Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitan
Saat ini dalam dunia pendidikan, keberadaan laboratorium menjadi hal yang sangat penting. Laboratorium merupakan tempat belajar mengajar melalui metode
praktikum. Kegiatan laboratorium memberikan pengalaman belajar kepada siswa, sehingga bisa berinteraksi dengan alat dan bahan yang digunakan. Menurut
Ravichandran Saravanakumar 2013 bahwa dalam pembelajaran sains yang baik, tidak hanya memberikan teori dan eksperimen, tetapi juga mengintegrasikan
dua aspek penting ini untuk saling melengkapi proses belajar mengajar. Salah satu pembelajaran sains modern adalah interaksi dengan kegiatan pembelajaran
laboratorium. Pembelajaran dengan adanya laboratorium dapat membantu siswa dalam melatih kognitif, afektif serta psikomotor dengan objek atau fenomena
sehingga pembelajaran menjadi bermakna Karamustafaoglu, 2011. Dengan demikian pembelajaran yang melibatkan kegiatan laboratorium merupakan salah
satu alternatif untuk bisa mengembangkan kemampuan siswa dari berbagai keterampilan. Ravichandran Saravanakumar 2013 mengungkapkan bahwa,
praktik dalam laboratorium umumnya bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam observasi dan pemanfaatan peralatan saat melakukan percobaan.
Kegiatan pembelajaran seharusnya dapat mengoptimalkan pemahaman siswa dengan menyeimbangkan kognitif, afektif dan psikomotor. Menurut
Rustaman 2009, masalah serius yang tengah dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah sistem pendidikan yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada
pengembangan otak kiri kognitif dan kurang memperhatikan pengembangan
otak kanan afektif, empati, dan rasa. Proses belajar mengajar merupakan
interaksi antara guru, siswa dan komunikasi timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan belajar Rustaman
et al.,
2003. Dalam arti lain belajar tidak hanya transfer ilmu dari guru ke siswa melainkan ada interasksi
didalamnya sehingga untuk menciptakan pembelajaran dengan situasi yang edukatif maka membutuhkan penyelesaian masalah, pengamatan, percobaan,
analisis, berfikir dan menyimpulkan. Banyak fakta pendidikan selama ini yang
Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
dirasakan adalah sebuah ilmu yang dikemas dalam bentuk konsep-konsep utuh yang bisa diterima, namun, mirisnya pendidikan saat ini memberikan sedikit atau
tidak ada informasi tentang bagaimana suatu konsep itu diperoleh Wenning, 2005. Dengan kata lain pendidikan sekarang hanya memperoleh konsep yang
sudah jadi dari sebuah penelitian dan diinformasikan kepada siswa tanpa menerapkan keterampilan siswa dalam ber-
inquiry
yang merupakan salah satu tujuan utama pembelajaran sains.
Inquiry lab
merupakan suatu pembelajaran yang melibatkan siswa dalam kegiatan laboratorium. Menurut Wenning 2006 dalam pembelajaran
inquiry lab
siswa dapat mengintegrasikan aktivitas-aktivitas laboratorium, dimana terdapat aktivitas awal sebelum dilakukan pembelajaran yaitu melakukan identifikasi
masalah penyelidikan, menentukan tujuan dari sebuah penyelidikan, melakukan penyelidikan sesuai dengan masalah yang dibuat dan membuat sebuah pertanyaan
ilmiah.
Inquiry lab
merupakan aspek yang sangat diperlukan dalam pengajaran sains karena memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat dalam proses
investigasi dan penyelidikan serta dapat memberikan pemahaman tentang sifat sains, khususnya pelajaran biologi.
Inquiry lab
umumnya memberikan pemahaman kepada siswa agar lebih mandiri dalam mengembangkan, melaksanakan rencana eksperimen dan
mengumpulkan data yang sesuai dengan hasil yang diperoleh. Data yang diperoleh kemudian dianalisis untuk menemukan hubungan yang tepat antara
variabel. Siswa yang terlibat dalam
inquiry lab
lebih mandiri dalam merumuskan dan melakukan percobaan dalam sebuah tingkat penyelidikan Wenning, 2006.
Inquiry lab
dapat mengukur keterampilan proses sains membuat rumusan dan hipotesis, mengidentifikasi variabel, melakukan percobaan, menginterpretasi data,
mengobservasi, mengukur, mengajukan pertanyaan, mengomunikasikan dan menyimpulkan Wenning, 2011.
Memang tidak diragukan lagi bahwa, pembelajaran
inquiry lab
memberikan pengalaman belajar yang membuat siswa harus aktif dalam sebuah penyelidikan
ilmiah
scientific inquiry
. Menurut Linden Modison, 2005, dalam kegiatan
scientific teaching,
pembelajaran berbasis
inquiry lab
diperlukan untuk meminta siswa dalam mengatasi tantangan, memecahkan masalah, menguji hipotesis,
Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
menjelaskan fenomena, atau menjawab pertanyaan yang merupakan metode seorang ilmuan. Pembelajaran berbasis
inquiry lab
diperlukan untuk membantu siswa terlibat dalam penyelidikan ilmiah.
Kurikulum yang berlaku saat ini yaitu kurikulum 2013 menuntut adanya kegiatan pembelajaran dengan pendekatan saintifik, yang di dalamnya terdapat
kerja ilmiah dalam suatu penyelidikan
inquiry
. Kegiatan dengan pendekatan saintifik banyak digunakan pada pembelajaran sains dari semua tingkat
pendidikan Karamustafaoglu, 2011. Pendekatan saintifik mengarahkan siswa
untuk memperoleh lima kategori penting dari pengalaman belajar, yaitu mengamati, menanya, mencoba, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Melalui
pendekatan saintifik, siswa diharapkan memperoleh pengetahuan yang bermakna
untuk dapat mengkonstruksi konsep –konsep yang diperolehnya Tan Wong,
2011. Pendekatan saintifik dalam proses kegiatan pembelajaran merupakan suatu
tolak ukur yang sangat baik untuk perkembangan dan pengembangan dalam berbagai segi keilmuan, salah satunya adalah keterampilan proses sains dari
peserta didik dalam melakukan suatu penyelidikan ilmiah. Lederman dalam Lederman
et al.,
2013 mengungkapkan bahwa penyelidikan ilmiah telah menjadi fokus dalam pendidikan sains akhir-akhir ini, penyelidikan ilmiah mengacu pada
kombinasi dari keterampilan proses sains umum dalam ilmu pengetahuan tradisional, kreativitas, dan berpikir kritis untuk mengembangkan pengetahuan
ilmiah. Pembelajaran dengan keterampilan proses berarti memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh penemuan suatu konsep yang ada sebagai
keterampialn proses sains. Dengan keterampilan proses sains akan membuat siswa lebih aktif, kreatif, terampil serta memiliki pengalaman yang menarik sehingga
nantinya dapat mengasah pola pikir siswa. Umumnya guru di sekolah-sekolah lebih menitikberatkan pada kemampuan
kognitif Rusmiyati Yulianto, 2009, padahal dengan kemampuan keterampilan proses sains bisa mempermudah mencapai pemahaman kemampuan kognitif
siswa. Menurut Sudargo 2009, melalui kegiatan laboratorium siswa dapat dilatih untuk mengembangkan kognitif, afektif dan psikomotor dalam memahami suatu
fenomena biologi. Kegiatan laboratorium sangat dimungkinkan adanya penerapan
Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
berbagai keterampilan proses sains, sekaligus pengembangan sikap ilmiah yang mendukung proses pengetahuan dalam diri siswa Subiantoro, 2009.
Keterampilan proses sains merupakan perangkat dari kemampuan yang sering digunakan oleh ilmuan untuk melakukan penyelidikan ilmiah dalam suatu
rangkaian proses pembelajaran. Untuk meningkatkan KPS siswa dapat didukung dengan pembelajaran yang ber-
inquiry
karena memberikan pengalaman kepada siswa untuk mengembangkan kemampuan diri siswa dalam suatu penyelidikan
Wenning, 2010. Keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Keterampilan proses
juga melibatkan keterampilan-keterampilan kognitif atau intelektual karena dengan melakukan keterampilan proses siswa menggunakan pikirannya. Beberapa
jenis KPS keterampilan proses sains menurut Rustaman, 2003 meliputi 1 mengamati, 2 mengelompokan, 3 menafsirkan, 4 mengajukan pertanyaan, 5
berhipotesis, 6 merencanakan percobaan, 7 menggunakan alat bahan, 8 menerapkan konsep, 9 berkomunikasi, 10 melaksanaakan percobaan. Menurut
Gilbert 2011 membagi KPS menjadi dua yaitu KPS dasar dan KPS terintegrasi, namun dalam penelitian ini KPS yang menjadi objek penelitian adalah KPS
terintegrasi menurut Rezba
et al.,
1999 diantaranya meliputi 1 mengidentifikasi variabel, 2 merumuskan hipotesis, 3 membuat desain penelitian, 4 eksperimen,
5 megumpulkan dan membuat grafik data, 6 menganalisis data. Meli
et al.,
2013 menyebutkan bahwa secara umum praktikum yang dilakukan di sekolah belum memberikan pengalaman kepada siswa untuk
membuat hipotesis, menguji kebenaran hipotesis dan menganalisis data. Hal tersebut disebabkan prosedur praktikum yang digunakan umumnya hanya
memberikan instruksi langsung. Siswa mengerakan langkah-langkah sesuai perintah sehingga kurang melatih keterampilan berfikir dan keterampilan proses
sains. Selain itu kegiatan pembelajaran praktikum biasa belum memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dalam melakukan
eksperimen untuk menemukan konsep sendiri. Dari pernyataan tersebut, maka pembelajaran berbasis
inquiry lab
memungkinkan siswa dalam mengembangkan keterampilan proses sains terintegrasi.
Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Adapun materi dalam penelitian adalah materi yang berpotensi untuk penerapan pembelajaran berbasis
inauiry lab
yang sesuai dengan kompetensi dasar pada kurikulum 2013 yaitu tentang perubahan lingkunganiklim dan daur
ulang limbah dengan mendaur ulang sampah kulit singkong yang merupakan salah satu bahan pencemar lingkungan. Singkong banyak dikonsumsi masyarakat
karena merupakan salah satu makanan pokok masyarakat tertentu, terutama daerah pedesaan. Selain dapat diolah menjadi kripik, singkong juga dapat dikukus
dan dipadukan dengan keju menjadi jajanan singkong keju. Adapun sumber pencemar lingkungan dari kulit singkong paling besar adalah dari limbah pabrik
tepung tapioka. Meningkatnya konsumsi masyarakat dari singkong menyebabkan semakin
bertambahnya berat sampah kulit singkong setiap harinya sehingga menjadi salah satu limbah pencemaran untuk lingkungan. Dari banyaknya limbah kulit singkong
ini, dapat dilakukan penanggulangan pencemaran lingkungan yaitu dari kulit singkong menjadi bahan yang bermanfaat yaitu dengan pembuatan lem pati alami
starch glue
yang berbahan dasar pati kulit singkong. Berdasarkan pemaparan sebelumnya, maka dilakukan sebuah penelitian
untuk melihat peningkatkan “KPS terintegrasi” siswa melalui kegiatan
pembelajaran berbasis
inquiry lab
dalam materi perubahan lingkunganiklim dan daur ulang limbah melalui proses daur ulang pada siswa SMA.
Normila , 2015 PENINGKATAN “KPS TERINTEGRASI” SISWA SMA MELALUI PEMBELAJARAN
BERBASIS INQUIRY LAB PADA MATERI DAUR ULANG Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
B. Rumusan Masalah Penelitian