PERISTIWA TALANGSARI DI WAY JEPARA LAMPUNG TIMUR TAHUN 1989
ABSTRAK
PERISTIWA TALANGSARI DI WAY JEPARA
LAMPUNG TIMUR TAHUN 1989
Oleh
FARADIA INDRATNI
Peristiwa Talangsari yang terjadi di dusun Cihideung pada tahun 1989 merupkan
peristiwa kelam yang pernah terjadi di Lampung. Peristiwa ini berawal dari
adanya penolakan yang dilakukan oleh Warsidi ketika dipanggil untuk menghadap
pemerintah dalam hal ini kepala desa terkait dengan pengajian yang dilakukannya
di dusun Cihideung. Keadaan ini semakin keruh ketika pemerintah setempat mulai
menaruh curiga terhadap aktivitas jema’ah dalam pengajian tersebut. Kemudian
situasi menjadi tidak menentu yang akhirnya membuat pemerintah merasa perlu
melakukan tindakan yang berujung pada terjadinya peperangan antara jema’ah
Warsidi dengan aparat (Danrem Garuda Hitam Lampung).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor
penyebab terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor penyebab Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989. Adapun metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik
pengumpulan data melalui observasi, wawancara, teknik kepustakaan dan
dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data
kualitatif
Berdasarkan hasil dari data-data yang diperoleh, maka penelitian ini
menyimpulkan bahwa peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun
1989 disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu berupa SARA (Suku,
Agama, Ras, Antar golngan), keadilan/kemanusiaan, situasi politik, dan protes
pada negara. Adapun yang menjadi faktor penentu penyebab Peristiwa Talangsari
di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989 adalah faktor SARA
(Suku,Agama,Ras, Antar golongan), Perbedaan pemahaman mengenai ajaran
Islam telah melahirkan sikap antipati terhadap sebuah kelompok pengajian yang
di pimpin oleh Warsidi dan faktor situasi politik Orde Baru yang dirasa telah
merusak kemurnian agama Islam serta gagal menyejahterakan rakyat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di desa Pampangan pada tanggal 28 juni
1987, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Mahipalani dan Ibu Tri Komaratih Ama.Pd.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu Pendidikan
Dasar diselesaikan di SD Negeri I Pampangan pada tahun 1999. Pendidikan
Menengah Pertama diselesaikan di SMP Negeri I Gedongtataan pada tahun 2002.
Pendidikan Menengah Atas diselesaikan di SMA Kartika III-1 Bandung pada
tahun 2005.
Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi
Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada tahun 2011 penulis
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Atas
(SMA) Budaya Bandar Lampung.
Kupersembahkan karya tulis ini
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
Dalam perjuanganku sebagai tanda bakti dan kasihku
Kepada
1. Kedua orang tuaku tersayang yang selalu mendoakan untuk
keberhasilanku. Inilah jawaban atas pertanyaan kalian.
2. Suamiku dan anakku tercinta yang telah membuat hidupku lebih
berarti.
3. Kakak dan adik-adikku (teteh ratna, adi dan fahmi) tersayang yang
yang telah memberikanku semangat.
4. Almamaterku tercinta
MOTO
Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan
(kepada Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah : 153)
Selalu butuh waktu yang sangat panjang dan pelajaran
menyakitkan untuk memahami bahwa kesuksesan diraih
bukan tanpa kegagalan.
(penulis)
SANWACANA
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul, Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989.
Pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga
banyak mendapatkan petunjuk dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak,
maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si, pembantu dekan I Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si, pembantu dekan II Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Drs. Muhammad Fuad, M.Hum, Pembantu dekan III Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si, ketua jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
6. Bapak Drs Maskun, M.H, ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
7. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H, pembimbing akademik dan pembimbing I,
terima kasih atas segala masukan-masukan dan saran serta nasehat yang
diberikan kepada penulis.
8. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si, pembimbing II, terimakasih atas segala bantuan,
bimbingan dan nasehat-nasehat yang diberikan kepada penulis sehingga
penulis bisa terus semangat sampai skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Bapak Drs. Maskun, M.H, pembahas utama dalam ujian skripsi terima kasih
atas masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Sejarah Bapak Ali Imron, Bapak Wakidi,
Bapak Maskun, Ibu Risma Sinaga, Bapak Syaiful, Bapak Henri, Bapak Basri,
Ibu Riri dan Bapak Suparman Arif, terima kasih atas segala ilmu yang telah
kalian berikan, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini
dapat bermanfaat dan menjadi bekal di masa depan.
11. Bapak Rahmat, Kepala Desa Rajabasa Lama Kecamatan Labuhan Ratu
Kabupaten Lampung Timur.
12. Bapak Supriadi, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Rajabasa
Lama Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur.
13. Bapak Kasimin, Kepala Dusun Talangsari III Kecamatan Labuhan Ratu
Kabupaten Lampung Timur.
14. Bapak Sukidi, mantan Kepala Dusun dan merupakan sesepuh masyarakat
Talangsari III sebagai narasumber utama dalam penelitian ini.
15. Bapak Poniran, Bapak Hakim, Bapak Supar, Bapak Riyanto sebagai
masyarakat Talangsari III, terimakasih atas bantuan dan informasi yang
diberikan.
16. Teman-teman sejarah angkatan 2007 Ariansyah, Apriliyanti , Desri Juliandri
(ketua angkatan), Devi liana, Evi Kusmiana, Endah Prapti Utami, Dwi
Afriansyah, Fahmi Fahlevi, Kustono, Iin Muclinda, Nuraini, Riska Fadila,
Erni Oktaviyani, Merita, Sugesti, Veki Santari, Rina Mardiana, Nurapriadi,
Yanti, Wahyu Raman, Iska Rosaria Indah, Ceri Fitrah, Rahmad Saleh.
Terimakasih atas kebersamaan yang indah selama ini.
17. Untuk sahabat-sahabatku tersayang, Nunik Alimah S.Pd, Oktaviyanti Subing
S.Pd, Utami Trimulya S.Pd, Anis Marestiana S.Pd, dan Septiana Yanti Lestari
sungguh kebersamaan yang kita bangun selama ini telah banyak merubah
kehidupanku, kemarahan kalian telah menuntunku menuju kedewasaan,
senyum kalian telah membuka cakrawala dunia dan melepaskan belenggubelenggu ketakutanku, tetes air mata yang mengalir dipipi kalian telah
mengajariku arti kepedulian yang sebenarnya, dan gelak tawa kalian telah
membuatku bahagia. Sungguh aku bahagia bersama kalian, bahagia memiliki
kenangan indah dalam kisah persahabatan kita. You are my everything.
18. Teman-teman di Asrama Dinasti, Widya Yunita, S.sos, Devi Liana S.Pd, Ririn
Efrina, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini.
19. Seluruh rekan-rekan mahasiswa pendidikan Sejarah, kalian adalah saudara
seperjuangan semoga keberhasilan dalam mencapai cita-cita akan menyertai
kalian.
20. Teman-teman PPL di SMA Budaya Bandar Lampung, Utami, Rina, Pupung,
Nina, Yuli, Yenni, Dewi, Happy, Heri, Afrizal, Taufik, terimakasih atas
kebersamaan dan bantuan yang selama ini kalian berikan.
21. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu atas terselesainya skripsi ini.
22. Suami dan anakku tercinta yang membuatku lebih bersemangat untuk
menggapai keberhasilanku.
Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung,
Penulis
Faradia Indratni
Mei 2015
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar
1. Pedoman Wawancara
2. Identitas Responden
3. Daftar Pertanyaan
4. Rekapitulasi Hasil Wawancara
5. Daftar Informan
6. Rencana Judul Penelitian Kaji Tindak/Skripsi
7. Surat izin penelitian
8. Surat Izin Penelitian Pendahuluan
9. Surat Izin Penelitian Perpustakaan Universitas Lampung
10. Surat Izin Penelitian Kesbangpol Kabupaten Lampung Timur
11. Surat Izin Penelitian Kecamatan Labuhan Ratu
DAFTAR GAMBAR
1. Peta Provinsi Lampung
2. Peta Kabupaten Lampung Timur
3. Peta Lokasi Kerusuhan
4. Kantor Kecamatan Labuhan Ratu Lampung Timur
5. Kantor Kepala Desa Rajabasa Lama
6. Jembatan akses masuknya Warsidi ke Talangsari
7. Mushola tempat jemaah Warsidi melakukan aktivitas
8. Lokasi bekas bangunan pondok jemaah Warsidi
9. Pos ronda tempat Kapten Soetiman dibunuh
PERISTIWA TALANGSARI DI WAY JEPARA
LAMPUNG TIMUR TAHUN 1989
Oleh
Faradia Indratni
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
Halaman
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Analisis Masalah .................................................................................. 4
1.2.1 Identifikasi Masalah .................................................................... 4
1.2.2 Batasan Masalah…….................................................................. 4
1.2.3 Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3 Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian .............................. 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1.3.2 Kegunaan Penelitian ................................................................... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................. 6
2.1.1 Konsep Peristiwa Talangsari Lampung....................................... 7
2.1.2 Konsep Gerakan Pengacau Keamanan ....................................... 8
2.1.3 Konsep Faktor ............................................................................ 10
2.2 Kerangka Pikir ...................................................................................... 13
2.3 Paradigma ............................................................................................. 14
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode yang Digunakan .................................................................... 15
3.1.1 Metode Deskriptif ..................................................................... 16
3.2 Variabel Penelitian............................................................................. 18
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 19
3.3.1 Teknik Wawancara .................................................................. 19
3.3.2 Teknik Observasi ..................................................................... 20
3.3.3 Informan ................................................................................... 21
3.3.4 Teknik Kepustakaan ................................................................. 23
3.3.5 Teknik Dokumentasi ................................................................ 25
3.4 Analisis Data ...................................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 28
2. Warsidi dan Jemaahnya.................................................................... 32
3. Sekilas Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989 .................................................................................................. 38
4. Faktor PenyebabTerjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989 .......................................................... 45
B. Pembahasan
1. Faktor Penyebab Terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989 .......................................................... 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 55
5.2 Saran ..................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
GAMBAR
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peristiwa Talangsari 1989 adalah insiden yang terjadi antara kelompok Warsidi
dengan aparat keamanan di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama,
Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk
Kabupaten Lampung Tengah). Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.
Way Jepara pada saat itu tentu berbeda dengan Way Jepara masa kini. Pada saat
itu Way Jepara masih merupakan kawasan hutan yang tak setiap jengkal tanah
mampu dijamah orang. Hanya orang-orang pilihan dan tahan ujian yang mampu
melakukannya. Sukidi adalah nama seorang tokoh yang telah berada di negeri
Sang Bumi Ruwa Jurai, Lampung, meninggalkan Jawa mengikuti jejak para
transmigran. Di sini, di Dusun Talangsari III, Kec. Way Jepara Lampung Timur
(dulu Lampung Tengah), Sukidi cukup mempunyai harkat, martabat dan derajat.
Dia dihormati dan diangkat menjadi tokoh masyarakat.
Sukidi membabat alas Talangsari, setelah menemukan lokasi yang cocok untuk
dijadikan daerah hunian. Di suatu kawasan yang penuh dengan pohon durian,
Sukidi tertarik untuk menjadikannya tempat tinggal. Alasannya, selain subur,
daerah tersebut memiliki unsur tanah merah dan tidak berpasir, sebagaimana
umumnya tanah di Lampung.Orang Banyuwangi ini segera mencari tahu pemilik
2
tanah. Dari kantor desa diperoleh kabar, tanah pilihan Sukidi tersebut, teryata
milik Amir Puspa Mega, kepala Desa Rajabasa Lama, penduduk asli yang dikenal
memiliki harta peninggalan keluarga. Amir Puspa segera akur dengan Sukidi yang
berminat untuk mengolah lahan miliknya. Bersama Sudjarwo dan Ngatidjan,
teman seperjuangannya, Sukidi mulai menebang hutan menyiapkan dearah
hunian. Dalam sejarah Talangsari, ketiga orang inilah yang yang dianggap sebagai
cikal bakal lahirnya sebuah perkampungan yang kelak bernama Dusun Talangsari
III.Membabat alas tidaklah mudah. Hanya pekerja keras yang bisa melakuakn
pekerjaan ini. Cerita tentang cikal bakal Cihideung, dusun satu pagar dengan
Talangsari misalnya, mempunyai pengalaman menarik. Beberapa waktu sebelum
Sukidi membabat kebun duren Talangsari, ada sekelompok orang yang juga ingin
menjadikan kawasan tersebut sebagai hunian. Tetapi tanpa ada alasan yang jelas,
mereka kemudian meninggalkan kawasan itu setelah sempat memberi nama
Cihideung.
Pembukaan Cihideung kemudian dilanjutkan penduduk setempat, tetapi juga
gagal dan akhirnya ditinggal. Kurang lebih dua tahun Sukidi bekerja keras
membuka kebun duren Talangsai, datang rombongan baru meneruskan
pembukaan kawasan Cihideung. Mereka itulah Keluarga Jayus, yang mengaku
berasal dari daerah asal Sukidi, Banyuwangi.Membuka hutan seperti ini sudah
lazim bagi orang-orang Jawa yang datang Ke Lampung. Cara demikian dianggap
paling menguntungkan kedua belah pihak. Pemilik tanah diuntungkan karena
tanah milik mereka menjadi punya nilai ekonomis dan bagi pengolah tanah
mereka bebas menggarap tanah seperti milik mereka sendiri. Penggarap akan
membagi hasil panen bila tanah tersebut menghasilkan sesuatu.
3
Talangsari III adalah gabungan dua dusun dari dua kelurahan yang berbeda.
Dusun seluas lebih kurang 40 hektar itu mirip pulau kecil. Ia dikelilingi sebuah
kali yang bernama sungai beringin melingkari wilayah penghasil coklat terbaik di
daerah itu. Untuk mendatangi dusun tersebut dihubungkan oleh lima jembatan
yang melintas sungai selebar sekitar dua setengah meter. Jembatan-jembatan
itulah yang dahulu dirusak oleh Gerombolan Warsidi, untuk menyiasati agar
aparat terhalang datang.Pada mulanya masing-masing punya otoritas dan
kewibawaan. Penggabungan itu baru terjadi sekitar 4 bulan sebelum peristiwa
Talangsari 7 Februari 1989. Secara administrasi mungkin tidak ada masalah.
Tetapi secara sosial, tampaknya ada yang mengganjal, terutama bagi orang-orang
tertentu yang kemudian merasa kehilangan hak martabat kewilayahan, setelah
harus bergabung satu nama menjadi Talangsari III. ApalagidibawahperintahSukidi
yang merekakenalsebagai orang biasa.Sepertinya masalah ini juga menjadi
pemicu, mengapa Warsidi tak menghiraukan ketika Sukidi meminta surat-surat
administrasi kelengkapan diri.
Namun sebagai kepala dusun, Sukidi tetap menjalankan fungsinya. Dia mulai
mendata administrasi dusun. Data penduduk, surat-surat kepemilikan tanah dan
segala kegiatan warga mulai didaftar, termasukkehadiran Warsidi dan
kelompoknya yang belum melaporkan identitas diri kepada pamong.Tetapi baru
dua atau tiga bulan menjalankan kegiatannya, Sukidi mendapat gangguan dan
perlawanan.Mereka menolak untuk dimintai keterangan perihal kedatangannya di
dusun Cihideung tersebut.
4
1.2 Analisis Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka permasalahan yang dapat di identifikasi adalah
sebagai berikut:
1. Latar belakang Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur
Tahun 1989.
2. Faktor Penyebab terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989.
3. Jalannya Peristiwa Talngsari di Way Jepara Lampung TimurTahun
1989
4. Dampak Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989.
1.2.2 Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang ada, maka penulis membatasi
permasalahan sebagai berikut : “Faktor penyebab terjadinya Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989”.
1.2.3 Rumusan Masalah
Sesuai batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Apa sajakah factor penyebab terjadinya peristiwaTalangsari
di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989?
5
1.3 Tujuan, Kegunaan, danRuang Lingkup Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah
diatas tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan dapat dijadikan titik tolak untuk melakukan
penelitian serupa dalam ruang lingkup yang lebih luas.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada masyarakat khususnya masyarakat kampus untuk bias
memetik nilai moral dari peristiwa yang dipaparkan.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1. SubyekPenelitian
: Peristiwa Talangsari di Wayjepara
Lampung Timur tahunTahun 1989
2. ObyekPenelitian
: Faktor terjadinya Peristiwa Talangsari
Lampung Timur Tahun 1989
3. TempatPenelitian
: Dusun Talangsari, Way Jepara
Lampung Timur
4. BidangIlmu
: Sejarah
6
REFERENSI
Asdiansyah, Juwendra. 1998. Talangsari, 9 Februari 1989
( Menguak Otoritarianisme RezimOrde Baru). Lampung: Teknokra.
Halaman 3.
Asdiansyah, Juwendra. 1998. KasusLampung (Lagi-lagi Rakyat Dibohongi).
Lampung: Teknokra.
Wasis, Widjiono. 2001. Geger Talangsari. Jakarta: Balai Pustaka.Hal 12-13.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang
akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dapat
dijadikan landasan teori bagi penelitian.
Menurut sulchan Yasin (1997:479) Tinjauan adalah lihat, jenguk, periksa, dan
teliti. Tinjauan juga dapat berarti hasil meninjau, pandangan, pendapat
sesudah menyelidiki atau mempelajari.
Dari pengertian diatas dapatlah diartikan bahwa tinjauan adalah pendapat atau
pandangan yang merupakan hasil dari pengamatan, penyelidikan, atau hasil
dari proses mempelajari. Tinjauan dalam penelitian ini adalah tinjauan
Deskripsi Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989,
dilakukan dengan observasi, wawancara, dan bantuan bermacam-macam
sumber, seperti koran, naskah, kisah sejaarh, dokumentasi dan sebagainya
yang berhubungan dengan peristiwa Talangsari tersebut.
7
2.1.1 Konsep Peristiwa Talangsari Lampung
Secara nyata peristiwa yang terjadi pada 7 Februari 1989 di dusun
Talangsari III desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara Lampung
Timur bermula dari hubungan sosial yang kurang harmonis antara
komunitas Cihideung dengan aparat pemerintah sipil tingkat desa. (AlChaedar, 2000:Vii). Sehingga pada akhirnya mengakibatkan konflik
dimana setiap pihak yang terlibat didalamnya berusaha untuk
melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam
struktur sosial, akhirnya konflik tersebut terjadi secara hebat maka
penanganan yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan tindakan
militer sehingga perubahan yang ditimbulkanyapun menjadi radikal.
Berbeda dengan Riyanto, ia mengemukakan bahwa Peristiwa yang
terjadi di Talangsari Lampung pada 7 Februari 1989 adalah tindakan
Radikal, anarkis, bahkan subversif, yang memang direncanakan. Selain
direncanakan, ia juga merupakan perbuatan yang dilakukan secara
bersama-sama berlandaskan penanaman doktrin ideologis yang
kemudian disadari keliru. (Riyanto, 2005:36).
Pendapat lain menyebutkan bahwa peristiwa talangsari merupakan
benturan politik antara komunitas Islam melawan pemerintah Orde
Baru yang berusaha menerapkan asas tunggal Pancasila di Indonesia.
(Abdul syukur, 2003:xx).
8
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Tengah (sekarang Lampung Timur)
adalah sebuah peristiwa yang bermula dari hubungan sosial yang
kurang harmonis antara komunitas di Cihideung dengan aparat desa
yang kemudian mengarah kepada tindakan yang radikal dan subversif.
2.1.2 Konsep Gerakan Pengacau Keamanan
Gerakan Pengacau Keamanan adalah sebuah istilah yang digunakan di
Indonesia untuk merujuk kepada kelompok-kelompok atau organisasiorganisasi yang dianggap oleh Pemerintah Indonesia mengganggu
keamanan atau stabilitas di Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Pengacau_Keamanan).
Sedangkan menurut Aep Saefullah Fatah Gerakan Pengacau Keamanan
adalah penamaan formal yang diberikan olehaparat Negara Orde Baru
untuk kelompok-kelompok yang berseberangan dengan negara.
Penggunaan
istilah
GPK
mulai
popular
semenjak
akhir
tahun1980an.(http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/01/29/0006.
html).
Dari beberapa pendapat diatas dapat kita pahami bahwa Gerakan
Pengacau Keamanan (GPK) merupakan penamaan formal yang
diberikan oleh aparat Negara dalam hal ini pemerintah Orde Baru untuk
kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan negara. Lebel GPK
9
mencitrakan parapartisipan konflik sebagai komunitas kecil yang
mengganggu dan tidak loyal terhadap Negara.
Gerakan Pengacau Keamanan ini sesungguhnya bukan sebuah gerakan
yang muncul begitu saja tetapi memiliki latarbelakang yang sekaligus
menjadi factor pendorong munculnya sebuah gerakan yang mengarah
kepada radikalisme.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU),
Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang
terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bias saja
disebabkan oleh Negara maupun kelompok lain yang berbeda
paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukans ecara
tidak adil, lalu melakukan perlawanan. Radikalisme tak jarang
menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk
merespon sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan
sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah.
(http://wahid-hambali.blogspot.com/2013/04/radikalisme
makalah.html, di-akses 07/09/2015 pada pukul 12.20 WIB).
Pendapat lain menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan munculnya gerakan radikalisme seperti yang dikutip dari
tulisan Nasiruddin sebagai berikut :
faktor yang menyebabkan tumbuhnya radikalisme, diantaranya
adalah ketidakpastian politik, masalah ekonomi dan keuangan,
kurangnya pendidikan, keterpurukan sosial, pemerintahan yang
buruk dan lemah dan ditambah adanya ideologi sebagai pemicu.
Secara internasional, faktor ketidakseimbangan antara
kekuasaan dan kekayaan di Barat dan negara lain juga menjadi
pemicu. Akar radikalisme memang bisa dilihat dari faktor
kebijakan negara atau masalah internasional. Keberadaan
pemerintahan yang tidak adil dan diskriminasi bisa
menimbulkan terorisme seperti yang terjadi di Filipina Selatan,
Thailand Selatan, atau di Aceh dimana saat Orde Baru mereka
merasa ada diskirminasi. Hal ini juga dilakukan oleh kelompok
sekuler maupun komunis, seperti Macam Tamil. Ada juga yang
berdasarkan ideologi agama seperti Al Qaidah atau Jamaah
Islamiyah(Nasiruddin,http:/tulisan-nasiruddinmm.blogspot.com/2011/12/faktor-pendukung-terbentuknya.
Html, di-akses pada 07/09/2015 pukul 12.36 WIB)
10
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang
menjadi factor penyebab munculnya sebuah GPK (Gerakan Pengacau
Keamanan yang melahirkan sikap radikalisme adalah adanya ketidak
adilan dalam masyarakat, ketidak pastian politik, pemerintahan yang
buruk dan lemah, ditambah adanya ideologi yang menjadi pemicu. Akar
sebuah gerakan yang radikal biasanya muncul karena masalah
kebijakan negara.
2.1.3 KonsepFaktor
Faktor dalam bahasa inggris adalah factor. “factor adalah pelaksana,
pembuat, pencipta, factum, tindakan pekerjaan, prestasi, perbuatan
pengamatan peristiwa, kenyataan. Suatu kondisi penyebab atau
antiseden yang menimbulkan suatu gejala”. (Komaruddin dan Yooke
Tjuparmah, 2000:15-16). Sedangkan pendapat lain menjelaskan “Faktor
adalah unsur atau elemen dasar yang mempengaruhi suatu hal atau
peristiwa”.(http://id.wikipedia.orang/wiki/faktor).
Menurut Kerlinger (1990) mengungkapkan bahwa factor adalah suatu
gagasan atau konsep suatu hipotesis yang sungguh-sungguh ada yang
mendasari suatu tes, skala, aitem dan pengukuran-pengukuran dalam
banyak
hal.
(http://endahmastuti-fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-
41035-psikometri-Analisa%20faktor.html).
11
Sedangkan menurut Hugiono dan Poerwantana pengertian factor adalah
sesuatu hal, keadaan, peristiwa dan sebagainya yang menyebabkan atau
mempengaruhi sesuatu. (HugionodanPoerwantana, 1987:109)
Dari berbagai pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan factor ialah
suatu hal yang mempengaruhi terjadinya sebuah peristiwa. Di dalam
setiap peristiwa pasti terdapat faktor-faktor yang menyebabkan atau
mempengaruhi peristiwa tersebut sehingga terjadi..
Selo Soemarjan menyebutkan ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya sebuah peristiwa yaitu:
1. SARA (suku, agama, ras, antargolongan)
2. Keadilan/kemanusiaan
3. Situasipolitik
4. Protespada Negara ( SeloSoemarjan, 1999:19).
Secara umum pelaku kerusuhan di Indonesia adalah kelompok tertentu
dalam masyarakat, para anggotanya menurut suku, agama, ras dan atau
afiliasi organisasi kemasyarakatan (SeloSoemardjan, 1999:4)
Pada pendapat lain, Sumitro menyatakan ada dua jenis konflik yang
berpotensi menimbulkan peristiwa kerusuhan atau pergolakan yaitu :
Pertama konflik vertikal, konflik ini akan terjadi jika tuntutan
kebijakan penguasa yang jujur, transparan dan adil tak diperoleh,
tuntutan terhadap penegak hokum tidak dilaksakan oleh aparat
penegak hokum dan penguasa, tuntutan masyarakat memperoleh
keadilan tidak dipenuhi oleh penguasa, demokratis di kekang oleh
penguasa. Kedua,Konflik horizontal merupakan konflik yang
berakar atau bersumber dari penyakit yang diderita oleh
masyarakat. Cenderung semakin menipisnya sifat solidaritas
12
sosialnya sehingga menyebabkan masing-masing sub-sistem
merasa benar, kuat, kompak, kurang/tidak menghormati dan tidak
menghargai serta tidak percaya pada sub-sistem yang lain
(Sumitro, 2000: 6).
Sedangkan Yayah Khisbiyah (dalamArifindkk) menyebutkan bahwa
peristiwa kerusuhan dapat terjadi karena rasa frustasi sosial yang
dialami oleh sekelompok masyarakat, misalnyamasyarakat yang berada
dalam tekanan politik sekian lama, sehingga timbul suatu tindakan
anarkis. Rasa frustasi social itu sendiri disebabkan oleh 2 faktor.
Pertama, memori atau kenangan sejarah bersama yang traumatis.
Kedua, kompetisi yang tidak seimbang atas sumber daya yang terbatas
(Yayah Khisbiyah dalamArifindkk, 2000: 6).
Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa hal-hal yang
menyebabkan terjadinya sebuah peristiwa yang berujung pada
peperangan sangat berkaitan erat dengan hajat hidup manusia, baik dari
segi kehidupan materi maupun rohani. Dalam penelitian ini ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Peristiwa Talangsari di
Way Jepara Lampung TimurTahun 1989 yaitu SARA (Suku, Agama,
Ras, Antar Golongan), Keadilan/kemanusiaan, Situasi politik, dan
Protes pada negara.
13
2.2 Kerangka Pikir
Peristiwa Talangsari Lampung 1989 adalah peristiwa yang terjadi antara
kelompok Warsidi dengan aparat keamanan di dusun Talangsari III, Desa
Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur
(sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah). Kasus ini berawal dari
kedatangan Warsidi ke dusun Cihideung Talangsari Lampung pada akhir
tahun 1988. Disana ia membangun pondok-pondok untuk pengajian.
Pengajian yang berada di Cihideung merupakan pusat kegiatan dan Warsidi
adalah pemimpin tertinggi mereka. Jeamaah Warsidi setiap hari selalu sibuk
dengan aktivitas keagamaan, seperti pondok pengajian pada umumnya.
Disana mereka belajar mengaji dan mengkaji ilmu agama. Kesibukan
beribadah membuat pergaulan mereka dengan masyarakat sekitar menjadi
terbatas dan membuat hubungan Jemaah Warsidi dengan pemerintah desa
kurang harmonis. Selain itu masyarakat menilai Warsidi dan kelompoknya
sangat eksklusif.
Peristiwa yang terjadi pada tanggal 7 Februari 1989 ini disebabkan oleh
beberapa factor diantaranya yaitu :faktor SARA (Suku, agama, ras, antar
golongan), keadilan/kemanusiaan, situasi politik, dan protes pada negara.
14
2.3Paradigma
Talangsari Lampung
FaktorfaktorpenyebabterjadinyaPeristiwaTa
langsari di Way Jepara Lampung
TimurTahun 1989
SARA
Keadilan/kemanusiaan
Situasipolitik
PeristiwaTalangsari di Way Jepara
Lampung TimurTahun 1989
: Garissebab
: GarisAkibat
Protespadanegara
15
REFERENSI
Chaedar-Al. 2000. Lampung Bersimbah Darah:Menelusuri Kejahatan
“Negara Intelejen” Orde Baru dalam Peristiwa Jemaah Warsidi.
Madani Press. Jakarta: hal 182
Riyanto. 2005. Tragedi Lampung Peperangan yang Direncanakan.
Gunung Agung: Jakarta. Hal 36
Soemarjan, Selo. 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Pustaka Sinar Harapan:
Jakarta. Hal 7
Ibid . Hal 14
Ibid . Hal 19
Syukur, Abdul. 2000. Gerakan Usroh di Indonesia: Peristiwa Lampung 1989.
Hugiono dan Poerwanta. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai
Pustaka : Jakarta. Hal109
http://id.Wikipedia.org/wiki/Gerakan_Pengacau _Keamanan
http://library.ohiou.edu/indopubs/1996/01/29/0006.html
http://Wahid Hambali.blogspot.com/2013/04/radikalisme-makalah.html,
di-akses 07/09/2015 pukul 12.20 WIB
http://tulisan-Nasiruddin-mm.blogspot.com/2011/12/faktor-pendukung
terbentuknya.html. di-akses 07/09/2015 pukul 12.36 WIB
http://id.wikipedia.orang/wiki/faktor
http://endahmastuti-fpsi.web.unair.ac.id/artikel-detail-41035-psikometri
analisa%faktor.html
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Metode yang Digunakan
Di dalam penelitian (riset) biasanya digunakan berbagai macam metode yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Metode ini diperlukan untuk
memecahkan suatu masalah, dimana metode mempengaruhi keberhasilan
akan suatu penelitian. Demikian pula halnya dalam penelitian ini, tidak
terlepas dari metodologi yang digunakan.
Pengertian metodologi menurut Husin Sayuti adalah : pengetahuan tentang
berbagai macam cara kerja yang sesuai dengan obyek studi ilmu-ilmu yang
bersangkutan. (Husin Sayuti, 1989;32).
Metode merupakan cara utama yang dapat dipergunakan untuk mencapai
suatu tujuan misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik
serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1975;121).
Berbeda dengan pendapat di atas menurut Sutrisno Hadi yang dikutip oleh
Hadari Nawawi dinyatakan bahwa metodologi adalah : sebagai usaha
menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan,
usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. (Sutrisno Hadi,
1991;24).
16
Berdasarkan beberapa pendapat yang sudah disampaikan oleh beberapa ahli
tersebut diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian metodologi adalah
prosedur yang ditempuh oleh peneliti untuk bisa mengetahui, memaparkan
dan menjelaskan sebuah permasalahannya berdasarkan pada metode ilmiah
guna mencapai kebenaran dari tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan permasalahan yang penulis rumuskan maka untuk memperoleh
data yang diperlukan sehingga data relevansinya dengan tujuan yang akan
dicapai maka pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif.
ada.
3.1.1. Metode Deskriptif
Metode deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat
ini berlaku.Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,
analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi
atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk
memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan
melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak
menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variabel
yang diteliti.
Menurut Sanafiah Faisal dikemukakan bahwa penelitian deskriptif
bertujuan untuk mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena atau kenyataan social dengan jalan mendeskripsikan
17
sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang
diteliti. (Sanafiah Faisal, 2003:20).
Sedangkan metode deskriptif menurut Hadari Nawawi adalah bertujuan
untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek atau subyek
penelitian (seorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya. (Hadari Nawawi, 2003:63).
Berdasarkan dari pendapat diatas, metode deskriptif adalah penelitian
yang terbatas pada usaha untuk mengungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar
untuk mengungkapkan fakta dengan memberikan gambaran secara
obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri pokok metode
deskriptif adalah :
1. Merumuskan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat
penelitian dilakukan(saat sekarang) atau masalah-masalah yang
bersifat actual.
2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasi rasional yang
adequate.
18
3.2 Variabel penelitian
Variabel adalah tujuan yang akan menjadi bahan pengamatan suatu
penelitian, dimana variable akan menjadi suatu permasalahan yang menjadi
titik perhatian suatu penelitian. Karena variable yang akan dijadikan
penelitian tersebut harus dimulai dari arah mana dan diakhiri dengan arah
yang sesuai dengan tujuan dari adanya suatu tumpang tindih dalam
melakukan penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto, variabel adalah objek suatu penelitian atau
dengan kata lain apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. (Suharsimi
Arikunto, 1986;91). Sedangkan menurut Winardi, Variabel adalah : jumlah
atau karakteristik tertentu yang dapat memiliki macam-macam nilai berangka
atau kategori-kategori. (Winardi, 1982;189).
Variable adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya
maupun dalam tingkatannya. (Sutrisno Hadi, 1974;260).
Berbeda dengan pendapat diatas menurut Syryadi Suryabrata variable dapat
diartikan segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.
Variable juga dinyatakan sebagai factor-faktor yang berperan dalam peristiwa
atau gejala yang akan diteliti. (Suryadi Suryabrata,2000:72)
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa variable
adalah obyek pengamatan yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini variable yang digunakan adalah variabel tunggal yaitu
:“Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun1989”.
19
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang akan diteliti, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.3.1 Teknik Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan pada si peneliti.
Menurut Suharsimi Arikunto Wawancara adalah : sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara. (Suharsimi Arikunto, 1991;126).
Sedangkan Sutrisno Hadi berpendapat wawancara adalah metode
pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan
dengan sistematik, dengan berdasarkan kepada tujuan penyelidikan.
Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses
Tanya jawab itu, dan masing-masing pihak dapat menggunakan
saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar. (Sutrisno Hadi,
1986;193).
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara
sipenanya
dengan
sipenjawab
dengan
wawancara. (Muhammad Nasir, 1988;234).
menggunakan
panduan
20
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
teknik wawancara adalah kegiatan Tanya jawab yang dilakukan oleh
pihak penanya kepada pihak yang ditanya untuk mendapatkan jawaban
atas
permasalahan
dalam
suatu
penelitian
sehingga
peneliti
mendapatkan jawaban berupa data-data yang relevan untuk keperluan
penelitian.
Adapun dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara terbuka
kepada 6 orang yang mengetahui dan sekaligus merasakan langsung
pada saat berlangsungnya
Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bapak Sukidi sebagai Mantan Kepala Dusun Talangsari III pada saat
terjadinya peristiwa Talangsari
2. Bapak Kasimin sebagai Kepala Dusun Talangsari III
3. Bapak Supriadi sebagai Ketua LPM desa Rajabasa Lama
4. Bapak Hakim sebagai RT dusun Talangsari III
5. Bapak Supar sebagai saksi peristiwa Talangsari
6. Bapak Riyanto sebagai saksi peristiwa Talangsari
3.3.2 Teknik Observasi
Teknik Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang akan
diteliti atau daerah lokasi yang akan menjadi pokok permasalahan
21
dalam penelitian ini sehingga data yang diperoleh sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi.
Pengertian Observasi menurut Sutrisno Hadi adalah : pengamatan dan
pencatatan yang sistematik, fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam
arti yang luas Observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada
pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. (Sutrisno Hadi, 1991;136).
Sedangkan menurut Suwardi Endraswara observasi adalah suatu
penelitian secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera
manusia, pengamatan ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya
dengan wawancara mendalam. Observasi yang dugunakan peneliti
adalah melihat secara langsung mengenai objek yang akan diteliti.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian
observasi adalah : pengamatan langsung terhadap obyek yang akan
diteliti.
3.3.3 Informan
Dalam proses pengumpulan data yang akurat diperlukan informasiinformasi yang berhubungan dengan kajian penelitian, sehingga penulis
memerlukan data dari informan.Informan adalah sejumlah orang yang
memberikan respon atau tanggapan terhadap apa yang diminta atau
ditentukan oleh peneliti. Informan adalah pelaku yang ikut menentukan
22
berhasil tidaknya sebuah penelitian berdasarkan informasi yang
diberikan. (Imam Suprayoga, 2001).
Informan adalah orang dalam latar penelitian, yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi penelitian. Seorang
informan harus mempunyai pengalaman latar penelitian.Syaratsyarat seorang informan adalah jujur, taat pada janji, patuh pada
peraturan, suka berbicara, tidak termasuk pada kelompok yang
bertentangan dengan latar belakang penelitian, dan mempunyai
pandangan tertentu tentang suatu hal atau peristiwa yang terjadi
(Moleong, 1998:90).
Ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
informasi yaitu :
1. Subjek telah lama dan intensif dengan kegiatan dan aktivitas
yang menjadi satu sasaran.
2. Subjek masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan
atau kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.
3. Subjek mempunyai banyak informasi dan banyak waktu dalam
memberikan keterangan (Strady dan Faisal 1990:57).
Informan dalam penelitian ini dipilih secara Sistematis sampling
(mengambil orang-orang yang telah dipilih berdasarkan urutan dari
anggota populasi yang telah diberi nomor urut (Yatim Riyanto,
2010:79).
Adapun kriteria informan yang dipilih dalam penelitian ini antara lain :
1. Tokoh atau orang yang mengetahui secara jelas dan merasakan
langsung peristiwa Talangsari Lampung tahun 1989.
23
2. Pejabat desa setempat pada saat terjadinya peristiwa Talangsari
Lampung tahun 1989.
3. Orang yang mengetahui terjadinya Peristiwa Talangsari Lampung
tahun 1989 yang berasal dari luar desa.
4. Orang yang memiliki kesediaan waktu yang cukup dan mampu
berkomunikasi dengan baik tentang Peristiwa Talangsari Lampung
tahun 1989.
Namun dalam penelitian ini terdapat keterbatasan dalam hal
penentuan informan atau orang sebagai sumber data. Hal ini
dikerenakan banyak orang-orang yang pernah terlibat secra langsung
dalam Peristiwa Talangsari sudah berpindah tempat dan sukar untuk
ditemui serta sebagian sudah meninggal dunia.
3.3.4 Teknik kepustakaan
Teknik kepustakaan adalah : sumber bacaan yang digunakan langsung
oleh peneliti yang disusun berdasarkan abjad nama (bagi orang barat
adalah nama keluarganya) penulis sumber-sumber pustaka.(Rus
Effendi, 1994;228).
Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan adalah:
Teknik kepustakaan merupakan teknik atau cara pengumpulan data dan
informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat
diruang perpustakaan, misalnya Koran, kisah sejarah, majalah-majalah,
24
naskah, catatan-catatan, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan
penelitian. (Koentjaraningrat, 1983;81).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, teknik kepustakaan adalah
teknik atau cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan dari
buku-buku, kisah sejarah, dan lain-lain yang relevan dengan masalah
penelitian, baik berupa teori-teori, konsep-konseo, dan generalisasi
yang telah dikemukakan oleh para ahli dengan jalan mempelajari dan
menganalisa literatur-literatur yang ada pada sumber kepustakaan.
Adapun manfaat dari menggunakan teknik kepustakaan menurut
Nasution (2002 : 183-184) adalah :
1.
Untuk mengetahui apakah topic penelitian kita telah diteliti oleh
orang lain sebelumnya, sehinggga penelitian kita bukan hasil
diskusi.
2.
Untuk mengetahui hasil penelitian orang lain yang ada kaitannya
dengan penelitian kita, sehingga kita dapat memenfaatkannya
sebagai bahan referensi tambhan.
3.
Untuk memperoleh data yang mempertajam orientasi dan dasar
teoritis tentang masalah dalam penelitian kita.
4.
Untuk memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang
telah diterapkan.
25
3.3.5 Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis berupa arsip-arsip dan juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian.(Hadari Nawawi, 2005:69).
Dalam hal ini peneliti tidak terbatas pada literatur-literatur ilmiah.
Tetapi merajuk pada sumber lain seperti majalah, Koran, internet dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu
tentang Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam sebuah penelitian adalah suatu hal yang sangat penting,
karena data yang diperoleh akan mempunyai arti apabila data tersebut
diperlukan kecermatan dalam memilih teknik analisis.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data deskriptif kualitatif.Analisa data kualitatif merupakan bentuk
penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa data dinyatakan
dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya. (Hadari Nawawi,
1995:211).
Penelitian kualitatif sebagai suatu konsep berusaha untuk mengungkapkan
rahasia sesuatu, dilakukan dengan cara menghimpun data dalam keadaan
26
yang sebenarnya, mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak kehilangan nila ilmiahnya.
Teknik analisis data kualitatif yang lebih mewujudkan kata-kata dari pada
dereta angka-angka senantiasa menjadi bahan utama bagi ilmu-ilmu social
seperti Antropologi, Sejarah, dan Ilmu Politik.Data kualitatif merupakan
sumber deskripsi yang luas berlandasan kokoh serta memuat tentang
penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat.
Langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data digunakan untuk mempermudah penelitian apakah data
yang dibutuhkan sudah memadai atau belum atau data tersebut
bergunaatau sebaliknya.
2. Klasifikasi Data
Pengolahan data atas dasar pada kategori tertentu yang dibuat dalam
penelitian.
3. Pengolahan Data
Hal ini untuk menyeleksi dan diteruskan pengelolaan data dengan teknik
analisis data yang digunakan untuk teknik kualitatif
27
4. Penyimpanan Data
Penyimpanan data dimaksud untuk mencari pengertian, pengolahan data,
sehingga terbentuk sebagai penemuan ilmiah.
5. Tahap Penyimpulan
Penyimpulan data yang dilakukan menggunakan pola pikir induktif.
28
REFERENSI
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Rineka Cipta : Jakarta. Hal 91.
Ali, Muhammad. 1985. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta.
Hal 15.
Endaswa, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan :
Ideologi, Episternologi dan Aplikasi. Pustaka Widyatama :
Yogyakarta. Hal 133
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia:
Jakarta. Hal 81.
Moleong, 1998. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rodaskarya:
Bandung. Hal 90.
Nawawi, Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang sosial. Gajah Mada
University Press : Hal 69.
Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Grafindo Persada: Jakarta. Hal 162.
Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer Suatu
Pengalaman. Intidaya Press: Jakarta. Hal 10-11.
Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodelogi Riset. Fajar Agung: Jakarta. Hal 32
Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian. Gramedia: Jakarta. Hal 1.
Suryabrata, Suryadi. 2000. Metodelogi Penelitian. Grafindo Persada:
Jakarta. Hal 72.
Winarno, Surahmad. 1975. Dasar-Dasar dan Teknik Research Pengantar
Metodelogi Ilmiah. Tarsito: Bandung. Hal 121.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil penelitian sesuai dengan data informan, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa ada 2 faktor yang berpengaruh secara besar mengenai
penyebab terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989 yaitu : faktor SARA (Suku, Agama, Ras, antar golongan) dan Situasi Politik.
1. SARA (Suku, Agama, Ras, antar golongan) merupakan faktor penyebab
terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989.
Perbedaan pemahaman mengenai ajaran islam telah melahirkan sikap
antipati terhadap sebuah kelompok pengajian yang di pimpin oleh Warsidi.
Sikap eksklusiv Warsidi dan Jemaahnya yang enggan bergaul dengan
masyarakat telah membuat hubungan anatar keduanya menjadi tidak
harmonis. Hal ini ditandai dengan beberapa hal yaitu, jemaah Warsidi
menolak untuk sholat berjamaah diluar kelompoknya, menolak undangan
kenduri penduduk,serta mengambil tanaman milik wargapun menurut
mereka adalah hal yang biasa.
2. Situasi Politik menjadi faktor lain selain faktor SARA. Sebab situasi politik
sangat berpengaruh terhadap sebuah peristiwa. Jemaah Warsidi sangat
menentang system politik Orde Baru yang dirasa merusak kemurnian agama
56
islam yang berusaha menerapkan asas tunggal pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu pemerintah Orde Baru telah gagal menyejahterakan
rakyat. Sehingga Warsidi kerap memberikan ceramah-ceramah yang
terkesan keras dan lain pada masa itu serta sering mengkritik pemerintah.
5.2 Saran
Sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan, maka terdapat
beberapa saran yang akan peneliti sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagi umum Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989 mempunyai nilai penting dalam sejarah. Karena kerusuhan ini
bersifat local jangan sampai peristiwa semacam ini terulang kembali
dimasa yang akan datang.
2. Bagi masyarakat perbedaan adalah hal yang Wajar didalam suatu
masyarakat. Oleh karena itu kita harus berbesar hati menerima perbedaan
tersebut. Jangna sampai perbedaan tersebut menimbulkan kerusuhan dan
merugikan banyak pihak. Agar terciptanya situasi dan kondisi yang aman
dan kondusif.
3. Bagi pemerintah agar dapat menjadi pihak yang berlaku adil dalam
mengatasi setiap masalah yang terjadi di masyarakat antar umat beragama
dan tetap berpihak pada kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1985. Analisa Kekuatan politik di Indonesia. LP3ES. Jakarta
Asdiansyah, Juwendra. 1998. Talangsari, 9 Februari 1989
( MenguakOtoritarianismeRezimOrdeBaru).Teknokra: Lampung.
Asdiansyah, Juwendra. 1998. KasusLampung (Lagi-lagi Rakyat Dibohongi).
Teknokra: Lampung.
Atmasasmita, Romli. 2003. Hubungan Negara danMayarakatDalamKonteks
PerlindunganHa
PERISTIWA TALANGSARI DI WAY JEPARA
LAMPUNG TIMUR TAHUN 1989
Oleh
FARADIA INDRATNI
Peristiwa Talangsari yang terjadi di dusun Cihideung pada tahun 1989 merupkan
peristiwa kelam yang pernah terjadi di Lampung. Peristiwa ini berawal dari
adanya penolakan yang dilakukan oleh Warsidi ketika dipanggil untuk menghadap
pemerintah dalam hal ini kepala desa terkait dengan pengajian yang dilakukannya
di dusun Cihideung. Keadaan ini semakin keruh ketika pemerintah setempat mulai
menaruh curiga terhadap aktivitas jema’ah dalam pengajian tersebut. Kemudian
situasi menjadi tidak menentu yang akhirnya membuat pemerintah merasa perlu
melakukan tindakan yang berujung pada terjadinya peperangan antara jema’ah
Warsidi dengan aparat (Danrem Garuda Hitam Lampung).
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah yang menjadi faktor
penyebab terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor penyebab Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989. Adapun metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik
pengumpulan data melalui observasi, wawancara, teknik kepustakaan dan
dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah analisis data
kualitatif
Berdasarkan hasil dari data-data yang diperoleh, maka penelitian ini
menyimpulkan bahwa peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun
1989 disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor-faktor itu berupa SARA (Suku,
Agama, Ras, Antar golngan), keadilan/kemanusiaan, situasi politik, dan protes
pada negara. Adapun yang menjadi faktor penentu penyebab Peristiwa Talangsari
di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989 adalah faktor SARA
(Suku,Agama,Ras, Antar golongan), Perbedaan pemahaman mengenai ajaran
Islam telah melahirkan sikap antipati terhadap sebuah kelompok pengajian yang
di pimpin oleh Warsidi dan faktor situasi politik Orde Baru yang dirasa telah
merusak kemurnian agama Islam serta gagal menyejahterakan rakyat.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di desa Pampangan pada tanggal 28 juni
1987, merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari
pasangan Bapak Mahipalani dan Ibu Tri Komaratih Ama.Pd.
Pendidikan formal yang ditempuh penulis yaitu Pendidikan
Dasar diselesaikan di SD Negeri I Pampangan pada tahun 1999. Pendidikan
Menengah Pertama diselesaikan di SMP Negeri I Gedongtataan pada tahun 2002.
Pendidikan Menengah Atas diselesaikan di SMA Kartika III-1 Bandung pada
tahun 2005.
Pada tahun 2007 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi
Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada tahun 2011 penulis
melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di Sekolah Menengah Atas
(SMA) Budaya Bandar Lampung.
Kupersembahkan karya tulis ini
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati
Dalam perjuanganku sebagai tanda bakti dan kasihku
Kepada
1. Kedua orang tuaku tersayang yang selalu mendoakan untuk
keberhasilanku. Inilah jawaban atas pertanyaan kalian.
2. Suamiku dan anakku tercinta yang telah membuat hidupku lebih
berarti.
3. Kakak dan adik-adikku (teteh ratna, adi dan fahmi) tersayang yang
yang telah memberikanku semangat.
4. Almamaterku tercinta
MOTO
Wahai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan
(kepada Allah) dengan sabar dan sholat, sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.
(Al-Baqarah : 153)
Selalu butuh waktu yang sangat panjang dan pelajaran
menyakitkan untuk memahami bahwa kesuksesan diraih
bukan tanpa kegagalan.
(penulis)
SANWACANA
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul, Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989.
Pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga
banyak mendapatkan petunjuk dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak,
maka dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si, pembantu dekan I Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si, pembantu dekan II Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Bapak Drs. Muhammad Fuad, M.Hum, Pembantu dekan III Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si, ketua jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
6. Bapak Drs Maskun, M.H, ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
7. Bapak Drs. Iskandar Syah, M.H, pembimbing akademik dan pembimbing I,
terima kasih atas segala masukan-masukan dan saran serta nasehat yang
diberikan kepada penulis.
8. Bapak Drs. Syaiful M, M.Si, pembimbing II, terimakasih atas segala bantuan,
bimbingan dan nasehat-nasehat yang diberikan kepada penulis sehingga
penulis bisa terus semangat sampai skripsi ini dapat terselesaikan.
9. Bapak Drs. Maskun, M.H, pembahas utama dalam ujian skripsi terima kasih
atas masukan dan arahan dalam menyelesaikan skripsi ini.
10. Bapak dan ibu dosen Pendidikan Sejarah Bapak Ali Imron, Bapak Wakidi,
Bapak Maskun, Ibu Risma Sinaga, Bapak Syaiful, Bapak Henri, Bapak Basri,
Ibu Riri dan Bapak Suparman Arif, terima kasih atas segala ilmu yang telah
kalian berikan, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama ini
dapat bermanfaat dan menjadi bekal di masa depan.
11. Bapak Rahmat, Kepala Desa Rajabasa Lama Kecamatan Labuhan Ratu
Kabupaten Lampung Timur.
12. Bapak Supriadi, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa Rajabasa
Lama Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur.
13. Bapak Kasimin, Kepala Dusun Talangsari III Kecamatan Labuhan Ratu
Kabupaten Lampung Timur.
14. Bapak Sukidi, mantan Kepala Dusun dan merupakan sesepuh masyarakat
Talangsari III sebagai narasumber utama dalam penelitian ini.
15. Bapak Poniran, Bapak Hakim, Bapak Supar, Bapak Riyanto sebagai
masyarakat Talangsari III, terimakasih atas bantuan dan informasi yang
diberikan.
16. Teman-teman sejarah angkatan 2007 Ariansyah, Apriliyanti , Desri Juliandri
(ketua angkatan), Devi liana, Evi Kusmiana, Endah Prapti Utami, Dwi
Afriansyah, Fahmi Fahlevi, Kustono, Iin Muclinda, Nuraini, Riska Fadila,
Erni Oktaviyani, Merita, Sugesti, Veki Santari, Rina Mardiana, Nurapriadi,
Yanti, Wahyu Raman, Iska Rosaria Indah, Ceri Fitrah, Rahmad Saleh.
Terimakasih atas kebersamaan yang indah selama ini.
17. Untuk sahabat-sahabatku tersayang, Nunik Alimah S.Pd, Oktaviyanti Subing
S.Pd, Utami Trimulya S.Pd, Anis Marestiana S.Pd, dan Septiana Yanti Lestari
sungguh kebersamaan yang kita bangun selama ini telah banyak merubah
kehidupanku, kemarahan kalian telah menuntunku menuju kedewasaan,
senyum kalian telah membuka cakrawala dunia dan melepaskan belenggubelenggu ketakutanku, tetes air mata yang mengalir dipipi kalian telah
mengajariku arti kepedulian yang sebenarnya, dan gelak tawa kalian telah
membuatku bahagia. Sungguh aku bahagia bersama kalian, bahagia memiliki
kenangan indah dalam kisah persahabatan kita. You are my everything.
18. Teman-teman di Asrama Dinasti, Widya Yunita, S.sos, Devi Liana S.Pd, Ririn
Efrina, terimakasih atas kebersamaan kita selama ini.
19. Seluruh rekan-rekan mahasiswa pendidikan Sejarah, kalian adalah saudara
seperjuangan semoga keberhasilan dalam mencapai cita-cita akan menyertai
kalian.
20. Teman-teman PPL di SMA Budaya Bandar Lampung, Utami, Rina, Pupung,
Nina, Yuli, Yenni, Dewi, Happy, Heri, Afrizal, Taufik, terimakasih atas
kebersamaan dan bantuan yang selama ini kalian berikan.
21. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu atas terselesainya skripsi ini.
22. Suami dan anakku tercinta yang membuatku lebih bersemangat untuk
menggapai keberhasilanku.
Penulis berharap semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikan
yang telah diberikan kepada penulis dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bandar Lampung,
Penulis
Faradia Indratni
Mei 2015
DAFTAR LAMPIRAN
Gambar
1. Pedoman Wawancara
2. Identitas Responden
3. Daftar Pertanyaan
4. Rekapitulasi Hasil Wawancara
5. Daftar Informan
6. Rencana Judul Penelitian Kaji Tindak/Skripsi
7. Surat izin penelitian
8. Surat Izin Penelitian Pendahuluan
9. Surat Izin Penelitian Perpustakaan Universitas Lampung
10. Surat Izin Penelitian Kesbangpol Kabupaten Lampung Timur
11. Surat Izin Penelitian Kecamatan Labuhan Ratu
DAFTAR GAMBAR
1. Peta Provinsi Lampung
2. Peta Kabupaten Lampung Timur
3. Peta Lokasi Kerusuhan
4. Kantor Kecamatan Labuhan Ratu Lampung Timur
5. Kantor Kepala Desa Rajabasa Lama
6. Jembatan akses masuknya Warsidi ke Talangsari
7. Mushola tempat jemaah Warsidi melakukan aktivitas
8. Lokasi bekas bangunan pondok jemaah Warsidi
9. Pos ronda tempat Kapten Soetiman dibunuh
PERISTIWA TALANGSARI DI WAY JEPARA
LAMPUNG TIMUR TAHUN 1989
Oleh
Faradia Indratni
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
Halaman
ABSTRAK
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1
1.2 Analisis Masalah .................................................................................. 4
1.2.1 Identifikasi Masalah .................................................................... 4
1.2.2 Batasan Masalah…….................................................................. 4
1.2.3 Rumusan Masalah ...................................................................... 4
1.3 Tujuan, Kegunaan, dan Ruang Lingkup Penelitian .............................. 5
1.3.1 Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
1.3.2 Kegunaan Penelitian ................................................................... 5
1.4 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA
2.1 Tinjauan Pustaka .................................................................................. 6
2.1.1 Konsep Peristiwa Talangsari Lampung....................................... 7
2.1.2 Konsep Gerakan Pengacau Keamanan ....................................... 8
2.1.3 Konsep Faktor ............................................................................ 10
2.2 Kerangka Pikir ...................................................................................... 13
2.3 Paradigma ............................................................................................. 14
III. METODELOGI PENELITIAN
3.1 Metode yang Digunakan .................................................................... 15
3.1.1 Metode Deskriptif ..................................................................... 16
3.2 Variabel Penelitian............................................................................. 18
3.3 Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 19
3.3.1 Teknik Wawancara .................................................................. 19
3.3.2 Teknik Observasi ..................................................................... 20
3.3.3 Informan ................................................................................... 21
3.3.4 Teknik Kepustakaan ................................................................. 23
3.3.5 Teknik Dokumentasi ................................................................ 25
3.4 Analisis Data ...................................................................................... 25
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ................................................ 28
2. Warsidi dan Jemaahnya.................................................................... 32
3. Sekilas Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989 .................................................................................................. 38
4. Faktor PenyebabTerjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989 .......................................................... 45
B. Pembahasan
1. Faktor Penyebab Terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989 .......................................................... 51
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ........................................................................................... 55
5.2 Saran ..................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
GAMBAR
I.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Peristiwa Talangsari 1989 adalah insiden yang terjadi antara kelompok Warsidi
dengan aparat keamanan di Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama,
Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (sebelumnya masuk
Kabupaten Lampung Tengah). Peristiwa ini terjadi pada 7 Februari 1989.
Way Jepara pada saat itu tentu berbeda dengan Way Jepara masa kini. Pada saat
itu Way Jepara masih merupakan kawasan hutan yang tak setiap jengkal tanah
mampu dijamah orang. Hanya orang-orang pilihan dan tahan ujian yang mampu
melakukannya. Sukidi adalah nama seorang tokoh yang telah berada di negeri
Sang Bumi Ruwa Jurai, Lampung, meninggalkan Jawa mengikuti jejak para
transmigran. Di sini, di Dusun Talangsari III, Kec. Way Jepara Lampung Timur
(dulu Lampung Tengah), Sukidi cukup mempunyai harkat, martabat dan derajat.
Dia dihormati dan diangkat menjadi tokoh masyarakat.
Sukidi membabat alas Talangsari, setelah menemukan lokasi yang cocok untuk
dijadikan daerah hunian. Di suatu kawasan yang penuh dengan pohon durian,
Sukidi tertarik untuk menjadikannya tempat tinggal. Alasannya, selain subur,
daerah tersebut memiliki unsur tanah merah dan tidak berpasir, sebagaimana
umumnya tanah di Lampung.Orang Banyuwangi ini segera mencari tahu pemilik
2
tanah. Dari kantor desa diperoleh kabar, tanah pilihan Sukidi tersebut, teryata
milik Amir Puspa Mega, kepala Desa Rajabasa Lama, penduduk asli yang dikenal
memiliki harta peninggalan keluarga. Amir Puspa segera akur dengan Sukidi yang
berminat untuk mengolah lahan miliknya. Bersama Sudjarwo dan Ngatidjan,
teman seperjuangannya, Sukidi mulai menebang hutan menyiapkan dearah
hunian. Dalam sejarah Talangsari, ketiga orang inilah yang yang dianggap sebagai
cikal bakal lahirnya sebuah perkampungan yang kelak bernama Dusun Talangsari
III.Membabat alas tidaklah mudah. Hanya pekerja keras yang bisa melakuakn
pekerjaan ini. Cerita tentang cikal bakal Cihideung, dusun satu pagar dengan
Talangsari misalnya, mempunyai pengalaman menarik. Beberapa waktu sebelum
Sukidi membabat kebun duren Talangsari, ada sekelompok orang yang juga ingin
menjadikan kawasan tersebut sebagai hunian. Tetapi tanpa ada alasan yang jelas,
mereka kemudian meninggalkan kawasan itu setelah sempat memberi nama
Cihideung.
Pembukaan Cihideung kemudian dilanjutkan penduduk setempat, tetapi juga
gagal dan akhirnya ditinggal. Kurang lebih dua tahun Sukidi bekerja keras
membuka kebun duren Talangsai, datang rombongan baru meneruskan
pembukaan kawasan Cihideung. Mereka itulah Keluarga Jayus, yang mengaku
berasal dari daerah asal Sukidi, Banyuwangi.Membuka hutan seperti ini sudah
lazim bagi orang-orang Jawa yang datang Ke Lampung. Cara demikian dianggap
paling menguntungkan kedua belah pihak. Pemilik tanah diuntungkan karena
tanah milik mereka menjadi punya nilai ekonomis dan bagi pengolah tanah
mereka bebas menggarap tanah seperti milik mereka sendiri. Penggarap akan
membagi hasil panen bila tanah tersebut menghasilkan sesuatu.
3
Talangsari III adalah gabungan dua dusun dari dua kelurahan yang berbeda.
Dusun seluas lebih kurang 40 hektar itu mirip pulau kecil. Ia dikelilingi sebuah
kali yang bernama sungai beringin melingkari wilayah penghasil coklat terbaik di
daerah itu. Untuk mendatangi dusun tersebut dihubungkan oleh lima jembatan
yang melintas sungai selebar sekitar dua setengah meter. Jembatan-jembatan
itulah yang dahulu dirusak oleh Gerombolan Warsidi, untuk menyiasati agar
aparat terhalang datang.Pada mulanya masing-masing punya otoritas dan
kewibawaan. Penggabungan itu baru terjadi sekitar 4 bulan sebelum peristiwa
Talangsari 7 Februari 1989. Secara administrasi mungkin tidak ada masalah.
Tetapi secara sosial, tampaknya ada yang mengganjal, terutama bagi orang-orang
tertentu yang kemudian merasa kehilangan hak martabat kewilayahan, setelah
harus bergabung satu nama menjadi Talangsari III. ApalagidibawahperintahSukidi
yang merekakenalsebagai orang biasa.Sepertinya masalah ini juga menjadi
pemicu, mengapa Warsidi tak menghiraukan ketika Sukidi meminta surat-surat
administrasi kelengkapan diri.
Namun sebagai kepala dusun, Sukidi tetap menjalankan fungsinya. Dia mulai
mendata administrasi dusun. Data penduduk, surat-surat kepemilikan tanah dan
segala kegiatan warga mulai didaftar, termasukkehadiran Warsidi dan
kelompoknya yang belum melaporkan identitas diri kepada pamong.Tetapi baru
dua atau tiga bulan menjalankan kegiatannya, Sukidi mendapat gangguan dan
perlawanan.Mereka menolak untuk dimintai keterangan perihal kedatangannya di
dusun Cihideung tersebut.
4
1.2 Analisis Masalah
1.2.1 Identifikasi Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah yang telah diuraikan
sebelumnya, maka permasalahan yang dapat di identifikasi adalah
sebagai berikut:
1. Latar belakang Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur
Tahun 1989.
2. Faktor Penyebab terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989.
3. Jalannya Peristiwa Talngsari di Way Jepara Lampung TimurTahun
1989
4. Dampak Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989.
1.2.2 Batasan Masalah
Mengingat luasnya permasalahan yang ada, maka penulis membatasi
permasalahan sebagai berikut : “Faktor penyebab terjadinya Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989”.
1.2.3 Rumusan Masalah
Sesuai batasan masalah diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian
ini adalah Apa sajakah factor penyebab terjadinya peristiwaTalangsari
di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989?
5
1.3 Tujuan, Kegunaan, danRuang Lingkup Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah
diatas tujuan dalam penelitian ini
adalah untuk mengetahui faktor penyebab terjadinya Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989.
1.3.2 Kegunaan Penelitian
1. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan dapat dijadikan titik tolak untuk melakukan
penelitian serupa dalam ruang lingkup yang lebih luas.
2. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
kepada masyarakat khususnya masyarakat kampus untuk bias
memetik nilai moral dari peristiwa yang dipaparkan.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
1. SubyekPenelitian
: Peristiwa Talangsari di Wayjepara
Lampung Timur tahunTahun 1989
2. ObyekPenelitian
: Faktor terjadinya Peristiwa Talangsari
Lampung Timur Tahun 1989
3. TempatPenelitian
: Dusun Talangsari, Way Jepara
Lampung Timur
4. BidangIlmu
: Sejarah
6
REFERENSI
Asdiansyah, Juwendra. 1998. Talangsari, 9 Februari 1989
( Menguak Otoritarianisme RezimOrde Baru). Lampung: Teknokra.
Halaman 3.
Asdiansyah, Juwendra. 1998. KasusLampung (Lagi-lagi Rakyat Dibohongi).
Lampung: Teknokra.
Wasis, Widjiono. 2001. Geger Talangsari. Jakarta: Balai Pustaka.Hal 12-13.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang
akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dapat
dijadikan landasan teori bagi penelitian.
Menurut sulchan Yasin (1997:479) Tinjauan adalah lihat, jenguk, periksa, dan
teliti. Tinjauan juga dapat berarti hasil meninjau, pandangan, pendapat
sesudah menyelidiki atau mempelajari.
Dari pengertian diatas dapatlah diartikan bahwa tinjauan adalah pendapat atau
pandangan yang merupakan hasil dari pengamatan, penyelidikan, atau hasil
dari proses mempelajari. Tinjauan dalam penelitian ini adalah tinjauan
Deskripsi Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun 1989,
dilakukan dengan observasi, wawancara, dan bantuan bermacam-macam
sumber, seperti koran, naskah, kisah sejaarh, dokumentasi dan sebagainya
yang berhubungan dengan peristiwa Talangsari tersebut.
7
2.1.1 Konsep Peristiwa Talangsari Lampung
Secara nyata peristiwa yang terjadi pada 7 Februari 1989 di dusun
Talangsari III desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara Lampung
Timur bermula dari hubungan sosial yang kurang harmonis antara
komunitas Cihideung dengan aparat pemerintah sipil tingkat desa. (AlChaedar, 2000:Vii). Sehingga pada akhirnya mengakibatkan konflik
dimana setiap pihak yang terlibat didalamnya berusaha untuk
melakukan tindakan-tindakan untuk mengadakan perubahan dalam
struktur sosial, akhirnya konflik tersebut terjadi secara hebat maka
penanganan yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan tindakan
militer sehingga perubahan yang ditimbulkanyapun menjadi radikal.
Berbeda dengan Riyanto, ia mengemukakan bahwa Peristiwa yang
terjadi di Talangsari Lampung pada 7 Februari 1989 adalah tindakan
Radikal, anarkis, bahkan subversif, yang memang direncanakan. Selain
direncanakan, ia juga merupakan perbuatan yang dilakukan secara
bersama-sama berlandaskan penanaman doktrin ideologis yang
kemudian disadari keliru. (Riyanto, 2005:36).
Pendapat lain menyebutkan bahwa peristiwa talangsari merupakan
benturan politik antara komunitas Islam melawan pemerintah Orde
Baru yang berusaha menerapkan asas tunggal Pancasila di Indonesia.
(Abdul syukur, 2003:xx).
8
Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa Peristiwa
Talangsari di Way Jepara Lampung Tengah (sekarang Lampung Timur)
adalah sebuah peristiwa yang bermula dari hubungan sosial yang
kurang harmonis antara komunitas di Cihideung dengan aparat desa
yang kemudian mengarah kepada tindakan yang radikal dan subversif.
2.1.2 Konsep Gerakan Pengacau Keamanan
Gerakan Pengacau Keamanan adalah sebuah istilah yang digunakan di
Indonesia untuk merujuk kepada kelompok-kelompok atau organisasiorganisasi yang dianggap oleh Pemerintah Indonesia mengganggu
keamanan atau stabilitas di Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Gerakan_Pengacau_Keamanan).
Sedangkan menurut Aep Saefullah Fatah Gerakan Pengacau Keamanan
adalah penamaan formal yang diberikan olehaparat Negara Orde Baru
untuk kelompok-kelompok yang berseberangan dengan negara.
Penggunaan
istilah
GPK
mulai
popular
semenjak
akhir
tahun1980an.(http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1996/01/29/0006.
html).
Dari beberapa pendapat diatas dapat kita pahami bahwa Gerakan
Pengacau Keamanan (GPK) merupakan penamaan formal yang
diberikan oleh aparat Negara dalam hal ini pemerintah Orde Baru untuk
kelompok-kelompok yang bersebrangan dengan negara. Lebel GPK
9
mencitrakan parapartisipan konflik sebagai komunitas kecil yang
mengganggu dan tidak loyal terhadap Negara.
Gerakan Pengacau Keamanan ini sesungguhnya bukan sebuah gerakan
yang muncul begitu saja tetapi memiliki latarbelakang yang sekaligus
menjadi factor pendorong munculnya sebuah gerakan yang mengarah
kepada radikalisme.
Menurut Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU),
Ahmad Bagja, radikalisme muncul karena ketidakadilan yang
terjadi di dalam masyarakat. Kondisi tersebut bias saja
disebabkan oleh Negara maupun kelompok lain yang berbeda
paham, juga keyakinan. Pihak yang merasa diperlakukans ecara
tidak adil, lalu melakukan perlawanan. Radikalisme tak jarang
menjadi pilihan bagi sebagian kalangan umat Islam untuk
merespon sebuah keadaan. Bagi mereka, radikalisme merupakan
sebuah pilihan untuk menyelesaikan masalah.
(http://wahid-hambali.blogspot.com/2013/04/radikalisme
makalah.html, di-akses 07/09/2015 pada pukul 12.20 WIB).
Pendapat lain menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang
menyebabkan munculnya gerakan radikalisme seperti yang dikutip dari
tulisan Nasiruddin sebagai berikut :
faktor yang menyebabkan tumbuhnya radikalisme, diantaranya
adalah ketidakpastian politik, masalah ekonomi dan keuangan,
kurangnya pendidikan, keterpurukan sosial, pemerintahan yang
buruk dan lemah dan ditambah adanya ideologi sebagai pemicu.
Secara internasional, faktor ketidakseimbangan antara
kekuasaan dan kekayaan di Barat dan negara lain juga menjadi
pemicu. Akar radikalisme memang bisa dilihat dari faktor
kebijakan negara atau masalah internasional. Keberadaan
pemerintahan yang tidak adil dan diskriminasi bisa
menimbulkan terorisme seperti yang terjadi di Filipina Selatan,
Thailand Selatan, atau di Aceh dimana saat Orde Baru mereka
merasa ada diskirminasi. Hal ini juga dilakukan oleh kelompok
sekuler maupun komunis, seperti Macam Tamil. Ada juga yang
berdasarkan ideologi agama seperti Al Qaidah atau Jamaah
Islamiyah(Nasiruddin,http:/tulisan-nasiruddinmm.blogspot.com/2011/12/faktor-pendukung-terbentuknya.
Html, di-akses pada 07/09/2015 pukul 12.36 WIB)
10
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa yang
menjadi factor penyebab munculnya sebuah GPK (Gerakan Pengacau
Keamanan yang melahirkan sikap radikalisme adalah adanya ketidak
adilan dalam masyarakat, ketidak pastian politik, pemerintahan yang
buruk dan lemah, ditambah adanya ideologi yang menjadi pemicu. Akar
sebuah gerakan yang radikal biasanya muncul karena masalah
kebijakan negara.
2.1.3 KonsepFaktor
Faktor dalam bahasa inggris adalah factor. “factor adalah pelaksana,
pembuat, pencipta, factum, tindakan pekerjaan, prestasi, perbuatan
pengamatan peristiwa, kenyataan. Suatu kondisi penyebab atau
antiseden yang menimbulkan suatu gejala”. (Komaruddin dan Yooke
Tjuparmah, 2000:15-16). Sedangkan pendapat lain menjelaskan “Faktor
adalah unsur atau elemen dasar yang mempengaruhi suatu hal atau
peristiwa”.(http://id.wikipedia.orang/wiki/faktor).
Menurut Kerlinger (1990) mengungkapkan bahwa factor adalah suatu
gagasan atau konsep suatu hipotesis yang sungguh-sungguh ada yang
mendasari suatu tes, skala, aitem dan pengukuran-pengukuran dalam
banyak
hal.
(http://endahmastuti-fpsi.web.unair.ac.id/artikel_detail-
41035-psikometri-Analisa%20faktor.html).
11
Sedangkan menurut Hugiono dan Poerwantana pengertian factor adalah
sesuatu hal, keadaan, peristiwa dan sebagainya yang menyebabkan atau
mempengaruhi sesuatu. (HugionodanPoerwantana, 1987:109)
Dari berbagai pendapat diatas, maka yang dimaksud dengan factor ialah
suatu hal yang mempengaruhi terjadinya sebuah peristiwa. Di dalam
setiap peristiwa pasti terdapat faktor-faktor yang menyebabkan atau
mempengaruhi peristiwa tersebut sehingga terjadi..
Selo Soemarjan menyebutkan ada beberapa faktor yang mendorong
terjadinya sebuah peristiwa yaitu:
1. SARA (suku, agama, ras, antargolongan)
2. Keadilan/kemanusiaan
3. Situasipolitik
4. Protespada Negara ( SeloSoemarjan, 1999:19).
Secara umum pelaku kerusuhan di Indonesia adalah kelompok tertentu
dalam masyarakat, para anggotanya menurut suku, agama, ras dan atau
afiliasi organisasi kemasyarakatan (SeloSoemardjan, 1999:4)
Pada pendapat lain, Sumitro menyatakan ada dua jenis konflik yang
berpotensi menimbulkan peristiwa kerusuhan atau pergolakan yaitu :
Pertama konflik vertikal, konflik ini akan terjadi jika tuntutan
kebijakan penguasa yang jujur, transparan dan adil tak diperoleh,
tuntutan terhadap penegak hokum tidak dilaksakan oleh aparat
penegak hokum dan penguasa, tuntutan masyarakat memperoleh
keadilan tidak dipenuhi oleh penguasa, demokratis di kekang oleh
penguasa. Kedua,Konflik horizontal merupakan konflik yang
berakar atau bersumber dari penyakit yang diderita oleh
masyarakat. Cenderung semakin menipisnya sifat solidaritas
12
sosialnya sehingga menyebabkan masing-masing sub-sistem
merasa benar, kuat, kompak, kurang/tidak menghormati dan tidak
menghargai serta tidak percaya pada sub-sistem yang lain
(Sumitro, 2000: 6).
Sedangkan Yayah Khisbiyah (dalamArifindkk) menyebutkan bahwa
peristiwa kerusuhan dapat terjadi karena rasa frustasi sosial yang
dialami oleh sekelompok masyarakat, misalnyamasyarakat yang berada
dalam tekanan politik sekian lama, sehingga timbul suatu tindakan
anarkis. Rasa frustasi social itu sendiri disebabkan oleh 2 faktor.
Pertama, memori atau kenangan sejarah bersama yang traumatis.
Kedua, kompetisi yang tidak seimbang atas sumber daya yang terbatas
(Yayah Khisbiyah dalamArifindkk, 2000: 6).
Dari uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa hal-hal yang
menyebabkan terjadinya sebuah peristiwa yang berujung pada
peperangan sangat berkaitan erat dengan hajat hidup manusia, baik dari
segi kehidupan materi maupun rohani. Dalam penelitian ini ada
beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya Peristiwa Talangsari di
Way Jepara Lampung TimurTahun 1989 yaitu SARA (Suku, Agama,
Ras, Antar Golongan), Keadilan/kemanusiaan, Situasi politik, dan
Protes pada negara.
13
2.2 Kerangka Pikir
Peristiwa Talangsari Lampung 1989 adalah peristiwa yang terjadi antara
kelompok Warsidi dengan aparat keamanan di dusun Talangsari III, Desa
Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur
(sebelumnya masuk Kabupaten Lampung Tengah). Kasus ini berawal dari
kedatangan Warsidi ke dusun Cihideung Talangsari Lampung pada akhir
tahun 1988. Disana ia membangun pondok-pondok untuk pengajian.
Pengajian yang berada di Cihideung merupakan pusat kegiatan dan Warsidi
adalah pemimpin tertinggi mereka. Jeamaah Warsidi setiap hari selalu sibuk
dengan aktivitas keagamaan, seperti pondok pengajian pada umumnya.
Disana mereka belajar mengaji dan mengkaji ilmu agama. Kesibukan
beribadah membuat pergaulan mereka dengan masyarakat sekitar menjadi
terbatas dan membuat hubungan Jemaah Warsidi dengan pemerintah desa
kurang harmonis. Selain itu masyarakat menilai Warsidi dan kelompoknya
sangat eksklusif.
Peristiwa yang terjadi pada tanggal 7 Februari 1989 ini disebabkan oleh
beberapa factor diantaranya yaitu :faktor SARA (Suku, agama, ras, antar
golongan), keadilan/kemanusiaan, situasi politik, dan protes pada negara.
14
2.3Paradigma
Talangsari Lampung
FaktorfaktorpenyebabterjadinyaPeristiwaTa
langsari di Way Jepara Lampung
TimurTahun 1989
SARA
Keadilan/kemanusiaan
Situasipolitik
PeristiwaTalangsari di Way Jepara
Lampung TimurTahun 1989
: Garissebab
: GarisAkibat
Protespadanegara
15
REFERENSI
Chaedar-Al. 2000. Lampung Bersimbah Darah:Menelusuri Kejahatan
“Negara Intelejen” Orde Baru dalam Peristiwa Jemaah Warsidi.
Madani Press. Jakarta: hal 182
Riyanto. 2005. Tragedi Lampung Peperangan yang Direncanakan.
Gunung Agung: Jakarta. Hal 36
Soemarjan, Selo. 1999. Kisah Perjuangan Reformasi. Pustaka Sinar Harapan:
Jakarta. Hal 7
Ibid . Hal 14
Ibid . Hal 19
Syukur, Abdul. 2000. Gerakan Usroh di Indonesia: Peristiwa Lampung 1989.
Hugiono dan Poerwanta. 1987. Kamus Umum Bahasa Indonesia. PN Balai
Pustaka : Jakarta. Hal109
http://id.Wikipedia.org/wiki/Gerakan_Pengacau _Keamanan
http://library.ohiou.edu/indopubs/1996/01/29/0006.html
http://Wahid Hambali.blogspot.com/2013/04/radikalisme-makalah.html,
di-akses 07/09/2015 pukul 12.20 WIB
http://tulisan-Nasiruddin-mm.blogspot.com/2011/12/faktor-pendukung
terbentuknya.html. di-akses 07/09/2015 pukul 12.36 WIB
http://id.wikipedia.orang/wiki/faktor
http://endahmastuti-fpsi.web.unair.ac.id/artikel-detail-41035-psikometri
analisa%faktor.html
III.
METODE PENELITIAN
3.1 Metode yang Digunakan
Di dalam penelitian (riset) biasanya digunakan berbagai macam metode yang
disesuaikan dengan tujuan penelitian. Metode ini diperlukan untuk
memecahkan suatu masalah, dimana metode mempengaruhi keberhasilan
akan suatu penelitian. Demikian pula halnya dalam penelitian ini, tidak
terlepas dari metodologi yang digunakan.
Pengertian metodologi menurut Husin Sayuti adalah : pengetahuan tentang
berbagai macam cara kerja yang sesuai dengan obyek studi ilmu-ilmu yang
bersangkutan. (Husin Sayuti, 1989;32).
Metode merupakan cara utama yang dapat dipergunakan untuk mencapai
suatu tujuan misalnya untuk menguji hipotesis dengan menggunakan teknik
serta alat tertentu. (Winarno Surakhmad, 1975;121).
Berbeda dengan pendapat di atas menurut Sutrisno Hadi yang dikutip oleh
Hadari Nawawi dinyatakan bahwa metodologi adalah : sebagai usaha
menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan,
usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode ilmiah. (Sutrisno Hadi,
1991;24).
16
Berdasarkan beberapa pendapat yang sudah disampaikan oleh beberapa ahli
tersebut diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian metodologi adalah
prosedur yang ditempuh oleh peneliti untuk bisa mengetahui, memaparkan
dan menjelaskan sebuah permasalahannya berdasarkan pada metode ilmiah
guna mencapai kebenaran dari tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan permasalahan yang penulis rumuskan maka untuk memperoleh
data yang diperlukan sehingga data relevansinya dengan tujuan yang akan
dicapai maka pada penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif.
ada.
3.1.1. Metode Deskriptif
Metode deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan apa-apa yang saat
ini berlaku.Didalamnya terdapat upaya mendeskripsikan, mencatat,
analisis, dan menginterpretasikan kondisi-kondisi yang saat ini terjadi
atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif bertujuan untuk
memperoleh informasi-informasi mengenai keadaan saat ini dan
melihat kaitan antara variable-variabel yang ada. Penelitian ini tidak
menguji hipotesa atau tidak menggunakan hipotesa, melainkan hanya
mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variable-variabel
yang diteliti.
Menurut Sanafiah Faisal dikemukakan bahwa penelitian deskriptif
bertujuan untuk mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena atau kenyataan social dengan jalan mendeskripsikan
17
sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah dan unit yang
diteliti. (Sanafiah Faisal, 2003:20).
Sedangkan metode deskriptif menurut Hadari Nawawi adalah bertujuan
untuk menggambarkan atau melukiskan keadaan obyek atau subyek
penelitian (seorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana
adanya. (Hadari Nawawi, 2003:63).
Berdasarkan dari pendapat diatas, metode deskriptif adalah penelitian
yang terbatas pada usaha untuk mengungkapkan suatu masalah atau
keadaan atau peristiwa sebagaimana adanya sehingga bersifat sekedar
untuk mengungkapkan fakta dengan memberikan gambaran secara
obyektif tentang keadaan sebenarnya dari obyek yang diselidiki.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cirri-ciri pokok metode
deskriptif adalah :
1. Merumuskan perhatian pada masalah-masalah yang ada pada saat
penelitian dilakukan(saat sekarang) atau masalah-masalah yang
bersifat actual.
2. Menggambarkan fakta-fakta tentang masalah yang diselidiki
sebagaimana adanya, diiringi dengan interpretasi rasional yang
adequate.
18
3.2 Variabel penelitian
Variabel adalah tujuan yang akan menjadi bahan pengamatan suatu
penelitian, dimana variable akan menjadi suatu permasalahan yang menjadi
titik perhatian suatu penelitian. Karena variable yang akan dijadikan
penelitian tersebut harus dimulai dari arah mana dan diakhiri dengan arah
yang sesuai dengan tujuan dari adanya suatu tumpang tindih dalam
melakukan penelitian.
Menurut Suharsimi Arikunto, variabel adalah objek suatu penelitian atau
dengan kata lain apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. (Suharsimi
Arikunto, 1986;91). Sedangkan menurut Winardi, Variabel adalah : jumlah
atau karakteristik tertentu yang dapat memiliki macam-macam nilai berangka
atau kategori-kategori. (Winardi, 1982;189).
Variable adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenisnya
maupun dalam tingkatannya. (Sutrisno Hadi, 1974;260).
Berbeda dengan pendapat diatas menurut Syryadi Suryabrata variable dapat
diartikan segala sesuatu yang akan menjadi objek pengamatan penelitian.
Variable juga dinyatakan sebagai factor-faktor yang berperan dalam peristiwa
atau gejala yang akan diteliti. (Suryadi Suryabrata,2000:72)
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa variable
adalah obyek pengamatan yang menjadi perhatian dalam suatu penelitian.
Dalam penelitian ini variable yang digunakan adalah variabel tunggal yaitu
:“Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun1989”.
19
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang relevan dengan masalah yang akan diteliti, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
3.3.1 Teknik Wawancara
Wawancara adalah suatu teknik pengumpulan data yang digunakan
peneliti untuk mendapatkan keterangan-keterangan lisan melalui
bercakap-cakap dan berhadapan muka dengan orang yang dapat
memberikan keterangan pada si peneliti.
Menurut Suharsimi Arikunto Wawancara adalah : sebuah dialog yang
dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara. (Suharsimi Arikunto, 1991;126).
Sedangkan Sutrisno Hadi berpendapat wawancara adalah metode
pengumpulan data dengan jalan Tanya jawab sepihak yang dikerjakan
dengan sistematik, dengan berdasarkan kepada tujuan penyelidikan.
Pada umumnya dua orang atau lebih hadir secara fisik dalam proses
Tanya jawab itu, dan masing-masing pihak dapat menggunakan
saluran-saluran komunikasi secara wajar dan lancar. (Sutrisno Hadi,
1986;193).
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara Tanya jawab sambil bertatap muka antara
sipenanya
dengan
sipenjawab
dengan
wawancara. (Muhammad Nasir, 1988;234).
menggunakan
panduan
20
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
teknik wawancara adalah kegiatan Tanya jawab yang dilakukan oleh
pihak penanya kepada pihak yang ditanya untuk mendapatkan jawaban
atas
permasalahan
dalam
suatu
penelitian
sehingga
peneliti
mendapatkan jawaban berupa data-data yang relevan untuk keperluan
penelitian.
Adapun dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara terbuka
kepada 6 orang yang mengetahui dan sekaligus merasakan langsung
pada saat berlangsungnya
Peristiwa Talangsari di Way Jepara
Lampung Timur Tahun 1989, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bapak Sukidi sebagai Mantan Kepala Dusun Talangsari III pada saat
terjadinya peristiwa Talangsari
2. Bapak Kasimin sebagai Kepala Dusun Talangsari III
3. Bapak Supriadi sebagai Ketua LPM desa Rajabasa Lama
4. Bapak Hakim sebagai RT dusun Talangsari III
5. Bapak Supar sebagai saksi peristiwa Talangsari
6. Bapak Riyanto sebagai saksi peristiwa Talangsari
3.3.2 Teknik Observasi
Teknik Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan cara
melakukan pengamatan secara langsung terhadap obyek yang akan
diteliti atau daerah lokasi yang akan menjadi pokok permasalahan
21
dalam penelitian ini sehingga data yang diperoleh sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi.
Pengertian Observasi menurut Sutrisno Hadi adalah : pengamatan dan
pencatatan yang sistematik, fenomena-fenomena yang diselidiki. Dalam
arti yang luas Observasi sebenarnya tidak hanya terbatas kepada
pengamatan yang dilakukan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. (Sutrisno Hadi, 1991;136).
Sedangkan menurut Suwardi Endraswara observasi adalah suatu
penelitian secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera
manusia, pengamatan ini dilakukan pada saat terjadi aktivitas budaya
dengan wawancara mendalam. Observasi yang dugunakan peneliti
adalah melihat secara langsung mengenai objek yang akan diteliti.
Dari beberapa pendapat diatas, maka dapat dijelaskan bahwa pengertian
observasi adalah : pengamatan langsung terhadap obyek yang akan
diteliti.
3.3.3 Informan
Dalam proses pengumpulan data yang akurat diperlukan informasiinformasi yang berhubungan dengan kajian penelitian, sehingga penulis
memerlukan data dari informan.Informan adalah sejumlah orang yang
memberikan respon atau tanggapan terhadap apa yang diminta atau
ditentukan oleh peneliti. Informan adalah pelaku yang ikut menentukan
22
berhasil tidaknya sebuah penelitian berdasarkan informasi yang
diberikan. (Imam Suprayoga, 2001).
Informan adalah orang dalam latar penelitian, yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi penelitian. Seorang
informan harus mempunyai pengalaman latar penelitian.Syaratsyarat seorang informan adalah jujur, taat pada janji, patuh pada
peraturan, suka berbicara, tidak termasuk pada kelompok yang
bertentangan dengan latar belakang penelitian, dan mempunyai
pandangan tertentu tentang suatu hal atau peristiwa yang terjadi
(Moleong, 1998:90).
Ada beberapa kriteria yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
informasi yaitu :
1. Subjek telah lama dan intensif dengan kegiatan dan aktivitas
yang menjadi satu sasaran.
2. Subjek masih terikat secara penuh dan aktif pada lingkungan
atau kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.
3. Subjek mempunyai banyak informasi dan banyak waktu dalam
memberikan keterangan (Strady dan Faisal 1990:57).
Informan dalam penelitian ini dipilih secara Sistematis sampling
(mengambil orang-orang yang telah dipilih berdasarkan urutan dari
anggota populasi yang telah diberi nomor urut (Yatim Riyanto,
2010:79).
Adapun kriteria informan yang dipilih dalam penelitian ini antara lain :
1. Tokoh atau orang yang mengetahui secara jelas dan merasakan
langsung peristiwa Talangsari Lampung tahun 1989.
23
2. Pejabat desa setempat pada saat terjadinya peristiwa Talangsari
Lampung tahun 1989.
3. Orang yang mengetahui terjadinya Peristiwa Talangsari Lampung
tahun 1989 yang berasal dari luar desa.
4. Orang yang memiliki kesediaan waktu yang cukup dan mampu
berkomunikasi dengan baik tentang Peristiwa Talangsari Lampung
tahun 1989.
Namun dalam penelitian ini terdapat keterbatasan dalam hal
penentuan informan atau orang sebagai sumber data. Hal ini
dikerenakan banyak orang-orang yang pernah terlibat secra langsung
dalam Peristiwa Talangsari sudah berpindah tempat dan sukar untuk
ditemui serta sebagian sudah meninggal dunia.
3.3.4 Teknik kepustakaan
Teknik kepustakaan adalah : sumber bacaan yang digunakan langsung
oleh peneliti yang disusun berdasarkan abjad nama (bagi orang barat
adalah nama keluarganya) penulis sumber-sumber pustaka.(Rus
Effendi, 1994;228).
Menurut Koentjaraningrat teknik kepustakaan adalah:
Teknik kepustakaan merupakan teknik atau cara pengumpulan data dan
informasi dengan bantuan bermacam-macam material yang terdapat
diruang perpustakaan, misalnya Koran, kisah sejarah, majalah-majalah,
24
naskah, catatan-catatan, dokumen dan sebagainya yang relevan dengan
penelitian. (Koentjaraningrat, 1983;81).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, teknik kepustakaan adalah
teknik atau cara pengumpulan data dan informasi dengan bantuan dari
buku-buku, kisah sejarah, dan lain-lain yang relevan dengan masalah
penelitian, baik berupa teori-teori, konsep-konseo, dan generalisasi
yang telah dikemukakan oleh para ahli dengan jalan mempelajari dan
menganalisa literatur-literatur yang ada pada sumber kepustakaan.
Adapun manfaat dari menggunakan teknik kepustakaan menurut
Nasution (2002 : 183-184) adalah :
1.
Untuk mengetahui apakah topic penelitian kita telah diteliti oleh
orang lain sebelumnya, sehinggga penelitian kita bukan hasil
diskusi.
2.
Untuk mengetahui hasil penelitian orang lain yang ada kaitannya
dengan penelitian kita, sehingga kita dapat memenfaatkannya
sebagai bahan referensi tambhan.
3.
Untuk memperoleh data yang mempertajam orientasi dan dasar
teoritis tentang masalah dalam penelitian kita.
4.
Untuk memperoleh informasi tentang teknik-teknik penelitian yang
telah diterapkan.
25
3.3.5 Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis berupa arsip-arsip dan juga buku-buku tentang
pendapat, teori, dalil, atau hukum-hukum lain yang berhubungan
dengan masalah penelitian.(Hadari Nawawi, 2005:69).
Dalam hal ini peneliti tidak terbatas pada literatur-literatur ilmiah.
Tetapi merajuk pada sumber lain seperti majalah, Koran, internet dan
lain-lain yang berhubungan dengan masalah yang akan diteliti yaitu
tentang Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989.
3.4 Teknik Analisis Data
Analisis data dalam sebuah penelitian adalah suatu hal yang sangat penting,
karena data yang diperoleh akan mempunyai arti apabila data tersebut
diperlukan kecermatan dalam memilih teknik analisis.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
analisis data deskriptif kualitatif.Analisa data kualitatif merupakan bentuk
penelitian yang bersifat atau memiliki karakteristik bahwa data dinyatakan
dalam keadaan yang sewajarnya atau sebagaimana adanya. (Hadari Nawawi,
1995:211).
Penelitian kualitatif sebagai suatu konsep berusaha untuk mengungkapkan
rahasia sesuatu, dilakukan dengan cara menghimpun data dalam keadaan
26
yang sebenarnya, mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan
dapat dipertanggungjawabkan sehingga tidak kehilangan nila ilmiahnya.
Teknik analisis data kualitatif yang lebih mewujudkan kata-kata dari pada
dereta angka-angka senantiasa menjadi bahan utama bagi ilmu-ilmu social
seperti Antropologi, Sejarah, dan Ilmu Politik.Data kualitatif merupakan
sumber deskripsi yang luas berlandasan kokoh serta memuat tentang
penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat.
Langkah-langkah dalam menganalisis data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data digunakan untuk mempermudah penelitian apakah data
yang dibutuhkan sudah memadai atau belum atau data tersebut
bergunaatau sebaliknya.
2. Klasifikasi Data
Pengolahan data atas dasar pada kategori tertentu yang dibuat dalam
penelitian.
3. Pengolahan Data
Hal ini untuk menyeleksi dan diteruskan pengelolaan data dengan teknik
analisis data yang digunakan untuk teknik kualitatif
27
4. Penyimpanan Data
Penyimpanan data dimaksud untuk mencari pengertian, pengolahan data,
sehingga terbentuk sebagai penemuan ilmiah.
5. Tahap Penyimpulan
Penyimpulan data yang dilakukan menggunakan pola pikir induktif.
28
REFERENSI
Arikunto, Suharsimi. 1989. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Rineka Cipta : Jakarta. Hal 91.
Ali, Muhammad. 1985. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia : Jakarta.
Hal 15.
Endaswa, Suwardi. 2006. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan :
Ideologi, Episternologi dan Aplikasi. Pustaka Widyatama :
Yogyakarta. Hal 133
Koentjaraningrat. 1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia:
Jakarta. Hal 81.
Moleong, 1998. Metode Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Rodaskarya:
Bandung. Hal 90.
Nawawi, Hadari. 1995. Instrumen Penelitian Bidang sosial. Gajah Mada
University Press : Hal 69.
Nazir, Moh. 1985. Metode Penelitian. Grafindo Persada: Jakarta. Hal 162.
Notosusanto, Nugroho. 1984. Masalah Penelitian Sejarah Kontemporer Suatu
Pengalaman. Intidaya Press: Jakarta. Hal 10-11.
Sayuti, Husin. 1989. Pengantar Metodelogi Riset. Fajar Agung: Jakarta. Hal 32
Subagyo, Joko. 1997. Metode Penelitian. Gramedia: Jakarta. Hal 1.
Suryabrata, Suryadi. 2000. Metodelogi Penelitian. Grafindo Persada:
Jakarta. Hal 72.
Winarno, Surahmad. 1975. Dasar-Dasar dan Teknik Research Pengantar
Metodelogi Ilmiah. Tarsito: Bandung. Hal 121.
V.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan data dan hasil penelitian sesuai dengan data informan, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa ada 2 faktor yang berpengaruh secara besar mengenai
penyebab terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989 yaitu : faktor SARA (Suku, Agama, Ras, antar golongan) dan Situasi Politik.
1. SARA (Suku, Agama, Ras, antar golongan) merupakan faktor penyebab
terjadinya Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur tahun 1989.
Perbedaan pemahaman mengenai ajaran islam telah melahirkan sikap
antipati terhadap sebuah kelompok pengajian yang di pimpin oleh Warsidi.
Sikap eksklusiv Warsidi dan Jemaahnya yang enggan bergaul dengan
masyarakat telah membuat hubungan anatar keduanya menjadi tidak
harmonis. Hal ini ditandai dengan beberapa hal yaitu, jemaah Warsidi
menolak untuk sholat berjamaah diluar kelompoknya, menolak undangan
kenduri penduduk,serta mengambil tanaman milik wargapun menurut
mereka adalah hal yang biasa.
2. Situasi Politik menjadi faktor lain selain faktor SARA. Sebab situasi politik
sangat berpengaruh terhadap sebuah peristiwa. Jemaah Warsidi sangat
menentang system politik Orde Baru yang dirasa merusak kemurnian agama
56
islam yang berusaha menerapkan asas tunggal pancasila dalam kehidupan
sehari-hari. Selain itu pemerintah Orde Baru telah gagal menyejahterakan
rakyat. Sehingga Warsidi kerap memberikan ceramah-ceramah yang
terkesan keras dan lain pada masa itu serta sering mengkritik pemerintah.
5.2 Saran
Sehubungan dengan penelitian yang telah penulis lakukan, maka terdapat
beberapa saran yang akan peneliti sampaikan diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagi umum Peristiwa Talangsari di Way Jepara Lampung Timur Tahun
1989 mempunyai nilai penting dalam sejarah. Karena kerusuhan ini
bersifat local jangan sampai peristiwa semacam ini terulang kembali
dimasa yang akan datang.
2. Bagi masyarakat perbedaan adalah hal yang Wajar didalam suatu
masyarakat. Oleh karena itu kita harus berbesar hati menerima perbedaan
tersebut. Jangna sampai perbedaan tersebut menimbulkan kerusuhan dan
merugikan banyak pihak. Agar terciptanya situasi dan kondisi yang aman
dan kondusif.
3. Bagi pemerintah agar dapat menjadi pihak yang berlaku adil dalam
mengatasi setiap masalah yang terjadi di masyarakat antar umat beragama
dan tetap berpihak pada kebenaran.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Taufik. 1985. Analisa Kekuatan politik di Indonesia. LP3ES. Jakarta
Asdiansyah, Juwendra. 1998. Talangsari, 9 Februari 1989
( MenguakOtoritarianismeRezimOrdeBaru).Teknokra: Lampung.
Asdiansyah, Juwendra. 1998. KasusLampung (Lagi-lagi Rakyat Dibohongi).
Teknokra: Lampung.
Atmasasmita, Romli. 2003. Hubungan Negara danMayarakatDalamKonteks
PerlindunganHa