Pengaruh Tekanan dan Suhu Pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh Hijau

PENGARUH TEKANAN DAN SUHU PADA KONDISI
EVAPORASI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU

DODO HANDOKO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK
DODO HANDOKO. Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun
Teh Hijau. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan BAMBANG SRIJANTO.
Pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai sarana penunjang kesehatan sebenarnya
telah diterapkan oleh manusia sejak lama, terutama tanaman teh (Camellia sinensis). Teh
hijau merupakan salah satu jenis produk teh yang diperoleh tanpa mekanisme fermentasi.
Teh hijau berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit terutama penyakit kanker,
karena kandungan senyawa polifenol yang melimpah, terutama epigalokatekin,
epigalokatekin-galat, epikatekin, dan epikatekin-galat. Berbagai macam perlakuan telah
digunakan untuk mengoptimumkan ekstraksi polifenol yang terdapat dalam teh hijau,

tetapi perlakuan kondisi evaporasi pelarut belum banyak dilaporkan.
Dalam penelitian ini, 80 gram serbuk teh hijau berukuran 18 mesh dimaserasi
dalam 800 ml air bebas ion, selama 20 menit pada suhu konstan, yaitu 80 °C. Setelah itu,
larutan diuapkan dengan 3 variasi tekanan dalam labu (80, 90, dan 100 mBar) dan 3
variasi suhu penangas (50, 60, dan 70 °C), selanjutnya ditentukan kondisi optimumnya
berdasarkan laju penguapan tertinggi. Kondisi optimum evaporasi diperoleh pada saat
tekanan dalam labu dan suhu penangas berturut-turut adalah 90 mBar dan 70oC, dengan
waktu dan laju penguapan sebesar 0,7425 jam dan 0,0707 (g/det). Kadar polifenol dari 80
gram serbuk teh hijau ditentukan dengan spektrofotometri sinar tampak pada panjang
gelombang 725 nm, perolehannya sebesar 25,4136 ppm atau 3,63% (b/b).

ABSTRACT
DODO HANDOKO. Effect of Pressure and Temperature on Evaporation Condition of
Green Tea Extract. Supervised by DUDI TOHIR and BAMBANG SRIJANTO.
Natural substances have been studied and applied as health supplements by
human being for long ago, especially tea crop (Camellia sinensis). Green tea represents
one of type of tea products that is obtained by nonfermentation mechanism. It is useful to
heal various diseases especially cancer, caused by the excess of polyphenols substances,
such as epigallocatechin, epigallocatechin-gallate, epicatechin, and epicatechin-gallate.
Many treatments have been used to optimized green tea polyphenols extraction, but

solvent evaporation condition treatments have not been reported.
In this research, 80 grams of crushed green tea leaves in 18 mesh of size was
macerated in 800 ml deionized water, for 20 minutes at 80oC constant temperature.
Further, it was evaporated by the three different flask pressure (80, 90, and 100 mBar)
and water bath temperatures (50, 60, and 70oC). Then the optimum condition was
determined by the highest evaporation rate. This condition was 90 mBar of pressure at
70oC, in 0,7425 hours and 0,0707 g/s of evaporating rate. The polyphenols content from
80 grams of sample was determined by UV-Vis spectrophotometry at 725 nm, and
obtained 3,63% (25,4136 ppm) of polyphenols content.

ii

PENGARUH TEKANAN DAN SUHU PADA KONDISI
EVAPORASI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU

DODO HANDOKO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul : Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh
Hijau
Nama : Dodo Handoko
NIM : G01499074

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Dudi Tohir, MS.

NIP 131 851 277

Ir. Bambang Srijanto
NIP 680 003 303

Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131 473 999

Tanggal lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul
Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh Hijau.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, MS dan Bapak Ir.

Bambang Srijanto, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan pengarahan
kepada penulis. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta, Ibu Prof. Dr.
Ir. Tun Tedja Irawadi, MS selaku ketua Departemen Kimia, Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny
Koesmaryono, MS selaku Dekan FMIPA IPB, Bapak Kusnata, mas Pipit, dan Agung
serta adikku tercinta Wulandari yang selalu memberikan doa, dorongan semangat,
bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang serta kepercayaan kepada penulis.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf dan laboran di Laboratorium
Teknologi Farmasi dan Medika, sahabatku Wakhid Lukas S. Si, Budi Arifin S.Si, Mas
Herry, Pak Sabur, Ibu Yenni, Ibu AA, Teh Nung, Marudut serta teman-teman Mexindo
18 atas bantuan, masukan dan kerja samanya selama penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2007

Dodo Handoko

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1981 sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara, anak pasangan Soerodjo HS dan Tjitjih.
Pendidikan formal penulis sampai tingkat SMU diselesaikan di Jakarta, yaitu SD
Negeri 04 Petang Pondok Pinang, SMP Negeri 87 Pondok Pinang, dan SMU Negeri 29
Jakarta dari tahun 1987-1999. Penulis diterima di Program Studi Kimia, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 1999. Bidang
yang diminati ialah Kimia Organik.
Selama masa studi, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar I
dan II, Kimia Organik, dan Aplikasi Komputer Program Studi D3 Analisis Kimia. Pada
tahun 2002 penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Badan Tenaga Nuklir
(BATAN) Pasar Jumat, Jakarta. Penulis juga pernah menjabat staf Maintenance di
Laboratorium Komputer Kimia IPB di tahun 2004, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan
organisasi kemahasiswaan selama kuliah, seperti Badan Kerohanian Islam Mahasiswa
(BKIM), Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA, Himpunan Mahasiswa Kimia. Selain aktif
di Kampus, Penulis juga pernah mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Bintang Pelajar
Bogor pada tahun 2000 dan hingga saat ini masih aktif mengajar di Lembaga Bimbingan
Belajar Primagama Merdeka Bogor sejak tahun 2004 dengan bidang pelajaran kimia
SMP dan SMA.


DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................

vii

PENDAHULUAN ......................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Teh.....................................................................................................

Kandungan Polifenol Teh Hijau........................................................................
Optimalisasi Metode Ekstraksi Teh Hijau ........................................................
Penguapan Pelarut.............................................................................................
Analisis Kuantitatif Polifenol............................................................................

1
2
3
3
4

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat..................................................................................................
Metode Penelitian..............................................................................................
Ekstraksi............................................................................................................
Analisis Kuantitatif Total Polifenol ..................................................................

4
4
4

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Serbuk Daun Teh Hijau.....................................................................
Optimalisasi Kondisi Evaporasi Ekstrak Cair Teh Hijau..................................

5
6

Analisis Kadar Polifenol Ekstrak Teh Hijau ...................................................................

7

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...........................................................................................................

8

Saran .................................................................................................................................


8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

8

LAMPIRAN................................................................................................................

10

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kandungan flavonoid daun teh hijau dan teh hitam tiap 100 g bobot ..................

2

2


Peubah evaporasi ekstrak cair yang digunakan pada penelitian...........................

4

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Daun tanaman teh .................................................................................................

1

2

Struktur polifenol terbesar pada daun teh hijau....................................................

3

3

Pengaruh tekanan dan suhu terhadap waktu evaporasi ........................................

6

4

Pengaruh tekanan dan suhu evaporasi terhadap laju penguapan air.....................

7

5

Pengaruh suhu dan tekanan terhadap konsentrasi polifenol .................................

7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Jenis-jenis kelompok teh ......................................................................................

11

2

Kandungan senyawa kimia teh hijau ....................................................................

11

3

Diagram alir penelitian .........................................................................................

12

4

Kadar air serbuk teh hijau (AOAC 1984).............................................................

13

5

Kadar abu serbuk teh hijau (AOAC 1984) ...........................................................

13

6

Hasil evaporasi ekstrak cair daun teh ...................................................................

14

7

Hasil pemetaan kehomogenan laju penguapan air ...............................................

15

8

Hasil analisis dengan metode GLM .....................................................................

16

9

Analisis ragam pengaruh tekanan labu dan suhu terhadap penguapan air ...........

18

10 Hasil analisis laju penguapan air ..........................................................................

18

11 Kurva larutan standar ...........................................................................................

18

12 Kadar polifenol ekstrak daun teh..........................................................................

19

13 Alat penguap putar Laborota 4003 control vario .................................................

20

PENDAHULUAN
Beragam cara untuk mendapatkan
kesehatan yang optimal seperti berolah raga,
mengkonsumsi makanan yang bernutrisi
tinggi, dan mengkonsumsi obat-obatan.
Namun, penggunaan obat-obatan perlu
diwaspadai terutama jika obat tersebut berasal
dari bahan sintetik. Hal ini disebabkan karena
obat sintetik memiliki efek samping terhadap
organ tubuh seperti pada ginjal. Oleh karena
itu, seiring dengan kemajuan di bidang
kesehatan, saat ini mulai dikembangkan obatobatan yang berasal dari alam. Pemanfaatan
bahan-bahan alami sebagai sarana penunjang
kesehatan sebenarnya telah diterapkan oleh
manusia sejak lama, terutama tanaman teh.
Teh (Camellia sinensis) pertama kali
diperkenalkan oleh kaisar Cina Shen Nung
(2737 SM) karena mempunyai aroma yang
khas dan sekaligus dapat menjaga kesehatan
tubuh (Trevisanato 2000). Sejak saat itu, teh
telah mulai merebak ke seluruh penjuru dunia
karena dapat memberikan perasaan nyaman
dan segar ketika meminumnya.
Saat ini telah dikenal ada empat jenis teh
dan salah satunya adalah teh hijau yang telah
menunjukkan banyak manfaatnya dalam
kesehatan. Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa teh hijau bermanfaat
sebagai antibakteri, antioksidan, antiradang,
dan antikanker (Miller 2005). Zat aktif dalam
teh hijau menurut Picard (1996) antara lain
adalah katekin, epikatekin (EC), galokatekin
(GC), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin
galat (EGCG), epikatekin galat (ECG).
Senyawa tersebut dikelompokkan dalam
senyawa polifenol.
Ekstraksi teh hijau telah dilakukan
sebelumnya di antaranya oleh Song (2001),
menggunakan metode maserasi dengan ragam
suhu, waktu, dan nisbah bahan baku-pelarut.
Diperoleh bahwa ekstraksi menggunakan
pelarut air pada suhu 90ºC selama 10 menit
secara signifikan meningkatkan rendemen
ekstrak polifenol dibandingkan dengan pada
suhu yang lebih rendah. Namun, untuk mutu
ekstrak yang lebih baik digunakan suhu 80ºC
karena beberapa senyawa yang tidak
diinginkan turut terekstrak pada suhu 90ºC
atau lebih.
Selama ini proses penguapan pelarut pada
ekstraksi teh hijau belum mendapat perhatian

lebih lanjut sehingga perlu dilakukan optimalisasi
pada kondisi evaporasi dengan mengatur suhu
penangas dan tekanan dalam labu rotavapor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh suhu dan tekanan dalam evaporasi
pelarut dan konsentrasi polifenol. Selain itu,
diharapkan dapat memperoleh kondisi optimum
proses penguapan pada pengolahan ekstrak cair
teh hijau. Dengan cara tersebut diharapkan proses
pengambilan zat aktif menjadi lebih efektif dan
efisien sehingga biaya produksi menjadi lebih
rendah dengan kualitas yang lebih tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Teh
Tanaman teh termasuk jenis tanaman semak
yang umumnya dapat tumbuh dengan baik di
daerah beriklim tropis dan sub tropis dengan
ketinggian antara 200 dan 2000 meter di atas
permukaan laut dengan suhu kelembaban berkisar
14-25°C. Ketinggian tanaman teh jenis assamica
dapat mencapai 6-20 meter. Perkebunan teh
umumnya selalu menjaga pertumbuhan tanaman
dengan cara melakukan pemotongan sehingga
akan mempermudah pemetikan pucuk daun teh.
Ketinggian tanaman teh selalu dipelihara agar
kurang dari 2 meter. Bunga teh berwarna putih
kekuningan dengan diameter 2,5-4 cm, daun teh
berukuran panjang sekitar 4-15 cm dengan lebar
2-5 cm dapat dilihat pada Gambar 1 (Wikipedia
2007).

Gambar 1 Daun tanaman teh.
Daun teh hasil produksi terbagi atas empat
kelompok teh, yaitu teh hitam, teh hijau, teh
oolong, dan teh putih. Pengelompokan
berdasarkan pada proses produksi. Teh hitam dan
teh oolong diperoleh melalui fermentasi,
sedangkan teh hijau dan teh putih diperoleh tanpa

2

fermentasi. Bentuk dan warna keempat
kelompok teh dapat dilihat pada Lampiran 1.
Menurut Mukhtar (2000), tahap awal
memproduksi teh hitam dan oolong adalah
dengan melayukan daun teh segar sehingga
bobotnya menjadi 55% dari bobot awalnya.
Tahapan proses pembuatan teh hitam menurut
Tuminah (2004) adalah dengan melalui proses
fermentasi. Proses tersebut dilakukan pada
suhu sekitar 22–28°C dengan kelembaban
sekitar 90%. Waktu fermentasi biasanya
dilakukan selama 2–4 jam. Selanjutnya
dilakukan pengeringan sampai kadar air teh
kering mencapai 4–6%.
Fermentasi teh hitam tidak menggunakan
mikrob sebagai sumber enzim, melainkan
dilakukan oleh enzim polifenol oksidase yang
terdapat dalam daun teh itu sendiri. Pada
proses ini, katekin teroksidasi menjadi
teaflavin dan tearubigin.
Teh oolong diproses secara semi
fermentasi. Daun teh segar dilayukan lebih
dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 160–
240°C selama 3–7 menit untuk inaktivasi
enzim, sebelum digulung dan dikeringkan.
Teh hijau dan teh putih diperoleh tanpa
fermentasi, daun teh hanya melalui tahap
pemanasan, pengeringan dan penggilingan
(Wikipedia 2007). Pemanasan daun teh dapat
dilakukan dengan dua metode, dengan udara
kering (pemanggangan) atau uap panas
(steaming). Pemanggangan daun teh akan
memberikan aroma dan cita rasa yang lebih
kuat dibandingkan dengan pemberian uap
panas. Sementara dengan cara pemberian uap
panas, warna teh dan seduhannya lebih hijau
terang. (Tuminah 2004)
Perbedaan utama antara teh hijau dan teh
putih adalah dari bagian tanaman yang
diambil. Jika teh hijau umumnya berasal dari
daun teh muda dan dewasa, maka teh putih
hanya berasal dari pucuk dan daun teh muda.
Oleh karena itu, teh putih memiliki kandungan
katekin dan kafein yang lebih banyak daripada
teh hijau (Wikipedia 2007).
Kandungan Polifenol Teh Hijau
Beberapa tahun terakhir, senyawa
polifenol menarik banyak perhatian peneliti
karena kemampuannya sebagai antioksidan,
antikanker,
antiperadangan,
termogenik,
probiotik, dan antimikrob pada manusia dan
hewan. Selain itu juga karena polifenol

merupakan senyawa aktif yang banyak
terkandung pada tanaman obat. Senyawa
polifenol telah banyak diidentifikasi bentuk
strukturnya bahkan telah dibedakan menjadi
beberapa kelompok seperti flavonoid, asam
fenolat, dan lignin.
Komponen flavonoid yang banyak terdapat di
dalam daun teh adalah katekin, flavonol glikosida,
dan flavon C-glikosida. Komposisi kandungan
flavonoid rata-rata dalam 100 g teh hijau secara
signifikan sebesar 16,00 g (Wang 2001). Menurut
Tuminah (2004), masih terdapat beberapa
komponen senyawa kimia lain yang ditemukan
pada daun teh hijau, seperti kafein yang umumnya
terdapat dalam kopi. Senyawa kimia yang lain
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 1 Kandungan flavonoid daun teh hijau dan
teh hitam tiap 100 g bobot
Teh
Teh
Flavonoid
hijau (g) hitam (g)
Katekin
14,20
4,00
Teaflavin
0,94
Flavonol glikosida
0,64
0,47
Flavon C-glikosida
0,086
0,051
Total polifenol
16,00
15,60
Sumber : Wang 2001

Menurut Youying (2005), kebanyakan
polifenol merupakan turunan flavonol dan
sekarang dikenal sebagai katekin, epikatekin, dan
turunannya.
Polifenol
katekin
memiliki
aktivitas
antioksidan yang tinggi, seperti epigalokatekin
galat (EGCG), epikatekin galat, epigalokatekin
dan epikatekin. Daya antioksidannya lebih besar
jika dibandingkan dengan vitamin C atau β–
karoten. EGCG memiliki konsentrasi tertinggi,
dalam 240 ml ekstrak cair daun teh dengan pelarut
air terdapat 200 mg EGCG (Mukhtar 2000) dan
terdapat lebih dari 61% turunan epikatekin yang
ada di dalam daun teh hijau (Youying 2005).
Polifenol lain dalam teh hijau, yaitu asam
klorogenat, asam kumarilkuinat, dan suatu asam
fenolik yang khas pada teh seperti teogalin. Akan
tetapi, senyawa-senyawa selain polifenol yang
terdapat di dalam teh seperti kafein, metilxantin
teofilin, teobromin, dan suatu asam amino yang
khas, yaitu teanin. Struktur polifenol terbesar di
dalam teh hijau ditunjukkan pada Gambar 2.

PENGARUH TEKANAN DAN SUHU PADA KONDISI
EVAPORASI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU

DODO HANDOKO

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

ABSTRAK
DODO HANDOKO. Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun
Teh Hijau. Dibimbing oleh DUDI TOHIR dan BAMBANG SRIJANTO.
Pemanfaatan bahan-bahan alami sebagai sarana penunjang kesehatan sebenarnya
telah diterapkan oleh manusia sejak lama, terutama tanaman teh (Camellia sinensis). Teh
hijau merupakan salah satu jenis produk teh yang diperoleh tanpa mekanisme fermentasi.
Teh hijau berkhasiat untuk menyembuhkan berbagai penyakit terutama penyakit kanker,
karena kandungan senyawa polifenol yang melimpah, terutama epigalokatekin,
epigalokatekin-galat, epikatekin, dan epikatekin-galat. Berbagai macam perlakuan telah
digunakan untuk mengoptimumkan ekstraksi polifenol yang terdapat dalam teh hijau,
tetapi perlakuan kondisi evaporasi pelarut belum banyak dilaporkan.
Dalam penelitian ini, 80 gram serbuk teh hijau berukuran 18 mesh dimaserasi
dalam 800 ml air bebas ion, selama 20 menit pada suhu konstan, yaitu 80 °C. Setelah itu,
larutan diuapkan dengan 3 variasi tekanan dalam labu (80, 90, dan 100 mBar) dan 3
variasi suhu penangas (50, 60, dan 70 °C), selanjutnya ditentukan kondisi optimumnya
berdasarkan laju penguapan tertinggi. Kondisi optimum evaporasi diperoleh pada saat
tekanan dalam labu dan suhu penangas berturut-turut adalah 90 mBar dan 70oC, dengan
waktu dan laju penguapan sebesar 0,7425 jam dan 0,0707 (g/det). Kadar polifenol dari 80
gram serbuk teh hijau ditentukan dengan spektrofotometri sinar tampak pada panjang
gelombang 725 nm, perolehannya sebesar 25,4136 ppm atau 3,63% (b/b).

ABSTRACT
DODO HANDOKO. Effect of Pressure and Temperature on Evaporation Condition of
Green Tea Extract. Supervised by DUDI TOHIR and BAMBANG SRIJANTO.
Natural substances have been studied and applied as health supplements by
human being for long ago, especially tea crop (Camellia sinensis). Green tea represents
one of type of tea products that is obtained by nonfermentation mechanism. It is useful to
heal various diseases especially cancer, caused by the excess of polyphenols substances,
such as epigallocatechin, epigallocatechin-gallate, epicatechin, and epicatechin-gallate.
Many treatments have been used to optimized green tea polyphenols extraction, but
solvent evaporation condition treatments have not been reported.
In this research, 80 grams of crushed green tea leaves in 18 mesh of size was
macerated in 800 ml deionized water, for 20 minutes at 80oC constant temperature.
Further, it was evaporated by the three different flask pressure (80, 90, and 100 mBar)
and water bath temperatures (50, 60, and 70oC). Then the optimum condition was
determined by the highest evaporation rate. This condition was 90 mBar of pressure at
70oC, in 0,7425 hours and 0,0707 g/s of evaporating rate. The polyphenols content from
80 grams of sample was determined by UV-Vis spectrophotometry at 725 nm, and
obtained 3,63% (25,4136 ppm) of polyphenols content.

ii

PENGARUH TEKANAN DAN SUHU PADA KONDISI
EVAPORASI EKSTRAK DAUN TEH HIJAU

DODO HANDOKO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul : Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh
Hijau
Nama : Dodo Handoko
NIM : G01499074

Menyetujui,

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Drs. Dudi Tohir, MS.
NIP 131 851 277

Ir. Bambang Srijanto
NIP 680 003 303

Mengetahui,
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP 131 473 999

Tanggal lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian yang berjudul
Pengaruh Tekanan dan Suhu pada Kondisi Evaporasi Ekstrak Daun Teh Hijau.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Drs. Dudi Tohir, MS dan Bapak Ir.
Bambang Srijanto, selaku pembimbing yang telah memberikan masukan dan pengarahan
kepada penulis. Terima kasih tak terhingga kepada kedua orangtua tercinta, Ibu Prof. Dr.
Ir. Tun Tedja Irawadi, MS selaku ketua Departemen Kimia, Bapak Prof. Dr. Ir. Yonny
Koesmaryono, MS selaku Dekan FMIPA IPB, Bapak Kusnata, mas Pipit, dan Agung
serta adikku tercinta Wulandari yang selalu memberikan doa, dorongan semangat,
bantuan materi, kesabaran, dan kasih sayang serta kepercayaan kepada penulis.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada staf dan laboran di Laboratorium
Teknologi Farmasi dan Medika, sahabatku Wakhid Lukas S. Si, Budi Arifin S.Si, Mas
Herry, Pak Sabur, Ibu Yenni, Ibu AA, Teh Nung, Marudut serta teman-teman Mexindo
18 atas bantuan, masukan dan kerja samanya selama penelitian dan penulisan karya
ilmiah ini
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2007

Dodo Handoko

v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 11 Juni 1981 sebagai anak kedua dari
tiga bersaudara, anak pasangan Soerodjo HS dan Tjitjih.
Pendidikan formal penulis sampai tingkat SMU diselesaikan di Jakarta, yaitu SD
Negeri 04 Petang Pondok Pinang, SMP Negeri 87 Pondok Pinang, dan SMU Negeri 29
Jakarta dari tahun 1987-1999. Penulis diterima di Program Studi Kimia, Departemen
Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 1999. Bidang
yang diminati ialah Kimia Organik.
Selama masa studi, penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar I
dan II, Kimia Organik, dan Aplikasi Komputer Program Studi D3 Analisis Kimia. Pada
tahun 2002 penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan di Badan Tenaga Nuklir
(BATAN) Pasar Jumat, Jakarta. Penulis juga pernah menjabat staf Maintenance di
Laboratorium Komputer Kimia IPB di tahun 2004, serta aktif dalam kegiatan-kegiatan
organisasi kemahasiswaan selama kuliah, seperti Badan Kerohanian Islam Mahasiswa
(BKIM), Badan Eksekutif Mahasiswa FMIPA, Himpunan Mahasiswa Kimia. Selain aktif
di Kampus, Penulis juga pernah mengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Bintang Pelajar
Bogor pada tahun 2000 dan hingga saat ini masih aktif mengajar di Lembaga Bimbingan
Belajar Primagama Merdeka Bogor sejak tahun 2004 dengan bidang pelajaran kimia
SMP dan SMA.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL.......................................................................................................

vii

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................................

vii

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................................

vii

PENDAHULUAN ......................................................................................................

1

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Teh.....................................................................................................
Kandungan Polifenol Teh Hijau........................................................................
Optimalisasi Metode Ekstraksi Teh Hijau ........................................................
Penguapan Pelarut.............................................................................................
Analisis Kuantitatif Polifenol............................................................................

1
2
3
3
4

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat..................................................................................................
Metode Penelitian..............................................................................................
Ekstraksi............................................................................................................
Analisis Kuantitatif Total Polifenol ..................................................................

4
4
4
5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Serbuk Daun Teh Hijau.....................................................................
Optimalisasi Kondisi Evaporasi Ekstrak Cair Teh Hijau..................................

5
6

Analisis Kadar Polifenol Ekstrak Teh Hijau ...................................................................

7

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ...........................................................................................................

8

Saran .................................................................................................................................

8

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................

8

LAMPIRAN................................................................................................................

10

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Kandungan flavonoid daun teh hijau dan teh hitam tiap 100 g bobot ..................

2

2

Peubah evaporasi ekstrak cair yang digunakan pada penelitian...........................

4

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Daun tanaman teh .................................................................................................

1

2

Struktur polifenol terbesar pada daun teh hijau....................................................

3

3

Pengaruh tekanan dan suhu terhadap waktu evaporasi ........................................

6

4

Pengaruh tekanan dan suhu evaporasi terhadap laju penguapan air.....................

7

5

Pengaruh suhu dan tekanan terhadap konsentrasi polifenol .................................

7

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Jenis-jenis kelompok teh ......................................................................................

11

2

Kandungan senyawa kimia teh hijau ....................................................................

11

3

Diagram alir penelitian .........................................................................................

12

4

Kadar air serbuk teh hijau (AOAC 1984).............................................................

13

5

Kadar abu serbuk teh hijau (AOAC 1984) ...........................................................

13

6

Hasil evaporasi ekstrak cair daun teh ...................................................................

14

7

Hasil pemetaan kehomogenan laju penguapan air ...............................................

15

8

Hasil analisis dengan metode GLM .....................................................................

16

9

Analisis ragam pengaruh tekanan labu dan suhu terhadap penguapan air ...........

18

10 Hasil analisis laju penguapan air ..........................................................................

18

11 Kurva larutan standar ...........................................................................................

18

12 Kadar polifenol ekstrak daun teh..........................................................................

19

13 Alat penguap putar Laborota 4003 control vario .................................................

20

PENDAHULUAN
Beragam cara untuk mendapatkan
kesehatan yang optimal seperti berolah raga,
mengkonsumsi makanan yang bernutrisi
tinggi, dan mengkonsumsi obat-obatan.
Namun, penggunaan obat-obatan perlu
diwaspadai terutama jika obat tersebut berasal
dari bahan sintetik. Hal ini disebabkan karena
obat sintetik memiliki efek samping terhadap
organ tubuh seperti pada ginjal. Oleh karena
itu, seiring dengan kemajuan di bidang
kesehatan, saat ini mulai dikembangkan obatobatan yang berasal dari alam. Pemanfaatan
bahan-bahan alami sebagai sarana penunjang
kesehatan sebenarnya telah diterapkan oleh
manusia sejak lama, terutama tanaman teh.
Teh (Camellia sinensis) pertama kali
diperkenalkan oleh kaisar Cina Shen Nung
(2737 SM) karena mempunyai aroma yang
khas dan sekaligus dapat menjaga kesehatan
tubuh (Trevisanato 2000). Sejak saat itu, teh
telah mulai merebak ke seluruh penjuru dunia
karena dapat memberikan perasaan nyaman
dan segar ketika meminumnya.
Saat ini telah dikenal ada empat jenis teh
dan salah satunya adalah teh hijau yang telah
menunjukkan banyak manfaatnya dalam
kesehatan. Beberapa penelitian sebelumnya
menunjukkan bahwa teh hijau bermanfaat
sebagai antibakteri, antioksidan, antiradang,
dan antikanker (Miller 2005). Zat aktif dalam
teh hijau menurut Picard (1996) antara lain
adalah katekin, epikatekin (EC), galokatekin
(GC), epigalokatekin (EGC), epigalokatekin
galat (EGCG), epikatekin galat (ECG).
Senyawa tersebut dikelompokkan dalam
senyawa polifenol.
Ekstraksi teh hijau telah dilakukan
sebelumnya di antaranya oleh Song (2001),
menggunakan metode maserasi dengan ragam
suhu, waktu, dan nisbah bahan baku-pelarut.
Diperoleh bahwa ekstraksi menggunakan
pelarut air pada suhu 90ºC selama 10 menit
secara signifikan meningkatkan rendemen
ekstrak polifenol dibandingkan dengan pada
suhu yang lebih rendah. Namun, untuk mutu
ekstrak yang lebih baik digunakan suhu 80ºC
karena beberapa senyawa yang tidak
diinginkan turut terekstrak pada suhu 90ºC
atau lebih.
Selama ini proses penguapan pelarut pada
ekstraksi teh hijau belum mendapat perhatian

lebih lanjut sehingga perlu dilakukan optimalisasi
pada kondisi evaporasi dengan mengatur suhu
penangas dan tekanan dalam labu rotavapor.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh suhu dan tekanan dalam evaporasi
pelarut dan konsentrasi polifenol. Selain itu,
diharapkan dapat memperoleh kondisi optimum
proses penguapan pada pengolahan ekstrak cair
teh hijau. Dengan cara tersebut diharapkan proses
pengambilan zat aktif menjadi lebih efektif dan
efisien sehingga biaya produksi menjadi lebih
rendah dengan kualitas yang lebih tinggi.

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Teh
Tanaman teh termasuk jenis tanaman semak
yang umumnya dapat tumbuh dengan baik di
daerah beriklim tropis dan sub tropis dengan
ketinggian antara 200 dan 2000 meter di atas
permukaan laut dengan suhu kelembaban berkisar
14-25°C. Ketinggian tanaman teh jenis assamica
dapat mencapai 6-20 meter. Perkebunan teh
umumnya selalu menjaga pertumbuhan tanaman
dengan cara melakukan pemotongan sehingga
akan mempermudah pemetikan pucuk daun teh.
Ketinggian tanaman teh selalu dipelihara agar
kurang dari 2 meter. Bunga teh berwarna putih
kekuningan dengan diameter 2,5-4 cm, daun teh
berukuran panjang sekitar 4-15 cm dengan lebar
2-5 cm dapat dilihat pada Gambar 1 (Wikipedia
2007).

Gambar 1 Daun tanaman teh.
Daun teh hasil produksi terbagi atas empat
kelompok teh, yaitu teh hitam, teh hijau, teh
oolong, dan teh putih. Pengelompokan
berdasarkan pada proses produksi. Teh hitam dan
teh oolong diperoleh melalui fermentasi,
sedangkan teh hijau dan teh putih diperoleh tanpa

2

fermentasi. Bentuk dan warna keempat
kelompok teh dapat dilihat pada Lampiran 1.
Menurut Mukhtar (2000), tahap awal
memproduksi teh hitam dan oolong adalah
dengan melayukan daun teh segar sehingga
bobotnya menjadi 55% dari bobot awalnya.
Tahapan proses pembuatan teh hitam menurut
Tuminah (2004) adalah dengan melalui proses
fermentasi. Proses tersebut dilakukan pada
suhu sekitar 22–28°C dengan kelembaban
sekitar 90%. Waktu fermentasi biasanya
dilakukan selama 2–4 jam. Selanjutnya
dilakukan pengeringan sampai kadar air teh
kering mencapai 4–6%.
Fermentasi teh hitam tidak menggunakan
mikrob sebagai sumber enzim, melainkan
dilakukan oleh enzim polifenol oksidase yang
terdapat dalam daun teh itu sendiri. Pada
proses ini, katekin teroksidasi menjadi
teaflavin dan tearubigin.
Teh oolong diproses secara semi
fermentasi. Daun teh segar dilayukan lebih
dahulu, kemudian dipanaskan pada suhu 160–
240°C selama 3–7 menit untuk inaktivasi
enzim, sebelum digulung dan dikeringkan.
Teh hijau dan teh putih diperoleh tanpa
fermentasi, daun teh hanya melalui tahap
pemanasan, pengeringan dan penggilingan
(Wikipedia 2007). Pemanasan daun teh dapat
dilakukan dengan dua metode, dengan udara
kering (pemanggangan) atau uap panas
(steaming). Pemanggangan daun teh akan
memberikan aroma dan cita rasa yang lebih
kuat dibandingkan dengan pemberian uap
panas. Sementara dengan cara pemberian uap
panas, warna teh dan seduhannya lebih hijau
terang. (Tuminah 2004)
Perbedaan utama antara teh hijau dan teh
putih adalah dari bagian tanaman yang
diambil. Jika teh hijau umumnya berasal dari
daun teh muda dan dewasa, maka teh putih
hanya berasal dari pucuk dan daun teh muda.
Oleh karena itu, teh putih memiliki kandungan
katekin dan kafein yang lebih banyak daripada
teh hijau (Wikipedia 2007).
Kandungan Polifenol Teh Hijau
Beberapa tahun terakhir, senyawa
polifenol menarik banyak perhatian peneliti
karena kemampuannya sebagai antioksidan,
antikanker,
antiperadangan,
termogenik,
probiotik, dan antimikrob pada manusia dan
hewan. Selain itu juga karena polifenol

merupakan senyawa aktif yang banyak
terkandung pada tanaman obat. Senyawa
polifenol telah banyak diidentifikasi bentuk
strukturnya bahkan telah dibedakan menjadi
beberapa kelompok seperti flavonoid, asam
fenolat, dan lignin.
Komponen flavonoid yang banyak terdapat di
dalam daun teh adalah katekin, flavonol glikosida,
dan flavon C-glikosida. Komposisi kandungan
flavonoid rata-rata dalam 100 g teh hijau secara
signifikan sebesar 16,00 g (Wang 2001). Menurut
Tuminah (2004), masih terdapat beberapa
komponen senyawa kimia lain yang ditemukan
pada daun teh hijau, seperti kafein yang umumnya
terdapat dalam kopi. Senyawa kimia yang lain
dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 1 Kandungan flavonoid daun teh hijau dan
teh hitam tiap 100 g bobot
Teh
Teh
Flavonoid
hijau (g) hitam (g)
Katekin
14,20
4,00
Teaflavin
0,94
Flavonol glikosida
0,64
0,47
Flavon C-glikosida
0,086
0,051
Total polifenol
16,00
15,60
Sumber : Wang 2001

Menurut Youying (2005), kebanyakan
polifenol merupakan turunan flavonol dan
sekarang dikenal sebagai katekin, epikatekin, dan
turunannya.
Polifenol
katekin
memiliki
aktivitas
antioksidan yang tinggi, seperti epigalokatekin
galat (EGCG), epikatekin galat, epigalokatekin
dan epikatekin. Daya antioksidannya lebih besar
jika dibandingkan dengan vitamin C atau β–
karoten. EGCG memiliki konsentrasi tertinggi,
dalam 240 ml ekstrak cair daun teh dengan pelarut
air terdapat 200 mg EGCG (Mukhtar 2000) dan
terdapat lebih dari 61% turunan epikatekin yang
ada di dalam daun teh hijau (Youying 2005).
Polifenol lain dalam teh hijau, yaitu asam
klorogenat, asam kumarilkuinat, dan suatu asam
fenolik yang khas pada teh seperti teogalin. Akan
tetapi, senyawa-senyawa selain polifenol yang
terdapat di dalam teh seperti kafein, metilxantin
teofilin, teobromin, dan suatu asam amino yang
khas, yaitu teanin. Struktur polifenol terbesar di
dalam teh hijau ditunjukkan pada Gambar 2.

3

Epikatekin

Epigalokatekin

Epikatekin galat

Epigalokatekin galat

Gambar 2 Struktur polifenol
daun teh hijau.

terbesar pada

Optimalisasi Metode Ekstraksi Teh Hijau
Song
(2001)
dalam
penelitiannya
melakukan optimalisasi ekstraksi teh hijau
dengan metode maserasi menggunakan pelarut
air dengan variasi suhu, waktu, dan nisbah
bahan baku-pelarut. Maserasi dengan suhu
90ºC selama 10 menit secara signifikan
meningkatkan rendemen ekstrak polifenol
dibandingkan dengan suhu yang lebih rendah.
Namun, agar mendapatkan mutu ekstrak yang
lebih baik, digunakan suhu 80ºC karena
beberapa senyawa yang tidak diinginkan akan
ikut terekstrak pada suhu 90ºC atau lebih.
Beberapa
penelitian
sebelumnya
menunjukkan bahwa pelarut yang efektif
untuk ekstraksi polifenol dari bahan makanan
ialah etanol dan air mendidih (Shi et al. 2003).
Hal ini karena polifenol memiliki gugus
hidroksil yang polar, sehingga terekstraksi
sempurna dengan air. Akan tetapi, air sendiri
dapat melarutkan protein dan polisakarida
yang tidak diinginkan, terutama pada suhu
tinggi.
Lu et al. (2006) melakukan optimalisasi
kondisi ekstraksi katekin dan polifenol dari teh
hijau menggunakan pelarut etanol dengan
variasi suhu, waktu, dan nisbah bahan bakupelarut. Indeks polifenol pada nisbah bahan
baku-pelarut 1:15 dengan suhu 70oC diperoleh
rendemen dan konsentrasi maksimum
berturut-turut sebesar 8,5% (b/b) dan 24,9%
(b/v).

Sharief (2006) melakukan optimalisasi
ekstraksi teh dengan ukuran butir 32 mesh.
Metode yang digunakan maserasi dengan ragam
suhu (75, 85 dan 95°C), nisbah bahan bakupelarut (10:100, 15:100 dan 20:100 b/v), dan
waktu (2, 4, 6, 8, 10, 15 dan 20) menit. Rendemen
yang diperoleh pada suhu 85 dan 95°C mencapai
optimal pada menit ke-8 dengan rendemen ratarata sebesar 20,33% (b/v), sedangkan pada suhu
75°C dan menit ke-10 rendemen ekstrak tertinggi
dihasilkan pada nisbah bahan baku-pelarut 10:100
(b/v), yaitu sebesar 13,92% (b/b).
Siringo-ringo (2006) telah melakukan
optimalisasi ekstraksi polifenol teh hijau
berdasarkan ukuran butir (18, 32, dan 60 mesh),
nisbah bahan baku-pelarut (1:10; 1:1,25; dan 1:15
b/v), dan waktu (10, 20, dan 20 menit) dengan
metode refluks dan pelarut air. Nilai optimum
kadar polifenol teh hijau diperoleh pada ukuran
18 mesh, nisbah bahan baku-pelarut 1:10 dan
waktu ekstraksi 23 menit 14 detik sebesar 857,70
ppm.
Nisbah bahan baku dan pelarut yang
optimum menurut Siringo-ringo (2006) dan
Sharief (2006) adalah 1:10, walaupun metode
yang digunakan oleh keduanya berbeda.
Optimasi dilakukan dengan tujuan untuk
mencari atau menemukan nilai peubah-peubah
yang digunakan dalam proses agar menghasilkan
nilai terbaik (Edgar 1988). Optimasi proses
ekstraksi teh hijau dengan beragam variasi metode
saat ini telah banyak dilakukan, sedangkan
optimalisasi pada saat evaporasi ekstrak cair teh
hijau belum ditelaah lebih lanjut.
Penguapan Pelarut
Destilasi merupakan teknik pemisahan
campuran yang berwujud cair dengan berdasarkan
pada perbedaan titik didih. Destilasi dapat pula
digunakan untuk mendapatkan zat padat yang
terlarut dalam pelarutnya, sehingga dapat
diperoleh suatu padatan dengan tingkat kemurnian
yang lebih baik.
Penguapan pelarut pada teknik destilasi dapat
terjadi apabila tekanan uap pelarutnya sama
dengan tekanan lingkungannya. Tekanan uap
pelarut akan naik ketika sampel cair dipanaskan.
Pelarut ekstrak cair dapat teruapkan sempurna
apabila ekstrak tersebut dipanaskan dengan suhu
sesuai titik didih pelarut, akan tetapi hal tersebut
diperkirakan akan berpengaruh pada senyawa
aktif
dalam
ekstrak
tersebut
karena

4

memungkinkan probabilitas kerusakan akan
semakin besar dengan pertambahan suhu.
Tekanan uap pelarut dapat pula
dipengaruhi dengan melakukan pemampatan
pada saat proses destilasi. Karena selain
peningkatan temperatur yang mempengaruhi
tekanan uap, pemberian tekanan juga dapat
memberikan dampak pada tekanan uap
pelarut. Jika tekanan diberikan pada suatu
campuran berwujud cair, maka tekanan uap
pelarutnya akan meningkat. Hal yang
sebenarnya terjadi adalah molekul-molekul
pelarut akan keluar dari campuran sebagai gas.
Clausius-Clapeyron menunjukkan bahwa
dengan menurunkan tekanan sebesar setengah
dari tekanan awal akan menurunkan titik didih
pelarut sekitar 15%. Hal ini sesuai dengan
persamaan :

ln

Δ vap H (T 2 − T1 )
P2
=
P1
R T1 T 2

Analisis Kuantitatif Polifenol
Menurut Makkar (1989), penentuan total
polifenol dapat dilakukan dengan berbagai
metode. Analisis kuantitatif dapat dilakukan
dengan metode kolorimetri, yaitu dengan
penambahan reagen diantaranya menggunakan
reagen
Folin-Denis,
Folin
Ciocalteu,
formaldehida-HCl, biru Prussia, Titanium dan
fero amonium sitrat yang diukur dengan
spektrofotometer sinar tampak pada panjang
gelombang maksimum (λmaks). Metode lain
yang dapat digunakan yaitu gravimetri, dan
kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC).
Kadar polifenol dapat ditentukan dengan
reagen
Folin-Ciocalteu.
Reagen
Folin
umumnya digunakan pada metode Lowry,
untuk menentukan konsentrasi protein.
Walaupun reagen Folin tidak mengandung
gugus fenol, tetapi bersifat sensitif untuk
mengoksidasi senyawa-senyawa fenol. Reaksi
antara reagen dan senyawa-senyawa fenol
akan menghasilkan sebuah senyawa kompleks
yang berwarna biru, sehingga dapat diukur
dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 725 nm (Roura 2006).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah serbuk daun teh
hijau dari pabrik teh di daerah Pasir Sarongge
Cipanas-Cianjur, air bebas ion, asam galat
(Sigma), Na2CO3 25% dan reagen FolinCiocalteu.
Alat yang digunakan ialah Alat-alat kaca,
pengaduk listrik, penguap putar Laborota 4003
control vario, dan spektrofotometer spectronic20D+.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium
Teknologi Farmasi dan Medika, BPPT Serpong.
Diagram alir penelitian ini dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Ekstraksi
Serbuk daun teh hijau kering ditimbang
sebanyak 80 g dan dimaserasi menggunakan 800
ml air bebas ion selama 20 menit pada suhu 80ºC.
Hasil maserasi kemudian disaring dan volume
ekstrak cair dicatat dan selanjutnya diuapkan
dengan peubah evaporasi yang digunakan seperti
pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2

Peubah evaporasi ekstrak cair yang
digunakan pada penelitian
Tekanan
dalam labu
(mBar)
80

90

100

Suhu
penangas
(oC)
50
60
70
50
60
70
50
60
70

Setelah evaporasi selesai, ekstrak kental
ditentukan bobot akhirnya. Ekstrak kental teh
hijau, selanjutnya dikeringkan dan ditentukan
kadar polifenolnya dengan metode kolorimetri
menggunakan reagen Folin-Ciocalteu.

5

Analisis Kuantitatif Total Polifenol
Standar polifenol dibuat dengan cara
melarutkan
asam galat sebagai standar
polifenol ke dalam air bebas ion dengan
konsentrasi 1000 ppm, kemudian dilakukan
pengenceran hingga didapatkan konsentrasi
25, 50, 100, 150, dan 200 ppm. Setelah itu
dilakukan pengukuran absorbansinya pada
panjang gelombang 725 nm dengan
spektrofotometer UV-Vis.
Ekstrak ditimbang sebanyak 0,01 g dan
diencerkan dalam labu takar 100 ml dengan air
bebas ion sampai tanda tera. Sebanyak 0,5 ml
ekstrak hasil pengenceran dipipet ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan 4,3 ml air bebas
ion, 0,2 ml reagen Folin-Ciocalteu, 0,5 ml
Na2CO3 25% (b/v), dan divorteks. Kemudian
ditambahkan lagi 4,5 ml air bebas ion dan
diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada λ 725 nm.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Serbuk Daun Teh Hijau
Ukuran serbuk daun yang digunakan
sebesar 18 mesh karena menurut Siringo-ringo
(2006) ukuran butir optimum untuk ekstraksi
polifenol teh hijau adalah 18 mesh. Menurut
Purseglove et al (1981) sebaiknya bahan yang
digunakan memiliki ukuran yang seragam
karena proses difusi zat pelarut ke dalam zat
terlarut akan lebih mudah. Hal ini disebabkan
oleh semakin kecilnya ukuran bahan maka
akan membantu penetrasi pelarut ke dalam sel
tumbuhan sehingga mempercepat pelarutan
komponen bioaktif dan meningkatkan
rendemen ekstraksi. Semakin kecil ukuran
bahan akan menyebabkan permukaan bidang
sentuh bahan dengan pelarut akan semakin
besar.
Serbuk daun yang dipakai memiliki kadar
air dan kadar abu rata-rata beturut-turut
sebesar 3,79% (b/b) (Lampiran 4) dan 5,11%
(b/b) (Lampiran 5). Teh pada umumnya
memiliki kadar air sebesar 7% (Anonim 2007).
Hal ini berarti serbuk daun teh yang digunakan
lebih kering dan jika disimpan akan lebih
tahan lama.
Pengukuran kadar air penting untuk
dilakukan sebagai koreksi terhadap hasil,

karena contoh daun yang sama dengan kadar air
yang berbeda akan memberikan hasil yang
berbeda pula. Selain itu pengukuran kadar air dan
kadar abu juga dapat digunakan sebagai acuan
untuk kondisi penyimpanan terutama dalam hal
kelembaban ruang penyimpanan. Apabila serbuk
makin kering, pada umumnya akan makin awet
pada saat penyimpanan.
Metode ekstraksi yang digunakan adalah
maserasi dengan pelarut air dan disertai
pemanasan. Maserasi menyebabkan serbuk daun
akan terendam semua dan berinteraksi langsung
dengan pelarut. Adanya pengaturan suhu pada
saat maserasi bahan, diperkirakan akan
meningkatkan
jumlah
rendemen,
sebab
mempengaruhi efektivitas dari pelarut untuk
melarutkan bahan. Semakin tinggi suhu yang
digunakan maka proses difusi pelarut ke dalam
bahan akan lebih cepat.
Maserasi serbuk daun teh dilakukan pada
kondisi suhu 80oC, kecepatan putar pengaduk
sebesar 90 rpm, dan waktu rendam 20 menit.
Pemilihan kondisi ini didasarkan pada kondisi
optimum yang diperoleh peneliti sebelumnya.
Dari 80 gram serbuk daun yang diekstraksi
dengan 800 ml air bebas ion diperoleh rendemen
ekstrak sebesar 14,25% (b/b). Rendemen yang
diperoleh lebih rendah dari rendemen yang
diperoleh Siringo-ringo (2006) dengan metode
refluks, yaitu 22,87% pada perlakuan nisbah
bahan baku-pelarut 1:10, waktu ekstraksi 20
menit, ukuran partikel 18 mesh, dan suhu 80oC.
Hal ini kemungkinan disebabkan karena
perbedaan metode ekstraksi yang digunakan.
Berbeda dengan hasil yang didapatkan oleh
Sharief (2006) yang menggunakan metode sama
memperoleh rendemen 20,33% dengan perlakuan
nisbah bahan baku-pelarut 1:10, waktu ekstraksi
20 menit, ukuran partikel 32 mesh, dan suhu
85oC. Hal ini diperkirakan karena perbedaan
ukuran butir partikel dan suhu ekstraksi.
Pemilihan pelarut air bebas ion sebagai
pengekstrak bertujuan untuk meminimalkan
interaksi senyawa lain yang berpotensi untuk
mempengaruhi jumlah polifenol. Menurut Shi et
al (2003), pelarut yang efektif untuk ekstraksi
polifenol adalah etanol dan air mendidih. Hal ini
disebabkan polifenol memiliki gugus hidroksil
yang polar, sehingga terekstraksi sempurna
dengan air yang merupakan senyawa polar. Akan
tetapi, air juga dapat melarutkan komponen
senyawa kimia yang lain terutama pada suhu
tinggi, seperti kelompok lipid (Song 2001).

6

Pengadukan diperkirakan dapat pula
meningkatkan efektivitas ekstraksi, karena
dapat menyeragamkan kondisi pada saat
mengekstrak bahan. Maserasi dengan disertai
dengan
pemanasan
dan
pengadukan
kemungkinan akan lebih sempurna dalam
mengekstrak bahan aktif, karena panas akan
terdistribusi dengan baik pada pelarut maupun
bahan sehingga senyawa yang berdifusi keluar
bahan akan semakin cepat dan melimpah.

Waktu (jam)

9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

50

80 mBar

60
90 mBar

70
100 mBar

Suhu (celsius)

Optimalisasi Kondisi Evaporasi Ekstrak
Cair Teh Hijau
Evaporasi ekstrak bertujuan untuk
mendapatkan ekstrak yang lebih murni tanpa
adanya pelarut. Penguapan pelarut dilakukan
dengan memanaskan ekstrak pada suhu yang
sesuai dengan titik didih pelarut. Namun,
tindakan pemanasan yang berlebihan akan
dapat merusak bahan aktif senyawa yang
diinginkan. Oleh karena itu, penguapan
ekstrak cair dilakukan dengan suhu di bawah
titik didih pelarutnya dengan cara menurunkan
tekanan.
Dari beberapa penelitian sebelumnya
belum dilaporkan mengenai kondisi evaporasi
yang optimal. Optimalisasi ini dilakukan untuk
mencari atau menemukan nilai peubah-peubah
yang
digunakan
dalam
proses
agar
menghasilkan nilai terbaik (Edgar 1988).
Evaporasi dihentikan saat bobot akhir
yang diperoleh mempunyai rendemen yang
seragam. Hal ini dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah waktu yang dibutuhkan
agar memperoleh jumlah rendemen yang sama
pada setiap perlakuan evaporasi. Rendemen
ekstrak kental yang diperoleh setelah
evaporasi berkisar antara 14,25-14,38% (b/b).
Menurut Lu et al. (2006), Sharief (2006) dan
Siringo-ringo (2006) rendemen ekstrak
dipengaruhi oleh nisbah bahan baku dan
pelarutnya serta suhu perlakuan eksraksi. Data
hasil evaporasi dapat dilihat di Lampiran 6.
Gambar 3 menjelaskan hubungan antara
tekanan dalam labu dan suhu penangas yang
digunakan pada evaporasi ekstrak cair
terhadap lamanya waktu evaporasi. Grafik
tersebut menjelaskan bahwa penurunan
tekanan dalam labu akan menyebabkan
kondisi dalam labu yang mendekati tekanan 0
atm, sehingga mempercepat waktu penguapan
pelarut. Peningkatan suhu penangas turut
membantu mempercepat penguapan air.