Implikatur Percakapan pada Novel "99 Cahaya di Langit Eropa" Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia

IMPLIKATUR PERCAKAPAN PADA NOVEL
99 CAHAYA DI LANGIT EROPA
KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA
ALMAHENDRA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah
Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun oleh:
RIZA HERNITA
NIM 1110013000040

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014

ABSTRAK


Riza Hernita, 1110013000040, 2014, Implikatur Percakapan pada Novel 99
Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta Implikasinya Terhadap
Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia,
fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Pembimbing Nuryani, M.A.
Bahasa merupakan jembatan dalam berkomunikasi yang sangat
dibutuhkan oleh setiap individu. Setiap individu memiliki caranya tersendiri
dalam menyampaikan informasi. Dalam situasi atau konteks tertentu, penutur atau
orang yang menyampaikan tuturan memberikan informasi yang lebih dari apa
yang dikatakannya. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Mendeskripsikan
implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan
Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra, dan (2) Mengetahui implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di
Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela
Rais dan Rangga Almahendra serta implikasinya terhadap pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara
mendata penggalan percakapan yang mengandung implikatur percakapan pada

novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa
karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, setelah itu
menganalisisnya.
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal, (1) Implikatur
percakapan: a) implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa;
Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan
Rangga Almahendra menggunakan teori Grice mengenai prinsip kerjasama
percakapan dan teori relevansi oleh Sperber dan Wilson; b) 15 sampel penggalan
percakapan yang memiliki implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit
Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais
dan Rangga Almahendra; c) data 1 penggalan percakapan melanggar maksim cara,
data 2-15 melanggar maksim kuantitas dan maksim cara; dan d) novel 99 Cahaya
di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra setiap temuan penggalan percakapan
mentaati teori relevansi dan maksim relevansi dari prinsip kerjasama. (2)
Implikasi dari novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak
Islam di Eropa diharapkan menjadi salah satu pertimbangan dalam pembelajaran
bahasa Indonesia di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Atas (SMA), semester
ganjil, kelas XII, sebagai sarana komunikasi dalam mengolah, menalar, dan
menyajikan informasi lisan dan tulis melalui teks cerita sejarah, berita, iklan,

editorial/opini, dan novel.
Kata Kunci: Implikatur percakapan, prinsip kerjasama percakapan, teori relevansi,
implikasi pembelajaran bahasa Indonesia.
i

ABSTRACT

Riza Hernita, 1110013000040, 2014, Conversational Implicature in Novel 99
Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum
Salsabiela Rais and Rangga Almahendra also the Implications in Learning
Indonesian Language and Literature. Department of Indonesian Language and
Literature, Faculty of Tarbiyah and Teacher‟s Training of Islamic State
University Syarif Hidayatullah Jakarta. Under the supervisor Nuryani, M.A.
Language is a bridge of communication that is needed by each individual.
Each individual has their own way in conveying information. In a particular
situation or context, speakers or utterances that convey more information than
what he says. The aim of this study is: (1) to describe the conversational
Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak
Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga Almahendra, and (2) to
determine the, conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga
Almahendra also the Implications in Learning Indonesian Language and
Literature. The method used in this research is descriptive qualitative research
method. The research completed by record conversations contained
conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan
Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga
Almahendra, afterwards it is analyzed.
This research is concluded, such as: (1) conversational implicatures: a)
conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan
Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and Rangga
Almahendra using the principle of cooperation Grice‟s theory of conversation and
relevance theory stated by Sperber and Wilson; b) 15 samples fragment of a
conversation that have conversational Implicature in Novel 99 Cahaya di Langit
Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa by Hanum Salsabiela Rais and
Rangga Almahendra; c) 15 samples fragment of a conversation that has a
conversational implicature on the novel Light in the Sky 99 Europe; Retracing the
trip Traces of Islam in Europe works Hanum Salsabiela Rais and Rangga
Almahendra; c) Data 1 fragment of conversation violated maxim of manner, the
data 2-15 violated maxim of quantity and manner; and d) novel 99 Cahaya di
Langit Eropa Works Hanum Salsabiela Rais every fragment of conversation

findings obey the relevance theory and the maxim of relevance of the principle of
cooperation.(2) Implications of a novel 99 Cahaya di Langit Eropa is expected to
be one of the considerations in the Indonesian language learning in schools,
especially high schools, the first semester, the class XII, as a means of
communication in the process, reasoning, present oral and written information
through of the text stories, news, advertising, editorial/opinion, and novels.
Key words: Conversational implicature, conversational cooperation principle,
relevance theory, the implications of learning Indonesian.

ii

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya bagi Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya. Shalawat beserta salam selalu tercurah kepada Nabi
Muhammad SAW, kepada keluarga dan para sahabatnya serta seluruh muslimin
dan muslimah. Alhamdulillahi rabbil ‘alamiin, senantiasa penulis haturkan
kepada-Nya. karena atas ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan seluruh
kewajibannya dalam menyusun skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang tidak
mungkin hidup mandiri. Begitu pula dengan proses pelaksanaan penyusunan

skripsi ini, penulis membutuhkan bantuan, dukungan, dan doa dari berbagai pihak
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan ini dengan baik. Untuk itu
sebagai ungkapan rasa hormat, penulis megucapka terimakasih kepada:
1. Dra. Nurlena Rifai, M.A. Ph.D. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta;
2. Dra. Mahmudah Fitriyah Z.A., M.Pd. Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa
dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, sebagai
dosen pembimbing akademik, dan dewan penguji pada saat Ujian
Munaqasah yang telah memberikan bimbingan kepada penulis sehingga
berakhirnya penulisan skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada
dalam lindungan Allah SWT, amin;
3. Dr. Nuryani, S.pd, M.A. sebagai dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, dan saransaran saat menyusun skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada
dalam lindungan Allah SWT, amin;
4. Dr. Darsita, S, M. Hum. Sebagai dewan penguji pada saat Ujian
Munaqasah yang telah memberikan nasehat, petunjuk, serta bimbingan
dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada
dalam lindungan Allah SWT, amin;
5. Dra. Hindun, M.Pd sebagai dosen matakuliah pragmatik dan dosem
pembimbing proposal skripsi yang telah memberikan banyak saran,


iii

iv

motivasi, semangat selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga ibu dan
keluarga selalu berada dalam lindungan Allah SWT, amin;
6. Rosida Erowati, M.Hum sebagai dosen pembimbing proposal skripsi yang
telah memberikan saran-saran, motivasi, dan semangat kepada penulis
selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga ibu dan keluarga selalu berada
dalam lindungan Allah SWT, amin;
7. Segenap dewan Dosen dan Pegawai Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negri
Syarif Hidayatullah Jakarta, atas saran-saran, pengetahuan, motivasi, dan
dukungan yang diberikan. Semoga bapak-bapak, ibu- ibu dan keluarga
selalu berada dalam lindungan Allah SWT, amin;
8. Teristimewa untuk orangtua penulis yaitu Bapak Herizal dan Ibu Epina
Darmita. Kepada paman-paman serta sanak-keluarga penulis lainnya yang
telah banyak berjasa dan memberikan motivasi serta dukungan dalam
menyelesaikan pembuatan skripsi ini, semoga Allah SWT melindungi dan

memberikan rodho-Nya kepada kita semua, amin;
9. Hj. Bustamam dan Hj. Fatimah yang telah berjasa dan banyak memberikan
motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini, Semoga bapak, ibu dan keluarga
selalu berada dalam lindungan Allah SWT, amin;
10. Srikanth Sainam Damarla atas dukungan, semangat, motivasi, dan
kesabaran kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga
diberikan kesehatan dan lindungan oleh Allah SWT, amin;
11. Teman-teman Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia angkatan
2010, khususnya kelas A. Dan teman-teman lainnya: Dhea, Tiwi, Ika, kak
Indah, kak septi, kak ani, kak didi, wulan, suci, dan teman-teman yang
belum disebutkan namanya. Terimakasih atas kesabaran, saran-saran, serta
dukungan selama menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita semua
mendapatkan rido-Nya, amin; dan
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, baik secara
langsung maupun tidak langsung yang turut memberikan dukungan dan
doa dalam proses penyusunan skripsi ini.

v

Penulis haturkan doa dan rasa syukur kepada Allah SWT, semoga jasa

yang telah mereka berikan menjadi amal soleh dan mendapatkan balasan yang
jauh lebih baik dari Allah SWT, amin.
Akhirul kalam, penulis mohon maaf atas kekurangan yang terdapat dalam
skripsi ini, dan dengan kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran yang
membangun. Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
pihak yang membutuhkan.

Jakarta, 3 Mei 2014
Penulis

Riza Hernita

DAFTAR ISI

ABSTRAK.............................................................................................................. i
ABSTRACT............................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................Vi
DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................Viii


BAB I: PENDAHULUAN
A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.
J.
K.
L.
M.
N.

Latar Belakang Masalah..............................................................................1
Identifikasi Masalah....................................................................................3
Batasan Masalah..........................................................................................4
Rumusan Masalah........................................................................................4

Tujuan Penelitian.........................................................................................4
Manfaat Penelitian.......................................................................................5
Metode Penelitian........................................................................................5
Fokus Penelitian...........................................................................................6
Objek Penelitian...........................................................................................6
Populasi dan Sampel....................................................................................6
Teknik Pengumpulan Data..........................................................................7
Instrumen Penelitian....................................................................................7
Teknik Analisis Data...................................................................................7
Triangulasi Data..........................................................................................8

BAB II: LANDASAN TEORETIS
A. Pragmatik.....................................................................................................9
B. Konteks......................................................................................................10
Pengertian Konteks dan Ciri-ciri Konteks.................................................10
C. Implikatur...................................................................................................12
1. Pengertian Implikatur..........................................................................12
2. Ciri-ciri Implikatur..............................................................................25
3. Macam-macam Implikatur..................................................................29
D. Prinsip Kerjasama Percakapan...................................................................33
E. Novel..........................................................................................................39
1. Pengertian Novel..................................................................................39
2. Jenis Novel...........................................................................................40
vi

vii

F. Penelitian yang Relevan.............................................................................41
BAB III: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian..........................................................................................44
1. Biografi Pengarang..............................................................................44
2. Sinopsis Novel 99 Cahaya di Langit Eropa........................................44
B. Analisis Data.............................................................................................46
C. Pembahasan...............................................................................................72
D. Implikasi dalam Pendidikan......................................................................97
BAB IV: PENUTUP
A. Simpulan...................................................................................................98
B. Saran.........................................................................................................99
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................100
UJI REFERENSI
LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Lembar Uji Referensi
Lampiran 2: Lembar Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 3: Gambar Nampak Depan dan Nampak Belakang Novel 99 Cahaya di
Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa
Lampiran 4: RPP Kelas XII Semester Ganjil Mengenai Analisis Unsur Intrinsik
Novel
Lampiran 5: Lembar email Persetujuan Penulis Novel 99 Cahaya di Langit Eropa;
Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa

viii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bahasa

merupakan

jembatan

dalam

berkomunikasi

yang

sangat

dibutuhkan oleh setiap individu. Komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari tidak selalu diwujudkan dalam bentuk lisan, tetapi juga diterapkan
dalam

bentuk

tulisan.

Setiap

melakukan

tindakan

komunikasi,

penutur

mengharapkan pendengar atau petutur mengerti dan mampu menangkap apa yang
ingin diinformasikan sehingga tidak terjadi kesalahpahaman. Agar tidak terjadi
kesalapahaman,

seseorang

harus

mengetahui

dan

memahami

bagaimana

pemakaian kata dalam komunikasi yang sesuai dengan situasi dan kepada siapa
berbicara. Salah satu yang harus dikuasai adalah diksi atau pilihan kata
Setiap
informasi.

individu

memiliki

caranya

tersendiri

Dalam situasi atau konteks tertentu,

menyampaikan

tuturan

memberikan

informasi

dalam

menyampaikan

penutur atau orang yang

yang

lebih

dari apa

yang

dikatakannya. Maksud atau informasi yang disampaikan lebih banyak secara tidak
langsung kepada petutur. Untuk menangkap informasi tersebut petutur harus
mengerti konteks pembicaraan dan bekerja keras dalam memahami tanda-tanda
yang diberikan oleh penutur. Informasi yang berlebih dari yang dimaksud dalam
hal ini melanggar prinsip kerjasama percakapan. Pelanggaran terhadap prinsip
kerjasama percakapan terkadang sangat diperlukan dalam konteks tertentu. Hal
tersebut bisa disebut sebagai implikatur percakapan dalam berkomunikasi.
Keberagaman dalam cara menyampaikan informasi disebabkan karena
salah satu dari hakikat bahasa adalah kemanasukaan. Masing-masing daerah atau
tempat di Indonesia memiliki berbagai macam definisi mengenai satu barang yang
sama. Kemajemukan yang dimiliki oleh Indonesia mengakibatkan munculnya
berbagai dialek yang terkadang menjadi salah satu alasan tidak terjadinya
komunikasi yang

efektif.

Masing-masing

mengenai bahasa yang mereka pakai.

1

daerah

memiliki aturan

tersendiri

2

Masyarakat Indonesia yang multikultural sangat menjunjung tinggi sopan
santun

dalam

percakapan

pada

situasi

komunikasi tertentu.

Berdasarkan

pengalaman peneliti, salah satu daerah di Indonesia yaitu daerah Minangkabau
sangat mengutamakan kesopanan dalam percakapan. Masyarakat Minangkabau
menganal kato nan ampek. Kato nan ampek merupakan aturan bagaimana
berkomunikasi dalam masyarakat. Seringkali dalam tindak percakapan di Minang
melanggar prinsip

kerja sama Grice.

Masyarakat Minang misalnya dalam

menyuruh seseorang menggunakan kalimat pertanyaan atau pernyataan dengan
tujuan orang yang disuruh tidak merasa tersinggung. Segala suatu dalam
percakapan ditentukan diksi mana yang akan di pakai sehingga orang yang di ajak
berkomunikasi tidak merasa tersinggung dan maksud yang ingin disampaikan
tercapai.
Masyarakat
seringkali

tidak

mempengaruhi

terlepas
dalam

dari budayanya
cara

masing-masing

berkomunikasi.

Bagi

sehingga

siswa

cara

berkomunikasi yang baik dan sopan juga dapat dipelajari di sekolah, lingkungan,
dan dari apa yang mereka baca. Berdasarkan silabus mata pelajaran bahasa
Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA), semester ganjil, kelas XII, terdapat
Standar Kompetensi poin 1.3 yang menyatakan, Mensyukuri anugerah Tuhan
akan

keberadaan

bahasa

Indonesia

dan

menggunakannya

sebagai sarana

komunikasi dalam mengolah, menalar, dan menyajikan informasi lisan dan tulis
melalui teks cerita sejarah, berita, iklan, editorial/opini, dan novel. Misalnya saja
dalam berkomunikasi, siswa dapat mencontoh cara tokoh-tokoh di dalam novel
berkomunikasi. Siswa dapat melihat akibat atau respon yang ditimbulkan saat
tokoh bertutur kepada tokoh lain dengan menggunakan diksi yang tepat dan sesuai
dengan konteks pembicaraan.
Dalam novel, pengarang membangun dunia baru yang penuh dengan
percakapan dan kejadian. Percakapan dalam novel, tidak terlepas dari daya
imajinasi yang dibangun oleh penulis. Pembaca seolah-olah diajak ke dalam dunia
yang disajikan pengarang.

Pemaparan dalam novel seringkali digambarkan

melalui tema, latar, alur, dan penceritaan sudut pandang dalam bentuk dialog atau
monolog. Diksi yang dipakai dalam dialog atau monolog tidak kalah pentingnya
untuk membangun serta menghidupkan cerita dalam karya. Saat tokoh-tokoh di

3

dalam novel melakukan percakapan sama persis dengan cara berkomunikasi
dikehidupan nyata. Dalam berkomunikasi, penutur terkadang melanggar prinsip
kerjasama demi kesopanan dan berbagai hal yang melatarbelakanginya.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk menulis “Implikatur
Percakapan pada Novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak
Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra serta
Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. Hanum
Salsabiela Rais adalah putri Amien Rais, lahir dan menempuh pendidikan dasar
Muhammadiyah di Yogyakarta hingga mendapat gelar Dokter Gigi dari FKG
UGM. Ia mengawali karirnya menjadi seorang jurnalis dan presenter di Trans
TV. Hanum memulai petualangan di Eropa selama tinggal di Austria bersama
suaminya, Rangga Almahendra, dan bekerja untuk proyek video podcast
Executive Academy di WU Vienna selama 2 tahun. Ia juga tercatat sebagai
koresponden detik.com bagi kawasan Eropa dan sekitarnya.
Hanum Salsabiela Rais dan suaminya menulis novel 99 Cahaya di Langit
Eropa berdasarkan pengalaman mereka selama di Eropa. Peneliti memilih novel
99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa ini
dikarenakan sebagai berikut: (1) diksi dan struktur kalimat yang digunakan
sederhana dan mudah dipahami; (2) novel ini tidak hanya bercerita tentang
perjalanan Hanum dan suaminya, tetapi juga menceritakan sejarah perkembangan
Islam di Eropa; (3) penyajian yang sederhana dan mudah dipahami mempunyai
daya tarik tersendiri bagi pembaca untuk ikut langsung dalam perjalanan yang
mereka tempuh serta menimbulkan perasaan cinta dan bangga terhadap agama
Islam; dan (4) pemaparan dialog antartokoh pada novel 99 Cahaya di Langit
Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Hanum menambah nilai
estetika dengan pemilihan diksi dan respon yang ditimbulkan oleh petutur.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, masalah
yang diidentifikasikan dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

4

1. Implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan
Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra
2. Pelanggaran terhadap prinsip kerjasama dalam komunikasi pada novel 99
Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra
3. Siswa mempelajari sikap berkomunikasi dengan diksi dan situasi yang
relevan berdasarkan contoh dari novel

99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa karya Hanum Salsabiela Rais
Rangga Almahendra.
C. Batasan Masalah
Penelitian ini akan memberikan penjelasan secara deskriptif tentang
implikatur Percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan
Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan Rangga
Almahendra serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia.
D. Rumusan Masalah
Permasalahan penelitian ini akan menjawab beberapa pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah implikatur percakapan pada novel 99 Cahaya di Langit
Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra?
2. Bagaimanakah implikasi implikatur percakapan dalam novel 99 Cahaya di
Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra terhadap pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan implikatur percakapan yang terdapat pada 99 Cahaya di
Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra.

5

2. Mengetahui implikasi implikatur percakapan dalam novel 99 Cahaya di
Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra terhadap pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam dua aspek yaitu:
1. Teoretis
a. Secara teoretis hasil penelitian ini bermanfaat untuk rujukan bahan ajar
di kelas
b. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai pendalaman materi
c. Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai tambahan ilmu diluar yang
mereka pelajari.

2. Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini bermanfaat:
a. Bagi guru, penelitian ini dipakai sebagai bahan pembelajaran
b. Bagi peneliti, penelitian ini digunakan sebagai salah satu persyaratan
akademik

dalam menempuh

perkuliahan

dan

kelulusan

sebagai

mahasiswa Prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
c. Bagi siswa, dari penelitian ini siswa mendapatkan ilmu di luar ilmu
yang dipelajari dan untuk bekal mengajar jikalau siswa menjadi guru.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan dengan cara mendata
penggalan percakapan yang mengandung implikatur percakapan dalam 99 Cahaya
di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra, setelah itu menganalisisnya.
Berdasarkan

Bogdan

dan

Tylor

dalam Moleong

dalam Margono,

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

6

diamati.1 Qualitative researchers are interested in understanding how people
interpret their experiences, how they construct their worlds, and what meaning
they attribute to their experiences.2 (penelitian kualitatif tertarik untuk memahami
bagaimana

orang

menafsirkan

pengalaman

mereka,

bagaimana

mereka

membangun dunia mereka, dan apa hubungan mereka pada pengalaman).
Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian kualitatif adalah penelitian dengan
mendeskripsikan data yang dapat diamati. Peneliti terjun langsung atau menjadi
kunci utama dalam melakukan penelitian. Penelitian kualitatif juga memahami
bagaimana menafsirkan pengalaman, dunia yang mereka hasilkan, dan hubungan
mereka dengan pengalaman atau kejadian yang mereka teliti.
H. Fokus Penelitian
Fokus dalam Penelitian ini adalah implikatur percakapan dalam novel 99
Cahaya di Langit Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya
Hanum Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra. Peneliti tidak menganalisa
monolog yang ada pada novel ini. Peneliti menggunakan teori sebagai berikut:
1. Prinsip Relevansi yang dikembangkan oleh Sperber dan Wilson
2. Pelanggaran terhadap maksim percakapan yang disampaikan oleh Grice.
I.

Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah novel 99 Cahaya di Langit Eropa;

Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais dan
Rangga Almahendra. Novel ini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, tahun 2012.
J. Populasi dan Sampel
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini yaitu percakapan atau dialog
yang memiliki implikatur. Adapun sampel penelitian terdiri atas lima belas (15)
penggalan percakapan yang memiliki implikatur. Metode penarikan sampel yang
digunakan yaitu dengan cara acak (Random Sampling), berarti setiap populasi
1

S. Margono, Metodologi penelitian pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 36
Sharan B. Merriam, Qualitative Research; A guide to Design and Implementation, (United States
of America: Jossey-Bass, 2009), h. 5

2

7

mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi sampel sehingga sampel
tersebut dianggap dapat mewakili populasi yang ada.
K. Teknik Pengumpulan Data
Langkah-langkah yang ditempuh dalam menganalisis data adalah sebagai
berikut:
1. memilah-milah percakapan dalam novel 99 Cahaya di Langit
Eropa; Perjalanan Menapak Jejak Islam di Eropa Karya Hanum
Salsabiela Rais dan Rangga Almahendra;
2. memilih konteks-konteks tertentu sebagai sample dengan teknik
purposif, yakni memilih sampel tertentu dengan pertimbangan dan
penilaian

sample

dan

mengindikasikan

adanya

implikatur

percakapan;
3. memenggal konteks-konteks percakapan terpilih dalam penggalan
pasangan percakapan;
4. menganalisis implikatur percakapan berdasarkan prinsip relevansi
dan meneliti pelanggaran prinsip kerjasama dalam setiap penggalan
percakapan; dan
5. menyimpulkan

dan

mencari

implikasinya

bagi

pembelajaran

bahasa Indonesia di sekolah.
L. Instrumen Penelitian
Instrumen

dalam

penelitian ini menggunakan
akan

melakukan

penelitian

ini

adalah

penelitian deskriptif

pengamatan

implikatur

peneliti sendiri dikarenakan
kualitatif. Peneliti sendiri yang

percakapan

dengan

menggunakan

analisis konteks menurut Dell Hymes.
M. Teknik Analisis Data
Data yang diambil dari teks bacaan akan dianalisis menggunakan
SPEAKING menurut Dell Hymes. Setelah dianalisis data dibahas berdasarkan hasil
analisis, teori prinsip percakapan yang dikemukakan oleh Grice, dan prinsip relevansi
yang dikemukakan oleh Sperber dan Wilson.

8

N. Triangulasi Data
Triangulasi, yaitu data atau informasi dari suatu pihak harus di cek
kebenarannya dengan cara memperoleh data itu dari sumber lain. Tujuannya ialah
membandingkan informasi tentang hal yang sama yang diperoleh dari berbagai
pihak, agar ada jaminan tentang tingkat kepercayaan data. 3 Triangulasi dilakukan
dengan cara (1) data penelitian ini sudah peneliti periksa ke buku teks asli; dan (2)
peneliti sudah meminta izin pada penulis melalui email dan telah di setujui.

3

S. Nasution, Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, (Bandung: Tarsito, 2003), h. 10

BAB II
LANDASAN TEORETIS
Pada bab ini peneliti menguraikan beberapa landasan teori yang akan
diperlukan untuk menganalisis data sesuai dengan topik pembahasan skripsi ini.
Adapun landasan teoretis yang dibahas yaitu pragmatik, konteks, implikatur,
prinsip kerjasama, dan novel.
A. Pragmatik
Pragmatik

merupakan

cabang

linguistik

yang

mempelajari

bahasa.

Pragmatik digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu. 1 Pragmatik
mengkaji makna yang dipengaruhi oleh hal-hal di luar bahasa.2 Pragmatik adalah
cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur bahasa
sebagai alat komunikasi antara penutur dan pendengar, dan sebagai pengacuan
tanda-tanda
pragmatik

bahasa
merupakan

pada

hal-hal

cabang

“ekstralingual” yang

ilmu

linguistik

yang

dibicarakan.3
mempelajari

Jadi,
hal-hal

ekstralingual dan digunakan dalam percakapan.
Pragmatik

mengkaji

prilaku

yang

dimotivasi

oleh

tujuan-tujuan

percakapan.4
Istilah pragmatik lahir dari filsuf Charles Morris yang mengolah kembali pemikir-pemikir
filsuf-filsuf pendahulunya mengenai ilmu tanda dan lambang yang disebut semiotika.
Dalam pragmatik, makna ujaran dikaji menurut makna yang dikendaki oleh penutur dan
menurut konteksnya. Disamping itu, dalam pragmatik juga dilakukan kajian tentang
deiksis, praanggapan, implikatur, tindak bahasa, dan aspek-aspek struktur wacana.5

Pragmatics is the sistematic study of meaning by virtue of, or dependent on, the
use of language. The central topics of inquiry of pragmatics include implicature,
presuposition, speech acts, and deixis.6 (Pragmatik adalah studi sistematis

1

F.X. Nadar, Pragmatik dan Penelitian Pragmatik, (Yogyakarta: GRAHA ILMU, 2009), h. 2
Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa: Langkah awal Memahami Linguistik, (Jakarta: Gramedia
Pusta, 2005), h. 104
3
Verhaar, Asas-asas Linguistik Umum, (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), h. 14
4
Geoffrey Leech (penerjemah: Oka), Prinsip-Orinsip Pragmatik (Jakarta: Universitas Indonesia,
1993) h. 45
5
Bambang Yudi Cahyono, Kristal-kristal Ilmu Bahasa, (Surabaya: Airlangga University Press,
1995), h. 214
6
Yan Huang, pragmatics, (New York: Oxford University Press Inc., 2007), h. 2

2

9

10

berdasarkan makna, atau tergantung pada, penggunaan bahasa. Topik-topik utama
kajian pragmatik memuat implikatur, presuposition, tindak tutur, dan deiksis).
Dapat disimpulkan, pragmatik adalah salah satu cabang dari ilmu linguistik yang
mengkaji unsur eksternal aspek kebahasaan. Pragmatik studi sistematis yang
memuat salah satu topik kajiannya, yaitu implikatur. pragmatik di motivasi oleh
tujuan-tujuan tertentu dalam berkomunikasi. Pragmatik mengkaji makna yang
dipengaruhi oleh hal-hal dari luar bahasa, pada hakikatnya mempunyai konteks
situasi tertentu.
B. Konteks
Pengertian Konteks dan ciri-ciri konteks
Konteks adalah hal-hal yang gayut dengan lingkungan fisik dan sosial
sebuah tuturan ataupun latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh
penutur dan lawan tutur dan yang membantu lawan tutur menafsirkan makna
tuturan.7 Konteks, yaitu unsur yang di luar bahasa, dikaji dalam pragmatik.8
Konteks merupakan latar belakang pengetahuan mengenai situasi fisik dan sosial
sebuah percakapan yang berlangsung. Konteks dipelajari dalam ilmu pragmatik
yang terdiri dari hal-hal di luar bahasa.
We have already noted that we can understand a sentence even if we are unable to
tell whether it is true or false. Often we do know the truth value of a sentence, and the
knowledge we use to decide is knowledge about the world (assuming of course that the
sentence is neither analytic nor contradictory). Knowledge of the world is part of context,
and so pragmatics includes how language users apply knowledge of the world to interpret
utterances.9

(Kita telah mencatat bahwa kita dapat memahami kalimat bahkan kita tidak dapat
mengatakan apakah itu benar atau salah. Seringkali kita tahu nilai kebenaran
kalimat

dan

pengetahuan

yang

kita

gunakan

untuk

memutuskan

adalah

pengetahuan tentang dunia (tentu saja dengan asumsi bahwa kalimat tersebut tidak
analitik

atau bertentangan).

Pengetahuan tentang dunia adalah bagian dari

konteks, dan pragmatik mencakup bagaimana pengguna bahasa menerapkan
pengetahuan dunia untuk menafsirkan ucapan-ucapan). Dari kutipan tersebut kita
7

F.X. Nadar, op. cit., h.6-7
Kushartanti, dkk., loc. cit.
9
Victoria Fromkin dan Robert Rodman, An Introduction to Language; Third Edition, (New York:
CBS College Publishing, 1983), h. 189
8

11

dapat menyimpulkan bahwa untuk memutuskan apakah kalimat salah atau benar
kita menggunakan pengetahuan tentang dunia. Pengetahuan tentang dunia yaitu
bagian dari konteks. Konteks inilah yang kita gunakan untuk menganalisis sebuah
percakapan.
Konteks berhubungan dengan situasi bahasa (speech situation),situasi
sosial, dan saluran. Pengucapan ujaran pada umumnya disertai dengan tingkah
laku non-verbal yang disebut para bahasa, yang mencakup gerak anggota tubuh,
modulasi suara, raut muka, sentuhan, dan jarak. 10 Salah satu fungsi situasi dan
konteks itu ialah membuat pembaca tahu apa sebuah kata, frasa atau kalimat
dipakai dengan makna harfiah atau makna kiasan atau retorik. 11 Konteks ialah halhal seperti siapa yang diajak berbicara, dalam situasi yang bagaimana kalimat
yang bersangkutan diucapkan.12 Konteks berkaitan dengan situasi sosial, fisik dan
saluran percakapan, seperti intonasi, bahasa tubuh, dan mimik wajah. Petutur
harus bisa menafsirkan apa yang tersirat dalam percakapan yang disampaikan oleh
penutur. Percakapan juga disesuaikan dengan konteks kepada siapa berbicara, di
mana, dan dalam hal apa berbicara.
Berdasarkan

pengertian

yang telah dipaparkan sebelumnya mengenai

konteks, dapat disimpulkan bahwa konteks adalah unsur di luar bahasa terkait
dengan latar belakang pengetahuan yang dimiliki oleh penutur dan lawan tutur.
Konteks berhubungan dengan situasi bahasa, situasi sosial, dan saluran, seperti
tingkah laku non-verbal.
Dell Hymes dalam Wahab menciri unsur konteks sebagai berikut: penyampai,
yaitu penutur atau penulis yang mengeluarkan ujaran; penerima, yaitu pendengar atau
pembaca yang menerima pesan dalam ujaran; topik, yaitu apa yang sedang dibicarakan
oleh penyampai dan penerima. Pengetahuan analisis tentang topik sangat membantu
mempertajam analisis wacana yang sedang dihadapinya; setting, yang meliputi waktu,
tempat, dan peristiwa. Unsur lainnya adalah saluran, yaitu bagaimana kontak antara
penyampai dan penerima dilakukan-lisan atau tulisan. Kemudian ada unsur kontek yang
bernama kode, yaitu bahasa atau dialek yang dipakai dalam interaksi. Ada unsur kontek

10

Bambang Yudi Cahyono, op. cit., h. 214-217.
Bambang Kaswanti Purwo, Bulir-bulir Sastra dan Bahasa: Pembaharuan Pengajaran,
(Yogyakarta: KANISIUS, 1991), h. 82
12
Bambang Kaswanti Purwo, Pragmatik dan Pengajaran Bahasa: Menyibak Kurikulum 1984, h.
23
11

12

yang disebut tujuan, artinya hasil akhir dalam komunikasi antara penyampai dan
penerima.13

Jadi, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang terdapat di dalam konteks yaitu
penutur, petutur, topik yang dibicarakan, setting, cara berkomunikasi, bahsa yang
digunakan, dan tujuan dalam berkomunikasi.
Menurut cf. Syafi‟ie dalam Rani, konteks pemakaian bahasa dapat
dibedakan menjadi empat macam yaitu:
a) konteks fisik meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam
berkomunikasi;
b) konteks epitemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama
diketahui oleh penutur dan petutur;
c) konteks linguistik

yang terdiri dari kalimat atau ujaran yang

mendahului dan mengikuti ujaran tertentu dalam suatu peristiwa
komunikasi; konteks linguistik disebut juga dengan istilah konteks;
dan
d) konteks sosial yaitu relasi sosial dan latar yang melengkapi
hubungan antara penutur dan petutur. 14
Semua konteks pemakaian bahasa tersebut semuanya tentang penutur, petutur,
dan ujaran. Ketiga hal tersebut harus sejalan dan konteks yang sama-sama mereka
pahami pada saat terjadinya percakapan, hal tersebut merupakan hal yang sangat
membentu dalam memaknai sebuah ujaran.
C. Implikatur
1. Pengertian Implikatur
Implikatur merupakan salah satu kajian utama dalam pragmatik. Pragmatik
mengkaji

prilaku

yang

dimotivasi oleh

tujuan-tujuan

percakapan.15

Aliran

pragmatik adalah tindakan aliran struktural yang melucuti kalimat yang pada
hakikatnya berkonteks, dan yang pada hakikatnya ada karena digunakan di dalam

13

Abdul Wahab, Butir-butir Linguistik, (Surabaya: Airlangga University Press, 1990), h. 56-57
Abdul Rani, dkk., Analisis Wacana: Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakai an, (Malang:
Bayumedia, 2006), h. 190
15
Geoffrey Leech (penerjemah: Oka). Loc. cit.
14

13

komunikasi.16 Berdasarkan pengertian pragmatik yang telah dijabarkan, dapat
dilihat bahwa implikatur merupakan topik utama kajian pragmatik. Implikatur
merupakan komunikasi yang ditimbulkan karena adanya tujuan-tujuan percakapan
yang berkonteks.
Grice suggested that a conversational implicature roughly, a set of non-logical inferences
which contains conveyed messages which are meant without being part of what is said in the strict
sence, can arise from either strictly observing or ostentatiously flouting the maxims. 17

(Grice mengemukakan bahwa implikatur percakapan kurang lebih seperangkat
kesimpulan tidak logis yang mengandung penyampaian pesan yang dimaksudkan
tanpa menjadi bagian dari apa yang dikatakan dalam arti yang tepat, dapat timbul
baik dari penelitian yang tepat atau terang-terangan melanggar maksim). jadi,
implikatur adalah penyimpulan informasi atau pesan yang disampaikan di luar
dari apa yang dikatakan dalam arti sebenarnya dan melanggar maksim dalam
prinsip kerjasama.
Pernyataan Grice dalam artikelnya yang berjudul Logic and conversation
mengemukakan bahwa sebuah tuturan dapat melibatkan preposisi yang bukan
merupakan bagian dari tuturan yang bersangkutan. Preposisi tersebut disebut
implikatur (Implicature). Hubungan kedua preposisi itu bukan merupakan akibat
mutlak (necessary consequence).”18 Grice mengatakan dalam percakapan

yang

seorang pembicara mempunyai maksud tertentu ketika mengujarkan sesuatu.
Maksud yang terkandung di dalam ujaran itu disebut implikatur. 19 Dapat
dikatakan bahwa implikatur merupakan tujuan yang terkandung dalam percakapan
yang bukan bagian dari tuturan, karena mereka tidak memiliki hubungan yang
mutlak.
Jika ada dua orang yang bercakap-cakap, percakapan itu dapat berlangsung dengan
lancar berkat adanya semacam “kesepakatan bersama”. Kesepakatan itu, antara lain,
berupa kontrak tak tertulis bahwa ihwal yang dibicarakan itu harus saling berhubungan
atau berkaitan. Hubungan atau keterkaitan itu sendiri tidak terdapat pada masing -masing
kalimat secara lepas; maksudnya, makna keterkaitan itu tidak terungkapkan secara “literal”
pada kalimat itu sendiri, ini yang disebut implikatur percakapan.20

16

Bambang kaswanti Purwo, op. cit., h. 16
Yan Huang, pragmatics, op. cit., h. 27
18
I Dewa Putu Wijana dan Muhammad Rohmadi, Analisis Wacana Pragmatik; Kajian Teori dan
Analisis, (Surakarta: Yuma Pustaka, 2010), h. 37-38
19
Kushartanti, dkk., op. cit., h. 106
20
Bambang kaswanti Purwo, op. cit., h. 20

17

14

Implikatur percakapan juga dapat dikatakan sebagai makna yang tidak terungkap
secara harfiah atau langsung di dalam kalimat itu sendiri. Hubungan atau
keterkaitan antara tuturan dengan makna yang ingin disampaikan itu saling lepas,
tidak mematuhi prinsip kerjasama dalam percakapan.
Ungkapan bahwa implikatur ialah ujaran yang menyiratkan sesuatu yang
berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu “yang berbeda” tersebut
adalah maksud pembicara yang tidak dikemukakan secara eksplisit. Dengan kata
lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang
tersembunyi.21

Dapat

disebut

juga

bahwa

implikatur

bukanlah apa yang

sebenarnya diucapkan, penutur menyembunyikan maksud dan keinginan yang
sebenarnya. Oleh sebab itu, penutur dan petutur harus memiliki konteks yang
sama atas percakapan yang terjadi.
..... Implicatures are pragmatic aspects of meaning and have certain identifiable
characteristics. They are partially derived from the conventional or literal meaning of an
utterance, produced in a specific context which is share by the speaker and the hearer,
and depend on a recognition by the speaker and the hearer of the Cooperative Principle
and it‟s maxims. For the analyst, as well as the hearer, conversational implicatures must
be treated as inherently indeterminate since they derive from a supposition that the
speaker has the intention of conveying meaning and of obeying the Cooperative
Principle.22

(..... Implikatur merupakan aspek pragmatik dari makna dan memiliki
karakteristik tertentu yang dapat diidentifikasi. Makna dan karakteristik sebagian
berasal dari arti konvensional atau harfiah dari ucapan, dihasilkan dalam konteks
tertentu yang diberikan oleh pembicara dan pendengar, dan tergantung pada
pengakuan pembicara dan pendengar terhadap prinsip kerjasama dan maksimmaksim itu.

Untuk

analis,

serta

pendengar,

implikatur percakapan harus

diperlakukan sebagai sifat tak tentu karena mereka berasal dari anggapan bahwa
pembicara
Kerjasama).

memiliki

niat

Berdasarkan

menyampaikan
penjelasan

makna

mengenai

dan
implikatur

mematuhi
tersebut

Prinsip
dapat

dikatakan bahwa implikatur merupakan bagian dari pragmatik yang memiliki
karakteristik sebagian berasal dari konvensional ucapan yang dihasilkan oleh

21

Alek dan Achmad, Linguistik Umum; Sebuah ncangan Awal Memahami Ilmu Bahasa, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009), h. 152
22
Gillian Brown dan George Yule, Discourse Analysis, (New York: Cambridge University press,
1983), h. 33

15

penutur dan petutur dalam konteks tertentu dan sikapnya terhadap maksimmaksim prinsip kerjasama.
Implikatur dapat juga diartikan mengacu ke yang dikomunikasikan petutur
tetapi tidak dikatakan oleh penutur.23 Menduga guessing tergantung pada konteks,
yang mencakup permasalahan, peserta petuturan dan latar belakang penutur dan
lawan tuturnya. Semakin dalam suatu konteks dipahami, semakin kuat dasar
dugaan tersebut.24 Dari penjelasan implikatur sebelumnya dapat ditarik bahwa
implikatur merupakan tuturan yang tidak secara langsung dan memberikan
informasi lebih serta terkadang menuntut petutur untuk menebak apa yang
dimaksud oleh penutur. Tebakan atau dugaan itu tergantung kepada konteks
tuturan dan yang melatarbelakangi tuturan.
Implikatur sebuah ujaran dapat dipahami antara lain dengan menganalisis
konteks pemakaian ujaran. Pengetahuan dan kemampuan menganalisis konteks
pada waktu menggunakan bahasa sangat menentukan ketepatan menangkap
implikatur.

Konteks sangat menentukan makna sebuah ujaran. 25 Implikatur

bergantung kepada pemahaman latar belakang konteks dan situasi kedua
pembicara.26

Jadi,

implikatur

melatarbelakangi ujaran
pembicara untuk

sangat

peserta

menangkap

dipengaruhi

pembicara.

oleh

konteks

yang

Konteks tersebut memudahkan

makna implikatur. Berikut ini adalah contoh

implikatur percakapan:
Konteks: seorang istri menelepon suaminya untuk menanyakan kapan akan
sampai di rumah
Maika: “Kapan kamu akan sampai di rumah?”
Braka: “Seharusnya aku sampai jam delapan, tapi kamu juga tahu bagaimana
macet dalam perjalanan ke rumah.”

Jawaban dari Braka terhadap istrinya mengandung setidaknya dua implikatur:
pertama, Braka tidak akan sampai di rumah tepat pada jam delapan karena kata
seharusnya memiliki arti sesuatu yang tidak akan terjadi sesuai dengan yang
23

Asim Gunarwan, PELBBA 18 Pertemuan Linguistik Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Atma
Jaya ke Delapan Belas (Jakarta: Pusat Kajian Bahasa dan Budaya Unika Atma Jaya, 2007) h. 86
24
F.X. Nadar, op. cit., h. 61
25
Abdul Rani, dkk., op. cit.,h. 181
26
Diemroh Ihsan, Pragmatik, Analisis Wacana, dan Guru Bahasa: Pragmatics, Discourse
Analysis, and Language Teachers, (Palembang: Universitas Sriwijaya, 2011) h. 108

16

diharapkan. Hal ini dapat dipahami oleh istrinya. Kedua, keadaan macet dalam
perjalanan tidak bisa dipastikan sehingga ketepatan sampai di rumah juga tidak
bisa dipastikan. Saat Braka ditanya kapan dia akan sampai di rumah, dia tidak
dapat berjanji secara pasti untuk dapat sampai di rumah pukul delapan dengan
alasan macet.
Peneliti
ditimbulkan

menyimpulkan

karena

adanya

bahwa

implikatur

tujuan-tujuan

adalah

percakapan

komunikasi
yang

yang

berkonteks.

Penyimpulan informasi atau pesan yang disampaikan di luar dari apa yang
dikatakan dalam arti sebenarnya dan melanggar maksim dalam prinsip kerjasama.
Informasi yang disampaikan terkadang menuntut petutur untuk menebak apa yang
dimaksud oleh penutur.
Ada empat manfaat konsep implikatur menurut Levinson dalam Rani
yaitu:
1. memberikan penjelasan makna dan fakta kebahasaan yag tidak
terjangkau oleh teori linguistik;
2. memberikan penjelasan yang jelas tentang perbedaan lahiriah dari
yang dimaksud pemakai bahasa;
3. memberikan pemerian semantik yang sederhana mengenai hubungan
klausa yang dihubungkan dengan kata peghubung yang sama; dan
4. memberikan fakta yang secara lahiriah terlihat tidak berkaitan, akan
tetapi berlawanan (metafora).27
Berdasarkan uraian tersebut, implikatur sangat bermanfaat dalam menjelaskan
mengenai fakta kebahasaan yang tidak dapat di jangkau oleh teori-teori linguistik.
Implikatur juga bermanfaat untuk menjelaskan makna yang berbeda dan terlihat
tidak berhubungan dari apa yang dituturkan.
Berikut adalah beberapa teori yang membahas tentang implikatur. Akan
tetapi, peneliti lebih fokus menggunakan teori yang disampaikan oleh Grice dan
Sperber dan Wilson. Grice menjelaskan teori mengenai prinsip kerjasama
percakapan dan pelanggaran terhadap prinsip kerjasama percakapan. Sementara
27

Abdul Rani, dkk., op.cit., h. 173

17

itu, Sperber dan Wilson menjelaskan teori relevansi.

Adapun teorinya, yaitu

sebagai berikut:
Teori Grice
Istilah implikatur sering kali dikaitkan dengan Grice, yang mengasumsikan
di dalam komunikasi orang hendaklah bekerjasama dengan mitra wicaranya
(petutur) agar komunikasi efisien dan efektif. Partisipan komunikasi harus
mematuhi PKS (prinsip kerjasama) yang dapat dijabarkan menjadi empat maksim,
yaitu

maksim keinformatifan,

kebenaran,

relevansi,

dan maksim kejelasan.

Namun, partisipan komunikasi pada umumnya tidak mematuhi PKS (prinsip
kerjasama) Grice. Salah satu sebabnya adalah bahwa komunikasi itu tidak selalu
berupa penyampaian pesan atau informasi saja.28 Grice memostulatkan bahwa
peserta

dalam

komunikasi

seharusnya

memenuhi

prinsip

kerjasama

agar

komunikasi efektif dan efisien. Namun, komunikasi yang dilakukan tidaklah
hanya sekedar memberikan pesan sehingga peserta komunikasi sering melanggar
prinsip kerjasama Grice.
The point of the Co-operative principle and the maxims is not to tell people how
to behave, of course. The point is that speakers are permitted to flout the maxims in order
to convey something over and above the literal meaning of the utterance. .... it is useful to
have some way of referring to the kind of preposition that a speaker intends to convey in
this implicit fashion, and the standard term for this is conversational implicature. The
implicature is conversational because it only arises in an appropriate conversational
context.29

(Maksud dari prinsip kerjasama dan maksim tidak memberitahu orang bagaimana
berperilaku, tentu saja. Intinya adalah bahwa pembicara diizinkan untuk
melanggar maksim dalam rangka untuk menyampaikan sesuatu atas dan di atas
arti harfiah dari ucapan. .... hal ini berguna untuk memiliki beberapa cara mengacu
pada jenis preposisi bahwa pembicara bermaksud untuk menyampaikan dengan
cara implisit, dan istilah standar untuk ini adalah implikatur percakapan.
Implikatur percakapan ini karena hanya muncul dalam konteks percakapan yang
tepat). Jadi, peneliti menyimpulkan kutipan tersebut bahwasasnya prinsip
kerjasama bukanlah prinsip yang mendiktekan bagaimana cara seseorang
melakukan percakapan. Maksim yang ada pada prinsip kerja sama dapat dilanggar
untuk menyampaikan informasi sesuai dengan tuturan atau di luar tuturan.

28

Ibid., h. 87
Andrew Radford, dkk., Linguistics An Introduction; Second Edition, (New York: Cambridge
University Press, 2009), h. 397
29

18

Grice berpendapat bahwa untuk menggali kandungan eksplisit dari sebuah ujaran
adalah sama dengan menggali apa yang kita sebut dengan proposisional dan mood yang
diekspresikannya; sementara semua bentuk asumsi lain yang dikomunikasikan oleh
ujaran, baik yang dikodekan maupun yang disimpulkan, adalah implikatur. Implikatur
yang dikodekan adalah apa yang ia sebut “implikatur konvensional” sementara implika

Dokumen yang terkait

NILAI-NILAI RELIGIUS ISLAM DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA

4 93 24

DEIKSIS PADA NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

1 29 73

DEIKSIS PADA NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA)

5 32 148

IDENTITAS BUDAYA ISLAM PADA NOVEL 99 CAHAYA Di LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA: Identitas Budaya Islam Pada Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais Dan Rangga Almahendra Kajian Antropologi Sastra Dan Imp

0 8 15

IDENTITAS BUDAYA ISLAM PADA NOVEL 99 CAHAYA Di LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA: Identitas Budaya Islam Pada Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais Dan Rangga Almahendra Kajian Antropologi Sastra Dan Imp

0 4 16

ASPEK RELIGIUS DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA: Aspek Religius Dalam Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais Dan Rangga Almahendra: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya

0 2 13

ASPEK RELIGIUS DALAM NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA: Aspek Religius Dalam Novel 99 Cahaya Di Langit Eropa Karya Hanum Salsabiela Rais Dan Rangga Almahendra: Tinjauan Sosiologi Sastra Dan Implementasinya

0 3 18

EKRANISASI NOVEL KE BENTUK FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA.

4 38 153

NILAI RELIGI PADA NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA

0 0 12

DEVIASI ALUR FILM 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA TERHADAP NOVEL 99 CAHAYA DI LANGIT EROPA KARYA HANUM SALSABIELA RAIS DAN RANGGA ALMAHENDRA

0 0 12