Pasal 183 KUHAP menentukan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana harus memenuhi dua persyaratan yaitu dua alat bukti sah yang ditentukan secara
limitatif di dalam undang-undang dan apakah atas dasar dua alat bukti tersebut timbul keyakinan hakim akan kesalahan terdakwa. Undang-Undang No. 48 Tahun
2009 menegaskan tugas hakim adalah untuk menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, sehingga putusannya mencerminkan rasa keadilan rakyat
Indonesia. Pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menegaskan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Alat bukti yang dimaksud ditentukan dalam Pasal 184 KUHAP, yaitu keterangan
saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, petunjuk dan keterangan terdakwa menjadi dasar jaksa dalam membuat tuntutannya. Alat bukti yang cukup dan memiliki
kekuatan pembuktian yang kuat dapat mempermudah jaksa dalam membuat surat tuntutan. Setelah alat bukti terpenuhi, maka dipertimbangkan pula pemeriksaan
dan pembuktian di persidangan. Hal yang yang berikutnya dipertimbangkan oleh jaksa adalah hal-hal yang meringankan dan memberatkan terdakwa. Atas dasar
hal-hal tersebut penuntut umum berdasarkan persetujuan pimpinan menentukan tuntutan pidana terhadap terdakwa.
C. Tujuan Pemidanaan di Indonesia
Pandangan Utilitarian yang menyatakan bahwa tujuan pemidanaan harus menimbulkan kosekuensi bermanfaat yang dapat dibuktikan. Keadilan tidak boleh
melalui pembebanan penderitaan itu sendiri, selain itu pandangan Retibutivist menyatakan bahwa keadilan dapat dicapai apabila tujaun yang theological
tersebut dilakukan dengan menggunakan ukuran prinsip-prinsip keadilan, misalnya penderitaan pidana tersebut tidak boleh melebihi ganjaran yang
selayaknya diperoleh pelaku tindak pidana tersebut oleh karena itu suatu tujuan pemidanaan sangatlah penting sebagai pedoman dalam emberikan dan
menjatuhkan pidana.
17
Didalam rancangan KUHP baru yang dibuat oleh Tim RUU KUHP BPHN Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI Tahun 2000 dalam Pasal 50,
tujuan pemidanaan dirumuskan sebagai berikut : 1. Pemidanaan bertujuan untuk :
a. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakan norma hukum dan pengayom masyarakat.
b. Memasyarakatkan terpidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadikannya orang yang lebih berguna.
c. Menyelesaikan langkah yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
d. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana. 2. Pemidanaan tidak dimaksudkan untuk menderitakan dan tidak diperkenankan
merendahkan martabat manusia. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut dikatakan bahwa pemidanaan
merupakan suatu proses dimana agar proses ini dapat berjalan dan peranan hakim penting sekali. Pasal tersebut mengkongkritkan danksi pidana yang terdapat dalam
suatu peraturan dengan menjatuhkan pidana bagi terdakwa dalam kasus tertentu serta memuat tujuan ganda yang hendak dicapai melalui pemidanaan.
17
Muladi. 2002 Lembaga Pidana Bersyarat. Alumni. Bandung
Mengenai tujuan pemidanaan yang tercantum dalam Pasal 47 Konsep Rancangan KUHP Baru tersebut, J.E. Sahetapy menuliskan sebagai berikut :
“Tujuan pemidanaan ini sangatlah penting. Ia tidak saja menyangkut dan dalam aspek tertentu mempertanyakan
raison d’etre dari teori-teori pidana. Pemidanaan yang ada, terutama yang lahi dari kandungan budaya pemikiran
barat, melainkan seharusnya Hakim setelah mengkaji segala ratifikasi tindak pidan dan faktor pertanggungjawabanpemidanaan dalam kerangka tujuan
pemidanaan tadi dengan memperhatikan buka saja rasa keadilan dalam kalbu masyarakat, melainkan harus mampu menganalisis relasi timbal balik antara si
pelaku dengan si korban”
18
Dapat dikatakan bahwa tujuan pemidanaan yang tercantum dalam rancangan KUHP tersebut meliputi usaha prevensi, koreksi kedamaian dalam masyarakat,
dan pembebasan rasa bersalah para terpidana sehingga tujuan pemidanaan seharusnya adalah pembinaan sedemikian rupa sehingga terbebas dalam alam
pikiran jahat maupun dari kenyataan sosial yang membelenggu serta membentuk kesejahteraan negara dan masyarakat selama tidak bertentangan dengan norma
kesusilaan dan prikemanusiaan yang sesuai dengan falsafah dan dasar negara kita, yakni Pancasila.
Konsesus tujuan pemidanaan merupakan tanggung jawab bersama bagi kita untuk memikirkan dan merealisasikan khususnya bagi aparat pelaksana dan penegak
hukum. Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana merupakan suatu proses dinamis yang meliputi penilaian secara terus menerus dan seksama terhada
18
Samosir, Djisman. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia. Bina Cipta. Bandung.