suatu penyelidikan inquiry . Kegiatan dengan pendekatan saintifik banyak digunakan pada pembelajaran sains dari semua tingkat pendidikan Karamustafaoglu, 2011. Pendekatan saintifik mengarahkan siswa untuk memperoleh lima kategori penting dari pengalaman belajar, yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Melalui pendekatan saintifik, siswa diharapkan memperoleh pengetahuan yang bermakna untuk dapat mengkonstruksi konsep –konsep yang diperolehnya Tan Wong, 2011. Pendekatan saintifik dalam proses kegiatan pembelajaran merupakan suatu tolak ukur yang sangat baik untuk perkembangan dan pengembangan dalam berbagai segi keilmuan, salah satunya adalah keterampilan proses sains dari peserta didik dalam melakukan suatu penyelidikan ilmiah. Lederman dalam Lederman et al., 2013 mengungkapkan bahwa penyelidikan ilmiah telah menjadi fokus dalam pendidikan sains akhir-akhir ini, penyelidikan ilmiah mengacu pada kombinasi dari keterampilan proses sains umum dalam ilmu pengetahuan tradisional, kreativitas, dan berpikir kritis untuk mengembangkan pengetahuan ilmiah. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penemuan suatu konsep yang ada sebagai keterampialn proses sains. Dengan keterampilan proses sains akan membuat siswa lebih aktif, kreatif, terampil serta memiliki pengalaman yang menarik sehingga nantinya dapat mengasah pola pikir siswa. Umumnya guru di sekolah-sekolah lebih menitikberatkan pada kemampuan kognitif Rusmiyati Yulianto, 2009, padahal dengan kemampuan keterampilan proses sains bisa mempermudah mencapai pemahaman kemampuan kognitif siswa. Menurut Sudargo 2009, melalui kegiatan laboratorium siswa dapat dilatih untuk mengembangkan kognitif, afektif dan psikomotor dalam memahami suatu fenomena biologi. Kegiatan laboratorium sangat dimungkinkan adanya penerapan Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu berbagai keterampilan proses sains, sekaligus pengembangan sikap ilmiah yang mendukung proses pengetahuan dalam diri siswa Subiantoro, 2009. Keterampilan proses sains merupakan perangkat dari kemampuan yang sering digunakan oleh ilmuan untuk melakukan penyelidikan ilmiah dalam suatu rangkaian proses pembelajaran. Untuk meningkatkan KPS siswa dapat didukung dengan pembelajaran yang ber- inquiry karena memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan diri siswa dalam suatu penyelidikan Wenning, 2010. Keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Keterampilan proses juga melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Beberapa jenis KPS keterampilan proses sains menurut Rustaman, 2003 meliputi 1 mengamati, 2 mengelompokan, 3 menafsirkan, 4 mengajukan pertanyaan, 5 berhipotesis, 6 merencanakan percobaan, 7 menggunakan alat bahan, 8 menerapkan konsep, 9 berkomunikasi, 10 melaksanaakan percobaan. Menurut Gilbert 2011 membagi KPS menjadi dua yaitu KPS dasar dan KPS terintegrasi, namun dalam penelitian ini KPS yang menjadi objek penelitian adalah KPS terintegrasi menurut Rezba et al., 1999 diantaranya meliputi 1 mengidentifikasi variabel, 2 merumuskan hipotesis, 3 membuat desain penelitian, 4 eksperimen, 5 megumpulkan dan membuat grafik data, 6 menganalisis data. Meli et al., 2013 menyebutkan bahwa secara umum praktikum yang dilakukan di sekolah belum memberikan pengalaman kepada siswa untuk membuat hipotesis, menguji kebenaran hipotesis dan menganalisis data. Hal tersebut disebabkan prosedur praktikum yang digunakan umumnya hanya memberikan instruksi langsung. Siswa mengerakan langkah-langkah sesuai perintah sehingga kurang melatih keterampilan berfikir dan keterampilan proses sains. Selain itu kegiatan pembelajaran praktikum biasa belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam melakukan eksperimen untuk menemukan konsep sendiri. Dari pernyataan tersebut, maka pembelajaran berbasis inquiry lab memungkinkan siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sains terintegrasi. Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Adapun materi dalam penelitian adalah materi yang berpotensi untuk penerapan pembelajaran berbasis inauiry lab yang sesuai dengan kompetensi dasar pada kurikulum 2013 yaitu tentang perubahan lingkunganiklim dan daur ulang limbah dengan mendaur ulang sampah kulit singkong yang merupakan salah satu bahan pencemar lingkungan. Singkong banyak dikonsumsi masyarakat karena merupakan salah satu makanan pokok masyarakat tertentu, terutama daerah pedesaan. Selain dapat diolah menjadi kripik, singkong juga dapat dikukus dan dipadukan dengan keju menjadi jajanan singkong keju. Adapun sumber pencemar lingkungan dari kulit singkong paling besar adalah dari limbah pabrik tepung tapioka. Meningkatnya konsumsi masyarakat dari singkong menyebabkan semakin bertambahnya berat sampah kulit singkong setiap harinya sehingga menjadi salah satu limbah pencemaran untuk lingkungan. Dari banyaknya limbah kulit singkong ini, dapat dilakukan penanggulangan pencemaran lingkungan yaitu dari kulit singkong menjadi bahan yang bermanfaat yaitu dengan pembuatan lem pati alami starch glue yang berbahan dasar pati kulit singkong. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dilakukan sebuah penelitian untuk melihat peningkatkan “KPS terintegrasi” siswa melalui kegiatan pembelajaran berbasis inquiry lab dalam materi perubahan lingkunganiklim dan daur ulang limbah melalui proses daur ulang pada siswa SMA. Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

B. Rumusan Masalah Penelitian