UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA KABUPATEN LAMPUNG TIMUR TAHUN 2013

ABSTRAK

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI
DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
TAHUN 2013
Oleh
Rita Wulan Sari
Pada masyarakat Bali suatu kegiatan upacara atau ritual adat merupakan suatu kewajiban
untuk dilakukan seluruh masyarakat yang beragama Hindu. Upacara yang selalu dilakukan
pada masyarakat agraris salah satunya upacara Bukakak yaitu upacara permohonan kepada
Sang Hyang Widhi untuk kesuburan tanah. Pelaksanaan upacara Bukakak dilakukan satu
tahun sekali, karena biaya yang dibutuhkan untuk sesajen cukup mahal. Pelaksanaan upacara
Bukakak yaitu Ngusaba Umi, Ngusada dan Gedenin yang dilakukan secara berurutan. Dalam
pelaksanaan upacara ini tidak lepas dari sesajen yang akan dipersembahkan untuk Sang
Hyang Widhi. Sesajen yang dipersembahkan oleh masyarakat mempunyai makna tersendiri
setiap jenis sesajen. Masyarakat Bali banyak yang melaksanakan dan mengikuti upacara
Bukakak, tetapi tidak mengerti dan mengetahui apa makna dari setiap sesajen yang
dipersembahkan.
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalahnya adalah apakah makna dari simbol
sesajen dalam pelaksanaan upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar

Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengetahui makna dari simbol sesajen dalam pelaksanaan upacara Bukakak pada
masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.
Metode yang digunakan adalah metode hermeneutik. Teknik pengumpulan data
menggunakan teknik observasi partisipan, keperpustakaan dan wawancara, sedangkan untuk
menganalisis data menggunakan analisis data kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian peneliti dengan melakukan observasi dan wawancara kepada
seluruh masyarakat yang mengikuti pelaksanaan upacara Bukakak di desa Braja Fajar
Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur tahun 2013, dengan jumlah sampel
responden seluruh warga masyarakat Bali dan pertanyaan sepuluh soal dengan tiga kreteria
yaitu paham, mengeri dan tahu, maka hasil yang diperoleh dari masyarakat Bali mengenai
makna dari simbol sesajen pada upacara Bukakak berdasarkan pengetahuan dan pengalaman
pada masyarakat Bali adalah kurang baik. Hanya sebagian besar dari masyarakat Bali yang
mengikuti upacara Bukakak yang mengerti dan mampu menjawab pertanyaan yang tepat dan
jelas. Masyarakat Bali rata-rata hanya mengikuti tanpa mengerti apa tujuan dan makna
sesajen yang mereka persembahkan untuk Sang Hyang Widhi.

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI
DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR

TAHUN 2013

Oleh :
Rita Wulan Sari

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Jarah
Jurusan Pendidikan IPS
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan IPS
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

UPACARA BUKAKAK PADA MASYARAKAT BALI

DESA BRAJA FAJAR KECAMATAN WAY JEPARA
KABUPATEN LAMPUNG TIMUR
TAHUN 2013

(Skripsi)

Oleh
RITA WULAN SARI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOAIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di desa Braja Fajar Kec. Way Jepara, pada tanggal 29
Oktober 1990 merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Budiman dan Ibu Ernik. Pendidikan yang telah diselesaikan oleh

penulis adalah:
1. SD Negeri Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur, selesai
pada tahun 2003
2. SMP Negeri 1 Way Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur,
selesai pada tahun 2006
3. SMA Negeri 1 Way Jepara Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur,
selesai pada tahun 2009
Pada tahun 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan

Ilmu Pengetahuan Sosisal Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung Melalui jalur Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB)
pada tahun 2009.

Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Lapangan (KKL) di Yogyakarta dan
pada tahun 2012 penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan Program
Kegiatan Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP Negeri 2 Way Jepara Kabupaten Lampung
Timur.


MOTO

Barang siapa yang menempuh jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan
memudahkan jalannya menuju syurga.
(HR. Abu Daud dan Tarmizi)

Dengan ilmu kehidupan menjadi enak, dengan seni kehidupan menjadi indah dan dengan agama
hidup menjadi terarah dan bermakna.
(Prof. Dr. HA. Mukti Ali)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada ALLAH SWT yang telah melimpahkan karunianya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dengan kerendahan hati, kupersembahkan skripsi ini
kepada :

1. Kepada orang tuaku yang telah membesarkan, mendidik dan menyayangiku.
Bapak Budiman dan Ibu Ernik yang senantiasa berdoa dan berjuang
membiayai demi keberhasilanku.
2. Adik Riki Dwi Firmansyah, yang telah memberiku dukungan serta keluarga

besarku.
3. Mas Yogiyanto yang telah memberiku semangat dan selalu ada dalam
perjalanan hidupku
4. Para guru dan dosen yang telah memberikan ilmu kepadaku.
5. Almamater tercinta.

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul, Upacara Bukakak
Pada Masyarakat Bali Desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung
Timur Tahun 2013, pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.

Penulis menyadari akan keterbatasan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga penulis
mendapat banyak petunjuk dan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Bujang Rahman, M.Si, Dekan FKIP Unila;
2. Bapak Dr. M. Thona B.S. Jaya, M.S, Pembantu Dekan I FKIP Unila;

3. Bapak Drs. Arwin Achmad, M.Si, Pembantu Dekan II FKIP Unila;
4. Bapak Drs. Iskandar Syah, M. H, Pembantu Dekan III FKIP Unila, dosen pada
Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila;
5. Bapak Drs..Buchori Asyik, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila;
6. Bapak Drs. Maskun, M.H, Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan
Pendidikan IPS FKIP Unila;

7. Bapak Muhammad Basri, S.Pd,. M.Pd, dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila, sekaligus Pembimbing Akademik dan
Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu , memberikan bimbingan ,
kritik, saran, dan nasehat dalam proses kuliah dan proses menyelesaikan skripsi;
8. Bapak Drs. Ali Imron, M.Hum, dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan IPS FKIP Unila, sekaligus Pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu , memberikan bimbingan , kritik, saran, dan nasehat dalam proses
kuliah dan proses menyelesaikan skripsi;
9. Bapak Drs. Wakidi, M.Hum, dosen pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan
Pendidikan IPS FKIP Unila, sekaligus Penguji Utama dalam ujian skripsi yang telah
bersedia meluangkan waktu , memberikan bimbingan , kritik, saran, dan nasehat
dalam proses kuliah dan proses menyelesaikan skripsi;
10. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Sejarah FKIP yang telah membimbing penulis

selama menjadi mahasiswa di program studi pendidikan sejarah;
11. Bapak Sodik Safi’i, Kepala Desa Braja Fajar yang telah memberikan izin untuk
penelitian di desa Braja Fajar;
12. Bapak I Nengah Sudarsono, S.Pd, Pemangku Adat Bali yang telah memberikan
informasi dan bersedia meluangkan waktunya.
13. Masyarakat Bali di desa Braja Fajar obyek penelitian terima kasih atas waktu dan
kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mendapatkan data dan informasi
mengenai permasalahan dalam penelitian skripsi ini;
14. Teman–teman di Program Studi Pendidikan Sejarah Angkatan 2009, Dian, Ida, Siti,
Karsini, Afip, Galih, Dwi Ika, Riza, Irwan, Sobri, serta teman-teman yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Terima kasih untuk kebersamaan dan kenangan
terindah selama ini.

15. Teman-teman PPL dan KKN saya, Trisnawati, Evi Masruroh, Restu Fristadi,
Widiyanto, Christian, Gita, Lailda Gita, Dwi, Mozes dan Dea. Terima kasih untuk
kebersamaan dan kenangan terindah selama ini.
16. Semua pihak yang telah membantu proses penulisan skripsi ini. terima kasih atas
bantuannya.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi

penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandar Lampung, 1 Februari 2014
Penulis

Rita Wulan Sari

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
DAFTAR GAMBAR
1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ....................................................................... 1
B. Analisis Masalah................................................................................... 6
1. Identifikasi Masalah ....................................................................... 6
2. Pembatasan Masalah....................................................................... 7
3. Rumusan Masalah........................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................. 7

E. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10
A. Tinjauan Pustaka.................................................................................. 10
1. Konsep Kebudayaan ...................................................................... 10
2. Konsep makna ............................................................................... 12
3. Konsep sesajen .............................................................................. 15
4. Konsep upacara Bukakak ............................................................... 15
5. Konsep Masyarakat Bali ................................................................ 17
B. Kerangka Pikir ..................................................................................... 19
C. Paradigma ............................................................................................ 20
III. METODE PENELITIAN ..................................................................... 23
A. Metode Yang Digunakan ................................................................... 23
B. Lokasi penelitian ................................................................................ 24
C. Variabel denelitian dan definisi operasional variabel ........................ 25
1. Variabel penelitian ....................................................................... 25
2. Definsi operasional variabel ......................................................... 26
D. Informan ............................................................................................. 26
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 27
1. Observasi Partisipan .................................................................... 27

2. Kepustakaan ................................................................................ 28
3. Wawancara ................................................................................... 29
F. Teknik Analisis Data .......................................................................... 31
1. Reduksi Data ................................................................................ 33

2. Pengajian Data ............................................................................. 33
3. Verifikasi data Penarikan Kesimpulan ......................................... 34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 36
A. HASIL .................................................................................................... 36
1. Gambaran umum daerah penelitian ............................................ 36
1.1 Sejarah singkat desa Braja Fajar ........................................... 36
1.2 Letak dan Batasdesa Braja Fajar .......................................... 38
2. Kependudukan ............................................................................ 38
3. Keadaan geografi ........................................................................ 40
4. Pelaksanaan upacara Bukakak .................................................... 41
4.1 Pelaksanaan Ngusaba Umi ................................................... 41
4.2 Pelaksanaan Ngusada ........................................................... 42
4.3 Pelaksanaan Gedeni .............................................................. 47
5. Perlengkapan Dalam Pelakasanaan Upacara Bukakak ............... 48
6. Makna Simbol Sesajen ............................................................... 52
B. PEMBAHASAN .................................................................................... 60
1. Makna Sesajen Dalam Upacara Bukakak .................................... 60
V. SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 70
A. Simpulan ........................................................................................... 70
B. Saran ................................................................................................. 71
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR ISTILAH
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel
1.
2.
3.
4.
5.

Halaman
Daftar Kepala desa Braja Fajar......................................................
Jumlah penduduk berdasarkan agama...........................................
Jumlah penduduk berdasarkan usia...............................................
Jumlah penduduk berdasarkan mata pencarian.............................
Jumlah sarana umum.....................................................................

37
39
39
40
41

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Manusia dan kebudayaan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan, tidak
mungkin ada kebudayaan jika tidak ada manusia. Setiap kebudayaan adalah
hasil dari ciptaan manusia. Indonesia adalah Negara kepulauan, yang terdiri
dari berbagai macam suku bangsa yang akan kebudayaan serta adat istiadat,
kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan yang berbeda-beda,karena kebudayaan
memiliki ciri khas yang menjadi karateristik pokok suatu daerah.

Keanekaragaman kebudayaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia itu
merupakan kekayaan dan menjadikan ciri khas bangsa yang harus tetap
dilestarikan atau dibudidayakan. Salah satu dari berbagai kebudayaan yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah budaya Bali. Kebudayaan ini berasal
dari masyarakat pulau Bali yang datang ke Lampung melalui program
transmigrasi yang dicanangkan oleh pemerintah setelah kemerdekaan bangsa
Indonesia dari penjajahan. Masyarakat dari pulau Bali disebar diberbagai
tempat di seluruh daerah yang ada di Lampung salah satunya di daerah
Kabupaten Lampung Timur (Bambang Suwondo,1978:35).

2

Kehadiran masyarakat Bali ke daerah Lampung telah menjadikan daerah ini
kaya akan berbagai kebudayaan, karena kedatangan masyarakat di sini tidak
hanya berpindah tempat tetapi juga membawa kebiasaan-kebiasaan atau
kebudayaan yang telah mereka lakukan ditempat mereka tinggal sebelumnya.
Kebudayaan yang mereka bawa dari daerah asal akan mereka adaptasikan ke
dalam daerah baru. Dalam proses adaptasi ini, manusia menggunakan
lingkungannya untuk tetap melaksanakan kelangsungan dalam kehidupannya.
Adanya kebudayaan baru dari berbagai daerah menjadikan propinsi Lampung
sebagai daerah bercirikan majemuk. Masyarakat majemuk adalah masyarakat
yang terdiri atas dua atau lebih kelompok yang secara kultural dan ekonomi
terpisah-pisah dan memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda.

Dalam masyarakat majemuk ini tidak menjadikan daerah ini menjadi terpecah
belah, tetapi justru membuat daerah ini semakin kaya akan kebuadayaan dan
saling menghormati satu sama lain. Dalam halnya kebudayaan Bali selalu
melakukan kegiatan berbagai ritual atau upacara dalam kehidupan sehari-hari
meminta permohonan kepada Sang Hyang Widhi untuk keselamatan di dalam
hidupnya dari berbagai gangguan yang ada di alam semesta. Masyarakat Bali
dalam kehidupan sehari-hari ada suatu kegiatan ritual yang harus dilaksanakan
sebagai wujud syukur kepada Tuhan. Kegiatan ritual yang dilakukan salah
satunya adalah upacara Bukakak yang termasuk dalam upacara Pitra Yadnya
merupakan upacara-upacara yang di persembahkan kepada ruh-ruh leluhur.

3

Berdasarkan upacara Pitra Yadnya di atas masyarakat Bali dapat disimpulkan
bahwa di dalam kehidupan masyarakat selalu berhubungan dengan berbagai
upacara atau ritual untuk keselamatan selama hidup di dunia. Upacara
dilakukan tidak hanya untuk keselamatan pada diri manusia saja, tetapi juga
permohonan untuk lingkungan alam yang ada di sekitar kehidupan. Masyarakat
Bali menganggap bahwa segala aktivitas yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, masyarakat Bali menganggap bahwa semua yang ada di dunia ini
adalah pemberian dari Sang Hyang Widhi.

Dalam kebudayaan Bali untuk membangun budaya dan kemakmuran
kehidupannya, masyarakat selalu melakukan upacara untuk keselamatan diri
sendiri maupun lingkungan sekitar yang mereka jadikan tempat tinggal agar
terhindar dari berbagai bencana yang ada di alam semesta. Masyarakat Bali
khususnya di desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung
Timur merupakan masyarakat agraris. Masyarakat ini untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya dari pertanian. Dalam hal itu, masyarakat selalu
melaksanakan upacara permohonan kepada Sang Hyang Widhi untuk lahan
pertanian yang digarap yaitu dengan melakukan upacara Bukakak.

Bukakak berasal dari kata Lembu dan Gagak, Lembu melambangkan Siwa dan
Gagak melambangkan Wisnu. Bukakak merupakan simbul perpaduan antara
sekta Siwa, Wisnu dan juga Brahma. Bukakak ini diwujudkan sebagai seekor
burung Garuda yang di buat dari daun enau muda yang dalam bahasa local
disebut kelapa. Sarana untuk singgasana yang akan naik di atas garuda adalah

4

seekor ayam hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu hitam (warna
bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di
bersihkan) melambangkan Dewa Siwa, sedangkan ayam itu sendiri adalah
simbul Dewa Brahma (Yayasan Dharma Sarathi , 1989:10)

Upacara Bukakak merupakan upacara permohonan kepada Sang Hyang Widhi
sebagai menganalisir bumi untuk lahan pertanian, agar dalam pengarapan
sampai panen selalu diberikan keberkahan serta dijauhkan dari berbagai hama
penyakit selama pengarapannya. Upacara Bukakak dilakukan satu tahun sekali
dalam pelaksanaannya yaitu pada bulan purnama dan dilakukan oleh seluruh
masyarakat Bali yang mempunyai lahan garapan pertanian (I Nengah
Sudarsono, wawancara dengan Pemangku adat setempat di Desa Braja Fajar
Kec. Way Jepara Kab. Lampung Timur, 10 April 2013:08.00).

Pelaksanaan upacara Bukakak ini menjadi acara rutin yang selalu dilakukan
masyarakat Bali agraris, di dalam upacara Bukakak terdapat berbagai sesajen
yang akan menjadi simbol persembahan dalam upacara yang melambangkan
Dewa kesuburan. Sesajen yang di jadikan sebagai persembahan dalam upacara
tersebut setiap bentuknya mempunyai makna yang berbeda–bada.

Dalam

pelaksanaan pembuatan sesajen dilakukan di pura sebelum acara pelaksanaan
upacara Bukakak berlangsung, dalam pembuatan sesajen hanya masyarakat
laki-laki yang berperan dalam mengolah berbagai masakan untuk sesajen.
Upacara Bukakak di desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten

5

Lampung Timur dalam persembahannya menyajikan daging ayam sebagai
sesajen dengan ketentuan warna yang berbeda-beda.

Upacara Bukukak di desa Braja Fajar di sini berbeda dengan daerah pulau Bali
yang dimana merupakan tempat mereka berasal. Pelaksanaan upacara Bukakak
yang ada di desa Braja Fajar dalam pelaksanaannya berbeda dengan
pelakasanaan upacara di pulau Bali. Upacara Bukakak di pulau Bali
menggunakan babi guling sebagai sesajen-nya, tetapi di desa Braja Fajar ini
tidak lagi menggunakan babi guling melainkan ayam yang dijadikan sesajen.
Perbedaan dalam persembahan ini tidak mengurangi makna dalam pelaksanaan
upacara Bukakak sebagai upacara untuk menganalisir bumi dalam lahan
pertanian. Dalam sesajen yang akan dipersembahkan semua itu tergantung
dengan kemampuan keadaan lingkungan yang ada sekitar, karena setiap
wilayah tidak sama dalam memperoleh pendapatan (I Wayan Sutapa, S.Pd,
wawancara dengan Pemangku adat setempat di Desa Braja Fajar Kec. Way
Jepara Kab. Lampung Timur, 11 April 2013:14.00).

Pada saat ini perkembangan dan pelestarian upacara Bukakak sangat kurang,
hal ini bisa dibuktikan dengan semakin berkurangnya pemahaman akan makna
dalam sesajen yamg akan dijadikan persembahan dalam pelaksanaan upacara
Bukakak oleh para petani desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten
Lampung Timur pada saat akan pengarapan lahan pertanian. Pada
kelangsungan tradisi upacara Bukakak para masyarakat tidak mengerti akan
makna yang akan dipersembahkan untuk Sang Hyang Widhi. Masyarakat Bali

6

desa Braja Fajar desa yang berada paling ujung Timur dari Kecamatan Way
Jepara dalam kehidupannya hanya sebagai petani biasa. Pendidikan para
generasi muda penerusnya sangat kurang, sehingga banyak yang tidak mengerti
dan memahami setiap makna dalam dari berbagai simbol sesajen yang ada
dalam pelaksanaan upacara Bukakak.

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka penulis
bermaksud mengadakan penelitian untuk mengetahui apakah makna simbol
sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar
Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

B.

Analisis Masalah
1.

Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang masalah diatas, maka identifikasi masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.

Makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat
Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung
Timur.

2.

Proses pelaksanaan upacara Bukakak dalam masyarakat Bali di
Desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung
Timur.

7

2. Pembatasan Masalah
Agar masalah dalam penelitian tidak terlalu luas, maka penulis membatasi
masalah dalam penelitian ini adalah pada makna simbol sesajen dalam upacara
Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara
Kabupaten Lampung Timur.

3. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan

masalah tersebut, maka penulis merumuskan

masalah yaitu apakah makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada
masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung
Timur.

C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui latar belakang masyarakat agar tetap melaksanakan
upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kec. Way Jepara
Kab.Lampung Timur.
2. Untuk mengetahui makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada
masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten
Lampung Timur.

D. Kegunaan penelitian
Setiap penelitian tentunya kegunaan pada pihak-pihak yang membutuhkan,
adapun kegunaan dalam penelitian ini antara lain diharapkan bermanfaat untuk:

8

1. Untuk menambah wawasan penulis tentang makna simbol sesajen
dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa Braja Fajar
Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.
2. Memberikan gambaran serta mengguraikan mengenai makna
simbol sesajen dalam upacara Bukakak pada masyarakat Bali desa
Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.
3. Sebagai sumbangan pustaka yang dapat dimanfaatkan bagi
mahasiswa Universitas Lampung sebgai informasi wujud ragam
budaya Bali.

E. Ruang Lingkup Penelitian
1. Obyek Penelitian

: Makna simbol sesajen dalam

upacara Bukakak

pada masyarakat Bali desa Braja Fajar Kecamatan
Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.
2. Subyek Penelitian

: Masyarakat Bali di desa Braja Fajar Kecamatan
Way Jepara Kabupaten Lampung Timur

3. Tempat Penelitian : Desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara
Kabupaten Lampung Timur
4. Waktu Penelitian

: Tahun 2013

5. Bidang Ilmu

: Antropologi Budaya

9

REFERENSI

Bambang Suwondo. 1978. Pengaruh Migrasi Penduduk Terhadap Perkembangan
Kebudayaan Daerah Propinsi Bali. Departemen Pendidikan dan Budaya.
I Nyoman Dhana. 1994. Pembinaan Budaya Dalam Keluarga Daerah Bali.
Departemen Pendidikan dan Budaya. Bali.Hal 84.
Sumber Wawancara
Wawancara. I Nengah Sudarsono (Pemangku). Pada tanggal 10 Februari 2013 di
desa Braja Fajar. Pukul 08.00
Wawancara. I Wayan Sutapa, S.Pd. (Pemangku) Pada tanggal 11 Februari 2013 di
desa Braja Fajar. Pukul 14.00
.

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka
1. Konsep Kebudayaan
Menurut ilmu antropologi, “kebudayaan” adalah keseluruhan sistem gagasan
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Tiap-tiap kebudayaan universal
sudah tentu juga menjelma dalam ketiga wujud kebudayaan yaitu wujudnya yang
berupa sistem budaya, sistem sosial dan unsur-unsur kebudayaan fisik.
Disebutkan bahwa ada tujuh unsur-unsur kebudayaan yang dapat ditemukan pada
sema bangsa, ketujuh unsur kebudayaan sebutkan adalah : 1) Bahasa, 2) Sistem
pengetahuan,

3) Sistem organisasi sosial, 4) Sistem peralatan hidup dan

teknologi, 5) Sistem mata pencarian hidup, 6) Sistem religi, 7) Kesenian
(Koentjaraningrat, 2002:203-204),sedangkan Menurut E.B Taylor dalam Soerjono
Soekanto kebudayaan adalah kompleks yang mencakup kepercayaan, kesenian,
moral, hukum, adat istiadat, dan lain kebiasaan serta kemampuan-kemampuan
yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat (Soerjono Soekanto,
1990:188-189).

Menurut Selo Soemarjan dan Soemardi yang dikutip dari Soerjono Soekanto
menyatakan bahwa kebudayaan sebagai semua hasil rasa dan cipta masyarakat

11

(Soerjono

Soekanto,

1990:189),

sedangkan

menurut

Ilmu

Antropologi,

“Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan belajar (Koentjaraningrat, 1990: 180)

Jadi yang dimaksud dengan kebudayaan adalah hasil dari pemikiran manusia yang
bisa berbentuk abstrak maupun konkrit yang merupakan kreatifitas manusia
sebagai anggota masyarakat. Kebudayaan yang dibahas disini adalah kebudayaan
Bali di dalam masyarakat desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten
Lampung Timur yang telah menjadi sebuah ritual yang harus dilaksanakan setiap
satu tahun sekali.
Kebudayaan masyarakat Bali merupakan kebudayaan yang diwariskan
dari jaman prasejarah sampai sekarang sangat dipengaruhi oleh
keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau kehidupan religi beragama
masyarakat Bali, seperti keyakinan terhadap Tuhan Yang maha Esa,
percaya dengan adanya satu Tuhan yaitu Ida Sang Hyang Widhi
Wasa,tapi dengan manifestasi dan perwujudan yang berbeda-beda sesuai
dengan fungsinya (file:///D:/budaya bali_ritarosita28.htm) .
Kebudayaan dikatakan bahwa manusia tidak akan bisa hidup tanpa manusia lain
dan alam lingkungannya termasuk di dalamnya binatang dan tumbuh-tumbuhan.
Perkembangan budaya masing-masing masyarakat berbeda-beda sesuai dengan
pola berpikir masyarakat pendukungnya. Masyarakat Bali membagi budaya
manusia menjadi tahap mistis, ontologis, dan fungsional (I Nyoman Dhana, 1994 :
84 )

Ketika manusia dalam tahap mistis, ditandai dengan sikap manusia yang merasa
terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya

12

atau kekuasaan kesuburan. Manusia mencari perlindungan dalam menghadapi
kedahsyatan alam dengan cara melakukan upacara serta mementaskan cerita
mitologi. Hubungan timbal balik antara manusia sebagai penghuni alam ini
niscaya dibangun untuk menjaga keharmonisan kehidupan secara menyeluruh.
Dalam Hindu ada dijelaskan bahwa tumbuh-tumbuhan hanya memiliki bayu
(kehidupan), binatang memiliki bayu dan sabda (suara), sedangkan manusia
memiliki ketiganya bayu, sabda, dan idep (pikiran). Dengan kemampuan yang
dimilikinya itu, manusia lalu berkewajiban memelihara alam dengan segala isinya
untuk kesejahteraan hidupnya. Hal ini tampak pada bentuk budaya yang
diwariskan dari generasi ke generasi.

Jadi dapat disimpulkan bahwa kebudayaan Bali itu merupakan hasil dari
pemikiran manusia yang berupa kreatifitas manusia sebagai anggota masyarakat
yang dipengaruhi oleh suatu keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau
keagamaan masyarakat Bali.

2. Konsep Makna
Untuk memberikan gambaran yang memperjelas permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini, penulis menyajikan beberapa pengertian makna yang
diungkapkan oleh para ahli. Konsep “makna” yang kemukakan oleh E.
Sumaryono dimana “makna” diberikan kepada objek oleh subjek, sesuai dengan
cara pandang subjek (E. Sumaryono, 2013: 30). Sedangkan bagaimana makna itu
diperoleh tergantung dari banyak faktor; siapa yang berbicara, keadaan khusus

13

yang berkaitan dengan waktu, tempat atau situasi yang dapat mewarnai arti
sebuah peristiwa bahasa (E.Sumaryono, 2013: 29-30).

Pendapat senada dikemukakan oleh Mudjia Raharjo, yakni “makna” bukan
sekedar isyarat yang dibawa oleh bahasa, sebab bahasa dapat mengungkapkan
sebuah realitas dengan sangat jelas, tetapi pada saat yang sama dapat
menyembunyikan rapat-rapat, tergantung pada pemakainya. Lebih jauh lagi
menurutnya, untuk dapat memahami “makna” maka diperlukan pemahaman
konteks; kapan, dimana, dan dalam keadaan apa serta kepada atau oleh siapa kata
tersebut dipakai (Mudjia Raharjo, 2008: 39). Maka berdasarkan pendapat di atas,
makna suatu bahasa harus dipahami sesuai dengan peristiwanya, atau secara
kontekstual

Dalam memahami konsep bahasa dalam ilmu antropologi, mengikuti pendapat
dari S. Takdir Alisjahbana yang menganggap bahasa sebagai system lambinglambang, sehingga lingkupnya tidak terbatas pada ucapan, suara atau tulisan/teks,
melainkan sebagai benda-benda kebudayaan, yaitu benda kebudayaan alat.
Sedangkan fungsinya sebagai alat maksudnya adalah bukan hanya membantu
manusia mencapai nilai, tetapi pertama sekali adalah media atau alat untuk
mengucapkan

nilai-nilai

itu sendiri

(Koentjaraningrat,2002:253).

Dengan

demikian, konsep bahasa lebih mengarah kepada benda-benda kebudayaan yang
merupakan lambang-lambang atau simbol-simbol yang fungsinya untuk
mentansfer nilai-nilai.

14

Symbol atau lambang, memiliki pengertian yang berbeda dengan tanda.
Perbedaan itu menurut Agus Cremersdan De Santo Johanes, dijelaskan sebagai
berikut :
“Simbol adalah tanda konkret dimana suatu penanda (signifiant yang tidak
hadir) dihadirkan karena adanya hubungan motivatif (kesamaan ciri-ciri
analog danasosiatif) dengan penanda aktual (signifiant yang ada).Linguis F
Bresson mengatakan: „simbol merupakan suatu objek, gerak isyarat atau
gambaran yang menurut hubungan significant (penanda) dengan signifie
(yang ditandakan) mengacu pada suatu objek (tindakan dan sebagainya) lain.
Berbeda dengan tanda, symbol memiliki hubungan analogis dengan objek
lain itu. Searah dengan definisi linguistis, Levi-Strauss membatasi symbol
sebagai ekuivalen signifikatif dari hal yang ditandakan (signifie), dan yang
berasal dari tingkatan realitas lain daripada signifie itu” (Budiono Herusatoto,
2001: 154).
Maka menurut pendapat di atas, perbedaan antara lambing atau symbol dengan
tanda adalah apa yang ada di dalamnya, yaitu “makna”. Simbol-sombol memliki
keterkaitan analogis dengan konsep yang dibawanya. Sedangkan tanda lebih
menunjuk pada wujud lahiriah yang dapat diamati, yang tidak memiliki
keterkaitan dengan konsep yang ditunjukan oleh keberadaan tanda tersebut.

Untuk mempertegas konsep “makna” sebagai apa yang dibawa oleh simbol,
adalah dengan mengikuti Clifford Geerzt yang mendefinisikan konsep makna
dalam istilah budaya mengacu kepada apa yang dibawa oleh budaya. Budaya itu
sendiri merupakan simbol-simbol yang harus ditafsirkan maknanya (Clifford
Geerzt, 2000: 17).

Dari definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa “makna” merupakan suatu konsep yang dibawa oleh
kebudayaan masyarakat dimana kebudayaan itu dipahami sebagai symbol dan

15

berkaitan dengan subjek yaitu masyarakat sebagai pemberi makna tersebut yang
dapat ditafsirkan berdasarkan konteksnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa makna mempunyai arti bahwa makna adalah hasil
penafsiran atau interpretasi yang erat hubungannya dengan sesuatu hal atau
berang tertentu yang hasilnya relatif bagi penafsiran. Dalam penelitian ini yang
dimaksud dalam makna adalah makna dalam simbol sesajen untuk persembahan
dalam pelaksanaan upacara Bukakak pada masyarakat Bali di desa Braja Fajar
kecamatan Way Jepara kabupaten Lampung Timur.

3. Konsep Sesajen
Sesajen merupakan sebuah kewajiban yang pasti ada dalam setiap acara bagi
orang yang masih teguh memegang adat sebagai tanda kehormatan atau rasa
syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat sesuai bisikan gaib
(http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bali. Diakses 22 Februari 2013. Pukul 19.00),
sedangkan sesajen mengandung arti pemberian sesajian-sesajian sebagai tanda
penghormatan atau rasa syukur terhadap semua yang terjadi dimasyarakat sesuai
bisikan ghaib yang berasal dari paranormal atau tetuah-tetuah. Sesajen merupakan
warisan budaya Hindu dan Budha yang biasa dilakukan untuk memuja para dewa,
roh tertentu atau penunggu tempat (pohon, batu, persimpangan) dan lain-lain yang
mereka yakini dapat mendatangkan keberuntungan dan menolak kesialan
(Yayasan Dharma Sarathi, 1989 : 187).

16

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sesajen merupakan sebuah
sesajian dalam suatu acara ritual yang dibuat sebagai tanda kehormatan atau
tanda syukur yang diberikan oleh masyarakat kepada roh–roh atau mahkluk
gaib. Sesajen dalam penelitian ini yang dimaksud adalah sesajen yang dibuat
oleh masyarakat Bali untuk persembahan dalam pelaksanaan upacara Bukakak
di desa Braja Fajar kecamatan Way Jepara kabupaten Lampung Timur.

5. Konsep Upacara Bukakak
Bukakak berasal dari kata Lembu dan Gagak, Lembu melambangkan Siwa dan
Gagak melambangkan Wisnu. Bukakak merupakan simbul perpaduan antara
sekta Siwa, Wisnu dan juga Brahma. Bukakak ini diwujudkan sebagai seekor
burung Garuda yang di buat dari daun enau muda yang dalam bahasa local
disebut kelapa. Sarana untuk singgasana yang akan naik di atas garuda adalah
seekor ayam hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu hitam (warna
bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di
bersihkan) melambangkan Dewa Siwa, sedangkan ayam itu sendiri adalah
simbul Dewa Brahma

(Yayasan Dharma Sarathi , 1989:10),sedangkan

Pemangku adat menyatakan bahwa
“Upacara Bukakak adalah upacara yang dilakukan oleh masyarakat Bali
sebagai petani untuk memohon kepada Sang Hyang Widhi untuk
menganalisir bumi agar memberikan kesuburan kepada tanah-tanah
pertanian mereka supaya hasil panennya berlimpah ruah. Upacara ini
hanya dilakukan oleh masyarakat Bali keturunan dari daerah Singaraja,
Buleleng. Upacara ini dilakukan 1 tahun sekali dalam bulan purnama “(I
Wayan Sutapa, wawancara dengan pemangku adat setempat di Desa
Braja Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur: Januari
2013).

17

Kemudian hal senada juga diungkapkan oleh Pemangku Adat lainnya yakni
Upacara Bukakak merupakan upacara untuk permohonan kepada Sang
Hyang Widhi untuk menganalisir bumi agar memberikan kesuburan
kepada lahan pertanian yang akan diolah, agar hasil panennya bisa
melimpah luah. Upacara ini dilakukan satu tahun sekali pada bulan
purnama yang di ikuti oleh seluruh masyarakat Bali yang mempunyai
lahan pertanian. Pelaksanaan upacara ini dilakukan dengan cara
membersihkan perlengkapan upacara: upacara Ngusaba Umi di adakan
dipura pelinggih. Membuat Dangsil berbentuk segi empat yang terbuat
dari pohon pinang, dengan rangkaian bambu dihiasi dengan daun enau
tua yang dibuat bertingkat tingkat/berundak-undak seperti anak tangga
terdiri dari 7,9 dan 11 tingkat, ini semua melambangkan Tri Murti (Dewa
Brahma, Wisnu dan Siwa). Mengadakan upacara Ngusaba di pura yang
terdapat di desa setempat. Upacara Gedenin di pura Subak. Pelaksanaan
pembuatan sesajen upacara Bukakak sendiri dilakukan di pura setempat,
dalam pembuatannya hanya laki-laki yang berperan dalam memasak,
sesaji yang akan dipersembahkan adalah daging ayam. Upacara
dilakukan di pura setempat dan dilingkungan persawahan. Upacara ini
dilakukan semua warga yang mempunyai lahan pertanian (I Nengah
Sudarsono, wawancara dengan pemangku adat setempat di Desa Braja
Fajar Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur: Januari 2013).
Dari penjelasan di atas dapat di artikan bahwa upacara Bukakak adalah upacara
permohonan kepada Sang Hyang Widhi Wasa untuk menganalisir bumi agar
selalu menjaga keadaan yang ada dibumi dari barbagai hal-hal yang dapat
menganggu kelangsungan dalam mengarap lahan pertanian dari berbagai hama
penyakit yang dapat merusak tanaman serta memberikan kesuburan tanah
garapan. Bukakak ini menjadi upacara yang selalu dilakukan oleh masyarakat
agraris, upacara ini bertujuan untuk permohonan untuk memberikan kesuburan
tanah agar hasil panennya bisa berlimpah luah.

6. Konsep Masyarakat Bali
Menurut Soerjono Soekanto masyarakat adalah orang-orang yang hidup
bersama dan menghasilkan kebudayaan (Soerjono Sekanto, 1990:164).
menurut Josep masyarakat adalah satu kumpulan manusia yang berhubungan

18

secara tepat dan tersusun dalam menjalankan berbagai kegiatan secara kolektif
dan merasakan mereka hidup bersama (Josep Roucek, 1994:164).

Jadi masyarakat adalah sekumpulan individu (manusia) yang terikat oleh
pemikiran, perasaan dan sistem (aturan) yang sama. Disamping adanya
sekumpulan individu didalamnya juga terdapat interaksi antar mereka. Jadi
bukan sekedar sekumpulan individu. Sekelompok individu hanya akan
menghasilkan jamaah ( sekumpulan) saja, bukan masyarakat. Lagi pula yang
membentuk masyarakat adalah interaksi antar anggota masyarakat yang ada di
dalamnya.

Masyarakat yang akan diteliti disini adalah masyarakat Bali desa Braja Fajar,
menurut Koentjaraningrat bahwa lahirnya masyarakat diawali dengan
hubungan tiap-tiap individu yang hanya mencakup kaum keluarga, kerabat dan
tetangga dekat saja yang menjadi satu kesatuan. Masyarakat di desa Braja Fajar
tentunya masyarakat yang memiliki hukum adat yang hidup dalam masyarakat
yang erat hubungannya dengan perilaku budaya dan keagamaan masyarakat.

Suku Bali adalah suku bangsa yang mendiami pulau Bali menggunakan bahasa
Bali dan mengikuti budaya Bali (Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklo
pediabebas 2012), Sedangkan menurut Bambang Suwondo menyatakan bahwa
suku Bali merupakan suatu kolektiva yang terikat oleh kesadaran akan
kesatuan kebudayaan yaitu kebudayaan Bali ( Bambang Suwondo, 1978:35)

19

Dari penjelasan di atas dapat diambil intisarinya bahwa masyarakat Bali adalah
sekumpulan manusia yang saling berinteraksi menurut sistem adat atau
kebudayaan Bali yang sifatnya terus terikat oleh identitas bersama yaitu
kebudayaan Bali. Masyarakat Bali yaitu masyarakat Bali desa Braja Fajar
Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur yang mayoritas
pekerjaannya sebagai petani.

B. Kerangka Pikir
Bukakak adalah upacara untuk mengalisir tanah dari berbagai hambatanhambatan yang ada dibumi terhadap lahan pertanian yang akan digarap. Tujuan
dari Bukakak ini adalah untuk permohonan Sang Hyang Widhi untuk
memberikan kesuburan kepada tanah-tanah pertanian mereka supaya hasil
panennya berlimpah ruah.

Upacara Bukakak ini merupakan upacara tradisional yang dilakukan secara
turun temurun oleh masyarakat Bali. Dalam pelaksanaan upacara Bukakak ini
terdapat beberapa tahap dalam pelaksanaannya yaitu dari tahap pembersihan
lahan sampai pengarapan lahan pertanian. Hal ini dilakukan agar dalam
pengarapan lahan pertanian ini keadaan bumi kita benar-benar bersih dan
memohon kepada Sang Hyang Widhi agar selalu diberikan kelancaran dalam
penanaman sampai panen.

Dalam pelaksanaan upacara Bukakak terdapat barbagai sesajen yang wajib
dipersembahkan untuk arwah leluhur maupun untuk para dewa, sebagai

20

permohonan kepada dewa pencipta alam. Sesajen yang akan di jadikan sebagai
persembahan tersebut dimaksudkan untuk menggambarkan atau mencerminkan
latar belakang arwah leluhur atau para dewa. Dari berbagai ragam sesajen
tersebut, dapat mengungkapkan tujuan pelaksanaan upacara Bukakak. Ragam
sesajen yang terdapat pada pelaksanaan upacara Bukakak dapat diuraikan
melalui berbagai jenis sesajen dan warna sesajen yang berbeda, sehingga
mempunyai simbol–simbol tertentu. Simbol-simbol ini memiliki makna yang
penting bagi tujuan dilaksanakan upacara tersebut.

B. Paradigma

Sesajen Dalam Upacara Bukakak

Keunikan

Keyakinan

Makna

Keterangan:
: Garis Hubungan
: Garis Penjabaran

21

REFERENSI

Koentjaraningrat . 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta.
Jakarta.Hal 203-204.
Soerjono Soekanto. 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 188189.
Ibid. Hal 189.
Koentjaraningrat . 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. PT Rineka Cipta. Jakarta.
Hal 80.
file:///D:/budaya bali_ritarosita.htm. Diakses pada tanggal 20 Februari 2013.
Pukul 19.00. Hal 2.
I Nyoman Dhana. 1994. Pembinaan Budaya Dalam Keluarga Daerah Bali.
Departemen Pendidikan dan Budaya. Bali.Hal 84.
E. Sumaryono. 1993. Hermeneutik sebuah metode filsafat. Kanisius. Yogyakarta.
Hal 29-30.
Budiono Herusatoto. 2001. Simbolisme Dalam Budaya Jawa. Hanindita.
Yoyakarta.Hal 154.
Clifford Geertz. 1992. Tafsir Kebudayaan. Kanisius. Yogyakarta. Hal 7.
File:///d:/budaya-adiluhur.com. Diakses pada 19 Februari 2012. Pukul 06.30 AM.
Yayasan Dharma Sarathi. 1989. Kitab Weda. Departemen Pendidikan dan
Budaya. Bali. Hal 187.
Ibid. Hal 10
Wawancara. I Wayan Sutapa, S.Pd. (Pemangku) Pada tanggal 10 Februari 2013
di desa Braja Fajar. Pukul 14.00.
Wawancara. I Nengah Sudarsono (Pemangku): Pada tanggal 10 Februari 2013 di
desa Braja Fajar. Pukul 19.00.

22

Soerjono Soekanto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali. Jakarta. Hal 164.
Josep Roucek. 1994. Masyarakat dan Adat Budaya. Mandar Maju. Bandung. Hal
765.
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bali. Diakses 22 Februari 2013. Pukul 19.00.
Bambang Suwondo,. 1978. Pengaruh Migrasi Penduduk Terhadap
Perkembangan Kebudayaan Daerah Propinsi Bali. Departemen
Pendidikan dan Budaya. Bali. Hal 35.

23

III.

METODE PENELITIAN

A. Metode yang Digunakan
Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode hermeneutik.
Hermeneutika berasal dari kata Yunani hermeneuine dan hermeneia yang
masing-masing berarti “menafsirkan” dan “penafsiran”. Dalam tradisi Yunani,
istilah hermeneutika diasosiasikan dengan Hermes (Hermeios), seorang utusan
(dewa) dalam mitologi Yunani Kuno yang bertugas menyampaikan dan
menterjemahkan pesan dewa ke dalam bahasa manusia (Clifford Geertz, 1992:
27-28).

Menurut Sumaryono, hermeneutika merupakan proses mengubah sesuatu atau
situasi ketidak tahuan menjadi mengerti (E. Sumaryono, 2013: 24), sedangkan
menurut Fakhruddin Faiz, hermeneutika sebagai suatu metode atau cara untuk
menafsirkan simbol berupa teks atau sesuatu yang diperlakukan sebagai teks
untuk dicari arti dan maknanya, dimana metode ini mensyaratkan adanya
kemampuan untuk menafsirkan masa lampau yang tidak dialami, kemudian
dibawa ke masa sekarang (Clifford Geertz, 1992: 29).

Wilhelm Dilthey mengatakan bahwa sebagai bagian dari metode verstehen,
tugas pokok hermeneutik adalah bagaimana menafsirkan sebuah teks klasik

24

atau realitas sosial di masa lampau yang asing sama sekali agar menjadi milik
orang yang hidup dimasa, tempat dan suasana kultural yang berbeda. Oleh
karena itu, kegiatan hermeneutik selalu bersifat triadik, menyangkut tiga subjek
yang saling berhubungan. Tiga subjek yang dimaksud meliputi : the world of
the text (dunia teks), the world oh the author (dunia pengarang) dan the world
of the reader (dunia pembaca) yang masing-masing memiliki titik pusaran
tersendiri dan saling mendukung dalam memahami sebuah teks (E. Sumaryono,
2012: 100).

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa metode
hermeneutik adalah metode untuk menafsirkan suatu simbol untuk mencari
sebuah makna yang terkandung dalam sesajen pada upacara Bukakak yang
memiliki sebuah pesan dari dewa untuk diterjemahkan kedalam bahasa
manusia. Oleh karena itu, peneliti melakukan kegiatan peneliti dengan cara
menafsirkan setiap simbol sesajen dan menafsirkan sesajen itu sendiri bagi
kehidupan masyarakat.

B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini dilakukan di desa Braja Fajar, Kecamatan Way Jepara
Kabupaten Lampung Timur. Lokasi ini dipilih karena di desa Braja Fajar
mayoritas penduduknya adalah masyarakat Bali dan dari seluruh desa yang ada
masyarakat Bali di Way Jepara hanya di desa ini yang melakukan upacara
Bukakak, selain itu berdasarkan pada pertimbangan lokasi penelitian yang
merupakan desa tempat tinggal penulis dengan harapan penulis dapat dengan

25

mudah melakukan penelitian karena secara verbal penulis dapat berkomunikasi
dengan informan lebih mudah. Informan adalah seluruh masyarakat Bali yang
memahami tentang makna sesajen pada upacara Bukakak.

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
C.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini adalah konsep dari gejala yang bervariasi yaitu objek
penelitian. Variabel dapat diartikan sebagai gejala sesuatu yang akan
menjadikan objek pengamatan (Sumadi Subyabrata, (1983 : 126), sedangkan
menurut Hadari Nawawi, Variabel merupakan himpunan sejumlah gejala yang
memiliki beberapa aspek atau unsur didalannya yang dapat bersumber dari
kondisi objek penelitian, tetapi dapat pula berada diluar dan berpengaruh pada
objek penelitian.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat diketahui bahwa yang dimaksud variabel
penelitian adalah konsep yang diberi nilai untuk diteliti. Disamping itu variabel
penelitian sering juga dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam
peristiwa atau gejala yang akan diteliti. Variabel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah variabel tunggal dengan fokus penelitian pada makna
simbol sesajen dalam pelaksanaan upacara Bukakak di Desa Braja Fajar
Kecamatan Way Jepara Kabupaten Lampung Timur.

26

C.2 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel adalah suatu definisi yang diberikan kepada suatu
variabel

atau

konsep

dengan

cara

memberikan

arti

atau

dengan

menspesifikasikan kegiatan ataupun memberikan suatu operasional yang
diperlukan untuk mengukur variabel tertentu. (Nasir, 1988:152), sedangkan
menurut Suryabrata definisi operasional variabel adalah definisi yang diambil
berdasarkan sifat-sifat atau hal yang didefiniisikan (Sumadi Subyabrata,
1983:83).

Dari kedua pendapat di atas, maka dapat diperoleh sebuah pemahaman bahwa
yang dimaksud dengan definisi operasional variabel adalah definisi yang
memberikan arti lebih spesifik tentang variabel yang kita teliti, agar variabel
yang kita amati bisa diukur dengan jelas. Dalam penelitian ini penulis
merumuskan definisi operasional variabel pada makna simbol sesajen pada
pelaksanaan upacara Bukakak di desa Braja Fajar Kecamatan Way Jepara
Kabupaten Lampung Timur.

D.Informan
Penelitian ini merupakan penelitian dengan data kualitatif, maka peneliti
memerlukan sumber data yang berasal dari informasi individu manusia yang
disebut dengan informan.
“Informan-informan kunci, yakni responden yang mempunyai
pengetahuan yang jauh lebih luas mengenai masalah yang ingin diteliti
daripada responden lain. Informan kunci berguna untuk memperoleh
informasi yang lebih mendalam yang tidak diketahui oleh orang lain
maupun untuk memperoleh perspektif yang tepat mengenai kejadiankejadian tertentu” (Sumadi Subyabrata, 2006:115).

27

Dalam memilih informan, adalah dengan menggunakan teknik snowball
sampling, yakni melalui tiga tahapan; pemilihan informan awal (informan
kunci), pemilihan informan lanjutan, menghentikan pemilihan informan
lanjutan jika sudah tidak terdapat variasi informasi. Pada penelitian kualitatif,
bagian yang terpenting adalah menentukan informan kunci (key informan).
Dalam menentukan informan kunci tidak dapat menggunakan random
sampling/ pemilihan informan acak, tetapi dilakukan secara sengaja dengan
memiliki beberapa kriteria. Kriteria tersebut antara lain :
1. Orang yang telah lama mengikuti pelaksanaan upacara Bukakak
2. Memiliki kesediaan dan waktu yang cukup
3. Tokoh masyarakat dan toko adat
4. Memiliki pengetahuan tentang obyekyang diteliti.

Sehingga dalam meneliti tentang Sesajen dalam upacara Bukakak, subjek atau
informan kunci yang dirasa tepat oleh peneliti adalah pemangku adat atau
Pemangku yang memimpin jalannya upacara Bukakak dalam setiap desa.

E. Teknik Pengumpulan Data
Informasi-informasi yang dibutuhkan untuk memaparkan suatu peristiwa yang
diperlukan dalam penelitian tidaklah mudah diperoleh. Teknik yang digunakan
dalam mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah:
E.1 Teknik Observasi Partisipan
Teknik observasi partisipan merupakan teknik pengumpulan data dengan
cara melakukan pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti

28

atau daerah lokasi yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini
sehingga data yang diperoleh sesuai dengan permasalahan (Nasution,
1996:107), sedangkan menurut Nawawi observasi bisa diartikan sebagai
pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak
pada objek penelitian (Nawawi, 1991:100).

Berdasarkan

pendapat

di

atas

bahwa

observasi

merupakan

cara

pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan langsung
secara sistematik terhadap suatu gejala

pada objek penelitian. Dengan

menggunakan teknik observasi ini penulis secara langsung dapat
memperoleh gambaran umum mengenai permasalahan yang berhubungan
dengan makna simbol sesajen dalam upacara Bukakak dan dapat
mengumpulkan data/informasi yang sesuai dengan permasalahan yang
diteliti.
E.2 Teknik Kepustakaan
Teknik yang digunakan untuk memperoleh informasi tentang objek-objek
yang diamati secara terperinci melalui buku-buku dan brosur-brosur yang
sesuai dengan

masalah yang akan