c0a62e133894cdce435bcb4a5df1db2d

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF CONFLICT TO WORKING STRESS AMONG THE EMPLOYEES IN PT INDO CITRA MANDIRI

BANDAR LAMPUNG

By

TUTI APRIYANTI

The purpose of this study is to determine the influence of conflict in working among the employee stress in PT Indo Citra Mandiri, Bandar Lampung. This type of research is explanatory research (explanation). The populations in this study are employees of PT Indo Citra Mandiri, Bandar Lampung, using some 69 sample respondents. The data collection technique used in this study a questionnaire with Likert scale. The analysis of the data used is simple linear regression. To test the validity and reliability of this research used Product Moment correlation and Cronbach Alpha. The result from simple linear regression calculation showed the conflict in working environmet was so significant and influenced the job stress among the employees.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH KONFLIK KERJA TERHADAP STRES KERJA KARYAWAN PADA PT INDO CITRA MANDIRI

BANDAR LAMPUNG

Oleh

TUTI APRIYANTI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatory (penjelasan). Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung dengan sampel penelitian sejumlah 69 orang responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala Likert. Analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linear sederhana. Untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian yakni dengan korelasi Product Moment dan Alfa Cronbach. Hasil perhitungan regresi linear sederhana diketahui konflik kerja berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja karyawan.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan saat ini adalah penanganan terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jumlah sumber daya manusia yang besar apabila dapat didayagunakan secara efektif dan efisien akan bermanfaat untuk menunjang gerak lajunya kemajuan perusahaan. Namun tidaklah mudah mengatur karyawan yang setiap individunya memiliki keinginan, kemauan, pemikiran, latar belakang, status dan perasaan yang berbeda-beda. Oleh karena itu dalam perusahaan perlu adanya manajemen yang khusus untuk mengelola sumber daya manusia yaitu manajemen personalia.

Karyawan memegang peranan yang sangat penting dalam setiap kegiatan yang ada di dalam perusahaan, karena karyawan merupakan kekuatan sentral yang menggerakkan dinamika organisasi dan yang nantinya akan mewujudkan tujuan perusahaan. Di dalam suatu perusahaan atau organisasi konflik, perselisihan, percekcokan, pertentangan dapat terjadi kapan saja dan dimana saja, antar siapa saja, dan menyangkut apa saja. Kondisi yang seperti ini apabila dibiarkan akan terus-menerus dan berkepanjangan serta dapat menimbulkan akibat negatif bagi semua pihak, hubungan dan kerja sama dengan orang lain menjadi kurang


(4)

nyaman, suasana kurang baik dan hubungan satu sama lain yang terlibat tidak lancar, terganggu, bahkan tidak jarang macet dan saling merugikan. Tetapi jika hal ini ditangani dengan baik akan bermanfaat bagi semua orang yang terlibat di tempat kerja dan tercapainya tujuan lembaga kerja yang bersangkutan.

Oleh karena itu karyawan dinilai tidak hanya berdasarkan tingkat kepandaian atau berdasarkan pelatihan dan pengalaman, tetapi juga seberapa baik mengelola diri sendiri dan berhubungan dengan orang lain, karena pada saat bekerja tidak jarang konflik akan muncul, hal ini terjadi karena adanya ketidaksesuaian pikiran antara orang yang satu dengan yang lain dan terdapat rasa emosional yang tinggi yang tidak dapat dikendalikan. Pada umumnya konflik selalu menimbulkan dampak negatif seperti stres dan dapat menurunkan semangat kerja bahkan menghambat pengembangan perusahaan. Secara sederhana berarti bahwa konflik mempunyai potensi untuk mendorong atau mengganggu pelaksanaan kerja, dengan kata lain dapat menyebabkan karyawan mengalami stres kerja. Dengan demikian kesadaran akan adanya konflik di tempat kerja, dapat menemukan sebab-sebabnya secara dini, dan dapat mengelola konflik dengan baik merupakan hal yang sangat diperlukan.

Salah satu perusahaan yang memiliki potensi terhadap munculnya konflik ini yakni PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung. PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung merupakan mitra perusahaan PLN yang bergerak di bidang perdagangan umum, pembangunan, perindustrian, jasa pengangkutan darat, percetakan dan jasa. Perusahaan ini memiliki karyawan sebanyak 221 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:


(5)

Tabel 1. Jumlah Karyawan PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung Menurut Bagian Pada Tahun 2009

No Bagian Jumlah

(orang) 1.

2. 3.

Administrasi Driver Staf

150 orang 69 orang

3 orang

Total Karyawan 221 orang

Sumber: PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung, 2009

Berdasarkan peraturan yang telah ditentukan oleh perusahaan, pekerjaan terbagi kedalam tiga shift. Shift pertama dari pukul 07.30-16.30 dengan waktu istirahat selama 1 jam yaitu dari pukul 12.00-13.00, shift kedua dari pukul 16.30-21.30 dengan waktu istirahat dari pukul 18.00-19.00, dan shift ketiga dari pukul 21.30-07.30 dengan waktu istirahat selama satu jam yaitu dari pukul 04.30-05.30. Shift ini berlaku bagi semua karyawan khususnya pada pengaduan pelanggan (call center).

Banyaknya tuntutan yang harus dipenuhi para tenaga kerja untuk memenuhi kebutuhan pelanggan memerlukan suatu keuletan dan ketenangan dalam bekerja. Ketenangan bekerja sangat diperlukan untuk pencapaian keberhasilan dalam organisasi. Jika karyawan mengalami ketidaktenangan dalam bekerja atau dengan kata lain stres kerja atau bahkan ada konflik dalam suatu organisasi, akibatnya hasil kerja akan kurang memuaskan bahkan kadang-kadang bisa gagal. Oleh karena itu diperlukan suasana yang tenang, nyaman dan pelaksanaan pekerjaan yang baik agar keberhasilan suatu kegiatan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai.


(6)

Salah satu faktor internal yang mempengaruhi para karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya adalah bagaimana bisa mengendalikan emosinya. Artinya seorang karyawan haruslah mampu untuk menggunakan emosi secara efektif karena tuntutan pekerjaan. Apabila tidak mampu mengendalikan emosi maka akan mungkin timbulnya konflik, kondisi yang seperti ini dapat mengakibatkan seorang karyawan mengalami stres kerja serta dapat merugikan perusahaan. Konflik dapat terjadi pula akibat dari kesalahpahaman atau berbedanya pendapat ketika dalam suatu pekerjaan. Apabila tidak ada yang menengahinya maka konflik akan menjadi masalah yang besar dan berdampak buruk untuk perusahaan. Tak ada konflik tanpa sebab dan akibatnya, yang tampak mungkin bukanlah konflik itu sendiri, tetapi hanya gejala-gejalanya saja yang dapat terlihat secara jelas. Misalnya saling berdiam diri atau tidak saling tegur sapa karena suatu hal, tidak masuk kerja bahkan berniat untuk keluar dari tempat kerja.

Tingkat konflik yang tinggi dapat merintangi keefektifan dari sebuah perusahaan, dapat mengakibatkan berkurangnya kepuasan dari karyawan, meningkatnya kemangkiran/absensi dan meningkatnya perputaran karyawan. Suatu konflik dapat terjadi karena masing-masing pihak atau salah satu pihak merasa dirugikan. Kerugian ini bahkan tidak hanya bersifat material, melainkan dapat juga bersifat non material. Konflik adalah penyebab terjadinya stres kerja. Stres kerja dapat mengganggu bahkan merugikan sendiri sebagai pribadi dan dapat merugikan perusahaan pula. Secara kasat mata konflik tidak bisa terlihat jelas tetapi mungkin hanya gejala-gejalanya saja yang dapat ditemukan di dalam perusahaan. Gejala


(7)

konflik yang sering terjadi di PT Indo Citra Mandiri dapat kita lihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2. Gejala Konflik yang Sering Terjadi di PT Indo Citra Mandiri

No Konflik

1. 2. 3. 4. 5.

Hubungan sesama rekan yang kurang harmonis Kecemburuan sosial

Kesepakatan kerja (peraturan perusahaan) yang kurang transparansi Suasana kerja yang kurang mendukung

Gaji/upah yang tidak layak

Sumber: Wawancara, 14 September 2009.

Pada tabel di atas jelas terlihat bahwa gejala konflik yang sering terjadi di PT Indo Citra Mandiri tidak hanya menyangkut hubungan interaksional antar sesama karyawan, namun termasuk juga terhadap struktur dan kebijakan perusahaan. Akibat konflik yang terjadi ini, tidak jarang karyawan mengalami stres kerja, prestasi kerja karyawan akan berkurang, produktivitas rendah dan hasil kerja keseluruhan tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Stres kerja ini dapat terlihat dari kesehatan masing-masing karyawan yang menurun yang dapat menyebabkan mereka tidak masuk kerja karena sakit seperti demam tinggi, hipertensi ataupun berbagai macam penyakit lainnya. Berdasarkan klaim kesehatan jamsosotek dari beberapa karyawan PT Indo Citra Mandiri yang sakit diperoleh data sebagai berikut:


(8)

Tabel 3. Jumlah Karyawan PT Indo Citra Mandiri Yang Tercatat Dalam Klaim Kesehatan Jamsostek Selama Bulan April-Agustus 2009

No Bulan Jumlah

1. 2. 3. 4. 5.

April Mei Juni Juli Agustus

5 orang 17 orang

- 11 orang

1 orang

Jumlah 34 orang

Sumber: PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung, 2009.

Apabila kita lihat tabel 3 di atas, jumlah karyawan PT Indo Citra Mandiri yang tercatat di klaim kesehatan jamsostek setiap bulannya mengalami peningkatan dan terkadang mengalami penurunan, tergantung bagaimana kondisi kesehatan dan permasalahan yang dihadapi masing-masing karyawan. Namun faktor yang menyebabkan menurunnya kesehatan karyawan-karyawan ini biasanya adalah karena adanya stres kerja yang diawali dengan gejala konflik atau ketidaksesuaian dengan harapan masing-masing karyawan.

Stres muncul dalam berbagai cara, seperti yang dialami karyawan PT Indo Citra Mandiri gejala stres nampak dalam berbagai bentuk misalnya karena adanya perbedaan pendapat dalam mengambil keputusan, konflik kecil antar karyawan yang disebabkan karena kecemburuan sosial, bahkan stres kerja juga dapat dilihat dari kesehatan mereka yang menurun yakni sakit kepala, hilang selera makan, rawan kecelakaan, sensitif dan lekas marah. Adapun gejala-gejala yang timbul akibat stres ini secara umum menurut Robbins dapat di bagi dalam tiga kategori: gejala fisiologis antara lain: sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan penyakit jantung. Gejala psikologis diantaranya: kecemasan, murung, berkurangnya


(9)

kepuasan. Dan Gejala perilaku: produktivitas, kemangkiran, dan tingkat keluarnya karyawan (Robbins, 2001: 309).

Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri karyawan berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Gejala-gejala ini menyangkut baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Karyawan yang mengalami stres bisa menjadi nervous dan merasakan kekhawatiran kronis. Mereka sering menjadi mudah marah, tidak dapat relaks atau menunjukkan sikap yang tidak kooperatif. Lebih lanjut, mereka melarikan diri dengan minum alkohol (minuman keras) dan /atau merokok secara berlebihan. Di samping itu, mereka bahkan bisa terkena berbagai penyakit fisik, seperti masalah pencernan atau tekanan darah tinggi bahkan sulit tidur. Hampir setiap kondisi pekerjaan bisa menyebabkan stres (Gukguk, 2008: 6) antara lain:

1. Beban kerja yang berlebihan 2. Tekanan atau desakan waktu 3. Kualitas supervisi yang jelek 4. Iklim politis yang tidak aman

5. Umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai

6. Wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab 7. Kemenduaan peranan

8. Frustasi

9. Konflik antar pribadi dan kelompok 10. Perbedaan antara nilai-nilai perusahaan 11. Berbagai bentuk perubahan


(10)

Dalam penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Resta Bintang pada tahun 2008 pada Financial advisor AJB Bumiputera 1912 Cabang Asuransi Kumpulan Bandar Lampung menyatakan bahwa peningkatan faktor stres kerja berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja, perubahan terhadap gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku terhadap tingkat produktivitas pun juga besar pengaruhnya. Gejala yang ditemukan seperti sering menunda-nunda pekerjaan, jarang masuk kerja, tidak puas terhadap upah yang diberikan perusahaan akibatnya timbul sakit kepala, keringat yang berlebihan, tingkat merokok yang tinggi dan bahkan serangan jantung. Sehingga semangat kerja, produktivitas kerja dan prestasi karyawan menurun.

Gejala stres itu pun nampak pada karyawan PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung diantaranya ada yang mengalami gejala-gejala sebagai berikut: sakit kepala, perasaan cemas, merokok yang berlebihan dan berkurangnya kepuasan dalam pekerjaan. Pada umunya karyawan bekerja dengan penuh perhatian dan patuh pada peraturan yang berlaku. Namun ada sebagian karyawan yang merasa beban kerja yang diberikan oleh perusahaan terlalu berlebihan sehingga karyawan tersebut merasa stres atau kewalahan terhadap pekerjaannya.

Kondisi lain yang dialami oleh sebagian karyawan PT Indo Citra Mandiri, sehingga menimbulkan stres kerja adalah adanya desakan atau tekanan dari atasan dimana karyawan tersebut harus menyelesaikan pekerjaannya tepat pada waktunya, sedangkan pekerjaan itu sendiri merupakan pekerjaan yang berat. Hal itu mengakibatkan kesehatan fisik maupun mental karyawan terganggu, sehingga produktivitas karyawan menjadi berkurang. Oleh karena itu PT Indo citra Mandiri


(11)

haruslah memfasilitasi tempat kerja yang nyaman, aman, tenang dan berusaha membuat karyawan tidak tertekan serta terpaksa mengerjakan pekerjaannya sehingga diharapkan dapat mencegah atau mengurangi terjadinya konflik yang dapat menyebabkan stres kerja. Dengan adanya perhatian dari perusahaan, karyawan akan lebih bersemangat mengerjakan pekerjaannya dan tujuan dari perusahaan dapat tercapai sesuai dengan target yang telah ditetapkan.

B. Permasalahan

Peranan sumber daya manusia/karyawan sebagai motor penggerak bagi kelangsungan hidup perusahaan sangat penting untuk diperhatikan. Bila setiap karyawan bekerja dengan tenang dan nyaman dengan kata lain tidak ada konflik kerja yang berdampak negatif untuk perusahaan dan karyawan, maka tidak akan ada karyawan yang mengalami stres kerja. Konflik kerja yang berdampak negatif akan terlihat jelas dari penampilan kerjanya dalam bentuk hasil kerja yang tidak optimal. Dalam hal ini stres kerja bisa terjadi karena suasana kerja yang tidak sesuai dengan yang diharapkan karyawannya yang biasanya berawal dari adanya konflik. Jika konflik kerja dan stres kerja ini dialami oleh karyawan maka apa yang telah ditargetkan oleh perusahaan tidak akan tercapai bahkan meningkatkan stres kerja karyawan.

Konflik kerja yang tidak segera diatasi dengan baik biasanya berakibat pada ketidakmampuan seseorang berinteraksi secara positif dengan lingkungannya, baik dalam arti lingkungan pekerjaan maupun di luar lingkungannya. Artinya karyawan yang bersangkutan akan menghadapi berbagai gejala negatif yang pada gilirannya berpengaruh pada perilaku yang tidak normal seperti gugup, tegang,


(12)

selalu cemas, gangguan pencernaan dan tekanan darah tinggi. Pengaruh-pengaruh gejala tersebut merupakan dampak dari stres kerja yang diawali karena adanya konflik kerja. Dengan kata lain, apabila ada konflik kerja maka seseorang akan mengalami stres kerja. Berdasarkan latar belakang yang ada maka permasalahan yang dapat ditarik dari penulisan ini adalah: ”Seberapa besar pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung?”

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung.

D. Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1. Aspek Praktis

Kegunaan penelitian dari aspek praktis, diharapkan penelitian yang dilakukan ini dapat memberikan sumbangan saran, masukan dan digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam memutuskan kebijakan pada masa yang akan datang terutama menyangkut masalah konflik kerja sehingga stres kerja karyawan dapat diatasi dengan baik.

2. Aspek Teoritis

Memberikan kajian pengetahuan tentang bagaimana pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja dan sebagai bahan penelitian lebih lanjut.


(13)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Konflik Kerja

1. Pengertian Konflik

Manusia merupakan salah satu faktor yang menunjang keberhasilan suatu perusahaan, oleh karena itu diperlukan ilmu manajemen yang khusus untuk mengelola sumber daya manusia. Bidang manajemen manusia memerlukan pengetahuan yang luas menyangkut jiwa (psikologis), sosiologi, ekonomi, dan administrasi. Dimana manajemen sumber daya manusia harus tahu dan mampu bagaimana cara memuaskan karyawan dan mengendalikan karyawan agar tidak terjadi konflik kerja yang akan berdampak pada stres kerja dan dapat merugikan perusahaan.

Menurut Wahyudi dan Kusnadi (2001: 11) konflik adalah segala bentuk interaksi yang bersifat oposisi atau suatu interaksi yang bersifat antagonis (berlawanan, bertentangan atau bersebrangan). Sedangkan menurut Wexley dan Yuki (1992: 229) konflik adalah suatu perselisihan atau perjuangan di antara dua pihak (Two parties) yang ditandai dengan menunjukkan permusuhan secara terbuka dan atau mengganggu dengan sengaja pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya.


(14)

Sedangkan menurut Daniel Webster yang dikutip oleh Morris (2003: 1-2) konflik adalah:

1. Tindakan kompetitif atau perlawanan dari ketidakselarasan/ pertentangan

2. Pernyataan atau tindakan antagonistik (seperti perbedaan gagasan, ketertarikan atau orang)

3. Pertentangan yang dikarenakan adanya kebutuhan-kebutuhan, energi, pengharapan-pengharapan dan permintaan yang tidak saling sesuai 4. Pertemuan yang saling bermusuhan.

Dari keempat definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa konflik muncul ketika ada dua atau lebih respon atau sederet tindakan atas sebuah peristiwa. Konflik tidak selalu menyatakan permusuhan, meskipun permusuhan bisa benar-benar menjadi bagian terpenting dari konflik itu. Konflik dapat pula dikatakan sebagai ketidaksetujuan antara dua atau lebih anggota organisasi atau kelompok-kelompok adalam organisasi yang timbul karena mereka harus menggunakan sumber daya yang langka secara bersama-sama dan atau karena mereka memiliki status, tujuan nilai-nilai, dan persepsi yang berbeda-beda.

2. Jenis-Jenis Konflik

Konflik adalah ketidaksetujuan dari dua atau lebih anggota organisasi atau perusahaan yang dapat timbul karena adanya perbedaan pendapat, perbedaan status, tujuan. Anggota-anggota organisasi atau perusahaan yang mengalami ketidaksetujuan tersebut berusaha menjelaskan permasalahan mereka dari sudut pandang mereka masing-masing. Tidaklah mudah mengatasi konflik yang terjadi


(15)

di dalam sebuah perusahaan. Terkadang perusahaan menutup mata dan menganggap bahwa konflik tidak ada jika tidak terjadi demonstrasi, pemogokan, dan lain-lain. Padahal sesungguhnya tanpa disadari perusahaan, konflik yang sesungguhnya terjadi tidaklah selalu konflik yang besar antara perusahaan dengan karyawan tetapi dapat juga terjadi antara sesama karyawan itu sendiri.

Didalam sebuah organisasi baik itu organisasi bisnis ataupun non-bisnis terjadinya konflik tidak dapat dihindari. Menurut Tjiptono dan Diana (2001: 173), jika dilihat dari pihak-pihak yang saling bertentangan, maka ada lima jenis konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu:

1. Konflik dalam diri individu

Konflik ini terjadi jika seorang individu menghadapi ketidakpastian mengenai pekerjaan yang ia harapkan untuk dilaksanakan, jika berbagai permintaan pekerjaan saling bertentangan, atau jika individu diharapkan untuk melakukan lebih dari kemampuannya.

2. Konflik antar individu dalam organisasi yang sama

Konflik ini terjadi diakibatkan oleh perbedaan-perbedaan kepribadian dan konflik antar peranan (misalnya antara manajer dan karyawan).

3. Konflik antara individu dan kelompok

Konflik ini berhubungan dengan cara seorang individu menanggapi tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerjanya. Misalnya, seorang individu diasingkan oleh kelompok kerjanya karena melanggar norma-norma kelompok.


(16)

4. Konflik antar kelompok dalam organisasi yang sama

Konflik ini terjadi karena adanya pertentangan kepentingan antar kelompok organisasi yang sama.

5. Konflik antar organisasi

Konflik ini timbul karena adanya bentuk persaingan ekonomi dalam sistem perekonomian suatu negara. Biasanya konflik ini mengarah pada timbulnya produk baru, jasa, teknologi baru, harga yang lebih murah dan pemanfaatan sumber daya yang lebih efisien.

3. Bentuk-bentuk Konflik Dalam Perusahaan

Menurut Veithzal (2004: 508-509) konflik dapat dikategorikan menjadi tiga kelompok yaitu:

1. Berdasarkan pelakunya;

Konflik bisa bersifat internal atau eksternal bagi individu yang mengalaminya 2. Berdasarkan penyebabnya;

Konflik disebabkan karena mereka yang bertikai ingin memperoleh keuntungan sendiri atau karena timbulnya perbedaan pendapat, penilaian dan norma.

3. Berdasarkan akibatnya.

Konflik dapat bersifat baik atau buruk.

Konflik merupakan suasana batin yang berisi kegelisahan dan pertentangan antara dua motif atau lebih mendorong seseorang untuk melakukan dua atau lebih kegiatan yang saling bertentangan. Bila tidak dikendalikan secara baik akan menimbulkan perpecahan di antara individu yang ada dalam perusahaan.


(17)

Beberapa bentuk konflik dalam batasan pengaruhnya terhadap perusahaan dapat dikemukakan sebagai berikut:

a) Konflik fungsional adalah sebuah konfrontasi di antara kelompok yang menambah keuntungan kinerja perusahaan.

b) Konflik disfungsional adalah setiap atau interaksi di antara kelompok yang merugikan perusahaan atau menghalangi pencapaian tujuan perusahaan. c) Konflik dan kinerja

Konflik dapat mempunyai dampak positif atau negatif terhadap kinerja perusahaan, tergantung pada sifat konflik dan bagaimana konflik itu dikelola. Untuk setiap perusahaan, tingkat optimal konflik yang terjadi dapat dianggap sangat berguna, membantu kinerja keberhasilan yang positif. Di satu pihak, ketika tingkat konflik terlalu rendah, kinerjanya biasanya buruk. Di lain pihak, jika tingkat konflik menjadi terlalu tinggi akan berakibat kekacauan yang dapat pula mengancam kelangsungan hidup perusahaan.

Konflik mempunyai pengaruh terhadap prestasi seorang karyawan. Hubungan antara konflik yang ada dalam perusahaan dan prestasi organisasi dapat dilihat pada gambar berikut:


(18)

Gambar 1. Hubungan Konflik dan Prestasi Organisasi Prestasi Organisasi

(Tinggi)

Sumber: Ranupandojo dan Husnan (1984: 232)

Gambar di atas memperlihatkan bagaimana hubungan antara konflik yang terjadi dalam sebuah organisasi dengan prestasi yang dihasilkan. Kurva dalam bentuk huruf “U” terbalik dalam gambar menunjukkan bahwa konflik-konflik dengan intensitas yang optimal akan menguntungkan bagi organisasi yang bersangkutan. Sedangkan konflik dengan intensitas yang sangat tinggi merupakan kerugian bagi organisasi tersebut. Semakin tinggi tingkat konflik kerja yang dapat merugikan karyawan dan perusahaan, maka akan merugikan perusahaan dan mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Tetapi apabila konflik dalam tingkat yang optimal atau konflik kerja dalam konteks sewajarnya tidak dijadikan beban bagi karyawan, maka dapat menguntungkan perusahaan karena dapat membantu kinerja keberhasilan yang positif.

Tingkat konflik

yang optimal (Tinggi)

Konflik organisai

kegagalan karena kemacetan

Kegagalan karena kebingungan


(19)

4. Penyebab Terjadinya Konflik

Sebab-sebab timbulnya konflik menurut Nitisemito (1996: 126) adalah sebagai berikut:

a. Perbedaan pendapat

Suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, masing-masing pihak merasa dirinya yang paling benar. Bila perbedaan pendapat ini cukup tajam, dapat menimbulkan rasa yang kurang enak, ketegangan dan sebagainya. b. Salah paham

Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya, tindakan seseorang mungkin tujuanya baik tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan. Bagi yang merasa dirugikan timbul rasa kurang enak, kurang simpati, atau justru kebencian.

c. Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan

Tindakan salah satu mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing merasa dirugikan oleh pihak yang lain. Sudah tentu seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang simpati, atau malahan benci. Perasaan-perasaan ini dapat menjurus ke arah konflik dengan segala akibatnya. Kerugian ini bukan hanya bersifat materi, tetapi dapat juga bersifat non materi. d. Perasaan yang terlalu sensitif

Mungkin tindakan seseorang adalah wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan. Jadi dilihat dari sudut hukum atau etika yang berlaku tindakan ini termasuk perbuatan yang salah. Meskipun demikian, karena pihak lain terlalu sensitif perasaannya, hal ini tetap dianggap merugikan karena dapat menimbulkan konflik.


(20)

Menurut Kreitner dan Kinicki yang dikutip oleh Tjiptono dan Diana (2002: 170), ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya konflik, yaitu:

1. Kepribadian atau sistem nilai yang berbeda.

2. Batas-batas pekerjaan yang tumpang tindih atau tidak jelas. 3. Persaingan dalam mendapatkan sumber daya yang terbatas. 4. Komunikasi yang kurang memadai.

5. Tugas-tugas yang saling tergantung (misalnya, seorang individu tidak dapat menyelesaikan tugasnya sebelum orang lain telah merampungkan tugasnya).

6. Kompleksitas organisasi.

7. Kebijakan, standar atau peraturan yang tidak jelas.

8. Deadline yang tidak masuk akal atau tekanan waktu yang terlalu ekstrim 9. Pengambilan keputusan kolektif (semakin banyak orang yang

berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan, semakin besar kemungkinan terjadinya konflik).

10. Pengambilan keputusan berdasarkan konsensus.

11. Harapan-harapan yang tidak terpenuhi (misalnya, harapan yang tidak realistis terhadap pekerjaan, gaji, atau promosi).


(21)

Sedangkan menurut Ranupandojo dan Husnan (1984: 231-232) penyebab konflik yang terjadi dalam sebuah perusahaan atau organisasi adalah:

1. Keharusan untuk terbagi sumber-sumber daya yang langka

Jika setiap unit di dalam organisasi dapat mencapai pekerja dalam jumlah tidak terbatas, begitu pula halnya dengan uang, bahan-bahan, peralatan, dan ruangan maka masalah bagaimana cara membagi sumber-sumber daya vital tersebut bersifat langka.

2. Perbedaan–perbedaan tujuan antara unit-unit organisasi

Jika tiap-tiap sub unit makin terspesialisasi atau didiferensiasi, maka ketika mereka mengembangkan tujuan tugas dan personil yang tidak sama. Perbedaan atau diferensiasi demikian sering kali menyebabkan timbulnya konflik kepentingan atau prioritas-prioritas, sekalipun mereka telah sepakat tentang tujuan-tujuan menyeluruh organisasi yang bersangkutan.

3. Ketergantungan aktivitas-aktivitas pekerjaan di dalam organisasi yang bersangkutan

Terdapat adanya ketergantungan kerja, apabila dua sub unit atau lebih saling tergantung satu sama lain untuk menyelesaikan tugas mereka masing-masing. Potensi untuk munculnya konflik adalah terbesar, apabila salah satu unit kerja, harus menunggu untuk memulai pekerjaan mereka sampai unit lain menyelesaikan pekerjaan mereka.

4. Perbedaan-perbedaan dalam nilai-nilai atau persepsi-persepsi antara kesatuan-kesatuan organisasi

Perbedaan-perbedaan dalam tujuan-tujuan antar anggota berbagai unit di dalam organisasi tertentu, sering kali disertai oleh perbedaan dalam sikap, nilai-nilai dan persepsi yang dapat menyebakan timbulnya konflik.


(22)

Sumber-sumber lain yang dapat menyebabkan timbulnya konflik adalah gaya individual dan ambiguitas organisasi. Ada orang-orang tertentu yang menyukai konflik, debat-debat dan argumentasi. Dan apabila hal tersebut berada dalam batas-batas yang terkendali, maka hal itu dapat menstimulasi para anggota organisasi untuk memperbaiki hasil pekerjaan mereka. Akan tetapi, ada saja pihak-pihak yang meningkatkan konflik-konflik, debat-debat dan argumentasi mereka hingga menjadi perang terbuka.

5. Cara Menemukan Konflik Atau Sumbernya

Menurut Ranupandojo dan Husnan (1984: 236-237) beberapa cara yang biasa dipakai untuk menemukan konflik atau sumbernya adalah:

1. Membuat prosedur penyelesaian konflik (graviance procedure)

Dengan adanya grievance procedure ini memberanikan karyawan untuk mengadu kalau dirasakannya ketidakadilan. Keberanian untuk segera memberitahukan masalah, merupakan suatu keuntungan bagi perusahaan. 2. Observasi langsung

Tidak semua konflik disuarakan oleh para karyawan. Karena itu ketajaman observasi dari pimpinan akan bisa mengetahui ada tidaknya suatu (sumber) konflik.

3. Kotak saran

Cara semacam ini banyak digunakan oleh perusahaan atau lembaga-lembaga lain. Cara ini efektif karena para pengadu tidak perlu bertatap muka dengan pimpinan. Bahkan bisa merahasiakan identitasnya. Tapi perusahaan juga harus hati-hati karena adanya kemungkinan “fitnah” dari kotak saran ini.


(23)

4. Politik pintu terbuka

Politik pintu terbuka memang sering diumumkan, tetapi hasilnya sering tidak memuaskan. Hal ini sering disebabkan karena pihak manajemen tidak bersungguh-sungguh dalam ”membuka” pintunya. Paling tidak ini sering dirasakan oleh para karyawan. Juga adanya keseganan dari pihak karyawan sering menjadi penghalang terhadap keberhasilan cara ini.

5. Mengangkat konsultan personalia

Konsultan personalia pada umumnya adalah seorang ahli psikologi, dan biasanya merupakan sifat dari bagian personalia. Kadang-kadang karyawan segan pergi menemui atasannya tetapi bisa menceritakan kesulitannya pada konsultan psikologi ini.

6. Mengangkat ”ombudsman

Ombudsman adalah orang yang bertugas membantu ”mendengarkan” kesulitan-kesulitan yang ada/dialami oleh karyawan untuk diberitahukan kepada pimpinan. Ombudsman biasanya adalah orang yang disegani karena terkenal kejujuran dan keadilannya.

6. Langkah-Langkah Manajemen Untuk Menangani Konflik

Ranupandojo dan Husnan (1984: 239-240) mengungkapkan bahwa langkah-langkah manajemen untuk menangani konflik adalah sebagai berikut:

1. Menerima dan mendefinisikan pokok masalah yang menimbulkan ketidakpuasan

Langkah ini sangat penting karena kekeliruan dalam mengetahui masalah yang sebenarnya akan menimbulkan kekeliruan pula dalam merumuskan cara pemecahannya.


(24)

2. Mengumpulkan keterangan/fakta

Fakta yang dikumpulkan haruslah lengkap, tetapi harus dihindari tercampurnya dengan opini atau pendapat. Opini atau pendapat sudah dimasuki unsur subyektif. Karena itu pengumpulan fakta haruslah dilakukan dengan hati-hati.

3. Mengenai dan memutuskan

Dengan diketahuinya masalah dan terkumpulnya data, manajemen haruslah mulai melakukan evaluasi terhadap keadaan itu. Sering kali hasil analisa bisa terdapat berbagai alternatif pemecahan.

4. Memberikan jawaban

Meskipun manajemen kemudian sudah memutuskan, tetapi keputusan ini haruslah diberitahukan kepada pihak karyawan.

5. Tindak lanjut

Langkah ini diperlukan untuk mengawasi akibat dari keputusan yang telah dibuat.

B. Tinjauan Tentang Stres Kerja

1. Pengertian Stres Kerja

Stres merupakan fenomena yang sangat kompleks dan unik sehingga banyak pakar berbeda-beda di dalam memberikan definisi tentang stres. Ada orang yang mempunyai kemampuan mengendalikan beban kerja mereka sendiri dan mengenai stres tanpa menimbulkan marah, gelisah dan depresi, dan yang lain justru mempunyai prilaku sebaliknya.


(25)

Menurut Handoko (2000: 82) stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Sedangkan menurut Agoes dkk (2003: 15) stres adalah kondisi dinamis dengan rasa tegang dan cemas pada individu atau kumpulan individu dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan respons yang dihadapkan dengan kesempatan dan pembatas yang diinginkannya dengan ditandai oleh ketegangan emosional yang berpengaruh kondisi mental dan phisik.

Secara umum stres diartikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan ketika seseorang merasa bimbang terhadap kemampuannya untuk memecahkan suatu masalah yang penting. Menurut Danelly (1996: 339) stres adalah suatu tanggapan penyelesaian diperantarai oleh perbedaan-perbedaan individu dan atau proses psikologi, akibat dan tindakan setiap lingkungan, situasi atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Sedangkan menurut Robbins (2001: 304) stres adalah suatu kondisi dinamika yang didalamnya seorang individu dikronfrontasikan dengan suatu peluang, kendala atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting.

Davis et all (1993: 196) mengatakan stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses pikiran dan kondisi fisik seseorang. Definisi stres menurut Veithzal (2004: 507) adalah suatu istilah payung yang merangkumi tekanan, beban, konflik, keletihan, ketegangan, panik, perasaan gemuruh, anxietti, kemurungan dan hilang daya. Stres kerja adalah suatu kondisi ketegangan yang


(26)

menciptakan adanya ketidakseimbangan fisik dan psikis, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seorang karyawan.

2. Pendekatan Stres Kerja

Veithzal (2004: 517-518) menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan stres kerja, yaitu pendekatan individu dan perusahaan. Bagi individu penting dilakukan pendekatan karena stres dapat mempengaruhi kehidupan, kesehatan, produktivitas dan penghasilan. Bagi perusahaan bukan saja kerena alasan kemanusiaan, tetapi juga karena secara keseluruhan. Perbedaan pendekatan individu dengan pendekatan organisasi tidak dibedakan secara tegas, pengurangan stres dapt dilakukan pada tingkat individu, organisasi maupun kedua-duanya.

a) Pendekatan individu meliputi: 1. Meningkatkan keimanan;

2. Melakukan meditasi dan pernafasan; 3. Melakukan kegiatan olahraga; 4. Melakukan relaksasi

5. Dukungan sosial dari teman-teman dan keluarga; 6. Menghindari kebiasaan rutin yang membosankan. b) Pendekatan perusahaan meliputi:

1. Melakukan perbaikan iklim organisasi;

2. Melakukan perbaikan terhadap lingkungan fisik; 3. Menyediakan sarana olahraga;

4. Melakukan analisis dan kejelasan tugas;

5. Meningkatkan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan; 6. Melakukan restrukturisasi tugas;

7. Menerapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi dimana seseorang menghadapi kesempatan, kendala dan tuntutan. Yang mana setiap orang memiliki tanggapan yang berbeda dalam tanggapan penyelesaiannya, yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi fisik seseorang.


(27)

3. Macam-Macam Stres

Menurut Agoes (2003: 18-19) pada dasarnya stres dibedakan ke dalam:

1. Quantitative overloading stress alah stres yang dikarenakan seseorang mempunyai wakltu yang sedikit untuk menyelesaikan pekerjaan tugas yang banyak yang melebihi batas kemampuannya.

2. Quantitative underloading stress adalah stres yang dikarenakan seseorang mempunyai waktu yang terlalu banyak untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugas yang terlalu sedikit sehingga dia banyak menganggur dan akibatnya sangat membosankan.

3. Qualitative overloading stress adalah stres ytang dikarenakan seseorang itu tidak mempunyai atau kekurangan kemampuan dan keahlian untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya.

4. Qualitative underloading stress adalah yang dikarenakan seseorang itu mempunyai kemampuan dan kehlian yang sangat tinggi untuk menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya, sehingga pekerjaan atau tugasnya dianggap terlalu rendah dan akibatnya sangat membosankan.

Sedangkan menurut Handoko (2000: 89) jenis kepribadian yang mudah mengalami stres antara lain:

1. Kepribadian Tipe A, yaitu orang yang sangat kompetitif terhadap pekerjaan mereka, dan merasa selalu diburu-buru waktu. Orang seperti ini lebih agresif, tidak penyabar dan sangat berorientasi terhadap pekerjaan.


(28)

2. Orang yang pusat kontrolnya terkenal yaitu orang yang percaya bahwa nasibnya ditentukan oleh faktor-faktor dari luar dirinya, seperti kebaikan atau kejahatan orang lain.

3. Orang-orang yang tanpa alasan jelas didominasi oleh perasaan negatif, seperti mudah merasa cemas dan gelisah. Suasana hatinya sering dipenuhi oleh rasa marah, kecewa dan perasaan tidak menentu.

4. Penyebab Stres

Menurut Agoes (2003: 21) berdasarkan penyebabnya stres dibagi menjadi dua yaitu:

a. Stres dari luar organisasi

Pada umunya penyebab stres yang berasal dari luar organisasi banyak terjadi di dalam lingkungan rumah. Penyebab stres yang ada dalam lingkungan rumah atau tempat tinggal pada dasarnya ada empat macam:

1. Stres yang disebabkan oleh partner. Stres ini disebabkan oleh pasangan suami atau istri.

2. Stres yang disebabkan oleh anak. Anak biasanya jadi pemicu stres bagi orangtua.

3. Stres yang disebabkan oleh pembantu rumah tangga. 4. Stres yang disebabkan oleh tekanan lingkungan rumah. b. Stres dari dalam organisasi

Dalam perusahaan yang besar, mapan, dan kompleks akan banyak menghasilkan penyebab stres kerja sehingga individu akan semakin tertekan di dalam


(29)

melaksanakan tugasnya. Secara skematis penyebab stres kerja ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2. Penyebab Stres dalam Organisasi

Kebijakan

Keputusan yang terakhir. Upah dan gaji tidak adil. Prosedur kurang jelas.

Deskripsi kerja tidak realistis.

Proses

Komunikasi sangat lemah. Umpan balik prestasi lemah. Tujuan saling berlawanan arah. Pengukuran prestasi kurang jelas. Sistem pengendalian kurang jelas. Informasi tidak tepat dan akurat.

Struktur

Sentralisasi dan lemahnya partisipasi dalam pembuatan keputusan.

Kesempatan untuk maju kecil. Terlalu banyak formalitas.

Ketergantungan antar bagian tinggi. Adanya konflik lini dan staf.

Sumber: Agoes (2003: 38)

S T R E S A T A S P E K E R J A A N


(30)

5. Tanda-Tanda Stres

Ada beberapa tanda atau gejala yang dapat menunjukkan ada tidaknya seseorang sudah atau belum kena stres. Menurut Agoes (2003: 40-43) tanda-tanda atau gejala-gejala stres pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Perasaan, meliputi:

1) merasa khawatir, cemas atau gelisah; 2) merasa ketakutan atau ciut hati; 3) merasa mudah marah;

4) merasa suka murung;

5) merasa tidak mampu menanggulangi. 2. Pikiran, meliputi:

1) penghargaan atas diri yang rendah; 2) takut gagal;

3) tidak mampu berkonsentrasi; 4) mudah bertindak mamalukan;

5) susah atau cemas akan masa depannya; 6) mudah lupa;

7) emosi tidak stabil; 3. Perilaku, meliputi:

1) jika berbicara gagap atau gugup dan kesukaran bicara lainnya; 2) sulit bekerja sama;

3) tidak mampu rileks;

4) menangis tanpa alasan yang jelas; 5) bertindak menuruti kata hati; 6) mudah terkejut atau kaget;

7) ketawa dalam anggukan tinggi dan nada suara gelisah; 8) menggertakkan gigi;

9) merokok meningkat;

10) penggunaan obat-obatan dan alkohol meningkat;

11) Mudah mendapat kecelakaan, kehilangan nafsu atau selera makan. 4. Tubuh, meliputi:

1) berkeringat;

2) serangan jantung meningkat; 3) menggigil atau gemetar;

4) mulut dan kerongkongan kering; 5) mudah letih;

6) sering kencing;

7) mempunyai persoalan dengan tidur;

8) diare atau ketidaksanggupan mencerna atau muntah; 9) perut melilit;

10) sakit kepala;

11) tekanan darah tinggi;


(31)

13) rentan terhadap penyakit; 14) susah berkelanjutan. 6. Akibat Stres

Salah satu konsekuensi penyakit stres adalah keadaan tak berdaya yang mengarah kepada keputus asaan dan keterpurukan kesehatan pisik dan mental yang dapat menciptakan depresi klinis yang berat. Stres harus segera ditangani sebab stres akan dapat menimbulkan banyak penyakit seperti keadaan gelisah yang kronis, tekanan darah tinggi, penyakit serangan jantung, dan berbagai penyakit lainnya yang sangat mengganggu dan berbahaya.

7. Konsekuensi Stres

Mobilitas dari mekanisme pertahanan tubuh bukan hanya konsekuensi potensial dari kontak dengan stressor. Akibat dari stres banyak dan bervariasi. Beberapa diantaranya tentu saja positif, seperti motivasi peribadi, rangsangan untuk bekerja lebih keras dan meningkatkan inspirasi hidup yang lebih baik. Meskipun demikian, banyak efek yang mengganggu dan secara potensial berbahaya. Menurut Robbins (2001: 309-310) ada tiga kategori gejala-gejala yang ditimbulkan akibat stres antara lain:

1. Gejala fisiologis

Kebanyakan perhatian dini atas stres diarahkan pada gejala fisiologis. Ini terutama karena topik itu diteliti oleh spesialis dari ilmu kesehatan dan medis. Riset ini memandu pada kesimpulan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung.


(32)

2. Gejala psikologis

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan. Memang itulah ”efek psikologis yang paling jelas” dari stres itu. Tetapi.stres muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya: ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka menunda-nunda.

3. Gejala perilaku

Gejala stres yang dikatakan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, dan meningkatkan keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan. Meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

T. Cox dalam Suwarto (1999: 216-237) telah mengidentifikasi lima kategori efek dari stres yang potensial, yaitu:

a. subyektif seperti kekhawatiran, ketakutan, agresif, apatis, rasa bosan, depresi, keletihan, frustasi, kehilangan, rendah emosi, penghargaan diri yang rendah, gugup, kesepian.

b. Perilaku, seperti mudah mendapat kecelakaan, kecanduan alkohol, penyalahgunaan obat, luapan emosi, makan atau merokok berlebihan, tertawa gugup.

c. Kognitif, seperti ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang masuk akal, daya konsentrasi rendah, kurang perhatian, sangat sensitif, terhadap kritik, hambatan mental.

d. Fisiologis, seperti kandungan glukosa darah meningkat, meningkatnya denyut jantung, dan tekan darah meningkat, mulut kering, berkeringat, bola mata melebar, panas dan dingin suhu badan.


(33)

Dalam perusahaan sering terjadi kerugian seperti angka observasi, omset, produktivitas rendah, terasing dari mitra kerja, ketidakmampuan kerja, komitmen organisasi, dan loyalitas berkurang. Dari titik pandang organisasi manajemen mungkin tidak peduli bila karyawan mengalami tingkat stres yang rendah sampai sedang. Alasannya, adalah bahwa tingkat semacam itu dapat bersifat fungsional dan mendorong ke kinerja karyawan yang menurun dan karenanya menuntut tindakan dari manajemen (Robbins 2001: 311).

Sementara kuantitas terbatas stres mungkin bermanfaat bagi kinerja seseorang, janganlah mengharapkan karyawan seperti itu. Dari titik pandang individu, tingkat stres yang rendah bukan kemungkinan besar akan dipersepsikan sebagai tidak diinginkan. Oleh karena itu tidak kecil kemungkinan bagi para karyawan dan manajemen mempunyai gagasan yang berbeda mengenai apa yang menentukan suatu tingkat stres yang dapat diterima pada pekerjaan. Apa yang mungkin dianggap oleh manajemen sebagai ”perangsang yang positif yang mempertahankan agar adrenalin mengalir terus” sangat besar kemungkinan di anggap sebagai ”tekanan berlebihan” oleh karyawan itu (Robbins, 2001: 311)

Dari penjelasan di atas kita dapat tarik kesimpulan bahwa stres kerja tidak selalu berdampak negatif, karena ketika seseorang dalam kehidupannya tidak pernah menghadapi ketegangan atau dalam artian kehidupan yang datar-datar saja, maka akan mengalami kejenuhan juga dalam menjalani kehidupannya. Tergantung kepada pribadinya bagaimana caranya menghadapi setiap hal yang dihadapi.


(34)

8. Cara Menanggulangi Stres

Secara umum stres dapat diatasi dengan relaksasi, olahraga dan menerapkan pola hidup sehat. Stres juga harus dimanage dengan cara menghilangkan atau mengubah sumber stres, yaitu menjauhi pangkal masalah dengan berbagai alternatif serta mempersiapkan mental menghadapi situasi yang menyebabkan. Menurut Ranupandojo dan Husnan (1984: 242) strategi penaggulangan stres yang harus diambil adalah sebagai berikut:

1. Menciptakan iklim organisasi yang kondusif, 2. Memperkaya desain tugas,

3. Memperkecil konflik dan mengklarifikasi peran organisasi, 4. Merencanakan jalur karir dan meyediakan konseling, 5. Kesadaran diri,

6. Jangan melakukan pekerjaan terlalu serius,

7. Menetapkan skala prioritas kebutuhan dan keinginan,

8. Menjalankan berpikir positif dan membuang berpikir negatif.

C. Penelitian-Penelitian Terdahulu

Melihat masalah dan judul penelitian yang akan diteliti, maka perlu adanya pemaparan tentang penelitian terdahulu untuk mengungkapkan fenomena yang sama dalam sudut pandang yang berbeda sehingga diharapkan dapat memperkaya pengetahuan.

1. Gukguk pada tahun 2008 dengan mengambil judul “Pengaruh Stres Kerja terhadap Tingkat Produktivitas Kerja (Studi pada Financial Advisor AJB Bumiputera 1912 Cabang Asuransi Kumpulan Bandar Lampung)”. Dalam


(35)

penelitiannya bahwa besarnya pengaruh faktor stres kerja terhadap tingkat produktivitas kerja dari Financial Advisor AJB Bumiputera 1912 Askum Bandar Lampung adalah sebesar 18.3 % dikategorikan rendah. Hal ini menunjukkan peningkatan faktor stres kerja berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja, berpengaruh dan tidak signifikan antara gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku terhadap tingkat produktivitas kerja pada Financial Advisor AJB Bumiputera. Dan terdapat faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkat produktivitas kerja selain stres kerja melainkan faktor-faktor lain seperti masa kerja, jenis kelamin, pendidikan dan status marital. 2. Anastasia tahun 2004 dengan judul “Pengaruh Konflik Fungsional dan

Konflik Disfungsional terhadap Produktivitas Karyawan pada PT Indonesia Nihon Seima Di Jakarta”. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa konflik fungsional akan memotivasi moral kerja, disiplin yang tinggi, karyawan akan kreatif, dinamis, selalu mencoba untuk bekerja secara optimal yang nantinya akan menyebabkan produktivitas kerja meningkat. Sedangkan konflik disfungsional akan menyebabkan ketegangan, konfrontasi, perkelahian, frustasi, kesalahpahaman yang akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. Hal ini berarti bahwa konflik fungsional dan disfungsional mempunyai pengaruh positif terhadap produktivitas karyawan pada PT Indonesia Nihon Seima di Jakarta.

D. Kerangka Pemikiran

Stres diartikan sebagai perasaan yang tidak menyenangkan yang disebabkan ketika seseorang merasa bimbang terhadap kemampuannya untuk memecahkan


(36)

suatu masalah yang penting. Stres kerja dapat terjadi karena didasari adanya konflik dalam suatu perusahaan. Apabila lingkungan di dalam perusahaan tidak kondusif maka dapat menimbulkan konflik akibatnya stres kerja semakin meningkat

Menurut Robbins (2001: 309-310) ada tiga kategori gejala yang ditimbulkan akibat stres yaitu:

1. Gejala fisiologis

Kebanyakan perhatian dini atas stres diarahkan pada gejala fisiologis. Ini terutama karena topik itu diteliti oleh spesialis dari ilmu kesehatan dan medis. Riset ini memandu pada kesimpulan bahwa stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung.

2. Gejala psikologis

Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan. Memang itulah ”efek psikologis yang paling jelas” dari stres itu. Tetapi.stres muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya: ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan, dan suka menunda-nunda.

3. Gejala perilaku

Gejala stres yang dikatakan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, dan meningkatkan keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan. Meningkatnya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.


(37)

Konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi/perusahaan) yang harus membagi sumberdaya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi. Konflik yang terjadi mungkin tidak menimbulkan tutupnya suatu perusahaan tetapi yang pasti dapat merugikan kinerja perusahaan dan bahkan dapat menyebabkan hilangnya karyawan-karyawan yang bermutu.

Menurut Nitisemito (1996: 126) sebab-sebab timbulnya konflik adalah sebagai berikut:

a. Perbedaan pendapat

Suatu konflik dapat terjadi karena perbedaan pendapat, masing-masing pihak merasa dirinya yang paling benar. Bila perbedaan pendapat ini cukup tajam, dapat menimbulkan rasa yang kurang enak, ketegangan dan sebagainya. b. Salah paham

Salah paham merupakan salah satu hal yang dapat menimbulkan konflik. Misalnya, tindakan seseorang mungkin tujuanya baik tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan. Bagi yang merasa dirugikan timbal rasa kurang enak, kurang simpatik, atau justru kebencian.

c. Salah satu atau kedua pihak merasa dirugikan

Tindakan salah satu mungkin dianggap merugikan yang lain atau masing-masing merasa dirugikan oleh pihak yang lain. Sudah tentu seseorang yang dirugikan merasa kurang enak, kurang simpati, atau malahan benci. Perasaan-perasaan ini dapat menjurus ke arah konflik dengan segala akibatnya. Kerugian ini bukan hanya bersifat materi, tetapi dapat juga bersifat non materi.


(38)

d. Perasaan yang terlalu sensitif

Mungkin tindakan seseorang adalah wajar, tetapi oleh pihak lain dianggap merugikan. Jadi dilihat dari sudut hukum atau etika yang berlaku tindakan ini termasuk perbuatan yang salah. Meskipun demikian, karena pihak lain terlalu sensitif perasaannya, hal ini tetap dianggap merugikan karena dapat menimbulkan konflik.

Setiap individu mempunyai karakter, kepribadian dan sifat yang berbeda. Tidaklah mudah untuk menyamakan karakter, kepribadian dan sifat yang berbeda ini. Tak jarang konflik terjadi karena adanya perbedaan pendapat antar sesama karyawan ataupun antara atasan dengan bawahannya. Namun dengan adanya konflik ini maka tidak dapat dipungkiri bahwa stres kerja karyawan akan timbul secara otomatis yang dapat dilihat dari gejala-gejala stres yang ada. Dengan mengetahui hal-hal yang dapat meyebabkan adanya konflik di dalam perusahaan maka dapat diambil berbagai tindakan untuk menanggulanginya sedini mungkin agar stres kerja dapat dihindarkan dan produktivitas karyawan dapat meningkat sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Resta Bintang pada tahun 2008 pada Financial advisor AJB Bumiputera 1912 Cabang Asuransi Kumpulan Bandar Lampung menyatakan bahwa peningkatan faktor stres kerja berpengaruh terhadap tingkat produktivitas kerja, gejala fisiologis, gejala psikologis dan gejala perilaku terhadap tingkat produktivitas pun juga besar pengaruhnya. Gejala yang


(39)

ditemukan seperti sering menunda-nunda pekerjaan, jarang masuk kerja, tidak puas terhadap upah yang diberikan perusahaan akibatnya timbul sakit kepala, keringat yang berlebihan, tingkat merokok yang tinggi dan bahkan serangan jantung. Sehingga semangat kerja, produktivitas kerja dan prestasi karyawan menurun. Berdasarkan latar belakang di atas, maka bagan kerangka pemikiran dapat dirumuskan sebagai berikut:

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian

E. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, oleh karena itu rumusan masalah penelitian biasanya dalam bentuk kalimat pertanyaan (Sugiyono, 2008: 93). Berdasarkan latar belakang, permasalahan yang ada dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan di atas maka dapat diperoleh suatu hipotesis yaitu:

Ho : Konflik kerja tidak berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja. Ha : Konflik kerja berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja.

Konflik Kerja a. Perbedaan pendapat b. Salah paham

c. Salah satu atau kedua merasa dirugikan d. Perasaan yang terlalu

sensitif

Stres Kerja a. Gejala fisiologis b. Gejala psikologis c. Gejala perilaku


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

eksplanatory (penjelasan). Menurut Singarimbun dan Efendi (1997: 5), penelitian

eksplanatory ini merupakan tipe penelitian yang digunakan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis.

B. Variabel Penelitian

Agar proses penelitian dapat lebih baik, maka perlu diketahui beberapa unsur penelitian seperti konsep, definisi operasional serta indikator. Pemahaman ini diperlukan pada proses teorisasi, karena dengan adanya pengetahuan tentang unsur-unsur tersebut, maka peneliti akan dapat merumuskan hubungan-hubungan teori secara baik.

Menurut Sugiyono (2008: 58) variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Hatch dan Farhady yang dikutip oleh Sugiyono (2008: 58) menyatakan variabel dapat didefinisikan sebagai atribut seseorang, atau obyek


(41)

yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Sedangkan menurut Kidder yang juga dikutip oleh Sugiyono (2008: 59) menyatakan bahwa variabel adalah suatu kualitas (qualities)

dimana peneliti mempelajari dan menarik kesimpulan darinya.

Dengan demikian variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dirinci tentang variabel independen dan variabel dependen.

1. Variabel bebas (independen)

Variabel bebas sering disebut juga sebagai variabel independen, stimulus, prediktor, antecedent merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Konflik kerja (X).

2. Variabel Terikat (dependen)

Variabel terikat sering disebut juga sebagai variabel dependen, output, kriteria, konsekuen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah stres kerja karyawan (Y).


(42)

Definisi konseptual merupakan pemaknaan dari konsep yang digunakan, sehingga memudahkan peneliti untuk mengoperasikan konsep tersebut di lapangan (Singarimbun dan Efendi (1997: 21).

Definisi konseptual dari penelitian ini adalah:

a. Konflik kerja adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi perusahaan) yang harus membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi

b. Stres kerja adalah kondisi dinamis dengan rasa tegang dan cemas pada individu atau kumpulan individu dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan respons yang dihadapkan dengan kesempatan dan pembatas yang diinginkannya dengan ditandai oleh ketegangan emosional yang berpengaruh kondisi mental dan phisik.

D. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan bagaimana suatu variabel diukur, dengan membaca definisi operasional dalam suatu penelitian, maka kita akan mengetahui baik buruknya variabel tersebut (Singarimbun dan Efendi 1997: 23). Adapun yang menjadi definisi operasional penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Definisi Operasional

Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran Skala pengukuran


(43)

Konflik kerja (X)

Stres kerja (Y)

Konflik kerja adalah

ketidaksesuaian antara dua atau lebih anggota-anggota atau kelompok (dalam suatu organisasi perusahaan) yang harus membagi sumberdaya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai atau persepsi

Stres adalah kondisi dinamis dengan rasa tegang dan cemas pada individu atau kumpulan individu dikarenakan adanya

ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan respons yang dihadapkan dengan kesempatan dan pembatas yang diinginkannya dengan ditandai oleh ketegangan emosional yang berpengaruh kondisi mental dan phisik. a. Adanya perbedaan pendapat antar karyawan

b. Adanya salah paham antar karyawan atau karyawan dengan atasan c. Adanya salah

satu atau kedua pihak merasa dirugikan d. Adanya perasaan yang terlalu sensitif antar karyawan a. Gejala Fisiologis, yaitu stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung. b. Gejala Psikologis, yaitu kecemasan mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda

c. Gejala perilaku, yaitu mencakup perubahan dalam produktivitas, 1. Selalu 2. Sering 3. Kadang-kadang 4. Jarang

5. Tidak Pernah 1. Selalu 2. Sering

3. Kadang-kadang 4. Jarang

5. Tidak Pernah 1. Selalu 2. Sering

3. Kadang-kadang 4. Jarang

5. Tidak Pernah 1. Selalu 2. Sering

3. Kadang-kadang 4. Jarang

5. Tidak Pernah 1. Selalu 2. Sering

3. Kadang-kadang 4. Jarang

5. Tidak Pernah

1. Selalu 2. Sering

3. Kadang-kadang 4. Jarang

5. Tidak Pernah

1. Selalu 2. Sering

3. Kadang-kadang 4. Jarang

5. Tidak Pernah

Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal Ordinal


(44)

absensi, dan tingkat keluarnya karyawan, juga perubahan dalam kebiasaan makan,

meningkatknya merokok dan konsumsi alkohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur.

E. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat di mana peneliti melakukan penelitian. Adapun lokasi dalam penelitian ini adalah pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung yang beralamat Jl. Z. A Pagar Alam No.17 Kedaton Bandar Lampung.

F. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono 2004: 72). Adapun yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung yang berjumlah 221 orang.

2. Sampel

a. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah simple random sampling, adalah cara pengambilan sampel dari anggota populasi dengan menggunakan acak


(45)

tanpa memeperhatikan strata (tingkatan) dalam anggota tersebut (Riduwan, 2004: 58).

b. Penemuan Ukuran Sampel

Untuk menentukan ukuran sampel dalam penelitian ini digunakan rumus Slovin:

2 1 Ne N n   Keterangan: 

n ukuran sampel 

N ukuran populasi

e kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolerir, yaitu sebesar 10 %.

(Umar, 2002: 141-142) Jadi, besarnya ukuran sampel adalah:

01 , 0 221 1 221    n 21 , 2 1 221   n 21 , 3 221  n 84 , 68 

n atau dibulatkan menjadi 69 orang.

Jadi jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini adalah: 69 orang. G. Sumber data

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh secara langsung di lapangan melalui pihak perusahaan dan orang-orang yang dianggap


(46)

berkepentingan dan mempunyai pengetahuan mengenai ruang lingkup perusahaan dengan menyebarkan kuesioner kepada karyawan PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung.

2. Data Sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Data sekunder dalam penelitian ini berupa dokumentasi, kepustakaan, serta pengamatan yang berkaitan dengan penelitian ini di PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung.

H. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data merupakan langkah yang penting karena data yang terkumpul nantinya dipakai sebagai informasi yang valid dan representatif guna pemecahan masalah.

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Observasi, dilakukan dalam bentuk pengamatan langsung pada lokasi

penelitian

2. Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui wawancara langsung dengan responden. Teknik wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara terstruktur.

3. Studi kepustakaan merupakan cara mendapatkan informasi dengan cara membaca serta mempelajari berbagai literatur, jurnal manajemen dan penunjang kepustakaan lainnya yang berhubungan serta relevan dengan penelitian ini.


(47)

4. Kuesioner merupakan tehnik pemgumpulan data yang dilakukan dengan cara, memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

I. Teknik Pengolahan Data

Ada beberapa tahap pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Editing

Pada tahap ini, aktivitas yang dilakukan adalah meneliti ulang data-data yang telah diperoleh meliputi kelengkapan jawaban, kejelasan tulisan, dan kesesuaian jawaban satu dengan yang lainnya.

2. Coding

Pada tahap coding maka dilakukan pembuatan kategori-kategori tertentu dari data-data yang diperoleh dalam penelitian. Tahap ini meliputi pemberian tanda atau simbol dari data yang telah diedit sehingga dapat dikelompokkan dalam masing-masing variabel yang ditentukan.

3. Tabulasi

Tahap tabulasi tahap memastikan data yang telah dikategori dengan skor ke dalam tabel sehingga dapat dihitung dengan jelas dan tetap.

J. Teknik Analisis Data 1. Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif adalah statistik yang berfungsi untuk mendiskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data sampel/populasi


(48)

sebagaimana adanya, tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku umum. (sugiyono, 2003: 21)

2. Analisis Statistik Inferensi

a. Pengujian validitas instrumen

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan kevalidan atau kesahihan suatu instrumen. Validitas menggambarkan tingkat instrumennya yang bersangkutan dapat digunakan untuk mengakui apa yang seharusnya diukur. Dalam penelitian ini menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut.:

  2 2 2

2 ( ) . . ( )

. ) ).( ( ) ( Y Y n X X n Y X XY n rhitung

(Riduwan, 2004 : 110) Dimana :

hitung

r Koefisien korelasi

XiJumlah skor sistem

YiJumlah skor total

n jumlah responden

Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut :

1. Jika r hitung > r tabel, maka kuisioner valid

2. Jika r hitung < r tabel, maka kuisioner tidak valid


(49)

Reliabilitas merupakan suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik. Dalam penelitian ini pengujian reliabilitas menggunakan teknik alfa

cronbach yaitu mencari reliabilitas yang skornya rentangan antara

beberapa nilai, yaitu 0-10 atau dalam skala 1-5 dan seterusnya. Rumus:

             

2

2

1

1 t

b

n k k

r

 

(Suharsimi arikunto 2002: 179) Keterangan:

n

R Reliabilitas instrumen 

K banyaknya jumlah pertanyaan 

2

b

 Jumlah varian pertanyaan

2

t

 Jumlah varian total

Dimana varians dapat dicari dengan rumus:

n n x x

 

 2 2( )

Keterangan: 

N Jumlah sampel

X Nilai skor yang dipilih

Instrumen tersebut memenuhi syarat jika memiliki reliabilitas hasil

tabel n r

r  , kemudian diinterpretasikan dengan lima keajegan.


(50)

Besarnya Nilai Interpretasi Antara 0,800 – 1,00

Antara 0,600 – 0,800 Antara 0,400 – 0,600 Antara 0,200 – 0,400 Antara 0,000 – 0,200

Sangat Kuat Kuat

Sedang Rendah

Sangat Rendah Sugiyono (2007:183)

Kuesioner dikatakan reliabel apabila kuesioner tersebut memberikan hasil yang konsisten jika digunakan berulang kali dengan asumsi kondisi pada saat pengukuran tidak berubah. Peneliti mengolah data tersebut dengan menggunakan SPSS 16.0 dapat dikatakan reliabel apabila dapat memenuhi syarat jika memiliki reliabilitas hasil rnrtabel. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pertanyaan atau pernyataan dari data yang terkumpul adalah reliabel. Perhitungan uji reliabilitas digunakan rumus alfa dengan bantuan program komputer SPSS 16.0 dengan menggunakan tabel harga kritik r product moment pearson pada tingkat kepercayaan 95% dan n sebesar 69.

c. Transformasi data ordinal ke interval

Karena skala pengukuran semua variabel adalah ordinal, maka skala ordinal ini harus ditingkatkan menjadi interval dengan menggunakan

Methode of Successive Interval (MSI). Prosedur kerja yang harus

dilakukan untuk merubah data dengan skala ordinal menjadi skala interval adalah sebagai berikut (Harun 1994: 131):


(51)

2. Tentukan proposal dengan membagi setiap bilangan (frekuensi) f dengan n.

3. Tentukan proporsi kumulatif dengan menjumlahkan proporsi secara berurutan untuk setiap respon.

4. Proporsi Komulatif dianggap mengikuti distribusi normal baku, selanjutnya hitung nilai z berdasarkan proporsi komulatif di atas. 5. Dari nilai z yang diketahui tersebut tentukan densitynya (dalam hal ini

hitung ordinat dari sebaran normal z). 6. Hitung Scale Value (SV) dengan rumus:

) lim ( ) lim ( ) lim ( ) lim ( it ower Areaunderl it pper Areaunderu it pper Densityatu it ast Densityatl SV   

7. SV dengan nilai terkecil (harga negatif yang terbesar) diubah menjadi sama dengan 1.

d. Analisis regresi linear sederhana

Analisis regresi linear sederhana digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh antar variabel dependen dengan variabel independen. Teknik analisis didasarkan pada hubungan fungsional ataupun kausal satu variabel independen dengan satu variabel dependen (Sugiyono 2004: 204). Rumus regresi linear sederhana:

et bx a

Y   

Keterangan: 

Y stres kerja 

X konflik kerja


(52)

b koefisien regresi

e error term

e. Uji asumsi klasik

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi telah memenuhi kriteria ekonometrik dalam arti tidak terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal (Gujarati, 2003:102). Untuk mengujinya akan digunakan alat uji normalitas, yaitu dengan melihat Normal P-P Plot of Regression

Standardized Residual. Dasar pengambilan keputusan Normal P-P

Plot of Regression Standardized Residual adalah:

a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b) data menyebar jauh dan garis diagonal dan/atau tidak mengikuti

arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2000: 214).

2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi yaitu terjadinya korelasi (hubungan) diantara anggota-anggota sampel pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah di setiap model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan


(53)

kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi atau tidak terjadi autokorelasi dalam suatu model regresi, digunakan

Durbin-Watson test dengan angka signifikan pada 0,05. Jika nilai DW

terletak diantara du dan 4-du (du<DW>4-du), maka autokorelasi sama dengan nol dan dapat diartikan tidak ada autokorelasi (Gujarati, 2003: 420). Nilai du merupakan batas atas data yang diperoleh dari tabel DW statistik yang terletak pada perpotongan antara baris yang menunjukkan jumlah pengamatan dengan kolom yang memuat jumlah variabel bebas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Untuk mengetahui apakah terjadi atau tidak terjadi heteroskedastisitas dalam suatu model regresi yaitu dengan melihat grafik scatterplot (Santoso, 2000: 210). Dasar pengambilan keputusannya adalah:

a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang), maka telah terjadi heteroskedastisitas.


(54)

b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

f. Uji R2

Langkah awal yang ditemukan pada analisis regresi adalah koefisien korelasi yang menunjukkan korelasi/ hubungan antara variabel dependen dengan variabel independennya. Interpretasi dari nilai koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel 5. Uji R2 (koefisien determinasi) digunakan untuk menunjukkan besarnya kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen (Nurgiyantoro, 2000: 264). R2 dapat dirumuskan sebagai berikut:

 1 1 22 2

2

y

y x b y x b R

g. Uji t

Uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis (α) 5% yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan signifikansi dari masing-masing maupun semua variabel independen secara bersamaan terhadap variabel dependen. Untuk melihat makna signifikansi pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan maka hasil korelasi tersebut kemudian diuji melalui uji t dengan rumus sebagai berikut:


(55)

 

2 2

1 2

r n r t

  

Dimana:

t = Nilai t

r = Nilai koefisien korelasi product moment

n = Jumlah sampel

Dari hasil uji t dapat diketahui makna signifikansi nilai korelasi product moment sebagai berikut:

- Jika nilai t hitung > nilai t tabel maka ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel X dan variabel Y.

- Jika nilai thitung < nilai ttabel maka tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel X dan variabel Y.


(56)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung, maka simpulan dari penelitian ini adalah pengujian keberartian pengaruh konflik kerja (X) terhadap stres kerja karyawan (Y) menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 95% menghasilkan thitung > ttabel. Berarti hasil perhitungan regresi

linear sederhana diketahui bahwa konflik kerja berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung dengan koefisien determinasi (R square) yang ditunjukkan sebesar 0.403 yang berarti bahwa konflik kerja mempunyai pengaruh sebesar 40.3% terhadap stres kerja, sedangkan sisanya sebesar 59.7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis.

B. Saran

Hasil penelitian yang dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa konflik kerja mempunyai pengaruh terhadap stres kerja karyawan PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung. Berdasarkan hal tersebut, penulis memberikan masukan berupa saran sebagai berikut:


(57)

1. Untuk mengurangi tingkat stres kerja yang tinggi maka PT Indo citra Mandiri sebaiknya lebih memperhatikan gejala-gejala konflik yang dihadapi oleh karyawannya kemudian memberikan solusi atau jalan keluar seperti mengadakan konseling, refreshing, olahraga atau senam bersama di hari Jumat dan lain sebagainya yang mampu mengurangi atau menghilangkan stres yang dialami oleh karyawan PT Indo Citra Mandiri.

2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perlu diteliti lagi gejala-gejala konflik lain yang mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan di PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung.

3. Hasil penelitian pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung perlu disempurnakan oleh penelitian serupa dengan sejumlah perusahaan-perusahaan lainnya yang ada di Bandar Lampung.


(1)

b koefisien regresi 

e error term

e. Uji asumsi klasik

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi telah memenuhi kriteria ekonometrik dalam arti tidak terjadi penyimpangan yang cukup serius dari asumsi-asumsi yang diperlukan.

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Model yang baik adalah memiliki distribusi normal atau mendekati normal (Gujarati, 2003:102). Untuk mengujinya akan digunakan alat uji normalitas, yaitu dengan melihat Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual. Dasar pengambilan keputusan Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual adalah:

a) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b) data menyebar jauh dan garis diagonal dan/atau tidak mengikuti

arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas (Santoso, 2000: 214).

2. Uji Autokorelasi

Autokorelasi yaitu terjadinya korelasi (hubungan) diantara anggota-anggota sampel pengamatan yang diurutkan berdasarkan waktu. Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah di setiap model regresi ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan


(2)

kesalahan pada periode sebelumnya (t-1). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Untuk mengetahui apakah terjadi atau tidak terjadi autokorelasi dalam suatu model regresi, digunakan Durbin-Watson test dengan angka signifikan pada 0,05. Jika nilai DW terletak diantara du dan 4-du (du<DW>4-du), maka autokorelasi sama dengan nol dan dapat diartikan tidak ada autokorelasi (Gujarati, 2003: 420). Nilai du merupakan batas atas data yang diperoleh dari tabel DW statistik yang terletak pada perpotongan antara baris yang menunjukkan jumlah pengamatan dengan kolom yang memuat jumlah variabel bebas.

3. Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas adalah untuk melihat apakah terdapat ketidaksamaan varians dari residual satu ke pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang memenuhi persyaratan adalah di mana terdapat kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap atau disebut homoskedastisitas. Untuk mengetahui apakah terjadi atau tidak terjadi heteroskedastisitas dalam suatu model regresi yaitu dengan melihat grafik scatterplot (Santoso, 2000: 210). Dasar pengambilan keputusannya adalah:

a) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (point-point) yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang), maka telah terjadi heteroskedastisitas.


(3)

b) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.

f. Uji R2

Langkah awal yang ditemukan pada analisis regresi adalah koefisien korelasi yang menunjukkan korelasi/ hubungan antara variabel dependen dengan variabel independennya. Interpretasi dari nilai koefisien korelasi dapat dilihat pada tabel 5. Uji R2 (koefisien determinasi) digunakan untuk menunjukkan besarnya kontribusi variabel independen terhadap variabel dependen (Nurgiyantoro, 2000: 264). R2 dapat dirumuskan sebagai berikut:

 1 1 22 2 2

y

y x b y x b R

g. Uji t

Uji signifikansi dilakukan dengan menggunakan uji-t pada tingkat keyakinan 95% dan tingkat kesalahan analisis (α) 5% yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan signifikansi dari masing-masing maupun semua variabel independen secara bersamaan terhadap variabel dependen. Untuk melihat makna signifikansi pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan maka hasil korelasi tersebut kemudian diuji melalui uji t dengan rumus sebagai berikut:


(4)

 

2 2 1

2 r n r t

  

Dimana:

t = Nilai t

r = Nilai koefisien korelasi product moment n = Jumlah sampel

Dari hasil uji t dapat diketahui makna signifikansi nilai korelasi product moment sebagai berikut:

- Jika nilai t hitung > nilai t tabel maka ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel X dan variabel Y.

- Jika nilai thitung < nilai ttabel maka tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara variabel X dan variabel Y.


(5)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung, maka simpulan dari penelitian ini adalah pengujian keberartian pengaruh konflik kerja (X) terhadap stres kerja karyawan (Y) menggunakan uji t pada tingkat kepercayaan 95% menghasilkan thitung > ttabel. Berarti hasil perhitungan regresi

linear sederhana diketahui bahwa konflik kerja berpengaruh secara signifikan terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung dengan koefisien determinasi (R square) yang ditunjukkan sebesar 0.403 yang berarti bahwa konflik kerja mempunyai pengaruh sebesar 40.3% terhadap stres kerja, sedangkan sisanya sebesar 59.7% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti oleh penulis.

B. Saran

Hasil penelitian yang dipaparkan sebelumnya menunjukkan bahwa konflik kerja mempunyai pengaruh terhadap stres kerja karyawan PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung. Berdasarkan hal tersebut, penulis memberikan masukan berupa saran sebagai berikut:


(6)

1. Untuk mengurangi tingkat stres kerja yang tinggi maka PT Indo citra Mandiri sebaiknya lebih memperhatikan gejala-gejala konflik yang dihadapi oleh karyawannya kemudian memberikan solusi atau jalan keluar seperti mengadakan konseling, refreshing, olahraga atau senam bersama di hari Jumat dan lain sebagainya yang mampu mengurangi atau menghilangkan stres yang dialami oleh karyawan PT Indo Citra Mandiri.

2. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya perlu diteliti lagi gejala-gejala konflik lain yang mempengaruhi tingkat stres kerja karyawan di PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung.

3. Hasil penelitian pengaruh konflik kerja terhadap stres kerja karyawan pada PT Indo Citra Mandiri Bandar Lampung perlu disempurnakan oleh penelitian serupa dengan sejumlah perusahaan-perusahaan lainnya yang ada di Bandar Lampung.